Anda di halaman 1dari 4

Kekasih untuk sahabat

Duhai engkau sang dewi

pijar matamu,bak sungai yang mengalir di tanah surga

lalu aku,ibarat ikan yang hidup didalamnya

begitu damai kau berikan aku kehidupan

dan inginku hidup selamanya

menjalani bahtera cinta dipucuk sungai keabadian itu

duhai engkau sang dewi

"gimana menurutmu sat, baguskan puisi yang dikirim oleh orang itu?"

"ah, biasa aja gin. kamu aja yang kehebohan. hehe..."

Itu adalah puisi ke enam yang dikirimkan oleh seseorang kepada sahabatku, Gina. Selama
satu bulan ini sudah enam puisi bernada cinta yang dikirimkan untuk sahabatku itu. Dan
seperti biasa, setelah mendapat kiriman puisi gina pasti bercerita dan menunjukkan puisi itu
kepadaku. Gina bercerita betapa senangnya ia mendapat kiriman puisi dari seseorang yang ia
sebut sebagai Secret Admire. Gina memberi julukan kepada si pengirim puisi tersebut
berdasarkan inisial S.A yang selalu dibubuhkan di bawah puisi-puisi yang dikirimkannya.
Ekspresi kesenanganya itu terpancar jelas dari bibirnya yang selalu ia lengkukan hingga
membuat simpul senyum dibibirnya. Sebuah senyum tulus yang tak pernah aku lihat selama
kurun waktu hampir satu tahun ini.

Namaku adalah Satria. Aku berteman dengan Gina sejak dari kelas tiga SMA. Hingga
sekarang aku telah bekerja di sebuah perusahaan percetakan, sedangkan gina memilih untuk
melanjutkan kuliahnya. Wwalaupun telah terpisah jarak, tetapi komunikasi antara kami tak
pernah terputus. Saat gina sedang dilanda permasalahan baik dalam urusan keluarga ataupun
kuliahnya, ia pasti mencurahkan permasalahanya itu kepadaku. Yah, walaupun aku tak bisa
memberikan solusi yang tepat, tetapi menurut gina aku adalah seorang pendengar yang baik.
Dan aku memang selalu ingin menjadi pendengar yang baik untuknya.

Hubunganku sangat dekat dengan gina. Aku ingat, dulu waktu semasa SMA teman-teman
kami sering memperolok kami pacaran, bahkan mereka mengatakan kami adalah pasangan
yang serasi. Tetapi, aku menghormati gina yang selalu menganggapku sebagai sahabat
terbaiknya. Dan hingga kini, kami masih berkomitmen untuk selalu menjadi sahabat yang
saling menyayangi.

Pada saat kelulusan SMA, Gina pernah bercerita kepadaku bahwa ia telah jadian dengan
seorang cowok yang sudah lama ia taksir. Gina selalu mengatakan kepadaku, betapa ia sangat
mencintai kekasihnya. Hubungan itu berlangsung selama dua tahun dan mereka sudah sama-
sama yakin akan cintanya masing-masing, hingga akhirnya sebuah kejadian tragis
memisahkan cinta mereka berdua.Satu tahun yang lalu, kekasih gjna menjnggal dalam sebuah
kecelakaan. Sepeda motor yang dikendarainya itu oleng dan terserempet oleh sebuah bus
yang sedang melaju kencang. Peristiwa tersebut terjadi ketika kekasihnya itu bermaksud
menjemput gina untuk menuju ke kampusnya.

Gina sangat terpukul dengan kejadian tersebut. Betapa, kesedihanya sangat ku rasakan kala
itu. Semenjak itu, Gina menjadi seorang yang pemurung. Bahkan, sesekali ku temukan ia
dalam keadaan menangis di kamarnya pada saat aku menjenguknya. Keadaan itu berlangsung
selama kurang lebih satu tahun, dan sebagai sahabat yang menyayanginya, aku tak bisa
membiarkan gina seperti ini seterusnya. Diam-diam, aku berjanji pada diriku sendiri. Aku
akan mencarikan seseorang yang pantas menggantikan kekasih gina dahulu, seseorang yang
bisa membuat sahabatku, Ragina Putri Oktavia kembali menjadi gadis yang ceria. Ya, aku
akan mencarikan seorang kekasih untuk sahabatku.

Tak ku sangka, puisi-puisi kiriman S.A mampu membuat gina kembali tersenyum, walaupun
terkadang ia masih terlihat sedih takkala mengingat kejadian lampau. Tetapi ku pikir, ini
adalah langkah awal yang baik. Dan ku pikir pula, pilihanku memilih S.A adalah langkah
yang tepat. Hari ini, sepulang kerja sengaja aku mampir sebentar kerumah gina. Kulihat gina
sedang menggenggam setangkai mawar ditangan kanannya dan sebuah kertas ditangan
kirinya.

"Cie,cie...yang sekarang punya Secret Admire. Seneng banget kayaknya." aku mengagetkan
gina yang disambut senyum sumringah darinya.

"Eh, iya nih sat. Secret Admireku baru aja mengirimkan aku puisi dan bunga mawar ini."
jawab gina seraya menyodorkan kertas yang ada ditangan kirinya. Ku baca isi kertas itu
dengan seksama.

jikalau kau adalah bunga mawar

maka kau adalah mawar tak berduri

yang selalu menyerbakkan harum di taman cintaku

tanpa pernah menusuk ketulusanku dengan duri-duri kebencian

hanya engkau yang akan kujadikan bunga terindah

yang tak akan pernah ranum oleh masa


"gimana sat?" Gina bertanya pendapatku tentang puisi itu.

"Gin, aku boleh bertanya nggak?" aku berbalik bertanya padanya.

"apa?"

"memang sih, cara dia memberikan surprise padamu sangat manis dan romantis. Tapi, kalau
ternyata pada kenyataanya si S.A nggak semanis dan seromantis seperti surprisenya padamu
gimana?" aku bertanya dengan serius.

"kamu seperti nggak kenal aku aja sat, kamu kan tau aku itu orangnya nggak pilih-pilih. Yang
penting orangnya itu benar-benar tulus dan peduli sama aku."

jawaban gina barusan membuat aku semakin kagum sekaligus bangga sebagai sahabatnya.
Memang, dari dulu gina tak pernah pilih-pilih dalam menjalin sebuah persahabatan. Baginya,
fisik itu bukan yang utama.yang terpenting adalah akhlak dan hatinya.

"memangnya kenapa sat kamu tanya seperti itu?" pertanyaan gina membuyarkan lamunanku
barusan.

"nggak apa-apa kok, emang nggak boleh ya aku bertanya?"

"ya boleh dong. Tapi aku kira tadi, kamu tuh tau sebenarnya si S.A itu siapa."

"nggak mungkinlah gin, mungkin malaikat kali yang memberi tau identitas kamu ke dia." aku
hanya menjawab sekenanya.

"ah, kamu bisa aja sat." Sebuah senyum kembali menyimpul dibibirnya.

Aku memang sengaja belum berniat memberi tau tentang S.A kepada gina karena aku tak
ingin tergesa-gesa. Dan akupun tau, saat ini gina belum siap untuk menerima seseorang
sebagai pengganti kekasihnya yang dulu.

Tak terasa waktu terus berlalu, sang Secret Admire masih tetap rajin mengirimkan puisi-puisi
yang indah kepada gina. Keadaan ginapun kini telah membaik. Ia telah kembali seperti dulu,
gina yang murah senyum dan selalu ceria. Bahkan, tak lama lagi ia akan menamatkan
kuliahnya. Aku turut merasakan kebahagiaan yang tengah dirasakan gina saat ini. Dua hari
menjelang wisudanya, gina menerima sebuah kiriman lagi dari Secret Admirenya. Tetapi kali
ini bukanlah sebuah puisi, melainkan sebuah pesan yang berbunyi

aku akan datang dan menemuimu pada saat kau wisuda, tunggulah aku di taman dibawah
pohon beringin didepan kampusmu.

Betapa senangnya gina mendapat pesan itu. Dari semua surprise yang dikirimkan oleh sang
Secret Admirenya, pesan inilah yang membuat dirinya paling bahagia. Bertemu dengan sang
pemuja rahasia.
Hari ini adalah hari yang ditunggu-tunggu oleh gina. Hari wisudanya sekaligus hari dimana ia
akan bertemu dengan Secret Admirenya, seseorang yang telah mengembalikan senyumanya,
seseorang yang telah mengembalikan kehidupanya. Namun aku tak bisa ikut hadir dalam
kebahagiaan itu karena ada pekerjaan mendadak yang tak bisa aku tinggalkan. Untunglah,
gina sangat mengerti keadaanku. Setelah acara wisudanya selesai, gina bergegas menuju ke
taman seperti yang dijanjikan. Disana terdapat pohon beringin yang tumbuh dengan gagah.
Jantung gina mulai berdegup dengan kencang. Di bawah pohon beringin itu berdiri seseorang
dengan posisi membelakanginya. Tubuhnya gagah, segagah pohon beringin yang
memayunginya.

"ka, kamu S.A?" Gina bertanya dengan terbata-bata kepada lelaki yang membelakanginya itu.

sang lelaki membalikkan tubuh gagahnya. Betapa terkejutnya gina melihat sosok didepanya
kini yang tak lain adalah diriku sendiri.

"ya gina, akulah Secret Admiremu, Satria Adiguna. Sebenarnya telah lama aku mencintaimu,
sangat-sangat mencintaimu. Tapi atas nama persahabatan, perasaan itu selalu ku tepis
sebisaku. Takkala kulihat kesedihanmu, hatiku terasa terkoyak-koyak. Aku merasa tak
berguna sebagai laki-laki yang mencintaimu. Maka di dalam hati, aku bersumpah untuk
seumur hidupku, bahwa aku akan menjadi seseorang yang akan selalu membahagiakanmu.
Tapi bukan sebagai sahabat, melainkan sebagai seorang kekasih."

Kami cukup lama dalam kebisuan masing-masing. Sekejap, ku berpikir gina kecewa
terhadapku. Akupun berbalik arah dan bermaksud meninggalkan tempat itu. Akan tetapi, gina
segera berlari dan memeluk erat pinggangku dari belakang seraya berkata

"mengapa tak kau katakan itu dari dulu?"

Ginapun menangis dalam pelukanku. Tapi kali ini bukan tangis kesedihan, melainkan tangis
kebahagiaan kami berdua.

Anda mungkin juga menyukai