Anda di halaman 1dari 3

REVITALISASI PENGEMBANGAN TOL LAUT DIANGGAP KURANG BERPERAN

DALAM MEWUJUDKAN INDONESIA SEBAGAI POROS MARITIM DUNIA

Arah kebijakan pembangun Indonesia di bawah kepemimpinan Joko Widodo –


Jusuf Kalla tercermin dari Nawacita. Ada sembilan agenda prioritas menjadi landasan
pembangunan Indonesia 2014 – 2019. Salah satu dari sembilan program tersebut adalah
menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa
aman pada seluruh warga negara, melalui politik luar negeri bebas aktif, keamanan
nasional yang terpercaya dan pembangunan pertahanan negara. TriMatra terpadu yang
dilandasi kepentingan nasional dan memperkuat jati diri sebagai negara maritim.

Tampaknya jati diri sebagai negara maritim menjadi perhatian serius


Pemerintahan Jokowi. Agenda besar yang dilontarkan presiden RI tersebut adalah
menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia. Untuk mencapai target tersebut
pemerintah membuat program yang disebut dengan tol laut. Tol laut merupakan bagian
dari poros maritim yang diterapkan pada jalur laut Indonesia yang akan menjadi
penghubung (hub) pelayaran, perdagangan, arus keluar masuk barang dan manusia di
kawasan Asia khususnya ASEAN.

Tidak hanya itu, tol laut juga dapat mengintegrasikan kepulauan-kepulauan


Indonesia, sehingga konektivitas antar pelabuhan besar di Indonesia dapat terhubungan
dengan jadwal kapal barang atau penumpang yang terjadwal. Dengan demikian, biaya
logistik akan turun dengan sendirinya.

Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi besar


menjadi poros maritim dunia. Poros maritim merupakan sebuah gagasan strategis yang
diwujudkan untuk menjamin konektifitas antar pulau, pengembangan industri perkapalan
dan perikanan, perbaikan transportasi laut serta fokus pada keamanan maritim.

Penegakkan kedaulatan wilayah laut NKRI, revitalisasi sektor-sektor ekonomi


kelautan, penguatan dan pengembangan konektivitas maritim, rehabilitasi kerusakan
lingkungan dan konservasi biodiversity, serta peningkatan kualitas dan kuantitas SDM
kelautan, merupakan program-program utama dalam pemerintahan Presiden Jokowi guna
mewujudkan Indonesia sebagai proros maritim dunia.
Untuk menjadi sebuah negara maritim, maka infrastrukur antar pulau dan
sepanjang pantai di setiap pulau merupakan hal yang harus dibangun dan dikembangkan.
Jalan antarpulau ini harus benar-benar dapat direalisasikan untuk mempercepat
transportasi antar pulau di Indonesia.

Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dengan potensi wilayah yang
terdiri dari 17.480 pulau dengan bentangan laut seluas 5,8 juta km² serta garis pantai
sepanjang 95.181 km. Bangsa Indonesia tidak boleh memandang laut sebagai barier untuk
berkomunikasi dan bertransaksi antarpulau. Justru bangsa ini harus meyakini Benua
Maritim Indonesia (BMI) sebagai kesatuan nusantara, dimana laut sebagai wahana
konektifitas wilayah. Oleh karena itu, keterhubungan antarpulau menjadi kunci untuk
mewujudkan negara Indonesia sebagai BMI. Bangsa Indonesia mempunyai catatan
sejarah tentang kejayaan kemaritiman pada beberapa kerajaan masa lalu, misalnya
Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit yang mengembangkan wilayah kepemerintahannya
dengan penguasaan sistem transportasi laut.

Sekarang ini, sebagian besar (di atas 60 persen) masyarakat Indonesia yang hidup
di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil telah akrab dengan budaya bahari dan aktifitas
kemaritiman. Mereka menggantungkan matapencaharian di sektor-sektor kemaritiman,
nelayan dan pembudidaya yang menghabiskan hampir seluruh hidupnya menggeluti
profesi masing menggunakan transportasi laut untuk mengantar-pulaukan hasil-hasil
perikanan. Petani sekalipun menggunakan transportasi laut untuk menganngkut hasil
buminya ke pusat-pusat pemasaran hasil bumi.

Kemauan dan kesungguhan Pemerintah Republik Indonesia menjadikan sektor-


sektor kemaritiman sebagai tumpuan pembangunan ekonomi mengalami pasang-surut di
masa lalu. Tetapi rezim pemerintahan periode 2014-2019 telah menetapkan sektor-sektor
kemaritiman sebagai pilar pembangunan ekonomi. Pemerintahan sekarang, tidak hanya
mengarus-utamakan pembangunan kemaritiman tetapi juga menunjukkan kesungguhan
dan komitmen yang diikuti dengan langkah-langkah strategis dalam merevitalisasi sistem
transportasi laut melalui pengembangan Tol laut untuk mewujudkan Indonesia sebagai
poros maritim dunia.

Tidak hanya itu, Pemerinatahan sekarang telah memilih pendekatan yang cukup
strategis, yaitu mereorientasi pembangunan nasional yang memulai pembangunan dari
wilayah pinggiran dan daerah yang terisolasi, seperti kawasan pulau-pulau kecil.
Pendekatan ini tentu menjadi jawaban atas ketidak-acuan pemerintahan-pemerintahan
masa lalu terhadap wilayah pinggiran dan wilayah terisolasi. Indonesia memiliki 92 pulau
kecil terluar dengan 31 pulau diantaranya berpenghuni sementara 61 pulau lainnya tidak
berpenghuni. Pulau-pulau terluar ini memiliki dimensi sosial-ekonomi dan politik yang
sangat vital. Indonesia pernah kehilangan Pulau Sipadan dan P. Ligitan karena
mengabaikan fungsi-fungsi kepemerintahan di pulau tersebut sehingga negara lain
mengkalim kemudian menjalankan fungsi-fungsi kepemerintahnnya di Pulau tersebut.
Keterhubungan antarapulau, terutama pada wilayah yang pinggiran (remote area) hanya
dapat diwujudkan sistem transportasi yang kuat dan tangguh yang ditunjang oleh
infrastruktur yang berkecukupan.

Pengembangan infrastruktur ini hanya mendukung aktifitas pada jalur utama tol-
laut dan jaringan trayek hingga pada level ‘pengumpul’, tidak menjangkau jaringan trayek
pada level ‘pengumpan’. Pada level jaringan trayek pengumpan ini justru menjadi ruang
minim dengan sarana dan prasarana transportasi laut yang difasilitasi oleh Pemerinatah.
Masyarakat yang hidup di pelosok pulau-pulau kecil se-akan akan dibiarkan untuk bisa
bangkit sendiri dari keterisolasian dan keterbatasan dari mengakses pelayanan publik dan
mengantar-pulaukan komoditas-komoditas andalan mereka.

Keterbatasan dan kekosongan jaringan trayek transportasi laut pada level


‘pengumpan’ tentu masih menyisahkan daerah-daerah terisolasi. Selama ini, jaringan
trayek transportasi laut antarpulau di daeah terisolasi ini diemban oleh armada pelayaran
rakyat. Pengusaha lokal yang memiliki keterbatasan modal terpaksa mengusahakan
armada untuk melayani trayek transport antarpulau di wilayah terisolasi tersebut.
Kapal/perahu dirancang dan dikerjakan sendiri oleh masyarakat secara tradisional.
Walaupun demikian, armada pelayaran rakyat memberikan manfaat yang sangat
signifikan, mengantar-pulaukan komoditas unggulan daerah dan barang-barang kebutuhan
sehari-hari dan mengangkut para abdi negara untuk menjalankan tugas dalam memenuhi
pelayanan publik di pulau-pulau kecil.

Sinthya Nur Rohana G8 K7.


www.unair.ac.id

Anda mungkin juga menyukai