Anda di halaman 1dari 5

PancasilaTruly Indonesia

Lisa Noviani (H1091151014)


Program Studi Statistika
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam
lisanovi@student.untan.ac.id

Bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki latar belakang sejarah yang
panjang. Pada perkembangannya perjuangan bangsa Indonesia sangat lekat kaitannya
dengan idelogi yang kini bangsa Indonesia anut yaitu Pancasila. Pancasila merupakan
salah satu pemikiran keras dari para pendiri bangsa-bangsa ini. Ada beberapa kali
rumusan ideologi yang dilakukan mereka hingga sampai pada Pancasila.
Makna Pancasila yang dianggap lekat dengan kehidupan bangsa Indonesia,
yang dirumuskan oleh para pendiri bangsa dengan sangat teliti sesuai dengan
penglihatan mereka terhadap keadaan sosial dan budaya masyarakat pada jaman itu.
Pancasila terbukti relevan sampai saat ini, sebagai salah satu ideologi yang
mencerminkan budaya bangsa. Yaitu dapat dilihat bahwa masayarakat Indonesia dari
Indonesia merdeka sampai sekarang merupakan masyarakat yang memiliki
keberagaman mulai dari agama, suku bahkan budayanya masing-masing di setiap
daerah berbeda-beda. Meskipun begitu, tidak mengikis persatuan Indonesia. Hal
tersebut, didasarkan karena Indonesia memiliki agama yang mengajarkan hidup
dalam keramah tamahan dan tolerasnsi terhadap sesama umat manusia, ini menjadi
dasar dari sila pertama yaitu “Ketuhanan yang Maha Esa”.
Sehingga Pancasila dapat dikatakan sebagai pilar bangsa. Pilar diketahui
sebagai dasar dari sebuah bangunan yang berdiri. Jika, pilar tersebut tidak kokoh
maka bangunannya harus bersiap-siap roboh, itulah analogi dari Pancasila dan
Indonesia. Jika, sampai sekarang nilai-nilai Pancasila tidak ada yang menerapkan
maka Indonesia pastilah diambang kehancuran. Hal ini lah yang tergambar pada saat
ini, sangat jarang dijumpai aplikasi dari Pancasila sesungguhnya, terutama pada
pemerintahan. Melihat kalangan elit atau petinggi negara sekarang yang lebih
mementingkan kepentingan pribadi dan golongan, jauh dari sikap seorang tokoh

1
2

negara yang seharusnya bersikap Pancasilais dan mementingkan kepentingan rakyat


sepertinya sangat sulit dijumpai.
Kurangnya penanaman nilai-nilai Pancasila kepada generasi penerus bangsa
ini pada saat masih dasar, membuat kurangnya rasa patriotik dan nasionalismenya
generasi yang sekarang diharapkan menuntun perubahan Indonesia menjadi generasi
emas malah menjadi bangsa yang dianggap lemah oleh negara lain. Hal ini
menyebabkan pula, kebanyakan dari figur yang sekarang menjalankan birokrat
negara terkesan gelap mata soal uang dan kekuasaan.
Contoh yang sangat signifikan terjadi yaitu pada bidang hukum. Hukum di
Indonesia sekarang mengalami krisis kemanusiaan. Dimana, hukum yang harusnya
bersifat universal atau tidak pandang bulu malah menadi alat bagi penguasa dan
oknum-oknum yang melanggar hukum untuk melarikan diri, dari jeratanya. Hukum
di Indonesia yang sudah manjadi seperti barang yang dapat di perjualbelikan, jauh
dari kata universal.
Berbicara hukum di Indonesia tentunya sudah tidak asing lagi dengan istilah
“hukum negeri ini runcing kebawah tumpul keatas” yang artinya hukum hanya
diperuntukkan bagi rakyat kecil tetapi tidak berlaku sama dengan penguasa dan orang
kaya. Hukum bagi rakyat kecil diperberat tidak mengenal ampun walaupun
kesalahannya tidaklah terbilang kajahatan serius. Sedangkan, bagi penguasa atau
orang kaya meski kejahatannya sangat merugikan dan serius, hukum bagi mereka
teteplah ringan bagaikan kapas. Uang pelicin selalu diluncurkan untuk mempermudah
setiap aksi lolos dari jeratan hukum. Hukum di Indonesia ibarat barang mewah yang
diperjualbelikan, hanya yang kaya dapat membeli barang mewah.
Peran hukum di Indonesia yang terlalu lemah, membuat negeri ini lepas dari
kata “Indonesia adalah negara hukum” sesuai pasal pasal 1 ayat 3 dalam UUD 1945.
Akibat dari para penegak hukum yang haus dengan uang dan jabatan mudah saja
menjual hukum untuk si tetua (pemilik hukum). Mental para penegak hukum yang
buruk, menjunjung tinggi kepentingan pribadi menjadikan hukum di Indonesia
sebagai boomerang bagi rakyat kecil. Seakan tidak perduli jeritan rakyat kecil, para
penagak hukum baik itu polisi, jaksa bahkan hakim seperti tutup telinga.
3

Beberapa fakta menunjukkan lemah nya sistem penegakkan hukum di


Indonesia yang bersifat diskriminatif tidak bersifat universal yaitu contohnya pada
tanggal 13 Maret 2015 kisah nenek asyani saat itu dituduh mencuri 38 papan kayu jati
di lahan Perhutani di ancaman hukuman penjara 5 tahun. Nenek yang sudah berumur
65 tahun itu bahakan menangis diruang sidang dan meminta pengampunan tetapi
hakim seperti tutup telinga mendengar jeritan si nenek. Adalagi kasus yang terjadi
pada anak dibawah umur, Hamdani yang mencuri sandal jepit bolong milik
perusahaan di mana ia bekerja di Tangerang. Nenek Minah yang mengambil tiga butir
kakao di Purbalingga, Aguswandi Tanjung yang numpang ngecas handphone di
sebuah rumah susun di Jakarta serta Kholil dan Basari di Kediri yang mencuri dua
biji semangka langsung ditangkap dan dihukum seberat-beratnya.
Sedangkan hukum bagi orang kaya dan penguasa seperti kasus, kecelakaan
yang melibatkan putra Menteri Koordinator Perokonomian RI yaitu Rasyid Amrullah
Rajasa. Meskipun melanggar dua pasal, dua orang korban meninggal dunia, hakim
hanya memvonis putra bungsu Hatta Rajasa dengan pidana penjara 5 bulan dengan
masa percobaan 6 bulan dan denda Rp 12 juta. Seperti kasus serupa yaitu kisah Dul
anak dari musisi ternama Ahmad Dhani yang menewaskan tujuh orang. Akibatnya,
Dul dijerat dengan pasal 310 ayat (2), (3), dan (4) UU Lalu Lintas dengan ancaman
pidana maksimal enam tahun penjara. Dalam pembacaan tuntutannya, Jaksa Penuntut
Umum malah hanya menuntut Dul kurungan penjara satu tahun dengan dua tahun
masa percobaan. Namun pada akhirnya, pengadilan mengambil keputusan untuk
menegmbalikan Dul kepada orang tuanya. Tak kalah enaknya, hukum bagi pejabat-
pejabat negara yang korupsi uang rakyat bermilyar-milyar banyaknya, hukum
terkesan lambat dan berbelit sebagai contoh kasus Century Bank yang penyelesaian
berbulan-bulan tetapi hukuman yang diterima para koruptor tersebut tidak sebanding
dengan hasil korupsinya.
Fakta-fakta diatas seakan melekat pada sifat buruk bangsa ini, rakyat seakan
disuguhkan panggung sandiwara dari kalangan elit yang senantiasa mempermainkan
hukum di Indonesia. Hal ini merupakan salah satu bentuk penjajahan pada jaman
sekarang. Dimana mentalitas buruk beberapa oknum aparatur negara yang masih
4

mementingkan kepentingan pribadi dan golongan, yang seharusnya melindungi


masayarakat malah menjadi boomerang bagi rakyat kecil di Indonesia sendiri.
Buruknya sistem hukum di Indonesia tidak hanya berhenti di dalam negri saja,
praktik sistem hukum Indonesia dimata Intenasional juga terbilang lemah. Karena
kekhawatiran Indonesia terhadap pemutusan hubungan dengan sebuah negara,
memebuat Indonesia mengampuni tindak tanduk beberapa negara yang tidak jarang
terkesan semena-mena terhadap Indonesia. Seperti contohnya kasus negara tetangga,
reklamasi yang dilakukan oleh Singapura, penyadapan yang dilakukan oleh Australia
dan banyak lagi, hampir semua berujung damai tanpa tindakan tegas dari pemimpin
bangsa ini.
Keadaan sistem hukum di Indonesia yang tergolong miris, disebabkan
kurangnya pendidikan karakter yang kuat untuk generasi penerus yang sekarang
menjadi salah satu dari oknum aparat penegak hukum di Indonesia. Hal tersebut
menyebabkan mereka lebih mementingkan kepentingan pribadi dan golongan dan
bermental buruk. Sehingga banyak diatara mereka yang masih licin dengan uang dan
tawaran kekuasaan.

Beberapa paparan masalah tadi merupakan akibat dari kurangnya keperdulian


pemerintah Indonesia untuk menanamkan nilai-nilai Pancasila kepda generasi
penerus. Padahal Pancasila yang merupakan identitas bangsa harusnya dapat
dijadikan pedoman hidup bangsa ini. Krisis moral yang terjadi di Indonesia harus
segera dituntaskan dengan menjujung tinggi nilai-nilai Pancasila.
Menjadikan Pancasila sebagai identitas bangsa dalam artian sesungguhnya
yaitu mempraktekkan nilai-nilai yang terkandung didalamnya, memanglah tidak
mudah seperti membalikkan telapak tangan. Perlu proses yang panjang seperti
perumusannya. Dalam memepraktekkan Pancasila dalam perlu adanya gerakan
perubahan nyata dari pemerintah Indonesia sendiri.
Gerakan nyata pemerintah, dapat dilakukan melalui pendidikan karakter
kepada anak-anak dimulai dari Taman Kanak-kanak dan Sekolah Dasar. Penyusupan
nilai-nilai yang mengekpresikan Pancasila menggunakan pengubahan kurikulum pada
5

sekolah dasar yaitu penanaman moral-moral berdasarkan nilai-nilai Pancasila untuk


generasi penerus bangsa. Tidak hanya pada anak-anak kepada masyarakat umum juga
dapat dilakukan penanaman nilai-nilai Pancasila melalui sosialisasi yang dapat
dilakukan oleh pemerintah atau Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) setempat.
Penerapan nilai-nilai Pancasila secara keseluruhan di masa kini harus terus
digalakkan, karena hal tersebut merupakan bukti bahwa bangsa ini menghargai
perjuangan para pendiri bangsa yang mengagas Pancasila sebagai pedoman hidup
bangsa.

Anda mungkin juga menyukai