Anda di halaman 1dari 9

150

Penambahan berat badan pada Ny. “N” tidak sesuai dengan penambahan berat badan

normal yang dianjurkan pada ibu hamil. Wirakusumah (2012) mengatakan, rekomendasi

penambahan berat badan normal menurut IMT adalah 11,5-16 kg, penambahan berat badan

ibu mengalami kenaikan dari trimester I hingga trimester III sebesar 5 kg dengan IMT 17,9

kg/m2.
Berdasarkan hasil pemeriksaan TFU yang didapatkan pada Ny. “N” bahwa ukuran TFU

pada setiap kunjungan mengalami kesamaan yaitu terdapat kesenjangan antara kenyatan

dan teori. Teori dari Manuaba (2007) dan Amru Sofyan (2012) mengatakan, bahwa

perbedaan TFU pada kehamilan disebabkan oleh tebal tipisnya lemak dinding abdomen,

adanya faktor herediter pada kehamilan ganda, kecepatan tumbuh kembang janin bukan

merupakan pertumbuhan linear, dan kemungkinan adanya kesalahan teknik pengukuran.

Selain itu Gardosi J dan Francis (2012) mengatakan ada beberapa hal yang mempengaruhi

TFU yaitu, tinggi ibu, kenaikan berat badan ibu, paritas, etnis, dan kebiasaan merokok.

Menurut hasil pengamatan, kesenjangan diatas didukung karena pada saat kunjungan

trimester III ibu tidak mengalami kenaikan berat badan yang signifikan dan cenderung

sama.
Selama masa kehamilan, frekuensi DJJ dalam batas normal tidak pernah ditemukan

masalah. Prawirohardjo (2014) mengatakan DJJ dalam keadaan normal, frekuensi DJJ

berkisar antara 120-160 kali permenit, hal ini sudah sesuai antara hasil pemeriksaan

dengan pendapat diatas. Hal ini dikarenakan keadaan ibu yang baik mempengaruhi

keadaan janin. Jika DJJ menunjukkan keadaan abnormal dapat mengindikasikan janin

mengalami fetal distress.


Hasil pemeriksaan penunjang laboratorium seperti Hb, glukosa urine, protein urine,

PITC, RPR, HbsAg didapatkan hasil Hb: 10,8 g%, glukosa urine negatif, protein urine

negatif, PITC non reaktif, RPR non reaktif, dan HbsAg non reaktif. Hasil pemeriksaan

diatas dapat disimpulkan bahwa hasil pemeriksaan laboratorium ibu dalam batas normal.
151

Sesuai dengan teori Manuaba,dkk (2010) mengatakan, bahwa Hb normal untuk ibu hamil

adalah >10.5 gr% karena pada ibu hamil mengalami proses hemodelusi yaitu pengenceran

sel darah merah. Berdasarkan hasil pemeriksaan glukosa dan protein urine dikatakan

normal sesuai dengan teori Wiknjosastro (2007).


Setiap kehamilan memiliki resiko sehingga diperlukan asuhan yang disesuaikan dengan

keadaan/kondisi ibu hamil dan harapannya kehamilan berjalan fisiologis. Penatalaksanaan

yang dilakukan pada Ny. “N” sebagaimana asuhan yang diberikan untuk kehamilan normal

yaitu dengan diberika KIE tentang tanda bahaya kehamilan, tanda persalinan, P4K, cara

mengatasi keluhan ibu, pemenuhan kebutuhan nutrisi, dukungan psikologis, dan pemberian

multivitamin sesuai dengan teori.


5.2 Asuhan Kebidanan Pada Ibu Bersalin

Dari hasil pengkajian Ny. “N” mengatakan nyeri perut yang menjalar ke punggung

dan keluar lendir darah pada tanggal 05 April 2019 pukul 19.30 WIB pada usia kehamilan

39-40 minggu. Prawirohardjo (2011) dan Marmi (2012) mengatakan, keluhan yang

dirasakan ibu bersalin yaitu nyeri punggung, kram perut, kram tungkai, sering buang air

kecil, aliran lendir yang licin bercampur darah, mules-mules, rasa tertekan di area pelvis.

Keluhan yang dirasakan ibu merupakan hal yang fisiologis sesuai dengan pendapat

Manuaba (2008), hal ini disebabkan pengaruh dari meningkatnya hormon oksitosin

menjelang persalinan sehingga mengakibatkan kontraksi, dan adanya pembukaan pada

mulut rahim mengakibatkan keluar lendir berwarna kemerahan atau kecoklatan.

Pada data objektif yang didapatkan adalah kala 1 fase aktif berlangsung mulai

pukul 21.45 WIB dengan pembukaan serviks 8 cm sampai pukul 22.10 WIB dengan

pembukaan serviks 10 cm. Fase aktif berlangsung selama 25 menit. Menurut JNPK-KR

(2008), bahwa pada fase aktif serviks membuka antara 4-10 cm dan akan membuka 1 cm

perjam untuk primigravida dan 1-2 jam untuk multigravida. Hal ini terjadi kesenjangan
152

antar teori dengan hasil yang ada karena pada Ny. “N” pada pembukaan serviks 8 cm ke 10

cm hanya membutuhkan waktu 25 menit. Proses berlangsung pada kala I yang begitu cepat

karena hormon oksitosin yang semakin meningkat sehinga his yang yang timbul adekuat.

Hasil pemeriksaan tersebut bahwa kala I fase aktif berlangsung secara fisiologis. Pada saat

pembukaan lengkap, ketuban pecah secara spontan warna jernih pada pukul 22.10 WIB.

Hal ini terjadi secara fisiologis, pecahnya ketuban merupakan tanda akan terjadinya

persalinan. Maka dari itu, pasien mulai dipimpin untuk meneran saat setelah ketuban

pecah. Winkjosastro (2007) mengatakan, normalnya selaput ketuban pecah pada

pembukaan serviks > 5cm. Pada Ny. “N” ketuban pecah saat pembukaan serviks 10 cm,

hal ini fisiologis terjadi dan merupakan tanda terjadinya persalinan.

Pada kala II didapatkan data bahwa ibu mulai dipimpin untuk mengejan pada pukul

22.10 WIB. Pada pukul 22.15 WIB bayi lahir spontan belakang kepala, langsung menangis

kuat, tonus otot baik, warna kulit merah muda, anus positif, kelainan kongenital tidak ada.

Tercatat bahwa proses persalinan Kala II berlangsung selama 5 menit dan sesuai dengan

teori Mochtar (2012), bahwa proses persalinan berlangsung tidak lebih dari 2 jam pada

primigravida dan 1 jam pada multigravida. Kala II berlangsung tidak lebih dari dari 13

menit, hal ini normal terjadi pada multigravida. Akibat adanya his yang adekuat sehingga

mendorong kepala janin keluar melalui pintu atas pangul yang kemudian disertai teknik

mengejan ibu yang baik dan benar. Ditandai dengan pecahnya ketuban, peningkatan

tekanan pada anus dan perineum menonjol. Adanya teknik mengejan dan teknik relaksasi

yang baik dari ibu. Sehingga persalinan Kala II berlangsung normal dan tidak ditemukan

adanya penyulit.

Setelah bayi lahir, dilakukan IMD di dada ibu. Menurut World Health Organizations

(WHO) proses inisiasi menyusui dini dijalankan selama 1 jam pertama kehidupan awal
153

bayi. Proses tersebut dilaksanakan dengan cara menempatkan bayi di dada ibunya segera

setelah bayi keluar dari jalan lahir. Bayi ini kemudian akan secara alami, tanpa dibantu,

mencari puting ibunya untuk menghisap ASI. Berdasarkan pernyataan tersebut, maka tidak

terdapat kesenjangan antara bayi Ny. “N” dengan teori. Hal ini dapat mencegah hipotermi

pada bayi serta meningkatkan kedekatan pada ibu dan bayi

Pada kala III dilakukan manajemen aktif kala III, plasenta lahir spontan berlangsung

selama 5 menit dan tidak terjadi masalah selama pengeluaran plasenta. Plasenta lahir

spontan dan lengkap dengan jumlah kotiledon lengkap dan panjang tali pusat 45 cm.

Mochtar (2012) mengatakan, bahwa kala III tidak boleh lebih dari 30 menit. Jika lamanya

kala III berlangsung lebih dari 30 menit merupakan indikasi terjadinya retensio plasenta.

Dapat diartikan kasus Ny. “N” sesuai dan tidak ada kesenjangan teori pada kala III

persalinan atau terjadi secara fisiologis.

Pada kala IV setelah plasenta lahir spontan dan lengkap, kontraksi uterus baik, tidak

ada perdarahan aktif dan bayi menyusu denga kuat. Menurut Arsinah (2010) pada kala IV

dilakukan observasi postpartum selama 2 jam. Observasi pada 1 jam pertama dilakukan

observasi setiap 15 menit dan pada 1 jam kedua dilakukan observasi setiap 30 menit.

Observasi meliputi observasi tanda-tanda vital, observasi perdarahan, involusi uterus,

keadaan kandung kemih dan laktasi. Pada kasus Ny. “N” penulis melakukan observasi kala

IV sesuai dengan teori. Tidak ada komplikasi yang ditemukan pada kala IV dikarenakan

kontraksi uterus yang baik dan perdarahan yang keluar tidak ≥ 500cc, sehingga ibu

mengalami kala IV yang fisiologis. Hal ini terjadi karena pada masa kehamilan ibu

menjaga kesehatan dan pola kehidupan sehari-hari misalnya rutin mengkonsumsi Fe sesuai

anjuran yang diberikan selama masa kehamilan. Maka dapat diartikan bahwa asuhan yang

diberikan pada Ny. “N” tidak ada kesenjangan.


154

5.3 Asuhan Kebidanan Pada Ibu Nifas

Dari hasil pemeriksaan pada masa nifas yang telah dilakukan pada Ny. “N” dapat

dijelaskan ibu nifas mengeluh mulas dan nyeri pada luka jahitan. Mulas dan nyeri luka

jahitan yang dirasakan ibu post partum merupakan keluhan yang normal sehingga penulis

memberikan pengamatan terhadap keluhan yang dirasakan pada setiap kunjungan. Kedua

keluhan tersebut merupakan hal yang fisiologis yang dialami pada ibu nifas sesuai dengan

teori Holmes, Barker (2011) yaitu mulas yang dirasakan ibu post partum merupakan

kontraksi rahim, biasanya berlangsung 2-4 hari pascapersalinan serta nyeri luka jahitan

terjadi karena adanya robekan jalan lahir.

Proses involusi yang terjadi pada Ny. “N” yaitu hari ke 1, TFU = 2 jari di bawah pusat,

hari ke 4 TFU = 3 jari bawah pusat, hari ke 9 TFU = pertengahan pusat-symphisis, dan hari

ke 16 TFU = tidak teraba. Sofian (2012) mengatakan, Tinggi Fundus Uteri menurut masa

involusi adalah :

Involusi Tinggi Fundus Uteri Berat Uterus


Bayi lahir Setinggi pusat 1000 gram
Uri lahir 2 jari bawah pusat 750 gram
1 minggu Pertengahan pusat simfisis 500 gram
2 minggu Tidak teraba di atas simfisis 350 gram
6 minggu Tidak teraba di atas simfisis 50 gram
8 minggu Tidak teraba di atas simfisis 30 gram
Sumber : Amru Sofian, 2012

Hal ini berarti tidak ada kesenjangan antara teori dengan Ny. “N” atau involusi

berlangsung secara fisiologis. Ukuran TFU yang normal terjadi pada ibu nifas yaitu setiap

harinya berkurang disebabkan oleh adanya kontraksi uterus yang baik dan proses

kembalinya uterus ke bentuk sebelum hamil.

Pada 8 jam post partum lochea ibu berwarna merah (rubra), pada 4 hari post partum

lochea ibu berwarna merah kuning bercampur lendir (sanguinolenta), pada 11 hari post

partum lochea ibu berwarna kuning (serosa). Mochtar (2011) mengatakan, lochea rubra

berwarna merah, berlangsung selama 1-2 hari post partum. Lochea sanguinolenta
155

warnanya merah kuning berisi darah dan lendir, terjadi pada hari ke 3-7 post partum.

Lochea serosa berwarna kuning dan cairan ini tidak berdarah lagi pada hari ke 7-14 post

partum, lochea alba cairan putih yang terjadi pada hari setelah 2 minggu post partum.

Lochea purulenta terjadi karena infeksi, keluar cairan seperti nanah berbau busuk,

Lochiotosis adalah lochea yang tidak lancar keluarnya. Dari pernyataan di atas, dapat

disimpulkan ibu mengalami masa nifas dengan disertai pengeluaran lochea yang sesuai

dengan teori dan tidak ditemukan adanya infeksi serta komplikasi pada masa nifas.

Pada pemeriksaan payudara pada Ny. “N” didapatkan puting susu menonjol

sehingga tidak ada kesenjangan antar teori dengan kenyataan. Roesli (2005) mengatakan,

faktor yang mempengaruhu pemberian ASI eksklusif adalah faktor kejiwaan ibu, faktor

bayi, faktor lingkungan, dan faktor kelainan payudara (puting susu datar dan puting susu

terpendam).

5.4 Asuhan Kebidanan Pada Neonatus


Bayi Ny.”N” lahir ditolong oleh bidan di Puskesmas Tanah Kali Kedinding Surabaya

pada tanggal 05 April 2019 pukul 22.15 WIB. Berdasarkan hasil pengkajian, tidak

ditemukan hipotermi ataupun hipertermi. Suhu tubuh bayi selalu berada dalam batas

normal. Marmi dan Kukuh Rahardjo (2012) mengatakan, suhu normal pada neonatus

adalah 36,5oC-37,5oC melalui pengukuran aksila dan rektum. Jika nilainya turun dibawah

36,5oC maka bayi mengalami hipotermi. Suhu Dapat disimpulkan bahwa suhu tubuh bayi

tidak terjadi kesenjangan dengan teori.


Frekuensi pernapasan bayi Ny. “N” normal yaitu 42-48 x/menit. Saifuddin (2010)

mengatakan, gerak pernapasan normal neonatus yaitu 30-50 kali per menit. Marmi (2012)

mengatakan, frekuensi nadi normal 120-160 kali/menit. Frekuensi nadi bayi Ny. “N”

normal yaitu berkisar 138-142x/menit. Dapat disimpulkan bahwa pernapasan dan nadi bayi

tidak terjadi kesenjangan dengan teori.


Pada usia 8 jam bayi Ny. “N” sudah BAB 1 kali warnanya hijau kehitaman dan sudah
156

BAK 1 kali, warna kuning jernih. Sarwono Prawirohardjo (2010) mengatakan, diharapkan

bayi sudah bisa BAB dan BAK dalam 24 jam pertama. Dari hasil pemeriksaan bayi Ny.

“N” sudah BAB dan BAK kurang dari 24 jam pertama setelah lahir, hal ini sudah sesuai

dengan teori. Pola eliminasi pada bayi sangat diperhatikan dengan serius karena hal

tersebut berhubungan apakah bayi mengalami gangguan dalam system pencernaan atau

tidak serta bayi mengalami kelainan kongenital atau tidak. Observasi kebutuhan eliminasi

dan kebutuhan nutrisi bayi diperlukan waktus sekitar 24 jam. Jika bayi mengalami hal

tersebut, maka perlu penanganan agar dapat terdeteksi secara dini.


Bayi Ny. “N” lahir pada usia kehamilan aterm dengan berat badan 3000 gram.

Perubahan berat badan pada By Ny. “N” yaitu umur 6 jam dengan BB 3000 gram, umur 4

hari dengan BB 3100 gram, umur 11 hari dengan BB 3200, sehingga tidak ada kesenjangan

antara teori dengan kenyataan. Sholeh (2007) mengatakan, umur 1 hingga tiga bulan berat

badan bertambah 700 gram per empat minggu atau bertambah sebanyak 170-200 gram per

minggunya.

Penatalaksanaan yang dilakukan pada By Ny.”N” yaitu memberikan Health Education

pada ibu tentang pemberian ASI ekslusif secara on demand tanpa susu formula atau

makanan tambahan yang lainnya, pencegahan infeksi, perawatan bayi sehari-hari,

perawatan tali pusat, bayi dijemur setiap pagi selama 30 menit pada jam antara 07.00-

08.00 WIB, dan pemberian jadwal imunisasi, penatalaksanaan yang dilakukan oleh penulis

sesuai dengan teori penulis yaitu sebanyak 3 kali dimana pada setiap kunjungan tidak

didapatkan masalah pada bayi.

Tetapi bayi mendapat ASI dan ibu juga memberikan susu formula pada hari ke-4.

Dalam hal ini terdapat kesenjangan antara teori dan fakta.

5.5 Asuhan Kebidanan Pada Masa Antara


157

Berdasarkan hasil pengkajian, ibu ingin menggunakan KB suntik 3 bulan dan tidak

memiliki penyakit DM, jantung, dan riwayat kanker . Hanafi Hartono (2013) dan Saifuddin

(2010) mengatakan, untuk ibu yang ingin menggunakan KB hormonal yaitu ibu yang tidak

mempunyai riwayat perdarahan pervaginam yang belum jelas penyebabnya, menderita

kanker payudara atau riwayat kanker payudara, diabetes mellitus disertai komplikasi,

jantung, kejang, hipertensi, hepatitis. Dari data diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa

antara fakta dan teori tidak terdapat kesenjangan.

Pada data objektif didapatkan pemeriksaan fisik untuk akseptor KB yaitu tidak ada

pembesaran kelenjar tyroid, tidak ada pembesaran kelenjar limfe, tidak ada bendungan

vena jugularis, tidak ada massa pada payudara dan tidak ada tanda-tanda kehamilan.

Setelah dilakukan pemeriksaan keadaan klien sesuai dan dapat menggunakan kontrasepsi

KB suntik 3 bulan.

Penatalaksanaan yang dilakukan pada Ny. “N” sebagai calon akseptor KB yaitu

diberikan konseling tentang metode KB dan dilakukan evaluasi dengan hasil ibu memilih

menggunakan alat kontrasepsi suntik 3 bulan. Sholeh (2007) mengatakan, penatalaksanaan

pada ibu sebagai calon akseptor KB yaitu dengan memberikan penjelasan sesuai dengan

Alat Bantu Pengambil Keputusan. Hal ini tidak ada kesenjangan antara penatalaksanaan

yang dilakukan dengan teori yang disebutkan dan Ny. “N” memilih KB suntik 3 bulan.

Asuhan kebidanan untuk akseptor KB, dimulai pada kunjungan pertama yaitu pada

masa nifas hari ke-4. Pada kunjungan yang ke dua yaitu pada nifas hari ke-9, penulis

mengulang kembali konseling KB pasca salin dan ibu dan suami telah menetapkan

keputusan untuk menggunakan metode KB suntik 3 bulan yang akan dilaksanakan 42 hari

atau sebelum masa nifas , sesuai dengan teori Sudarti Fauziyah (2011) suntik progestin

mengandung depo medroksiprogestin asetan (DMPA) yang mengandung 150 mg DMPA


158

dan diberikan 3 bulan sekali atau 12 minggu . metode KB 3 bulan merupakan kontrasepsi

yang dapat digunakan ibu postpartum yang tidak mengganggu produksi ASI.

Anda mungkin juga menyukai