Anda di halaman 1dari 21

BAB 1

PENDAHULUAN
Nyeri kepala merupakan perasaan sakit atau nyeri, termasuk rasa tidak nyaman yang
menyerang seluruh daerah kepala dengan batas dari bawah dagu sampai belakang kepala.
Nyeri kepala adalah sensasi subjektif, jadi yang menentukan ada tidaknya nyeri kepala adalah
pasien. Lebih dari 90% penderita nyeri kepala yang diperiksa di suatu klinik nyeri kepala
menderita nyeri kepala primer yaitu migren, nyeri kepala-tegang atau nyeri kepala klaster.
Sisanya menderita nyeri kepala sekunder. Pada kelompok dengan nyeri kepala sekunder
didapatkan bahwa penyebab yang paling sering ialah lapar (19%), gangguan hidung atau
sinus (15%) , trauma kepala (4%) dan penyakit intracranial non vascular, termasuk tumor
(0,5%). Tahun 2013, International Headache Society memperbarui system klasifikasi untuk
nyeri kepala. Ada tiga kategori utama nyeri kepala menurut International Headache Society
berdasarkan sumber nyeri yaitu nyeri kepala primer , nyeri kepala sekunder dan neuralgia
trigeminal. Penanganan nyeri kepala tergantung jenis dari nyeri kepala tersebut. Umumnya
dalam menegakkan diagnose nyeri kepala yang paling utama adalah dengan anamnesis.
Terdapat beberapa tanda-tanda pada nyeri kepala yang juga harus diperhatikan.

BAB 2
ISI

I. DEFENISI NYERI KEPALA


Nyeri kepala merupakan perasaan sakit atau nyeri, termasuk rasa tidak nyaman yang
menyerang seluruh daerah kepala dengan batas dari bawah dagu sampai belakang kepala.

1
Nyeri kepala adalah sensasi subjektif, jadi yang menentukan ada tidaknya nyeri kepala adalah
pasien.1

II. EPIDEMIOLOGI
Penelitian pada masyarakat mengenai angka kejadian (prevalensi) seumur hidup nyeri
kepala mendapatkan bahwa nyeri kepala tegang mengenai 78% orang, dan migren pada 16%
populasi. Lebih dari 90% penderita nyeri kepala yang diperiksa di suatu klinik nyeri kepala
menderita nyeri kepala primer yaitu migren, nyeri kepala-tegang atau nyeri kepala klaster.
Sisanya menderita nyeri kepala sekunder. Pada kelompok dengan nyeri kepala sekunder
didapatkan bahwa penyebab yang paling sering ialah lapar (19%), gangguan hidung atau
sinus (15%) , trauma kepala (4%) dan penyakit intracranial non vascular, termasuk tumor
(0,5%). 2
nPelitmgaskdphbwy0.18%nemigrakpsuolyn,ebairmtg.Dpnelidaksbhwygtnuelprikahbsmgyndeturaikpmly.2

III. KLASIFIKASI
Tahun 2013, International Headache Society memperbarui system klasifikasi untuk nyeri
kepala. Ada tiga kategori utama nyeri kepala menurut International Headache Society
berdasarkan sumber nyeri yaitu :
 Nyeri kepala primer
 Nyeri kepala sekunder
 Neuralgia trigeminal

Pedoman HIS juga memberikan catatan bahwa seseorang dapat mengeluh lebih dari satu tipe
nyeri kepala pada saat bersamaan.1

1. Nyeri Kepala Primer


i. Migrain
Migren adalah suatu istilah yang digunakan untuk nyeri kepala primer. Nyeri
kepala berulang dengan manifestasi serangan selama 4-72 jam. Karakteristik nyeri kepala
unilateral, berdenyut, intensitas sedang atau berat, bertambah berat dengan aktivitas fisik
yang rutin dan diikuti dengan nausea dan atau fotofobia dan fonofobia. Migren bila tidak
diterapi akan berlangsung antara 4-72 jam dan yang klasik terdiri atas 4 fase yaitu fase
prodromal (kurang lebih 25 % kasus), fase aura (kurang lebih 15% kasus), fase nyeri
kepala dan fase postdromal. Faktor pencetus terjadinya migrain adalah 3
 Menstruasi biasa pada hari pertama menstruasi atau sebelumnya/perubahan
hormonal
 Puasa dan terlambat makan

2
 Makanan misalnya alcohol, coklat, susu, keju dan buah-buahan dan mengandung
MSG
 Cahaya kilat atau berkelip
 Banyak tidur atau kurang tidur
 Faktor herediter
 Faktor psikologis : cemas, marah dan sedih. 3
 Patofisiologi Migrain

Sampai saat ini belum diketahui secara pasti apa yang menyebabkan terjadinya
sakit kepala migraine. Paling tidak ada 3 teori yang diyakini dapat menjelaskan
mekanisme migraine. 4

1) Teori Vaskular
Teori vaskular, adanya gangguan vasospasme menyebabkan pembuluh darah otak
berkonstriksi sehingga terjadi hipoperfusi otak yang dimulai pada korteks visual dan
menyebar ke depan. Penyebaran frontal berlanjutan dan menyebabkan fase nyeri
kepala dimulai. 4
2) Teori Neurovaskular-Neurokimia (Trigeminovascular)
Teori ini ditandai dengan adanya vasodilatasi akibat aktivitas NOS (nitrous oxide
system) dan produksi NO (nitrous oxide) akan merangsang ujung saraf trigeminus
pada pembuluh darah sehingga melepaskan CGRP (calcitonin gene related). CGRP
akan berikatan pada reseptornya di sel mast meningens dan akan merangsang
pengeluaran mediator inflamasi sehingga menimbulkan inflamasi neuron. CGRP
juga bekerja pada arteri serebral dan otot polos yang akan mengakibatkan
peningkatan aliran darah. Selain itu, CGRP akan bekerja pada post junctional site
second order neuron yang bertindak sebagai transmisi impuls nyeri. Teori sistem
saraf simpatis, aktifasi sistem ini akan mengaktifkan lokus sereleus sehingga terjadi
peningkatan kadar epinefrin. Selain itu, sistem ini juga mengaktifkan nukleus dorsal
rafe sehingga terjadi peningkatan kadar serotonin. Peningkatan kadar epinefrin dan
serotonin akan menyebabkan konstriksi dari pembuluh darah lalu terjadi penurunan
aliran darah di otak. Penurunan aliran darah di otak akan merangsang serabut saraf
trigeminovaskular. Jika aliran darah berkurang maka dapat terjadi aura. Apabila
terjadi penurunan kadar serotonin maka akan menyebabkan dilatasi pembuluh darah
intrakranial dan ekstrakranial yang akan menyebabkan nyeri kepala pada migren. 4
3) Teori Cortical Spreading Depresion

3
Dimana pada orang migrain nilai ambang saraf menurun sehingga mudah terjadi
eksitasi neuron lalu berlaku short-lasting wave depolarization oleh pottasium-
liberating depression (penurunan pelepasan kalium) sehingga menyebabkan
terjadinya periode depresi neuron yang memanjang. Selanjutnya, akan terjadi
penyebaran depresi yang akan menekan aktivitas neuron ketika melewati korteks. 4
 Klasifikasi Migrain

Migrain adalah nyeri kepala primer yang dibagi dalam 2 jenis, yaitu :

 Migrain Tanpa Aura ( Migrain Umum )


Pada kasus ini tidak terdapat aura tetapi pasien mungkin mengalami gejala
prodromal yang tidak jelas. Nyeri kepala dapat terjadi saat bangun tidur dan
gejala yang lain sama dengan migraine tipe klasik. 3

Kriteria Diagnosis :

A. Sekurang-kurangnya nyeri kepala berlangsung antara 4-72 jam (belum di


obati atau sudah di obati akan tetapi belum berhasil)
B. Nyeri kepala yang mempunyai dua dari karakteristik sebagai berikut:
o Lokasi unilateral kualitas mendenyut
o Intensitas nyeri sedang atau berat
o Diperberat oleh kegiatan fisik atau di luar kebiasaan aktivitas fisik rutin
(berjalan atau naik tangga)
C. Selama serangan sekurang- kurangnya ada satu dari yang tersebut di bawah
ini
o mual dan atau muntah
o fotofobia dan fonofobia
D. Tidak berkaitan dgn penyakit lain.3
 Migrain Dengan Aura ( Migrain Klasik )
Pasien mengalami gejala prodromal yang tidak jelas beberapa jam sebelum
serangan, seperti mengantuk, perubahan mood, rasa lapar, atau anoreksia.
Serangan klasik dimulai dengan aura. Gejala visual meliputi pandangan gelap
( skotoma meluas ) yang berupa kilasan gelap yang cepat ( teikopsia ). Juga dapat
terjadi pola pandangan gelap seperti bulan sabit atau berkunang-kunag ( spectra

4
fortifikasi ). Dapat terjadi hemianopia homonym atau kebutaan total. Gejala
sensorik lebih jarang terjadi akan tetapi dapat terjadi rasa baal unilateral dan
paresthesia pada wajah, lengan dana tau kaki. Disfasia dan kelemehan anggota
gerak jarang terjadi.
Aura umumnya membaik setelah 15-20 menit ( dapat juga berlangsung selama
satu jam ), di mana setelah itu timbul nyeri kepala, walaupun kadang-kadang
nyeri kepala dan gejala neurologis fokal terjadi bersamaan. Nyeri kepala migrain
umumnya unilateral dan periorbital, seringkali kontralateal terhadap sisi
hemianopia. Nyeri terasa seperti ditusuk-tusuk dan lebih berat jika batuk,
mengejan atau membungkuk ( fenomena jolt ). Nyeri kepala terjadi beberapa jam
( umumnya antara 4 – 72 jam ). Pasien lebih suka berbaring di ruangan gelap dan
tidur. Gejala yang menyertai yaitu fotofobia, mual, muntah, pucat dan diuresis. 5
Kriteria Diagnosis :

A. Sekurang- kurangnya terdapat 2 serangan seperti kriteria B – D.


B. Adanya aura paling sedikit satu dibawah ini tetapi tdk dijumpai kelemahan
motorik.
o Gangguan visual reversibel seperti : Positif (cahaya berkedi-kedip, bintik-
bintik atau garis). Negatif ( hilang penglihatan).
o Gangguan sensoris reversibel termasuk positif (nyeri) / negatif (hilang
rasa).
o Gangguann bicara disfasia yg reversibel sempurna
C. Paling sedikit 2 dibawah ini.
o Gejala visual homonim dan/ gejala sensoris unilateral.
o Paling tidak timbul satu macam aura secara gradual ≥ 5 mnt dan / jenis
aura lainnya ≥ 5 mnt.
o Masing – masing gejala berlangsung lebih dari sama dengan 5 menit –
lebih dari sama dengan 60 mnt
D. Nyeri Kepala memenuhi kriteria migran tanpa aura
E. Tidak berkaitan degan kelainan lain3
 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada keadaan migrain adalah :

5
a Darah rutin, elektrolit, kadar gula darah, dll ( atas indikasi, untuk menyingkirkan
penyebab sekunder )
b CT scan kepala / MRI kepala ( untuk menyingkirkan penyebab sekunder ).
Neuroimaging diindikasikan pada :
 Sakit kepala yang pertama atau yang terparah seumur hidup penderita
 Perubahan pada frekuensi keparahan atau gambaran klinis migrain
 Pemeriksaan neurologis yang abnormal
 Sakit kepala yang progesif atau persisten
 Gejala – gejala neurologis yang tidak memenuhi kriteria migraine tanpa
aura atau hal-hal lain yang memerlukan pemeriksaan lanjut
 Defisit neurologis yang persisten
 Hemikrania yang selalu pada sisi yang sama dan berkaitan dengan gejala-
gejala neurologis yang kontralateral
 Respon yang tidak adekuat terhadap terapi rutin.3

 Terapi
Terapi bertujuan menghilangkan gejala/nyeri pada saat serangan atau mencegah
serangan. Tatalaksan pengobtan migren dapat di bagi menjadi 2 kategori yaitu terapi
abortif dan terapi profilaksis. 3
a. Terapi abortif
 Abortif non spesifik : analgetik, obat anti inflamasi non steroid ( OAINS )
 Abortif spesifik : triptan, dihidroergotamin, ergotamine, diberikan jika
analgetik atau OAINS tidak ada respon.
o Analgetik dan OAINS
 Aspirin 500 - 1000 mg per 4-6 jam
 Ibuprofen 400 – 800 mg per 6 jam
 Parasetamol 500 -1000 mg per 6-8 jam untuk terapi migrain akut
ringan sampai sedang
 Kalium diklofenak (powder) 50 -100 mg per hari dosis tunggal.
o Antimuntah
 Antimuntah oral atau per rektal dapat digunakan untuk mengurangi
gejala mual dan muntah dan meningkatkan pengosongan lambung
 Metokloperamid 10mg atau donperidone 10mg oral dan 30mg rektal.
o Triptan

6
 Triptan oral dapat digunakan pada semua migran berat jika serangan
sebelumnya belum dapat dikendalikan dengan analgesik sederhana
 Sumatriptan 30mg, Eletriptan 40-80 mg atau Rizatriptan 10 mg (A).
o Ergotamin
 Ergotamin tidak direkomendasikan untuk migrain akut 3
b. Terapi profilaksis
Prinsip umum :
 Obat harus dititrasi perlahan sampai dosis efektif atau maksimum untuk
meminimalkan efek samping.
 Obat harus diberikan 6 sampai 8 minggu mengikuti dosis titrasi.
 Pilihan obat harus sesuai profil efek samping dan kondisi komorbid pasien.
 Setelah 6-12 bulan profilaksi efektif, obat dihentikan secara bertahap.3
 Beta bloker
o Propanolol 80-240 mg per hari sebagai terapi profilaksi lini pertama
o Timolol 10-15 mg dua kali/hari, dan metropolol 45- 200 mg/hari, dapat
sebagai obat profilaksi alternatif
 Antiepilepsi
o Topiramat 25-200 mg per hari untuk profilaksi migrain episodik dan
kronik
o Asam valproat 400-1000 mg per hari untuk profilaksi migrain episodik
 Antidepresi
o Amitriptilin 10-75mg, untuk profikasi migrain
 Obat antiinflamasi non steroid
o Ibuprofen 200 mg 2 kali sehari.3
ii. Nyeri Kepala Tipe Tegang ( Tension Type Headache )
Tension Headache atau Tension Type Headache (TTH) atau nyeri kepala tipe
tegang adalah bentuk sakit kepala yang paling sering dijumpai dan sering dihubungkan
dengan jangka waktu dan peningkatan stres. Nyeri kepala memiliki karakteristik
bilateral, rasa menekan atau mengikat dengan intensitas ringan sampai sedang. Nyeri
tidak bertambah pada aktifitas fisik rutin, tidak didapatkan mual tapi bisa ada fotofobia
atau fonofobia. Patofisiologi tension type headache (TTH) belum begitu jelas, tetapi
diduga banyak faktor yang berperan. Mekanisme perifer sangat berperan pada
patofisologi Episodik TTH (ETTH), sedangkan mekanisme sentral berperan dalam
kronik TTH (KTTH). Faktor muskulus (otot) sangat berperan dalam mekanisme
perifer. Pada penderita dengan ETTH maupun KTTH dijumpai peningkatan
ketegangan otot miofsial baik saat nyeri kepala maupun setelah bebas nyeri kepala.
Nyeri kepala ini lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki dengan

7
perbandingan 3:1. TTH dapat mengenai semua usia, namun sebagian besar pasien
adalah dewasa muda yang berusia sekitar antara 20-40 tahun. 3
Kriteria diagnosis TTH Episodik Infrekuen
A. Paling tidak terdapat 10 episode serangan dengan rata rata 1hr/bln (<12hr/thn)
B. Nyeri kepala berlangsung dari 30 menit sampai 7 hari
C. Nyeri kepala paling tidak terdapat 2 gejala khas :
 Lokasi bilateral
 Menekan atau mengikat ( tidak berdenyut )
 Intensitasnya ringan atau sedang
 Tidak diperberat oleh aktivitas rutin seperti berjalan atau naik tangga
D. Tidak didapatkan
 Mual atau muntah
 Lebih dari satu keluhan L fotofobia atau fonofobia.3

Disebut sebagai nyeri kepala TTH Episodik frekuen bila terjadi sedikitnya 10
episode yang timbul selama 1–14 hari/bulan selama paling tidak 3 bulan (12– 180
hari/tahun). TTH kronik bila nyeri kepala timbul > 15 hari per bulan, berlangsung > 3
bulan (≥180 hari/tahun). Dapat disertai/tidak adanya nyeri tekan perikranial
(pericranial tenderness) yaitu nyeri tekan pada otot perikranial (otot frontal, temporal,
masseter, pteryangoid, sternokleidomastoid, splenius dan trapezius) pada waktu
palpasi manual, yaitu dengan menekan secara keras dengan gerakan kecil memutar
oleh jari-jari tangan kedua dan ketiga pemeriksa. Hal ini merupakan tanda yang paling
signifikan pada pasien TTH.3

Tatalaksana

Terapi pada serangan akut 3

Pada serangan akut tidak boleh lebih dari 2 hari/minggu, yaitu dengan:

 Analgetik
o Aspirin 1000 mg/hari,
o Asetaminofen 1000 mg/hari
o NSAIDs (Naproxen 660-750 mg/hari, Ketoprofen 25-50 mg/hari, asam
mefenamat, ibuprofen 800 mg/hari, diklofenak 50-100 mg/hari)
o Kafein (analgetik ajuvan) 65 mg.
o Kombinasi: 325 aspirin, asetaminofen + 40 mg kafein.

8
Terapi pada serangan kronik
 Antidepresan Jenis trisiklik: amytriptiline, sebagai obat terapeutik maupun sebagai
pencegahan tension-type headache.
 Antiansietas Golongan benzodiazepin dan butalbutal sering dipakai. Kekurangan
obat ini bersifat adiktif, dan sulit dikontrol sehingga dapat memperburuk nyeri
kepalanya.3
iii. Nyeri Kepala Kluster ( Cluster Type Headache )
Nyeri kepala kluster merupakan salah satu jenis nyeri kepala yang paling
hebat dan insidensnya jarang, mempunyai gambaran klinis yang khas yaitu
periodesitas serta gejala otonom, yang membedakan dengan bentuk nyeri kepala
yang lain. Sakit kepala cluster sering terjadi pada malam hari, membangunkan
pasien dari tidur, dan berulang setiap hari pada waktu tertentu yang sama untuk
jangka waktu mingguan hingga bulanan. Setelah itu akan ada jeda dimana pasien
mungkin bebas dari sakit kepala cluster selama berbulan-bulan atau bertahun-
tahun. Predominan pada laki-laki, dengan rasio laki-laki : wanita adalah 9 : 1.
Serangan pertama kali biasanya pada usia 20-40 tahun. Puncak usia onset awal
20-29 tahun.3

Kriteria Diagnosis

Sekurang-kurangnya terdapat 5 serangan yang memenuhi kriteria

 Nyeri hebat pada daerah orbita, supraorbita dan/atau temporal yang


berlangsung antara 15-180 menit jika tidak ditangani.
 Nyeri kepala disertai setidaknya satu gejala berikut:
o Injeksi konjungtiva dan/atau lakrimasi pada mata ipsilateral
o Kongesti nasal dan/atau rhinorrhea ipsilateral
o Edema palpebra ipsilateral
o Berkeringat pada daerah dahi dan wajah ipsilateral
o Miosis dan/atau ptosis ipsilateral
o Gelisah atau agitasi
o Frekuensi serangan 1-8 kali/hari
 Tidak berhubungan dengan kelainan lain 3

Kriteria Diagnosis Nyeri Kepala Klaster Episodik :

 Serangan – serangan yang memenuhi kriteria diagnosis nyeri kepala tipe


kluster

9
 Paling sedikit dua periode klaster yang berlangsung 7–365 hari dan dipisahkan
oleh periode remisi bebas nyeri > 1 bulan.3

Kriteria Diagnosis Nyeri Kepala Klaster Kronis :

 Serangan – serangan yang memenuhi kriteria diagnosis nyeri kepala tipe


kluster
 Serangan berulang lebih dari 1 tahun tanpa periode remisi atau dengan periode
remisi yang berlangsung kurang dari 1 bulan.3

Tatalaksana

Tatalaksana Terapi Akut :

 Inhalasi oksigen (masker muka): oksigen 100% 7 liter/menit selama 15 menit


 Dihidroergotamin (DHE ) 0,5–1,5 mg i.v. akan mengurangi nyeri dalam 10
menit; pemberian i.m. dan nasal lebih lama.
 Sumatriptan injeksi subkutan 6 mg, akan mengurangi nyeri dalam waktu 5-15
menit; dapat diulang setelah 24 jam. Kontraindikasi: penyakit jantung iskemik,
hipertensi tidak terkontrol. Sumatriptan nasal spray 20 mg (kurang efektif
dibanding subkutan). Efek samping: pusing, letih, parestesia, kelemahan di
muka.
 Zolmitriptan 5 mg atau 10 mg per oral.
 Anestesi local : 1 ml Lidokain intranasal 4%.
 Indometasin (rectal suppositoria).
 Opioids (rektal, Stadol nasal spray) hindari pemakaian jangka lama.
 Ergotamine aerosol 0,36–1,08 mg (1–3 inhalasi) efektif 80%.
 Gabapentin atau Topiramat. 3

Supresi Periodik Klaster

 Prednison 40–75 mg/hari untuk 3 hari sehingga terjadi reduksi dosis dengan
interval tiap 3 hari kemudian dilakukan tappering off dalam 11 hari dan jika
nyeri kepala klaster muncul lagi maka dilakukan stabilisasi dosis.

10
 Ergotamine tartrate tab 1 mg dengan dosis: 1–2 tab ½–1 jam sebelum prediksi
serangan (Efektif pada 1–2 periode klaster pertama)
 Dihidroergotamin; Injeksi 1 mg i.m. à 2 kali/hari ½–1 jam sebelum prediksi
serangan
 Capsaicin
o Suspensi capsaicin intranasal; 2 tetes di 2 nostril à sensasi burning &
rhinorrhoea dan diulang tiap hari untuk 5 hari untuk mengurangi terjadinya
serangan nyeri kepala klaster.
o Perlu evaluasi lanjut
 Methysergide
o Aman bila durasi periode klaster < 3 bulan
o Efek samping: fibrosis
o Dosis: 1–2 mg, 2–3 kali/ hari
 Chlorpromazine: 75–700 mg/hari.3

Farmakologi Profilaksis

 Verapamil (pilihan pertama) 120–160 mg , selain itu bisa juga dengan


Nimodipin 240 mg/hari atau Nifedipin 40-120 mg/hari
 Steroid (80–90% efektif untuk prevensi serangan), tidak boleh diberikan dalam
waktu lama. 50–75 mg setiap pagi dikurangi 10% pada hari ketiga.
 Lithium 300–1500 mg/hari (rata-rata 600–900 mg).
 Methysergide 4–10 mg/hari.
 Divalproat Sodium.
 Neuroleptik (Chlorpromazine).
 Clonidin transdermal atau oral.
 Ergotamin tartrat 2 mg 2–3 kali per hari, 2 mg oral atau 1 mg rektal 2 jam
sebelum serangan terutama malam hari., dihydroergotamin, sumatriptan atau
triptan lainnya.
 Indometasin 150 mg/hari. 3
2. Nyeri Kepala Sekunder

Nyeri kepala sekunder merupakan tipe nyeri kepala yang diakibatkan oleh
masalah struktur mendasar di kepala atau leher. Tipe ini merupakan kondisi medis yang
cukup luas dari nyeri gigi hingga otak atau infeksi seperti ensefalitis atau meningitis.
Nyeri kepala sekunder merupakan sakit kepala yang disebabkan adanya suatu penyakit
tertentu (underlying disease). Pada kelompok ini sakit kepala merupakan tanda dari
berbagai penyakit. Beberapa jenis nyeri kepala sekunder ini antara lain :

11
 Nyeri kepala akibat penambahan massa dalam kepala misalnya seperti tumor otak
dan perdarahan dalam otak. Nyeri kepala karena tumor otak biasanya tidak
berdenyut, bersifat progresif yaitu makin lama makin sering dan makin berat.
Seringkali disertai muntah. Lokasinya sering menetap di satu daerah. Nyeri sering
terjadi pada saat bangun tidur pagi hari, dan diperburuk oleh manuver Valsava
berupa batuk, bersin, atau mengejan. Nyeri juga diperburuk dengan aktivitas fisik.

 Nyeri kepala karena peninggian tekanan intrakranial dan/ atau hidrosefalus yang
disebabkan oleh tumor otak.

 Nyeri kepala karena infeksi susunan saraf pusat terutama meningitis


Pada meningitis bakterialis, nyeri kepala ditandai gejala infeksi, gejala rangsang
meningeal dan gejala serebral berupa kejang atau kelumpuhan. Infeksi juga dapat
berasal dari bagian tubuh lain selain kepala, seperti yang terjadi pada kasus
sinusitis, flu, infeksi telinga maupun infeksi gigi.

 Nyeri pasca trauma. Biasa disebut nyeri kepala post-konkusi ( Post-concussions


headache). Nyeri kepala pasca trauma dapat merupakan nyeri akut atau nyeri
kronik. Nyeri akut dapat terjadi setelah trauma yang menyebabkan ringan atau
trauma berat. Nyeri kepala setelah trauma bisanya merupakan bagian dari sindrom
pasca trauma yang meliputi dizziness, kesulitan konsentrasi, gelisah, perubahan
kepribadian dan insomnia.
 Nyeri kepala rebound. Nyeri kepala ini disebabkan karena terlalu banyak
mengkonsumsi obat pereda sakit. 1
3. Neuralgia Trigeminal
Gangguan ini umumnya mengenai pasien berusia lebih dari 50 tahun, dan disebabkan
oleh kompresi radiks sensoris trigeminus yang dekat dengan batang otak. Sebelumnya
neuralgia trigeminal dibagi menjadi idiopatik dan simtomatik. Kasus simtomatik yaitu
tumor pada sudut serebelopontin dan sclerosis multiple pada usia yang lebih muda.
Neuralgia trigeminal menyebabkan nyeri unilateral pada wajah yang terasa tajam dan
menusuk pada daerah sepanjang distribusi nervus trigeminal ( biasanya pada cabang
maksilaris dan mandibularis ). Nyeri umumnya bisa terjadi selama beberapa menit
sampai beberapa jam. Penyebab nyeri neuralgia trigeminal tidak diketahui (idioatik), dari

12
hasil penelitian menyatakan akibat dari kompresi N.trigeminalis , diemyelinisasi,
kerusakan saraf akibat traksi gigi, genetk, tumor dan skelorosis multiple, stress dan imun.
Pasien biasanya melaporkan nyeri dipicu oleh stimulasi taktil pada wajah yang biasanya
berupa : 5,6
 Mengunyah, berbicara, tersenyum
 Minum air dingin maupun air panas
 Menyentuh, mencukur, menyikat gigi ataupun meniup hidung
 Udara dingin yang mengenai muka saat membawa mobil dalam keadaan kaca mobil
terbuka

Nyeri bisa sulit dikendalikan. Sebagian besar pasien merespons terhadap karbamazepin
namun efeknya tidak selalu tahan lama. Sebagian kecil pasien mengalami penekanan
pembuluh darah dan nervus trigeminal yang terlihat pada MRI. 6

Kriteria Diagnosis

 Nyeri paling sedikit 1 memenuhi karakteristik sebagai berikut:


o Kuat, tajam, superfisial atau rasa menikam.
o Dipresipitasi dari trigger area atau oleh factor pencetus.
 Jenis serangan stereotyped pada setiap individu.
 Tidak ada deficit neurologis
 Tidak berkaitan dengan gangguan lain.6

Tatalaksana

Umumnya penanganan yang dilakukan adalah dengan melakukan terapi farmakologis


pada 75% pasien. Terapi dengan farmakologis dapat segera diberika. Obat yang dapat
diberikan pada keadaan ini adalah :

 Carbamazepine
Merupakan obat yang menjadi lini pertama dalam keadaan ini
 Lamotrigin dan Baclofen
Merupakan obat yang menjadi lini kedua dalam keadaan ini.
 Gabapentin
Juga dapat diberikan terutama pada pasien nyeri trigeminal yang disertai dengan
multiple sclerosis. 6
IV. DIAGNOSIS
1. Anamnesis

13
Merupakan langkah pertama dalam manajemen nyeri kepala. Peran anamnesis
memegang posisi paling penting dalam manajemen nyeri kepala. Beberapa langkah
anamnesis pasien dengan nyeri kepala ini secara sistematis yang disingkat dengan
H.SOCRATESS yaitu7

H : History (riwayat)
S : Site (tempat)
O : Origin (tempat asal)
C : Character (karakter)
R : Radiation (penjalaran)
A : Associated symptoms (kumpulan gejala yang terkait)
T : Timing (waktu
E : Exacerbating & relieving (hal yang memperparah dan memperingan)
S : Severity (derajat keparahan/ intensitas)
S : State of health between attacks (kondisi kesehatan di antara serangan)

 History (Riwayat)
Langkah pertama dalam manajemen pasien dengan nyeri kepala adalah penggalian
riwayat. Tujuan penggalian riwayat nyeri kepala adalah untuk memberikan pandangan
yang komprehensif tentang nyeri kepala pasien dan mengetahui komorbiditas yang
terkait atau masalah yang mungkin mempengaruhi diagnosis dan perawatan.
o Riwayat penting untuk membedakan jenis nyeri kepala, apakah termasuk nyeri
kepala primer ataukah nyeri kepala sekunder.
o Riwayat penyakit dahulu. Riwayat penyakit dahulu seperti adanya karsinoma
(kanker payudara, paru-paru, ginjal, melanoma) membuat dokter harus
mempertimbangkan diagnosis tumor metastasis.
o Trauma kepala dapat menyebabkan nyeri kepala pasca-trauma, hematoma
subdural, atau diseksi arteri ekstrakranial.
o Berbagai macam gangguan terkait dengan gigi, sinus, telinga, atau hidung dapat
muncul sebagai nyeri kepala.
o Nyeri kepala harian yang secara kronis dapat menjadi awal dari depresi
o Riwayat penyakit keluarga
o Pengobatan Nama obat Dosis Efektif atau tidaknya obat Efek samping
pengobatan
o Sosial Keluarga Pekerjaan Pendidikan Kebiasaan atau hobi Psikologis Riwayat
pengobatan pasien juga perlu diketahui.

14
o Alkohol, tembakau, dan obat yang dijual bebas dapat berkontribusi pada
patogenesis nyeri kepala. 7
 Site ( Tempat )
Lokasi dan sisi nyeri kepala dapat mengarahkan dokter pada diagnosis tertentu. Sisi
nyeri kepala pada migren atau sakit kepala klaster dan sefalgia trigeminal-otonomik
yang lain adalah pada satu sisi kepala (unilateral), sedangkan pada TTH sisi nyerinya
bilateral atau di seluruh kepala (holocephalic). Nyeri pada migren bisa muncul di
kanan mapupun di kiri. Daerah yang terkena biasanya di daerah frontal dan temporal
kepala, namun kadang juga melibatkan daerah kepala lain dan leher. Tidak jarang
nyeri kepala pada migren juga muncul di daerah occipitonuchal dan frontotemporal.
Nyeri kepala dengan serangan berulang dan "terkunci pada satu sisi" mungkin juga
merupakan gejala akibat penyakit organik yang mendasari.7
 Origin ( Tempat Asal )
Nyeri pada migren bisa muncul di kanan mapupun di kiri. Daerah yang terkena
biasanya di daerah frontal dan temporal kepala, namun kadang juga melibatkan daerah
kepala lain dan leher. Tidak jarang nyeri kepala pada migren juga muncul di daerah
occipitonuchal dan frontotemporal. Rasa nyeri pada nyeri kepala tipe tegang (TTH)
berasal dari dahi. 7
 Character (Khas)
Karakteristik nyeri kepala pada migren adalah berdenyut dan pada TTH adalah rasa
menekan atau mengikat. Pada klaster nyeri yang dirasakan adalah membosankan, rasa
seperti dibor, atau nyeri yang sangat hebat atau pedih.7
 Radiation (Penjalaran)
Nyeri pada TTH menjalar dari dahi menuju kepala belakang atau menuju ke
temporomandibular joint. Nyeri kepala infratentorial, occipitonuchal, dan tulang
belakang servikal dapat memberikan nyeri rujuk (menjalar) pada dahi atau mata. 7
 Associated Symptoms (kumpulan gejala yang terkait)
Mual, muntah umum terjadi pada nyeri kepala migren. Adanya mual dan muntah ini
membantu konfirmasi diagnosis migren, namun bukan merupakan gejala yang
patognomonik untuk migren. Muntah merupakan gejala yang patognomonik pada pada
peningkatan tekanan intrakranial. Muntah ini juga bisa menyertai gangguan pada
daerah postrema dari medula atau pada infeksi sistemik. Fotofobia, fonofobia dan
osmofobia atau olfaktofobia sering menyertai migren, meskipun gejala-gejala ini juga
mungkin terjadi pada meningitis.

15
 Timing (Waktu)
Nyeri kepala primer dengan durasi singkat: detik sampai menit mengarah pada sefalgia
trigeminalotonomik lain. Nyeri kepala primer dengan durasi hitungan jam sampai hari
mengarah pada nyeri kepala migren dan tension-type headaches, pada migren yaitu
selama 4-72 jam dan pada TTH selama setengah jam sampai 7 hari. Migren dan
tension-type headaches bisa berlangsung selama berhari-hari atau mungkin berevolusi
menjadi bentuk yang kronis (misalnya: lebih dari 15 hari per bulan) atau berlangsung
terus menerus. Frekuensi sakit kepala dalam sebuah episode bisa berkali-kali per hari
seperti pada sefalgia trigeminal-otonomik lain, berkali-kali selama seminggu seperti
pada nyeri kepala klaster, atau beberapa kali per minggu atau bulan seperti pada
serangan migrain atau tension type headache. Waktu nyeri kepala pada klaster berada
dalam dalam siklus diurnal, bulanan, atau tahunan.7
 Exacerbating & Relieving
o Exacerbating (Hal yang Memperparah)
Nyeri kepala pada migren bertambah berat dengan aktivitas fisik yang rutin
(seperti berjalan atau naik tangga) sedangkan TTH tidak diperberat dengan
aktivitas fisik yang rutin. Nyeri kepala migren berhubungan dengan menstruasi,
ovulasi, stres, hormonal, kelelahan, kurang tidur, depresi, atau lapar. Demikian
pula faktor lingkungan seperti asap, cahaya silau atau cahaya berkelap-kelip,
parfum atau bau kimia juga dapat mencetuskan migren. Anggur merah merupakan
penyebab klasik migrain. Alkohol adalah pemicu nyeri kepala klaster. Perubahan
dalam kebiasaan tidur berhubungan dengan eksaserbasi nyeri kepala baik pada
klaster maupun migren. Sleep apnea dapat menyebabkan nyeri kepala pagi hari.
Postur tegak memperburuk nyeri kepala akibat hipotensi intrakranial, yang dapat
terjadi secara spontan atau iatrogenik. Posisi telentang, atau perubahan posisi,
mungkin memperburuk nyeri kepala hipertensi intrakranial.
o Relieving ( Hal yang Memperingan)
Biasanya penderita migren berkurang rasa nyeri kepalanya saat dipakai tidur atau
beristirahat di sebuah ruangan gelap dan tenang. Pasien dengan nyeri kepala
klaster dapat menggunakan berbagai teknik untuk meringankan nyeri kepala
mereka, mulai dari pengobatan rumahan seperti kompres dingin, hangat, teknik
relaksasi, obat herbal, obat resep.7
 Severity (Derajat Keparahan/ Intensitas)

16
Derajat keparahan (intensitas) nyeri dapat digunakan untuk membedakan jenis nyeri
kepala primer. Dokter dapat meminta pasien untuk menggambarkan intensitas nyeri
kepala yang dirasakan pasien. Pasien diminta menunjuk skala dia antara skala 1
sampai 10. Skala 1 mewakili rasa nyeri yang hampir tidak terasa nyeri, dan 10 sebagai
nyeri yang paling hebat. Intensitas nyeri kepala pada migren adalah sedang sampai
berat, pada nyeri kepala tipe tegang (TTH) adalah ringan sampai sedang, sedangkan
pada klaster adalah berat sampai sangat berat (tidak tertahankan).7
 State of Health Between Attacks (Kondisi Kesehatan di Antara Serangan)
Pada nyeri kepala migren kondisi kesehatan di antara serangan adalah bebas nyeri
(free of pain). Pada klaster kondisi kesehatan di antara serangan juga bebas nyeri (free
of pain). Klaster bisa mengalami remisi spontan. Pada nyeri kepala tipe tegang kondisi
kesehatan di antara serangan pasien TTH hanya merasakan penurunan nyeri kepala,
namun tidak bebas sam sekali dari rasa nyeri kepala yang ada.7
2. Pemeriksaan Fisik

Sebagian besar pasien dengan nyeri kepala pada pemeriksaan fisiknya ditemukan
normal. Hanya sebagian kecil saja yang tidak normal. Apabila ditemukan
ketidaknormalan pada pemeriksaan fisik pasien dengan nyeri kepala, maka hal ini
merupakan tanda bahaya (red flags). Adanya tanda bahaya (red flags) mewajibkan dokter
melakukan tindakan lebih lanjut. Apabila dokter umum menemukan tanda bahaya (red
flags), maka tindakan selanjutnya adalah segera merujuk pasien ke neurologi. Apabila
dokter neurologi yang menemukan tanda bahaya (red flags), maka tindakan selanjutnya
adalah segera melakukan pemeriksaan penunjang dan memberi terapi sesuai dengan
diagnosis yang telah ditetapkan.

Pemeriksaan fisik umum dengan adanya perubahan kulit dapat dikaitkan dengan
berbagai etiologi nyeri kepala. Bintik café-au-lait merupakan tanda neurofibromatosis.
Neurofibromatosis ini terkait dengan meningioma intrakranial dan schwannoma. Kulit
kering, alopesia (kebotakan), dan pembengkakan terlihat pada hipotiroidisme. Lesi
melanotik ganas mungkin berhubungan dengan penyakit metastasis ke otak.

Pemeriksaan Fisik Neurologi Auskultasi bising di daerah karotis dan arteri


vertebral dan orbit dapat memperingatkan klinisi akan potensi stenosis arteri atau diseksi,
atau malformasi arteriovenous. Pemeriksaan saraf kranial dapat menjadi petunjuk etiologi

17
nyeri kepala. Gangguan penciuman tersering disebabkan oleh trauma kepala. Gangguan
penciuman menunjukkan adanya gangguan pada alur penciuman (olfactory groove),
misalnya tumor frontotemporal. Pada pemeriksaan funduskopi, adanya perdarahan atau
papilledema mengharuskan dilakukannya imaging yang cepat untuk menyingkirkan
kemungkinan lesi desak ruang. Pemeriksaan lapang pandang yang menunjukkan defek
lapang pandang bitemporal ditemukan pada tumor hipofisis. Selama serangan nyeri
kepala klaster, dokter dapat menemukan adanya lakrimasi ipsilateral, rhinorrhea, ptosis,
miosis, dan wajah berkeringat pada pasien. Kelainan gerakan mata bisa disebabkan oleh
gangguan saraf okulomotor akibat peningkatan tekanan intrakranial. Saraf kranial lainnya
dapat dipengaruhi oleh berbagai penyebab. Jika keterlibatan bersifat tidak menyeluruh,
asimetris, dan progresif, maka penyebab infiltratif seperti neoplasma, meningitis TB, dan
sarkoidosis harus dipertimbangkan.7

3. Red flags
Red flags adalah tanda bahaya atau kondisi yang harus diwaspadai. Beberapa hal
yang terkategori sebagai red flags pada kasus nyeri kepala terangkum dalam Red Flags
(Tanda Bahaya) untuk Nyeri Kepala: “SNOOP”. 7

S Systemic symptoms (simptom sistemik)


S Secondary headache risk factors (faltor risiko nyeri kepala sekunder)
S Seizures (kejang)
N Neurologic symptoms or abnormal signs (symptom neurologi/ tanda
abnormal)
O Onset (onset)
O Older (usia tua)
P Progression of headache (nyeri kepala progresif)
P Positional change (perubahan posisi)
P Papilledema (papil edema)
P Precipitated factors (faktor pencetus)

 Systemic Symptoms Systemic symptoms (simptom sistemik)


Yang merupakan tanda bahaya pada kasus nyeri kepala antara lain: demam, kaku leher,
penurunan berat badan, ruam, menggigil, berkeringat di malam hari. Apabila kasus
nyeri kepala disertai dengan adanya simptom sistemik, maka nyeri kepala masuk
dalam kategori red flags (bendera merah). Hati-hati mungkin nyeri kepala yang ada
bukan nyeri kepala primer. Kemungkinan diagnosis nyeri kepala yang disertai dengan

18
simptom sistemik bisa bermacam-macam, antara lain meningoensefa-litis, gangguan
vaskuler, arteritis, atau penyebab sekunder yang lain.7

 Secondary Headache Risk Factors


Beberapa penyakit seperti HIV, kanker, meningitis, tumor metastasis, dan gangguan
intra kranial lain dapat mengakibatkan terjadinya nyeri kepala. Nyeri kepala karena
adanya gangguan struktural seperti HIV, kanker, meningitis, tumor metastasis, dan
gangguan intra kranial lain terkategori dalam nyeri kepala sekunder. 7
 Seizures
Setiap nyeri kepala yang disertai dengan kejang maka dokter wajib berhati-hati karena
terkategori dalam red flags. Kejang bisa diakibatkan oleh penyakit yang mendasari.
Penyakit yang mendasari terjadinya kejang bermacam-macam, misalnya: tumor,
vaskular, trauma kepala dan lain-lain. 7
 Neurologic Symptoms or Abnormal Signs
Simptom neurologis atau tanda abnormal bisa muncul bermacam-macam. Contoh
simptom neurologis atau tanda abnormal adalah: kebingungan, gangguan
kewaspadaan, penurunan kesadaran, atau adanya tanda-tanda fokal. 7
 Onset
Onset yang harus diwaspadai sebagai tanda bahaya adalah: nyeri kepala yang datang
secara tiba-tiba, yang bersifat mendadak, yang baru pertama kali muncul, atau yang
dipicu oleh manuver valsava atau perubahan posisi.Onset dan perjalanan nyeri kepala
dari waktu ke waktu memiliki implikasi diagnostik dan terapeutik. Nyeri kepala
dengan onset cepat berhubungan dengan nyeri kepala klaster, dan trigeminal neuralgia.
Nyeri kepala dengan onset mendadak mengarah pada dugaan adanya mekanisme
vaskular yang mendasari seperti perdarahan subarachnoid. Onset nyeri kepala akibat
gangguan oftalmologik dan infeksi juga mendadak. 7
 Older
Usia tua pada kasus nyeri kepala merupakan tanda bahaya. Nyeri kepala yang dimulai
setelah usia 50 tahun mungkin disebabkan kondisi serius, seperti: lesi massa, atau
penyakit serebrovaskular. Nyeri kepala atau nyeri wajah pada usia lanjut bisa
diakibatkan oleh obat-obatan. 7
 Progression of Headache
Nyeri kepala yang semakin lama semakin memberat (progresif) merupakan tanda
bahaya. Pemberatan pada nyeri kepala bisa dilihat dari adanya perubahan frekuensi
serangan, tingkat keparahan, atau gambaran klinis. Perubahan frekuensi nyeri kepala

19
bisa menjadi penyebab kunjungan ke dokter, misalnya ketika serangan migren
meningkat frekuensinya menjadi nyeri kepala harian atau hampir setiap hari terjadi.
Apabila ada nyeri kepala yang semakin lama semakin memberat (progresif) maka
dokter perlu mencurigai bahwa nyeri kepala yang terjadi bukan nyeri kepala primer.
Nyeri kepala yang terjadi tersebut mungkin disertai kelainan yang mendasari. Apabila
nyeri kepala progresif terjadi dalam hitungan minggu atau bulan maka kecurigaan
mengarah pada: peningkatan Tekanan Intra Kranial (TIK), Medication Overuse
Headache (MOH), atau penyakit sistemik. Apabila nyeri kepala progresif terjadi
subakut maka kemungkinan penyebabnya adalah: Idiopathic Intracranial Hypertension
(IIH), Sub Dural Hemorrhage (SDH) bilateral, lesi obstruktif midline, atau sindroma
meningitis kronik.7
 Positional Change
Nyeri kepala yang memburuk dengan perubahan posisi perlu diwaspadai. Perubahan
posisi yang memperburuk nyeri kepala misalnya adalah: berdiri tegak atau berbaring.7
 Papil edema
Papil edema merupakan tanda bahaya. Nyeri kepala yang disertai dengan adanya papil
edema maka perlu dicurigai akan adanya penyebab sekunder yang mendasari nyeri
kepala.7
 Precipitated Factors
Faktor pencetus nyeri kepala misalnya: batuk, tenaga, aktivitas seksual, manuver
valsava, atau tidur). 7

Jika pada anamnesis atau pemeriksaan didapatkan red flags, maka pemeriksaan
diagnostik mungkin diperlukan untuk mengeksklusi penyebab sekunder nyeri kepala.7

BAB 3

PENUTUP

20
KESIMPULAN

Nyeri kepala merupakan perasaan sakit atau nyeri, termasuk rasa tidak nyaman yang menyerang
seluruh daerah kepala dengan batas dari bawah dagu sampai belakang kepala. Nyeri kepala
adalah sensasi subjektif, jadi yang menentukan ada tidaknya nyeri kepala adalah pasien. Nyeri
kepala diklasifikasikan menjadi nyeri kepala primer, nyeri kepala sekunder dan trigeminal
neuralgia. Diamana masing-masing mempunyai kriterai tersendiri dalam menegakkan diagnosis.
Penanganan dari masing-masing klasifikasi juga berbeda. Penanganan nyeri kepala terutama
dalam anamnesis untuk mengetahui jenis nyeri kepala yang terjadi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sembiring S. Nyeri kepala. Yogyakarta: Penerbit Leutika Prio; 2017. Hal 6-32
2. Lumbantobing SM. Nyeri kepala, nyeri punggung bawah, nyeri kuduk. FKUI. 2008.p 1
3. Kurniawan M, Suharjanti I, Pinzon RT. Panduan Praktik Klinis Neurologi: Perhimpunan
Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI); 2016. H 6-19
4. Sistem Neuropsikiatri Bahan Ajar IV Migren. FK UNHAS. 2016. H 7-9
5. Ginsberg L. Lecture notes neurologi. Edisi Kedelapan. Jakarta: Penerbit Buku
Erlangga;2008. H 72-4
6. Singh MK. Trigeminal neuralgia. Medscape 2016 Nov 28. Diakses tanggal 26 Juni 2019.
Diunduh dari : https://emedicine.medscape.com/article/1145144-overview#showall . Pukul
22.00 WIB
7. Hidayati BH. Pendekatan klinisi dalam manajemen nyeri kepala 2016 januari 3. Diakses
tanggal 27 Juni 2019. Diunduh dari : file:///C:/Users/User/Downloads/146-1115-1-PB.pdf.
Pukul 18.00 WIB

21

Anda mungkin juga menyukai