Anda di halaman 1dari 1

Terkadang kita jumpai sebagian orang yang terlalu bermudah-mudah dalam melarang dan

mengharamkan sesuatu. Demikian pula sebaliknya, juga kita jumpai sebagian lain hidup
dalam permissivisme (ibāhiyyah) yang membolehkan dan menghalalkan segala sesuatu.
Celakanya adalah apabila masing-masing dari kedua golongan tersebut memutuskan tanpa
ilmu. Menghalalkan yang haram merupakan tindak kelancangan terhadap hukum Allah,
sebagaimana halnya mengharamkan yang halal pun demikian. Allah berfirman:
َ‫ظ ُّن الَّذِّين‬
َ ‫ َو َما‬، َ‫ّللا ت َ ْفت َُرون‬ ‫ق فَ َج َع ْلتُم ِّهم ْنهُ َح َراما ً َو َحالَالً قُ ْل ه‬
ِّ ‫آّللُ أَذِّنَ لَ ُك ْم أَ ْم َعلَى ه‬ ٍ ‫ّللاُ لَ ُكم ِّهمن ِّ هر ْز‬‫قُ ْل أ َ َرأَ ْيتُم َّما أَنزَ لَ ه‬
َ
َ‫اس َولَـ ِّك َّن أ ْكث َ َر ُه ْم الَ يَ ْش ُك ُرون‬
ِّ َّ‫ض ٍل َعلَى الن‬ْ َ‫ّللاَ لَذُو ف‬ ْ َ ‫ّللاِّ ْال َكذ‬
‫ِّب يَ ْو َم ال ِّق َيا َم ِّة ِّإ َّن ه‬ ‫يَ ْفت َُرونَ َعلَى ه‬
“Katakanlah: ‘Terangkanlah kepadaku tentang rizki yang diturunkan Allah kepadamu, lalu
kamu jadikan sebagiannya haram dan (sebagiannya) halal.’ Katakanlah: ‘Apakah Allah
telah memberikan izin kepadamu (tentang ini) atau kamu mengada-adakan (kedustaan)
terhadap Allah?’ Apakah dugaan orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap
Allah pada hari kiamat? Sesungguhnya Allah benar-benar mempunyai karunia (yang
dilimpahkan) atas manusia, tetapi kebanyakan mereka tidak bersyukur.” (QS. Yūnus : 59-
60)
Tiada yang berhak menghalalkan dan mengharamkan selain Allah Subhanahu wata’ala.
Tidak ada seorang pun yang boleh menghalalkan kecuali yang telah dihalalkan oleh Allah
dan tidak mengharamkan kecuali yang diharamkan oleh Allah Subhanahu wata’ala.
Allah Subhanahu wata’ala berfirman,
َ ‫ّللاِّ ْال َكذ‬
َ‫ِّب الَ يُ ْف ِّلحُون‬ َ ‫ّللاِّ ْال َكذ‬
‫ِّب إِّ َّن الَّذِّينَ يَ ْفت َُرونَ َعلَى ه‬ َ ‫ف أ َ ْل ِّسنَت ُ ُك ُم ْال َكذ‬
‫ِّب هَـذَا َحالَ ٌل َوهَـذَا َح َرا ٌم ِّلهت َ ْفت َُرواْ َعلَى ه‬ ِّ ‫تَقُولُواْ ِّل َما ت‬
ُ ‫َص‬
“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara
dusta, ‘Ini halal dan ini haram,’ untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah.
Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tidaklah
beruntung.” (QS. An-Nahl : 116)
Pada umumnya, perbuatan menghalalkan yang haram lahir dari mereka yang cenderung
selalu mengikuti nafsu syahwatnya, sedangkan tindakan mengharamkan yang halal muncul
dari orang-orang yang tampak keshalihan pada mereka namun mereka bersikap kaku karena
kecemburuan (ghīrah) mereka yang sangat terhadap agama.
Kedua sikap tersebut tentu bukan merupakan sikap yang benar. Bahkan keduanya termasuk
dalam hal menuruti hawa nafsu. Hanya saja, yang pertama terkait dengan nafsu syahwat,
sedangkan yang kedua terkait dengan nafsu berlebih-lebihan dalam agama. Yang benar
adalah sikap pertengahan, yakni menghalalkan yang halal dan mengharamkan yang haram
serta melapangkan apa yang telah Allah lapangkan bagi manusia. Namun sayangnya,
sungguh sedikit orang yang bersikap demikian.

Anda mungkin juga menyukai