Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia dengan potensi wilayah yang
terdiri dari 17.480 pulau dengan bentangan laut seluas 5,8 juta km² serta garis pantai
sepanjang 95.181 km. Bangsa Indonesia tidak boleh memandang laut sebagai barier untuk
berkomunikasi dan bertransaksi antarpulau. Justru bangsa ini harus meyakini Benua
Maritim Indonesia (BMI) sebagai kesatuan nusantara, dimana laut sebagai wahana
konektifitas wilayah. Oleh karena itu, keterhubungan antarpulau menjadi kunci untuk
mewujudkan negara Indonesia sebagai BMI. Bangsa Indonesia mempunyai catatan
sejarah tentang kejayaan kemaritiman pada beberapa kerajaan masa lalu, misalnya
Kerajaan Sriwijaya dan Majapahit yang mengembangkan wilayah kepemerintahannya
dengan penguasaan sistem transportasi laut.
Sekarang ini, sebagian besar (di atas 60 persen) masyarakat Indonesia yang hidup
di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil telah akrab dengan budaya bahari dan aktifitas
kemaritiman. Mereka menggantungkan matapencaharian di sektor-sektor kemaritiman,
nelayan dan pembudidaya yang menghabiskan hampir seluruh hidupnya menggeluti
profesi masing menggunakan transportasi laut untuk mengantar-pulaukan hasil-hasil
perikanan. Petani sekalipun menggunakan transportasi laut untuk menganngkut hasil
buminya ke pusat-pusat pemasaran hasil bumi.
Tidak hanya itu, Pemerinatahan sekarang telah memilih pendekatan yang cukup
strategis, yaitu mereorientasi pembangunan nasional yang memulai pembangunan dari
wilayah pinggiran dan daerah yang terisolasi, seperti kawasan pulau-pulau kecil.
Pendekatan ini tentu menjadi jawaban atas ketidak-acuan pemerintahan-pemerintahan
masa lalu terhadap wilayah pinggiran dan wilayah terisolasi. Indonesia memiliki 92 pulau
kecil terluar dengan 31 pulau diantaranya berpenghuni sementara 61 pulau lainnya tidak
berpenghuni. Pulau-pulau terluar ini memiliki dimensi sosial-ekonomi dan politik yang
sangat vital. Indonesia pernah kehilangan Pulau Sipadan dan P. Ligitan karena
mengabaikan fungsi-fungsi kepemerintahan di pulau tersebut sehingga negara lain
mengkalim kemudian menjalankan fungsi-fungsi kepemerintahnnya di Pulau tersebut.
Keterhubungan antarapulau, terutama pada wilayah yang pinggiran (remote area) hanya
dapat diwujudkan sistem transportasi yang kuat dan tangguh yang ditunjang oleh
infrastruktur yang berkecukupan.
Pengembangan infrastruktur ini hanya mendukung aktifitas pada jalur utama tol-
laut dan jaringan trayek hingga pada level ‘pengumpul’, tidak menjangkau jaringan trayek
pada level ‘pengumpan’. Pada level jaringan trayek pengumpan ini justru menjadi ruang
minim dengan sarana dan prasarana transportasi laut yang difasilitasi oleh Pemerinatah.
Masyarakat yang hidup di pelosok pulau-pulau kecil se-akan akan dibiarkan untuk bisa
bangkit sendiri dari keterisolasian dan keterbatasan dari mengakses pelayanan publik dan
mengantar-pulaukan komoditas-komoditas andalan mereka.