Novel Rantau 1 Muara menceritakan tentang sebuah perantuan Alif yang merupakan
lulusan pondok pesantren Gontor Ponorogo hingga ke Amerika. Novel ke-3 dari trilogi novel
Negeri 5 Menara ini mendapat sambutan yang hangat dari masyarakat khususnya dari kalangan
pelajar yang mungkin kebanyakan adalah lulusan pesantren. Memang tak banyak dijumpai
lulusan pesantren seperti tokoh Alif yang dapat merantau hingga ke luar negeri. Novel ini pun
tampaknya dapat menggerakkan semangat menuntut ilmu para pelajar dengan mantra ajaibnya
“Man Jadda wa Jada”(Barangsiapa bersungguh-sungguh maka akan berhasil), “Man Shabara
Zhafira”(Barangsiapa bersabar, ia akan beruntung), dan “Man Saara ‘Ala Darbi
Washala”(Barangsiapa berjalan di jalannya, maka sampailah ia).
Dilatar belakangi oleh pengalamannya sendiri, A. Fuadi, penulis novel ini pun juga
merupakan lulusan pondok pesantren Gontor Ponorogo. Tak hanya itu, ia juga mendapat
kesempatan mengenyam pendidikan baik di Universitas Padjajaran jurusan HI, hingga di George
Washington University Media and Public Affairs USA. Berangkat dari pengalaman dan hobi
jurnalisnya sejak mondok dulu, ia pun sempat menjadi wartawan Tempo ketika di Indonesia dan
menjadi wartawan VOA ketika di Amerika. Tulisannya pun banyak di muat di media-media massa
sehingga tak heran, penulis berita seperti A. Fuadi ternyata bisa menjadi penulis novel pula.
Novel Rantau 1 Muara merupakan novel ke-3 dari trilogi novel Negeri 5 Menara. Novel
ini menceritakan kehidupan Alif Fikri, seorang lulusan pondok pesantren Gontor dalam
perantuannya demi menghidupi keluarganya. Novel ini mengandung pesan-pesan moral dimana
kita tak akan kita dapatkan pada novel-novel lainnya kecuali di novel ini, karena novel ini
mengangkat tema akan kehidupan yang amat kental. Sekalipun demikian, nampaknya ada saja
ketidak sesuaian novel ini dari segi internal maupun eksternal, baik itu dari plot, tokoh, sampul
buku, dan lain sebagainya.
Kejanggalan yang paling terlihat dari segi plot yakni ketika Alif bertemu dengan
perempuan bermata indah pujaan hatinya bernama Dinara di kantornya. Dalam cerita dijelaskan
bahwa Alif mengaku pernah bertemu dengannya ketika hendak terbang ke Kanada. Dinara pun
juga mengaku pernah bertemu dengannya. Akan tetapi, dalam novel sebelumnya, yakni “Ranah 3
Warna”, Tokoh Dinara bahkan tidak muncul sekalipun. Hal ini tentu saja membingungkan, terlebih
lagi bagi yang belum membaca novel “Ranah 3 Warna”.
Tak hanya itu, kejanggalan berikutnya dapat dilihat ketika Alif akhirnya mendapatkan
beasiswa Fulbright ke Amerika kemudian mengirim e-mail ke Randai, rival yang selalu
mengejeknya. Semenjak kejadian itu, nama tokoh Randai tidak pernah disebutkan hingga akhir
cerita. Padahal pada saat itu, berkirim pesan lewat e-mail sangatlah mudah. Inilah yang
membingungkan diantara serangkaian cerita yang mungkin tak disadari oleh pembaca.
Mengenai sampul buku, mungkin banyak orang yang kurang memperhatikan, namun di
balik sampul buku tersebut terdapat sebuah peta tempat perantuan Alif di Amerika, tepatnya di
Washington DC pada sampul depan dan New York dibalik sampul belakangnya. Skalanya memang
sengaja tidak disesuaikan dengan ukuran sebenarnya, paling tidak hal itu dilakukan agar pembaca
tidak kebingungan ketika membacanya. Namun kejanggalan yang paling mencolok terdapat pada
gambar-gambar gedung dan tempat yang tidak dijelaskan nama tempatnya. Seperti contohnya
Gedung Lincoln Memoriam Museum yang hanya disimbolkan dengan gambar patung, akibatnya,
pembaca bingung dan berspekulasi, “tempat apakah itu?” atau “kapan terjadi adegan di tempat
ini?” dan sebagainya. Seharusnya penulis menuliskan legenda pada peta tersebut dengan tulisan
yang rinci. Tidak dengan gambar yang membingungan pembaca.
Namun secara keseluruhan, novel Rantau 1 Muara ini telah memenuhi kriteria sebagai
novel yang baik, sehingga kejanggalan-kejanggalan di atas dapat tertutupi dengan jalan ceritanya
yang menarik.