Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Head femur adalah area yang tersering mengalami osteonecrosis, terutama disebabkan
karena pembuluh darahnya yang khas yang mudah terjadi ischemia. Paling sering karena
terputusnya pembuluh darah yang mensuplai head femur akibat trauma. Osteonecrosis segmental
juga terlihat memiliki gambaran tersendiri pada kelainan non traumatik, misalnya infeksi sendi,
penyakit Perthes, penyakit Caisson, penyakit Gaucher’s, Systemic Lupus Erythematosus (SLE),
tersering.
ETIOLOGI DAN PATOGENESIS
Head femur merupakan area subartikuler yang terletak pada bagian yang paling jauh dari
daerah vaskularisasi tulang, dan sebagian besar tetutup oleh kartilago, sehingga akses pembuluh
darah lokal terbatas. Trabekula subkondral yang menderita lebih lanjut, karena sebagian besar
disokong oleh sistem end arteriol dengan hubungan kolateral yang terbatas.
Faktor lainnya adalah vaskuler sinusoid yang memberikan nutrisi sumsum tulang dan sel-
sel tulang, tidak seperti kapiler arteri, tidak memiliki lapisan adventitia dan patensinya ditentukan
oleh volume dan tekanan jaringan di sekitar sumsum tulang. Sistem fungsional pada dasarnya
adalah compartment tertutup dimana satu elemen dapat berkembang hanya dengan mengorbankan
elemen lain. Perubahan lokal semisal penurunan aliran darah, perdarahan, atau pembengkakan
sumsum tulang dapat dengan cepat mengakibatkan lingkaran setan ischemia. Proses tersebut dapat
diasebabkan oleh : (1) terputusnya aliran darah lokal; (2) stasis vena dan berhentinya arteriolar
retrograde; (3) thrombosis intravaskuler; (4) kompresi kapiler dan sinusoid karena pembengkakan
sumsum tulang. Ischemia, pada kebanyakan kasus, disebabkan kombinasi beberapa faktor
tersebut.
OSTEONECROSIS TRAUMATIC
Pada fraktur dan dislokasi hip pembuluh darah retinakuler yang mensuplai head femur
sangat mudah robek. Jika ditambah dengan kerusakan atau thrombosis ligamentum teres,
osteonekrosis tidak dapat dihindarkan. Fraktur neck femur displaced dapat terjadi komplikasi
osteonekrosis pada 20% kasus. Fraktur non displaced terkadang juga terjadi subchondral nekrosis,
hal ini mungkin dikarenakan thrombosis kapiler intraosseous atau penyumbatan sinusoid karena
OSTEONECROSIS NON-TRAUMATIC
Mekanisme yang terjadi pada osteonecrosis non traumatic lebih kompleks dan melibatkan
beberapa jalur seperti thrombosis intravaskuler atau stasis, pembengkakan ekstravaskuler dan
penekanan kapiler. Lebih dari 80% kasus berkaitan dengan pengobatan kortikosteroid dosis tinggi
atau penyalahgunaan alkohol (atau keduanya, berefek kumulatif). Kondisi ini mengakibatkan
peningkatan hiperlipidemia dan degenerasi lemak dari hepar. Jones (1994) mengemukakan bahwa
emboli lemak mempunyai peran meningkatkan kerusakan endothel kapiler, agregasi platelet dan
thrombosis. Glueck dkk (1996, 1997) mengemukakan bahwa thrombofilia dan hipofibrinolisis
merupakan faktor etiologi yang penting pada osteonecrosis orang dewasa dan penyakit Perthes.
Koagulopati lainnya juga terlibat, seperti defisiensi fosfolipid pada SLE (Asherson dkk, 1993) dan
peningkatan koagulabilitas pada sickle cell (Francis, 1991), dan sekarang tampaknya kelainan
koagulasi ini memegang peranan pada beberapa kelainan terkait osteonekrosis non-trauma.
pembengkakan sel lemak pada sumsum tulang, suatu gambaran yang sangat jelas pada spesimen
tulang yang didapat saat penggantian sendi. Terdapat peningkatan tekanan intraosseous dan pada
venografi dengan kontras menunjukkan aliran darah vena yang melambat dari tulang. Ficat dan
Arlet (1980) mengemukakan bahwa peningkatan volume lemak dalam sumsum tulang head femur
menyebabkan penekanan sinusoid, stasis vena dan ischemia retrograde mengakibatkan kematian
PATOLOGI
Sel-sel tulang mati setelah 12-48 jam anoxia, tapi penampakan segmen tulang yang terkena
tetap tidak berubah hingga beberapa hari atau bahkan minggu. Selama periode ini, perubahan
histologi yang paling menonjol terlihat pada sumsum tulang; hilangnya batas sel lemak, infiltrasi
sel-sel inflamasi, edema sumsum tulang, tampak histiosit jaringan, dan pada akhirnya penggantian
sumsum tulang yang nekrotik dengan jaringan mesenkimal yang belum berdeferensiasi.
dalam beberapa minggu terlihat pembuluh darah baru dan proliferasi osteoblas pada permukaan
antara tulang yang sehat dan ischemia. Ketika sector nekrotik menjadi jelas, jaringan granulasi
vaskuler mengarah dari trabekula yang masih hidup dan tulang baru terletak di atas tulang yang
mati; terjadi peningkatan massa mineral yang menghasilkan gambaran radiografi peningkatan
Perbaikan dengan pembentukan tulang baru berlangsung lambat dan barangkali hanya
mengalami kemajuan tidak lebih dari 8-10 mm pada zona nekrotik. Dengan berjalannya waktu,
kerusakan struktural mulai terjadi pada bagian segmen nekrosis yang mengalami stress paling
besar. Biasanya merupakan fraktur tangensial linear dekat dengan permukaan sendi, kemungkinan
karena “shearing stress”. Fraktur mungkin melewati tulang rawan sendi dan pada saat operasi
mungkin memungkinkan untuk mengangkat penutup segmen nekrotik seperti pecahan kulit telur
rebus yang matang. Akan tetapi, meskipun pada fase lanjut tulang rawan sendi masih
mempertahankan ketebalan dan viabilitasnya. Pada fase akhir, fragmentasi tulang yang nekrotik
Dahulu ketika diagnosis didasarkan sepenuhnya pada perubahan x-ray, diduga bahwa
mendeteksi tanda-tanda awal melalui MRI, sehingga tidak selalu kolaps tulang. Ukuran segmen
nekrotik, yang ditunjukkan pada MRI oleh area hypo-intense pada T1 weight, biasanya jelas
terlihat pada waktu awal terjadi ischemia, dan jarang meningkat, memang terdapat bukti bahwa
lesi non traumatic kadang ukurannya mengecil bahkan menghilang. Pada lesi yang menetap,
kecepatan kolaps tulang sangat bergantung pada lokasi dan perluasan segmen nekrotik. Lesi yang
terletak di luar jalur stress normal secara structural mungkin masih utuh, sedangkan yang
melibatkan segmen yang besar pada permukaan penahan beban biasanya kolaps dalam 3 tahun.
GAMBARAN KLINIS
Osteonekrosis post traumatic berkembang segera setelah terjadi trauma pada panggul,
tetapi tanda dan gejalanya muncul dalam beberapa bulan kemudian.. Osteonekrosis non traumatic
lebih tersembunyi dan membahayakan. Anak-anak terkena pada kondisi seperti penyakit Perthes,
penyakit sel Sickel dan penyakit Gaucher. Pada dewasa terjadi pada semua usia dan jenis kelamin.
Keluhan yang muncul biasanya nyeri pada panggul (pada 50% kasus pada kedua panggul)
yang berkembang selama 2-3 tahun menjadi memberat. Nyeri dirasakan pada sendi atau dekat
dengan sendi, dan barangkali hanya muncul saat gerakan tertentu. Beberapa pasien mengeluh
‘klik’ pada sendi, barangkali karena gemeretak atau jepitan fragmen artikuler yang terlepas. Akan
tetapi, pada 10% kasus tidak bergejala dan ditemukan tidak sengaja setelah x-ray atau MRI selama
pemeriksaan kelainan sistemik atau gejala lain yang berlangsung lama pada panggul yang lain.
Pada pemeriksaan, pasien berjalan dengan pincang dan mungkin terdapat tanda
Trendelenburg yang positif. Paha mengecil dan mungkin tungkai memendek 1-2 cm. pada tahap
lanjut sendi menjadi kaku dan terjadi deformitas. Nyeri lokal mungkin muncul, dan mungkin
terdapat pembengkakan. Gerakan menjadi terbatas, terutama abduksi dan rotasi internal. Tanda
yang khas adalah kecenderungan panggul memutar rotasi eksternal saat fleksi pasif, hal ini
berkaitan dengan ‘tanda sektoral’ dimana, ketika panggul ekstensi, rotasi internal hampir penuh,
RADIOLOGI
Tanda awal iskemia terbatas pada sumsum tulang dan tidak dapat dideteksi dengan
pemeriksaan x-ray polos. Perubahan x-ray, jika muncul, terkadang muncul sebelum 3 bulan setelah
terjadi iskemia, disebabkan karena pembentukan tulang baru yang reaktif pada perbatasan area
nekrotik, dan kegagalan trabekula pada segmen nekrotik. Terlihat area dengan peningkatan
densitas radiografik pada tulang subkondral, segera sesudah itu, muncul gambaran garis fraktur
tangensial tipis tepat di bawah permukaan sendi – ‘crescent sign’. Pada tahap lanjut terjadi distorsi
permukaan sendi dan sklerosis yang lebih jelas, yang disebabkan oleh kompresi tulang pada
segmen yang kolaps. Terkadang bagian yang nekrotik terpisah menjadi fragmen tersendiri. Celah
sendi masih normal karena tulang rawan sendi tidak rusak hingga tahap sangat lanjut. Hal ini yang
membedakan osteonekrosis avaskuler primer dengan osteoarthritis yang sklerotik dan destruktif.
99m
Radionukleotida scanning dengan Tc-sulfur koloid, yang terserap pada jaringan
myeloid, dapat menampakkan segmen avaskuler. Hal ini terutama pada nekrosis avaskuler
traumatic dimana segmen tulang yang besar terlibat , atau pada sickle sel dimana area kontras
‘cold’bermakna secara umum dengan uptake nuklida yang tinggi karena peningkatan aktivitas
erythroblastik. 99mTc-HDP scan juga dapat menunjukkan area ‘cold’ terutama jika segmen tulang
yang besar avaskuler (misal, fraktur neck femur). Gambarannya didominasi oleh peningkatan
aktivitas yang mencerminkan hyperemia dan pembentukan tulang baru pada area sekitar infark.
MRI adalah pemeriksaan yang paling dapat dipercaya untuk mendiagnosis perubahan pada
sumsum tulang dan iskemia pada tulang pada fase awal. Tanda awal adalah gambaran berkas
intensitas rendah pada T1 weight SE, yang berhubungan dengan permukaan antara tulang normal
dan iskemik. Lokasi dan ukuran daerah nekrotik yang terbatas telah digunakan untuk meramalkan
perkembangan lesi.
Computed tomography (CT) tidak terlalu berguna untuk mendiagnosis osteonekrosis, juga
pertimbangan paparan radiasinya. Akan tetapi, CT dapat menunjukkan area kerusakan tulang
dengan sangat jelas dan CT dapat berguna untuk menentukan rencana operasi.
DIAGNOSIS
Pada x-ray, gambaran destruktif atau sklerotik pada osteoarthritis terkadang rancu dengan
osteonekrosis tahap lanjut. Memang pada beberapa tipe osteoarthritis terdapat elemen nekrosis
tulang, tetapi hal terpenting untuk membedakan kedua kondisi ini adalah pada OA celah sendi
menghilang sebelum tulang rusak, sedangkan pada osteonekrosis celah sendi tetap normal hingga
akhir (karena osteonekrosis bukan penyakit primer pada tulang rawan sendi). Transient
Dalam menegakkan diagnosis harus menggali kelainan yang menjadi penyebab utama.
Mungkin terdapat riwayat trauma, penyakit keturunan seperti penyakit Sickle cell, penyakit
Gaucher, latar belakang pekerjaan yang berkaitan dengan ischemia dysbaric (penyelam, pekerja
pada tekanan udara tinggi), penyakit yang mendasari seperti SLE, Perthes pada anak atau
STAGING LESI
Ficat dan Arlet (1980) mengenalkan konsep staging radiographic untuk osteonekrosis pada
hipuntuk membedakan antara tanda-tanda awal (pre-symptomatic) dan gambaran lanjut dari
demarkasi progresif dan kolaps segmen nekrotik pada head femur. Stage 1, tidak tampak
perubahan secara radiographic dan diagnosis didasarkan pada pengukuran tekanan intraosseous
dan gambaran histologi biopsy tulang (terlihat perubahan pada MRI), dan pasien mengeluh nyeri
ringan atau tanpa nyeri. Pada stage 2, bentuk head femur masih normal tanpa distorsi tetapi
terdapat tanda-tanda awal perubahan reaktif pada area subchondral. Stage 3 ditentukan dengan
adanya tanda-tanda osteonekrosis dengan bukti kerusakan structural tulang dan distorsi garis batas
tulang head femur. Pada stage 4, didapatkan kolaps permukaan sendi dan tanda-tanda OA
sekunder. Klasifikasi ini berguna untuk menggambarkan kondisi pada hip, tetapi tidak
memberikan prediksi hasil akhir yang lebih dapat dipercaya, setidaknya hubungannya dengan
nekrosis head femur. Lokasi dan ukuran segmen nekrotik pada Ficat stage 1-3 ditunjukkan oleh
berkas intensitas rendah pada T1 weight MRI. Terdapat dua observasi umum : (1) ukuran dari
segmen ischemic ditentukan oleh stage paling awal dan jarang meningkat sesudahnya; (2) lesi
kecil yang tidak melibatkan zona beban maksimal pada permukaan sendi cenderung tidak kolaps,
sedangkan lesi yang besar yang meluas pada zona beban maksimal pada permukaan sendi hancur
Shimizu dkk (1994) membuat klasifikasi berdasarkan gambaran MRI yang menunjukkan
perluasan, lokasi dan intensitas dari segmen yang abnormal pada head femur. Resiko kolaps head
femur (setidaknya setelah 2-3th) terutama berkaitan dengan perluasan (area head femur pada
gambar potongan coronal yang terlibat) dan lokasi (bagian permukaan yang menahan beban) pada
MRI awal. Secara umum, penemuan mereka megemukakan bahwa : (1) perluasan segmen
ischemic ditentukan pada saat permulaan dan tidak tidak meningkat seiring waktu; (2) lesi yang
menempati kurang dari seperempat diameter head femur pada potongan coronal dan hanya
melibatkan sepertiga medial permukaan penahan beban jarang menjadi kolaps; (3) lesi yang
menempati hingga setengah diameter head femur pada potongan coronal dan melibatkan antara
sepertiga dan duapertiga permukaan penahan beban cenderung kolaps pada 30% kasus; dan (4)
lesi yang menempati lebih dari seperempat diameter head femur pada potongan coronal dan
melibatkan lebih dari duapertiga permukaan penahan beban akan kolaps dalam 3 tahun pada lebih
dari 70% kasus. Ketika membicarakan terapi, kita harus mengacu pada tiga derajat keparahannya,
grade I, grade II dan grade III. Sebagai catatan, meskipun klasifikasi ini berguna untuk meramalkan
hasil akhir (prognosis) dan rencana terapi, perluasan dalam konteks ini tidak sama dengan volume,
Sistem yang banyak digunakan dan direkomendasikan untuk membandingkan data dari
berbagai sumber sebelum dan sesudah terapi adalah yang diajukan oleh International Association
Nekrosis head femur yang terjadi setelah fraktur atau dislokasi hip biasanya berakhir
dengan kolaps head femur. Pasien yang sangat muda (berusia < 40 tahun) dimana enggan
dilakukan penggantian sendi hip dapat diterapi dengan realignment osteotomy dengan atau tanpa
bone graft pada segmen nekrotik. Barangkali memerlukan penggantian sendi pada stage lanjut.
Pada pasien yang lebih tua pilihannya hampir selalu dengan penggantian sendi parsial atau total.
lambat atau tidak sama sekali. Yang diperlukan adalah terapi simtomatik dan menenangkan pasien,
tetapi lebih bijak untuk mengobservasi pasien selama beberapa tahun mengantisipasi jika ada
perubahan.
Lesi grade II (lesi yang menempati hingga separuh head femur dan antara satu dan dua
pertiga dari permukaan penahan beban) besar kemungkinannya berkembang. Jika terlihat sebelum
adanya distorsi head femur, dapat dilakukan bedah konservatif (core decompression atau
dekompresi dan bone graft head femur). Membuang bagian tengah (coring) head femur dikenalkan
oleh Ficat (1985) yang berarti mengurangi tekanan intraosseous pada pasien osteonekrosis non-
traumatik awal. Tekanan intraosseous diukur, dan jika meningkat dilakukan pembuangan 7mm
tulang dengan mengebor neck femur dengan fluporoscopy. Sulit untuk menentukan berapa yang
berespon dengan baik, tetapi tindakan ini memberikan perbaikan gejala pada 30-50% pasien.
Alternative lain adalah realignment osteotomy pada pasien muda dan penggantian sendi parsial
Lesi grade III (lesi yang menempati bagian besar head femur dan lebih dari duapertiga
permukaan penahan beban) memiliki prognosis yang buruk. Dekompresi sepertinya tidak
memberikan efek yang panjang. Untuk pasien usia muda realignment osteotomy adalah pilihan
terapinya. X-ray dan CT akan menunjukkan lokasi segmen nekrotik yang tepat dan angulasi
osteotomy dapat direncanakan sehingga segmen nekrotik dapat digeser menjauh dari jalur penahan
beban maksimal. Flexi osteotomy diperlukan pada kebanyakan kasus. Yang lebih radikal,
osteotomy rotasional transtrochanteric Sugioka (Sugioka dan Mohtai, 1998) sulit dikerjakan dan
hasilnya kebanyakan tidak lebih baik dibandingkan dengan osteotomy konvensional. Pasien tua
dengan gejala yang mengganggu akan lebih baik dilakukan penggantian sendi parsial atau total.
Tahap lanjut. Pasien dengan osteonekrosis lanjut dan kolaps tulang (Ficat stage 3 atau 4)
memerlukan pembedahan rekonstruksi : osteotomy dengan atau tanpa graft tulang, atau
penggantian sendi. Meskipun terbatas, masih ada tempatnya untuk arthrodesis pada pasien muda
yang dapat menerima keterbatasan dari kekakuan sendi hip untuk menghilangkan nyeri (Solomon,
1998).