Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH AL-ISLAM II

PENDAHULUAN
(Tujuan Syariat Islam, Dasar Hukum Islam)

Disusun :
Nurul Syefira F 2018437003
Tri Rudianto 2018437004
Witri Nurrahmah 2018437005

JURUSAN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK MUHAMMADIYAH JAKARTA
2019
DAFTAR ISI

Daftar Isi
Latar Belakang
1. Tujuan Syariat Islam
1.1 Pemeliharaan Agama
1.2 Pemeliharaan Jiwa
1.3 Pemeliharaan Akal
1.4 Pemeliharaan Keturunan
1.5 Pemeliharaan Harta dan Kehormatan
2. Dasar Hukum Islam
2.1 Al-Qur’an
2.2 Hadits
2.3 Ijtihad
LATAR BELAKANG

Ibadah adalah salah satu dari empat aspek ajaran Islam. Tiga aspek yang
lain adalah Aqidah, Akhlaq dan Mu’amalah. Ibadah yang dimaksud di sini adalah
ibadah dalam pengertian khusus, atau biasa juga disebut (ibâdah mahdlah) yaitu
mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan segala cara sesuai yang telah
ditetapkan oleh agama, seperti: shalat, puasa, zakat, haji dan sebagainya.

Setiap Muslim yang akan melaksanakan shalat misalnya, haruslah terlebih


dahulu memastikan bahwa tata cara shalat yang akan dilakukannya haruslah
berdasarkan dalil-dalil syara’ yaitu Al-Qur’an dan as-Sunnah. Tidak boleh
dikurangi sedikit pun dan tidak boleh pula ditambah. Jika dikurangi shalatnya bisa
tidak sah, dan apabila ditambah akan terjatuh dalam perbuatan bid’ah yang dicela
oleh Rasulullah SAW. Ibadah yang masuk kategori bid’ah tidak akan diterima oleh
Allah SWT. Orang yang membuat atau mengada-adakannya mendapatkan ancaman
yang lebih keras lagi, tidak termasuk umat Nabi. Bahkan Rasulullah SAW
menyatakan semua bidah adalah sesat dan setiap yang sesat di neraka.
TUJUAN SYARIAT ISLAM

Semua hukum yang disyari‘atkan atau diundangkan oleh Allah SWT mesti
memiliki tujuan. Tujuan disyariatkannya hukum dalam Islam adalah untuk
merealisasikan kemashlahatan manusia dan sekaligus menghindarkan
kemadlaratan. Sebagian ulama bahkan mengatakan bahwa tujuan inti
disyariatkannya hukum oleh Allah SWT sebenarnya hanyalah untuk kemashlahatan
semata. Adapun menghindarkan kemadlaratan sudah termasuk bagian dari
kemashlahatan itu sendiri yang mengacu kepada pemeliharaan terhadap lima hal,
yang secara berurutan adalah sebagai berikut:
a) Pemeliharaan Agama ( ُ‫الد ْين‬ ِّ ‫ط‬ ُ ‫) ِّح ْف‬
ُ ‫) ِّح ْف‬
b) Pemeliharaan Jiwa ( ‫ظ النَّ ْفس‬
ُ ‫) ِّح ْف‬
c) Pemeliharaan Akal ( ‫ط ألعَ ْق ِّل‬
ُ ‫) ِّح ْف‬
d) Pemelihaan Keturunan ( ‫ط النَّسْل‬
ُ ‫) ِّح ْف‬
e) Pemeliharaan Harta dan Kehormatan ( ‫ط ال َمال َو ال ِّع ْرض‬
Tujuan hukum Islam adalah untuk ditaati dan dilaksanakan oleh manusia dalam
kehidupannya sehari-hari. Tujuan hukum Islam juga adalah untuk mencapai
kehidupan yang bahagia dan sejahtera. Caranya adalah, dengan mengambil yang
bermanfaat, mencegah atau menolak yang mudarat bagi kehidupan. Dengan kata
lain tujuan hakiki hukum Isalm, jika dirumuskan secara umum, adalah tercapainya
keridhaan Allah dalam kehidupan manusia di bumi ini dan di akhirat kelak.
1.1 Pemeliharaan Agama ( ُ‫الد ْين‬
ِّ ‫ط‬ُ ‫) ِّح ْف‬
Agama adalah sesuatu yang harus dimiliki oleh setiap manusia agar
martabatnya dapat terangkat lebih tinggi. Beragama merupakan kebutuhan
manusia yang harus dipenuhi, karena agama lah yang dapat menyentuh Nurani
manusia. Agama islam harus terpelihara dari ancaman orang-orang yang dapat
merusak Syariah, Aqidah dan Akhlak atau mencampuradukkan agama islam
dengapn paham yang bathil. Agama islam memberikan perlindungan kepada
pemeluk agama lain untuk menjalankan ibadah sesuai keyakinannya. Agama
islam juga tidak memaksakan pemeluk agama lain untuk memeluk agama islam.
Disebutkan dalam Q.S Al-Baqarah (2) : 256 yang artinya “Tidak ada paksaan
dalam (menganut) agama (islam), sesungguhnya telah jelas (perbedaan) antara
jalan yang benar dan jalan yang sesat. Siapa yang ingkar kepada Thagut dan
beriman kepada Allah, maka sungguh dia telah berpegah (teguh) pada tali yang
sangat kuat yang tidak akan putus. Allah Maha Mendengar, Maha
Mengetahui.”
Pemeliharan agama merupakan tujuan pertama hukum Islam. Sebabnya
adalah karena agama merupakan pedoman hidup manusia. Agama mengatur
sikap hidup seorang muslim baik dalam berrhubungan dengan Tuhannya
maupun dalam berhubungan dengan manusia lain dan benda dalam masyarakat.
ُ ‫) ِّح ْف‬
1.2 Pemeliharaan Jiwa ( ‫ظ النَّ ْفس‬
Menurut hukum islam, jiwa harus dilindungi. Hukum islam wajib
memelihara hak manusia untuk hidup dan mempertahankan kehidupannya.
Islam melarang pembunuhan sebagai upaya menghilangkan jiwa manusia dan
melindungi berbagai sarana yang dipergunakan manusia untuk
mempertahankan kemaslahatan hidupnya.
Disebutkan dalam Q.S Al-An’am (6) : 151 yang artinya “Katakanlah
(Muhammad), Marilah aku bacakan apa yang diharamkan Tuhan kepadamu.
Jangan mempesekutukan-Nya dengan apapun, berbuat baik kepada ibu bapak,
janganlah membunuh anak-anakmu karena miskin. Kami lah yang memberi
rezeki kepadamu dan kepada mereka; janganlah kamu mendekati perbuatan
keji, baik yang terlihat ataupun tersembunyi, janganlah kamu membunuh orang
yang diharamkan Allah kecuali dengan alas an yang benar. Demikianlah Dia
memerintahkan kepadamu agar kamu mengerti.”
Disebutkan dalam Q.S Al-Isra’ (17) : 33 yang artinya “ Dan janganlah kamu
membunuh orang yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan
suatu (alasan) yang benar. Dan barangsiapa dibunuh secara zalim, maka
sungguh Kami telah memberi kekuasaan kepada walinya, tetapi janganlah
walinya itu melampaui batas dalam pembunuhan. Sesungguhnya dia adalah
orang yang mendapat pertolongan.”
ُ ‫) ِّح ْف‬
1.3 Pemeliharaan Akal ( ‫ط أل َع ْق ِّل‬
Akal memiliki peranan penting dalam hidup dan kehidupan manusia.
Dengan akal manusia dapat memahami wahyu Allah yang terdapat dalam Al-
Qur’an. Dengan akal pun manusia dapat mengembangkan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Seseorang tidak akan dapat menjalankan hukum islam dengan
baik dan benar tanpa menggunakan akal yang sehat. Untuk itu, islam melarang
keras minuman yang memabukkan dan memberi hukuman untuk perbuatan
yang merusak akal.
Disebutkan dalam Q.S Al-Maidah (5) : 90 yang artinya “Wahai orang-orang
yang beriman! Sesungguhnya minuman keras, berjudi, (berkurban) untuk
berhala, dan mengundi nasib dengan anak panah, adalah perbuatan keji dan
termasuk perbuatan setan. Maka jauhilah (perbuatan-perbuatan itu) agar kamu
beruntung.”
Manusia adalah makhluk Allah, ada dua hal yang membedakan manusia
dengan makhluk lainnya. Pertama, Allah telah menjadikan manusia dalam
bentuk yang paling baik. Kedua, yaitu akal, paling penting dalam pandangan
Islam. Oleh karena itu Allah selalu memuji orang yang berakal.
ُ ‫) ِّح ْف‬
1.4 Pemeliharaan Keturunan ( ‫ط النَّسْل‬
Memelihara keturunan adalah hal yang sangat penting. Karena itu,
meneruskan keturunan harus melalui pernikahan yang sah menurut ketentuan
islam yang ada dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah dan dilarang melakukan
perbuatan zina. Hukum kekeluargaan dan hukum kewarisan merupakan hukum
yang erat kaitannya dengan pemurnian keturunan dan pemeliharaan keturunan.
Disebutkan dalam Q.S Al-Isra’ (17) : 32 yang artinya “ Dan jangan;ah kamu
mendekati zina; (zina) itu sungguh suatu perbuatan keji, dan suatu jalan yang
buruk.”
ُ ‫) ِّح ْف‬
1.5 Pemeliharaan Harta dan Kehormatan ( ‫ط ال َمال َو ال ِّع ْرض‬
Islam meyakini bahwa semua harta di dunia ini adalah milik Allah, manusia
hanya berhak untuk memanfaatkannya saja. Meskipun demikian Islam juga
mengakui hak pribadi seseorang. Oleh karena manusia itu manusia sangat
tamak kepada harta benda, sehingga mau mengusahakannya dengan jalan
apapun, maka Islam mengatur supaya jangan sampai terjadi bentrokan antara
satu sama lain. Untuk ini Islam mensyariatkan peraturan-peraturan mengenai
muamalah seperti jual beli, sewa-menyewa, gadai menggadai, dan sebagainya,
serta melarang penipuan, riba dan mewajibkan kepada orang yang merusak
barang orang lain untuk membayarnya, harta yang dirusak oleh anak-anak yang
di bawah tanggungannya, bahkan yang dirusak oleh binatang peliharaannya
sekalipun.
Disebutkan dalam Q.S An-Nisa (4) : 29 yang artinya “Wahai orang-orang
yang beriman! Janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan
yang bathil (tidak benar), kecuali dalam perdagangan yang berlaku atas dasar
suka sama suka diantara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu.
Sungguh, Allah Maha Penyayang kepadamu.”
DASAR HUKUM ISLAM

Sesungguhnya sumber hukum Islam hanya ada dua yakni Al-Qur’an dan al-
Sunnah. Segala persoalan yang muncul harus dikembalikan pada kedua sumber
tersebut. Dalam hal ini, Al-Qur’an merupakan sumber rujukan sedangkan As-
Sunnah yang diceritakan melalui hadits Nabi SAW adalah sumber hukum kedua
yang berfungsi sebagai penjelas kehendak Allah dalam AlQur’an. Namun ketika
ada permasalahan baru yang tidak ditemukan hukumnya secara jelas dan tegas
dalam Al-Qur’an maupun As-Sunnah, maka diharuskan melakukan ijtihad.
2.1 Al-Qur’an
Al-Qur’an merupakan sumber rujukan pertama. Al-Qur’an menurut bahasa
merupakan kata benda bentuk dasar (masdar) “al-Qira’ah” ‫( القراءة‬berarti
bacaan). Sedangkan menurut istilah adalah firman atau wahyu yang berasal dari
Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW dengan perantara melalui malaikat
Jibril, sebagai pedoman serta petunjuk seluruh umat manusia.
Al-Qur’an sebagai sumber hukum islam:
a. Dasar Kehujjahan Al-Qur’an dan Kedudukannya Sebagai Sumber Hukum
Merupakan sumber hukum pertama dan menempati kedudukan
pertama dari sumber-sumber hukum yang lain dan merupakan aturan dasar
yang paling tinggi. Sumber hukum maupun ketentuan norma yang ada tidak
boleh bertentangan dengan isi Al-Qur’an.
Al-Qur’an diturunkan kepada Nabi Muhammad dan disampaikan kepada
umat manusia adalah untuk wajib diamalkan semua perintah-Nya dan wajib
ditinggalkan segala larangan-Nya. Dalam Surat An-Nisa (4) : 105 yang
artinya “Sesungguhnya kami telah menurunkan Kitab kepadamu dengan
membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia dengan apa
yang telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi
penantan karena membela orang-orang yang khianat.”
b. Pedoman Al-Qur’an dalan Menetapkan Hukum
Pedoman Al-Qur’an dalam menetapkan hukum sesuai dengan
perkembangan dan kemampuan manusia, baik secara fisik maupun rohani.
Manusia selalu berawal dari kelemahan dan ketidakmampuan.
Untuk itu Al-Qur’an berpedoman kepada tigal hal:
- Tidak memberatkan (Al-Baqarah : 286)
- Meminimalisir beban (menjamak dan mengqashar shalat dalam
perjalanan dengan syarat yang telah ditentukan.)
- Berangsur-angsur dalam menetapkan hukum (Al-Qur’an dalam
mentapkan hukum secara bertahap, hal ini bisa kita telusuri dalam haram
hukumnya minuman-minuma keras, berjudi, serta perbata-perbuatan
yang mengandung judi.)
2.2 As-Sunnah (Hadits)
Istilah hadits pada dasarnya berasal dari bahasa Arab yaitu dari kata “Al-
hadits” yang artinya adalah perkataan, percakapan atau pun berbicara. Jika
diartikan dari kata dasarnya, maka pengertian hadits adalah setiap tulisan yang
berasal dari perkataan atau pun percakapan Rasulullah Muhammad SAW.
Dalam terminologi agama Islam sendiri, dijelaskan bahwa hadits merupakan
setiap tulisan yang melaporkan atau pun mencatat seluruh perkataan, perbuatan
dan tingkah laku Nabi Muhammad SAW.
Hadits merupakan salah satu panduan yang digunakan oleh umat Islam
dalam melaksanakan berbagai macam aktivitas baik yang berkaitan dengan
urusan dunia maupun aktivitas yang berkaitan dengan urusan akhirat. Hadits
merupakan sumber hukum agama Islam yang kedua setelah kitab suci Al –
Qur’an. Jika suatu perkara tidak dijelaskan di dalam Al – Qur’an, maka umat
Islam akan menggunakan sumber yang kedua yaitu Hadits.
Terdapat beberapa dalil yang mewajibkan umat manusia di seluruh alam untuk
mengikuti Rasul dan Hadits (Sunnah), yaitu :
2.2.1 Seluruh ummat wajib mengikuti hadits.
Ahli ‘aqal dan ahlinalaq dalam islam, telah berjima’ bahwa Al
Hadits (As Sunnah) itu, daar bagi hukum-hukum islam, dan bahwa para
ummat ditugaskan mengikuti Al Hadits sebagai mana mengikuti Al-
Qur’an. Tak ada perbedaan dalam garis besarnya.
Banyak sekali ayat-ayat Al-Qur’an yang memberikan pengertian
bahwa hadits itu suatu pokok syari’at Islam. Seperti tedapat pada Qur’an
Surat Al Hasyr (59) ayat 7, yang berbunyi “Apa saja harta rampasan
(fai-i) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya (dari harta benda) yang
berasal dari penduduk kota-kota maka adalah untuk Allah, untuk Rasul,
kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang
yang dalam perjalanan, supaya harta itu jangan beredar di antara
orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul
kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka
tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
amat keras hukumannya”.
Tuhan telah memerintahkan kita mengikuti Rasul sebagaimana
Tuhan memerintahkan kita menaati-Nya. Sebagaimana terdapat pada
Qur’an Surat Al Imran (3) ayat 132, yang artinya “Dan taatilah Allah
dan Rasul, supaya kamu diberi Rahmat”.
2.2.2 Pengertian mengikuti Rasul.
Mengikuti Rasul SWA, ialah mengikuti sunnahnya (haditsnya).
Titah-titah yang mewajibkan kita mengikutinya, umum mencakup
seluruh ummat untuk seluruh masa dan tempat. Tidak ditentukan dengan
masanya, tidak untuk sahabatnya, atau untuk masyarakat Arab saja.
Karena itu, segala hadits yang diakui shahih dan tidak berlawanan
dengan sesuatu petunjuk Al-Qur’an, samalah kedudukannya dengan Al-
Qur’an sendiri dalam segi sama-sama wajib diikuti oleh serata
masyarakat, oleh masyarakat Islam Arab, oleh masyarakat Islam Afrika
dan oleh Indonesia, dan lainnya. Tak ada perbedaan, karena Sunnah
Nabi itu walaupun diucapkan ditengah-tengh masyarakat Arab, namun
bukan khusus untuk masyarakat Arab saja. Allah SWT berfirman dalam
Q.S Al Anbiya (21):107 “Dan tiadalah Kami mengutus kamu,
melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam”.
2.2.3 Kedudukan Al Hadits (As Sunnah) terhadap Al-Qur’an (fungsi hadits).
Para sahabat dimasa Rasulullah SAW, masih hidup mengambil
hukum-hukum Islam (Syari’at) dari Al Qur’anul Karim yang mereka
terima dari Rasul SAW. Saat itu, kerap kali Al Qur’an mebawa
keterangan-keterangan yang bersifat mujmal, tidak mufashshal, kerap
kali membawa keterangan-keterangan yang bersifat mutlaq, tidak
muqaiyad.
Perintah shalat dalam Al Qur’an, mujmal sekali. Tidak menerangkan
bilangan raka’atnya, tidak menerangkan haiahnya, tidak menerangkan
kadar-kadarnya dan tidak menerangkan syarat-syaratnya. Dan Allah
berfirman “Dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu
menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada
mereka dan supaya mereka memikirkan” (An Nahl ayat 44).
Dari ayat diatas, terdapat makna tersirat yang menunjukkan bahwa
Nabi Muhammad SAW telah diberikan tugas oleh Allah SWT untuk
menerangkan ayat-ayat Al-Quran lebih terperinci kepada umat manusia.
Cara rasul memberikan penjelasan-penjelasan tersebut yaitu lewat
sunnahnya. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa As Sunnah
merupakan penjelas dari Al-Quran.
2.3 Ijtihad
Kata “Ijtihad” berasal dari bahasa Arab, yaitu “Ijtihada Yajtahidu
Ijtihadan” yang artinya mengerahkan segala kemampuan dalam menanggung
beban. Dengan kata lain, Ijtihad dilakukan ketika ada pekerjaan yang sulit untuk
dilakukan. Di dalam agama Islam, Ijtihad adalah sumber hukum ketiga setelah
Al-quran dan hadits. Fungsi utama dari Ijtihad ini adalah untuk menetapkan
suatu hukum dimana hal tersebut tidak dibahas dalam Al-quran dan hadits.
Orang yang melaksanakan Ijtihad disebut dengan Mujtahid dimana orang
tersebut adalah orang yang ahli tentang Al-quran dan hadits.
Al Quran sebagai pedoman hidup kaum Muslim, tidak menjelaskan secara
rinci berbagai aspek kehidupan. Hal ini kemudian dijelaskan lebih lanjut oleh
hadits. Namun, ternyata ada beberapa hal yang bisa ditafsirkan bermacam-
macam, bahkan hingga kini masih ada hal-hal yang tidak dijelaskan secara tegas
oleh kedua sumber hukum Islam tersebut (Al Quran dan hadits) sehingga
menimbulkan perbedaan pendapat di antara kaum Muslim.
Menggunakan pertimbangan akal dalam hukum agama atau undang-undang
memegang peranan penting dalam ajaran Islam. Al Quran menyerukan agar
umat manusia menggunakan akal pikirannya karena dengan adanya akal pikiran
manusia akan dapat mendekatkan diri kepada Allah swt. Orang yang tidak
menggunakan akal pikirannya dalam Al Quran diibaratkan sebagai binatang
yang bisu, tuli, dan tidak mengerti. Firman Allah SWT menyatakan sebagai
berikut “Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka jahanam
kebanyakan dari jin dan manusia. Mereka mempunyai hati, tetapi tidak
dipergunakannya untuk memahami (ayat- ayat Allah) dan mereka mempunyai
mata (tetapi) tiada dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan
Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk
mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu seperti binatang ternak, bahkan
mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai” (QS Al A’raf:
179).
2.3.1. Beberapa persyaratan bagi orang yang akan melakukan ijtihad antara
lain sebagai berikut :
a. Mengerti memahami isi kandungan A1 Quran dan hadits terutama yang
berkaitan denga hukum-hukum.
b. Mampu berbahasa Arab dengan baik sebagai kelengkapan dan
kesempurnaan dalam menafsirkan A1 Quran dan hadits.
c. Mengetahui ilmu usul fikih secara luas.
d. Mengetahui dan mengerti soal-soal ijma.
e. Masalah yang sedang diijtihadkan bukan hukum syara’ yang sudah jelas
dasar hukumnya tetapi persoalan yang tidak ada dalil qat’i (pasti) serta
bukan hukum yang bersangkutan denga akal dan ilmu kalam.

2.3.2. Beberapa bentuk ijtihad yang dikenal dalam syariat Islam adalah sebagai
berikut :
a. Ijma’
Ijma’ adalah kesepakatan para ulama Islam (cendekiawan muslim)
dalam menetapkan hukum suatu masalah yang tidak diterangkan oleh
A1 Quran dan hadits setelah Rasulullah saw. wafat dengan tata cara
bersidang (musyawarah). (Qs.An Nisa:59)
b. Qiyas
Qiyas (analog) adalah menetapkan hukum suatu persoalan atau masalah
yang belum disebutkan secara konkret dalam Al Quran dan hadits
dengan cara menyamakan hukumnya dengan masalah yang sudah ada
ketetapan hukumnya secara jelas karena kedua masalah itu memiliki
kesamaan sifat. (QS Al-Isra:23)
c. Istihsan (Istislah)
Istihsan (istislah) yaitu menetapkan hukum suatu masalah yang tidak
dijelaskan secara rinci dalam Al Quran dan hadits yang didasarkan atas
kepentingan (kemaslahatan) umum dan demi keadilan.
d. Istishab
Istishab yaitu meneruskan berlakunya suatu hukum yang telah ada dan
telah ditetapkan karena adanya suatu dalil sampai ada dalil lain yang
mengubah kedudukan dari hukum tersebut.
e. Istidlal
Istidlal yaitu menetapkan hukum suatu perbuatan yang tidak disebut
secara tegas dalam Al Quran dan hadits dengan didasarkan bahwa hal
tersebut telah menjadi adat istiadat atau kebiasaan dalam masyarakat
sebelumnya seperti beberapa hukum-hukum Allah yang diwahyukan
sebelum Nabi Muhammad saw.
f. Maslahah Mursalah
Menurut bahasa, maslahah mursalah artinya kebaikan yang terbesar.
Adapun menurut istilah, maslahah mursalah adalah perkara yang perlu
dilakukan demi kemaslahatan sesuai dengan hukumnya tidak diperoleh
dari pengajaran dalil secara langsung dan jelas. Umpamanya, seseorang
wajib untuk mengganti atau membayar kerugian kepada pemilik barang
karena kerusakan yang terjadi di luar kesepakatan yang telah ditetapkan.
g. Urf
Urf (adat) adalah urusan yang disepakati oleh segolongan manusia
dalam perkembangan nidupnya dan telah menjadi kebiasaan atau tradisi.
h. Zara’i
Zara’i menurut lugat (bahasa) berarti wasilah, yaitu pekerjaan-pekerjaan
yang menjadi jalan untuk mencapai maslahah atau jalan untuk
menghilangkan mudarat.

Ijtihad tersebut sudah dimulai sejak jaman Rasulullah karena orang


tak mungkin menyerahkan tiap-tiap perkara kepada Rasulullah saw.
Setelah Rasulullah wafat, ijtihad iebih luas lagi pengaruhnva.
Pada zaman kekhalifahan, iibentuk dewan penasihat ang tugasnya
mengurus segala persoalan penting di mana keputusannya diambil dengan -
uara terbanyak dan diterima oleh khalifah serta kaum muslim.

2.3.3. Kedudukan dan Fungsi Ijtihad


Muhammad Ma’ruf Ad Dawalibi menyimpulkan Rasulullah saw.
menempatkan ijtihad sebagai sumber hukum ketiga dalam ajaran Islam
setelah Al Quran dan sunah. Kedudukan ijtihad begitu penting dalam ajaran
Islam karena ijtihad telah dapat dibuktikan kemampuannya dalam
menyelesaikan segala persoalan yang dihadapi umat Islam mulai dari zaman
Nabi Muhammad saw. sampai sekarang. Melalui ijtihad, masalah-masalah
baru yang tidak dijelaskan oleh Al Quran maupun sunah dapat dipecahkan.
Melalui ijtihad, ajaran Islam telah berkembang sedemikian rupal menuju
kesempurnaannya, bahkan ijtihad merupakan daya gerak kemajuan umat
Islam. Artinya ijtihad merupakan kunci dinamika ajaran Islam.

Adapun ijtihad memiliki beberapa fungsi di antaranya sebagai


berikut.

 Ijtihad merupakan sumber hukum Islam yang ketiga setelah Al Quran


dan hadits.
 Ijtihad merupakan sarana untuk menyelesaikan persoalan-persoalan
baru yang muncul dengan tetap berpegang pada Al Quran dan sunah.
 Ijtihad berfungsi pula sebagai suatu cara yang disyariatkan untuk
menyesuaikan perubahan- perubahan sosial dengan ajaran-ajaran Islam.
 Ijtihad berfungsi sebagai wadah pencurahan pemikiran kaum muslim
dalam mencari jawaban dari masalah-masalah seperti berikut ini :
a) Masalah asasi yaitu hal-hal yang berkaitan dengan ajaran Islam
seperti masalah-masalah di bidang akidah dan muamalat.
b) Masalah esensial misalnya mengenai program pembangunan
negara dan bangsa.
c) Masalah insidental misalnya tentang isu-isu yang berkembang
dalam masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

Jamaluddin, Syakir. 2015. Kuliah Fiqh Ibadah. LPPI UMY. Yogyakarta.


Min, Mas. 2016. Ijtihad Sebagai Sumber Hukum Islam – Penjelasan Bentuk
Kegunaan Dan Fungsi Ijtihad Terlengkap di
https://www.pelajaran.id/2016/26/ijtihad-sebagai-sumber-hukum-
islam.html (diakses 21 Maret 2019)
Prawiro, Abdurrahman. 2013. Maqashid Asy-Syariah (Tujuan Hukum Islam).
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai