Anda di halaman 1dari 2

WANITA PEMBAWA CAHAYA

Aku akan bercerita tentang temanku yang kini telah menyelesaikan pendidikan sarjana
di Institut Teknologi Bandung. Sewaktu itu, dia menceritakan tentang perencanaan dan tujuan
tugas akhirnya yang menurutku sangat menakjubkan.
Sama seperti buku yang pertama kali selesai kubaca, berjudul "Wanita Pembawa
Cahaya", kini aku merasakan tokoh yang cukup aku kagumi benar-benar ada di sekitarku. Di
buku itu diceritakan tentang anak yang menderita penyakit meningitis saat berumur sekitar 19
bulan menyebabkan dia tuna netra dan tuna rungu, parahnya lagi dia belum bisa bicara.
Bagaimana rasanya tidak bisa melihat, mendengar maupun mengutarakan maksud dari dirinya
sendiri? Sedihnya lagi orang lain pun tak bisa memahami apa yang dirasakannya. Begitu
menyiksa keadaannya hingga dia tumbuh menjadi anak yang "liar" dan tak bisa diatur.
Hingga tiba saatnya, dia dipertemukan dengan pengasuh yang tepat dan mengubah
hidupnya. Pengasuhnya mengajarkan cara "merasakan" dan "melihat" dunia. Pengasuhnya
sangat sabar dan telaten hingga bisa "merasakan" apa yang anak asuhnya rasakan. Singkat
cerita keduanya menjadi partner yang telah mengubah dan berpengaruh di dunia. Mereka
adalah Hellen Keller dan Anne Sullivan.
Aku melihat seorang Anne Sullivan pada jiwa temanku. Dengan kepedulian sosialnya
dan keahliannya, dia telah membuat orang-orang yang menderita penglihatan rendah sampai
dengan buta total bisa membayangkan apa yang dituliskan dalam buku cerita.
Tak habis pikir dia telah memperjuangkan dan merasakan apa yang mereka rasakan,
begitu dalamnya sehingga dia dengan senang hati meluangkan waktu lebih banyak untuk
membantu dan bercengkrama dengan mereka.
Dia telah menyadarkanku akan hal-hal kecil yang dapat membuat "keajaiban". Ketika
dia membuat tulisan ataupun snapgram mengenai penerima manfaat dari buah pemikirannya,
aku berdecak kagum dengan ekspresi real anak-anak yang selama ini tidak bisa melihat
indahnya dunia yang begitu bahagia.
Sesederhana membuat buku cerita braille dan di dalamnya terdapat prototipe benda
yang dikemas sedemikian rupa, sehingga dapat mendiskripsikan secara real benda tersebut.
Ditambah lagi cerita yang dibuat olehnya terdapat nilai-nilai kehidupan yang tentunya sangat
membuat mereka (tuna netra) dapat menerima dan bersyukur dengan keadaannya.
Ntah mengapa, dunia serasa sangat sempit, sehingga kami dipertemukan dengan orang-
orang yang saling berkaitan. Aku kala itu menjadi penerima beasiswa dan relawan dari
Yayasan Syamsi Dhuha yang merupakan yayasan beasiswa serta tempat bernaung bagi pejuang
lupus dan low vision. Sungguh bahagia diri ini dapat mempertemukan mereka. Dengan ambisi
temanku, mungkin dapat membuat pejuang ini "melihat" dunia.
Saya teringat perkataan seseorang, "kita tidak akan tahu kebaikan mana yang akan
membawa kita ke surga", semoga kebaikannya menjadi kebaikan yang mengalir. Dan dalam
perbincanganku dengannya, ku masih ingat dia berkata, "Aku tidak mau hanya kerja dan dapat
uang, tapi aku ingin apa yang kulakukan dapat berdampak dan bermanfaat", semoga Allah
senantiasa mempermudah jalannya. Dia adalah, Nuriana Sekarlintang, DKV ITB angkatan
2015. Lulus Wisuda Juli 2019.

Anda mungkin juga menyukai