DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 4
1. AZRIL NAZAHAR (P07120316005)
2. BAIQ AZILA FALASIFA (P07120316006)
3. DARA INDAH PRATIWI (P07120316012)
4. LAELY FUZIANI (P07120316028)
5. LAILI SELVI (P07120316029)
6. LALA WAHYU RAHMATULLAH (P07120316030)
7. NI KADEK SULASTRI ASTUTI (P07120316038)
8. NI MADE AYU ARI SUPRAMAWATI (P07120316039)
Puji syukur kami panjatkan kehadirat kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berkat rahmat dan karunia-Nya, kami telah menyelesaikan makalah mengenai
“Trauma Abdomen”. Kami juga menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak
yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini. Makalah ini dibuat untuk
memenuhi tugas Keperawatan Kritis 2 dari Bapak Hadi Kusuma Atmaja, SST.,
M.Kesselaku dosen pembimbing.
Kami berharap makalah ini dapat berguna untuk kita semua. Kami
menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna, untuk itu kritik dan saran
sangat kami harapkan demi perbaikan penulisan makalah selanjutnya. Oleh karena
itu, kami meminta maaf bila ada kesalahan atau kekurangan dalam kata-kata
maupun penulisan.
Penyusun
Keperawatan Kritis 2 i
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .................................................................................... 1
B. Rumusah Masalah ................................................................................ 2
C. Tujuan .................................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Trauma Abdomen............................................................... 4
B. Anatomi Fisiologi Abdomen ................................................................ 5
C. Klasifikasi............................................................................................. 8
D. Etiologi ................................................................................................. 10
E. Patofiologi ............................................................................................ 11
F. Manifestasi Klinis ................................................................................ 13
G. Pathway ................................................................................................ 15
H. Pemeriksaan Penunjang........................................................................ 16
I. Penatalaksanaan Medis ........................................................................ 25
J. Komplikasi ........................................................................................... 30
K. Konsep Asuhan Keperawatan .............................................................. 31
DAFTAR PUSTAKA
Keperawatan Kritis 2 ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Abdomen adalah sebuah rongga besar yang dilingkupi oleh otot-otot perut
pada bagian ventral dan lateral, serta adanya kolumna spinalis di sebelah
dorsal. Bagian atas abdomen berbatasan dengan tulang iga atau costae. Cavitas
abdomninalis berbatasan dengan cavitas thorax atau rongga dada melalui otot
diafragma dan sebelah bawah dengan cavitas pelvis atau rongga panggul.
Antara cavitas abdominalis dan cavitas pelvis dibatasi dengan membran
serosa yang dikenal dengan sebagai peritoneum parietalis. Membran ini juga
membungkus organ yang ada di abdomen dan menjadi peritoneum visceralis.
Pada vertebrata, di dalam abdomen terdapat berbagai sistem organ, seperti
sebagian besar organ sistem pencernaan, sistem perkemihan. Berikut adalah
organ yang dapat ditemukan di abdomen: komponen dari saluran cerna:
lambung (gaster), usus halus, usus besar (kolon), caecum, umbai cacing atau
appendix; Organ pelengkap dai saluran cerna seperti: hati (hepar), kantung
empedu, dan pankreas; Organ saluran kemih seperti: ginjal, ureter, dan kantung
kemih (vesica urinaria); Organ lain seperti limpa (lien).
Istilah trauma abdomen atau gawat abdomen menggambarkan keadaan
klinik akibat kegawatan dirongga abdomen yang biasanya timbul mendadak
dengan nyeri sebagian keluhan utama. Keadaan ini memerlukan
penanggulangan segera yang sering berpa tindakan beda, misalnya pada
obstruksi, perforasi atau perdarahan, infeksi, obstruksi atau strangulasi jalan
cerna dapat menyebabkan perforasi yang mengakibatkan kontaminasi rongga
perut oleh isi saluran cerna sehingga terjadilah peritonitis.
Evaluasi awal sangat bermanfaat tetapi terkadang cukup sulit karena adanya
jejas yang tidak jelas pada area lain yang terkait. Jejas pada abdomen dapat
disebabkan oleh trauma tumpul atau trauma tajam. Pada trauma tumpul dengan
velisitas rendah (misalnya akibat tinju) biasanya menimbulkan kerusakan satu
organ. Sedangkan trauma tumpul velositas tinggi sering menimbulkan
kerusakan organ multipel.
Keperawatan Kritis 2 1
Aktivitas dalam kehidupan sehari-hari memungkin seseorang untuk terkena
injury yang bisa saja merusak keutuhan integritas kulit, selama ini kita
mungkin hanya mengenal luka robek atau luka sayatan saja namun ternyata di
luar itu masih banyak lagi luka/trauma yang dapat terjadi pada daerah
abdomen.
Insiden trauma abdomen meningkat dari tahun ke tahun. Mortalitas biasanya
lebih tinggi pada trauma tumpul abdomen dari pada trauma tusuk.Walaupun
tehnik diagnostik baru sudah banyak dipakai, misalnya Computed Tomografi,
namun trauma tumpul abdomen masih merupakan tantangan bagi ahli klinik.
Diagnosa dini diperlukan untuk pengelolaan secara optimal.
Trauma abdomen akan ditemukan pada 25% penderita multi-trauma, gejala
dan tanda yang ditimbulkannya kadang-kadang lambat sehingga memerlukan
tingkat kewaspadaan yang tinggi untuk dapat menetapkan diagnosis.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah pengertian trauma abdomen ?
2. Bagaimana anatomi fisiologi dari abdomen ?
3. Bagaimana klasifikasi dari trauma abdomen ?
4. Apakah etiologi trauma abdomen ?
5. Bagaimana patofisiologi dari trauma abdomen ?
6. Apakah manifestasi klinis dari trauma abdomen ?
7. Bagaimana pathway dari trauma abdomen ?
8. Bagaimana pemeriksaan penunjang dari trauma abdomen ?
9. Bagaimana penatalaksanaan trauma abdomen ?
10. Bagaimana komplikasi dari trauma abdomen ?
C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Untuk memahami konsep teori trauma abdomen dan konsep asuhan
keperawatan pada pasien dengan trauma abdomen
Keperawatan Kritis 2 2
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengertian trauma abdomen.
b. Untuk mengetahui anatomi fisiologi dari abdomen.
c. Untuk mengetahui klasifikasi dari trauma abdomen.
d. Untuk mengetahui etiologi trauma abdomen.
e. Untuk mengetahui patofisiologi dari trauma abdomen.
f. Untuk mengetahui manifestasi klinis dari trauma abdomen.
g. Untuk mengetahui pathway dari trauma abdomen.
h. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang dari trauma abdomen.
i. Untuk mengetahui penatalaksanaan dari trauma abdomen.
j. Untuk mengetahui komplikasi dari trauma abdomen.
k. Unruk mengetahui asuhan keperawatan trauma abdomen.
Keperawatan Kritis 2 3
BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP PENYAKIT
1. Pengertian Trauma Abdomen
Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma
tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja
(Smeltzer, 2001). Trauma abdomen adalah terjadinya kerusakan pada organ
abdomen yang dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi
gangguan metabolisme, kelainan imonologi dan gangguan faal berbagai
organ.
Trauma adalah cedera fisik dan psikis, kekerasan yang mengakibatkan
cedera atau kerugian psikologis atau emosional (Dorland, 2011). Trauma
abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang terletak
diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau yang
menusuk (Ignativicus & Workman, 2006).
Trauma perut merupakan luka pada isi rongga perut dapat terjadi dengan
atau tanpa tembusnya dinding perut dimana pada penanganan/
penatalaksanaan lebih bersifat kedaruratan dapat pula dilakukan tindakan
laparatomi, (FKUI, 1995).
Trauma Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen
yang dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan
metabolisme, kelainan imonologi dan gangguan faal berbagai organ
(Sjamsuhidayat, 1997).
Terjadinya injuri intraabdominal harus dikenali, ditangani dan
didokumentasi dengan segera. Trauma penetrasi abdomen (trauma abdomen
tajam) sering memerlukan penanganan pembedahan cepat. Sedangkan
trauma abdomen tumpul yang memiliki tanda dan gejala yang tidak tampak,
terkadang dianggap tidak membahayakan namun berpotensial menyebabkan
kematian. Akibat yang dapat terjadi karena trauma abdomen baik trauma
tumpul maupun trauma penetrasi dapat menyebabkan 2 masalah yang
mengancam nyawa yaitu hemorrage (perdarahan), dan infeksi.
Keperawatan Kritis 2 4
2. Anatomi Fisiologi Abdomen
Abdomen adalah bagian tubuh yang berbentuk rongga terletak diantara
toraks dan pelvis. rongga ini berisi viscera dan dibungkus dinding abdomen
yang terbentuk dari dari otot abdomen, columna vertebralis, dan tulang
ilium. Untuk membantu menetapkan suatu lokasi di abdomen, yang paling
sering dipakai adalah pembagian abdomen oleh dua buah bidang bayangan
horizontal dan dua bidang bayangan vertikal. Bidang bayangan tersebut
membagi dinding anterior abdomen menjadi sembilan daerah (regiones).
Dua bidang diantaranya berjalan horizontal melalui setinggi tulang rawan
iga kesembilan, yang bawah setinggi bagian atas crista iliaca dan dua bidang
lainnya vertikal di kiri dan kanan tubuh yaitu dari tulang rawan iga
kedelapan hingga ke pertengahan ligamentum inguinale. Regio abdomen
tersebut adalah:
Keperawatan Kritis 2 5
b. Epigastrica meliputi organ: pilorus gaster, duodenum, pankreas dan
sebagian dari hepar.
c. Hypocondriaca sinistra meliputi organ: gaster, limpa, bagian kaudal
pankreas, fleksura lienalis kolon, bagian proksimal ginjal kiri dan kelenjar
suprarenal kiri.
d. Lumbalis dextra meliputi organ: kolon ascenden, bagian distal ginjal kanan,
sebagian duodenum dan jejenum.
e. Umbilical meliputi organ: Omentum, mesenterium, bagian bawah
duodenum, jejenum dan ileum.
f. Lumbalis sinistra meliputi organ: kolon ascenden, bagian distal ginjal kiri,
sebagian jejenum dan ileum.
g. Inguinalis dextra meliputi organ: sekum, apendiks, bagian distal ileum dan
ureter kanan.
h. Pubica/Hipogastric meliputi organ: ileum, vesica urinaria dan uterus (pada
kehamilan).
i. Inguinalis sinistra meliputi organ: kolon sigmoid, ureter kiri dan ovarium
kiri.
Dengan mengetahui proyeksi organ intra-abdomen tersebut, dapat
memprediksi organ mana yang kemungkinan mengalami cedera jika dalam
pemeriksaan fisik ditemukan kelainan pada daerah atau regio tersebut
(Griffith, 2003)
Untuk kepentingan klinis rongga abdomen dibagi menjadi tiga regio
yaitu : rongga peritoneum, rongga retroperitoneum dan rongga pelvis.
rongga pelvis sebenarnya terdiri dari bagian dari intraperitoneal dan
sebagian retroperitoneal. Rongga peritoneal dibagi menjadi dua yaitu bagian
atas dan bawah.rongga peritoneal atas, yang ditutupi tulang thoraks,
termasuk diafragma, liver, lien, gaster dan kolon transversum. Area ini juga
dinamakan sebagai komponen torako-abdominal dari abdomen. Sedangkan
rongga peritoneal bawah berisi usus halus, sebagian kolon ascenden dan
descenden, kolon sigmoid, caecum, dan organ reproduksi pada wanita
(Trauma, 2012)
Rongga retroperitoneal terdapat di abdomen bagian belakang, berisi
aorta abdominalis, vena cava inferior, sebagian besar duodenum, pancreas,
Keperawatan Kritis 2 6
ginjal, dan ureter, permukaan paskaerior kolon ascenden dan descenden
serta komponen retroperitoneal dari rongga pelvis. Sedangkan rongga pelvis
dikelilingi oleh tulang pelvis yang pada dasarnya adalah bagian bawah dari
rongga peritoneal dan retroperitoneal.Berisi rektum, kandung kemih,
pembuluh darah iliaka, dan organ reproduksi interna pada wanita (Griffith,
2003).
Isi Abdomen. Sebagaian besar dari saluran pencernaan, yaitu lambung,
usus halus, dan usus besar. Hati menempati bagian atas, terletak di bawah
diafragma, dan menutupi lambung dan bagian pertama usus halus. Kandung
empedu terletak dibawah hati. Pankreas terletak dibelakang lambung, dan
limpa terletak dibagian ujung pancreas. Ginjal dan kelenjar suprarenal
berada diatas dinding posterior abdomen. Ureter berjalan melalui abdomen
dari ginjal. Aorta abdominalis, vena kava inferior, reseptakulum khili dan
sebagaian dari saluran torasika terletak didalam abdomen. Pembuluh limfe
dan kelenjar limfe, urat saraf, peritoneum dan lemak juga dijumpai dalam
rongga ini.
Keperawatan Kritis 2 7
3. Klasifikasi
Berdasarkan mekanisme trauma, dibagi menjadi 2 yaitu :
a. Trauma tumpul (blunt injury)
Keperawatan Kritis 2 8
b. Trauma tajam (penetration injury)
Keperawatan Kritis 2 9
2) Laserasi, jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus
rongga abdomen harus di eksplorasi. Atau terjadi karena trauma
penetrasi.
b. Trauma pada isi abdomen
Sedangkan trauma abdomen pada isi abdomen, menurut Suddarth &
Brunner (2002) terdiri dari:
1) Perforasi organ viseral intraperitoneum
Cedera pada isi abdomen mungkin di sertai oleh bukti adanya
cedera pada dinding abdomen.
2) Luka tusuk (trauma penetrasi) pada abdomen
Luka tusuk pada abdomen dapat menguji kemampuan diagnostik
ahli bedah.
3) Cedera thorak abdomen
Setiap luka pada thoraks yang mungkin menembus sayap kiri
diafragma, atau sayap kanan dan hati harus dieksplorasi.
4. Etiologi
Kecelakaan atau trauma yang terjadi pada abdomen, umumnya banyak
diakibatkan oleh trauma tumpul. Pada kecelakaan kendaraan bermotor,
deselerasi yang tidak terkontrol merupakan kekuatan yang menyebabkan
trauma ketika tubuh klien terpukul setir mobil atau benda tumpul lainnya.
Trauma akibat benda tajam umumnya disebabkan oleh luka tembak yang
menyebabkan kerusakan yang besar didalam abdomen. Selain luka tembak,
trauma abdomen dapat juga diakibatkan oleh luka tusuk, akan tetapi luka
tusuk sedikit menyebabkan trauma pada organ internal diabdomen.Trauma
pada abdomen disebabkan oleh 2 kekuatan yang merusak, yaitu :
a. Trauma tumpul
Merupakan trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga
peritoneum. Luka tumpul pada abdomen bisa disebabkan oleh jatuh,
kekerasan fisik atau pukulan, kecelakaan kendaraan bermotor, cedera
akibat berolahraga, benturan, ledakan, deselarasi, kompresi atau sabuk
pengaman. Lebih dari 50% disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas.
Keperawatan Kritis 2 10
b. Trauma tajam
Merupakan trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam rongga
peritoneum. Disebabkan oleh: luka tembak yang menyebabkan kerusakan
yang besar didalam abdomen. Selain luka tembak, trauma abdomen dapat
juga diakibatkan oleh luka tusuk, akan tetapi luka tusuk sedikit
menyebabkan trauma pada organ internal diabdomen.
5. Patofisiologi
a. Patofisiologi Trauma Tumpul Abdomen
Beberapa mekanisme patofisiologi dapat menjelaskan trauma tumpul
abdomen. Secara garis besar trauma tumpul abdomen (non penetrtaing
trauma) dibagi menjadi 3 yaitu :
1) Trauma kompresi
Trauma kompresi terjadi bila bagian depan dari badan berhenti
bergerak, sedangkan bagian belakang dan bagian dalam tetap
bergerak ke depan. Organ-organ terjepit dari belakang oleh bagian
belakang thorakoabdominal dan kolumna vetebralis dan di depan
oleh struktur yang terjepit. Trauma abdomen menggambarkan variasi
khusus mekanisme trauma dan menekankan prinsip yang
menyatakan bahwa keadaan jaringan pada saat pemindahan energi
mempengaruhi kerusakan jaringan. Pada tabrakan, maka penderita
akan secara refleks menarik napas dan menahannya dengan menutup
glotis. Kompresi abdominal mengkibatkan peningkatan tekanan
intrabdominal dan dapat menyebabkan ruptur diafragma dan
translokasi organ-organ abdomen ke dalam rongga thorax. Transient
hepatic kongestion dengan darah sebagai akibat tindakan valsava
mendadak diikuti kompresi abdomen ini dapat menyebabkan
pecahnya hati. Keadaan serupa dapat terjadi pada usus halus bila ada
usus halus yang closed loop terjepit antra tulang belakang dan sabuk
pengaman yang salah memakainya.
Keperawatan Kritis 2 11
2) Trauma sabuk pengaman (seat belt)
Sabuk pengaman tiga titik jika digunakan dengan baik,
mengurangi kematian 65%-70% dan mengurangi trauma berat
sampai 10 kali. Bila tidak dipakai dengan benar, sabuk pengaman
dapat menimbulkan trauma. Agar berfungsi dengan baik, sabuk
pengamna harus dipakai di bawah spina iliaka anterior superior, dan
di atas femur, tidak boleh mengendur saat tabrakan dan harus
mengikat penumpang dengan baik. Bila dipakai terlalu tinggi (di atas
SIAS) maka hepar, lien, pankreas, usus halus, diodenum, dan ginjal
akan terjepit di antara sabuk pengaman dan tulang belakang, dan
timbul burst injury atau laserasi. Hiperfleksi vetebra lumbalis akibat
sabuk yangterlalu tinggi mengakibatkan fraktur kompresi anterior
dan vetebra lumbal.
3) Cedera akselerasi / deselerasi.
Trauma deselerasi terjadi bila bagian yang menstabilasi organ,
seperti pedikel ginjal, ligamentum teres berhenti bergerak,
sedangkan organ yang distabilisasi tetap bergerak. Shear force
terjadi bila pergerakan ini terus berlanjut, contoh pada ginjal dan
limpa denga pedikelnya, pada hati terjadi laserasi hati bagian sentral,
terjadi jika deselerasi lobus kanan dan kiri sekitar ligamentum teres.
b. Patofisiologi trauma tajam abdomen
Luka tusuk ataupun luka tembak (kecepatan rendah) akan
mengakibatkan kerusakan jaringan karena laserasi ataupun terpotong.
Luka tembak dengan kecepatan tinggi akan menyebabkan transfer energi
kinetik yang lebih besar terhadap organ visera, dengan adanya efek
tambahan berupa temporary cavitation, dan bisa pecah menjadi fragmen
yang mengakibatkan kerusakan lainnya. Kerusakan dapat berupa
perdarahan bila mengenai pembuluh darah atau organ yang padat. Bila
mengenai organ yang berongga, isinya akan keluar ke dalam rongga
perut dan menimbulkan iritasi pada peritoneum (Stone,2003).
Luka tembak mengakibatkan kerusakan yang lebih besar, bergantung
jauhnya perjalanaan peluru, besar energi kinetik maupun kemungkinan
Keperawatan Kritis 2 12
pantulan peluru oleh organ tulang, maupun efek pecahan tulangnya.
Organ padat akan mengalami kerusakan yang lebih luas akibat energi
yang ditimbulkan oleh peluru tipe high velocity (American College of
Surgeons,2004).
6. Manifestasi Klinis
a. Trauma tumpul abdomen (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga
peritonium) ditandai dengan:
1) Kehilangan darah.
2) Memar/jejas pada dinding perut.
3) Kerusakan organ-organ.
4) Nyeri tekan, nyeri ketok, nyeri lepas dan kekakuan (rigidity) dinding
perut.
5) Iritasi cairan usus
b. Trauma tembus abdomen (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga
peritonium):
1) Hilangnya seluruh atau sebagian fungsi organ.
2) Respon stres simpatis.
3) Perdarahan dan pembekuan darah.
4) Kontaminasi bakteri.
5) Kematian sel.
Jika abdomen mengalami luka tusuk, usus yang menempati sebagian
besar rongga abdomen akan sangat rentan untuk mengalami trauma
penetrasi. Secara umum organ-organ padat berespon terhadap trauma
dengan perdarahan. Sedangkan organ berongga bila pecah mengeluarkan
isinya dalam hal ini bila usus pecah akan mengeluarkan isinya ke dalam
rongga peritoneal sehingga akan mengakibatkan peradangan atau infeksi.
Menurut Scheets (2002), secara umum seseorang dengan trauma
abdomen menunjukkan manifestasi sebagai berikut :
a. Laserasi, memar,ekimosis
b. Hipotensi
c. Tidak adanya bising usus
Keperawatan Kritis 2 13
d. Hemoperitoneum
e. Mual dan muntah
f. Adanya tanda “Bruit” (bunyi abnormal pd auskultasi pembuluh darah,
biasanya pd arteri karotis),
g. Nyeri
h. Pendarahan
i. Penurunan kesadaran
j. Sesak
k. Tanda Kehrs adalah nyeri di sebelah kiri yang disebabkan oleh
perdarahan limfa.Tanda ini ada saat pasien dalam posisi recumbent.
l. Tanda Cullen adalah ekimosis periumbulikal pada perdarahan peritoneal
m. Tanda Grey-Turner adalah ekimosis pada sisi tubuh (pinggang) pada
perdarahan retroperitoneal.
n. Tanda coopernail adalah ekimosis pada perineum,skrotum atau labia
pada fraktur pelvis.
o. Tanda balance adalah daerah suara tumpul yang menetap pada kuadran
kiri atas ketika dilakukan perkusi pada hematoma limfe.
Keperawatan Kritis 2 14
7. Pathway
Kompensasi organ
Nyeri
abdomen
Perdarahan intra
Kerusakan organ Kerusakan jaringan kulit
abdomen
abdomen
Penurunan
Tindakan operasi
hitung sel darah
merah & iritasi
Ansietas
Resiko infeksi Syok hemoragik
Keperawatan Kritis 2 15
Kehilangan Penurunan aliran
cairan fisiologis balik vena
tubuh
Penurunan Ketidakefektifan
kesadaran pola nafas
Resiko
ketidakefektifan
perfusi jaringan
otak
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Radiologi
Tes radiologi dapat menyampaikan informasi penting untuk
penatalaksanaan pasien trauma tumpul abdomen. Pemeriksaan radiologi
diindikasikan pada pasien stabil, jika dari pemeriksaan fisik dan lab tidak
bisa disimpulkan diagnosik.
Pasien yang tidak kooperatif, dapat mengganggu hasil tes radiologi
dan dapat beresiko mengalami cedera spinal. Penyebab dari pasien yang
tidak koopertatif ini harus dievaluasi, misalnya karena hipoksia atau
cedera otak. Demi kelancaran, pasien tersebut dapat dipertimbangkan
untuk diberi sedatif.
Rontgen untuk screening adalah Ro-foto cervical lateral, thorax AP,
dan pelvis AP dilakukan pada pasien trauma tumpul dengan multitrauma.
Keperawatan Kritis 2 16
Rontgen foto abdomen 3 posisi (telentang, setengah tegak dan lateral
dekubitus) berguna untuk melihat adanya udara bebas di bawah
diafragma ataupun udara di luar lumen di retroperitoneum, yang kalau
ada pada keduanya menjadi petunjuk untuk dilakukannya laparotomi.
Hilangnya bayangan psoas menunjukkan adanya kemungkinan cedera
retroperitoneal. Foto polos abdomen memiliki kegunaan yang terbatas,
dan sudah digantikan oleh CT-scan dan USG
b. Computed Tomography ( CT-scan )
CT merupakan prosedur diagnostik yang memerlukan transport
penderita ke scanner, pemberian kontras oral maupun intravena, dan
scanning dari abdomen atas bawah dan juga panggul. Proses ini makan
waktu dan hanya digunakan pada penderita dengan hemodinamik normal.
CT-scan mampu memberikan informasi yang berhubungan dengan
cedera organ tertentu dan tingkat keparahannya, dan juga dapat
mendiagnosis cedera retroperitoneum dan organ panggul yang sukar
diakses melalui pemeriksaan fisik maupun DPL. Kotraindikasi relatif
terhadap penggunaan CT meliputi penundaan karena menunggu scanner,
pendrita yang tidak kooperatif, dan alergi terhdap bahan kontras.
Keuntungan CT-scan
1) Non invasive
2) Mendeteksi cedera organ dan potensial untuk penatalaksanaan non
operatif cedera hepar dan lien
3) Mendeteksi adanya perdarahan dan mengetahui dimana sumber
perdarahan
4) Retroperitoneum dan columna vetebra dapat dilihat
5) Imaging tambahan dapat dilakukan jika diperlukan
Kelemahan CT-scan
1) Kurang sensitif untuk cedera pankreas, diafragma, usus, dan
mesenterium
2) Diperlukan kontras intra vena
3) Mahal
4) Tidak bisa dilakukan pada pasien yang tidak stabil
Keperawatan Kritis 2 17
Gambar 1. Blunt abdominal trauma
Gambar 2. Blunt abdominal trauma with
with splenic injury and
liver laceration
hemoperitoneum
c. Ultrasound
Ultrasound digunakan untuk mendeteksi adanya darah intraperitonum
setelah terjadi trauma tumpul. USG difokuskan pada daerah
intraperitoneal dimana sering didapati akumulasi darah, yaitu pada :
1) Kuadran kanan atas abdomen (Morison's space antara liver ginjal
kanan)
2) Kuadran kiri ats abdomen (perisplenic dan perirenal kiri)
3) Suprapubic region (area perivesical)
4) Subxyphoid region (pericardiumhepatorenal space)
Daerah anechoic karena adanya darah dapat terlihat paling jelas jika
dibandingkan dengan organ padat di sekitarnya.Banyak penelitian
retrospektif menyatakan manfaat USG pada pasien dengan hemodinamik
yang stabil atau tidak stabil untuk mendeteksi adanya perdarahan
intraperitoneal.
Beberapa RCT menunjukkan penggunaan FAST untuk diagnostik akan
menghasil pasien dengan hasil perawatan yang lebih baik.
Keperawatan Kritis 2 18
Keuntungan USG :
1) Portabel
2) Dapat dilaksanakan dengan cepat
3) Tingkat sesitifitas sebesar 65-95% dalam mendeteksi paling sedikit
100 ml cairan intraperitoneal.
4) Spesifik untuk hemoperitoneum
5) Tanpa radiasi atau kotras
6) Mudah dilakuakn pemeriksaan serial jika diperlukan
7) Tekniknya mudah dipelajari
8) Non invasif
9) Lebih murah dibandingkan CT-scan atau peritoneal lavage
Kelemahan USG
1) Cedera parenkim padat, retroperitoneum, atau diafragma tidak bisa
dilihat dengan baik
2) Kualitas gambar akan dipengaruhi pada pasien yang tidak kooperatif,
obesitas, adanya gas usus, dan udara subkutan
3) Darah tidak bisa dibedakan dari ascites
4) Tidak sensitif untuk mendeteksi cedera usus.
Keperawatan Kritis 2 19
Metode pemeriksaan ultrasound pada kasus trauma tumpul abdomen
adalah FAST (Focused Abdominal Sonogram for Trauma). Tujuan
primer dari FAST adalah mengidentifikasi adanyan hemoperitonium
pada pasien dengan kecurigaan cidera intra-abdomen. Indikasi FAST
adalah pasien yang secara hemodinamik unstable dengan kecurigaan
cedera abdomen dan pasien-pasien serupa yang juga mengalami cedera
ekstra-abdominal signifikan (ortopedi, spinal, thorax, dll.) yang
memerlukan bedah non-abdomen emergensi.
FAST sebaiknya dilakukan oleh ahli bedah yang hadir pada saat itu di
IGD/ ICU sebagai prosedur bedside sementara resusitasi dapat terus
berlangsung. FAST direkomendasikan menggunakan 3,5 atau 5 MHz
ultrasound sector transducer probe dan gray scale ‘B mode’ ultrasound
scanning.
Scan dimulai dari sub-xiphoid region di sagittal plane. Probe
kemudian digerakkan ke kanan untuk memeriksa Morrison’s pouch
(hepato-renal) (sagittal plane). Setelah itu, probe digerakkan ke arah kiri
untuk untuk menilai kavum spleno-renal (sagittal plane). Pada keadaan
ini, direkomendasikan agar bladder diisikan dengan 200-300 ml dengan
larutan normal steril melalui kateter urin yang kemudian diklem. Cara ini
akan memberikan excellent sonological window untuk memvisualisasi
pelvis (transverse plane). Pada pasien yang dicurigai mengalami cedera
bladder, hindari prosedur pengisian di atas. Gantikan dengan meletakkan
kantong berisi saline di atas hipogastrium, dengan demikian akan
menimbulkan acoustic window untuk pelvis.Waktu total yang
dibutuhkan untuk seluruh prosedur ini sebaiknya antara 5-8 menit
d. Diagnostic Peritoneal Lavage
Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL) memiliki peran besar pada
penatalaksanaan trauma tumpul abdomen. DPL paling berguna pada
pasien yang memiliki resiko tinggi cedera organ berongga, terutama jika
dari CT-scan dan USG hanya terdeteksi sedikit cairan, dan pada pasien
dengan demam yang nyata, peritonitis, atau keduanya. Keadaan ini
berlangsung selama 6-12 jam setelah cedera organ berongga.
Keperawatan Kritis 2 20
Indikasi:
1) Perubahan sensorium-cedera kepala,intoksikasi alkohol, penggunaan
obat terlarang.
2) Perubahan perasaan-cedera jaringan saraf tulang belakang.
3) Cedera pada struktur berdekatan – tulang iga bawah, panggul, tulang
belakang dari pinggang bawah (lumbar spine).
4) Pemeriksaan fisik yang meragukan.
Secara tradisional, DPL dialakukan melalui 2 tahap, tahap pertama
adalah aspirasi darah bebas intraperitoneal (diagnostic peritoneal
tap,DPT). Jika darah yang teraspirasi 10 ml atau lebih, hentikan prosedur
karena hal ini menandakan adanya cedera intraperitoneal. Jika dari DPT
tidak didapatkan darah, lakukan peritoneal lavage dengan normal saline
dan kirim segera hasilnya ke lab utuk dievaluasi.
Pasien yang memerlukan laparotomy segera merupakan satu-satunya
kontra indikasi untuk DPL atau DPT. Riwayat operasi abdomen, infeksi
abdomen, koagulopati, obesitas dan hamil trimester 2 atau 3 merupakn
kontra indikasi relatif.
Keuntungan DPL/DPT
1) Triase pasien trauma multisistem dengan hemodinamik yang tidak
stabil, melalui pengeluaran perdarahan intapertoneal
2) Dapat mendeteksi perdarahan minor pada pasien dengan
hemodinamik stabil.
Kelemahan dan komplikasi DPL / DPT
1) Infeksi lokal atau sistemik (pada kurang dari 0,3% kasus)
2) Cedera intaperitoneal
3) Positif palsu karena insersi jarum melalui dinding abdomen dengan
hematoma atau pada gangguan hemostasis
Interpertasi DPL
Pada trauma tumpul abdomen, aspirasi darah sebanyak 10 ml atau
lebih pada DPT menunjukkan kecurigaan lebih dari 90% terhadap adanya
cedera intaperitoneal. Jika hasil lavage pasien yang dikirim ke lab
menunjukkan RBC lebih dari 100.000/mm3 maka dapat dikatakan positif
Keperawatan Kritis 2 21
untuk cedera intraabdominal. Jika hasil aspirasi positif dan adanya
peningkatan RBC pada lavge menunjukkan adanya cedera, terutama
viscera padat dan struktur vaskular, namun hal ini tidak cukup untuk
mengindikasikan laparotomi.
Pada pasien dengan fraktur pelvis, harus diwaspadai adanya positif
palsu pada DPL. Walaupun demikian pada lebih dari 85% kasus, pasien
fraktur pelvis dengan aspirasi positif pada DPT mengindikasikan adanya
cedera intraperitoneal. Aspirasi negatif pada pasien fraktur pelvis dengan
hemodinamik yang tidak stabil menunjukkan adanya perdarahan
retroperitoneal, jika demikian perlu dilakukan angiography dengan
embolisasi.
Peningkatan WBC baru terjadi setelah 3–6 jam setelah cedera,
sehingga tidak terlalu penting pada interpretasi DPL. Peningkatan
amilase juga tidak spesifik dan tidak sensitif untuk cedra pankreas.
Kriteria untuk trauma abdomen yang positif DPL berikut tumpul:
Index Positive Equivocal
Aspirate
Blood >10 Ml -
Fluid Enteric contents -
Lavage
Red blood cells >1.000.000 / mm3 >20.000 /
mm3
White blood cells >1.000.000 / mm3 >500 / mm3
Enzyme Amylase >20 IU/L Amilase
and alkaline >20 IU/L or
phosphatase >3 IU/L alkaline
phosphatase
>3 IU/L
Bile Confirmed -
biomechanically
Keperawatan Kritis 2 22
e. Pemeriksaan Dengan Kontras Yang Khusus
1) Uretrografi
Sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya, harus dilakukan
uretrografi sebelum pemasangan kateter urin bila kita curigai adanya
ruptur uretra. Pemeriksaan uretrografi dilakukan dengan memakai
kateter No. 8-F dengan balon dipompa 15-20 cc di fossa naviculare.
Dimasukkan 15-20 cc kontras yang tidak diencerkan. Dilakukan
pengambilan foto dengan proyeksi oblik dengan sedikit tarikan pada
penis.
Keperawatan Kritis 2 23
2) Sistografi
Ruptur buli-buli intra ataupun ekstraperitoneal terbaik ditentukan
dengan pemeriksaan sistografi ataupun CT sistografi. Dipasang kateter
uretra dan kemudian dipasang 300 cc kontras yang larut dalam air
pada kolf setinggi 40 cm di atas pasien dan dibiarkan kontras mengalir
ke dalam buli-buli atau sampai (1) aliran terhenti (2) pasien secara
spontan mengedan, atau (3) pasien merasa sakit. Diambil foto rontgen
AP, oblik dan foto post-voiding. Cara lain adalah dengan periksaan
CT Scan (CT cystogram) yang terutama bermanfaat untuk
mendapatkan informasi tambahan tentang ginjal maupun tulang
pelvisnya (Fremann,2003).
Pada trauma pelvis atau abdomen bagian bawah dengan hematuria,
dilakukan sistografi dan ureterogram bila ada kecurigaan cedera
uretra, terutama bila ada riwayat cedera pelana seperti jatuh di atas
setang sepeda (Stone, CK, 2003.)
3) Gastrointestinal
Cedera pada struktur gastrointestinal yang letaknya retroperitoneal
(duodenum, colon ascendens, colon descendens) tidak akan
menyebabkan peritonitis dan bisa tidak terdeteksi dengan DPL.
Bilamana ada kecurigaan, pemeriksaan dengan CT Scan dengan
kontras ataupun pemeriksaan Ro-foto untuk traktus gastrointestinal
bagian atas ataupun bagian bawah dengan kontras harus dilakukan.
Perbandingan prosedur diagnostik DPL, FAST, serta CT scan
DPL FAST CT Scan
Indikasi Menunjukkan Menunjukkan Menunjukkan
darah bila cairan bila kerusakan
hipotensif hipotensi organ bila
tensi normal
Keuntungan Deteksi dini, Deteksi dini, Lebih spesifik
semua pasien, semua pasien, untuk cedera,
cepat 98% non-invasif, sensitivitas
sensitif, cepat, 86-97% 92-98%
Keperawatan Kritis 2 24
deteksi cedera akurat, tidak
usus, tidak membutuhkan
butuh transpor transport
Kerugian Invasif, Bergantung Memakan
spesifisitas operator, waktu,
rendah, tidak distorsi oleh dibutuhkan
bisa untuk udara usus, transpor, tidak
trauma tidak bisa untuk trauma
diafragma dan untuk trauma diafragma,
retroperitoneal diafragma, usus, dan
usus dan pankreas
pancreas
9. Penatalaksanaan
a. Abdominal paracentesis
Menentukan adanya perdarahan dalam rongga peritonium, merupakan
indikasi untuk laparotomi.
b. Pemeriksaan laparoskopi
Mengetahui secara langsung penyebab abdomen akut.
c. Pemasangan NGT
Memeriksa cairan yang keluar dari lambung pada trauma abdomen.
d. Pemberian antibiotik
Mencegah infeksi.
e. Laparotomi
Laparatomi adalah salah satu jenis operasi yang di lakukan pada
daerah abdomen. Operasi laparatomy di lakukan apabila terjadi masalah
kesehatan yang berat pada area abdomen, misalnya trauma abdomen.
Perawatan post laparatomi adalah bentuk pelayanan perawatan yang
diberikan kepada pasien-pasien yang telah menjalani operasi
pembedahan perut.
Keperawatan Kritis 2 25
Penatalaksanaan Kedaruratan
a. Trauma Tumpul Abdomen
Hal umum yang perlu mendapat perhatian adalah atasi dahulu ABC
bila pasien telah stabil baru kita memikirkan penatalaksanaan abdomen
itu sendiri. Pipa lambung, selain untuk diagnostic, harus segera dipasang
untuk mencegah terjadinya aspirasi bila terjadi muntah. Sedangkan
kateter di pasang untuk mengosongkan kandung kencing dan menilai
urin. Pada trauma tumpul, bila terdapat kerusakan intra peritoneum harus
dilakukan laparotomi, sedangkan bila tidak, pasien diobservasi selama
24-48 jam.
Tindakan laparotomi dilakukan untuk mengetahui organ yang
mengalami kerusakan. Bila terdapat perdarahan, tindakan yang dilakukan
adalah penghentian perdarahan. Sedangkan pada organ berongga,
penanganan kerusakan berkisar dari penutupan sederhana sampai reseksi
sebagian.
b. Trauma Tembus Abdomen
Hal umum yang perlu mendapat perhatian adalah atasi dahulu ABC
bila pasien telah stabil baru kita memikirkan penatalaksanaan abdomen
itu sendiri. Pipa lambung, selain untuk diagnostic, harus segera dipasang
untuk mencegah terjadinya aspirasi bila terjadi muntah. Sedangkan
kateter di pasang untuk mengosongkan kandung kencing dan menilai
urin.
Peningkatan nyeri di daerah abdomen membutuhkan eksplorasi bedah.
Luka tembus dapat mengakibatkan renjatan berat bila mengenai
pembuluh darah besar atau hepar. Penetrasi ke limpa, pancreas, atau
ginjal biasanya tidak mengakibatkan perdarahan massif kecuali bila ada
pembuluh darah besar yang terkena. Perdarahan tersebut harus diatasi
segera, sedangkan pasien yang tidak tertolong dengan resusitasi cairan
harus menjalani pembedahan segera.
Keperawatan Kritis 2 26
Pengaruh Letak Insisi Bedah terhadap Penyembuhan Luka
Faktor utama yang diperhitungkan oleh para ahli bedah saat
merencanakan tempat dan panjangnya insisi bedah adalah:
1) Kemudahan akses ke daerah operasi.
2) Pengnaruh terhadap fungsi struktur yang mendasarinya.
3) Pengaruh kosmetik jangka panjang
Kemudahan akses ke daerah operasi berarti meningkatkan kemudahan
bagi ahli bedah. Idealnya, akses terbaik dicapai dengan menempatkan
insisi secara langsung di atas organ atau struktur yang akan dioperasi,
dengan kemungkinan akan adanya pelebaran insisi ke salah satu arah bila
memang diperlukan.
Orientasi insisi berhubungan dengan lipatan alamiah kulit tubuh yang
mempunyai kosekuensi penting bagi penyembuhan luka. Profesor Langer
melukiskan garis-garis alamiah dari belahan kulit, yang secara umum
menyerupai orientasi berkas-berkas serabut kolagen subkutan. Kini
gambaran tersebut sdikenal dengan sebutan garis-garis Langer. Insisi
yang dibuat paralel terhadap garis tersebut cenderung mengecil secara
alamiah, dan oleh karena itu penyembuhan menjadi lebih cepat serta
hasilnya secara kosmetik menjadi lebih baik cepat serta hasilnya secara
kosmetik menjadi lebih baik daripad insisi yang dilakukan tepat
membentuk sudut garis tersebut, yang cenderung menjadi menganga
lebar.
Keperawatan Kritis 2 27
b. Airway
Dengan kontrol tulang belakang. Membuka jalan napas
menggunakan teknik ‘head tilt chin lift’ atau menengadahkan kepala
dan mengangkat dagu,periksa adakah benda asing yang dapat
mengakibatkan tertutupnya jalan napas, muntahan, makanan, darah
atau benda asing lainnya.
c. Breathing
Dengan ventilasi yang adekuat. Memeriksa pernapasan dengan
menggunakan cara ‘lihat – dengar – rasakan’ tidak lebih dari 10 detik
untuk memastikan apakah ada napas atau tidak. Selanjutnya lakukan
pemeriksaan status respirasi korban (kecepatan, ritme dan adekuat
tidaknya pernapasan)
d. Circulation
Dengan kontrol perdarahan hebat. Jika pernapasan korban
tersengal-sengal dan tidak adekuat, maka bantuan napas
dapatdilakukan. Jika tidak ada tanda-tanda sirkulasi, lakukan resusitasi
jantung paru segera. Rasio kompresi dada dan bantuan napas dalam
RJP adalah 30:2 (30kali kompresi dada dan 2 kali bantuan napas).
Penanganan awal trauma non- penetrasi (trauma tumpul) :
- Stop makanan dan minuman
- Imobilisasi
- Kirim kerumah sakit.
Penanganan awal Penetrasi (trauma tajam)
- Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam lainnya)
tidak boleh dicabut kecuali dengan adanya tim medis
- Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan
dengan kain kassa pada daerah antara pisau untuk memfiksasi pisau
sehingga tidak memperparah luka.
- Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut tidak
dianjurkan dimasukkan kembali kedalam tubuh, kemudian organ yang
keluar dari dalam tersebut dibalut kain bersih atau bila ada perban.
- Imobilisasipasien.
Keperawatan Kritis 2 28
- Tidak dianjurkan memberi makan dan minum.
- Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan menekang.
- Kirim ke rumah sakit.
Hospital
a. Trauma penetrasi
Bila ada dugaan bahwa ada luka tembus dinding abdomen, seorang
ahli bedah yang berpengalaman akan memeriksa lukanya secara lokal
untuk menentukan dalamnya luka. Pemeriksaan ini sangat berguna
bila ada luka masuk dan luka keluar yang berdekatan.
b. Skrinning pemeriksaan rontgen
Foto rontgen torak tegak berguna untuk menyingkirkan
kemungkinan hemo atau pneumotoraks atau untuk menemukan
adanya udara intra peritonium. Serta rontgen abdomen sambil tidur
(supine) untuk menentukan jalan peluru atau adanya udara retro
peritoneum.
c. IVP atau Urogram Excretory dan CT Scanning
Ini di lakukan untuk mengetauhi jenis cedera ginjal yang ada.
d. Uretrografi.
Di lakukan untuk mengetauhi adanya rupture uretra.
e. Sistografi
Ini digunakan untuk mengetauhi ada tidaknya cedera pada kandung
kencing, contohnya pada :
- Fraktur pelvis
- Traumanon – penetrasi
- Penanganan pada trauma benda tumpul dirumah sakit :
- Pengambilan contoh darah dan urine
- Darah di ambil dari salah satu vena permukaan untuk pemeriksaan
laboratorium rutin, dan juga untuk pemeriksaan laboratorium
khusus seperti pemeriksaan darah lengkap, potasium, glukosa,
amilase.
Keperawatan Kritis 2 29
f. Pemeriksaan rontgen
Pemeriksaan rongten servikal lateral, toraks antero posterior dan
pelvis adalah pemeriksaan yang harus di lakukan pada penderita
dengan multi trauma, mungkin berguna untuk mengetahui udara
ekstraluminal di retro peritoneum atau udara bebas di bawah
diafragma, yang keduanya memerlukan laparotomi segera
g. Study kontras urologi dan gastrointestinal
Dilakukan pada cedera yang meliputi daerah duodenum, kolon
ascendens atau decendens dan dubur. Sumber : (Hudak & Gallo,
2007).
10. Komplikasi
a. Segera : hemoragik, syok, dan cedera.
b. Lambat : infeksi
c. Trombosis Vena
d. Emboli Pulmonar
e. Stress Ulserasi dan perdarahan
f. Pneumonia
g. Tekanan ulserasi
h. Atelektasis
i. Sepsis
Keperawatan Kritis 2 30
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas Pasien
1) Nama :
2) Jenis Kelamin :
3) Umur :
4) Alamat :
5) Agama :
6) Status Perkawinan :
7) Pendidikan :
8) Pekerjaan :
9) No. Register :
10) Diagnosa Medis :
c. Primary Survey
1) Airway
Airway harus dijaga dengan baik pada semua penderita trauma
abdomen. Membuka jalan napas menggunakan teknik head tilt,
chin lift atau jaw thrust, periksa adakah benda asing yang dapat
mengakibatkan tertutupnya jalan napas. Bila penderita tidak sadar
dan tidak ada refleks bertahak (gag reflex) dapat dipakai
oropharyngeal tube. Bila ada keraguan mengenai kemampuan
menjaga airway, lebih baik memasang airway definitif. Jika ada
disertai dengan cedera kepala, leher atau dada maka tulang leher
(cervical spine) harus dilindungi dengan imobilisasi in-line
(American College of Surgeons, 2004).
Keperawatan Kritis 2 31
2) Breathing
Kontrol jalan nafas pada penderita trauma abdomen yang airway
terganggu karena faktor mekanik, ada gangguan ventilasi atau ada
gangguan kesadaran, dicapai dengan intubasi endotrakeal. Setiap
penderita trauma diberikan oksigen. Bila tanpa intubasi, sebaiknya
diberikan dengan face mask. Pemakaian pulse oximeter baik untuk
menilai saturasi O2 yang adekuat (American College of Surgeons,
2004).
3) Circulation
Resusitasi pasien dengan trauma abdomen penetrasi dimulai
segera setelah tiba. Cairan harus diberikan dengan cepat. NaCl
atau Ringer Laktat dapat digunakan untuk resusitasi kristaloid.
Rute akses intravena adalah penting, pasang kateter intravena
perifer berukuran besar (minimal 2) di ekstremitas atas untuk
resusitasi cairan. Pasien yang datang dengan hipotensi sudah
berada di kelas III syok (30-40% volume darah yang hilang) dan
harus menerima produk darah sesegera mungkin, hal yang sama
berlaku pada pasien dengan perdarahan yang signifikan jelas.
Upaya yang harus dilakukan untuk mencegah hipotermia,
termasuk menggunakan selimut hangat dan cairan prewarmed
(American College of Surgeons, 2004).
4) Disability
Dilakukan evaluasi terhadap keadaan neurologis secara cepat.
Yang dinilai disini adalah tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi
pupil (American College of Surgeons, 2004).
5) Exsposure
Penderita harus dibuka keseluruhan pakaiannya dengan cara
menggunting untuk memeriksa dan evaluasi penderita. Paparan
lengkap dan visualisasi head-to-toe pasien adalah wajib pada
pasien dengan trauma abdomen penetrasi. Ini termasuk bagian
bokong, bagian posterior dari kaki, kulit kepala, bagian belakang
leher, dan perineum. Setelah pakaian dibuka penting penderita
Keperawatan Kritis 2 32
diselimuti agar penderita tidak kedinginan (American College of
Surgeons, 2004).
6) Foley Cateter
Tujuan pemasangan adalah mengatasi retensi urin, dekompresi
buli-buli sebelum melakukan DPL, dan untuk monitor urinary
output sebagai salah satu indeks perfusi jaringan. Hematuria
menunjukkan adanya cedera traktus urogenitalis. Perhatian:
ketidak mampuan untuk kencing, fraktur pelvis yang tidak stabil,
darah pada metus urethra, hematoma skrotum ataupun ekimosis
perineum maupun prostat yang letaknya tinggi pada colok dubur
menjadi petunjuk agar dilakukan pemeriksaan uretrografi
retrograd agar bisa diyakinkan tidak adanya rupture urethra
sebelum pemasangan kateter. Bilamana pada primary survey
maupun secondary survey kita ketahui adanya robek uretra,
mungkin harus dilakukan pemasangan kateter suprapubik oleh
dokter yang berpengalaman (American College of Surgeons,
2004).
7) Gastric Tube
Tujuan terapeutik dari pemasangan gastric tube sejak masa
resusitasi adalah untuk mengatasi dilatasi lambung akut,
dekompresi gaster sebelum melakukan DPL, dan mengeluarkan isi
lambung yang berarti mencegah aspirasi. Adanya darah pada NGT
menunjukkan kemungkinan adanya cedera esofagus ataupun
saluran gastrointestinal bagian atas bila nasofaring ataupun
orofaringnya aman. Perhatian: gastric tube harus dimasukkan
melalui mulut (orogastric) bila ada kecurigaan fraktur tulang fasial
ataupun fraktur basis cranii agar bisa mencegah tube masuk
melalui lamina cribiformis menuju otak (American College of
Surgeons, 2004).
Keperawatan Kritis 2 33
d. Secondary Survey
1) Symptom
Biasanya pada pasien dengan trauma abdomen datang kerumah
sakit karena adanya keluhan mual, muntah, penurunan kesadaran.
Biasanya pasien dengan kecelakaan lalu lintas maupun akibat luka
tembak.
2) Alergi
Perlu dikaji riwayat pasien terhadap obat maupun terhadap
makanan dan alergi lain (seperti : cuaca).
3) Medikasi
Yang perlu dikaji adalah pengobatan yang sedang di jalani pasien
(misalnya pasien dengan konsumsi rutin obat diabetes, hipertensi
dan penyakit lainnya).
4) Past Illness
Yang perlu dikaji adalah penyakit yang pernah dialami pasien
sebelumnya.
5) Last Meal
Kaji waktu pasien terakhir makan. Apabila pasien dengan
penurunan kesadaran kaji kepada keluarga.
6) Event
Kaji kronologi kecelakaan atau mekasnisme trauma yang dialami
pasien . Riwayat trauma sangat penting untuk menilai penderita
yang cedera dalam tabrakan kendaraan bermotor. Keterangan ini
dapat diberikan oleh penderita, penumpang lain, polisi atau
petugas medis gawat darurat di lapangan. Keternagan menbgenai
tanda-tanda vital, cedera yang kelihatan, dan respon terhadap
perawatan pre-hospital juga harus diberikan oleh para petugas
yang memberikan perawatan pre-hospital. Pada trauma tumpul
abdomen terutama yang merupakan akibat dari kecelakaan lalu
lintas, petugas medis harus menanyakan hal-hal sebagai berikut :
a) Fatalitas dari kejadian ?
b) Tipe kendaraan dan kecepatan ?
Keperawatan Kritis 2 34
c) Apakah kendaraan terguling ?
d) Bagaimana kondisi penumpang lainnya ?
e) Lokasi pasien dalam kendaraan ?
f) Tingkat keparahan rusaknya kendaraan ?
g) Deformitas setir ?
h) Apakah korban menggunakan sabuk pengaman? Tipe sabuk
pengaman?
i) Apakah airbag di samping dan depan korban berfungsi ketika
kejadian?
j) Apakah ada riwayat pengunaan alkohol dan obat-obatan
sebelumnya?
e. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik diarahkan untuk mencari bagian tubuh yang
terkena trauma, kemudian menetapkan derajat cedera berdasarkan
hasil analisis riwayat trauma (Stone,2003). Pemeriksaan fisik
abdomen harus dilakukan dengan teliti dan sistimatis meliputi
inspeksi, auskultasi, perkusi, dan palpasi. Temuan-temuan positif
ataupun negatif didokumentasi dengan baik pada status
(Fremann,2003).
Syok dan penurunan kesadaran mungkin akan memberikan
kesulitan pada pemeriksaan perut. Trauma penyerta kadang-kadang
dapat menghilangkan gejala-gejala perut.
1) Pemeriksaan Abdomen
a) Inspeksi
Umumnya pasien harus diperiksa tanpa pakaian. Adanya
jejas pada dinding perut dapat menolong ke arah
kemungkinan adanya trauma abdomen. Abdomen bagian
depan dan belakang, dada bagian bawah dan perineum diteliti
apakah mengalami ekskoriasi ataupun memar karena alat
pengaman, adakah laserasi, liang tusukan, benda asing yang
menancap, omentum ataupun bagian usus yang keluar, dan
Keperawatan Kritis 2 35
status kehamilan. Harus dilakukan log-roll agar pemeriksaan
lengkap.
b) Auskultasi
Di ruang IGD yang ramai sulit untuk mendengarkan
bising usus, yang penting adalah ada atau tidaknya bising
usus tersebut. Darah bebas di retroperitoneum ataupun
gastrointestinal dapat mengakibatkan ileus, yang
mengakibatkan hilangnya bising usus. Pada luka tembak atau
luka tusuk dengan isi perut yang keluar, tentunya tidak perlu
diusahakan untuk memperoleh tanda-tanda rangsangan
peritoneum atau hilangnya bising usus. Pada keaadan ini
laparotomi eksplorasi harus segera dilakukan. Pada trauma
tumpul perut, pemeriksaan fisik sangat menentukan untuk
tindakan selanjutnya (Wibowo,2007).
Cedera struktur lain yang berdekatan seperti iga,
vertebra, maupun pelvis bisa juga mengakibatkan ileus
walaupun tidak ada cedera intraabdominal. Karena itu
hilangnya bising usus tidak diagnostik untuk trauma
intraabdominal (Freman,2003).
c) Perkusi
Manuver ini mengakibatkan pergerakan peritoneum
dan mencetuskan tanda peritonitis. Dengan perkusi bisa kita
ketahui adanya nada timpani karena dilatasi lambung akut di
kwadran kiri atas ataupun adanya perkusi redup bila ada
hemoperitoneum (Freman,2003). Adanya darah dalam rongga
perut dapat ditentukan dengan shifting dullness, sedangkan
udara bebas ditentukan dengan pekak hati yang beranjak atau
menghilang (Wibowo,2007).
d) Palpasi
Adanya kekakuan dinding perut yang volunter (disengaja
oleh pasien) mengakibatkan pemeriksaan abdomen ini
menjadi kurang bermakna. Sebaliknya, kekakuan perut yang
Keperawatan Kritis 2 36
involunter merupakan tanda yang bermakna untuk rangsang
peritoneal. Tujuan palpasi adalah untuk mendapatkan adanya
nyeri lepas yang kadang-kadang dalam. Nyeri lepas sesudah
tangan yang menekan kita lepaskan dengan cepat
menunjukkan peritonitis, yang bisanya oleh kontaminasi isi
usus, maupun hemoperitoneum tahap awal.
2) Menilai stabilitas pelvis
Penekanan secara manual pada sias ataupun crista iliaca akan
menimbulkan rasa nyeri maupun krepitasi yang menyebabkan
dugaan pada fraktur pelvis pada pasien dengan trauma tumpul.
Harus hati-hati karena manuver ini bisa menyebabkan atau
menambah perdarahan yang terjadi.
3) Pemeriksaan penis, perineum dan rectum
Adanya darah pada meatus uretra menyebabkan dugaan kuat
robeknya uretra. Inspeksi pada skrotum dan perineum dilakukan
untuk melihat ada tidaknya ekimosis ataupun hematom dengan
dugaan yang sama dengan diatas. Tujuan pemeriksaan rektum
pada pasien dengan trauma tumpul adalah untuk menentukan
tonus sfingter, posisi prostat (prostat yang lelaknya tinggi
menyebabkan dugaan cedera uretra), dan menentukan ada
tidaknya fraktur pelvis. Pada pasien dengan luka tusuk,
pemeriksaan rektum bertujuan menilai tonus sfingter dan melihat
adanya perdarahan karena perforasi usus.
4) Pemeriksaan vagina
Bisa terjadi robekan vagina karena fragmen tulang dari fraktur
pelvis ataupun luka tusuk.
5) Pemeriksaan glutea
Regio glulealis memanjang dari crista iliaca sampai Iipatan
glutea. Luka tusuk di daerah ini biasanya berhubungan (50%)
dengan cedera intraabdominal.
Keperawatan Kritis 2 37
2. Diagnosa Keperawatan
a. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera tusuk
b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan suplai
oksigen ke jaringan
c. Resiko infeksi
d. Nyeri akut berhubungan dengan trauma / diskontinuitas jaringan
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum
f. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri /
ketidaknyamanan, terapi pembatasan aktivitas, dan penurunan
kekuatan / tahanan
g. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan
penurunan aliran darah ke otak
h. Resiko Syok
i. Resiko perdarahan
j. Ansietas berhubungan dengan tindakan operasi
3. Intervensi Keperawatan
a. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan cedera tusuk
Keperawatan Kritis 2 38
Gangguan (sensasi, elastisitas, bersih dan kering
permukaan kulit temperatur, hidrasi, Mobilisasi pasien
(epidermis) pigmentasi) (ubah posisi pasien)
Invasi struktur Tidak ada luka/lesi setiap dua jam sekali
tubuh pada kulit Monitor kulit akan
Perfusi jaringan baik adanya kemerahan
Faktor Yang
Menunjukkan Oleskan lotion atau
Berhubungan :
pemahaman dalam minyak/baby oil
Eksternal :
proses perbaikan kulit pada daerah yang
Zat kimia, Radiasi dan mencegah tertekan
Usia yang ekstrim terjadinya cedera Monitor aktivitas
Kelembapan berulang dan mobilisasi
Hipertermia, Mampu melindungi pasien
Hipotermia kulit dan Monitor status
Faktor mekanik mempertahankan nutrisi pasien
(mis..gaya gunting kelembaban kulit dan Memandikan pasien
[shearing forces]) perawatan alami dengan sabun dan
Medikasi air hangat
Lembab
Imobilitasi fisik Insision site care
Membersihkan,
cairan proses
Keperawatan Kritis 2 39
nutrisi Monitor tanda dan
(mis.obesitas, gejala infeksi pada
emasiasi) area insisi
Penurunan Bersihkan area
imunologis sekitar jahitan atau
Penurunan sirkulasi staples,
Kondisi gangguan menggunakan lidi
metabolic kapas steril
Gangguan sensasi Gunakan preparat
Tonjolan tulang antiseptic, sesuai
program
Ganti balutan pada
interval waktu yang
sesuai atau biarkan
luka tetap terbuka
(tidak dibalut)
sesuai program
Dialysis Acces
Maintenance
Keperawatan Kritis 2 40
b. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan suplai
oksigen ke jaringan
Keperawatan Kritis 2 41
diameter anterior- suara nafas abnormal) Berikan pelembab
posterior Tanda Tanda vital udara Kassa basah
Pernapasan dalam rentang normal NaCl Lembab
cuping hidung (tekanan darah, nadi, Atur intake untuk
Ortopneu pernafasan) cairan,
Fase ekspirasi mengoptimalkan
memenjang keseimbangan.
Pernapasan bibir Monitor respirasi dan
Takipneu status O2
Penggunaan otot
Oxygen Therapy
aksesorius untuk
Bersihkan mulut,
bernapas
hidung dan secret
Faktor Yang trakea
Berhubungan : Pertahankan jalan
Ansietas nafas yang paten
Posisi tubuh Atur peralatan
Deformitas tulang oksigenasi
Deformitas Monitor aliran oksigen
dinding dada Pertahankan posisi
Keletihan pasien
Hiperventilasi Observasi adanya
Sindrom tanda tanda
hipoventilasi hipoventilasi
neurologis
Vital sign Monitoring
Imaturitas
Monitor Tekanan
neurologis
Darah, nadi, suhu, dan
Disfungsi RR
Keperawatan Kritis 2 42
neuromuskular Catat adanya fluktuasi
Obesitas tekanan darah
Nyeri Monitor Vital Sign
Keletihan otot saat pasien berbaring,
pernapasan duduk, atau berdiri
cedera medula Auskultasi Tekanan
spinalis Darah pada kedua
lengan dan
bandingkan
Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama, dan
setelah aktivitas
Monitor kualitas dari
nadi
Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
Monitor suara paru
Monitor pola
pernapasan abnormal
Monitor suhu, warna,
dan kelembaban kulit
Monitor sianosis
perifer
Monitor adanya
cushing triad (tekanan
nadi yang melebar,
bradikardi,
peningkatan sistolik)
Identifikasi penyebab
dan perubahan vital
Keperawatan Kritis 2 43
sign
c. Resiko infeksi
Keperawatan Kritis 2 44
Penurunan kerja Pertahankan lingkungan
siliaris aseptik selama
Pecah ketuban dini pemasangan alat
Pecah ketuban lama Ganti letak IV perifer
Merokok dan line central dan
Stasis cairan tubuh dressing sesuai dengan
Keperawatan Kritis 2 45
Wabah Pertahankan teknik
isolasi k/p
Prosedur invasif Berikan perawatan kulit
Malnutrisi pada area epidema
Inspeksi kulit dan
membran mukosa
terhadap kemerahan,
panas, drainase
Inspeksi kondisi luka /
insisi bedah
Dorong masukkan
nutrisi yang cukup
Dorong masukan cairan
Dorong istirahat
Instruksikan pasien
untuk minum antibiotik
sesuai resep
Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan
gejala infeksi
Ajarkan cara
menghindari infeksi
Laporkan kecurigaan
infeksi
Laporkan kultur positif
Keperawatan Kritis 2 46
d. Nyeri akut berhubungan dengan trauma / diskontinuitas jaringan
Keperawatan Kritis 2 47
frekwensi jantung nyeri berkurang Bantu pasierl dan
Perubahan keluarga untuk
frekwensi mencari dan
pernapasan menemukan
Laporan isyarat dukungan
Diaforesis Kontrol lingkungan
Perilaku distraksi yang dapat
(mis,berjaIan mempengaruhi nyeri
mondar-mandir seperti suhu ruangan,
mencari orang lain pencahayaan dan
dan atau aktivitas kebisingan
lain, aktivitas yang Kurangi faktor
berulang) presipitasi nyeri
Mengekspresikan Pilih dan lakukan
perilaku (mis, penanganan nyeri
gelisah, merengek, (farmakologi, non
menangis) farmakologi dan inter
Masker wajah (mis, personal)
mata kurang Kaji tipe dan sumber
bercahaya, tampak nyeri untuk
kacau, gerakan menentukan
mata berpencar intervensi
atau tetap pada satu Ajarkan tentang
fokus meringis) teknik non
Sikap melindungi farmakologi
area nyeri Berikan anaIgetik
Fokus menyempit untuk mengurangi
(mis, gangguan nyeri
persepsi nyeri, Evaluasi keefektifan
hambatan proses kontrol nyeri
berfikir, penurunan Tingkatkan istirahat
interaksi dengan
Keperawatan Kritis 2 48
orang dan Kolaborasikan
lingkungan) dengan dokter jika
Indikasi nyeri yang ada keluhan dan
dapat diamati tindakan nyeri tidak
Perubahan posisi berhasil
untuk menghindari Monitor penerimaan
nyeri pasien tentang
Sikap tubuh manajemen nyeri
melindungi Analgesic
Dilatasi pupil Administration
Melaporkan nyeri Tentukan lokasi,
secara verbal karakteristik, kualitas,
Gangguan tidur dan derajat nyeri
sebelum pemberian
Faktor Yang obat
Berhubungan : Cek instruksi dokter
Agen cedera (mis, tentang jenis obat,
biologis, zat kimia, dosis, dan frekuensi
fisik, psikologis) Cek riwayat alergi
Pilih analgesik yang
diperlukan atau
kombinasi dari
analgesik ketika
pemberian lebih dari
satu
Tentukan pilihan
analgesik tergantung
tipe dan beratnya
nyeri
Tentukan analgesik
pilihan, rute
pemberian, dan dosis
Keperawatan Kritis 2 49
optimal
Pilih rute pemberian
secara IV, IM untuk
pengobatan nyeri
secara teratur
Monitor vital sign
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik
pertama kali
Berikan analgesik
tepat waktu terutama
saat nyeri hebat
Evaluasi efektivitas
analgesik, tanda dan
gejala
Keperawatan Kritis 2 50
: peningkatan dilakukan
Respon tekanan tekanan darah, Bantu untuk memilih
darah abnormal nadi dan RR aktivitas konsisten
terhadap aktivitas Mampu yang sesuai dengan
Respon frekwensi melakukan kemampuan fisik,
jantung abnormal aktivitas sehari- psikologi dan social
terhadap aktivitas hari (ADLs) Bantu untuk
Perubahan EKG yang secara mandiri mengidentifikasi dan
mencerminkan Tanda-tanda vital mendapatkan sumber
aritmia normal yang diperlukan untuk
Keperawatan Kritis 2 51
Gaya hidup Bantu pasien untuk
monoton mengembangkan
motivasi diri dan
penguatan
Monitor respon fisik,
emosi, social dan
spiritual
Keperawatan Kritis 2 52
n perhatian pada kekuatan dan ambulasi
aktivitas orang lain, kemampuan Kaji kemampuan
mengendalikan berpindah pasien dalam
perilaku, focus Memperagakan mobilisasi
pada penggunaan alat Latih pasien dalam
ketunadayaan/aktiv Bantu untuk pemenuhan kebutuhan
itas sebelum sakit) mobilisasi ADLs secara mandiri
Dispnea setelah (walker) sesuai kemampuan
beraktivitas Dampingi dan Bantu
Perubahan cara pasien saat mobilisasi
berjalan dan bantu penuhi
Gerakan bergetar kebutuhan ADLs
Keterbatasan pasien.
kemampuan Berikan alat bantu jika
melakukan klien memerlukan.
keterampilan Ajarkan pasien
motorik halus bagaimana merubah
Keterbatasan posisi dan berikan
kemampuan bantuan
melakukan
keterampilan
motorik kasar
Keterbatasan
rentang pergerakan
sendi
Tremor akibat
pergerakan
Ketidakstabilan
postur
Pergerakan lambat
Pergerakan tidak
Keperawatan Kritis 2 53
terkoordinasi
Faktor Yang
Berhubungan :
Intoleransi aktivitas
Perubahan
metabolisme
selular
Ansietas
Indeks masa tubuh
diatas perentil ke
75 sesuai usia
Gangguan kognitif
Konstraktur
Kepercayaan
budaya tentang
aktivitas sesuai
usia
Fisik tidak bugar
Penurunan
ketahanan tubuh
Penurunan kendali
otot
Penurunan massa
otot
Malnutrisi
Gangguan
muskuloskeletal
Gangguan
neuromuskular,
Nyeri
Agens obat
Keperawatan Kritis 2 54
Penurunan
kekuatan otot
Kurang
pengetahuan
tentang aktvitas
fisik
Keadaan mood
depresif
Keterlambatan
perkembangan
Ketidaknyamanan
Disuse, Kaku sendi
Kurang dukungan
Iingkungan (mis,
fisik atau sosiaI)
Keterbatasan
ketahanan
kardiovaskular
Kerusakan
integritas struktur
tulang
Program
pembatasan gerak
Keengganan
memulai
pergerakan
Gaya hidup
monoton
Gangguan sensori
perseptual
Keperawatan Kritis 2 55
g. Resiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak berhubungan dengan
penurunan aliran darah ke otak
Diagnosa Tujuan dan Intervensi Keperawatan
Keperawatan Kriteria Hasil
Resiko NOC NIC
Ketidakfektifan Circulation Peripheral Sensation
Perfusi Jaringan Otak Status Management
Tissue (Manajemen sensasi
Definisi : prefusion: perifer)
Beresiko mengalami cerebral Monitor adanya daerah
penurunan sirkulasi Kriteria Hasil : tertentu yang hanya
jaringan otak yang Mendemonstra peka terhadap
dapat menganggu sikan status panas/dingin/tajam/tum
kesehatan sirkulasi yang pul
ditandai Monitor adanya
Batasan Karakteristik dengan: paratese
: Tekanan Intruksikan keluarga
Masa tromboplastin systole dan untuk mengobservasi
parsial abnormal diastole dalam kulit jika ada lesi atau
Masa protombin rentang yang laserasi
abnormal diharapkan Gunakan sarung tangan
Segmen ventrikel Tidak ada untuk proteksi
kiri akinetik ortostatik Batasi gerakan pada
Ateroklerosis hipertensi kepala, leher, dan
aerotik Tidak ada punggung
Diseksi arteri tanda-tanda Monitor kemampuan
Fibrilasi atrium peningkatan BAB
Miksoma atrium tekanan Kolaborasi pemberian
Tumor otak intrakranial analgetik
Stenosis karotid (tidak lebih Monitor adanya
Aneorisme serebri dari 15 tromboplebitis
mmHg) Diskusikan mengenai
Keperawatan Kritis 2 56
Koagulopati (mis, Mendemonstra penyebab perubahan
anemia sel sabit) sikan sensasi.
Kardio miopati kemampuan
dlatasi kognitif yang
Koagulasi ditandai
intravaskular dengan:
diseminata Berkomunikas
Embolisme i dengan jelas
Trauma kepala sesuai dengan
Hierkolesterolemia kemampuan
Hipertermi Menunjukkan
Keperawatan Kritis 2 57
h. Resiko syok
Keperawatan Kritis 2 58
Kalsium Lihat dan pelihara
serum dbn kepatenan jalan nafas
Magnesium Berikan cairan IV dan
serum dbn atau oral yang tepat
pH darah Berikan vasodilator
serum dbn yang tepat
Hidrasi Ajarkan keluarga dan
mata cekung pasien tentang tanda
tidak dan gejala datangnya
ditemukan syok
demam tidak Ajarkan keluarga dan
ditemukan pasien tentang langkah
TD dbn untuk mengatasi gejala
Hematokrit syok
dbn Syok management
Monitor fungsi
neurotogis
Monitor fungsi renal
(e.g BUN dan Cr :
Lavel)
Monitor tekanan nadi
Monitor status cairan,
input, output
Catat gas darah arteri
dan oksigen dijaringan
Monitor EKG, sesuai
Memanfaatkan
pemantauan jalur arteri
untuk meningkatkan
akurasi pembacaan
tekanan darah, sesuai
Keperawatan Kritis 2 59
Menggambar gas
darah arteri dan
memonitor jaringan
oksigenasi
Memantau tren dalam
parameter
hemodinamik
(misalnya, CVP, MAP,
tekanan kapiler
pulmonal / arteri)
Memantau faktor
penentu pengiriman
jaringan oksigen
(misalnya, PaO2 kadar
hemoglobin SaO2,
CO), jika tersedia
Memantau tingkat
karbon dioksida
sublingual dan / atau
tonometry lambung,
sesuai
Memonitor gejala
gagal pernafasan
(misalnya, rendah
PaO2 peningkatan
PaCO2 tingkat,
kelelahan otot
pernafasan)
Monitor nilai
laboratorium
(misalnya, CBC dengan
diferensial) koagulasi
Keperawatan Kritis 2 60
profil,ABC, tingkat
laktat, budaya, dan
profil kimia)
Masukkan dan
memelihara besarnya
kobosanan akses IV
i. Resiko perdarahan
Keperawatan Kritis 2 61
varises) Hemoglobin perdarahan
Gangguan fungsi dan hematokrit Hindari mengukur
hati (mis, sirosis, daam batas suhu lewat rectal
hepatitis) normal Hindari pemberian
Koagulopati Plasma, PT, aspirin dan
inheren (mis, PTT dalam anticoagulan
trombositopenia) bats normal Anjurkan pasien untuk
Komplikasi meningkatkan intake
pascapartum (mis, makanan yang banyak
atoni uteri, retensi mengandung vitamin K
plasenta) Hindari terjadinya
Komplikasi terkait konstipasi dengan
kehamilan (mis, menganjurkan untuk
plasenta previa, mempertahankan intake
kehamilan mola, cairan yang adekuat
solusio plasenta) dan pelembut feses
Trauma Bleeding reduction
Efek samping Identifikasi penyebab
terkait terapi (mis, perdarahan
pembedahan, Monitor trend tekanan
pemberian obat, darah dan parameter
pemberian produk hemodinamik
darah defisiensi (CVP,pulmonary
trombosit, capillary / artery wedge
kemoterapi) pressure
Monitor status cairan
yang meliputi intake
dan output
Monitor penentu
pengiriman oksigen ke
jaringan (PaO2, SaO2
dan level Hb dan
Keperawatan Kritis 2 62
cardiac output)
Pertahankan patensi IV
line
Bleeding reduction:
wound/luka
Lakukan manual
pressure (tekanan) pada
area perdarahan
Gunakan ice pack pada
area perdarahan
Lakukan pressure
dressing (perban yang
menekan) pada area
luka
Tinggikan ekstremitas
yarg perdarahan
Monitor ukuran dan
karakteristik hematoma
Monitor nadi distal dari
area yang luka atau
perdarahan
Instruksikan pasien
untuk menekan area
luka pada saat bersin
atau batuk
Instruksikan pasien
untuk membatasi
aktivitas
Keperawatan Kritis 2 63
Bleeding reduction :
gastrointestinal
Observasi adanya darah
dalam sekresi cairan
tubuh: emesis, feces,
urine, residu lambung,
dan drainase luka
Monitor complete
blood count dan
leukosit
Kolaborasi dalam
pemberian terapi :
lactulose atau
vasopressin
Lakukan pemasangan
NGT untuk memonitor
sekresi dan perdarahan
lambung
Lakukan bilas lambung
dengan NaCI dingin
Dokumentasikan
warna, jumlah dan
karakteristik feses
Hindari pH lambung
yang ekstrem dengan
kolaborasi pemberian
antacids atau histamine
blocking agent
Kurangi faktor stress
Pertahankan jalan nafas
Hindari penggunaan
Keperawatan Kritis 2 64
anticoagulant
Monitor status nutrisi
pasien
Berikan cairan
Intravena
Hindari penggunaan
aspirin dan ibuprofen
Keperawatan Kritis 2 65
kematian Bahasa tubuh dan Lakukan neck/ back rub
Penyalahgunaan tingkat aktivitas Dengarkan dengan
zat menunjukan penuh perhatian
Acaman pada berkurangnya Identifikasi tingkat
(status ekonomi, kecemasan kecemasan
status peran, Bantu pasien untuk
lingkungan, status mengenal situasi yang
kesehatan, pola menimbulkan
interaksi, fungsi kecemasan
peran, konsep diri )
Konflik tidak
disadari mengenai
tujuan penting
hidup
Konflik tidak
disadari mengenai
nilai yang
esensial/penting
Kebutuhan yang
tidak dipenuhi
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi dilakukan sesuai dengan intervensi yang telah
direncanakan.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi Keperawatan sesuai dengan kriteria hasil yang diharapkan.
Keperawatan Kritis 2 66
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Trauma Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen
yang dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan
metabolisme, kelainan imonologi dan gangguan faal berbagai organ
(Sjamsuhidayat, 1997).
Terjadinya injuri intraabdominal harus dikenali, ditangani dan
didokumentasi dengan segera. Trauma penetrasi abdomen (trauma abdomen
tajam) sering memerlukan penanganan pembedahan cepat. Sedangkan trauma
abdomen tumpul yang memiliki tanda dan gejala yang tidak tampak, terkadang
dianggap tidak membahayakan namun berpotensial menyebabkan kematian.
Akibat yang dapat terjadi karena trauma abdomen baik trauma tumpul maupun
trauma penetrasi dapat menyebabkan 2 masalah yang mengancam nyawa yaitu
hemorrage (perdarahan), dan infeksi.
B. SARAN
1. Bagi petugas kesehata atau instansi kesehatan agar lebih meningkatkan
pelayanan kesehatan terutama pada trauma abdomen untuk pencapaian
kualitas keperawatan secara optimal dan sebaiknya proses keperawatan
selalu dilaksanakan secara berkesinambungan.
2. Bagi klien dan keluarga, Perawatan tidak kalah pentingnya dengan
pengobatan karena bagaimanapun teraturnya pengobatan tanpa perawatan
yang sempurna maka penyembuhan yang diharapkan tidak tercapai, oleh
sebab itu perlu adanya penjelasan pada klien dan keluarga mengenai
manfaat serta pentingnya kesehatan.
3. Bagi mahasiswa keperawatan, diharapkan mampu memahami dan
menerapkan asuhan keperawatan yang benar pada klien dengan trauma
abdomen.
Keperawatan Kritis 2 67
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & Suddarth. 2015. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Vol 2.Ed. 8.
EGC: Jakarta
Hudak & Gallo. 2001. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Jakarta : EGC
Tanto, C., Liwang, F., Hanifati, S., Pradipta., E. 2014. Kapita Selekta Kedokteran.
Edisi 4, Jilid 1. Jakarta: Media Aesculapius
Keperawatan Kritis 2 68