LATAR BELAKANG
Dalam berinvestasi saham, hendaknya investor melakukan analisis terhadap saham yang akan
dibeli melalui analisis fundamental dan analisis teknikal. Analisis fundamental memiliki fungsi
untuk mengetahui secara spesifik kinerja dari suatu emiten baik dari kinerja keuangan sampai,
kinerja operasional, lini bisnis, sampai tata kelola emiten. Selain itu, analisis teknikal digunakan
sebagai alat analisis untuk mengetahui arah trend suatu saham dan menentukan kapan waktu
yang tepat untuk membeli atau menjual saham tersebut.
Dalam berinvestasi saham dikenal istilah portofolio, yakni kumpulan dari beberapa aset yang
terdiversivikasi untuk tujuan memilimalisir resiko yang dapat dirasakan oleh investor. Ada istilah
dari salah satu tokoh dunia yaitu Warrent Buffet yang menyatakan “Jangan menaruh telur dalam
satu keranjang”, artinya dalam berinvestasi seorang investor hendaknya melakukan diversivikasi.
Selain itu, dibutuhkan juga money management untuk menentukan komposisi dan proporsi
saham yang akan dibeli oleh investor yang juga berfungsi untuk meminimalisir risiko dan
memaksimalkan return saham. Berikut merupakan portofolio saham yang akan kami analisis :
Dalam portofolio tersebut, kami menggunakan modal awal sebesar Rp. 100.000. Dari dana
tersebut, kami alokasikan kedalam dua saham yaitu PT. Waskita Beton Precast(WSBP) dan
PT.Bank Rakyat Indonesia Syariah (BRIS) dengan komposisi 50% dan 50%. Kami melakukan
entry price pada saham WSBP pada tanggal 25 April 2019 di harga Rp 442 sebanyak 1 lot dan
sehingga diperoleh average price Rp 442 Sedangkan pada saham BRIS kami melakukan
pembelian pada tanggal 24 April 2019 di harga Rp 540 sebanyak 1 lot dan melakukan
pembelian kembali Sehingga diperoleh average price Rp 540 Pada tanggal 18 Juni 2019 kondisi
dari portofolio diketahui bahwa pada saham BRIS mengalami penurunan ke harga Rp 500
sehingga terjadi potensial loss (rugi) sebesar (-7,407%) dan pada saham WSBP juga mengalami
penurunan ke harga Rp 394 sehingga terjadi potensial loss (rugi) sebesar (-10,860%). Hal
tersebut terjadi karena adanya dampak dari berbagai faktor seperti ketidakpastian global dan
memanasnya kondisi politik dalam negeri serta gejolak dari berbagai indikator perekonomian
domestik dan kondisi industri.
Pertumbuhan ekonomi
Dari tahun 2015 – 2018 tercatat bahwa nilai tukar rupiah mengalami tren pelemahan
terhadap dollar. Hal ini menjadi sentimen negatif bagi emiten di sektor infrastruktur karena
memiliki beban hutang luar negeri yang cenderung besar. Lain halnya pada sektor perbankkan
pelemahan nilai tukar dapat memberikan sentimen positif jika perusahaan dapat mengoptimalkan
nilai ekspor.
Tahun 2018 merupakan tahun yang cukup berat dalam investasi saham karena Indeks
Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami koreksi yang cukup besar. Di tahun 2018 IHSG
turun dari posisi tertingginya di 6680 ke titik terendahnya di 5640 yang artinya terkoreksi sebesar
-15,5%. Perang dagang antara Amerika Serikat dan Cina, pelemahan nilai tukar Rupiah dan
krisis ekonomi pada negara-negara berkembang menjadi penyebab katalis negatifnya. Namun
sebenarnya penurunan IHSG di tahun 2018 merupakan sebuah peluang karena hal tersebut tidak
berkaitan dengan fundamental perekonomian Indonesia. Di tahun 2018 ekonomi Indonesia
diproyeksi tumbuh sehat sebesar 5,15% dan laju inflasi juga terkendali di angka 3,1% sehingga
penurunan IHSG bukan merupakan faktor yang didasari oleh internal melainkan eksternal yang
tidak berdampak signifikan pada perekonomian Indonesia. Berikut ini adalah ulasan mengenai
proyeksi ekonomi Indonesia di tahun 2019:
1. Analisis Fundamental
Faktor mikro ekonomi adalah faktor-faktor ekonomi yang berkaitan dengan kondisi
internal perusahaan dan mempengaruhi naik turunnya kinerja perusahaan. Baik
buruknya kinerja perusahaan terlihat dari laporan keuangan perusahaan yang
bersangkutan dan tercermin dalam rasio-rasio keuangan yang rutin diterbitkan. Pada
umumnya, perusahaan yang go public diwajibkan oleh peraturan yang dikeluarkan
Bapepam untuk Jurnal Administrasi Bisnis (JAB) | Vol. 6 No. 2 Desember 2013 |
administrasibisnis.studentjournal.ub.ac.id 3 menerbitkan laporan keuangan triwulan,
tengah tahunan, dan tahunan baik yang sudah diaudit maupun yang belum diaudit.
Rasio keuangan yang ditelti:
2.2.1 Current Ratio (CR)
Current Ratio (CR) merupakan salah satu dari pengukuran rasio likuiditas. Tingkat
Current ratio dapat ditentukan dengan jalan membandingkan antara aktiva lancer
dengan kewajiban lancar. Menurut Syamsudin (2009 :43) secara matematis
perhitungan CR sebagai berikut: Current Ratio yang tinggi dapat disebabkan adanya
piutang yang tidak tertagih dan persediaan yang belum terjual, yang tentunya tidak
dapat digunakan secara cepat untuk membayar hutang. Semakin baik current ratio nya
maka akan semakin likuid perusahaan tersebut, sehingga dapat meningkatkan minat
masyarakat untuk berinvestasi pada perusahaan tersebut. Hal ini akan berdampak
positif pada harga saham. Jadi, Current Ratio (CR) diperkirakan berpengaruh positif
terhadap harga saham, artinya ketika CR mengalami kenaikan, diikuti dengan
kenaikan harga saham.
2.2.2 Debt Equity Ratio (DER)
Debt to equity Ratio (DER) merupakan perbandingan antara total hutang dengan total
ekuitas dalam pendanaan perusahaan yang menunjukkan kemampuan modal sendiri
perusahaan tersebut untuk memenuhi seluruh kewajibannya. Menurut syamsudin
(2009:71) rumus perhitungan DER adalah sebagai berikut: Tingkat DER mempunyai
hubungan terbalik dengan harga saham suatu perusahaan, artinya semakin tinggi nilai
DER maka kemungkinan tingkat harga saham semakin rendah pula. Sedangkan
semakin rendah nilai DER maka kemungkinan tingkat harga saham akan semakin
tinggi dan perusahaan akan mendapatkan kepercayaan dari investor. Dengan
demikian tingkat DER berpengaruh negatif terhadap harga saham.
2.2.3 Inventory Turnover (ITO)
Inventory Turnover (ITO) merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur
kecepatan perputaran persediaan menjadi kas. Inventory Turnover dihitung dari
pembagian antara harga pokok penjualan dan rata-rata persediaan. Rumus
perhitungan ITO adalah sebagai berikut: Perusahaan yang perputaran persediaannya
makin tinggi berarti makin efisien sehingga tingkat perputaran modal menjadi
semakin cepat, perputaran modal yang cepat memberikan harapan untuk memperoleh
keuntungan perusahaan semakin tinggi. Perusahaan yang mampu memperoleh
keuntungan yang tinggi menunjukkan kinerja perusahaan yang baik dan pada
akhirnya dapat memberikan harapan return sahamnya yang semakin baik.
2.2.4 Return On Equity (ROE)
Return On Equity (ROE) merupakan suatu pengukuran dari penghasilan (income)
yang tersedia bagi pemilik perusahaan atas modal yang mereka investasikan didalam
perusahaan. Menurut Syamsudin (2009:64) secara matematis perhitungan ROE
sebagai berikut: Return on Equity (ROE) merupakan suatu pengukuran dari
penghasilan yang tersedia dari para pemilik (pemegang saham) perusahaan atas
modal yang diinvestasikannya dalam perusahaan. Apabila Return on Equity tinggi,
perusahan akan mempunyai kemampuan untuk membagi deviden yang cukup tinggi
pula. Secara teoritis, ROE memiliki pengaruh positif terhadapat harga saham. Hal ini
didukung oleh Tambunan (2007:146), bahwa semakin tinggi return yang dihasilkan
sebuah perusahaan, akan semakin tinggi pula harga sahamnya. Setiap kenaikan ROE
pastinya akan meningkatkan kepercayaan dari para investor kepada perusahaan.
2.2.5 Price Earning Ratio (PER)
Price Earning Ratio (PER) adalah rasio yang dipergunakan untuk mengukur nilai
pasar yang CR = Aktiva lancar kewajiban lancar DER = Total hutang Total Modal
sendiri ITO = Harga Pokok Penjualan Rata-Rata Persediaan ROE = Laba Bersih
Setelah Pajak Total Modal Sendiri Jurnal Administrasi Bisnis (JAB) | Vol. 6 No. 2
Desember 2013 | administrasibisnis.studentjournal.ub.ac.id 4 mengaitkan harga
saham perusahaan dengan labanya. Rumus perhitungan PER adalah sebagai berikut:
PER merupakan salah satu variabel yang dipertimbangkan oleh para investor dalam
menentukan saham mana yang akan dibeli, karena PER mengindikasikan tentang
prestasi dan prospek suatu perusahaan (Ganto, et al, 2008:88). Pada dasarnya PER
tidak bisa langsung dibayarkan secara tunai kepada investor. Laba akan dikembalikan
dalam bentuk dividen dan peningkatan harga saham dari bagian laba yang ditahan.
Sebagian laba ditahan dan ditambahkan kepada modal sebelumnya dengan harapan
bila modal yang ditanamkan semakin besar, maka semakin besar pula yang akan
dihasilkan. Kenaikan laba juga memicu kenaikan harga saham di pasar. Perusahaan
dengan PER rendah sering memberikan daya tarik tersendiri bagi para investor untuk
membelinya. Tentu saja nilai PER tidak bisa terpisah dari informasi lain.
2. Analisis Teknikal
PROFIL PERUSAHAAN
1.BRIS
Berawal dari akuisisi PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk., terhadap Bank Jasa
Arta pada 19 Desember 2007 dan setelah mendapatkan izin dari Bank Indonesia pada 16 Oktober
2008 melalui suratnya o.10/67/KEP.GBI/DpG/2008, maka pada tanggal 17 November 2008 PT
Bank BRIsyariah Tbk secara resmi beroperasi. Kemudian PT Bank BRIsyariah Tbk merubah
kegiatan usaha yang semula beroperasional secara konvensional, kemudian diubah menjadi
kegiatan perbankan berdasarkan prinsip syariah islam . Dua tahun lebih PT Bank BRIsyariah
Tbk hadir mempersembahkan sebuah bank ritel modern terkemuka dengan layanan finansial
sesuai kebutuhan nasabah dengan jangkauan termudah untuk kehidupan lebih bermakna.
Melayani nasabah dengan pelayanan prima (service excellence) dan menawarkan beragam
produk yang sesuai harapan nasabah dengan prinsip syariah. Kehadiran PT Bank BRIsyariah
Tbk di tengah-tengah industri perbankan nasional dipertegas oleh makna pendar cahaya yang
mengikuti logo perusahaan. Logo ini menggambarkan keinginan dan tuntutan masyarakat
terhadap sebuah bank modern sekelas PT Bank BRIsyariah Tbk yang mampu melayani
masyarakat dalam kehidupan modern. Kombinasi warna yang digunakan merupakan turunan dari
warna biru dan putih sebagai benang merah dengan brand PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero),
Tbk.,
Aktivitas PT Bank BRIsyariah Tbk semakin kokoh setelah pada 19 Desember 2008
ditandatangani akta pemisahan Unit Usaha Syariah PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk.,
untuk melebur ke dalam PT Bank BRIsyariah Tbk (proses spin off) yang berlaku efektif pada
tanggal 1 Januari 2009. Penandatanganan dilakukan oleh Bapak Sofyan Basir selaku Direktur
Utama PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk., dan Bapak Ventje Rahardjo selaku Direktur
Utama PT Bank BRIsyariah Tbk. Saat ini PT Bank BRIsyariah Tbk menjadi bank syariah ketiga
terbesar berdasarkan aset. PT Bank BRIsyariah Tbk tumbuh dengan pesat baik dari sisi aset,
jumlah pembiayaan dan perolehan dana pihak ketiga. Dengan berfokus pada segmen menengah
bawah, PT Bank BRIsyariah Tbk menargetkan menjadi bank ritel modern terkemuka dengan
berbagai ragam produk dan layanan perbankan. Sesuai dengan visinya, saat ini PT Bank
BRIsyariah Tbk merintis sinergi dengan PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk., dengan
memanfaatkan jaringan kerja PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero), Tbk., sebagai Kantor
Layanan Syariah dalam mengembangkan bisnis yang berfokus kepada kegiatan penghimpunan
dana masyarakat dan kegiatan konsumer berdasarkan prinsip Syariah.
Profil Perusahaan
Sektor :Keuangan
Sub-Sektor :Bank
Papan :Utama
Pemegang saham diatas 5% :PT Bank Rakyat Indonesia (persero) Tbk (72.99999%)
Yayasan Kesejahteraan Pekerja BRI (9.96479%)
Masyarakat (17.03522%)
Anak Perusahaan :-
Meskipun pangsa pasar dari perbankan syariah hanya bertengger diantara 5,84% sampai
6,33% di tahun 2018 dan tingkat literasi masyarakat mengenai perbankan syariah di bawah 10%,
perbankan syariah memeiliki masa depan yang baik untuk tumbuh lebih besar. Angka yang kecil
bukan berati perbankan syariah ini terkucilkan dari jangkauan masyarakat terlebih Bank
Indonesia meprediksi pangsa pasar perbankan syariah akan tumbuh mencapai angka 20% pada
tahun 2023 dan pengembangan ekonomi syariah di Indonesia, tidak hanya sempit dalam lingkup
perbankan, di luar lingkup perbankan terdapat penerbitan sukuk dan instrumen investasi syariah
yang lainnya. Dengan demikian pada tahun 2018 merupakan momen yang penting bagi
perbankan syariah untuk semakin menggelora karena dengan penggenjotan proyek infrastruktur
di Indonesia, menjadikan kunci pertumbuhan perbankan syariah melalui pembiayayan proyek
infrastruktur dengan instrumen sukuk. Hal tersebut tercerminkan dari proporsi aset bank syariah
yang terdiri dari 30% pembiayaan proyek infrastruktur, 30% pembiayaan rumah, dan 40% untuk
pembiayaan UKM dan Mikro. Selain itu BI juga akan menerbitkan instrumen Sukuk Bank
Indonesia yang bisa menjadi alternatif pembiayaan di pasar uang syariah.
Selain itu perkembangan tekfin di Indonesia yang pertumbuhannya selalu dobel digit
setiap tahunnya mulai merambah memasuki perbankan atau keuangan syariah yang hingga kini
sebagian besar belum memanfaatkan digitalisasi dengan optimal. Hal tersebut ditujukan melalui
perhatian OJK yang dalam waktu dekan akan merumuskan payung hukum mengenai tekfin
syariah meskipun sepertinya tekfin syariah ini hanya terbatas pada peer to peer lending tetapi
digitalisasi perbankan syariah menandai keseriusan sektor yang baru di Indonesia ini untuk hadir
disisi masyarakat Indonesia.
Deskripsi-deskripsi diatas dapat menjadikan ruang bagi BRI Syariah untuk terus tumbuh
dan menciptakan nilai yang menguntungkan bagi pemangku kepentingan sehingga harga saham
yang BRI Syariah akan makin terapresiasi dengan diikuti oleh bangkitnya perbankan dan
keuangan syariah di Indonesia.
PER (Price Earning Ratio) atau rasio harga saham dibanding laba perusahaan
PBV (Price to Book Value Ratio) atau rasio harga saham dibanding nilai akunting
perusahaan
DER (Debt Equity Ratio) atau rasio utang perusahaan dibanding modalnya
Analisis Fundamental:
1. EPS
Rasio ini sangat penting untuk diperhatikan karena memberikan informasi tentang laba
bersih yang diperoleh per lembar sahamnya.
Earn Per Share = (Laba bersih – Pajak – Dividen)/ Jumlah saham beredar
Biasanya EPS yang tinggi menunjukan kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan
laba yang besar sehingga mencerminkan kesehatan perusahaan yang baik.
2016: Rp 18
2017: Rp. 10
2018: Rp. 11
EPS ⇑ : Perusahaan memiliki laba yang lebih besar (BAIK)
EPS merupakan rasio yang menunjukkan berapa besar keuntungan (return) yang
diperoleh investor atau pemegang saham per lembar saham. Dilihat dari tahun ke
semenjak IPO pada tanggal 9 Mei 2018 EPS BRIS naik menjadi 11 dan selalu mengalami
kenaikan dari tahun sebelumnya walaupun tidak setinggi pada tahun 2016 namun adanya
peningkatan ini menunjukan kineja BRIS semakin membaik . Hal tersebut
menggambarkan kinerja perusahaan yang bagus karena pertumbuhan laba positif dan
terus mengalami kenaikan.
2. PER
PER merupakan turunan dari EPS. PER menunjukan perbandingan harga saham sekarang
dengan laba bersih perusahaan per lembar sahamnya (EPS)
PER yang rendah sering menarik para value investor untuk membelinya karena PER yang
rendah menunjukan laba yang tinggi bila dibandingkan dengan harga sahamnya. Saham
dengan PER rendah sering diprediksi untuk mengalami kenaikan harga hingga berada di
daerah wajarnya.Sebaliknya, PER yang sudah cukup tinggi menunjukan bahwa harga
suatu saham sudah bisa disebut mahal. Sehingga kurang menarik bagi value investor.
PER ⇑ :Menunjukan Harga Saham sudah tergolong mahal dan kurang cocok untuk
investasi.
PER ⇓ :Menunjukan Harga Saham masih murah dan cocok untuk investasi jangka
panjang.
Perhitungan PER atau P/E Ratio adalah untuk memperkirakan nilai pasar pada suatu
saham. PER dikatakan rendah apabila nilai PER dibawah nilai PER industri. Dilihat dari
perbandingan diatas pada tahun 2016 PER BRIS terbilang rendah.
3. PBV
PBV juga ditujukan untuk menentukan nilai wajar suatu saham. Perbedaan mendasar
dibandingkan dengan PER adalah PBV berfokus pada ekuitas suatu perusahaan
dibandingkan dengan laba bersih yang dihasilkan.Yang perlu diketahui pertama oleh anda
semua adalah arti dari Book Value. Book Value adalah nilai ekuitas per lembar sahamnya.
Biasanya investor membandingkan PBV suatu saham dengan PBV saham sejenis atau
dengan menggunakan suatu acuan tetap, contohnya:
PBV > 1 : Maka harga saham tersebut sudah berada diatas nilai wajarnya (Overvalue)
PBV < 1 : Maka harga saham tersebut berada di bawah harga wajarnya (UnderValue)
Walaupun demikian tidak semua saham yang memiliki PBV < 1 layak disebut dengan
saham yang layak investasi
PBV BRIS:
2018: 1,01x
2019: 1,06x
PBV banyak digunakan untuk mengetahui nilai wajar saham. Saham yang memiliki rasio
PBV yang besar bisa dikatakan memiliki valuasi yang tinggi (overvalue) sedangkan
saham yang memiliki PBV dibawah 1 memiliki valuasi yang rendah alias undervalue.
Dilihat dari ilia PBV BRIS maka saham tersebut tergolong undervalue. Namun dengan
berjalanya waktu perusahaan tersebut akkan memiliki prospek dan kinerja yang bagus
serta brand yang terkenal sehingga membuat harga sahamnya memiliki valuasi yang
premium.
4. ROE
ROE ⇓ : Suatu saham kurang bisa efektif dalam mengelola modal yang ditanamkan oleh
investor sehingga patut dipertanyakan apa adanya masalah di dalam manajemennya.
2016: 6,78%
2017: 3,88%
2018: 2,12%
ROE menunjukkan seberapa banyak keuntungan yang dapat dihasilkan oleh perusahaan
dari setiap satu rupiah yang diinvestasikan oleh para pemegang saham. Dilihat dari ROE
BRIS nilainya terus mengalami penurunan.
5. DER
Melalui rasio ini maka para analisis dapat menentukan batas wajar dari hutang suatu
perusahaan.Hutang yang terlalu besar dapat menjadi resiko bagi suatu perusahaan. Oleh
karena itu, DER menjadi rasio yang penting untuk diperhatikan oleh para investor.
Biasanya para investor menggunakan acuan tetap dalam menilai kesehatan hutang suatu
perusahaan.
DER > 1 : Berarti hutang suatu perusahaan lebih besar daripada ekuitasnya. Hal ini wajib
diwaspadai
DER < 1 : Berarti hutang suatu perusahaan lebih kecil daripada ekuitasnya. Hal ini
menunjukan bahwa jumlah hutang masih dapat ditoleransi.
Namun sebenarnya DER dari setiap sektor perusahaan berbeda-beda. Seperti contohnya
DER dari saham sektor perbankan biasanya lebih besar daripada 1 karena biasanya dana
yang dikelola berasal dari pihak ke-3 dan digolongkan sebagai hutang. Perusahaan yang
memiliki DER yang tinggi juga biasanya kurang aktif dalam membagikan dividen. Hal ini
tentu sangat berpengaruh terhadap keuntungan para investor jangka panjang. Oleh karena
itu ada baiknya memilih perusahaan yang memiliki DER rendah.
INTI:
DER ⇓ : Hutang perusahaan masih di dalam batas wajarnya, sehingga di prediksi tidak
akan ada masalah bagi perusahaan dalam membayar hutangnya.
2018: 654,28%
Rasio DER digunakan untuk melihat seberapa besar hutang perusahaan jika dibandingkan
ekuitas yang dimiliki oleh perusahaan. DER dengan angka dibawah 1.00,
mengindakasikan bahwa perusahaan memiliki hutang yang lebih kecil dari ekuitas yang
dimilikinya. Dilihat dari DER BRIS cukup baik karena DER diatas 1 untuk ukuran bank
adalah wajar karna biasanya bank memilki DER lebih dari satu karena merupakan sumber
dana . Hal tersebut bukan masalah yang besar selama perusahaan mampu membukukan
laba dan pendapatan yang tetap maka utang tersebut dapat tertutupi.
Sektor Infrastruktur yang digenjot, saat ini sektor infrastruktur merupakan primadona
karena banyak aliran dana pemerintah yang kesana. Banyak proyek-proyek besar di masa
depan seperti jalan tol, MRT, LRT dll dan itu semua membutuhkan beton dalam bahan
baku utamanya. Permintaan akan beton akan meningkat seiring bertambahnya proyek-
proyek yang ada. Ini merupakan prospek cerah untuk perusahaan yang memproduksi
beton seperti WSBP.
Tahun 2019 merupakan tahun politik dimana terjadi persaingan sengit emiten konstruksi.
Manajemen perusahaan:
Manajemen memiliki saham WSBP, artinya adanya keyakinan yang tinggi terhadap
perusahaan. Mereka juga cenderung mempunyai tanggung jawab yang lebih dan berusaha
semaksimal mungkin memajukan perusahaan karena mereka memiliki saham
perusahaannya.
Waskita Karya (WSKT) sebagai induk perusahaan WSBP juga mencatatkan kinerja yang
cemerlang, dari tahun ke tahun juga WSKT mencetak kinerja yang bagus. Yang pasti
ketika induk perusahaan berkinerja bagus maka itu adalah hal yang positif karena induk
perusahaan tidak perlu ikut mencampuri urusan anak perusahaannya yang bisa
mengakibatkan kinerja anak perusahaannya juga terganggu.
Kinerja WSBP terus meningkat yaitu dengan memperoleh kontrak baru diluar kontrak
induk usaha
Mengembangkan pasar eksternal dengan melalkukan inovasi produk yang berbeda
dengan perusahaan lain, antara lain: rumah precast, tiang listrik beton, dan bantalan
kereta api
Analisis Fundamental:
6. EPS
2016: Rp. 2,41
2017: Rp. 37,95
2018: Rp. 42
EPS merupakan rasio yang menunjukkan berapa besar keuntungan (return) yang
diperoleh investor atau pemegang saham per lembar saham. Dilihat dari tahun ke tahun
EPS WSBP selalu mengalami kenaikan. Hal tersebut menggambarkan kinerja perusahaan
yang bagus karena pertumbuhan laba positif dan terus mengalami kenaikan.
7. PER
PER Perusahaan PER Industri
Perhitungan PER atau P/E Ratio adalah untuk memperkirakan nilai pasar pada suatu
saham. PER dikatakan rendah apabila nilai PER dibawah nilai PER industri. Dilihat dari
perbandingan diatas pada tahun 2016 PER WSBP terbilang tinggi karena berada diatas
PER Industri, akan tetapi di tahun 2017 PER WSBP terbilang rendah karena berada
dibawah industri.
8. PBV
2016: 2,04x
2017: 1,47x
2018: 1,33x
PBV banyak digunakan untuk mengetahui nilai wajar saham. Saham yang memiliki rasio
PBV yang besar bisa dikatakan memiliki valuasi yang tinggi (overvalue) sedangkan
saham yang memiliki PBV dibawah 1 memiliki valuasi yang rendah alias undervalue.
Dilihat dari ilia PBV WSBP maka saham tersebut tergolong memiliki valuasi yang tinggi.
Perusahaan tersebut memiliki prospek dan kinerja yang bagus serta brand yang terkenal
sehingga membuat harga sahamnya memiliki valuasi yang premium.
9. ROE
2016: 8,57%
2017: 13,67%
2018: 13,99%
ROE menunjukkan seberapa banyak keuntungan yang dapat dihasilkan oleh perusahaan
dari setiap satu rupiah yang diinvestasikan oleh para pemegang saham. Dilihat dari ROE
WSBP nilainya terus mengalami kenaikan mengindikasikan adanya kemampuan
perusahaan untuk mempertahankan dan meningkatkan tren pendapatan yang positif.
10. DER
2016: 0,85x
2017: 1,04x
2018: 0,93x
Rasio DER digunakan untuk melihat seberapa besar hutang perusahaan jika dibandingkan
ekuitas yang dimiliki oleh perusahaan. DER dengan angka dibawah 1.00,
mengindakasikan bahwa perusahaan memiliki hutang yang lebih kecil dari ekuitas yang
dimilikinya. Dilihat dari DER WSBP cukup baik karena dibawah 1.00, kecuali di tahun
2017, DER diatas 1. Hal tersebut bukan masalah yang besar selama perusahaan mampu
membukukan laba dan pendapatan yang tetap maka utang tersebut dapat tertutupi.