Anda di halaman 1dari 7

TINJAUAN PUSTAKA

Anatomi dan Fisiologi Cor

Cor terdiri atas (1) endocardium, (2) miokardium, (3) epicardium yang melipat keluar menjadi
pericardium, (4) sistem konduksi khusus yang terdiri atas nodus sinoatriaum (NSA) dan nodus
atrioventrikel (NVA), berkas his, dan serat purkinje. Cor terdidi dari empat ruang, yaitu atrium
dextrum, ventricel dexter, atrium sinistrum, dan ventricel sinister. Antara kedua atrium
dipisahkan oleh septum interatriale, dan antara kedua ventricel dipisahkan oleh septum
interventriculare. Antara atrium dan ventricel terdapat lubang yang ditutupi oleh katup, yaitu
antara atrium dextrum dan ventricel dexter oleh valva tricuspidalis dan valva mitralis membatasi
atrium sinistrum dan ventricel sinister. Ventricel dexter merupakan pangkal dari a. pulmonalis
dengan katupnya valva semilunaris pulmonalis, sedang ventricel sinister pangkal dari aorta
dengan katupnya valva aortae (Budianto, 2005; Chandrasoma, 2006).

Impuls cor (sebagai sistem konduksi) berasal dari NSA yang terletak di dinding posterior atrium
dextrum, disebut juga sebagai ”pace maker”. Impuls kemudian menyebar menuju jalur konduksi
khusus atrium dan ke otot atrium. Impuls kemudian mencapai NVA yang terletak di sebelah
kanan interatrial dalam atrium dextrum. Penghantaran menjadi diperlambat karena tipisnya serat
di daerah ini dan konsentrasi taut selisih yang rendah. Perlambatan ini berguna agar pengisian
ventricel lebih optimal. Kemudian impuls dilanjutkan ke berkas his dan bercabang menjadi
serabut kanan dan kiri. Berkas ini kemudian menjadi serabut purkinje. Serabut kiri berjalan
melalui septum interventriculare dan bercabang menjadi bagian anterior dan posterior.
Penyebaran hantaran melalui serabut purkinje dimulai dari permukaan endocardium, lalu ke
miokardium, kemudian berlanjut ke epicardium. Struktur ini menyebabkan aktivasi segera dan
kontraksi ventricel yang terjadi hampir bersamaan (Linda dan Lilavati, 2009; Price dan Wilson,
2005).

Efisiensi cor sebagai pompa bergantung pada nutrisi dan oksigenasi otot cor melalui sirkulasi
koroner. A. coronaria merupakan percabangan pertama dari aorta. A. coronaria bercabang
menjadi a. coronaria dextra dan a. coronaria sinistra. A. coronaria dextra mempercabangkan r.
nodi sinoatrialis, r. coni arteriosi, r. artrialis, r. marginalis dextra, dan r. interventricularis
posterior. Sedangkan a. coronaria sinistra memparcabangkan r sircumflexus (rr marginalis, rr
arterialis, r interventricularis septalis, r atrioventricularis) dan r interventricularis anterior (r
interventricularis septalis, r lateralis) (Linda dan Lilavati, 2009).

Etiologi Penyakit Jantung Koroner

Penyakit jantung koroner dapat disebabkan oleh beberapa hal :

1. penyempitan (stenosis) dan penciutan (spasme) a coronaria, akan tetapi penyempitan


bertahap akan memungkinkan berkembangnya kolateral yang cukup sebagai pengganti.
2. aterosklerosis, menyebabkan sekitar 98% kasus PJK.
3. penyempitan a coronaria pada sifilis, aortitis takayasu, berbagai jenis arteritis yang
mengenai a coronaria, dll. (Chandrasoma, 2006; Kusmana dan Hanafi, 2003).

Faktor Risiko
Faktor risiko ada yang dapat dimodifikasi dan ada yang tidak dapat dimodifikasi. Faktor risiko
penting yang dapat dimodifikasi adalah merokok, hiperlipoproteinemia dan hiperkolesterolemia,
hipertensi, diabetes melitus, dan obesitas. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi adalah
usia, jenis kelamin, riwayat keluarga dengan aterosklerotik (Kusmana dan Hanafi, 2003).

Risiko aterosklerosis koroner meningkat dengan bertambahnya usia; penyakit yang serius jarang
terjadi sebelum usia 40 tahun. Tetapi hubungan antara usia dan timbulnya penyakit mungkin
hanya mencerminkan lebih panjangnya lama paparan terhadap faktor- faktor aterogenik. Wanita
agaknya relatif kebal terhadap penyakit ini sampai menopause, dan kemudian menjadi sama
rentannya seperti pria; diduga oleh adanya efek perlindungan estrogen. Orang Amerika-Afrika
lebih rentan terhadap ateros-klerosis daripada orang kulit putih. Riwayat keluarga yang positif
terhadap penyakit jantung koroner (saudara atau orang tua yang menderita penyakit ini sebelum
usia 50 tahun) meningkatkan kemungkinan timbulnya aterosklerosis prematur. Pentingnya
pengaruh genetik dan lingkungan masih belum diketahui. Komponen genetik dapat diduga pada
beberapa bentuk aterosklerosis yang nyata, atau yang cepat per-kembangannya, seperti pada
gangguan lipid familial. Tetapi, riwayat keluarga dapat pula mencerminkan komponen
lingkungan yang kuat, seperti misalnya gaya hidup yang menimbulkan stres atau obesitas
(Santoso dan Setiawan, 2005).

Merokok dapat merangsang proses ateriosklerosis karena efek langsung terhadap dinding arteri,
karbon monoksida menyebabkan hipoksia arteri, nikotin menyebabkan mobilisasi katekolamin
yang dapat menimbulkan reaksi trombosit, glikoprotein tembakau dapat menimbulkan reaksi
hipersensitifitas dinding arteri. DM, obesitas, dan hiperlipoproteinemia berhubungan dengan
pengendapan lemak. Hipertensi merupakan beban tekanan dinding arteri (Kusmana dan Hanafi,
2003).

Patofisiologi

1. Penyakit jantung aterosklerotik

Pembuluh arteri mengikuti proses penuaan yang karakteristik seperti penebalan tunika intima,
berkurangnya elastisitas, penumpukan kalsium terutama di arteri-arteri besa menyebabkan
fibrosis yang merata menyebabkan aliran darah lambat laun berkurang. Manifestasi penyakit
jantung koroner disebabkan ketidak seimbangan antara kebutuhan oksigen miokardium dengan
suplai yang masuk. Masuknya oksigen untuk miokardium sebetulnya tergantung dari oksigen
dalam darah dan arteria koronaria. Di kenal dua keadaan ketidakseimbangan masukan terhadap
kebutuhan oksigen yaitu : hipoksemi (iskemi) yang ditimbulkan oleh kelainan vaskular dan
hipoksi (anoksi) yang disebabkan kekurangan oksigen dalam darah. Perbedaannya ialah pada
iskemi terdapat kelainan vaskular sehingga perfusi ke jaringan berkurang dan eleminasi
metabolit yang ditimbulkannya menurun juga, sehingga gejalanya akan lebih cepat muncul.

2. Angina pektoris

Penyebab angina pektoris adalah suplai oksigen yang tidak adekuat ke sel-sel miokardium
dibandingkan kebutuhan. Jika beban kerja suatu jaringan meningkat maka kebutuhan oksigen
juga meningkat; pada jantung yang sehat, arteria koroner berdilatasi dan mengalirkan lebih
banyak darah dan oksigen ke otot jantung; namun jika arteria koroner mengalami kekakuan atau
menyempit (akibat arterosklerosis, dll.) dan tidak dapat berdilatasi sebagai respon peningkatan
kebutuhan akan oksigen, maka terjadi iskemi miokardium; sel-sel miokardium mulai
menggunakan glikolisis anaerob untuk memenuhi kebutuhan energi mereka. Cara ini tidak
efisien dan menyebabkan terbentuknya asam laktat. Asam laktat menurunkan pH miokardium
dan menimbulkan nyeri yang berkaitan dengan angina pektoris. Apabila kebutuhan energi sel-sel
jantung berkurang, maka suplai oksigen menjadi adekuat dan sel-sel otot kembali ke proses
fosforilasi oksidatif untuk membentuk energi. Proses ini tidak menghasilkan asam laktat. Dengan
hilangnya penimbunan asam laktat, maka nyeri angina pektoris mereda. Dengan demikian,
angina pektoris merupakan suatu keadaan yang berlangsung singkat.

3. Infark miokardium

Infark miokardium adalah nekrosis miokard akibat gangguan aliran darah ke otot jantung. Infark
miokard biasanya disebabkan oleh trombus arteri koroner; prosesnya mula-mula berawal dari
rupturnya plak yang kemudian diikuti oleh pembentukan trombus oleh trombosit. Lokasi dan
luasnya infark miokard tergantung pada jenis arteri yang oklusi dan aliran darah kolateral.

Gambaran Klinis, Laboratorium, dan Pemeriksaan Penunjang

1. Penyakit jantung aterosklerotik

Sesak napas yang makin lama makin bertambah, sekalipun melakukan aktivitas ringan; nyeri dan
keram di ekstremitas bawah, terjadi selama atau setelah olah raga. Laboratorium : kadar
kolesterol di atas 180 mg/dl pada orang yang berusia 30 tahun atau kurang, atau di atas 200
mg/dl untuk mereka yang berusia lebih dari 30 tahun, dianggap beresiko khusus mengidap
penyakit arteri koroner.

2. Angina pektoris

Nyeri dada di daerah sternum, substernal atau dada sebelah kiri dan kadang-kadang menjalar ke
lengan kiri, punggung, rahang, leher, atau ke lengan kanan; dapat timbul di tempat lain seperti di
daerah epigastrium, leher, rahang, gigi, bahu. Nyeri dada biasanya seperti tertekan benda berat,
atau seperti di peras atau terasa panas, kadang-kadang hanya mengeluh perasaan tidak enak di
dada. Nyeri timbul pada saat melakukan aktivitas dan mereda bila aktivitas dihentikan. Lamanya
nyeri dada biasanya berlangsung 1-5 menit. Gambaran EKG saat istirahat dan bukan pada saat
serangan angina sering masih normal. Foto rontgen dada sering menunjukkan bentuk jantung
yang normal. Perlu dilakukan exercise test, positif bila EKG menunjukkan depresi segmen ST
dan gelombang T dapat terbalik.

3. Infark miokardium

Nyeri dada kiri seperti ditusuk-tusuk atau diiris-iris menjalar ke lengan kiri, lebih intensif dan
lama serta tidak sepenuhnya hilang dengan istirahat ataupun pemberian nitrogliserin. Pada EKG
terdapat elevasi segmen ST diikuti dengan perubahan sampai inversi gelombang T; kemudian
muncul peningkatan gelombang Q minimal di 2 sadapan. Peningkatan kadar enzim atau
isoenzim merupakan indikator spesifik infark miokard akut yaitu kreatinin fosfoskinase
(CPK/CK), SGOT, LDH, alfa hidroksi butirat dehidrogenase, dan isoenzim CK-MB. Yang
paling awal meningkat adalah CPK tetapi paling cepat turun.

Penatalaksanaan

Dibagi menjadi 2 : umum dan mengatasi iskemia. Penatalaksanaan umum meliputi edukasi pada
pasien seperti penjelasan mengenai penyakit, aktivitas yang harus dihindari, pengendalian faktor
risiko, pencegahan sekunder (cth : memberi penghambat aterosklerosis), pemberian oksigen bila
perlu. Penatalaksanaan iskemia dengan memberi nitrat, berbagai jenis penyekat beta, antagonis
kalsium, untuk revaskularisasi diberi trombolitik, operasi.

Angina Pektoris, penatalaksanaannya : pengobatan pada serangan akut : nitrogliserin pencegahan


serangan lanjutan : Long acting nitrate, Beta blocker, Calcium antagonist; mengobati faktor
presdiposisi dan faktor pencetus, memberi penjelasan perlunya aktivitas sehari-hari untuk
meningkatkan kemampuan jantung.

Infark Miokardium, penatalaksanaannya : istirahat total, diet makanan lunak serta rendah garam,
pasang infus dekstrosa 5 % emergency, atasi nyeri : morfin 2,5 – 5 mg iv atau petidin; lain - lain:
nitrat , antagonis kalsium; oksigen 2 – 4 liter/menit; sedatif sedang seperti diazepam;
antikoagulan : heparin 20000 – 40000 U/24 jam; diteruskan dengan asetakumarol, streptokinase /
trombolisis (Santoso dan Setiawan, 2005).

PEMBAHASAN

Pada kasus di atas didapatkan seorang laki-laki berumur 40 tahun dengan keluhan utama nyeri
dada. Dia khawatir terkena penyakit jantung koroner karena ayahnya dengan keluhan yang sama
dinyatakan menderita PJK. Beberapa tahun yang lalu, kebanyakan pasien takut menderita
tuberkulosis bila merasa sakit dalam dadanya. Namun, sekarang yang lebih ditakutkan adalah
penyakit jantung. Kertohoesodo (1987) mengatakan bahwa nyeri dada dapat disebabkan oleh
berbagai macam penyakit seperti flu, salah tidur, ketegangan batin, penyakit pada tulang rusuk,
pada otot dan atau saraf sela iga, bronkhitis, pleuritis, perikarditis, dan lain-lain.

Masing-masing penyakit tersebut menimbulkan manifestasi nyeri dada dengan sifat yang
berbeda-beda. Pada angina dan infark miokard sudah dijelaskan di atas. Pada pleuritis, nyeri
dirasakan saat inspirasi dan batuk. Perikarditis, nyeri dengan lokasi di tengah dada, menusuk ke
belakang dan ke pinggir trapezius. Chandrasoma dan Taylor (2006) mengatakan bahwa nyeri
dada pada penyakit jantung diyakini disebabkan oleh stimulasi ujung-ujung saraf oleh asam
laktat yang dihasilkan selama glikolisis anaerobik. Pada kasus, sifat nyeri dada tidak disebutkan,
kemungkinan nyeri dada tidak bersifat khas.

Pasien juga tidak memilki keluhan penyerta seperti sesak napas, lekas capek, maupun dada
berdebar (palpitasi). Rakhman (2003) mengatakan bahwa sesak napas memberikan petunjuk
adanya gangguan pada sistem respirasi. Pada penyakit jantung menunjukan bahwa gangguan
juga mengenai paru, contohnya pada stenosis mitral, infark miokard. Lekas capek terjadi bila
suplai nutrisi dan oksigen tidak mencukupi kebutuhan tubuh. Palpitasi (dada berdebar,
merasakan denyut jantung sendiri) terjadi karena perubahan kecepatan, keteraturan, atau
kekuatan kontraksi jantung. Karena keluhan tersebut tidak ada pada pasien berarti penyakit
pasien cenderung tidak mengenai paru, tidak terjadi hambatan distribusi nutrisi dan oksigen,
serta tidak terjadi perubahan denyut jantung.

Berdasar hasil anamnesis, pasien meiliki beberapa faktor risiko PJK, yaitu merokok 2 bungkus
sehari, jarang olahraga, dan riwayat keluarga (ayah) menderita PJK. Berarti dalam kasus ini,
pasien berisiko besar menderita PJK.

Dari hasil pemeriksaan fisik (keadaan umum) didapatkan data bahwa kesadaran, tekanan darah,
denyut nadi, irama, isian sekuncup, frekuensi napas, dan JVP, pada pasien semuanya normal.
Tekanan darah yang tinggi (hipertensi) juga merupakan faktor risiko PJK. Denyut nadi
menggambarkan aktivitas pompa jantung maupun keadaan pembuluh darah itu sendiri. Bila pada
penderita penyakit jantung mengalami bradikardi, denyut nadi perlu dicocokan dengan denyut
jantung karena kemungkinan jantung berdenyut lebih sering dari pada nadi. Hal ini terjadi pada
isian sekuncup yang kecil. Bila isian cukup maka selisih denyut nadi dan jantung sangat sedikit
bahkan tidak ada.

Peningkatan frekuensi napas (takipneu) merupakan pertanda gagal jantung dan asidosis karena
penyakit jantung sianotik. JVP memberikan gambaran tentang aktivitas (faal) jantung bagian
kanan. Bila terdapat bendungan, tekanan vena jugularis akan meningkat. Dengan demikian
berdasarkan pemeriksaan keadaan umum, jantung pasien sementara ini adalah normal.

Begitu pula pada pemeriksaan fisik berupa inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi, hasilnya
adalah normal. Hal mana tidak ditemukan heaving, pemebesaran jantung, thrill, bising, gallop,
maupun ronkhi. Letak apex cor, bunyi jantung I dan II, serta splitting adalah normal. Heaving
adalah getaran jantung yang teraba seperti gelombang atau kursi goyang, ditemukan pada
hipertrofi ventricel dexter. Thrill adalah getaran dinding thorax di daerah prekordial yang terjadi
karena adanya aliran turbulensi, ditemukan pada penyempitan katup, dilatasi segmen arteri.
Bising adalah desiran yang berlangsung lebih lama dari suatu bunyi, penyebab sama seperti pada
thrill. Gallop ialah bunyi kembar dari bunyi jantung yang terdengar berurutan seperti derap kaki
kuda, ditemukan pada bundle branche blok, dekompensasi cor dengan hipertrofi venrticel
sinister. Ronkhi ditemukan pada kelainan saluran napas.

Pada pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium, EKG, foto thorax, exercise
stress test, echocardiografi, pemeriksaan vascularisasi perifer, juga didapatkan hasil yang normal.
Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan rutin dan spesifik. Pemeriksaan laboratorium
rutin meliputi 2 unsur, yaitu pemeriksaan darah rutin dan urin. Pemeriksaan darah tepi seperti
hemoglobin, hematokrit, apus darah tepi, ureum, gula darah, laju endap darah, merupakan
pemeriksaan rutin yang penting dan efektif. Pemeriksaan analisis urin rutin untuk mendeteksi
dan memantau kelainan intrinsik dari ginjal, saluran kencing, atau perubahan sekunder akibat
penyakit lain. Hematuria dapat merupakan petunjuk adanya infark ginjal yang terjadi sekunder
akibat emboli dari jantung bagian kiri atau suatu endokarditis bakterialis. Proteinurea atau
urobilinogen dalam urin ditemukan pada gagal jantung.

Pemeriksaan laboratorium spesifik hanya dilakukan pada penyakit jantung untuk menegakan
diagnosis. Beberapa pemeriksaan yang dilakukan adalah memeriksa enzim jantung, CK,
isoenzim CK-MB, troponin T, SGOT, LDH, alfa HBDH, CRP, ASTO, tes fungsi hati, sistem
koagulasi, kultur darah, kadar digitalis dalam darah, pemeriksaan CES, dan lain-lain.
Pemeriksaan tersebut disesuaikan dengan indikasi suatu penyakit untuk menegakkan diagnosis.

Elektrokardiogram (EKG) adalah suatu alat pencatat grafis aktivitas listrik jantung yang direkam
pada permukaan tubuh melalui elektroda. EKG memberikan informasi yang berguna untuk
penilaian hipertrofi jantung, aritmia dan hambatan konduksi, iskemia dan infark mikard, penyakit
perikardium, dan kelainan elektrolit dan beberapa efek obat. EKG normal belum tentu
menyingkirkan adanya suatu angina. EKG pada angina biasanya memperlihatkan kelainan khas
berupa elvasi segmen ST. Sedangkan pada infark miokard, timbul gelombang Q yang besar,
elevasi segmen ST, dan inversi gelombang T.

Pada foto thorax, kontur jantung sangat kontras dengan paru yang terisi udara yang berwarna
radiolusen. Pemeriksaan ini digunakan untuk mengetahui pembesaran jantung secara umum,
pembesaran lokal salah satu ruang jantung, kalsifikasi katup atau arteri coronaria, kongesti vena
pulmonalis. Jota (2002) mengatakan bahwa metode yang lazim dipakai untuk mengetahui adanya
pembesaran jantung adalah dengan Cardiothoracic ratio (CTR), yaitu perbandingan antara lebar
maksimal jantung dengan thorax, normalnya < 0,5.

Exercise stress test ialah suatu tes dengan cara memberikan beban pada jantung sehingga
kebutuhan oksigen otot jantung meningkat, bila terjadi insufisiensi koroner akan mengakibatkan
tidak terpenuhinya kebutuhan tersebut yang dapat direkam dengan EKG berupa perubahan
segmen ST.

Echokardiografi adalah suatu pemriksaan dengan menggunakan alat yang dapat membangkitkan
suara ultrasound dengan frekuensi sangat tinggi, yaitu > 20.000 Hz. Pemeriksaan ini berfungsi
untuk mengetahui informasi tentang anatomi, morfologi, serta fungsi ruang jantung, dinding
jantung, katup-katup, dan pembuluh darah besar.

Setelah menganalisis semua hasil pemeriksaan, didapatkan bahwa hasilnya normal semua.
Dengan demikian, jantung pasien dalam keadaan normal. Namun, bila memungkinkan dapat
dilakukan pemeriksaan tambahan seperti skintigrafi talium-201 dan angiografi koroner.

Walaupun saat ini jantung pasien masih dalam keadaan normal, pasien memiliki kemungkinan
besar dapat terkena PJK. Hal ini dikarenakan pasien memiliki beberapa faktor risiko. Oleh
karena itu, salah satu penatalaksanaan pada pasien ini adalah memberikan edukasi pada pasien
agar dapat mengurangi faktor risiko dengan berhenti merokok, melakukan olahraga yang rutin
dan teratur, serta mengatur pola makan. Selain itu, pasien diberi koborantia atau vitamin.

PENUTUP
KESIMPULAN

1. Penyakit jantung koroner (PJK) adalah penyakit yang menyerang arteri coronaria dengan
tiga kelompok utama, yaitu penyakit aterosklerotik, angina pektoris, dan infark miokard.
2. Penyakit aterosklerotik coroner dapat ditegakan diagnosis apabila sesak napas yang
makin lama makin bertambah, sekalipun melakukan aktivitas ringan; nyeri dan keram di
ekstremitas bawah, terjadi selama atau setelah olah raga. Laboratorium : kadar kolesterol
di atas 180 mg/dl pada orang yang berusia 30 tahun atau kurang, atau di atas 200 mg/dl
untuk mereka yang berusia lebih dari 30 tahun.
3. Nyeri dada di daerah sternum, substernal atau dada sebelah kiri dan kadang-kadang
menjalar ke lengan kiri, punggung, rahang, leher, atau ke lengan kanan.Gambaran EKG,
foto rontgen dada, exercise stress test positif adalah gambaran pada angina pektoris.
4. Untuk menegakan diagnosis infark miokard berikut ini gambarannya. Nyeri dada kiri
seperti ditusuk-tusuk atau diiris-iris menjalar ke lengan kiri, lebih intensif dan lama serta
tidak sepenuhnya hilang dengan istirahat ataupun pemberian nitrogliserin. Pada EKG
terdapat elevasi segmen ST diikuti dengan perubahan sampai inversi gelombang T;
kemudian muncul peningkatan gelombang Q minimal di 2 sadapan. Peningkatan kadar
enzim atau isoenzim merupakan indikator spesifik infark miokard akut yaitu kreatinin
fosfoskinase (CPK/CK), SGOT, LDH, alfa hidroksi butirat dehidrogenase, dan isoenzim
CK-MB. Yang paling awal meningkat adalah CPK tetapi paling cepat turun.
5. Pasien pada kasus ini memiliki jantung yang normal berdasar hasil pemeriksaan, baik itu
dari pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan penunjang. Walaupun begitu, pasien
memiliki kemungkinan besar terkena PJK, mengingat pasien memiliki beberapa faktor
risiko terkena PJK.
6. Penatalaksanaan pada pasien tersebut adalah memberikan edukasi dan memberi vitamin.

SARAN

1. Mengingat PJK adalah penyakit pertama yang menimbulkan kematian, dan salah satu
sebabnya adalah rokok, hal mana rokok adalah faktor risiko yang dapat dihindari. Maka
sebaiknya setiap orang harus mau untuk tidak merokok.
2. Selain itu, sebaiknya setiap orang mengatur pola makan dan mengurangi makanan yang
mengandung terlalu banyak lemak dan kolesterol.

DAFTAR PUSTAKA

1. Budianto, Anang. 2005. Guidance to Anatomy II. Surakarta : Keluarga Besar Asisten
Anatomi FKUNS.
2. Chandrasoma dan Taylor. 2006. Ringkasan Patologi Anatomi. Ed: ke-2. Jakarta : EGC.
3. Joto, Santa. 2001. Diagnosis Penyakit Jantung. Jakarta : Penerbit Widya Medika.
4. Kertohoesodo, Soeharto. 1987. Pengantar Kardiologi. Jakarta : Penerbit UI.
5. Kusmana dan Hanafi. 2003. Patofisiologi Penyakit Jantung Koroner. Dalam : Buku Ajar
Kardiologi. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
6. Linda dan Lilavati. 2009. Hanout Anatomi Blok Cardiovasculer. Surakarta : Keluarga
Besar Asisten Anatomi FKUNS.
7. Price dan Wilson. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Ed: Ke-6.
Jakarta: EGC.
8. Rakhman, Otte. 2003. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik pada Penyakit Jantung. Dalam :
Buku Ajar Kardiologi. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
9. Santoso dan Setiawan. 2005. Penyakit Jantung Koroner. Jakarta : Cermin Dunia
Kedokteran.

Anda mungkin juga menyukai