Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit
dideskripsi karena bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu. Ada empat
pasang sinus paranasal, mulai dari yang terbesar yaitu sinus maksila, sinus
frontal,
sinus etmoid dan sinus sfenoid kanan dan kiri (Mehra dan Murad, 2004). Sinus
paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala, sehingga
terbentuk rongga di dalam tulang. Semua sinus mempunyai muara (ostium) ke
dalam rongga hidung (Soetjipto dan Mangunkusomo,2007). Semua sinus
dilapisi oleh epitel saluran pernafasan bersilia yang mengalami modifikasi dan
mampu menghasilkan mukus serta sekret yang disalurkan ke dalam rongga
hidung. Pada orang sehat, sinus terutamanya berisi udara (Hilger,1997).
a. Dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas yaitu
premolar (P1 dan P2), molar (M1 dan M2), dan kadang-kadang juga gigi
taring dan gigi M3, bahkan akar-akar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam
sinus sehingga infeksi gigi rahang atas mudah naik ke atas menyebabkan
sinusitis.
c. Ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga
drainase hanya tergantung dari gerak silia, lagipula drainase juga harus melalui
infundibulum yang sempit. Infundibulum adalah bagian dari sinus etmoid
anterior dan pembengkakan akibat radang atau alergi pada daerah ini dapat
menghalangi drainase sinus maksila dan selanjutnya menyebabkan sinusitis.
Dikutip dari: Paranasal Sinuses: Atlas of Human Anatomy (Netter,
F.H., 2006) Gambar 2.1 : Anatomi Sinus Maksila
Sinus Frontal
Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan ke-
empat fetus, berasal dari sel-sel resesus frontal atau dari sel-sel infundibulum
etmoid. Sesudah lahir, sinus frontal mulai berkembang pada usia 8-10 tahun
dan akan mencapai ukuran maksimal sebelum usia 20 tahun (Ramalinggam,
1990).
Sinus frontal kanan dan kiri biasanya tidak simetris, satu lebih besar
daripada lainya dan dipisahkan oleh sekat yang terletak di garis tengah.
Kurang lebih 15% orang dewasa hanya mempunyai satu sinus frontal dan
kurang lebih lima persen sinus frontalnya tidak berkembang (Lee, 2008).
Sinus frontal dipisahkan oleh tulang yang relatif tipis dari orbita dan
fosa serebri anterior, sehingga infeksi dari sinus frontal mudah menjalar ke
daerah ini (Lund, 1997; Soetjipto dan Mangunkusomo,2007).
Sinus Etmoid
Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling penting karena
dapat merupakan fokus infeksi bagi sinus-sinus lainnya. Pada orang dewasa
bentuk sinus etmoid seperti piramid dengan dasarnya di bagian posterior.
Ukurannya dari anterior ke posterior 4-5 cm, tinggi 2.4 cm dan lebarnya 0.5
cm di bagian anterior dan 1.5 cm di bagian posterior (Netter, 2006;
Mangunkusomo, 2007).
Atap sinus etmoid yang disebut fovea etmoidalis berbatasan dengan lamina
kribrosa. Dinding lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis dan
membatasi sinus etmoid dari rongga orbita (Soetjipto dan
Mangunkusomo,2007 ; Ballenger, 2009). Di bagian belakang sinus etmoid
posterior berbatasan dengan sinus sfenoid (Hilger,1997).
Sinus Sfenoid
Fisiologi
Sistem Mukosilier
Menurut Lund (1997) beberapa teori yang dikemukakan sebagai fungsi sinus
paranasal antara lain adalah:
a. Sebagai pengatur kondisi udara (air conditioning)
Sinus paranasal berfungsi sebagai penahan (buffer) panas, melindungi orbita dan fosa
serebri dari suhu rongga hidung yang berubah-ubah. Akan tetapi kenyataannya sinus-
sinus yang besar tidak terletak di antara hidung dan organ-organ yang dilindungi.
mempengaruhi kualitas suara. Akan tetapi ada yang berpendapat, posisi sinus dan
ostiumnya tidak memungkinkan sinus berfungsi sebagai resonansi yang efektif. Lagi
pula tidak ada korelasi antara resonansi suara dan besarnya sinus pada hewan-hewan
tingkat rendah.
Fungsi ini berjalan bila ada perubahan tekanan besar dan mendadak,
Seperti pada mukosa hidung, di dalam sinus juga terdapat mukosa bersilia dan
palut lendir di atasnya (Hilger,1997). Di dalam sinus silia bergerak secara teratur
untuk mengalirkan lendir menuju ostium alamiahnya mengikuti jalur-jalur yang
sudah tertentu polanya. Pada dinding lateral hidung terdapat dua aliran transport
mukosiliar dari sinus. Lendir yang berasal dari kelompok sinus anterior yang
bergabung di infundibulum etmoid dialirkan ke nasofaring di depan muara tuba
Eustachius. Lendir yang berasal dari kelompok sinus posterior bergabung dengan
resesus sfenoetmoidalis, dialirkan ke nasofaring di postero-superior muara tuba.
Inilah sebabnya pada sinusitis didapati sekret pasca-nasal (post nasal drip), tetapi
belum tentu ada sekret di rongga hidung (Ramalinggam, 1990; Adam, 1997).
Histologi ??
2. Mengapa pilek tidak sembuh sejak 4 bulan yag lalu
Procesus ucinatus dibelakang procesus ucinatus ada os. Maxila
Edem mengakibatkan penyumbatan dari ostium sinus maxila akhirnya
mukus tidak bisa dikeluarkan mukus yang tidak keluar (terkumpul)
merupakan media yang baik untuk multiplikasi bakteri sinusitis
3. Mengapa ingus kental, sulit keluar dan terasa keluar ditenggorok terutama
saat bangun tidur
4. Apa hubungan riwayat gigi berlubang pada rahang atas dengan keluhan
pasien
a. Penjalanan infeksi gigi seperti infeksi periapikal atau abses apikal gigi dari
gigi kaninus sampai gigi molar tiga atas. Biasanya infeksi lebih sering
terjadi pada kasus-kasus akar gigi yang hanya terpisah dari sinus oleh
tulang yang tipis, walaupun kadang-kadang ada juga infeksi mengenai
sinus yang dipisahkan oleh tulang yang tebal (Ross, 1999).
e. Adanya benda asing dalam sinus berupa fragmen akar gigi dan bahan
tambahan akibat pengisian saluran akar yang berlebihan (Saragih, 2007).
f. Osteomielitis pada maksila yang akut dan kronis (Mangunkusomo; Rifki,
2001).
g. Kista dentogen yang seringkali meluas ke sinus maksila, seperti kista
radikuler dan folikuler (Prabhu; Padwa; Robsen; Rahbar, 2009).
h. Deviasi septum kavum nasi, polip, serta neoplasma atau tumor dapat
menyebabkan obstruksi ostium yang memicu sinusitis (Mangunkusomo
dan Soetjipto,2007).
6. Mengapa keluhan berkurang saat minum obat, dan kambuh saat obat habis
Obat hanya mengurangi gejala saja. Sedangkan seharusnya mengobati caries
pada gigi terlebih dahulu.
SINUSITIS
Adalah radang mukosa sinus paranasal. Sesuai anatomi sinus yang
terkena dapat dibagi menjadi sinusitis maksisla, sinusitis etmoid, sinusitis frontal
dan sinusitis sfenoid.
Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinus sedangkan bila
mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis.
Yang paling sering ditemukan adalah sinusitis maksila dan sinusitis
etmoid, sinusitis frontal dan sinusitis sfenoid lebih jarang. Pada anak hanya sinus
maksila dan sinus etmoid yang berkembang., sedangkan sinus frontal dan sinus
sfenoid belum.
Sinus maksila disebut juga antrum highmore merupakan snus yang sering
terinfeksi oleh karena
a. Merupakan sinus paranasal yang terbesar
b. Letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar, sehingga aliran sekret atau
drenase dari sinus maksila hanya tergantung gerakan silia.
c. Dasar sinus maksila adalah dasar akar gigi (prosesus alveolaris) sehingga
infeksi gigi dapat menyebabkan sinusitis maksila.
d. Ostium sinus maksila terletak di meatus medius di sekitar hiatus
semilunares yang sempit, sehingga mudah tersumbat.
Patofisiologi
Edema Di kompleks ostimeatal mucosa yangletaknya berhadapan
bertemu silia tidak dapat bergerak lendir tidak dialirkan terjadi
gangguan drenase dan ventilasi di sinus silia kurang aktif lendir yang
diproduksi mucosa lebih sinus kental bakteri patogen berkembang baik
sumbatan berlangsung terus hipoksia dan retensi lendir infeksi oleh
bakteri anaerob jeringan jadi hipertropi, polipoid ( pembentukan polip
dan kista)
SINUSITIS AKUT
Etiologi
Penyebab sinusitis akut ialah (1) rinitis akut (2) infeksi faring, seperti
faringitis, adenoiditis, tonsilitis akut (3) infeksi gigi rahang atas M,, M2, M3,
serta P, dan P2 (dentogen) (4) berenang dan menyelam (5) trauma, dapat
menyebabkan perdarahan mukosa sinus paranasal (6) barotrauma dapat
menyebabkan nekrosis mukosa.
Gejala subyektif
Gejala subjektif dibagi dalam gejala sistemik dan gejala lokal. Gejala
sistemik ialah demam dan rasa lesu. Lokal pada hidung terdapat ingus
kental yang kadang-kadang berbau dan dirasakan mengalir ke
nasofaring. Dirasakan hidung tersumbat, rasa nyeri di daerah sinus yang
terkena, serta kadangkadang dirasakan juga di tempat lain karena
nyeri alih (referred pain). Pada sinusitis maksila nyeri di bawah kelopak
mata dan kadang-kadang menyebar ke alveolus, sehingga terasa nyeri
di gigi. Nyeri alih dirasakan di dahi dan di depan telinga.
Rasa nyeri pada sinusitis etmoid di pangkal hidung dan kantus medius.
Kadang-kadang dirasakan nyeri di bola mata atau di belakangnya, dan
nyeri akan bertambah bila mata digerakkan. Nyeri alih dirasakan di
pelipis (parietal).
Pada sinusitis frontal rasa nyeri terlokalisasi di dahi atau dirasakan
nyeri di seluruh kepala.
Rasa nyeri pada sinusitis sfenoid di verteks, oksipital, di belakang bola mata
dan di daerah mastoid.
Gejala obyektif
Pada pemeriksaan sinusitis akut akan tampak pembengkakan di
daerah muka. Pembengkakan pada sinusitis maksila terlihat di pipi dan
kelopak mata bawah, pada sinusitis frontal di dahi dan kelopak mata
atas, pada sinusitis etmoid jarang timbul pembengkakan, kecuali bila ada
komplikasi.
Pada rinoskopi anterior tampak mukosa konka hiperemis dan
edema. Pada sinusitis maksila, sinusitis frontal dan sinusitis etmoid
anterior tampak mukopus atau nanah di meatus medius, sedangkan pada
sinusitis etmoid posterior dan sinusitis sfenoid nanah tampak ke luar dari
meatus superior.
Pada rinoskopi posterior tampak mukopus di nasofaring (post nasal drip).
P.penunjang
Pada pemeriksaan transiluminasi, sinus yang sakit akan menjadi suram
atau gelap. Pemeriksaan transiluminasi bermakna bila salah satu sisi sinus
yang sakit, sehingga tampak lebih suram dibandingkan dengan sisi yang
normal.
Pemeriksaan radiologik yang dibuat ialah posisi Waters, PA dan lateral.
Akan tampak perselubungan atau penebalan mukosa atau Batas cairan-
udara (air fluid level) pada sinus yang sakit.
P. mkrobiologik
Sebaiknya untuk pemeriksaan mikrobiologik diambil sekret dari meatus
medius atau meatus superior. Mungkin ditemukan bermacam-macam
bakteri yang merupakan flora normal di hidung atau kuman patogen,
seperti Pneumococcus, Streptococcus, Staphylococcus dan Haemophilus
influenza. Selain itu mungkin ditemukan juga virus atau jamur.
Terapi
Diberikan terapi medikamentosa berupa antibiotika selama 10-14 hari,
meskipun gejala klinik telah hilang. Antibiotika yang diberikan ialah
golongan penisilin. Diberikan juga obat dekongestan lokal berupa tetes
hidung, untuk memperlancar drenase sinus. Boleh diberikan analgetika
untuk menghilangkan rasa nyeri.
Terapi pembedahan pada sinusitis akut jarang diperlukan, kecuali
bila telah terjadi komplikasi ke orbita atau intrakranial; atau bila ada
nyeri yang hebat karena ada sekret tertahan oleh sumbatan.
SINUSITIS SUBAKUT
SINUSITIS KRONIS
Sinusitis kronis berbeda dari sinusitis akut dalam berbagai aspek, umumnya
sukar disembuhkan dengan pengobatan medikamentosa saja. Harus dicari
faktor penyebab dan faktor predisposisinya.
Polusi bahan kimia menyebabkan silia rusak, sehingga terjadi perubahan
mukosa hidung. Perubahan mukosa hidung dapat juga disebabkan oleh
alergi dan defisiensi imunologik. Perubahan mukosa hidung akan
mempermudah terjadinya infeksi dan infeksi menjadi kronis apabila
pengobatan pada sinusitis akut tidak sempurna. Adanya infeksi akan
menyebabkan edema konka, sehingga drenase sekret akan terganggu.
Drenase sekret yang terganggu dapat menyebabkan silia rusak dan seterusnya.
Gejala subyektif
Gejala subyektif sangat bervariasi dari ringan sampai berat, terdiri dari:
- gejala hidung dan nasofaring, berupa sekret di hidung dan sekret pasca
nasal (post nasal drip).
- gejala faring, yaitu rasa tidak nyaman dan gatal di tenggorok.
- gejala telinga, berupa pendengaran terganggu oleh karena
tersumbatnya tuba Eustachius.
- adanya nyeri/sakit kepala.
- gejala mata, oleh karena penjalaran infeksi melalui duktus naso-
lakrimalis. gejala saluran napas berupa batuk dan kadang-kadang
terdapat komplikasi di paru, berupa bronkitis atau bronkiektasis atau
asma bronkial, sehingga terjadi penyakit sinobronkitis.
- gejala di saluran cerna, oleh karena mukopus yang tertelan dapat
menyebabkan gastroenteritis, sering terjadi pada anak.
Gejala obyektif
Prinsip terapi :
c. Operatif
Komplikasi sinusitis yang lain adalah kelainan paru seperti bronkitis kronis
dan bronkiektasi. Adanya kelainan sinus paranasal disertai dengan kelainan
paru ini disebut sinobronkitis. Selain itu, dapat juga menyebabkan
kambuhnya asma bronchial yang sukar dihilangkan sebelum sinusitisnya
disembuhkan (Ballenger, 2009).