Anda di halaman 1dari 10

I.

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sifat organoleptik minyak dan lemak (warna dan aroma) berbeda
tergantung pada sumbernya. Zat warna pada lemak akan mempengaruhi
warna makanan yang dicampur atau diolah oleh lemak tersebut. Aroma
minyak selain terjadi secara alami juga terjadi karena pembentukan asam-
asam yang berantai C sangat pendek sebagai hasil penguraian pada
kerusakan minyak atau lemak. Selain hal tersebut aroma juga dihasilkan
oleh senyawa non methyl keton (deMann, 2001).
Sifat fisik minyak penting diketahui untuk mengetahui jenis minyak dan
untuk mengetahui adanya pemalsuan atau kerusakan pada minyak atau
lemak. Warna minyak yang ada ditimbulkan oleh pigmen atau komponen
tertentu baik yang terdapat secara alamiah maupun sengaja ditambahkan
pada saat proses pembuatan minyak atau lemak.
Minyak berfungsi sebagai media penghantar panas dalam pengolahan
bahan pangan yaitu seperti pada minyak goreng, mentega dan margarin.
Pengaruh suhu terhadap kualitas minyak kelapa sawit yang diketahui salah-
satunya melalui nilai indeks biasnya. Pengukuran indeks bias secara luas
dapat digunakan untuk mengetahui kualitas dan kemurnian suatu cairan,
Sutiah et. al. (2008) menggunakan metode pembiasan pada prisma untuk
menentukan indeks bias pada minyak goreng dengan variasi pemakaian
minyak secara berulang. Prisma dan refraktometer yang digunakan dalam
penelitian tersebut cukup sulit didapatkan dan harganya mahal.
Pengukuran indeks bias berguna untuk menguji kemurnian minyak atau
lemak. Semakin panjang rantai C, semakin banyak ikatan rangkap, dan
semakin tinggi suhu berbanding lurus dengan besarnya indeks bias.
Pengukuran indeks bias minyak dilakukan pada suhu 25 0C dan lemak pada
suhu 40 0C. Alat yang digunakan untuk mengukur indeks bias ini dinamakan
refraktometer (Ketaren, 2012).
1.2. Tujuan
Tujuan dilakukannya praktikum sifat fisik dan sifat organoleptik lemak
dan minyak ini adalah:
1. Mengetahui sifat fisik lemak dan minyak
2. Mengetahui sifat organoleptik lemak dan minyak
3. Mengetahui kualitas lemak dan minyak berdasarkan sifat fisik dan sifat
organoleptiknya
II. TINJAUAN PUSTAKA
Lemak dan minyak dalam makanan sebagian besar merupakan
trigliserida yang terdiri dari gliserol dan berbagai asam lemak (Buckle, et
all,1985). Lemak dan minyak (trigliserida) yang diperoleh dari berbagai
sumber mempunyai sifat fisiko-kimia yang berbeda satu sama lain, karena
perbedaan jumlah dan jenis ester yang terdapat di dalamnya. Asam-asam
lemak yang berantai pendek (4-10 atom C) akan lebih mudah larut dalam
air dibandingkan dengan asam lemak rantai panjang (≥16 atom C), semakin
panjang rantai asam lemak maka kelarutannya dalam air semakin
berkurang (Ketaren, 1986).
III. METODE
3.1. Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
 Beaker Glass
 Cawan alumunium
 Kuvet
 Kromameter
 Picnometer
 Oven
 Desikator
 Cawan
 Neraca
 Hot plate
 Termometer
 Refraktometer
 Sendok
 Spektrofotometer

3.1.2 Bahan
 Aquades
 Alkohol
 Sampel

3.2. Prosedur
A. Uji Warna
1. Disiapkan sampel minyak 20 mL.
2. Sampel minyak diukur dengan kromameter.
B. Kejernihan Minyak
1. Penempatan aquades ke dalam kuvet
2. Pengaturan transmisi 100%
3. Penempatan sampel minyak ke dalam kuvet
4. Pembacaan % transmisi dan absorbansi pada spektrofotometer
C. Titik Kekeruhan
1. Sampel 1 gr dimasukkan ke beaker glass.
2. Ditambahkan alkohol lalu ditambahkan alkohol.
3. Dipanaskan.
4. Didinginkan hingga menghablur/mengkristal.
5. Kristal halus yang sudah terbentuk diukur suhu dan turbidity point
nya.
D. Bobot Jenis
1. Picnometer dibersihkan dan dikeringkan menggunakan oven
2. Picnometer dimasukkan kedalam desikator selama 15 menit.
3. Picnometer dicatat volumenya
4. Masukkan sampel kedalam picnometer yang sudah ditimbang, lalu
ditimbang kembali.
5. Massa jenis sampel dihitung.
E. Indeks Bias
1. Pembersihan refraktometer ABBE
2. Penetesan minyak pada prisma
3. Pembacaan spesivitas dan 0Brix minyak
F. Titik Asap, Titik Nyala, dan Titik Api
1. Sampel disaring ke dalam beaker glass.
2. Sampel dipanaskan sehingga mencapai titik asap, titik nyala, dan titik
api.
G. Kadar Air
1. Cawan konstan dimasukkan sampel minyak sebanyak 2 gr
2. Pengeringan oven selama 3 jam pada suhu 105°C
3. Dimasukkan desikator.
4. Penimbangan hingga kehilangan berat <0,01%

IV. HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN


4.1.1. Sifat Fisik Minyak
Sampel minyak yang digunakan, yaitu minyak bimoli, soya oil,
olive oil, minyak jagung, dan minyak curah. Prosedur dilakukan dengan
mengamati kejernihan, turbidity point, oBrix , indeks bias, densitas, titik
asap, warna, kadar air dari sampel yang sudah disediakan dalam wadah.
Sifat dari berbagai sampel minyak berbeda-beda karena senyawa–
senyawa yang di kandung setiap minyak berbeda-beda. Adapun hasil
pengamatan sifat organoleptik dari lemak minyak adalah sebagai
berikut:
Tabel 1. Hasil Pengamatan Sifat Fisik dan Organoleptik Minyak
o
Sampel Kejernihan Turbid Brix Indeks Densitas Titik Asap Warna Kadar Air
(Spektrofotometer) ity Bias (g/cm3) (oC)
1 2 Point
Minyak Curah 42,0 % 37,4% 36oC 69.75 1.465 0.9194 333 Kuning + -0,4313
Minyak 97,6% 97,1% 32oC 69 1.464 0.896 246.9 Kuning+ 0,6833
Bimoli
Minyak Zaitun 79,2% 82,4% 30°C 71 1,468 0.9228 295.6 Kuning + -0,1287
Oliv 101,3% 109,8% 30oC 71 1.467 0.9044 275.9 -0,0049
Minyak 105,4% 108,7% 30oC 73,2 1,473 0,9285 319 Kuning ++ -0,0942
Jagung
Soya Oil 85,8% 87,0% 27oC 72.9 1.473 0.9136 295.6 Kuning + 28,7423
(Dokumentasi Pribadi, 2019)
Berdasarkan pengamatan warna, minyak pada umumnya adalah
berwarna kuning. Warna kuning tidak mempengaruhi sifat lain dari minyak
karena warna kuning tersebut merupakan zat pigmen alami yang dimiliki
oleh masing-masing bahan. Warna kuning atau orange timbul karena ada
karoten yang larut dan warna hijau ditimbulkan karna ada komponen
klorofil. Warna minyak yang menyimpang (misalnya menjadi gelap, keruh
atau coklat) disebabkan sifat fisik lemak atau minyak ditentukan juga oleh
susunan jenis asam lemak yang terdapat pada minyak atau lemak. Minyak
goreng curah banyak mengandung asam lemak, (asam lemak jenuh: miristat
1-5%, palmitat 5-15%, stearat 5-10%; asam lemak tak jenuh: oleat 70-80%,
linoleat 3-11%, palmitoleat 0,8-1,4%), dan proses pengolahannya hanya satu
kalipenyaringan pada bagian refiner, selanjutnya dikirim ke penimbunan
(bulking) untuk diekspor atau dijual kepasar tradisional dan banyak
dikomsumsi masyarakat karena harganya relatif murah, dan sebahagian lagi
diolah menjadi minyak goreng kemasan. Minyak nabati yang berasal dari
biji-bijian seperti minyak kedelai dan minyak jagung. Kandungan minyak
jagung sekitar 3,1 –5,7 % dari berat biji jagung dan digolongkan ke dalam
benih jagung (corn germ). Ketersediaan benih jagung untuk memperoleh
minyaknya tergantung pada jumlah jagung yang diproses oleh industri
penggilingan jagung. Benih jagung mengadung sekitar 50 % minyak,
diperoleh dengan proses penggilingan basah. Benih jagung mengandung 10
– 24 % minyak, diperoleh dengan penggilingan kering (O’Brien, 2009).
Minyak kedelai awalnya berwarna putih lalu mengalami proses penguningan
pada proses pengolahan.
Derajat brix minyak goreng dari yang paling besar adalah minyak
jagung> soya oil>minyak zaitun> minyak curah> minyak bimoli. Besarnya
derajat brix sebanding dengan nilai indeks bias. Minyak zaitun dengan 2
merek berbeda memiliki indeks bias yang hampir sama, minyak jagung dan
kedelai memiliki indeks bias sama persis, minyak curah dan bimoli juga
memiliki indeks bias hampir sama. Menurut Ketaren (2012), semakin
panjang rantai karbon dan semakin banyak ikatan rangkap, indeks bias
bertambah besar. Indeks bias juga dipengaruhi beberapa faktor, seperti kadar
asam lemak bebas, proses oksidasi dan suhu. Nilai indeks bias suatu jenis
minyak dipengaruhi oleh suhu. Pada suhu yang lebih tinggi indeks bias
semakin rendah.
Berdasarkan indeks biasnya minyak yang bagus adalah minyak yang
memiliki indeks bias yang tinggi yaitu minyak zaitun. Menurut Ketaren
(2012), nilai indeks bias pada beberapa minyak nabati seperti minyak jagung
adalah 1,4657-1,4659, minyak kedelai 1,471-1,475, dan nilai indeks bias
minyak kelapa sawit 46-49. Pada suhu yang lebih tinggi indeks bias semakin
rendah. Indeks bias minyak goreng pada suhu 40°C mempunyai nilai
1,4565-1,4585 (Paramitha, 2012), sedangkan menurut O’Brien (2009) rata-
rata nilai indeks bias yang dimiliki minyak nabati antara 1.470-1.474 dalam
250F.
Tingkat kejernihan pada suatu minyak berkaitan dengan bagaimana
proses pembuatan minyak tersebut dibuat dan senyawa yang terkandung
pada bahan. Tingkat kejernihan minyak melibatkan proses pengendapan dan
penyaringan (filtrasi). Hal tersebut dilakukan pada pembuatan minyak kelapa
sawit kemasan yang bertujuan untuk menghilangkan zat- zat pengotor pada
minyak sehingga minyak yang dihasilkan menjadi jernih. Sedangkan minyak
goreng curah hanya mengalami satu kali penyaringan sehingga fraksi stearin
dan olein padatan yang terkandung masih banyak, dan minyak bekas
mengandung paling banyak zat pengotor dan zat padatan sehingga warnanya
berubah menjadi cokelat dan tidak layak lagi untuk digunakan. Minyak
jagung memiliki tingkat kejernihan yang paling tinggi dengan jernih+++++,
selanjutnya minyak zaitun, minyak kedelai, minyak bimoli, dan minyak
curah. Nilai transmisi yang paling tinggi adalah minyak jagung yaitu 105,4%
menunjukkan bahwa minyak tersebut sangat jernih, namun seharusnya nilai
transmittan tidak boleh lebih dari 100. Mungkin saja hal ini terjadi karena
kurang hati-hati saat menggunakan spektofotometer, kuvet bagian bening
tersentuh jari atau benda lain yang meninggalkan bekas. Hal ini juga dapat
disebabkan karena aquades yang dipakai sebagai standar kualitasnya kurang
baik dan terdapat zat pengotor yang tidak kasat mata sehingga saat pengujian
minyak melebihi nilai transmitter air, Kejernihan pada minyak ditunjukkan
oleh % T (transmittance). Semakin tinggi nilai T maka minyak tersebut
semakin jernih karena semakin banyak cahaya yang dapat diteruskan olah
minyak tersebut (Ketaren, 2012). Air memiliki presentasi transmitter 100%.
Air menjadi pembanding kontrol semakin presentasi transmitter minyak
mendekati 100%, maka minyak semakin jernih.
Tingkat kekentalan minyak yang dari yang paling kental adalah
minyak zaitun> minyak curah> minyak jagung> minyak sawit>
minyak canola. Viskositas lemak dan minyak akan bertambah
dengan bertambahnya panjang rantai karbon (deMann, 1997), selain
itu berat jenis lemak lebih rendah daripada air, oleh karena itu air
dan lemak tidak dapat bercampur sehingga lemak akan berada di
atas dan air berada dibawah. Semakin banyak mengandung asam
lemak rantai pendek dan ikatan tidak jenuh, maka konsistensi lemak
akan semakin cair. Sebaliknya semakin banyak mengandung asam
lemak jenuh dan rantai panjang maka konsistensi lemak akan
semakin padat (Almatsier, 2002).

4.2.Kadar Air
4.2.1.
V. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet, dan Wootton. 1985. Ilmu Pangan.


Penerjemah: Hari Purnomo dan Adiono. Universitas Indonesia (UI-
Press), Jakarta.
deMann, J.M. 2001. Kimia Makanan, Bandung : Penerbit ITB.
Ketaren, S. 2012. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Penerbit
Universitas Indonesia, Jakarta.
O’Brien , Ri h r 2009. Fats and Oils Third Edition. USA : CRC Press Taylor &
Francis Group.
Paramitha, A. R. A. 2012. Studi Kualitas Minyak Makanan Goreng pada
Penggunaan Minyak Goreng Berulang.Skripsi. Makassar: Universitas
Hasanuddin
Sutiah, Firdausi, K. S. & Budi, W. S. 2008. Studi Kualitas Minyak Goreng
dengan Parameter Viskositas dan Indeks Bias. Bekala Fisika, Vol. 11
(2): 53-58

Anda mungkin juga menyukai