Anda di halaman 1dari 96

BAB I

DEFINISI
1. Pencegahan adalah proses, cara, perbuatanmencegah, penegahan,
penolakan.
2. Penanggulangan adalah proses, cara, perbuatan menanggulangi
3. Kebakaran adalah api yang tak terkendalikan, peristiwa terbakarnya sesuatu
4. Faktor penyebab kebakaran :
 Alam : gunung meletus, gempa bumi, petir, sinar matahari yang
mengenai lensa,dsb
 Manusia : karena disengaja (balas dendam, menutupi kejahatan,
penggantian asuransi, dsb); kelalaian (konsluiting listrik, kompor
meledak, kebocoran gas, dsb)
 Binatang : tikus, kucing, anjing, burung
5. Teori terjadinya api : api adalah merupakan suatu reaksi kimia
(reaksioksidasi) yang bersifat oksotermis dan diikuti pengeluaran cahaya dan
panas serta dapat menghasilkan nyala, asap dan bara. Terjadinya api
disebabkan oleh bersatunya tiga unsur yaitu bahan bakar yang mudah terbakar,
udara dan panas (disebut SEGITA API). Api dapat dipadamkan dengan cara
menghilangkan salah satu unsur tsb.
6. Menurut NFPA (National Fire Protection Association) api di bagi menurut
kelasnya menjadi :
a. Kebakaran pada benda yang mudah terbakar yang menimbulkan
arang/karbon (contoh: kayu, kertas, kardus, kain, kulit, plastic)
b. Kebakaran pada benda cair dan gas yang mudah terbakar contoh: bahan
bakar, bensin, lilin, gemuk, minyak tanah, thinner)
c. Kebakaran pada listrik atau yang mengandung aliran listrik
d. Kebakaran pada logam mudah terbakar (contoh: sodium, lithium,
radium)
7. Menurut SAA (Standard Australian Association) api di bagi menurut
kelasnya menjadi :
a. Kebakaran pada benda yang mudah terbakar yang menimbulkan
arang/karbon (contoh: kayu, kertas, kardus, kain, kulit, plastic)
b. Kebakaran pada benda cair mudah terbakar (contoh: bahan bakar, bensin,
lilin, minyak tanah, thinner)
c. Kebakaran pada benda gas ( contoh: LPG, LNG, metan, dll )
d. Kebakaran pada logam mudah terbakar (contoh: sodium, lithium, radium)
e. Kebakaran pada peralatan yang menggunakan tenaga listrik / menimbulkan
tenaga listrik.
8. Kebakaran dibagi menjadi :
a. Bahaya kebakaran ringan adalah ancaman bahaya kebakaran yang
mempunyai nilai dan kemudahan terbakar rendah, apabila kebakaran
melepaskan panas rendah, sehingga perjalanan api lambat.
b. Bahaya kebakaran sedang I adalah ancaman bahaya kebakaran yang
mempunyai jumlah dan kemudahan terbakar sedang; penimbunan bahan
yang mudah terbakar dengan tinggi tidak lebih dari 2,5 (dua setengah) meter
dan apabila terjadi kebakaran melepaskan panas sedang, sehingga
perjalanan api sedang.
c. Bahaya kebakaran sedang II adalah ancaman bahaya kebakaran yang
mempunyai jumlah dan kemudahan terbakar sedang; penimbunan bahan
yang mudah terbakar dengan tinggi tidak lebih dari 4 (empat) meter dan
apabila terjadi kebakaran melepaskan panas sedang, sehingga perjalanan
api sedang.
d. Bahaya kebakaran sedang III adalah ancaman bahaya kebakaran yang
mempunyai jumlah dan kemudahan terbakar agak tinggi, menimbulkan
panas agak tinggi serta penjalaran api agak cepat apabila terjadi kebakaran
e. Bahaya kebakaran berat I adalah ancaman bahaya kebakaran yang
mempunyai jumlah dan kemudahan terbakar tinggi, menimbulkan panas
tinggi serta penjalaran api cepat apabila terjadi kebakaran.
f. Bahaya kebakaran berat II adalah ancaman bahaya kebakaran yang
mempunyai jumlah dan kemudahan terbakar sangat tinggi, menimbulkan
panas tinggi serta penjalaran api cepat apabila terjadi kebakaran.
BAB II
RUANG LINGKUP

1. Identifikasi daerah paling beresiko terjadi bahaya kebakaran di rumah sakit


2. Pencegahan bahaya kebakaran
3. Penanggulangan jika terjadi kebakaran
BAB III
TATA LAKSANA

1. Identifikasi daerah paling beresiko terjadi bahaya kebakaran di rumah sakit,


yaitu
a. Instalasi Gizi
b. Bagian Pemeliharaan Sarana
c. Tempat penyimpanan O²
d. Tempat penyimpanan LPG
e. Ruang panel, ruang mesin & tangki BBM generator  f. Instalasi Farmasi
f. Instalasi Laboratorium
g. Instalasi Kamar Operasi
h. Instalasi Pusat Sterilisasi (KST & Binatu)
i. Instalasi Radiologi
Daerah/tempat beresiko ini perlu mendapatkan tanda / rambu sebagai kawasan
beresiko/ mudah meledak / mudah terbakar. Sehingga pegawai & orang yang melihat,
mengetahui bahwa tempat tersebut rawan/berbahaya.
2. Pencegahan Bahaya Kebakaran.
 Adanya Manajemen Keselamatan Kebakaran Gedung (MKKG)
 Melakukan pengecekan rutin dan teliti pada instalasi dan peralatan listrik,
regulat ordan tabung LPG
 Jangan membebani listrik terlalu berlebihan / melebihi kapasitas yang ada
(contoh: stop kontak isi 3 sudah terisi semua masih ditambahi sambungan T
listrik hingga bertumpuk – tumpuk)
 Tidak melakukan penggantian sekering arus induk tanpa sepengetahuan
petugas yang berwenang
 Cabut kabel peralatan elektronik jika tidak dipakai / hendak ditinggal pulang,
jangan dibiarkan terus menancap di stop kontak (contoh: computer,
printer,dll)
 Pastikan seluruh jaringan kabel dan peralatan elektronik tidak ada yang
rusak/terkelupas kabelnya
 Pastikan agar semua pintu keluar bebas dari bahan – bahan mudah terbakar
 Simpan cairan yang mudah terbakar di tempat yang aman dan jauh dari
nyala api atau aktivitas manusia yang padat, gudang penyimpanan logistic,
dll.
 Jauhkan tabung LPG / O²/ gas yang mudah meledak dari nyala api / listrik,
sebaiknya ditempatkan di ruangan terbuka / memiliki ventilasi lebar & banyak
 Gunakan wadah yang tepat untuk menyimpan atau menuangkan bahan cair
mudah terbakar
 Jangan menempatkan tabung APAR (Alat Pemadam Api Ringan) yang telah
terpakai/kosong pada tempat semula. Segera laporkan tabung APAR yang
telah terpakai kepada petugas terkait untuk dilakukan pengisian
 Untuk mengatasi kebakaran, pasanglah APAR cukup sesuai peraturan yang
telah ada
 Rawat dan periksa APAR serta Hidran secara berkala
 Jika terlihat puntung rokok yang masih ada apinya segera matikan dan
pastikan tidak ada puntung rokok di ruangan/area yang mudah terbakar
3. Penanggulangan Jika Terjadi Kebakaran.
a. Jangan panik Ingat setiap kepanikan akan mengurangi daya pikir dan ruang
gerak
b. Sesuai dengan MKKG (Manajemen Keselamatan Kebakaran Gedung) maka
dalam setiap shift / dinas jaga, setiap kepala unit kerja / koordinator shift wajib
untuk membagi/ membuat daftar jaga petugas KKG (Keselamatan Kebakaran
Gedung) di tempat kerjanya masing – masing. Di setiap shift/dinas jaga harus
ada regu pemadam, regu P3K dan regu evakuasi (regu evakuasi dibagi menjadi
rescue & salvage). Semua petugas yang dinas wajib untuk mendapat salah satu
peran tersebut. Jika karena keterbatasan tenaga maka satu orang bisa
merangkap beberapa peran sekaligus. Untuk lingkup seluruh rumah sakit juga
dibutuhkan peran sebagai Kepala Kesela matan Kebakaran Gedung (oleh
Manajer Rawat Inap / KP jaga), satpam area (oleh satpam), PMK setempat
(oleh satgas kebakaran P2K3/ petugas BPS yang jaga dan satpam) serta P3K
(oleh petugas IRJ atau IGD yang jaga). Ini adalah standard minimal dari struktur
organisasi Keselamatan Kebakaran Gedung (KKG) , gunanya adalah agar saat
terjadi bencana kebakaran, setiap petugas diunit masing – masing telah
mengetahui peran mereka sebagai apa.
c. Adapun rincian tugas dari masing – masing peran adalah sbb:
 Tugas Kepala/Wakil Keselamatan Kebakaran Gedung
 Pastikan bahwa Dinas Pemadam Kebakaran sudah dihubungi.
 Menuju ke posko kebakaran(IGD) untuk memimpin operasional
 Pastikan bahwa pemberitahuan kewaspadaan tingkat pertama telah
dilaksanakan.
 Pastikan bahwa peran kebakaran lantai telah melaksanakan tugasnya
 Tetap siaga untuk menerima status laporan dan
memperkirakan harus evakuasi bertahap atau evakuasi total.
4. Tugas Operator telpon/Informasi
 Secepatnya menghubungi Dinas Pemadam Kebakaran dan Instansi
terkait.
 Jangan memutuskan hubungan telpon sampai Dinas Pemadam
Kebakaran mengulangi berita.
 Mengendalikan sistem pemberitahuan umum.
5. Tugas Teknisi
 Mengatur dan mengontrol peralatan mekanik maupun elektrik (lift,
pompa kebakaran, hidran, lampu darurat, peralatan evakuasi, dll)
 Membantu kelancaran tugas bantuan yang datang di tempat kejadian
kebakaran.
6. Tugas Kepala/Wakil peran kebakaran lantai/ruangan/instalasi
1) Apabila kebakaran tidak berada pada lantainya,yakinkan bahwa
lantainya siap dievakuasi.
2) Apabila kebakaran di lantainya segera laporkan ke ext 113 (tentukan
ext. khusus) :
- Nama pelapor :………………………………….
- Jenis yang terbakar :………………………………….
- Lokasi kebakaran :………………………………….
- Situasi terakhir :………………………………….
3) Memimpin pelaksanaan operasional di lantainya
4) Pada saat mendengar pemberitahuan evakuasi :
 Periksa semua ruangan dan pastikan setiap penghuni di
lantainya untuk melaksanakan evakuasi.
 Pada saat evakuasi berikan perhatian khusus pada orang
cacat,hamil,anak-anak,dll
 Pada saat tiba di titik berkumpul,laksanakan
inventarisasi terhadap penghuni (pasien,pengunjung,pegawai)
lantainya.
 Laporkan tentang situasi terakhir dan status evakuasi kepada
Kepala Keselamatan Kebakaran Gedung.
5) Tugas regu Pemadam kebakaran lantai/ruangan/instalasi
 Memadamkan dan melokalisir kebakaran serta menekan
kerugian sekecil-kecilnya.
 Memadamkan kebakaran dengan menggunakan APAR (Alat
Pemadam Api Ringan) secara efektif dan efisien.
 Selalu berkoordinasi dengan regu atau pihak lain.
7. Tugas P3K lantai
a. Melaksanakan pertolongan pertama seperlunya dengan cepat dan tepat
apabila ditemukan korban yang mengalami gangguan kesehatan.
b. Mentransportasikan korban ke tempat lain yang aman.
c. Selalu berkoordinasi dengan regu atau pihak lain.
8. Tugas regu Evakuasi lantai
 Mengevakuasikan penghuni ke titik berkumpul terdekat.
 Memberi petunjuk,mengarahkan dan mencarikan jalan keluar kepada
penghuni.
 Selalu mengingatkan penghuni agar tidak menggunakan lift sekaligus
mengarahkan agar menuju tangga darurat terdekat.
 Selalu mengingatkan kepada ibu-ibu yang memakai sepatu berhak
tinggi harap dilepas.
 Menginformasikan ke regu P3K apabila ditemukan penghuni yang
perlu mendapatkan pertolongan.
 Selalu berkoordinasi denga regu atau pihak lain.
9. Tugas regu Salvage/penyelamat barang
 Menyelamatkan barang berharga atau dokumen penting ketempat lain
yang aman yang telah ditentukan.
 Menyerahkan barang atau dokumen tersebut ke bagian pengaman
 Selalu memonitor situasi terakhir kebakaran.
 Selalu berprinsip bahwa keselamatan jiwa lebih penting dari harta
benda.
 Selalu berkoordinasi dengan regu atau pihak lain.
10. Tugas Satpam area
 Mengamankan area gedung yang terbakar.
 Mengatur lalu lintas disekitar gedung.
 Mengatur perpindahan kendaraan di tempat parkir ke tempat lain
yang aman.
 Mengatur tersedianya jalan masuk bagi bantuan luar yang datang.
 Menjaga dokumen/barang yang telah diselamatkan.
 Sebagai penunjuk jalan bagi bantuan luar yang datang.
 Selalu berkoordinasi dengan regu/pihak lain.
11. Tugas pemadam kebakaran setempat
a. Pada saat mendapat perintah
 Berusaha mengetahui dengan pasti lokasi terjadinya kebakaran
 Menuju ke posko kebakaran (IGD) untuk memantau
situasi.
Seorang anggota regu menunggu kedatangan petugas pemadam
kebakaran kota........
b. Pada saat terjadi kebakaran
 Melaksanakan pemadaman/melokalisir kebakaran sebelum
petugas pemadam kebakaran datang.
 Memberi informasi yang diperlukan oleh petugas bantuan yang
datang.
 Selalu berkoordinasi dengan regu/pihak lain.
c. Tugas P3K (Poliklinik)
 Selalu berkoordinasi dengan pihak rumah sakit terdekat.
 Melakukan pertolongan dengan cepat dan tepat apabila ada
korban yang mengalami gangguan kesehatan.
BAB IV
DOKUMENTASI

1. Form pemeliharaan sarana evakuasi & kebakaran.


2. Audit pemeliharaan sarana evakuasi & kebakaran.
3. Audit kemampuan pemakaian APAR.
ALUR PENANGGULANGAN KEBAKARAN

Kebakaran –> Hub Ext 113 (Kode Red) –> Padamkan Api dengan APAR —> Api
Padam lapor 113

–> Bila Api Tidak Padam Evakuasi –> Menuju Titik Kumpul —> Tunggu Arahan
Petugas
PEDOMAN PELAYANAN PANITIA PEMBINA KESELAMATAN DAN
KESEHATAN KERJA
PEDOMAN PELAYANAN PANITIA PEMBINA KESELAMATAN DAN
KESEHATAN KERJA.

BAB 1 – PENDAHULUAN.

A. Latar Belakang.

Rumah sakit sebagai badan usaha merupakan tempat berkumpulnya tenaga kerja,
pimpinan, pasien, pengunjung, dan mitra kerja yang lain. Dalam hubungannya antara
pimpinan dan tenaga kerja, ada hak dan kewajiban yang harus dilakukan, salah
satunya adalah hak tenaga kerja untuk mendapatkan keselamatan dan kesehatan
kerja dalam menjalankan tugasnya. Sedangkan kewajiban tenaga kerja di antaranya
adalah menjalankan atau mematuhi peraturan yang ditetapkan, misalnya tenaga kerja
harus memakai alat pelindung diri pada proses pekerjaan yang memerlukan alat
pelindung diri. Sementara itu, pimpinan berkewajiban untuk menyediakan alat
pelindung diri sehingga pekerja terhindar dari kecelakaan atau penyakit akibat
kerja.Sesuai dengan visi Rumah Sakit “Menjadi Rumah Sakit Utama Pilihan
Masyarakat Malang Raya Karena pelayanan kesehatan yang berpusat pada pasien
dengan mengutamakan mutu dan keselamatan pasien” untuk itu maka perlu di bentuk
Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3) di Rumah Sakit .

Dalam pelaksanaan K3 diperlukan penanganan yang serius dan dukungan sistem


manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang melibatkan seluruh bidang
kegiatan dan seluruh sumber daya manusia (SDM) yang ada. Dengan adanya
komitmen antara pimpinan, pegawai, dana, dan pengelolaan yang baik disertai
pelaksanaan yang berkesinambungan maka rumah sakit akan dapat melaksanakan
kegiatan K3 sesuai dengan harapan.

Buku Pedoman Pelayanan Panitia Pembina Keselamatan dan Kesehatan Kerja (P2K3)
Rumah Sakit ini diharapkan dapat menjadi acuan yang memberikan kemudahan bagi
pimpinan dan pegawai dalam melaksanakan berbagai program dan ketentuan K3 yang
ditetapkan.

Pelaksanaan K3 yang serius dan baik akan dapat mengurangi timbulnya kecelakaan
maupun penyakit akibat kerja baik bagi pegawai, pekerja, pasien, dan
masyarakat/pengunjung yang berada di Rumah Sakit . Sehingga pada akhirnya,
diharapkan segenap pegawai, pekerja, pasien, dan masyarakat/ pengunjung akan
merasa aman dan nyaman berada di Rumah Sakit .

B. Tujuan Pedoman.

1. Melindungi setiap orang yang berada di tempat kerja agar selalu dalam keadaan
sehat dan selamat

2. Melindungi bahan dan alat-alat agar dapat digunakan secara aman dan efisien

3. Terbentuknya Panitia PembinaKeselamatan dan Kesehatan Kerja di rumah sakit


melalui kerjasama lintas program dan lintas sektoral
4. Mencegah dan mengurangi kecelakaan kerja, kebakaran, dan penyakit akibat
kerja

5. Mengamankan mesin, instalasi, pesawat, alat, dan bahan berbahaya

6. Menciptakan lingkungan kerja yang aman, sehat, dan tercipta penyesuaian


antara pekerjaan dengan manusia atau manusia dengan pekerjaan

7. Meningkatkan produktivitas kerja

C. Ruang Lingkup Pelayanan.

Ruang lingkup K3 meliputi aspek-aspek fisik, sarana dan prasarana, serta

SDM yang memadaiyaitu :

 1) Adanya tenaga terlatih dalam bidang Penanggulangan Kebakaran dan


evakuasi bencana

Di RS , sudah ada pengorganisasian dalam bidang Penanggulangan Kebakaran


dan Evakuasi bencana dan dalam pelaksanaannya mengacu pada Disaster
Plan.

 2) Area beresiko di Rumah Sakit


Untuk area beresiko dibagi menjadi 2 yaitu :

 (1) Resiko jika terjadi kegagalan utilitas (listrik & air tidak dapat operasional)
yaitu :
 a. Laboratorium,

 b. Radiologi,
 c. Farmasi,

 d. ICU,

 e. IKO,

 f. KST,

 g. Binatu,

 h. Genset,

 i. Logistik,

 j. Gizi,

 Laboratorium,Radiologi,IKO,ICU & Farmasi wajib ada UPS untuk


mengantisipasi jika terjadi listrik PLN mati dan genset mengalami masalah
sehingga tidak ada pasokan listrik di area RS. Untuk air jika ada masalah
akan mendapat pasokan dari PDAM kota & HIPAM (sumber air swadaya
desa Tlekung).

 (2) Resiko jika terjadi kebakaran yaitu :

 a. Instalasi Gizi,

 b. BPS,

 c. Penyimpanan o² & LPG

 d. Genset
 e. KST

 f. Farmasi
 g. Laboratorium

 h. IKO

 i. Radiologi

 Guna mencegah terjadinya kebakaran maka langkah pertama adalah


perlu dilakukan assesmen kemungkinan kebakaran,pemasangan sign
K3 & monitoring serta evaluasi di daerah-daerah yang rawan untuk
terjadi kebakaran.

 3) Adanya denah dan tanda-tanda K3 dilingkungan Rumah Sakit. Untuk jalan


keluar bila terjadi bencana diperlukan rambu-rambu/ tanda-tanda khusus
sehingga memudahkan untuk evakuasi, antara lain:

 (1) Rambu-rambu petunjuk arah jalan keluar, alat pemadaman api,


tempat-tempat berbahaya dan tanda-tanda larangan.

 (2) Denah, marka, tempat alat pemadaman api.

 (3) Ram, lorong-lorong, pintu darurat yang cukup lebar untuk


brankart.
 (4) Lampu darurat yang menyala otomatis.

 (5) Ruangan untuk lebih dari 60 orang minimal 2 pintu


keluar.

 (6) Pintu-pintu dapat dibuka dari luar.

 4) Adanya bidang yang menangani penanggulangan kebakaran. Dalam


Struktur organisasi/ kepanitiaan K3 (Keselamatan dan Kesehatan Kerja) di
Rumah sakit sudah dibentuk Panitia Pembina Keselamatan dan kesehatan
Kerja (P2K3) yang dibagi menjadi 4 bidang& 2 Satgas, salah satunya yaitu
Satgas Penanggulangan Kebakaran & Bencana yang khusus menangani/
menanggulangi kebakaran dan bencana yang mungkin terjadi di Rumah
sakit.

 5) Tersedianya APAR, Hydrant, Alarm dan Alat deteksi kebakaran. Dalam


upaya pencegahan dan penanggulangan kebakaran yang ada di lingkungan
Rumah Sakit maka disediakan Alat pemadam Api ringan (APAR) di seluruh
lingkugan Rumah Sakit yang penempatannyasesuai dengan Permenaker
No.04/Men/1980 tentang syarat –syarat pemasangan dan pemeliharaan APAR
yang dalam penerapannya dikondisikan sesuai dengan keadaan bangunan RS
. Sedangkan hydrant digunakan apabila APAR tidak memadai untuk mengatasi
kebakaran. Deteksi kebakaran diadakan agar sedini mungkin bahaya
kebakaran dapat diketahui dan dilakukan penanggulangannya.Alarm
kebakaran sebagai tanda untuk menunjukkan bahwa disuatu tempat tetentu
terjadi kebakaran, memudahkan lokasi yang terjadi kebakaran dapat segera
diketahui sehingga memudahkan tindakan penanggulangannya.

 6) Tersedianya alat keamanan pasien.


Tingkat ketergantungan dari setiap rumah sakit berbeda-beda, dari
tingkat ketergantungan sebagian kepada perawat sampai tingkat
ketergantungan yang total, misalnya pasien yang tidak sadar. Dalam
penyembuhan penyakit memerlukan tahapan-tahapan dari duduk, berdiri,
sampai dengan jalan yang semuanya itu dibutuhkan lingkungan dan
peralatan yang mendukung keamanan pasien; di dalam ruangan diperlukan
adanya:

 (1) Adanya pegangan sepanjang tangga dan dinding.

 (2) Toilet dilengkapi pegangan dan bel

 (3) Pintu dapat dibuka dari luar.

 (4) Tempat tidur dilengkapi penahan pada tepinya dengan jarak terali
lebih kecil da ripada kepala anak.
 (5) Sumber listrik dilengkapi dengan penutup dan pengaman.
 (6) Tersedia oksigen yang cukup pada tempat yang penting.
 (7) Ada alat penghisap dalam keadaan darurat.

 (8) Adanya listrik pengganti bagi ruangan dan alat medis


vital.

 7) Adanya pemeriksaan kesehatan bagi semua calon pegawai, Rumah sakit


merupakan tempat dimana kemungkinan sesuatu penyakit dapat ditularkan
baik dari petugas kepada pasien atau sebaliknya. Dengan demikian perlu
dilakukan pemeriksaan kesehatan bagi para calon pegawai agar tenaga yang
diterima dalam kondisi kesehatan yang setinggi-tingginya, tidak terinfeksi
penyakit dan cocok untuk pekerjaan yang akan menjadi tanggungjawabnya.
Pemeriksaan calon pegawai meliputi ;

 (1) Pemeriksaan fisik diagnostic di poliklinik oleh dokter poliklinik.


 (2) Pemeriksaan penunjang meliputi : a. Radiologi ; Foto Thorax, b.
Laboratorium ; darah lengkap, urin lengkap.
 8) Adanya pemeriksaan khusus bagi pegawai yang bekerja pada tempat yang
beresiko tinggi.

Pemeriksaan khusus dimaksudkan untuk menilai adanya pengaruh-


pengaruh dari pekerjaan tertentu terhadap tenaga kerja atau golongan-
golongan tenaga kerja tertentu. Dilakukan 1 kali dalam setahun.

Pemeriksaan kesehatan khusus ini dilakukan terhadap :

 (1) Petugas yang bekerja di keperawatan (IKO,IGD,RUANG


BERSALIN,PETUGAS RUANG ISOLASI dilakukan pemeriksaan rutin
yang meliputi HBSAg,anti HCV,anti HIV).

 (2) Petugas yang bekerja di Radiologi.

 (3) Petugas yang bekerja pada bagian Laboratoirum (dilakukan


pemeriksaan rutin yang meliputi HBSAg,anti HCV,anti HIV).
 (4) Petugas pengelola makanan (dilakukan pemeriksaan meliputi swab
dubur,anti HAV).
 9) Dilaksanakannya pencegahan, pemantauan dan penatalaksanaan
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja.Rumah sakit sebagi tempat orang
memulihkan kesehatannya dari sakit, tetapi juga sebagai tempat orang sehat
bekerja dan beraktivitas. Bagi orang yang bekerja, tentu ada tempat-tempat
dengan resiko tinggi yaitu terjadinya kontaminasi atau tertular penyakit serta
kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja. Upaya meningkatkan kesadaran
pegawai untuk mencegah terjadinya penyakit akibat kerja dan atau kecelakaan
kerja dilakukan dengan cara mengefektifkan pemakaian alat pelindung diri bagi
pekerja, pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan prosedur dan penggunaan alat
sesuai dengan manual yang telah ditetapkan.Efektivitas pelaksanaan tugas
pekerjaan tersebut dapat terjadi, apabila P2K3 selaku penanggungjawab
terselenggaranya Kesehatan kerja di rumah sakit, secara berkesinambungan
memantau pelaksanaan kerja yang sehat sebagaiman telah ditetapkan dalam
ketentuan.Penatalaksanaan penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja
dilakukan dengan pencatatan yang dilakukan oleh P2K3, dalam form yang
telah disediakan. Hasil pencatatan dalam pelaksanaan pekerjaan menjadi
bahan evaluasi, agarkejadian yang serupa tidak terjadi lagi dalam proses
pekerjaan selanjutnya.

 10) Adanya ketentuan tentang pengadaan, penyimpanan dan


pengelolaan jasa dan bahan berbahaya.

Bahan berbahaya adalah zat, bahan kimia dan biologi, baik dalam bentuk tunggal
maupun campuran yang dapat membahayakan kesehatan lingkungan hidup secara
langsung atau tidak langsung. Mengingat resiko yang ditimbulkan akibat bahan
berbahaya tersebut, maka ketentuan di dalam hal pengadaan dan penyimpanan
bahan berbahaya mengacu kepada Permenkes 472/MENKES/PER/ V/ 1996
tentang Pengadaan Bahan Berbahaya bagi Kesehatan.

 11) Adanya Pemantauan Kesehatan Lingkungan,


Pemantauan kesehatan lignkungan kerja dilakukan terhadap faktor-faktor :
fisik, kimiawi, biologis, dan ergonomis, yang mempengaruhi kesehatan kerja.
Hal tersebut perlu dilakukan karena lingkungan kerja dapat mempengaruhi
kesehatan kerja para pegawai dalam bentuk kecelakaan kerja dan penyakit
akibat kerja. Pemantauan lingkungan kerja meliputi:

 (1) Faktor Fisik : Kebisingan, pencahayaan, listrik, panas getaran, suhu,


kelembaban dan radiasi.
 (2) Faktor Kimiawi : gas anesthetic, cairan anestetic, fromaldehid, mercury,
debu.
 (3) Faktor biologi: pemantauan rutin kadar HbSAg, pemeriksaan angka
kuman di ruangan khusus (IKO,KST,Ruang bayi & ICU), pemeriksaan
makanan dan Pemeriksaan IPAL.

 (4) Faktor ergonomis: perencanaan tangga, cara mengangkat beban,


memindahkan pasien, memberi makan pasien, pekerjaan yang dilakukan
dengan duduk.

 12) Pengelolaan Sanitasi Rumah Sakit.

 (1) Penyehatan Bangunan dan Halaman Rumah Sakit.

 a) Pemeliharaan ruang dan bangunan :

 1. Kegiatan pembersihan ruang dilakukan pada pagi, siang dan sore


hari.
 2. Cara membersihkan ruangan yang menebarkan debu harus
dihindari, masing-masing ruang dilengkapi dengan perlengkapan
kebersihan sendiri-sendiri.

 3. Petugas kebersihan dalam menjalankan tugasnya harus


menggunakan APD yang telah disediakan.
 b) Pencahayaan.

 1. Pencahayaan alam maupun buatan diupayakan agar tidak


menimbulkan silau dan intensitasnya disesuaikan dengan
peruntukannya.

 2. Jaringan instalasi listrik harus sering diperiksa kondisinya


untuk menjamin keamanan.
 c) Penghawaan.
 1. Untuk penghawaan alamiah, lubang ventilasi diupayakan
system silang ( cross ventilation) dan dijaga kebersihannya agar
udara tidak terhalang.

 2. Untuk mengurangi kadar udara dalam ruangan (indoor) , 1 kali


dalam 1 bulan supaya didesinfeksi dengan menggunakan aerosol
atau disarungdengan electron presipitator/ menggunakan
penyinaran ultra violet.

 3. Untuk pemantauan kualitas udara ruang minimal 2 kali setahun.


 d) Kebisingan.

 1. Pengaturan dan tata letak ruangan harus sedemikian rupa


sehingga kamar dan ruangan memerlukan suasana tenang
terhindar dari kebisingan.

 e) Lalulintas antar ruangan.

 1. Pembagian ruangan dan lalulintas antar ruangan harus didesain


sedemikian rupa dan dilengkapi dengan petunjuk letak ruangan,
sehingga memudahkan hubungan dan komunikasi antar ruangan
serta menghindari resiko terjadinya kecelakaan dan kontaminasi.
 2. Penggunaan tangga dan litf harus dilengkapi dengan sarana
pencegahan kecelakaan seperti alarm suara dan petunjuk
penggunaannya yang mudah dipahami oleh pengguna, atau untuk lift
dengan 4 (empat) lantai harus dilengkapi dengan ARD (Automatic
Reserve Divided, yaitu alat yang bisa mencari lantai terdekat bila listrik
mati).

 3. Dilengkapi dengan pintu darurat yang dapat dijangkau dengan


mudah bila terjadi kebakaran atau kejadian darurat lainnya dan
dilengkapi dengan tangga darurat.

 f) Fasilitas Pemadam Kebakaran.

 (2) Persyaratan Higiene dan Sanitasi Makanan dan Minuman

 a) Bahan makanan atau makanan jadi yang berasal dari instalasi gizi
harus diperiksa secara fisik dan secara periodik minimal 1 tahun sekali
diambil sampelnya untuk konfirmasi laboratorium.

 b) Tempat penyimpanan bahan makanan harus terpelihara dan dalam


kondisi bersih, terlindungi dari debu, bahan kimia berbahaya, serangga
dan hewan lainnya.

 c) Cara penyajian makanan harus terhindar dari pencemaran


(dengan menggunakan kereta dorong khusus).
 d) Tempat pengolahan makanan;bersih dan bebas debu.

 e) Asap dikeluarkan melalui cerobong asap yang dilengkapi dengan


sungkup asap.
 f) Penjamah makanan harus sehat dan dilakukan pemeriksaan
secara berkala.
 g) Penjamah makanan harus menggunakan perlengkapan pelindung
pengolahan makanan (celemek/ apron, penutup Rambut dan mulut).
 h) Selama melakukan pengolahan makanan harus dilakukan: terlindung
kontak langsung dengan tubuh (menggunakan sarung tangan plastik,
penjepit makanan, sendok, garpu dan sejenisnya).

 (3) Penyehatan Air Termasuk Kualitasnya.

 a) Kualitas air minum harus sesuai dengan Keputusan Menteri


Kesehatan RI no: 492/MENKES/PER/IV/2010; tentang syarat-syarat
kualitas air minum.

 b) Jumlah kebutuhan air bersih harus mencukupi yaitu 500 l/ tt/ hari.
 c) Pemeriksaan kualitas air bersih dilakukan setiap bulan sekali (untuk
pemeriksaan mikrobiologis) dan 3 bulan sekali untuk (pemeriksaan
kimiawi).

 d) Pengambilan sampel air bersih untuk pemeriksaan mikrobiologi


diutamakan pada kran instalasi gizi, kamar bedah, kamar bersalin,
kamar bayi, tempat penampungan (reservoir),
ruang makan, secara acak pada kran-kran distribusi, pada sumber air dan
di titik- titik yang rawan menimbulkan pencemaran.
 (4) Penanganan Limbah.

 a) Tempat sampah harus terbuat dari bahan yang kuat, cukup ringan,
tahan karat, kedap air, mempunyai permukaan yang halus pada bagian
dalamnya dan tutup yang mudah dibuka dan ditutup tanpa mengotori
permukaan tangan.

 b) Sampah yang dihasilkan rumah sakit dapat dibedakan menjadi 2


yaitu :

1. Sampah infektius ( warna kantong plastik kuning).

2. Sampah umum(warna kantong plastik hitam).

 c) Sampah yang dihasilkan diangkat setiap hari.

 d) Harus tersedia incinerator untuk melakukan pembakaran/


pemusnahan sampah medis rumah sakit.
 e) Untuk limbah cair, limbah yang dihasilkan dari seluruh kegiatan
pelayanan rumah sakit harus dialirkan dalam kondisi tertutup, kedap air
dan dapat mengalir dengan lancar.

 f) Limbah diolah dalam IPAL.

 g) Kualitas effluent air limbah yang akan dibuang ke lingkungan


harus memenuhi standard baku mutu lingkungan yang berlaku.

 (5) Pengelolaan Tempat Pencucian Linen.


 a) Di ruang linen harus disediakan ruang yang terpisah sesuai
dengan kegunaanya:

1. R. linen kotor.

2. R. linen bersih.

3. R. untuk perlengkapan kebersihan.

4. R. pelengkapan cuci.

5. Ruang Kereta linen.

6. Kamarmandi/WC tersendiri untuk petugas pencucian umum.

7. Ruang peniris/ pengering untuk alat-alat dan linen.

 b) Ruang-ruang diatur penempatannya sehingga perjalanan


linen kotor sampai linen bersih terhindar dari kontaminasi
silang.

 c) Harus disediakan tempat cuci tangan petugas, untuk mencegah


terjadinya kontaminasi linen bersih.
 d) Bak air yang ada harus selalu dibersihkan, untuk mencegah
perindukan minimal, seminggu sekali.
 (6) Pengendalian Binatang Pengganggu, Serangga dan Tikus.

 a) Konstruksi rumah sakit dibuat sedemikian rupa untuk menghidari


terjadinya perkembangbiakan serangga, tikus dan binatang
pengganggu lainnya, antara lain setiap lubang pada bangunan harus
dipasang alat/ penghalang agar binatang/ serangga/ tikus tidak masuk
ke dalam ruangan.
 b) Setiap sarana penampungan air harus bersih/ dikuras sekurang-
kurangnya seminggu sekali untuk mencegah berkembangbiakan
nyamuk (Aedes aegepty).

 c) Pengendalian serangga, tikus dan binatang pengganggu lainnya


dengan menggunakan pestisida harus dilakukakan dengan hati-hati.

 d) Cara lain adalah dengan memasang perangkap.

 (7) Dekontaminasi Melalui Sterilisasi dan Desinfeksi.


Semua peralatan kedokteran/keperawatan dibedakan menurut kreteria
Spaulding

a) Peralatan kretikal :steril.

b) Peralatan semi kretikal :minimal desinfeksi tingkat tinggi.

c) Peralatan non kretikal :desinfeksi.

 (8) Perlindungan Radiasi.

 a) Tindakan pencegahan radiasi harus mencakup upaya pemindahan


dan pengamanan bahan yang memancarkan radiasi,mengamankan
pekerja yang bekerja dengan radiasi.

 b) Pengawasan kontaminasi udara:

 1. Kontaminasi udara ditempat kerja harus diupayakan


seminimal mungkin.
 2. Perlengkapan proteksi radiasi khusus harus dalam keadaan baik,
diperiksa dan diuji secara berkala.
 3. Harus selalu diusahakan agar memenuhi
ketentuan keselamatan kerja terhadap perlengkapan radiasi.

 c) Harus dilakukan pemantauan perorangan (minimal 1 bulan sekali)


untuk melihat tingkat paparan radiasi dan selanjutnya membatasi jumlah
paparan dan diusahakan dibawah NAB.

 d) Pada saat pemasangan pesawat radiasi, ukuran, bentuk dan intensitas


radiasi dapat diketahui. Karena itu dapat ditentukan daerah yang
menerima/ yang bebas radiasi.

 e) Pelayanan pemantauan menjadi tanggung jawab dan wewenang


BATAN.
 f) Perlengkapan dan peralatan untuk pengamanan bahan yang
memancar-kan radiasi adalah sebagai berikut;
 1. Monitor perorangan.

 2. Survey meter.

 3. Alat untuk mengangkat dan mengangkut.

 4. Pakaian kerja.

 5. Dekontaminasi kit.

 6. Alat pemeriksa tanda-tanda radiasi.

 (9) Penyuluhan Kesehatan Lingkungan.

 a) Pegawai.
 b) Pasien.

 c) Pengunjung.

 d) Masyarakat sekitar.

 13) Adanya Pengelolaan, pemeliharaan dan sertfikasi sarana dan prasarana


serta peralatan kesehatan.
 a) Pemeliharaan dan pengelolaan peralatan rumah sakit dilakukan oleh
Bagian Instalasi Pemeliharaan Sarana yang meliputi:

 1. Kalibarasi alat,

 2. Program dan prosedur pemeliharaan.

 3. Manual penggunaan alat.

 4. Prosedur pemeliharaan APD.

 b) Sarana dan Prasarana Non Medis.

 1. Program pemeliharaan.

 2. Manual penggunaan alat.

 3. Prosedur pemeliharaan APD.

 c) Sertifikasi dan Prasarana.

 1. Fisik dan Bangunan, IMB dan HO.


 2. Perijinan dan Sertifikasi.

 Rekomendasi dinas kebakaran, ijin pemakaian diesel, ijin instalasi


petir, ijin operasional rumah sakit, ijin instalasi listrik, ijin Penggunaan
Radiasi.

 14) Pengelolaan limbah padat dan cair.

 a) Tersedia tempat sampah minimal 1 (satu) buah disetiap kamar atau


radius 10 meter dan radius 20 meter pada ruang tunggu terbuka.

 b) Sampah rumah sakit dibedakan menjadi 2 bagian yaitu :

 1. Sampah umum ; yaitu untuk mengelola sampah umum perlu


disediakan tempat pembuangan akhir, selanjutnya sampah yang
sudah terkumpul tersebut diangkut/ dibuang oleh petugas DPU ke
Pembuangan Sampah Akhir.

 2. Sampah Medis : Sampah medis yang dihasilkan di rumah sakit,


harus dimusnahkan dengan cara dihancurkan/ dibakar di incinerator,
sehingga dihasilkandebu yang tidak lagi berbahaya/ infektius, tetapi
perlu pengelolaan lebih lanjutyaitu dengan mengumpulkan sampah/
debu ke dalam tempat khusus sehingga mudah dalam pembuangan.

 c) Semua limbah cair yang dihasilkan dari kegiatan


pelayanan di RS, disalurkan ke IPAL dengan cara mengalirkan air limbah
melalui saluran tertutup. Air limbah yang telah diproses dalam IPAL
dibuang ke lingkungan/ badan air. Air limbah yang dibuang ke badan air
harus memenuhi standard baku mutu lingkungan.
 d) Pengelolaan limbah Gas.
Limbah gas yang dihasilkan RS bersumber dari :

1. Hasil pembakaran incinerator.

2. Hasil kegiatan instalasi Gizi.

Untuk mengurangi pencemaran yang terjadi di lingkungan RS , maka


perlu dilakukan peninggian cerobong Asap incinerator 3 (tiga) meter
lebih tinggi dengan gedung tertinggi disekitar RS . Penggunaan
sprayer untuk menekan jumlah debu sisa pembakaran.

Gas anestesi di kamar bedah.

Gas yang dihasilkan dari kegiatan pelayanan bedah harus dibuang


ke luar agar tidak mengganggu proses pelayanan di kamar bedah.

 15) Adanya program K3 secara periodik.


Guna mempersiapkan tenaga terlatih dibidang K3 (Keselamatan dan
Kesehatan Kerja) diperlukan pelatihan berkesinambungan yang dilakukan 2
kali dalam setahun, dengan materi :

a) Penanggulangan bencana.

b) Bahaya kebakaran.

c) Evakuasi Bencana.

d) Pengelolaan B3.

e) Tatalaksana Kecelakaan dan Penyakit Akibat kerja.


f) Sistem Informasi.

g) Pengorganisasian.

 16) Adanya system pencatatan dan pelaporan K3.


Keselamatan dan kesehatan kerja merupakan hal atau keadaan yang sering
tidak disadari oleh semua orang/ disemua tempat, khususnya di rumah sakit
terbukti masih banyak kejadian dan data yang diabaikan sehingga diperlukan
pengelolaan secara sistematis. Dasar pengelolaan K3 di RS berdasar pada
Surat Keputusan Direktur RS dan Kebijakan RS dalam bidang K3.

Terkumpulnya data sangat diperlukan sebagai dasar untuk melakukan evaluasi


terhadap penyelenggaraan K3 di RS . Tertib administrasi K3 di RS
diselenggarakan dengan pencatatan dan pelaporan secara berkala yang
meliputi

a) Kecelakaan Kerja.

b) Penyakit Akibat Kerja.

c) Kebakaran.

d) Bencana.

Untuk memudahkan dalam pencatatan dan pelaporan K3 telah


disediakan format tersendiri.

D. Batasan Operasional.
Dalam pengimplementasian K3 dan perlu dipahami antara lain :

1. Keselamatan dan Kesehatan Kerja adalah :

Merupakan upaya untuk menekan dan mengurangi resiko kecelakaan dan penyakit
akibat kerja yang pada hakekatnya tidak dapat dipisahkan antara keselamatan dan
kesehatan.

2. Upaya Kesehatan Kerja adalah :

Upaya penyerasian antara kapasitas kerja dan beban kerja serta lingkungan kerja
agar setiap pekerja dapat bekerja secara sehat tanpa membahayakan diri sendiri
maupun orang/ masyarakat disekelilingnya, agar diperoleh produktivitas yang optimal.

3. Keselamatan kerja adalah:

Keselamatan yang berhubungan dengan alat kerja, bahan dan proses kerja/
pengolahannya, tempat kerja dan lingkungan serta cara-cara melakukan pekerjaan.

4. Kecelakaan Kerja:

Kecelakaan yang tidak diharapkan dan tidak terduga.

Tidak terduga; karena dibelakang kejadian tersebut diharapkan tidak terdapat


unsur kesengajaan dan perencanaan. Tidak diharapkan; karena peristiwa
kecelakaan disertai kerugian material maupun penderitaan dari yang paling ringan
sampai yang paling berat, tidak diinginkan.

5. Ergonomi adalah:
Ilmu yang mempelajari perilaku/sikap posisi manusia dalamkaitannya dengan
pekerjaan mereka.

Beberapa istilah lain yang sering digunakan dalam pengimplementasian K-3 dan perlu
dipahami antara lain :

1. Potensi Bahaya (Hazard)

Keadaan yang memungkinkan atau dapat menimbulkan bahaya kecelakaan/ kerugian


berupa cedera, penyakit, kerusakan atau ketidakmampuan melaksanakan fungsi yang
telah dietetapkan.

2. Tingkat Bahaya (Danger)

Merupakan ungkapan adanya potensi bahaya secara relative. Kondisi bahaya mungkin
saja ada, tetapi menjadi tidak begitu berbahaya karena telah dilakukan tindakan
pencegahan.

3. Resiko (Risk)

Kemungkinan terjadinya kecelakaan/ kerugian pada periode waktu tertentu atau


siklus operasi tertentu.

4. Insiden

Kejadian yang tidak diduga yang mengakibatkan kacaunya proses


pekerjaan/pelayanan yang direncanakan sebelumnya.

5. Kecelakaan
Kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga/tiba – tiba yang dapat
menimbulkan korban manusia dan atau harta benda.

6. Aman/ selamat

Adalah kondisi tidak ada kemungkinan malapetaka (bebas dari bahaya)


7. Tindakan Tidak Aman/unsafe act

Pelanggaran terhadap prosedur keselamatan yang memberikan peluang


terhadap terjadinya kecelakaan

8. Keadaan Tidak Aman/unsafe condition

Kondisi fisik atau keadaan yang berbahaya yang mungkin dapat berlangsung
mengakibatkan terjadinya kecelakaan.

9. Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Filosofi : suatu pemikiran upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik
jasmani maupun rohani tenaga kerja pada khususnya dan manusia pada umumnya,
hasil karya dan budaya menuju masyarakat adil dan makmur.

Segi Keilmuan : ilmu pengetahuan dan penerapannya dalam usaha mencegah


kemungkinan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

E. Landasan hukum.

(1) Undang-Undang No 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja

(2) Undang-Undang No 23 tahun 1992 tentang Kesehatan

(3) Undang-undang No13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

(4) Undang-undang No36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

(5) Undang-Undang No 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit

(6) Peraturan Pemerintah No 72 tahun 1998 tentang Pengamaman Sediaan Farmasi


dan Alat Kesehatan.
(7) Peraturan Pemerintah No 63 Tahun 2000 tentang Keselamatan Dan
Kesehatan Terhadap Pemanfaatan Radiasi Pengion (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2000 Nomor 136, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3992);

(8) Peraturan Pemerintah No 50 tahun 2012 tentang penerapan sistem


manajemen K3

(9) Keputusan Presiden No 22 Tahun 1993 tentang Penyakit Yang Timbul Karena
Hubungan Kerja;

(10) Keputusan Presiden No 7 Tahun 1999 tentang Wajib Laporan Penyakit Akibat
Hubungan Kerja;

(11) Keputusan Menteri Kesehatan No 876/Menkes/SK/VIII/ 2001 tentang


Pedoman Teknis Analisis Dampak Kesehatan Lingkungan;

(12) Keputusan Menteri Kesehatan No 1217/Menkes/SK/IX/ 2001 tentang


Pedoman Pengamanan Dampak Radiasi;

(13) Keputusan Menteri Kesehatan No 1335/Menkes/SK/X/ 2002 tentang Standar


Operasional Pengambilan dan Pengukuran Kualitas Udara Ruangan Rumah Sakit;

(14) Keputusan Menteri Kesehatan No 1439/Menkes/SK/XI/ 2002 tentang


Penggunaan Gas Medis Pada Sarana Pelayanan Kesehatan;

(15) Keputusan Menteri Kesehatan No 351/Menkes/SK/III/2003 tentang


Komite Kesehatan dan Keselamatan Kerja Sektor Kesehatan;

(16) Keputusan Menteri Kesehatan No 1204/Menkes/SK/ X/2004 tentang


Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit;
(17) Keputusan Menteri Kesehatan No 1087/Menkes/SK/VIII/2010 tentang
standar K3 di rumah sakit
Upaya Kesehatan Kerja adalah upaya penyerasian antara Kapasitas Kerja, beban
kerja dan lingkungan kerja agar setiap pekerja dapat bekerja tanpa membahayakan
dirinya sendiri maupun masyarakat sekelilingnya, agar diperoleh produktivitas kerja
yang optimal.

Upaya Kesehatan kerja merupakan berbagai upaya kesehatan yang dilaksanakan


secara paripurna dengan tujuan meningkatkan derajat kesehatan dan produktivitas
kerja bagi seluruh pekerja di rumah sakit. Upaya tersebut meliputi upaya peningkatan,
pencegahan, pengobatan dan pemulihan dengan penekanan pada upaya peningkatan
dan pencegahan. Selain itu upaya ini dikembangkan untuk mengantisipasi faktor-faktor
yang dapat menimbulkan resiko terhadap kesehatan pengunjung dan masyarakat
umum disekitar rumah sakit.

BAB 2 – STANDAR KETENAGAAN.

A. Kualifikasi Sumber Daya manusia.

Dalam melaksanakan kegiatan K3 di Rumah Sakit dilaksanakan secara


terintegrasi oleh P2K3.

Distribusi tenaga kualifikasi dijabarkan dalam tabel berikut Tabel pola


ketenagaan P2K3 RS
 Ketua P2K3 – Dokter spesialis/umum.

 Lainnya sesuai dengan kebutuhan dan kompentensi yang di perlukan.


B. Distribusi Ketenagaan.
Ketua P2K3 dalam menjalankan kegiatan K3 rumah sakit berkoordinasi dengan
sekretaris dan dibantu oleh tim. Kegiatan surveilens,audit,pelaporan KAK (Kecelakaan
Akibat Kerja) & PAK (Penyakit Akibat Kerja) dilakukan oleh sekretaris melalui
koordinasi dengan Ketua P2K3. Untuk pengumpulan data sekretaris juga
mengumpulkan dari masing – masing bidang & komandan satgas.Tiap bidang &
komandan satgas wajib membuat program kerja & SPO terkait jobdesknya masing –
masing.Dalam pelaksanaannya dibantu oleh Ketua & sekretaris P2K3.

C. Pengaturan Jaga.

Tim P2K3 terdiri dari Ketua 1 orang, Sekretaris 1 orang, Bidang Satu 2 orang, Bidang
Dua 2 orang, Bidang Tiga 2 orang, Bidang Empat 2 orang, Satgas Evakuasi 8 orang &
Satgas Kebakaran 8 orang

Untuk jadwal P2K3 sesuai dengan jadwal jaga/jam kerja masing – masing personil
atau dipanggil sewaktu-waktu bila ada masalah tentang K3.

BAB 3. STANDAR FASILITAS.

A. Denah Ruang.

B. Standar Fasilitas.
BAB 4. TATA LAKSANA PELAYANAN.

Beberapa elemen sistem Manajemen K3 yang dugunakan RS adalah sebagai berikut :

1. Kebijakan Kesehatan & Keselamatan :

Semua orang yang bekerja di lokasi kami mempunyai hak untuk mendapatkan
lingkungan/kondisi kerja yang aman dan sehat dan mempunyai kewajiban untuk
memberikan kontribusi pada kondisi tersebut dengan berperilaku yang bertanggung
jawab. Kami melihat K3 sebagai nilai bisnis utama yang diintregasikan pada seluruh
kinerja bisnis. Setiap cidera atau kasus sakit akibat hubungan kerja, dapat dihindari
dengan sistem kerja , peralatan , training dan supervisi yang tepat. Manajemen K3
yang efektif mencakup penilaian resiko dari desain lokasi sejak awal – tahap
konstruksi, komisioning dan perencanaan secara keseluruhan dari suatu organisasi
dan pemeliharaannya. Semua kegiatan operasional kami harus secara kontinyu
meningkatkan kinerja K3.

2. Peran dan tanggung jawab utama.

Setiap Manager di semua jenjang, menjamin kesehatan dan keselamatan untuk orang-
orang yang ada di tempat kerja di bawah tanggung jawabnya. Manager harus
menerapkan kebijakan dan sistem dalam area kontrol dan pengaruhnya. Chief
Executive officer (CEO) memikul tanggung jawab ini pada level group, ia mendukung
dengan tingkat kepedulian yang tinggi untuk menjamin bahwa dalam tiap divisi dan unit
bisnis manajemen memiliki otoritas, keahlian dan sumber daya yang diperlukan untuk
melaksanakan tanggung jawabnya.

3. Proses dan Alat Utama pada tingkat perusahaan.


Divisi memiliki suatu sistem Manajemen K3 untuk memastikan adanya peningkatan
kinerja secara berkesinambungan. Hal ini didasarkan pada kebijakan K3 yang
merefleksikan kebijakan prusahaan dalam hal prinsip-prinsipnya, kerangka kerja,
tanggung jawab, koordinasi dan pengawasan, kewajiban ini juga mencakup Unit baru
yang bergabung dengan Perusahaan. Sumber daya tertentu seperti manusia,
keuangan di dedikasikan dan di identifikasikan guna mencapai target.

4. Analisa Resiko.

Proses manajemen dipastikan tersedia untuk menjamin resiko telah di identifikasikan


secara baik, terkontrol dalam organisasi, dll. Pegawai, kontraktor dan konsumen
berhak dan wajib mendapatkan informasi mengenai resiko yang ada dan langkah-
langkah yang diambil untuk mengeliminasi atau meminimalkannya. Suatu sistem
monitoring dan kesiagaan/alert dipastikan tersedia, yang akan memastikan adanya
kontrol pada resiko di tingkat Manajemen sesuai tingkat keseriusannya

5. Audit & Inspeksi Keselamatan.

Audit dan inspeksi direncanakan dan dilakukan secara reguler. Audit &
Inspeksi dilaporkan dan digunakan untuk tindakan korektif dan preventif, yang dikelola
dengan cara yang sama seperti yang dilakukan saat analisa suatu cidera. Inspeksi dan
audit ini dilakukan oleh Manajemen tingkat lini yang dilatih untuk tujuan tersebut,
mencakup juga tingkat Management Atas. Personil dilibatkan sebanyak mungkin dalam
audit dan inspeksi ini. Sebagai tambahan audit internal ini, diperlukan adanya audit
silang antara lokasi kerja yang berbeda, yang menggunakan apa yang disebut tehnik “
fresh view”.

6. Analisa dan Pencatatan Kecelakaan Kerja.

Cidera, kejadian hampir celaka/near-miss atau gangguan fungsi apapun merupakan


subyek dari suatu penyelidikan yang mendalam dan metodis, yang dilakukan oleh
Manager (disektor yang menjadi tanggung jawabnya), dengan bantuan dari staff/unit
keselamatan dan personil yang terluka atau terlibat. Laporan harus dibuat dan
memuat detail apa yang yang terjadi dan tindakan yang diambil (atau yang dilakukan
dan skala waktunya)

untuk mencegah terulang kembali, usaha investigasi harus proporsional pada resiko
potensial. Pelaporan dan komunikasi mengenai cidera harus sesuai dengan arahan
Group dan Divisi. Komite Manajemen K3 wajib secara reguler memeriksa relevansi
tindakan yang diambil dan menjamin bahwa tindakan tersebut dilakukan.

7. Pencegahan dan Kontrol resiko.

Peralatan Menetap dan Bergerak Instalasi baru didesain dan dibangun dengan
mempertimbangkan keamanan operasi dan keamanan personil perawatan. Instalasi
dan peralatan yang bergerak harus diperlihara secara efektif, diuji dan dilakukan
inspeksi, merupakan subyek untuk dikontrol secara rutin.

8. Alat Pelindung Diri (APD).


APD guna keperluan kerja harus diidentifikasi, kondisi di mana APD harus dikenakan
harus ditentukan dan direncanakan secara sesuai dan dirancang meliputi training
dan pengawasan untuk menjamin APD dikenakan

9. Instruksi, peraturan dan prosedur.

Instruksi, peraturan dan prosedur dibuat sehingga pekerjaan dapat dilakukan

secara aman, tanpa resiko pada kesehatan, dan sesuai dengan penilaian

resiko, akan bersifat :

a) Tertulis

b) Selalu disesuaikan / diperbaharui

c) Sesuai dengan peraturan hukum/regulasi d)


Realistik

e) Diketahui dan dimengerti oleh semua pihak yang terlibat f)


Ditindaklanjuti dan dihargai

10. Program Tanggap Darurat.

Semua lokasi kerja harus memiliki rencana tanggap darurat, yang berhubungan
dengan sifat operasi mereka dan resiko yang telah dinilai. Rencana ini harus di
perbaharui, jika diperlukan dikomunikasikan dan dipraktekan secara rutin. Latihan
wajib dilakukan dan dilatih secara rutin mencakup skenario yang direncanakan atas
resiko yang berpotensi tinggi.
11. Pelatihan & Komunikasi Pelatihan.

Rencana dan program yang sesuai harus dibuat untuk menjamin semua personil
memiliki kompetensi dalam bidang K3, ini mencakup tersedianya pelatihan &
perlunya pengalaman yang sesuai. Pelatihan Keselamatan meliputi :

a) Pelatihan perilaku selamat dan mengapa K3 merupakan hal yang penting

b) Pelatihan Manajemen K3

c) Pelatihan penilaian resiko

d) Pelatihan mengenai prosedur dan metode

e) Pelatihan penggunaan peralatan kerja

f) Pelatihan guna mendapatkan otorisasi dan lisensi

Ini menyangkut semua personil seperti :

a) Pegawai baru dan pegawai tidak tetap

b) staff yang telah ada (penempatan kembali, promosi, transfer, mutasi)

c) Manajemen (audit, investigasi, tindakan pencegahan, rapat untuk


memfasilitasi, dll) kontraktor sesuai keperluan

Semua pelatihan keselamatan terdata, khususnya pada file pribadi secara rutin
harus dikaji ulang.

Pelatihan Komunikasi meliputi :


Komunikasi merupakan suatu faktor penting dari program keselamatan, harus
mencakup informasi mengenai program keselamatan khusus setiap lokasi, umpan
balik dalam hal kinerja dan tindakan yang diambil, mempelajari hal penting guna
mencegah kecelakaan. Hal ini akan mendukung arus informasi yang bebas (dari atas
ke bawah dan sebaliknya).

BAB 6 – KESELAMATAN PASIEN.

Keselamatan pasien telah menjadi isu global dan merupakan prioritas utama untuk
rumah sakit dan keselamatan pasien juga merupakan prioritas utama karena terkait
tuntutan masyarakat akan pelayanan kesehatan yang mereka terima dan terkait
dengan mutu dan citra rumah sakit, disamping itu keselamatan pasien juga dapat
mengurangi KTD di Rumah Sakit. Keselamatan pasien dilaksanakan melalui 6 langkah
menuju keselamatan pasien, yaitu :

1. Tepat Identifikasi Pasien.

2. Peningkatan Komunikasi yang efektif.

3. Peningkatan keamanan obat yang perlu diwaspadai.

4. Kepastian tepat-lokasi, tepat-prosedur dan tepat-pasien operasi.

5. Pengurangan resiko infeksi terkait pelayanan kesehatan.

6. Pengurangan resiko pasien jatuh.


BAB 7 – KESELAMATAN KERJA.
Pelaksanaan manajemen hiperkes dan K3 RS, berupaya meminimalisasi kerugian
yang timbul akibat PAK dan KAK, perlindungan tenaga kerja serta pemenuhan
peraturan perundangan K3 yang berlaku (law-compliance). Kriteria yang ditetapkan
antara lain kualitas produk atau jasa/pelayanan yang tinggi, keamanan pada tenaga
kerja dan konsumen atau pasien serta ramah akan lingkungan. Fungsi manajemen,
yang dikemukakan oleh beberapa ahli, mengacu kepada tiga fungsi pokok manajemen
yaitu perencanaan, pengorganisasian dan pengawasan atau pengendalian. Fungsi
manajemen lainnya disesuaikan dengan falsafah RS yang bersangkutan. Fungsi
perencanaan dalam manajemen Hyperkes dan K3 RS, merupakan bagian integral dari
perencanaan manajemen perusahaan secara menyeluruh, yang dilandasi oleh
komitmen tertulis atau kesepakatan manajemen puncak.

Pemeliharaan Instalasi Listrik di Rumah Sakit.

Posted on December 7, 2016 by


admin
Baca & Dengarkan!
Pemeliharaan Instalasi Listrik di Rumah Sakit.

Komponen yang termasuk dalam lingkup pemeliharaan listrik meliputi : armatur


lampu, saklar, stop kontak, pembumian, instalasi kabel dalam gedung, panel
listrik dan UPS.

a. Armatur Lampu.
1. Kotak lampu pijar/TL Pemeliharaan :

Pembersihan terhadap debu yang menempel dilakukan dengan kain/lap pembersih,


jika sulit kalin pembersih dicampur dengan air dan glass cleaner Kotak TL bagian
dalam harus dibuka dan dibersihkan dengan vacuum cleaner (penghisap debu).
Ujung – ujung kontak di lampu TL sering terjadi korosi.

2. Lampu

Perbaikan : bila lampu mati diganti dengan yang baru.

3. Louvre

Peemeliharaan : dilakukan dari debu/kotoran yang menempel dengan


menggunakan kain bersih yang dicampur air atau glass cleaner. Dilakukan setahun
sekali Perbaikan : bila louvre retak/pecah dilakukan penggantian atau perbaikan
secepat mungkin karena mempengaruhi deviasi sinar.

b. Saklar (Kotak Kontak).


Pemeliharaan saklar yang menggunakan pegas harus dibersihkan setiap tahun
sekali. Bagian dalam terutama pada kontak saklar harus bersih dari debu. Apabila
saklar dalam keadaan ON terjadi panas, segera diganti.

c. Stop Kontak (Tusuk Kontak).

Pemeliharaan stop kontak dimaksud harus sering dilakukan pemeriksaan terutama


pada ruang bedah, poliklinik dan ruang yang sering menggunakan alat yang portable
(pindah – pindah) karena sering ditusuk dan dilepas, sehingga kotak kontak yang
menjepit akan cepat aus. Perlu diperhatikan, agar stop kontak ini selalu bersih. Kalau
terjadi panas atau rusak segera diganti.

d. Pembumian.

Untuk pembumian di rumah sakit terdapat 3 kelompok, yaitu :

1. Untuk peralatan medic maksimum 0,2 Ohm, sesuai PUIL 1987 pasal 860
kelompok 2E.
2. Untuk stop kontak di dalam gedung dan alat – alat lain maximum 5 Ohm.

3. Untuk penangkal petir dan pelindung gedung maximum 10 Ohm. System


pembumian diatas, masing – masing tidak boleh digabung. Pengukuran tahanan
pembumian dilakukan setiap tahun dengan earth tester. Ujung saluran pembumian
sering terjadi korosi, sehingga perlu dibersihkan dengan sikat besi halus dan disemprot
dengan cairan anti korosi.

e. Instalasi Kabel Dalam Gedung.


Pengukuran tahanan isolasi dengan meger dilakukan setiap 3-4 tahun sekali. Apabila
tahanan isolasi kabel kurang dari 250 kilo Ohm maka isntalasinya harus diperbaiki atau
kabelnya diganti.

f. Panel Listrik.

Pada penel ini pemeliharaannya lebih teliti dengan mematikan tegngan untuk service
dan terlebih dahulu perlu koordinasi dengan UPF masing – masing dan rumah tangga
yang diketahui Direktur RS,karena di dalamnya sering terdapat banyak debu dan harus
dibersihkan dengan vacuum cleaner, kuas dan lap bersih.

Pada sambungann mur antara kabel/busbar ke MCB/MCCB sering terdapat korosi


dan harus disemprot dengan cairan anti korosi dan mur yang kendor akibat getaran,
agar dikencangkan kembali setiap 6 (enam) bulan sekali.
Pengetesan MCB/MCCB, fuse yang putus harus diganti, lampu – lampu pilot, meter –
meter yang rusak diganti secepatnya. Udara disekitar panel dibebaskan dari lembab.
PEngecekan karet – karet pintu panel dan kunci panel setiap 6 (enam) bulan sekali,
jika keadaannya rusak agar diganti.

g. Transformator.

Transformator perlu dilakukan pengecekan yang teliti. Untuk transformator jenis


kering perlu dilakukan pembersihan dari debu dengan lap kering dan vacuum
cleaner dan diujung pole perlu dibersihkan dengan amplas.

Untuk transformator jenis olie perlu dilakukan pengetesan daya isolator dari olie trafo,
dapat ditest setiap tahun sekali untuk type Conservatif dan 5 tahun sekali untuk type
Hematic atau akan dilakukan lebih awal jika terjadi trouble shooting/short Circuit salah
satu beban (pengetesan olie di LMK PLN)

h. UPS (Uninterruptible Power Supply).

Pada ruangan – ruangan khusus, terdapat UPS. UPS perlu perhatian khusus pada
baterai, harus sering diperiksa/diganti jika dalam indicator UPS sudah tidak dapat diisi
kembali dibagian battery terdapat pole – pole yang perlu dibersihkan dan temperature
ruangan diusahakan 19?C. Untuk menjaga program – program yang ada dalam UPS
yang menggunakan microprocessor, setiap bulan 2(dua) kali.
IGD – SOP Bila Terjadi Kecelakaan Massal

Posted on March 10, 2016 by admin

Baca & Dengarkan!

 PENGERTIAN : Kecelakaan massal adalah suatu kejadian yang dialami oleh 10


orang atau lebih di suatu tempat, dimana dalam kejadian tersebut ada korban jiwa
yang mengalami cedera bahkan sampai meninggal dunia.
 TUJUAN : Menyelamatkan korban dari keadaan yang gawat dan darurat.

 KEBIJAKAN : Bila terjadi bencana, baik yang terjadi di dalam atau di luar
Rumah Sakit, IGD siap untuk melakukan penanggulangan bencana (Sesuai SK
Direktur No. … Tentang Kebijakan Pelayanan Instalasi Gawat Darurat RS NAMA
RS ).

 PROSEDUR :
1. Layani korban kecelakaan dan lakukan triage.

2. Hubungi Kepala Instalasi Gawat darurat.

3. Hubungi Wadir/Kasie. Pelayanan.

4. Koordinasi dengan kepala instalasi(tenaga medis / paramedis) ;

5. Koordinasi dengan Logitik (Farmasi – Laboratorium – Radiologi – Kasir –


Rekam Medis) ;

6. Koordinasi dengan Transportasi untuk keperluan SDM / Petugas.

7. Berikan label warna sesuai prioritas kegawatdaruratan pasien

 Unit Terkait : Semua Unit Pelayanan.


Angket Kepuasan Pelanggan atas Pelayanan IGD

Posted on February 24, 2011 by admin

RUMAH SAKIT AKREDITASI.WEB.ID

@jokoblitar

==============================================

==

ANGKET PELAYANAN IGD

Tanggal / Jam : …………………………….


Nama pasien : ……………………………. ( Kami akan rahasiakan identitas

anda, boleh tidak diisi )

Bapak / Ibu / Saudara yang terkasih dalam rangka meningkatkan pelayanan di IGD
Akreditasi.web.id, kami mohon kesediaan anda untuk mengisi angket ini dengan cara
memberikan tanda lingkaran pada jawaban yang anda rasa tepat. Terimakasih atas
bantuan anda, semoga angket ini bermanfaat bagi kita semua

PERTANYAAN :

1. Sudahkah pelayanan di IGD RS ini sesuai dengan yang anda inginkan ?

a. Ya b. Tidak

2. Apakah anda dilayani oleh petugas dalam waktu < 10 menit ? (10 menit
bisa diganti sesuai respon time rs anda)

a. Ya b. Tidak

3. Apakah keterampilan petugas IGD dalam memberikan pelayanan sudah


cukup baik ?

a. Ya b. Tidak

4. Apakah petugas IGD sudah memberikan informasi yang anda inginkan


dengan tepat ?

a. Ya b. Tidak
5. Apakah sikap petugas IGD dalam memberikan pelayanan sudah cukup baik ?

a. Ya b. Tidak

Kritik dan Saran :

……………………………………………………………………………………………………

………………

……………………………………………………………………………………………………

………………
……………………………………………………………………………………………………

………………

—0O0—

TERIMAKASIH

Masukkan lembar evaluasi ini Ke dalam kotak saran yang tersedia Atau
dikirimkan lewat surat ke alamat kami.

————————————————————————————————

EVALUASI DAN ANALISA

HASIL ANGKET PELAYANAN

IGD AKREDITASI.WEB.ID

Triwulan I/II/III/IV tahun 2011 (* 4 x pertahun)

A. Metode penggumpulan data

Angket pelayanan di IGD Akreditasi.web.id diberikan terhadap pasien di IGD sebagai


salah satu upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan medis di IGD Akreditasi.web.id.
Angket ini berisi 5 pertanyaan dengan dua pilihan jawaban
( Ya atau Tidak ) dan mengisi kritik dan saran bila ada. Pembagian angket dilakukan
secara acak terhadap pasien gawat darurat dengan jumlah yang mewakili jumlah
pasien gawat darurat secara keseluruhan.

Setelah data terkumpul kemudian dilakukan pengolahan data atau analisis.


Pengolahan data dilakukan setiap akhir bulan dan evaluasi dilakukan setiap akhir
triwulan.

Dari 150 angket yang disebar kepada keluarga pasien gawat darurat di IGD,
kemudian di lakukan penggolahan data sebagai berikut :

Standarisasi Hasil Angket adalah sebagai berikut :

1. Untuk pertanyaan Ya dan Tidak :


Nilai (%) = ( jawaban ya / jumlah soal ) x 100%

Kriteria hasil tersebut di kelompokkan berdasarkan :

a. Pelayanan baik jika didapat hasil > 80 %

b. Pelayanan cukup baik jika didapatkan hasil 60 – 80%

c. Pelayanan kurang baik jika didapatkan hasil < 60 %

2. Untuk saran dan kritik di klasifikasikan secara garis besar,


dikelompokkan dalam kelompok besar persoalan.

B. Hasil pengumpulan data

a. Data dengan jawaban Ya atau Tidak

NOMOR PROSENTASE
JUMLAH
KETERANGA
RESPONDEN (%)
JAWABAN YA N

1. 4 80% Baik

2. 5 100% Baik

3. 4 80% Baik

4. 5 100% Baik

5. 3 100% Baik
6. 4 80% Baik

7. 4 80% Baik

8 4 80% Baik

9 3 60% Cukup
10 5 100% Baik

11 5 100% Baik

12 4 80% Baik

13 5 100% Baik

14 3 60% Cukup

15 5 100% Baik

16 4 80% Baik

17 5 100% Baik

18 5 100% Baik

19 5 100% Baik

20 5 100% Baik

21 5 100% Baik

22 5 100% Baik

23 3 60% Cukup

24 3 60% Cukup

25 4 80% Baik

26 4 80% Baik

27 5 100% Baik
28 4 80% Baik

29 5 100% Baik

30 4 80% Baik

31 4 80% Baik

32 4 80% Baik

33 3 60% Cukup

34 3 60% Cukup

35 4 80% Baik

36 4 80% Baik

37 4 80% Baik

38 5 100% Baik

39 4 80% Baik

40 5 100% Baik

41 5 100% Baik

42 5 100% Baik

43 5 100% Baik

44 4 80% Baik

45 5 100% Baik
46 5 100% Baik

47 4 80% Baik

48 4 80% Baik

49 3 60% Cukup

50 5 100% Baik

51 4 80% Baik

52 5 100% Baik

53 4 80% Baik

54 5 100% Baik

55 3 60% Cukup

56 5 100% Baik

57 5 100% Baik

58 4 80% Baik

59 3 60% Baik

60 5 100% Baik

61 4 80% Baik

62 5 100% Baik

63 5 100% Baik
64 5 100% Baik

65 3 60% Cukup

66 3 60% Cukup

67 5 100% Baik

68 5 100% Baik

69 4 80% Baik

70 4 80% Baik

71 4 80% Baik

72 5 100% Baik

73 5 100% Baik

74 5 100% Baik

75 5 100% Baik

76 3 60% Cukup

77 5 100% Baik

78 4 80% Baik

79 5 100% Baik

80 5 100% Baik

81 5 100% Baik
82 4 80% Baik

83 5 100% Baik

84 4 80% Baik

85 4 80% Baik

86 5 100% Baik

87 4 80% Baik

88 3 60% Cukup

89 5 100% Baik

90 5 100% Baik

91 4 80% Baik

92 4 80% Baik

93 5 100% Baik

94 4 80% Baik

95 5 100% Baik

96 4 80% Baik

97 5 100% Baik

98 4 80% Baik

99 4 80% Baik
100 3 60% Cukup

101 5 100% Baik

102 3 60% Cukup

103 5 100% Baik

104 5 100% Baik

105 5 100% Baik

106 5 100% Baik

107 5 100% Baik

108 3 60% Cukup

109 4 80% Baik

110 4 80% Baik

111 4 80% Baik

112 4 80% Baik

113 5 100% Baik

114 5 100% Baik

115 5 100% Baik

116 5 100% Baik

117 5 100% Baik


118 3 60% Cukup

119 5 100% Baik

120 5 100% Baik

121 5 100% Baik

122 4 80% Baik

123 4 80% Baik

124 4 80% Baik

125 4 80% Baik

126 5 100% Baik

127 5 100% Baik

128 5 100% Baik

129 5 100% Baik

130 5 100% Baik

131 5 100% Baik

132 4 80% Baik

133 5 100% Baik

134 5 100% Baik

135 5 100% Baik


136 5 100% Baik

137 4 80% Baik

138 4 80% Baik

139 4 80% Baik

140 5 100% Baik

141 5 100% Baik

142 4 80% Baik

143 3 60% Cukup

144 5 100% Baik

145 5 100% Baik

146 4 80% Baik

147 3 60% Cukup

148 5 100% Baik

149 5 100% Baik

150 5 100% Baik

b. Data kritik dan Saran


Dari 150 angkat yang di sebar, diambil secara garis besarnya kritik dan saran
yang muncul diantaranya :

Kritik :
1) Kurangnya kebersihan dalam ruangan

2) Ruangan terlalu sempit

3) Sebaiknya di beri sekat atau korden


Saran :

1) Perlu di jaga kebersihan dalam ruangan maupun pada pasien

2) Perlu adanya penambahan atau pelebaran ruangan

3) Agar antara pasien satu dengan yang lain dapat tenang mohon adanya sekat.

C. Kesimpulan

Pembahasan :

Berdasarkan hasil pengumpulan data, dapat diketahui dari 150 responden sebagian
besar ( 88,6 % ) responden menerangkan bahwa pelayanan di IGD Akreditasi.web.id
Baik. Data ini juga di dukung dengan adanya kritik dan Saran yang dapat meningkatkan
pelayanan di IGD Akreditasi.web.id.

D. Rekomendasi

1) Melakukan survey kepusan pasien secara berkala tiap 3 bulan sekali untuk
dapat mengetahui tingkat pelayanan yang telah diberikan.

2) Perencanaan kedepan untuk memperluas ruang IGD sebagai upaya untuk


meningkatkan pelayanan kegawat daruratan di IGD Akreditasi.web.id.
MayaCity, 28 Februari 2011

Kepala IGD

Tata Laksana Pelayanan di Instalasi Gawat Darurat.


PELAYANAN PENDAFTARAN PASIEN.

Pasien datang ketempat penerimaan gawat darurat. Tempat pendaftaran pasien


sebelum jam 07.00-14.00 di loket 1 Poliklinik, sedangkan jam 14.00-07.00
pendaftaran pasien di IGD. Pasien ditolong terlebih dulu, baru kemudian dilakukan
penyelesaian administrasinya.

Setelah mendapat pelayanan yang cukup, ada beberapa kemungkinan dari setiap
pasien :
– Pasien boleh langsung pulang

– Pasien dirujuk/dikirm ke rumah sakit lain

– Pasien harus dirawat

1. Pasien yang sudah diseleksi dan membawa surat pengantar untuk dirawat dapat
langsung dibawa ke ruangan perawatan sambil menunggu tempat tidur kosong
dari ruang perawatan.

2. Jika pasien sudah sadar dan dapat diwawancarai, Petugas pendaftaran


mendatangi pasien/keluarga untuk mendapatkan identitas selengkapnya.

3. Bagian pendaftaran mengecek data identitas kebagian rekam medis untuk


mengetahui apakah pasien pernah dirawat/berobat ke rumah sakit.

4. Bagi pasien yang pernah berobat/dirawat maka rekam medisnya segera dikirim ke
ruang perawatan yang bersangkutan dan tetap memakai nomor yang dimilikinya.

5. Bagi pasien yang pernah dirawat/berobat ke rumah sakit maka diberikan


nomor rekam medis.
6. Petugas pendaftaran harus selalu memberitahukan ruang perawatan
sementara mengenai situasi tempat tidur di ruang perawatan.

SISTEM KOMUNIKASI.

Komunikasi sangat berperan penting dalam penaggulangan penderita gawat darurat


”time saving is life limb saving”. Selain itu kondisi kegawat daruratan yang mungkin
terjadi sehari – hari atau bencana tertentu dapat menimbulkan korban individu atau
korban massal.

Komunikasi sebagai subsitem penunjang penaggulangan penderita gawat darurat perlu


untuk menjamin kelancaran dan kecepatan. Komunikasi Instalasi Gawat Darurat RS.
…. siap 24 jam menggunakan sarana komunikasi

intern dan extern.

– Intern dengan ext. xxx

– Extern dengan hotline xxxxxxxxx.


PELAYANAN TRIASE.

Triase adalah sistem seleksi pasien untuk pengelompokkan korban dalam


menentukan tingkat kegawatan serta prioritas dan kecepatan penanganan serta
pemindahan. Pasien diseleksi berdasarkan tingkat kegawatdaruratannya dengan
kategori :

1. Pasien gawat darurat.

Pasien yang tiba – tiba berada dalam keadaan gawat atau akan menjadi gawat
dan terancam nyawanya serta anggota badannya (akan menjadi cacat) bila tidak
mendapat pertolongan secepatnya.

2. Pasien gawat tidak darurat.

Pasien berada dalam keadaan gawat tetapi tidak memerlukan tindakan darurat,
misalnya penyakit kanker stadium lanjut.

3. Pasien darurat tidak gawat.

Pasien akibat musibah yang datang tiba – tiba, tetapi tidak mengancam nyawa
dan anggota badannya, misalnya luka sayat dangkal.

4. Pasien tidak gawat tidak darurat.

Misalnya pasien dengan ulcus tropium, TBC kulit, dll.

5. Kecelakaan.

Suatu kejadian dimana terjadi interaksi berbagai faktor yang datangnya mendadak,
tidak dikehendaki sehingga menimbulkna cidera (fisik, mental, sosial).
6. Cidera.

Masalah kesehatan yang didapat / dialami sebagai akibat kecelakaan.

7. Bencana.

Peristiwa / rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam dan atau manusia yang
mengakibatkan korban dan penderitaan manusia, kerugian, harta benda, kerusakan
lingkungan, kerusakan sarana dan prasarana umum, serta menimbulkan gangguan
terhadap tata kehidupan dan penghidupan masyarakat serta pembangunan nasional
yang memerlukan pertolongan dan bantuan.

Dalam pelaksanaan pelayanan di IGD diberlakukan kategori kasus emergency dan


false emergency. Dalam hal ini yang termasuk pasien emergency adalah : kasus
Prioritas 1 (P1) yaitu pasien gawat darurat, prioritas 2 (P20 yaitu pasien gawat
tidak darurat dan/atau pasien darurat
tidak gawat. Sedangkan yang termasuk pasien false emergency adalah kasus
Prioritas 3 (P3) yaitu pasien tidak gawat tidak darurat dan kasus prioritas 0 (P0)
yaitu pasien yang datang dalam keadaan sudah meninggal dunia (death on arrival)

Kartu kode warna triase dapat digunakan sebagai cara pengklasifikasian dalam
triase setelah diperoleh informasi akurat tentang keadaan pasien.

Kartu warna yang digunakan adalah :

1. MERAH : Korban yang membutuhkan stabilisasi, misalnya :

– Syok oleh berbagai kausa

– Gangguan pernafasan

– Trauma kepala dengan pupil anisokor

– Perdarahan eksternal masif

– Gangguan jantung yang mengacam

– Luka bakar >50% atau luka bakar di daerah terbakar Semua


pasien tersebut diatas disalurkan ke ruang resusitasi.

2. KUNING : Korban yang memerlukan pengawasan ketat tetapi perawatan dapat


ditunda sementara, misalnya :

– Korban dengan risiko syok (korban dengan gangguan jantung, trauma


abdomen berat)
– Fraktur multiple

– Fraktur femur / pelvis


– Luka bakar luas

– Gangguan kesadaran / trauma kepala

– Korban dengan status tidak jelas

Semua pasien tersebut diatas disalurkan ke ruang tindakan bedah.

3. HIJAU : Kelompok korban yang tidak memerlukan pengobatan atau


pemberian pengobatan dapat ditunda, misalnya :

– Fraktur minor

– Luka minor, luka bakar minor, atau tanpa luka

Pasien dengan kecelakaan disalurkan ke ruang tindakan bedah.

4. HITAM : Korban yang telah meninggal dunia

Pasien yang meninggal dunia disalurkan ke kamar jenazah.

TRANSPORTASI PASIEN.

Transportasi merupakan salah satu bagian penting dalam pelayanan gawat darurat.
Melalui transportasi kita dapat membantu penanganan penderita
gawat darurat. Dalam memberikan pelayanan transpotasi kepada penderita gawat
darurat, perlu diperhatikan beberapa petujuk dibawah ini :
1. Persiapan alat

a. Ambulans

b. Kursi roda.

c. Brankard.

d. Alat – alat penunjang hidup yang diperlukan.

2. Cara kerja

a. Ketempat pemeriksaan x – ray, diantar minimal 1 orang perawat.

b. Ke ruang perawatan, diantar minimal oleh 1 orang perawat.

c. Ke ICU / Kamar Bedah. Bila ada masalah ABC (gangguan jalan nafas dan
sirkulasi), pasien diantar minimal 2 orang petugas termasuk dokter dan ventilasi
harus tetap diperthankan dalam perjalanan.

d. Ke Rumah Sakit lain :

– Bila tidak ada masalah ABC, pasien boleh tidak diantar petugas dan
membawa surat rujukan.
– Bila ada masalah ABC, pasien harus diantar 1 orang perawat dengan
membawa surat rujukan dan memakai ambulans.

PELAYANAN FALSE EMERGENCY.


Pasien tidak akut dan gawat adalah pasien yang mengalami sakit lama, tidak
mengancam nyawa (false emergency). Langkah – langkah dalam memberikan
pelayanan false emergency adalah sebagai berikut :

1. Pelayanan diberikan terlebih dahulu kepada pasien yang mengalami penyakit


akut dan gawat ”True Emergency” bukan berdasarkan urutan kedatangan
pasien.

2. Kasus-kasus yang tidak tergolong akut dan gawat ”False Emergency” akan
mendapatkan pelayanan setelah kasus gawat darurat terlayani.
3. Pada jam kerja (07.00-14.00) setiap hari Senin – Jumat, kasus-kasus

false emergency akan dialihkan ke poliklinik, atau

4. Dokter poliklinik dimintakan bantuannya untuk melayani pasien false


emergency di IGD bila Dokter IGD sedang menangani pasien true emergency.

PELAYANAN VISUM ET REPERTUM.

Visum Et Repertum adalah laporan tertulis yang dibuat oleh dokter atau
permintaan tertulis dari pihak yang berwajib mengenai apa yang dilihat / diperiksa
berdasarkan keilmuan dan sumpah dokter untuk kepentingan peradilan.

Langkah – langkah dalam memberikan pelayanan visum et repertum


adalah sebagai berikut :

1. Penyidik (Polisi) membawa Surat Permintaan tertulis dari pihak yang


berwajib (Kepolisian) untuk pembuatan Visum Et Repertum.
2. Identifikasi identitas pasien, apakah sesuai dengan subyek pada
permintaan Visum Et Repertum.
3. Dokter membuat Visum Et Repertum secara objektif berdasarkan pemeriksaan
saat ini atau dari catatan pada Rekam Medik jika kejadiaannya sudah lampau.

4. Visum Et Repertum diserahkan kepada penyidik (Polisi) yang memintanya. Pasien


atau keluarga pasien tidak berhak meminta atau melihatnya.

Pelayanan DOA (Death on arrival).

DOA (Death on arrival) merupakan kejadian kematian pada saat pasien sampai
di IGD. Pasien yang datang dalam keadaan DOA langsung disalurkan /
ditempatkan di kamar jenazah.

Syarat pengambilan jenazah :

1. Pengambil jenazah menyerahkan foto copy bukti diri yang syah kepada petugas.

2. Pengambil jenazah menyerahkan Surat Pengambilan Jenazah kepada


petugas.
Jika jenazah berada di kamar jenazah maksimal 4 jam, lebih dari itu jenazah langsung
dikirim ke RSUD ….

Sistem Informasi Pelayanan Pra Rumah Sakit.

IGD RS. …. diklasifikasikan sebagai Instalasi Pelayanan Gawat Darurat kelas

II, karena telah memiliki dokter spesialis empat besar yang siap dipanggil (on
– call), dokter umum yang siaga ditempat (on – site) 24 jam yang memiliki kualifikasi
pelayanan GELS (General Emergency Life Support) dan mampu memberikan
resusitasi dan stabilisasi ABC serta memiliki alat transportasi untuk rujukan dan
komunikasi yang siap 24 jam.

Sarana Penunjang pelayanan :

1. Penunjang medis : Pelayanan Radiologi, laboratorium, farmasi

2. Penunjang non medis : Telepon dan ambulans.

Ada 4 hal yang wajib diinformasikan ketika petugas IGD melayani pasien gawat
darurat via telepon :
1. Nama pasien

2. Alamat pasien

3. Kondisi saat itu

4. Nomor telepon
Sebelum petugas IGD menjemput pasien yang meminta ambulans, petugas IGD
wajib memberitahukan keadaan pasien saat itu. Adapun informasi pelayanan pra
rumah sakit diberikan adalah dengan tata laksana sebagai berikut :

1. Jika keadaan pasien baik, petugas yang berada di mobil ambulans tidak
menginformasikan apapun kepada petugas IGD di rumah sakit.
2. Jika keadaan pasien darurat, petugas yang berada di mobil ambulans
menginformasikan keadaan pasien saat itu kepada petugas IGD di rumah sakit
dengan menggunakan sarana telekomunikasi handphone.

Sistem Rujukan.

Rujukan pasien dari RS …. hanya dapat dilakukan oleh dokter spesialis yang

kompeten atau setidaknya atas persetujuan salah satu dokter spesialis 4 besar (bedah,
penyakit dalam, anak, dan kebidanan). Dokter jaga IGD sebelum melakukan rujukan
pasien harus mengkorfirmasikan pasien tsb kepada dokter spesialis yang sesuai
dengan penyakit pasien. Adapun bentuk rujukan yaitu :

1. Alih Rawat.

Alih rawat dapat dilakukan pada keadaan :

– Tidak ada dokter spesialis yang kompeten

– Trauma kapitis dengan kemungkinan perdarahan intra kapitis

– Permintaan pasien

– Dugaan kasus SARS, flu burung,flu babi


2. Pemeriksaan Diagnostik. a.
CT scan
b. Pemeriksaan penunjang lain yang dianggap perlu, yang tidak dapat
dilakukan di RS ….

3. Spesimen.

a. Darah

b. Urin

c. Jaringan

d. Mukus / sekret
PENANGANAN KEJADIAN KEBAKARAN (KODE MERAH) Kejadian kebakaran yang
terjadi di dalam rumah sakit pada waktu tertentu, dimana terdapat ancaman kesehatan
atas ancaman kematian pada pasian yang sedang dirawat dan keluarga pasien yang
sedang menunggu. Tujuan : 1. Melakukan evakuasi secepat mungkin untuk
mengurangi kecacatan dan kematian. 2. Menempatkan pasien ketempat perawatan
sementara. 3. Melakukan pemindahan perawatan ketempat perawatan yang
memungkinkan. Prosedur : Petugas bangsal pertama yang mengetahui : 1. Meminta
pertolongan kepada petugas terdekat 2. Melakukan pemadaman dengan APAR 3.
Petugas bangsal Segera mempersiapkan proses evakuasi pasien berupa : a.
Menghitung jumlah pasien b. Membagi pasien menurut katagori ketergantungan
kepada petugas (contoh : Pasien yang bisa jalan sendiri, pasien yang bisa ditolong
dengan satu petugas, dsb) Satpam 1. Menerima laporan dan ditulis secara cepat pada
buku laporan kejadian. 2. Segera melaporkan kepada pengamat jaga serta meminta
Tim HDP IGD serta petugas dari bangsal terdekat untuk menuju lokasi kebakaran guna
membantu proses evakuasi. 3. Segera menutup gerbang masuk dan membuka
gerbang keluar bagi pengunjung. 4. Mengosongkan area titik kumpul. Lakukan tindakan
yang diperlukan untuk mengosongkan area titik kumpul (contoh : memecahkan kaca
jendela mobil untuk memindahkan mobil yang berada di area titik kumpul). 5.
Memasukkan mobil pemadam, polisi dan ambulans RS lain (baik yang mengantar
pasien baru maupun membantu evakuasi). 6. Segera menuju lokasi kebakaran untuk
membantu proses pemadaman dan menjaga keamanan lokasi kebakaran dengan garis
pembatas dari tali (?) dan lokasi titik kumpul serta mengamankan jaur evakuasi. 7.
Selama proses evakuasi pos satpam tidak boleh kosong. Pengamat (TIM – HDP) 1.
Segera menuju lokasi kebakaran dan langsung bertindak selaku pimpinan
penanggulangan kebakaran rumah sakit sementara dalam memimpin proses evakuasi.
2. Segera menghitung jumlah pasien yang dirawat sebelum dan setelah proses
evakuasi ke titik kumpul. 3. Membagi pasien dari titik kumpul menuju ruang rawat
sementara dan IGD atau RS lain berdasarkan laporan kondisi pasien terakhir. Jika
diluar jam kerja dapat dipikirkan menggunakan IRJA lantai dasar guna tempat rawat
sementara. Petugas jaga terdekat Melaporkan kemungkinan-kemungkinan tempat
rawat sementara dari masing- masing bangsal kepada pengamat dan segera
membantu proses evakuasi. Dokter jaga HDP Sebagai tenaga medis dibawah komando
pengawas : 1. Segera tiba dilokasi membantu proses evakuasi dengan membawa
gelang tanda korban bencana dan Met Tag sebagai CM sementara. 2. Melakukan
pemasangan gelang tanda korban bencana dan melakukan labelisasi dengan
menggunakan Met Tag (Medical Emergency Field Triage) dan memberikan tindakan
pertolongan terhadap korban yang mengalami penurunan kondisi. 3. Melaporkan
kondisi terakhir pasien setelah tiba di titik kumpul kepada pengamat yang meliputi
kebutuhan tenaga peralatan serta ruangan. 4. Koordinasi dengan petugas IGD
Bedah/Non Bedah guna mengevakuasi pasien yang mengalami penurunan kondisi dan
tubuh 5. Tata laksana lanjutan IGD meliputi : a. Jumlah dan kondisi korban b. Penyebab
c. Kebutuhan tenaga, peralatan, ruangan, dan sebagainya. Mencatat semua tujuan
evakuasi pasien-pasien korban kebakaran dalam RS dan mendapat tanda tangan
petugas penerima. PETUGAS IGD Koordinasi dengan supervisor mempersiapkan IGD
guna merawat pasien korban kebakaran
sesuai laporan Tim HDP. PETUGAS SARANA 1. Melakukan pemadaman listrik pada
lokasi kebakaran dan sekitarnya, dan menghidupkannya kembali setelah
memungkinkan. 2. Setelah kebakaran dapat diatasi, maka bersama tim Labfor Polri
mencari penyebab kebakaran. PENGAMAT (TIM HDP) Melaporkan kepada : o Direktur
( 0816692225 ) o Wakil Direktur Umum dan Keuangan ( 08122757141 ) o Wakil
Direktur Pelayanan ( 08122725575 ) o Kabag Umum ( 081328743155 ) o Kabag
Keuangan ( 08122783710 ) Koordinasi dengan Ka. IRJA ( 085227890688 ) →
Kebutuhan tenaga bantuan dan brankard Kordinasi dengan Ka. IRNA
( 081327116325 ) → kebutuhan tenaga bantuan dan tempat tidur. Ka.
ICU/PICU/ICCU/NICU ( 081327067530 ) Koordinasi dengan Ka. SMF di RSUD Prof.
Dr. Margono Soekarjo → bantuan tenaga ko-residen,. Depo Farmasi IGD untuk
diteruskan kepada Ka. Instalasi Farmasi → kebutuhan obat dan alkes. Bagian Laundry
dan CSSD → kebutuhan linen Bagian Gizi → kebutuhan gizi untuk korban DAN
RELAWAN Ka. IBS → kebutuhan Kamar Operasi BANK DARAH → Kebutuhan darah
DIREKSI Koordinasi ke dalam RS o Direktur → menyatakan terjadi musibah massal o
Wadir Penunjang dan Pendidikan → mengerahkan tenaga bantuan dari IMF dan
Instalasi lain di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto sebagai tenaga
tambahan bilamana diperlukan Koordinasi keluar RS Koordinasi dengan RS lain RS
Elisabeth ( 0281 ) 625857 / 631761 RS DKT ( 0281 ) 633062 RS BUNDA ( 0281 )
635424 RS ANANDA ( 0281 ) 636417 RS HIDAYAH ( 0281 ) 627010 RSI ( 0281 )
630019 PMI ( 0281 ) 6441014 PENGATURAN LALU LINTAS PARKIR SAAT TERJADI
KEBAKARAN / BENCANA Tindakan yang dilakukan oleh Petugas Parkir saat terjadi
kebakaran / bencana : 1. Terima informasi KODE MERAH 2. Segera MENUTUP
gerbang masuk dan MEMBUKA gerbang keluar bagi pengunjung. 3. Mengosongkan
area parkir dari kendaraan pasien / pengunjung untuk Titik Kumpul evakuasi : a.
SELALU mengosongkan area titik kumpul dan area dilarang parkir. Apabila terpaksa
ada kendaraan di area tersebut, kendaraan harus dalam posisi gigi netral dan setir
tidak terkunci serta ada petugas parkir yang mengingatkan. b. Jika saat terjadi
bencana terdapat kendaraan di area titik kumpul, maka semua kendaraan yang berada
di area titik kumpul didorong ketempat lain agar area titik kumpul dapat dipergunakan
sebagaimana mestinya. c. Bila kendaraan di AREA TITIK KUMPUL Kondisinya terkunci
setir dan di hand rem maka akan dilakukan tindakan yang diperlukan seperti
pemecahan kaca jendela untuk memindahkan kendaraan tersebut. Setelah area
kosong dibatasi dengan pembatas dan dijaga satpam. 4. Mengatur keluar masuknya
mobil Ambulan, mobil Dinas Kebakaran, Kepolisian, PMI, dan Instansi terkait serta
mengatur lalu lintas selama proses evakuasi.

Cara Menggunakan dan Fungsi Helm Safety

Cara pemakaian helm safety yang benar akan memberikan perlindungan bagi kepala
anda. Daerah kerja seperti di tambang minyak, pabrik pupuk, pabrik kimia, proyek
pembangunan gedung dan lainnya biasanya menetapkan helm safety sebagai alat
pelindung diri yang wajib. Karena potensi resiko yang berasal dari atas kepala banyak
terdapat di lingkungan kerja seperti itu. Dalam menggunakan helm safety, ada
beberapa hal yang harus diperhatikan diantaranya :

1. Sebelum digunakan telitilah bahwa helm tersebut dalam kondisi baik untuk
digunakan, pas dan nyaman dikepala anda (tidak longgar dan tidak terlalu
sempit), tidak rusak dan cacat.

2. Gunakan helm safety dikepala dengan benar (tidak miring, terlalu mendongak,
menunduk sehingga menutupi pandangan, atau terbalik
3. Jika berada pada tempat yang tinggi dan kondisi ber angin, chain strip harus
digunakan untuk menghindari safety helmet yang dikenakan terbang karena
tiupan angin kencang.

Anda mungkin juga menyukai