Anda di halaman 1dari 11

Lampiran : Keputusan Direktur Rumah Sakit

Umum Daerah Gambiran Kota Kediri


Nomor : 445 / 439/ 419.80 / 2018
Tanggal : 5 Januari 2018

BAB I
DEFINISI

1. Kejadian code blue adalah kejadian henti nafas dan atau henti jantung
2. Tim code blue adalah tim yang ditentukan untuk datang segera setelah
mengetahui adanya kejadian code blue dan terdiri dari 5 (orang) orang, yaitu
pemimpin tim resusitasi yang bertanggung jawab dalam memimpin resusitasi dan
melakukan defibrilasi, individu yang berperan dalam membantu kompresi dinding
dada, individu yang berperan dalam memberikan ventilasi tekanan positif
termasuk intubasi endotracheal dan pemberian obat-obatan serta
pendokumentasian di bawah koordinasi pemimpin tim resusitasi.
3. Pemimpin resusitasi adalah individu yang paling menguasai algoritma henti
jantung dan paru. Prioritas pemimpin dalam resusitasi pada kejadian code blue
menurut urutan prioritas adalah sebagai berikut:
a. Prioritas pertama dokter spesialis Emergency Medicine
b. Prioritas kedua dokter Spesialis Anestesi / Spesialis Kardiologi
c. Prioritas ketiga dokter jaga Instalasi Gawat Darurat (IGD)
d. Prioritas keempat perawat Instalasi Gawat Darurat (IGD)
e. Prioritas kelima perawat Intansive Care Unit (ICU) / High Care Unit (HCU)
4. Respon time yaitu waktu yang diperlukan sampai dengan terkumpulnya minimal
jumlah anggota tim resusitasi yang lengkap, yaitu maksimal 5 menit, yaitu mulai
dari memenggil tim melalui telepon 119 sampai dengan tiba di tempat kejadian
code blue.
5. Trolley emergency adalah troli yang memuat obat-obatan dan alat-alat medis
untuk kasus kegawatdaruratan medis termasuk pada kejadian code blue (henti
jantung dan atau henti nafas) dan dibuka pada saat terjadi kegawatdaruratan
medis.
6. Emergency Kit adalah tas yang berisi alat-alat medis untuk kasus
kegawatdaruratan medis termasuk pada kejadian code blue ( henti jantung dan
atau henti nafas) dan dibuka pada saat terjadi kegawatdaruratan medis.

1
BAB II
RUANG LINGKUP

1. Semua staf RSUD Gambiran Kota Kediri dengan sertifikasi Bantuan Hidup Dasar
(BHD).
2. Tim code blue setiap shift terdiri dari dokter jaga IGD, 4 perawat tim code blue di
setiap masing-masing lantai gedung RSUD Gambiran Kediri. Setiap gedung
terdapat titik Trolley emergency, lantai 1 terletak di IGD dan poli jantung, lantai 2
terletak di Ruang Jenggala, lantai 3 terletak di Ruang Kahuripan, lantai 4 terletak
di Ruang Dhaha A.
Ketua Tim Code Blue : Dokter Spesialis Anastesi
Koordinator Tim Code Blue : Kepala Instalasi Gawat Darurat
Anggota :
Tim Dokter :
Dokter Jaga IGD
Tim paramedis :
LANTAI 1 LANTAI 2
1. Misbahul Munir, S.Kep.Ners, 1. Dwi Suyanto, S.Kep.Ns
2. Eko Darmawan, Amd.Kep, 2. Yuska Agastian, Amd.Kep
3. Ali Munib, Amd.Kep, 3. Bagus, S.Kep.Ns
4. Pungki Tyo, Amd.kep, 4. Arif Budi N, Amd.Kep
5. Irmas Wulandari, Amd.kep, 5. Andria Budiningsih, Amd.Kep
6. Eko Mamujianto, Amd.Kep, 6. Puguh Siswoyo, SST
7. Rutvi Kusventi, Amd.Kep, 7. Bayu Asdhimeka P, S.kep.Ns
8. Guntur Aritonang, S.Kep.Ns 8. Slamet Jayadi, S.Kep.Ns
9. Meyke Dwi, Amd.Kep, 9. Jaelani, S.Kep.Ns
10. Mashuri, S.Kep.Ners 10. Setyo Agung Nugroho, SST
11. Pujianto, Amd.Kep, 11. Naning Dwi Parwati, Amd.Kep
12. Albert Ardiansyah, AMd.Kep. 12. Ratna Widiastuti, Amd.kep
13. Mono samadianto, Amd.Kep 13. Nanda Rizaldi Arifin, Amd.Kep
14. Rifan Agus D, Amd.Kep 14. Joni Kusdiantoro, Amd.Kep
15. Harun All Roshed, Amd. Kep 15. Moh Habib, Amd.Kep
16. Nur Tri Asbodo, Amd. Kep 16. Iva Triatuti, Amd.Kep
17. Yakobus Alfens R. E,Amd. Kep
LANTAI 3 LANTAI 4
1. Eko Dian Hadi, S.Kep.Ners 1. Prasojo, S.Kep.Ns
2. Andy Eko, Amd.Kep, 2. Wiwik, Amd.Kep
3. Afront Salis, Amd.Kep 3. Ira Susanti, Amd.Kep
4. Anang Tri H, Amd.Kep 4. Rery Maya, Amd.Kep
5. Sigit Eko S, Amd.Kep 5. Heru Julianto, Amd.Kep

2
6. Miskram, S.Kep.Ns 6. Eko Sulistyo, Amd.Kep
7. Albertina Yasis, Amd.Kep 7. Septya Yogi, Amd.Kep
8. Fuad Nurkholis, S.Kep.Ners, 8. Emilia Nur SB, Amd.Kep
9. M.Arif Budiantoro, S.Kep.Ns 9. M. Shodiq S.Kep.Ns.MM.Kes
10. Bambang Sulistyawan, Amd.Kep 10. Slamet Widodo, S.Kep.Ns
11. Verry Octavianto, S.Kep.Ners, 11. Catur Setioko, Amd.Kep
12. M. Yusuf Effendi, S.Kep.Ns 12. Dyah Arumi, S.Kep.Ns
13. Salim Hermawan, S.Kep.Ns 13. Herman D, S.Kep.Ns
14. Dwi Kristiani, S.Kep.Ns 14. Endah K. Amd.Kep
15. Arief W, Amd.Kep 15. Heru S. Amd.Kep
16. Marsono, Amd.Kep 16. Ibnu P. S.Kep.Ns
17. Alfin M. Khoiri, Amd.Kep
18. Nufi W. Amd.kep
19. Hanif. M. S.Kep.Ns
20. Totok, S.Kep.Ns
21. Tutus, S.Kep.Ns
22. Ipung, SST

3. Tiap lantai gedung RSUD Gambiran terdapat titik trolley emergency. Di lantai satu
Ransel emergency terletak di Ruang IGD. Trolley emergency lantai 2 terletak di
Ruang Jenggala A. Trolley emergency Lantai 3 terletak di ruang Kahuripan,
Trolley emergency lantai 4 terletak di Ruang Dhaha A.
4. Pada kejadian code blue sebelum tim code blue datang, maka individu yang
dianggap paling menguasai algoritma henti jantung dan paru bertindak sebagai
pemimpin resusitasi sesuai dengan keadaan pada saat terjadi kejadian code blue
sampai dengan tim code blue yang lengkap dan lebih mampu melakukan
resusitasi jantung paru yang lebih adekuat tiba di tempat kejadian code blue.
5. Apabila Tim Paramedis Code blue sudah lengkap dan tiba di lokasi kejadian
terlebih dahulu dan tim dokter sebagai ketua tim code blue belum datang, maka
yang memimpin jalannya resusitasi adalah paramedis code blue bagian
dokumentasi sambil menunggu ketua tim code blue (dokter) datang.

BAB III
TATA LAKSANA

3
1. Prosedur code blue dimulai dengan adanya kejadian code blue di lingkungan
RSUD Gambiran Kota kediri. Individu pertama yang menemukan kejadian code
blue akan meminta pertolongan dengan mengeluarkan suara teriakan “code
blue” serta menyebutkan lokasi terjadinya.
2. Petugas yang berada di dekat lokasi yang mendengar teriakan itu segera
menghubungi dan memberitahukan informasi mengenai adanya kejadian code
blue dan lokasi terjadinya (Lantai, Ruangan dan nomor kamar). Setiap lantai
terdapat titik Trolley emergency dan tim code blue.
3. Ruangan atau perawat yang mengetahui kejadian code blue segera
menghubungi ruangan yang terdapat titik trolley emergency. Kejadian code blue
di lantai satu menghubungi IGD dengan nomor 4101, lantai 2 menghubungi
Jenggala A dengan nomor 4203, lantai 3 menghubungi ruang Kahuripan dengan
nomor 4307, lantai 4 menghubungi ruang Dhaha A dengan nomor 4305.
4. Setiap shift ada yang bertanggung jawab terhadap Trolley emergency bila
sewaktu waktu terjadi kejadian code blue, penanggung jawab Trolley emergency
segera menghubungi dokter jaga dan tim code blue yang sudah mendapat
pelatihan BCLS.
5. Individu pertama yang menemukan adanya kejadian code blue segera memulai
bantuan hidup dasar sampai dengan tim code blue tiba di lokasi kejadian.
6. Perawat atau staf yang terdekat dengan trolley emergency mendorong trolley
emergency ke lokasi kejadian code blue segera setelah mendengar
pemberitahuan kejadian code blue.
7. Setelah tim code blue tiba di tempat kejadian maka upaya resusitasi jantung-paru
dilanjutkan oleh tim code blue dengan pembagian tugas dalam resusitasi jantung
paru disesuaikan dengan jumlah anggota tim code blue.
8. Pemimpin resusitasi dalam tim code blue adalah individu yang dianggap paling
menguasai algoritma henti jantung dan atau henti nafas dengan prioritas seperti
di bawah ini:
a. Prioritas pertama dokter spesialis Emergency Medicine
b. Prioritas kedua dokter spesialis Anestesi dan atau dokter spesialis Jantung
c. Prioritas ketiga dokter jaga Instalasi Gawat Darurat (IGD)
9. Sebelum tim code blue tiba di tempat kejadian maka individu yang dianggap
paling menguasai algoritma henti jantung dan atau henti nafas bertindak sebagai
pemimpin resusitasi sesuai dengan keadaan saat kejadian code blue.
10. Dokter jaga ruangan dan perawat ruangan memiliki kewajiban berespon
terhadap pemberitahuan adanya kejadian code blue dan segera menuju tempat
kejadian code blue bila kejadian code blue terjadi di ruang perawatan.

4
11. Pada hari kerja dan jam kerja Dokter jaga code blue adalah dokter jaga
Instalasi Gawat Darurat (IGD) bila hari libur atau di luar jam kerja, dokter jaga
code blue adalah dokter jaga ruangan yang memiliki kewajiban merespon
terhadap pemberitahuan adanya kejadian code blue dan segera menuju tempat
kejadian code blue. Ketidakhadiran dimungkinkan bila terdapat kegawatan di unit
masing-masing pada saat bersamaan yang tidak memungkinkan untuk segera
menuju tempat kejadian code blue.
12. Setidaknya perawat ruangan masing-masing lantai yang memiliki tanggung jawab
sebagai tim code blue memiliki kewajiban berespon terhadap pemberitahuan
adanya kejadian code blue dan segera menuju tempat kejadian code blue.
13. Perawat ruangan masing-masing lantai yang memiliki tanggung jawab sebagai
tim code blue ditentukan di setiap shift jaga oleh koordinator atau penanggung
jawab shift.
14. Respon time adalah waktu yang diperlukan sampai dengan tim code blue tiba di
tempat kejadian code blue sejak pemberitahuan kejadian code blue melalui
pagging terdengar, yaitu maksimal 5 menit.
15. Penentuan berakhirnya upaya resusitasi pada kejadian code blue ditentukan oleh
pemimpin tim code blue sesuai dengan pertimbangan medis.
16. Kejadian code blue dan hasil dari resusitasi jantung-paru yang dilakukan
didokumentasikan di dalam rekam medis pasien.
Resusitasi jantung-paru didasarkan pada panduan bantuan hidup dasar dan
lanjut yang dikeluarkan America Heart Association tahun 2010 (AHA 2010).
Setelah dilakukan penilaian respon pada korban yang tidak sadar dan didapatkan
tidak adanya respon serta dilakukan aktivasi code blue sesuai dengan prosedur code
blue yang berlaku maka penolong yang menemukan kejadian code blue harus segera
memulai upaya bantuan hidup dasar.
1. Lakukan pemeriksaan ada-tidaknya nadi dalam waktu < 10 detik. Pemeriksaan
nadi dilakukan pada arteri carotis untuk dewasa dan anak > 1 tahun. Pada bayi <
1 tahun pemeriksaan nadi dilakukan pada arteri femoralis atau arteri brachialis. ]
2. Bila tidak didapatkan adanya nadi maka segera lakukan kompresi eksternal
Hal-hal yang harus diperhatikan saat kompresi dada:
a. Korban diletakkan di tempat yang datar dan keras
b. Kompresi dilakukan di setengah bawah sternum, yaitu dua jari di atas
processus xyphoideus
c. Kompresi dengan kecepatan minimal 100x/menit
d. Kompresi dengan kedalaman minimal 2 inch (5cm) pada dewasa, kedalaman
minimal 1/3 diameter dinding dada anterior-posterior/sekitar 2 inch (4cm)
pada anak, dan sekitar 1.25 inch (2.5cm) pada bayi

5
e. Full recoil
f. Minimal interupsi dalam melakukan kompresi
g. Teknik kompresi pada pada anak usia 1-8 tahun dengan meletakkan tumit satu
tangan pada setengah bawah sternum dengan menghindari jari-jari pada
costae.
h. Pada bayi dengan menggunakan dua jari di setengah bawah sternum tanpa
melepas jari-jari dari sternum.
i. Kompresi dan ventilasi dilakukan dengan ratio 30:2 untuk dewasa, 30:2 untuk
satu penolong pada anak usia 1-8 tahun dan 15:2 untuk dua penolong pada
korban anak usia 1-8 tahun.
3. Kompresi eksternal diikuti dengan ventilasi tekanan positif.
Hal-hal yang perlu diperhatikan saat memberikan ventilasi tekanan positif.
a. Ventilasi diberikan dua kali dalam waktu satu detik setiap kali pemberian dan
dengan volume tidal yang cukup untuk mengembangkan paru-paru.
b. Ventilasi pada korban yang telah dilakukan pemasangan ETT, LMA, atau
combitube dilakukan dengan frekuensi satu kali ventilasi setiap 6-8 detik
c. Hindari ventilasi berlebihan karena dapat menimbulkan distensi lambung
sehingga dapat menyebabkan regurgitasi dan aspirasi
Jalan nafas korban harus dipertahankankan terbuka (patent) pada saat
melakukan ventilasi tekanan positif terutama sebelum dilakukan intubasi
endotracheal dengan melakukan manuver head tilt chin lift atau manuver jaw
thrust ( pada korban dengan kecurigaan trauma cervical hanya boleh dilakukan
manuver jaw thrust)
4. Defibrilasi dilakukan bila ditemukan korban henti jantung dengan irama ventrikular
takikardia (VT) tanpa nadi atau ventikular fibrilasi (VF). Defibrilasi dilakukan
dengan menggunakan energi 200 Joule untuk defibrilator yang tersedia di RSUD
Gambiran Kota Kediri.
Teknik:
a. Letakan paddle pada posisi sterno-apikal, yaitu sternal pada dada bagian
superoanterior bagian kanan dan apikal pada dada bagian inferolateral kiri.
b. Bila tidak dimungkinkan dapat pula dilakukan dengan posisi bi-aksilar, yaitu di
dinding lateral kanan dan kiri atau posisi apikal dan punggung kanan atau kiri.
c. Bila terdapat pacu jantung permanen atau ICD (Internal Cardioverter
Defibrilator), elektroda tidak boleh diletakkan di atas atau di dekat
generatornya karena defibrilasi dapat menyebabkan malfungsi pacu jantung,
dan diletakkan pada jarak minimal 8 cm.
d. Hindari meletakkan lempeng AED tepat di atas medikasi transdermal, misal:
durogesic patch karena dapat menghambat penghantaran energi ke jantung
dan menyebabkan luka bakar pada kulit. Medikasi transdermal harus

6
dilepaskan terlebih dahulu dan permukaan kulit dibersihkan terlebih dahulu.
e. Segera setelah defibrilasi, kompresi eksternal dan ventilasi dilanjutkan
selama 2 menit (5 siklus) diikuti penilaian ulang irama henti jantung. Bila
irama yang ditemukan masih VT tanpa nadi atau VF maka ulangi defibrilasi.
Proses yang sama terus diulang sampai dengan Return of Spontaneous
Circulation (ROSC) atau irama henti jantung yang ditemukan bukan
merupakan indikasi untuk dilakukan defibrilasi, yaitu asistole atau PEA.
5. Medikasi
a. VT tanpa nadi/ VF
Setelah dilakukan defibrilasi pertama dan dilanjutkan dengan kompresi
eksternal dan ventilasi selama 2 menit maka lakukan penilaian ulang irama
jantung di monitor. Bila masih ditemukan VT tanpa nadi/VF maka ulangi
defibrilasi dan diikuti ulang kompresi eksternal dan ventilasi selama 2 menit
serta berikan epinephrine bolus dosis 1mg iv dan dapat diulang setiap 3-5
menit.
Amiodarone dapat pula diberikan setelah pemberian epinephrine pertama
dengan dosis 300 mg iv dan dapat diulang setelah pemberian epinephrine
kedua dengan dosis 150 mg iv
b. PEA / Asistole
Pada PEA atau asystole medikasi yang digunakan hanya epinephrine dengan
dosis bolus 1mg iv dan dapat diulang setiap 3-5 menit.
c. Torsade de Pointes
Bila didapatkan irama torsade de pointes maka dapat diberikan MgSO4
dengan dosis 1-2 gram iv.
6. Resusitasi jantung paru tidak dilakukan bila terdapat permintaan dari pasien
atau keluarga inti pasien dengan menandatangai surat penolakan tindakan
kedokteran (DNR) dan tidak direkomendasikan dilakukan pada penyakit-penyakit
kronik stadium akhir, misal: kanker stadium terminal.
7. Resusitasi jantung paru pada kejadian code blue dihentikan bila tim code blue
telah melakukan bantuan hidup dasar dan lanjut secara optimal, termasuk
defibrilasi bila terdapat indikasi, pemberian epinephrine, pemberian ventilasi dan
oksigenasi dengan bantuan jalan nafas tingkat lanjut selama 30 menit. Resusitasi
jantung-paru juga dihentikan bila didapatkan asistole yang menetap selama 10
menit atau lebih.
8. Defibrilator terdapat di atas trolley emergency dan harus dipastikan berfungsi
dengan baik pada saat digunakan pada kejadian code blue. Pemeriksaan fungsi
defibrillator dilakukan setiap shift pagi dengan melakukan pembuangan energi.
Pembuangan energi dilakukan dengan menggunakan energi maksimal pada

7
defibrillator yaitu dengan energi 200 Joule. Hal ini untuk membuktikan bahwa
defibrillator dapat berfungsi pada penggunaan energi maksimal.
Prosedur:
a. Koneksi defibrillator dengan sumber listrik diputuskan.
b. Defibrillator dinyalakan dengan menekan tombol power.
c. Pilih energi 200 Joule
d. Lakukan charge diikuti defibrilasi denan paddle tetap terpasang di defibrillator
tanpa dilepas.
e. Lakukan print hasil pembuangan energi dan dokumentasikan.
Defibrilator berfungsi baik bila energi yang tercatat pada kertas hasil print
tidak melebihi 10% dari energi yang diberikan yaitu 200 Joule.
Defibrilator juga perlu dilakukan pengisian energi pada baterai defibrillator.
Pengisian energi ini dilakukan setiap pagi selama 4 jam mulai pkl 08.00wib -12.00
wib. Bila pada interval waktu ini terdapat penggunaan trolley emergency sehingga
proses pengisian energi pada defibrillator terhenti maka pengisian energi harus
diulang selama 4 jam. Pengisian ulang energi juga harus dilakukan bila terdapat
pemakaian defibrillator.
Defibrilator juga dilengkapi dengan paddle anak. Paddle ini harus
dilepaskan setiap shift pagi sebelum dilakukan pemeriksaan fungsi defibrillator
dan dipasang kembali untuk memastikan bahwa dapat dengan mudah dilepaskan
dari paddle dewasa.
Paddle anak dipergunakan untuk pasien anak usia < 8 tahun atau anak
dengan perkiraan berat badan < 25 kg.
9. Kapan Resusitasi jantung Paru Dilakukan
Berhasil tidaknya resusitasi jantung paru tergantung pada cepat tindakan
dan tepatnya teknik pelaksanaannya. Pada beberapa keadaan, tindakan
resusitasi tidak dianjurkan (tidak efektif) antara lain bila henti jantung (arrest)
telah berlangsung lebih dari 5 menit karena biasanya kerusakan otak permanen
telah terjadi, pada keganasan stadium lanjut, gagal jantung refrakter, edema paru
refrakter, renjatan yang mendahului “arrest”, kelainan neurologik berat, penyakit
ginjal, hati dan paru yang lanjut.
1. Resusitasi dilakukan pada :
a. Infark jantung “kecil” yang mengakibatkan “kematian listrik”
b. Serangan Adams-Stokes
c. Trauma
d. Penghirupan asap (beracun)
e. Hipoksia akut
f. Keracunan dan kelebihan dosis obat-obatan

8
g. Sengatan listrik
h. Refleks vagal
i. Tenggelam dan kecelakaan-kecelakaan lain yang masih memberi peluang
untuk hidup.
2. Resusitasi tidak dilakukan pada :
a. Kematian normal, seperti yang biasa terjadi pada penyakit akut atau kronik
yang berat.
b. Stadium terminal suatu penyakit yang tak dapat disembuhkan lagi.
c. Bila hampir dapat dipastikan bahwa fungsi serebral tidak akan pulih, yaitu
sesudah ½ – 1 jam terbukti tidak ada nadi pada normotermia tanpa RJP

Usaha resusitasi jantung paru masih dapat dilaksanakan selama pasien


masih dalam kondisi mati klinis, yaitu keadaan saat seseorang mengalami henti
nafas dan henti jantung. Penderita tidak akan tertolong kalau sudah mengalami
mati biologis. Kerusakan sel otak dimulai 4-6 menit setelah berhentinya
pernapasan dan sirkulasi darah. Setelah 10 menit biasanya sudah terjadi
kematian biologis.

10. Kewenangan tim code blue adalah stabilisasi pasien dan evakuasi pasien ke IGD
RS Gambiran bila pasien berada diluar area pelayanan, dan ke ICU atau ICCU bila
pasien berada di area pelayanan rawat inap sesuai dengan kondisi medis.

BAB IV

9
DOKUMENTASI

Setiap kejadian code blue harus dicatat oleh unit tempat resusitasi jantung paru
dilakukan meliputi:
• Nama pasien atau korban.
• Waktu terjadinya kejadian code blue.
• Waktu berakhirnya kejadian code blue
• Hasil upaya resusitasi jantung paru yang dilakukan: berhasil yang ditandai
kembalinya sirkulasi spontan (ROSC) atau tidak berhasil ROSC yang berakhir
kematian.
Tim code blue akan melakukan rekapitulasi data dan membuat laporan tahunan yang
berisi rekapitulasi data selama satu tahun.

BAB V

10
PENUTUP

Dengan semakin meningkatnya tuntutan masyarakat terhadap pelayanan di


rumah sakit maka pelaksanaan kegiatan keselamatan pasien rumah sakit sangatlah
penting. Melalui kegiatan akreditas ini diharapkan terjadi penurunan insiden sehingga
dapat lebih meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap rumah sakit. Program
Keselamatan Pasien merupakan never ending proses, karena itu diperlukan budaya
termasuk motivasi yang cukup tinggi untuk bersedia melaksanakan program
keselamatan pasien secara berkesinambungan dan berkelanjutan. Sehingga
memerlukan dukungan dan kerjasama dari berbagai pihak dalam penerapannya
untuk mencapai tujuan.

Ditetapkan di : Kediri
Pada Tanggal : 5 Januari 2019

Plt. DIREKTUR RSUD GAMBIRAN


KOTA KEDIRI

Dr. FAUZAN ADIMA,M.Kes


Pembina Tk.I
NIP. 19720226 200312 1 003

11

Anda mungkin juga menyukai