Anda di halaman 1dari 64

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mutu pendidikan menjadi masalah yang sejak dulu senantiasa diupayakan


peningkatannya oleh pemerintah. Pengendalian mutu pendidikan pada
dasarnya adalah pengendalian mutu SDM (sumber daya manusia) yang
berada dalam sistem tersebut. Untuk mengetahui pengendalian ini dibutuhkan
informasi mengenai keadaan peserta didik, apakah ada perubahan, apakah
guru berfungsi, apakah sekolah mendukung terlaksananya program-program
pendidikan sehingga hasilnya bisa dicapai secara optimal. Salah satu cara
yang dilakukan untuk dapat mengendalikan mutu dalam pendidikan adalah
dengan melakukan assessment (penilaian) (Sutama, Sandi, dan Fuandi,
2017:106).

Mengingat pendidikan adalah sebuah usaha sadar dan terencana untuk


mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secra
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negaranya, yang tercantum dalam UU RI No 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 1
tentang sistem pendidikan nasional. Serta memiliki tujuan yaitu untuk
22

mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa


yang bermatabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis
serta bertanggung jawab.

Tujuan pendidikan akan tercapai apabila dalam pelaksanaannya sesuai


ketentuan pemerintah. Salah satunya adalah mengikuti ketentuan penilaian
peserta didik yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Penelitian pendidikan
pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah terdiri atas: penilaian hasil
belajar oleh pendidik, penilaian hasil belajar oleh satuan pendidik, dan
penilaian hasil belajar oleh pemerintah. Penilaian hasil belajar oleh peserta
didik bertujuan untuk memantau dan mengevaluasi proses, kemajuan belajar,
dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan. Penilaian
hasil belajar oleh satuan pendidikan bertujuan untuk menilai pencapaian
standar kompetensi kelulusan untuk semua mata pelajaran. Sedangkan
penilaian hasil belajar oleh pemerintah bertujuan untuk menilai pencapaian
kompetensi lulusan secara nasional pada mata pelajaran tertentu. Penilaian
dalam pendidikan merupakan proses pengumpulan dan pengolahan informasi
untuk menentukan pencapaian hasil belajar dari peserta didik. Penilaian hasil
belajar oleh seorang guru menggunakan berbagai teknik penilaian seperti tes,
observasi, penugasan perseorangan atau kelompok, dan bentuk lainnya yang
sesuai dengan karakteristik kompetensi dan tingkat perkembangan peserta
didik (Salamah, 2018: 274).
33

Penilaian yang ideal menurut Permendikbud No 23 Tahun 2016


(Permendikbud, 2016: 5-6), penilaian hasil belajar oleh pendidik dilakukan
dalam bentuk ulangan, pengamatan, penugasan dan atau bentuk lain yang
diperlukan. Penilaian hasil belajar oleh pendidik digunakan untuk mengukur
dan mengetahui pencapaian kompetensi peserta didik, memperbaiki proses
pembelajaran, menyusun laporan kemajuan hasil belajar harian, tengah
semester, akhir semester, akhir tahun, dan atau kenaikan kelas. Penilaian hasil
belajar oleh pemerintah dilakukan dalam bentuk ujian nasional dan atau
bentuk lain yang diperlukan.

Penilaian perlu dilakukan untuk mengukur sejauh mana kompetensi yang


telah dicapai peserta didik dalam proses pembelajaran, dimana pada
kurikulum 2013, penilaian diatur dalam Permendikbud Nomor 66 Tahun
2013 (Permendikbud, 2013: 6) tentang Standar Penilaian Pendidikan meliputi
penilaian otentik, penilaian diri, penilaian berbasis portofolio, ulangan harian,
ulangan tengah semester, ulangan akhir, ujian tingkat kompetensi, ujian mutu
tingkat kompetensi, ujian nasional dan ujian sekolah/madrasah. Penilaian ini
merupakan penilaian hasil belajar yang dilakukan oleh pendidik, satuan
pendidikan dan pemerintah. Banyak upaya dari pemerintah dalam men-jamin
mutu pendidikan, salah satunya yaitu kegiatan ujian nasional. Ujian nasional
diselenggarakan untuk mengukur dan menilai ketercapaian.

Ujian Nasional (UN) menurut permendikbud nomor 5 tahun 2015 pasal 1


ayat 5, Ujian Nasional selanjutnya disebut UN adalah kegiatan pengukuran
dan penilaian pencapaian kompetensi lulusan secara nasional pada mata
44

pelajaran tertentu. Kegunaan hasil Ujian Nasional UN menurut

Permendikbud nomor 5 tahun 2015 pasal 21 ayat 1 adalah sebagai berikut: (1)
Pemetaan mutu program dan. Atau satuan pendidikan; (2) Pertimbangan
seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya; dan (3) Pertimbangan dalam
pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan pendidikan dalam
upayanyauntuk meningkatkan mutu pendidikan.

Hasil penelitian Guchi (2017: 49) menunjukkan sebaran soal pada soal ujian
nasional biologi dari tahun pelajaran 2013/2014, 2014/2015, dan 2015/2016
masih rendah dalam tingkatan C4 (Analisis), C3 (Evaluasi), dan C6 (Kreasi).
Soal-soal yang dibuat untuk UN harus menuntut peserta didik untuk berpikir
secara kritis, hal ini sesuai dengan penerapan Kurikulum 2013 diharapkan
dapat menghasilkan sumber daya manusia yang produktif, kreatif inovatif dan
afektif, melalui penguatan kompetensi sikap, pengetahuan, dan keterampilan
Tidak hanya mengenai soal UN yang diujikan, instrumen penilain yang
dipakai juga harus dapat menilai keterampilan berpikir tingkat tinggi (HOTS)
menguji proses analisis, sintesis, evaluasi bahkan sampai kreatif
(Kemendikbud, 2014: 87).

Terkait dengan isu perkembangan pendidikan di tingkat internasional,


Kurikulum 2013 dirancang dengan berbagai penyempurnaan. Penyempurnaan
antara lain dilakukan pada standar isi yaitu mengurangi materi yang tidak
relevan serta pendalaman dan perluasan materi yang relevan bagi peserta
didik serta diperkaya dengan kebutuhan peserta didik untuk berpikir kritis dan
analitis sesuai dengan standar internasional. Penyempurnaan lainnya juga
55

dilakukan pada standar penilaian, dengan mengadaptasi secara bertahap


model-model penilaian standar internasional. Penilaian hasil belajar
diharapkan dapat membantu peserta didik untuk meningkatkan kemampuan
berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking Skills/HOTS), karena berpikir
tingkat tinggi dapat mendorong peserta didik untuk berpikir secara luas dan
mendalam tentang materi pelajaran (Widana, 2017: 1).

Keterampilan berpikir tingkat tinggi atau HOTS merupakan solusi untuk


mengejar ketertinggalan. Untuk mengejar ketertinggalan tersebut seseorang
harus survive, dimana seseorang harus mampu memiliki kemampuan berpikir
tingkat tinggi untuk memecahkan permasalahan yang dihadapi. Menurut Miri,
Ben-Chaim, dan Zoller (dalam Sajidan dan Afandi, 2017: 1-2) reformasi
sistem pendidikan yang dimaksud bukanlah menyangkut perubahan konten
kurikulum, melainkan perubahan pedagogi, yaitu perubahan bertindak dari
simple action ke arah comprehensive action dan peralihan dominasi
pengajaran tradisional yangbersifat non-algoritmik dan menekankan
keterampilan berpikir tingkat rendah (LOTS atau Low Order Thinking Skill)
menuju pembelajaran yang menekankan keterampilan berpikir tingat tinggi.

Hasil penelitian Hamzah dan Masri (dalam Ariani, 2014: 2) menunjukkan


bahwa seseorang yang menggunakan keterampilan berpikir akan lebih mudah
dalam menyelesaikan suatu pekerjaan dibandingkan dengan seseorang yang
kurang menggunakan keterampilan berpikir keterampilan berpikir tersebut
dapat dimulai dari berpikir tingkat rendah hingga berpikir tingkat tinggi.
Keterampilan berpikir tingkat tinggi dapat dicapai apabila keterampilan
66

berpikir tingkat rendah telah dikuasai. Keterampilan berpikir tingkat rendah


adalah keterampilan berpikir dari aspek mengingat sampai dengan
mengaplikasi. Sedangkan keterampilan berpikir tingkat tinggi meliputi aspek
menganalisis, mengevaluasi dan mencipta (Ariani, 2014: 2).

Peserta didik perlu dilatih dalam hal keterampilan berpikirnya dengan cara
memberikan peserta didik tersebut soal yang memiliki tipe HOTS yang dapat
digunakan untuk memperbaiki keterampilan berpikir dari peserta didik. Soal
tersebut dibuat dengan menerapkan kompetensi dasar yang dapat digunakan
untuk mengukur keterampilan berpikir tingkat tinggi dari peserta didik.
Mengingat peranan penilaian yang dapat menjadi motivasi dan tantangan
untuk perbaikan mutu daya saing pendidikan, penulis tertarik untuk
melakukan penelitian yang berjudul” Analisis Soal Tipe Higher Order
Thinking Skill (HOTS) Dalam Soal Ujian Nasional (UN) Biologi Sekolah
Menengah Atas (SMA) Tahun Ajaran 2016/2017”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan masalah dalam


penelitian dengan judul Analisis Soal Tipe Higher Order Thinking Skill
(HOTS) Dalam Soal Ujian Nasional (UN) Biologi Sekolah Menengah Atas
(SMA) Tahun Ajaran 2016/2017 adalah:
1. Bagaimana Kualitas Butir Soal UN Biologi Tahun Ajaran 2016/2017?

2. Apakah terdapat kesesuaian antara butir soal UN yang HOTS dengan


indikator pencapaian kompetensi soal?
77

3. Bagaimana karakteristik soal Ujian Nasional (UN) Biologi Sekolah

Menengah Atas (SMA) tahun 2016/2017 tipe HOTS ditinjau dari:

a. Jenis stimulus?

b. Mengukur kemampuan berpikir kritis?

c. Mengukur kemampuan pemecahan masalah?

C. Tujuan

Adapun tujuan Penelitian ini adalah untuk Menentukan soal HOTS:

1. Kualitas Butir Soal UN Biologi Tahun Ajaran 2016/2017

2. Kesesuaian antara butir soal UN yang HOTS dengan indikator


pencapaian kompetensi soal
3. Karakteristik soal Ujian Nasional (UN) Biologi Sekolah Menengah Atas

(SMA) tahun 2016/2017 Tipe HOTS ditinjau dari:

a. Jenis stimulus

b. Mengukur kemampuan berpikir kritis

c. Mengukur kemampuan pemecahan masalah


88

D. Manfaat Penelitian

Hasil yang diperoleh diharapkan dapat bermanfaat bagi:

1. Peneliti: mendapat pengetahuan, wawasan, pengalaman, dan bekal


berharga sebagai calon pendidik terutama dalam menyusun soal dengan
tipe Higher Order Thinking Skill atau kemampuan berpikir tingkat tinggi.
2. Guru: menambah pengetahuan guru terhadap pembuatan soal dengan tipe

Higher Order Thinking Skill atau kemampuan berpikir tingkat tinggi.


99

3. Sekolah: dapat memberikan sumbangan berupa hasil penelitian yang nantinya


dapat digunakan untuk meningkatkan proses evaluasi tiap tahunnya.

E. Ruang Lingkup

1. Analisis soal adalah kegiatan untuk menentukan mutu soal. Kegiatan


analisis soal juga dilakukan dalam menyusun sebuah soal agar didapatkan
soal yang bermutu, dan dilakukan untuk meningkatkan kualitas butir soal.
Dimana soal yang bermutu adalah soal yang mampu memberikan
informasi yang tepat tentang materi yang sudah maupun yang belum
dikuasai oleh siswa.
2. Soal Ujian Nasional (UN) adalah sebuah alat evaluasi yang pemerintah
buat untuk mengukur serta menilai kompetensi kelulusan siswa secara
nasional pada mata pelajaran tertentu.
3. HOTS merupakan kepanjangan dari Higher Order Thinking Skills atau
dalam bahasa Indonesia adalah kemampuan berpikir tingkat tinggi.
Kemampuan berpikir tingkat tinggi yaitu kemampuan berpikir pada tingkat
yang lebih tinggi dimana tidak hanya sekedar menghafal fakta namun
sudah melibatkan kegiatan menganalisis, mengevaluasi, serta
menciptakan. Kemampuan ini sangat penting ditanamkan pada siswa
karena tantangan di kehidupan mendatang sangat pesat, jika seseorang
tidak memiliki kemampuan berpikir tingkat tinggi maka seseorang tidak
bisa survive. Karakteristik kemampuan berpikir tingkat tinggi adalah
kemampuan berpikir kritis dan kemampuan pemecahan masalah.
Kemampuan berpikir kritis adalah kemampuan dimana seseorang dapat
101
0

menganalisis tidak hanya dengan mengandalkan recall atau mengingat


saja. Sedangkan, kemampuan pemecahan masalah adalah kemampuan
seseorang dalam mengatasi persoalan yang dihadapikan kepada seseorang.
4. Soal-soal HOTS merupakan instrumen pengukuran yang digunakan untuk
mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi, yaitu kemampuan berpikir
yang tidak sekadar mengingat (recall), menyatakan kembali (restate), atau
merujuk tanpa melakukan pengolahan (recite). Soal-soal HOTS pada
konteks asesmen mengukur kemampuan: transfer satu konsep ke konsep
lainnya, memproses dan menerapkan informasi, mencari kaitan dari
berbagai informasi yang berbedabeda, menggunakan informasi untuk
menyelesaikan masalah, dan menelaah ide dan informasi secara kritis.
Meskipun demikian, soal-soal yang berbasis HOTS tidak berarti soal yang
lebih sulit daripada soal recall.
5. Berpikir kritis adalah sebuah proses yang kompleks dan jika dilakukan
dengan baik, berpikir kritis akan membantu kita dalam mengkaji gagasan-
gagasan yang rumit secara sistematis untuk dapat memahami lebih baik,
baik itu masalah ataupun akibat-akibat dalam mempraktekkannya.
seseorang yang berpikir secara kritis mengenai sebuah masalah tidak akan
puas dengan solusi yang jelas atau nyata tetapi akan menangguhkan
penilaiannya sambil mencari semua argumen, fakta-fakta, dan penalaran-
penalaran yang relevan yang dapat mendukung pembuatan keputusan yang
baik.
6. Pemecahan masalah dipandang sebagai aktivitas yang bersifat mekanistis,
sistematis, dan sering diasosiaskan dengan suatu konsep yang abstrak.
111
1

Dalam konteks ini masalah yang diselesaikan adalah masalah yang


mempunyai jawab tunggal yang diperoleh melalui proses yang melibatkan
cara atau metode yang tunggal pula (penalaran konvegen). Pemecahan
masalah adalah proses yang melibatkan penggunaan langkah-langkah
tertentu (heuristik), yang sering disebut sebagai model atau langkah-
langkah pemecahan masalah, untuk menemukan solusi suatu masalah.
Heuristik merupakan pedoman atau langkah-langkah umum yang
digunakan untuk memandu penyelesaian masalah.
11

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Penilaian

Bicara mengenai penilaian tak akan lepas dari suatu pengukuran, namun
keduanya memiliki perbedaan arti. Pengukuran dilakukan untuk menentukan
kuantitas sedangkan penilaian dilakukan untuk menentukan nilai sesuatu.
Kartawidjaja (1987: 1) mengatakan mengukur sesuatu adalah usaha untuk
mengetahui keadaan sesuatu sebagaimana adanya. Berdasarkan data yang
terkumpul diperoleh hasil pengukuran berupa angka yang mengatakan tingkat
kualitas sesuatu yang diukur itu. Hasil pengukuran, baru akan mempunyai arti
apabila dibandingkan dulu dengan suatu patokan atau criteria. Semua usaha
membandingkan hasil pengukuran dengan patokan sebagai pembanding
disebut penilaian.

Penilaian atau evaluasi selalau berhubungan erat. pengukuran dan penilaian


yaitu: pengukuran adalah tindakan atau proses untuk menentukan nilai
sesuatu. Sedangkan penilaian adalah tindakan atau proses untuk menentukan
nilai sesuatu. Penilaian dalam pendidikan biasanya disebut evaluasi.
Pengukura dan penilaian (evaluasi) yang diterapkan di bidang pendidikan
bertujuan untuk mengukur dan mengevaluasi hasil belajar murid. Objek yang
dinilai meliputi berbagai aspek yang menyangkut pribadi murid, yang
12

berkenaan dengan kemampuan, kesanggupan, penguasaan, pengetahuan,


keterampilan, sikap, dan nilai-nilai yang diperoleh sebagai hasil belajar
selama mengikuti program pengajaran tertentu. Evaluasi adalah perkiraan
kenyataan atas dasar ukuran nilai tertentu dalam rangka situasi yang khusus
dan tujuan yang ingin dicapai Kartawidjaja (1987: 1).

Assessment atau penilaian adalah sebuah proses yang dilakukan untuk


mendapatkan suatu informasi yang digunakan untuk membuat keputusan-
keputusan mengenai para siswa, kurikulum, program-program, dan kebijakan
pendidikan, metode atau instrument pendidikan lainnya oleh suatu badan,
lembaga, organisasi atau institusi resmi yang menyelenggarakan suatu
aktivitas tertentu. Assesment juga dikatan sebagai salah satu bentuk
penilaian, sedangkan penilaian adalah salah satu komponen dalam suatu
evaluasi. Ruang lingkup assesment sangat luas dibandingkan dengan
evaluasi.t tindakan suatu pengukuran yang bersifat kuantitatif dan penilaian
yang bersifat kualitatif adalah bagian integral yang tidak dapat dipisahkan
dari assesment. Jadi, secara umum assesment dapat diartikan sebagai proses
untuk mendapatkan informasi dalam bentuk apapun yang dapat digunakan
untuk dasar pengambilan keputusan tentang siswa, baik yang menyangkut
kurikulum, program pembelajaran, iklim sekolah maupun kebijakan-
kebijakan sekolah. Sedangkan secara sederhana assesment diartikan sebagai
proses pengukuran dan nonpengukuran untuk memperoleh data karakteristik
peserta didik dengan aturan tertentu ( Uno dan Koni, 2012: 1-2).
Tujuan dan fungsi assesment menurut Buchori (dalam Uno dan Koni, 2012:

12) yaitu untuk mengetahui kemajuan anak atau murid setelah murid tersebut
13

menyadari pendidikan selama jangka waktu tertentu, dan untuk mengetahui


tingkat efisiensi metode-metode pendidikan yang dipergunakan pendidikan
selama jangka waktu tertentu. Sedangkan menurut Arikunto (dalam Uno dan
Koni, 2012: 12) tujuan atau fungsi evaluasi ada beberapa hal, diantaranya
penilaian berfungsi selektif, penilaian berfungsi diagnostik, penilaian
berfungsi sebagai penempatan, dan penilaian berfungsi sebagai pengukur.

Objek assesment terdiri dari tigas segi, yaitu: (1) input, (2) transformasi, dan
(3) output. Input (murid) dianggap sebagai bahan mentah yang akan diolah.
Transformasi dianggap sebagai dapur tempat mengolah bahan mentah, dan
output dianggap sebagai hasil pengolahan yang dilakukan di dapur dan siap
untuk dipakai. Setelah memilih objek yang akan di evaluasi selanjutkan
ditentukan aspek-aspek apa saja dari objek tersebut yang akan dievaluasi.
Kemudian dilihat dari input tersebut, maka objek dari evaluasi pendidikan
meliputi 3 aspek, yaitu: aspek kemampuan, kepribadian, dan sikap.
Sedangkan unsur dalam transformasi yang menjadi objek penilaian antara
lain: kurikukum/materi, metode dan cara penilaian, sarana pendidikan/media,
sistem administrasi, guru dan personal lainnya (Uno dan Koni, 2012: 15-16).

Terdapat beberapa hal yang menjadi prinsip dalam penialaian, yaitu: proses
penilaian harus merupakan bagian yang tak terpisahkan dari proses
pembelajaran, bukan bagian terpisah dari proses pembelajaran, penilaian
harus mencerminkan masalah dunia nyata bukan dunia sekolah, penilaian
harus menggunakan berbagai ukuran, metode, dan kriteria yang sesuai dengan
14

karakteristik dan esensi pengalaman belajar, dan penilaian harus bersifat


holistik yang mencangkup semua aspek dari tujuan pembelajaran. Tujuan
penilaian seharusnya diarahkan pada 4 hal, yaitu: (1) penelusuran yang
digunakan untuk menelusuri proses pembelajaran tetap sesuai dengan
rencana, (2) pengecekan yang digunakan untuk mengecek kelemahan-
kelemahan yang dialami oleh siswa selama proses pembelajaran, (3)
pencarian digunakan untuk mencari dan menemukan hal-hal yang
menyebabkan terjadinya kelemahan dan kesalahan dalam proses
pembelajaran, dan (4) penyimpulan digunakan untuk menyimpulkan apakah
siswa telah menguasai seluruh kompetensi yang ditetapkan dalam kurikulum
atau belum (Suprananto, 2012: 8-9).

B. Analisis Soal

Analisis soal menurut Karno (dalam Alpusari, 2014: 107) adalah salah satu
kegiatan dalam rangka mengkontruksikan soal untuk mendapatkan gambaran
tentang mutu soal, baik mutu keseluruhan soal atau tiap butir soal . Tujuan
analisis butir soal kegiatan ini adalah (1) mengkaji dan menelaah setiap butir
soal agar diperoleh soal yang bermutu sebelum digunakan, (2) meningkatkan
kualitas butir tes melalui revisi atau membuang soal yang tidak efektif, serta
(3) mengetahui informasi diagnostik pada siswa apakah mereka telah
memahami materi yang telah diajarkan. Soal yang bermutu adalah soal yang
dapat memberikan informasi setepat-tepatnya tentang siswa mana yang telah
menguasai materi dan siswa mana yang belum menguasai materi. Analisis
butir soal dapat dilakukan secara kualitatif (berkaitan dengan isi dan
15

bentuknya) dan kuantitatif (berkaitan dengan ciri-ciri statistiknya). Analisis


kualitatif mencangkup pertimbangan validitas isi dan konstruk, sedangkan
analisis kuantitatif mencangkup pengukuran validitas dan reabilitas butir soal,
kesulitan butir soal, serta deskriminasi soal. Kedua teknik inimasing-masing
memiliki keunggulan dan kelemahan. Oleh karena itu, teknik terbaik adalah
menggunakan atau memadukan keduanya (Suprananto, 2012: 163).

Kegiatan analisis butir soal memiliki banyak manfaat menurut Anastasi &
Urbina ( dalam Suprananto, 2012: 164), yaitu: dapat membantu pengguna tes
dalam mengevaluasi kualitas tes yang digunakan, relevan bagi penyusunan
tes informal seperti tes yang disiapkan guru untuk siswa di kelas, mendukung
penulisan butir soal yang efektif, secara materi dapat memperbaiki tes di
kelas, meningkatkan validitas soal dan reliabilitas. Sedangkan, manfaat
kegiatan analisis butir soal juga diuraikan oleh Nitko dalam Suprananto
(2012:164) diantaranya untuk:
a. Menentukan apakah suatu fungsi butir soal sesuai dengan yang
diaharapkan;
b. Memberi masukan kepada siswa tentang kemampuan dan sebagai dasar
untuk bahn diskusi di kelas;
c. Member masukan kepada guru tentang kesulitan siswa;

d. Memberi masukan pada aspek tertentu untuk pengembangan kurikulum;

e. Merevisi materi yang diukur;

f. Meningkatkan keterampilan penulisan soal.

Analisis Butir Soal Secara Kualitatif pada prinsipnya dilaksanakan


berdasarkan kaidah penulisan soal (tes tertulis, perbuatan, dan sikap). Ada
16

beberapa teknik dapat digunakan untuk menganalisis butir soal secara kualitatif,
yaitu teknik moderator dan teknik panel. Teknik moderator merupakan teknik
berdiskusi yang didalamnya terdapat satu orang sebagai penengah. Berdasarkan
teknik ini setiap butir soal didiskusikan secara bersama-sama dengan beberapa
ahli, seperti guru yang mengajarkan materi, ahli materi, penyusun, dan
pengembang kurikulum, ahli penilaian, ahli bahasa, dan orang yang memiliki
latar belakang psikologi. Teknik berikutnya adalah teknik panel yakni suatu
teknik menelaah butir soal berdasarkan kaidah penulisan butir soal. Kaidah itu
diantaranya materi, konstruksi, bahasa atau budaya, kebenaran kunci jawaban
atau pedoman penskoran (Suprananto, 2012: 165).

C. Kemampuan Berpikir

Setiap orang dapat berpikir dan memecahkan masalah, tetapi ada perbedaan
yang luas dalam kecakapan-kecakapn tersebut antara orang yang satu dengan
yang lain. Berpikir itu menjadi dasar untuk pemecahan masalah adalah
sebagai berikut:
a. Adanya kesulitan yang dirasakan atau kedasaran akan adanya masalah
b. Masalah itu diperjelas dan dibatasi
c. Mencari informasi atau data dan kemudian data itu diorganisasikan

d. Mencari hubungan-hubungan untuk memutuskan hipotesis-hipotesis,


kemudian hipotesis-hipotesis itu dinilai, diuji agar dapat ditentukan untuk
diterima atau ditolak (Slameto, 2010: 142-143).
17

Berpikir adalah daya jiwa yang dapat meletakkan hubungan-hubungan antara


pengetahuan kita. Berpikir itu merupakan proses yang “dialektis”. Artinya selama
kita berpikir, pikiran kita dalam keadaan Tanya jawab, untuk dapat meletakkan
hubungan pengetahuan kita (Ahmadi dan Supriyono, 2004: 31).

Kecakapan untuk berpikir terang merupakan salah satu yang dapat


memungkinkan orang untuk dapat menguasai sungguh yang dipelajari. Para
ahli berpendapat tentang berpikir dengan bermacam-macam pandangan. Ahli
pskilogi menganggap berpikir adalah kelangsungan tanggapan-tanggapan di
mana subyek berpikir secapa pasif. Sedangkan plato berpendapat
bahwaberpikir merupakan aktivitas ideasional. Tujuan dari berpikir yaitu
meletakkan hubungan antara bagian-bagian pengetahuan. Bagian-bagian
pengetahuan tersebut adalah sesuatu yang telah dimiliki yang
berupapengertian-pengertian dan dalam batas tertentu juga tanggapan-
tanggapan. Berpikir merupakan proses yang dinamis yang dapat dilukiskan
menurut proses atau jalannya (Suryabrata, 2008: 54-55).

Proses dan jalannya berpikir terdapat tiga langkah pokok, yaitu: pembentukan
pengertian, pembentukan pendapat, dan penarikan kesimpulan. Pembentukan
pengertian dibentuk melalui 4 tingkat diantaranya: menganalisis ciri-ciri dari
sejumlah obyek yang sejenis obyek tersebut tersebut diperhatikan unsur-
unsurnya satu demi satu, membandingkan ciri-ciri tersebut untuk ditemukan
ciri-ciri mana yang sama dan mana yang tidak sama, kemudian
mengabstraksikan, yaitu menyisihkan, membuang ciri-cirinya yang tidak
hakiki, dan menangkap ciri-ciri yang hakiki (Soemanto, 1998: 32-33).
18

Proses selanjutnya adalah pembentukan pendapat. Pembentukan pendapat


adalah meletakkan hubungan antara dua buah pengertian atau lebih. Pendapat
yang dinyatakan dalam bahasa yang sering kita sebut sebagai kalimat, yang
terdiri dari pokok kalimat atau subyek dan sebutan atau predikat. Subyek
adalah pengertian dari yang diterangkan, sedangkan predikat adalah
pengertian yang diterangkan. Kemudian, pendapat akan dibedakan menjadi 3
yaitu: pendapat menolak yaitu tidak menerima ciri dari sesuatu hal, pendapat
menerima yaitu menerima sifat dari sesuatu hal, dan pendapat asumtif yaitu
yang mengungkapkan kemungkinan suatu sifat pada sesuatu hal. Langkah
terakhir adalah pembentukan keputusan, hal ini merupakan penarikan
kesimpulan berupa keputusan. Keputusan adalah hasil pekerjaan akal berupa
pendapat baru yang dibentuk berdasarkan pendapat-pendapat yang sudah ada.
Keputusan dapat dibedakan menjadi 3, yaitu: keputusan induktih yang
diambil dari pendapat-pendapat khusus membentuk suatu pendapat umum,
keputusan dedutif, keputusan yang diambil dari pendapat umum membantuk
pendapat khusus, dan terakhir adalah keputusan analogis, yaitu keputusan
yang diambil dengan jalan membandingkan atau menyesuaikan suatu
pendapat dengan pendapat-pendapat khusus yang telah ada (Soemanto, 1998:
32-33).

D. Higher Order Thingking Skill (HOTS)

Kemampuan berpikir tingkat tinggi didefinisikan sebagai penggunaan pikiran


secara lebih luas untuk menemukan tantangan baru. Kemampuan berpikir
tingkat tinggi ini menghendaki seseorang untuk menerapkan informasi baru
19

atau pengetahuan sebelumnya dan memanipulasi informasi untuk

menjangkau kemungkinan jawaban dalam situasi baru. Berpikir tingkat tinggi


adalah berpikir pada tingkat lebih tinggi dari pada sekedar menghafalkan
fakta atau mengatakan sesuatu kepada seseorang persis seperti sesuatu itu
disampaikan kepada kita. Wardana mengemukakan bahwa kemampuan
berpikir tingkat tinggi adalah proses berpikir yang melibatkan aktivitas
mental dalam usaha mengeksplorasi pengalaman yamg kompleks, reflektif
dan kreatif yang dilakukan secara sadar untuk mencapai tujuan, yaitu
memperoleh pengetahuan yang meliputi tingkat berpikir analitis, sintesis, dan
evaluatif (Rofiah, Aminah, Ekawati, 2013: 17).

Terkait dengan isu perkembangan pendidikan di tingkat internasional,


Kurikulum 2013 dirancang dengan berbagai penyempurnaan. Penyempurnaan
antara lain dilakukan pada standar isi yaitu dengan mengurangi materi yang
tidak relevan serta pendalaman dan perluasan materi yang relevan bagi
peserta didik serta diperkaya dengan kebutuhan peserta didik untuk berpikir
kritis dan analitis sesuai dengan standar internasional. Penyempurnaan
lainnya juga dilakukan pada standar penilaian, dengan mengadaptasi secara
bertahap model-model penilaian standar internasional. Penilaian hasil belajar
diharapkan dapat membantu peserta didik untuk meningkatkan kemampuan
berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking Skills/HOTS), karena berpikir
tingkat tinggi dapat mendorong peserta didik untuk berpikir secara luas dan
mendalam tentang materi pelajaran (Widana, 2017: 1).
20

Berdasarkan Widana (2017: 3) Soal-soal HOTS merupakan instrumen


pengukuran yang digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir tingkat
tinggi, yaitu kemampuan berpikir yang tidak sekadar mengingat (recall),
menyatakan kembali (restate), atau merujuk tanpa melakukan pengolahan
(recite). Soal-soal HOTS pada konteks asesmen mengukur kemampuan:
transfer satu konsep ke konsep lainnya, memproses dan menerapkan
informasi, mencari kaitan dari berbagai informasi yang berbedabeda,
menggunakan informasi untuk menyelesaikan masalah, dan menelaah ide
dan informasi secara kritis. Meskipun demikian, soal-soal yang berbasis
HOTS tidak berarti soal yang lebih sulit daripada soal recall. Ditinjau dari
dimensi pengetahuan, umumnya soal HOTS mengukur dimendi metakognitif,
tidak sekedar mengukur dimensi faktual, konseptual, atau prosedural saja.
Dimensi metakognitif menggambarkan kemampuan menghubungkan
beberapa konsep yang berbeda, menginterpretasikan, memecahkan masalah
(problem solving), memilih strategi pemecahan masalah, menemukan
(discovery) metode baru, berargumen (reasoning), dan mengambil keputusan
yang tepat.

Berdasarkan Taksonomi Bloom yang telah direvisi oleh Anderson &


Krathwohl (2001) Dimensi proses berpikir dalam Taksonomi Bloom
sebagaimana yang telah disempurnakan oleh terdiri atas kemampuan:
mengetahui (knowing-C1), memahami (understanding-C2), menerapkan
(aplying-C3), menganalisis (analyzing-C4), mengevaluasi (evaluating-C5),
dan mengkreasi (creating-C6). Soal-soal HOTS pada umumnya mengukur
kemampuan pada ranah menganalisis (analyzing-C4), mengevaluasi
21

(evaluating-C5), dan mengkreasi (creating-C6).Pada pemilihan kata kerja


operasional (KKO) untuk merumuskan indikator soal HOTS, hendaknya
tidak terjebak pada pengelompokkan KKO.Sebagai contoh kata kerja
‘menentukan’ pada Taksonomi Bloom ada pada ranah C2 dan C3. Dalam
konteks penulisan soal-soal HOTS, kata kerja ‘menentukan’ bisa jadi ada
pada ranah C5 (mengevaluasi) apabila untuk menentukan keputusan
didahului dengan proses berpikir menganalisis informasi yang disajikan pada
stimulus lalu peserta didik diminta menentukan keputusan yang terbaik.
Bahkan kata kerja ‘menentukan’ bisa digolongkan C6 (mengkreasi) bila
pertanyaan menuntut kemampuan menyusun strategi pemecahan masalah
baru. Jadi, ranah kata kerja operasional (KKO) sangat dipengaruhi oleh
proses berpikir apa yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan yang
diberikan (Widana, 2017: 3).

Tabel 1. Perbedaaan Taksonomi Bloom dan Anderson

Taksonomi Bloom Revisi Taksonomi Bloom

Pengetahu Mengingat
an Memahami
Pemahama Menerapka
n n
Penerapan Menganalis
Analisis is Menilai
Sintesis Menciptak
Penilaian an

(Krathwohl , 2001)

Deskripsi dan kata kunci setiap kategori pada tabel 1 dapat dilihat dalam

Tabel 2 berikut:
22

Tabel 2. Deskripsi dan Kata Kunci Revisi Taksonomi Bloom

KATEGORI KATA KUNCI

Remembering Menyebutkan
(mengingat): can the definisi,
student recall or menirukan ucapan, LOTS

remember the menyatakan


information? susunan,
23

Dapatkah peserta didik buruk mengucapk


mengucapkan atau terhadap an,
mengingat informasi? sebuah mengulang
Understanding fenomena ,
(pemahaman): Dapatkah atau menyataka
peserta didik menjelaskan objek n
konsep, prinsip, hukum tertentu?
atau prosedur? Mengelomp
Creating okkan,
(pencipta menggambar
an): kan,
Applying (penerapan): Dapatkah menjelaskan
Dapatkah peserta didik peserta identifikasi,
menerapkan didik menempatka
pemahamannya dalam mencipta n,
situasi baru? kan melaporkan,
sebuah menjelaskan,
benda menerjemah
atau kan,
pandanga pharaprase.
n? Memilih,
Analyzing (analisis): mendemonst
Dapatkah peserta didik rasikan,
memilah bagian- bagian memerankan
berdasarkan perbedaan ,
dan kesamaannya? menggunaka
n,
mengilustras
ikan,
menginterpr
Evaluating (evaluasi): etasi,
Dapatkah peserta didik menyusun
menyatakan baik atau jadwal,
24

membuat sketsa, memecahkan masalah,


menulis
Mengkaji, membandingkan,
mengkontraskan, membedakan,
melakukan deskriminasi, memisahkan,
menguji, melakukan eksperimen,
mempertanyakan.
Memberi argumentasi, mempertahankan,
menyatakan, memilih, memberi
dukungan, memberi penilaian,
melakukan evaluasi
Merakit, mengubah, membangun,
mencipta, merancang, mendirikan,
merumuskan, menulis.

HOTS
(Krathwohl , 2001)
25

Dalam taksonomoi Bloom domain kognitif dikenal hanya satu dimensi


tetapi dalam taksonomi Anderson dan Krathwohl menjadi dua dimensi.
Dimensi pertama adalah Knowledge Dimension (dimensi pengetahuan)
dan Cognitive Process Dimension (dimensi proses kognisi). Dimensi
proses kognisi terdapat 6 kategori, yaitu kemampuan mengingat,
memahami, dan menerapkan yang merupakan kemampuan berpikir tingkat
rendah. Selain itu kemampuan menganalisis, mengevaluasi, dan mencipta
26

termasuk kemampuan berpikir tingkat tinggi. Adapun penjelasan dari


keenam kemampuan tersebut sebagai berikut:

1. Mengingat (C1), ingatan termasuk ranah hafalan yang meliputi


kemampuan menyatakan kembali fakta, konsep, prinsip, prosedur atau
istilah yang telah dipelajari tanpa harus memahami atau dapat
menggunakannya (Munaf, 2001: 68).
2. Memahami (C2), pemahaman adalah kemampuan dalam memahami
pengetahuan yang telah diajarkan seperti kemampuan ″menjelaskan″
pembacaan kode warna resistor, ″membandingkan″ bentuk fisik
macam-macam resistor, ″menafsirkan″ , dan sebagainya.Istilah
kemampuan memahami dalam ranah taksonomi ini disebut juga
dengan ″mengerti″ (Munaf, 200 1: 68).
3. Menerapkan (C3), penerapan ialah kemampuan untuk menggunakan
konsep, prinsip, prosedur atau teori tertentu pada situasi tertentu.
Peserta didik dikatakan telah menguasai kemampuan tertentu
bilamana peserta didik tersebut telah dapat memberi contoh dengan
kata kerja operasional seperti menggunakan, menerapkan,
menggeneralisasikan, menghubungkan, memilih, menghitung,
menemukan, mengembangkan, mengorganisasikan, memindahkan,
menyusun, menunjukkan, mengklasifikasikan, dan mengubah (Munaf,

2001: 70).

4. Analisis (C4), menganalisis merupakan kemampuan menguraikan


suatu materi atau konsep ke dalam bagian-bagian yang lebih rinci.
Kemampuan menganalisis merupakan salah satu komponen yang
27

sangat penting dalam proses tujuan pembelajaran. Analisis merupakan


usaha memilah suatu integritas menjadi unsur-unsur atau bagian-
bagian kecil sehingga jelas hierarkinya atau susunannya (Munaf,
2001: 71).

5. Evaluasi (C5), evaluasi didefinisikan sebagai pembuatan keputusan


berdasarkan kriteria dan standar yang telah ditetapkan. Kriteria yang
sering digunakan adalah kriteria berdasarkan kualitas, efisiensi, dan
konsistensi. Kriteria tersebut berlaku untuk guru dan peserta didik.
Pada tahap evaluasi, peserta didik harus mampu membuat penilaian
dan keputusan tentang nilai suatu gagasan, metode, produk atau benda
dengan menggunakan kriteria tertentu. Tingkatan ini mencakup dua
macam proses kognitif, yaitu memeriksa (checking) dan mengkritik
(critiquing) (Munaf, 2001: 71).
6. Menciptakan (C6), menciptakan merupakan proses kognitif yang
melibatkan kemampuan mewujudkan suatu konsep ke dalam suatu
produk. Peserta didik dikatakan memiliki kemampuan proses kognitif
menciptakan, jika peserta didik tersebut dapat membuat suatu produk
baru yang merupakan reorganisasi dari beberapa konsep (Munaf,
2001: 71).

Dimensi yang kedua adalah dimensi pengetahuan, menurut Munaf (2001:

72-73) terdiri dari 4 kategori pengetahuan, yaitu sebagai berikut:

1. Pengetahuan Faktual, yaitu pengetahuan yang berupa potongan-


potongan informasi yang terpisah-pisah atau unsur dasar yang ada
28

dalam suatu disiplin ilmu tertentu.Pengetahuan faktual pada umumnya


merupakan abstraksi tingkat rendah. Ada dua macam pengetahaun
faktual, yaitu (1) pengetahuan tentang terminologi (knowledge of
terminology): mencakup pengetahuan tentang label atau simbol
tertentu baik yang bersifat verbal maupun non verbal; dan (2)
pengetahuan tentang bagian detail dan unsur-unsur (knowledge of
specific details and element): mencakup pengetahuan tentang
kejadian, orang, waktu dan informasi lain yang sifatnya sangat
spesifik.
2. Pengetahuan Konseptual, yaitu pengetahuan yang menunjukkan saling
keterkaitan antara unsur-unsur dasar dalam struktur yang lebih besar
dan semuanya berfungsi bersama sama. Pengetahuan konseptual
mencakup skema, model pemikiran, dan teori baik yang implisit
maupun eksplisit. Ada tiga macam pengetahuan konseptual, yaitu
pengetahaun tentang klasifikasi dan kategori, pengetahuan tentang
prinsip dan generalisasi, dan pengetahuan tentang teori, model, dan
struktur.
3. Pengetahuan Prosedural, yaitu Pengetahuan prosedural merupakan
pengetahuan tentang cara melakukan sesuatu yang dapat berupa
kegiatan atau prosedur. Seringkali pengetahuan prosedural berisi
langkah-langkah atau tahapan yang harus diikuti dalam mengerjakan
suatu hal tertentu. Perolehan pengetahuan prosedural dilakukan
melalui suatu metode penyelidikan dengan menggunakan
keterampilan-keterampilan, teknik dan metode serta kriteria tertentu.
29

4. Pengetahuan Metakognisi, yaitu metakognisi didefinisikan sebagai


pengetahuan atau aktivitas yang meregulasi kognisi. Konsep ini secara
luas mencakup “pengetahuan individu mengenai keberadaan dasarnya
sebagai individu yang memiliki kemampuan mengenali, pengetahuan
mengenai dasar dari tugas-tugas kognitif yang berbeda dan pengeta-
huan mengenai strategi-strategi yang memungkinkan untuk
mengahadapi tugas-tugas yang berbeda. Dengan demikian, individu
tidak hanya berpikir mengenai objek-objek dan perilaku, namun juga
mengenai kognisi itu sendiri.

Perspektif dua dimensi Anderson dan Krathwohl untuk kemampuan


berpikir tingkat tinggi dan klasifikasi kata kerja operasionalnya dapat
digambarkan pada Tabel 3.

Tabel 3. Dimensi revisi Taksonomi Bloom dan contoh kata kerja


operasional untuk Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi
Dimensi Dimensi Proses Kognisi (TheCognitive Process

Pengetahuan Dimension)
(The C4 C5 C6
Knowledge Analisis Penilaian Penciptaan

Dimension) (analyze) (evaluate) (create)

C6 PF
C4 PF C5 PF
Pengetahuan Membuat Membandingk Menggabungkan
Faktual urutan, an,
(PF) mengelompok menghubungka
kan n
Pengetahuan C4 PK C5 PK
Konseptual Menjelaskan, Mengkaji, C6 PK
Merencanakan
30

(PK) menganalisis menafsirkan


Pengetahuan C5 PP C6 PP
Prosedural C4 PP Menyimpulkan Menyusun,
Membedakan

(PP) , meringkas memformulasikan


Pengetahuan C4 PM C5 PM
Meta-Kognisi Mewujudkan, Membuat, C6 PM
(PM) menemukan menilai Merealisasikan

(Krathwohl, 2001)
31

Kemampuan menganalisis, mengevaluasi dan mencipta sebenarnya sudah


dibiasakan dalam biologi, karena biologi sudah melatih mengembangkan
kemampuan berpikir logis, kritis, objektif, memutuskan sesuatu
berdasarkan data yang tetap dengan menggunakan metode ilmiah, dan
kemampuan untuk komunikasi ilmiah. Untuk mengembangkan
kemampuan berpikir tingkat tinggi, ada lima langkah pembelajaran yang
dapat ditempuh, yakni: (1) menentukan tujuan pembelajaran, (2)
mengajarkan melalui pertanyaan, (3) mempraktikan, (4) menelaah,
mempertajam dan meningkatkan pemahaman, dan (5) mempraktikan
umpan balik dan menilai pembelajaran. Dengan demikian, kemampuan
berpikir tingkat tinggi atau HOTS merupakan suatu keterampilan berpikir
yang tidak hanya membutuhkan kemampuan mengingat, tetapi juga
kemampuan lain yang lebih tinggi meliputi kemampuan menganalisis,
mengevaluasi, dan mencipta (Limbach & Waugh, 2010).

Dalam menulis butir soal, guru memiliki kecenderungan untuk menulis butir-
butir soal yang hanya menuntut aspek ingatan (recall). Disamping itu lebih
mudah dalam penulisan soal, materi yang hendak ditanyakan pun mudah
diperoleh dari buku teks. Pada umumnya, kesulitan yang dihadapi dalam
penulisan butir soal adalah dalam hal kreativitas da mewujudkan butir soal,
khususnya pertanyaan yang menuntut penalaran lebih tinggi (Higher order
thinking). Untuk dapat menyusun soal yang menuntut penalaran lebih tinggi,
ada beberapa cara yang dapat dijadikan pedoman bagi guru. Pertama, materi
yang akan ditanyakan melibatkan berbagai aspek: pemahaman, penerapan,
sintesis, analisis, atau evaluasi, dan bukan hanya ingatan. Meskipun ingatan
32

juga diperlukan, kedudukannya hanyalah sebagai langkah awal sebelum


siswa dapat memahami, menerapkan, menyintesiskan, menganalisis, dan
mengevaluasi materi yang diperoleh guru. Kedua, setiap butir soal atau
pertanyaan yang diberikan harus mampu mengukur keterampilan pemecahan
masalah (Suprananto, 2012:152).

Penyusunan soal-soal HOTS umumnya menggunakan stimulus. Stimulus


merupakan dasar untuk membuat pertanyaan. Dalam konteks HOTS,
stimulus yang disajikan hendaknya bersifat kontekstual dan menarik.
Stimulus dapat bersumber dari isu-isu global seperti masalah teknologi
informasi, sains, ekonomi, kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur.
Stimulus juga dapat diangkat dari permasalahan-permasalahan yang ada di
lingkungan sekitar satuan pendidikan seperti budaya, adat, kasus-kasus di
daerah, atau berbagai keunggulan yang terdapat di daerah tertentu.
Kreativitas seorang guru sangat mempengaruhi kualitas dan variasi
stimulus yang digunakan dalam penulisan soal HOTS (Widana, 2017: 3).

Karakteristik soal-soal HOTS diantara, yaitu: mengukur kemampuan


berpikir tingkat tinggi, berbasis permasalah kontektual, dan menggunakan
bentuk soal beragam. Menurut The Australian Council for Educational
Research (ACER) menyatakan bahwa kemampuan berpikir tingkat tinggi
merupakan proses: menganalisis, merefleksi, memberikan argumen
(alasan), menerapkan konsep pada situasi berbeda, menyusun,
menciptakan. Kemampuan berpikir tingkat tinggi bukanlah kemampuan
untuk mengingat, mengetahui, atau mengulang. Demikian, jawaban soal-
33

soal HOTS tidak tersurat secara eksplisit dalam stimulus. Kemampuan


berpikir tingkat tinggi termasuk kemampuan untuk memecahkan masalah
(problem solving), keterampilan berpikir kritis (critical thinking), berpikir
kreatif (creative thinking), kemampuan berargumen (reasoning), dan
kemampuan mengambil keputusan (decision making).Kemampuan
berpikir tingkat tinggi merupakan salah satu kompetensi penting dalam
dunia modern, sehingga wajib dimiliki oleh setiap peserta didik (Widana,
2017: 4).

Soal-soal HOTS adalah assesment yang berbasis situasi dalam kehidupan


sehari-hari sehingga permasalahan pada soal HOTS merupakan
permasalahan berbasis kontekstual. Permasalahan kontekstual yang
dimaksud adalah permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat dunia saat
ini terkait dengan lingkungan hidup, kesehatan, kebumian dan ruang
angkasa, serta pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam
berbagai aspek kehidupan. Pengertian tersebut termasuk pula bagaimana
keterampilan peserta didik untuk menghubungkan (relate),
menginterpretasikan (interprete), menerapkan (apply)dan
mengintegrasikan(integrate) ilmu pengetahuan dalam pembelajaran di
kelas untuk menyelesaikan permasalahan dalam konteks nyata (Widana,
2017: 4).

Soal-soal HOTS menggunakan bentuk soal yang beragam. Baik dari


pilihan ganda, pilihan ganda kompleks (benar atau salah, atau ya/tidak),
isian singkat atau melengkapi, jawaban singkat atau pendek, dan uraian.
34

Pada soal pilihan ganda umumnya soal-soal HOTS menggunakan stimulus


yang bersumber pada situasi nyata. Soal pilihan ganda terdiri dari pokok
soal (stem) dan pilihan jawaban (option). Pilihan jawaban terdiri atas kunci
jawaban dan pengecoh (distractor). Kunci jawaban ialah jawaban yang
benar atau paling benar. Pengecoh merupakan jawaban yang tidak benar,
namun memungkinkan seseorang terkecoh untuk memilihnya apabila tidak
menguasai bahannya/materi pelajarannya dengan baik (Widana, 2017: 5).

Soal pilihan ganda kompleks (benar/salah atau ya/tidak) soal bentuk

pilihan ganda kompleks bertujuan untuk menguji pemahaman peserta didik


terhadap suatu masalah secara komprehensif yang terkait antara
pernyataan satu dengan yang lainnya. Sebagaimana soal pilihan ganda
biasa, soal-soal HOTS yang berbentukpilihan ganda kompleks juga
memuat stimulus yang bersumber pada situasi kontekstual.Peserta didik
diberikan beberapa pernyataan yang terkait dengan stilmulus/bacaan, lalu
peserta didik diminta memilih benar/salah atau ya/tidak. Pernyataan-
pernyataan yang diberikan tersebut terkait antara satu dengan yang
lainnya. Susunan pernyataan benar dan pernyataan salah agar diacak
secara random, tidak sistematis mengikuti pola tertentu. Susunan yang
terpola sistematis dapat memberi petunjuk kepada jawaban yang benar
(Widana, 2017: 5)

Soal isian singkat atau melengkapi adalah soal yang menuntut peserta tes
untuk mengisi jawaban singkat dengan cara mengisi kata, frase, angka,
atau simbol. Karakteristik soal isian singkat atau melengkapi, yaitu: (1)
35

Bagian kalimat yang harus dilengkapi sebaiknya hanya satu bagian dalam
ratio butir soal, dan paling banyak dua bagian supaya tidak
membingungkan siswa, (2) Jawaban yang dituntut oleh soal harus singkat
dan pasti yaitu berupa kata, frase, angka, simbol, tempat, atau waktu.
Sedangkan soal jawaban singkat atau pendek merupakan soal yang
menuntut peserta tes untuk mengisi jawaban singkat dengan cara mengisi
kata, frase, angka, atau simbol. Karakteristik soal isian singkat atau
melengkapi, yaitu: Bagian kalimat yang harus dilengkapi sebaiknya hanya
satu bagian dalam ratio butir soal, dan paling banyak dua bagian supaya
tidak membingungkan siswa, jawaban yang dituntut oleh soal harus
singkat dan pasti yaitu berupa kata, frase, angka, simbol, tempat, atau
waktu. Sedangkan Soal bentuk uraian adalah suatu soal yang jawabannya
menuntut siswa untuk mengorganisasikan gagasan atau hal-hal yang telah
dipelajarinya dengan cara mengemukakan atau mengekspresikan gagasan
tersebut menggunakan kalimatnya sendiri dalam bentuk tertulis (Widana,
2017: 6)

Adapun uraian secara lebih rinci, menurut Suprananto (2012: 152):

1. Dasar Pertanyaan Stimulus

Agar butir soal yang ditulis dpat menuntut penalaran tinggi maka
setiap butir soal selalu diberikan dasar pertanyaan (stimulus) yang
berbentuk sumber/bahan bacaan seperti: teks bacaan, paragraph, teks
drama, penggalan novel, cerita, dongeng, puisi, kasus, gambar, grafik,
foto, rumus, tabel, rumus, daftar kata sismbol, contoh, peta, film atau
suara yang direkam.
36

2. Mengukur kemampuan berpikir kritis, terdiri dari beberapa kriteria,


yaitu:
a. Memfokuskan pada pertanyaan, adapun contoh indikator: disajikan
sebuah masalah atau problem, aturan, eksperimen, dan hasilnya,
siswa dapat menentukan masalah utama, kriteria yang digunakan
untuk mengevaluasi kualitas, kebenaran argument atau kesimpulan.
b. Menganalisis argument, adapun contoh indikator: disajikan deskripsi
sebuah situasi atau sebuah argumentasi, siswa dapat: menyimpulkan
argumentasi secara cepat, memberikan alasan yang mendukung
argument yang disajikan, dan memberikan alasan tidak mendukung
argument yang disajikan.
c. Mempertimbangkan hal yang dapat dipercaya, adapun contoh
indikator: disajikan sebuah teks argumentasi, iklan atau eksperimen
dan interpretasinya, siswa dapat menentukan bagian yang dapat
dipertimbangkan untuk dapat dipercaya (atau tidak dapat dipercaya),
serta memberikan alasannya.
d. Mempertimbangkan laporan observasi, adapaun contoh indikator:
disajikan deskripsi konteks, laporan observasi, atau laporan
observer/reporter, siswa dapat mempercayai atau tidak
mempercayai laporan itu dan memberikan alasan.
e. Membandingkan kesimpulan, adapun contoh indikator: disajikan
sebuah peryataan yang diasumsikan kepada siswa adalah benar
dan pilihan terdiri dari: satu kesimpulan yang benar dan logis,
37

dua atau lebih kesimpulan yang sesuai dengan peryataan yang


disajikan atau kesimpuan yang harus diikuti.
f. Menentukan kesimpulan, adapun contoh indikator: disajikan
sebuah peryataan yang diasumsikan kepada siswa adalah benar
dan satu kemungkinan kesimpulan, siswa dapat menentukan
kesimpulan yang ada itu benar atau tidak dan memberikan
alasannya.
g. Mempertimbangkan kemampuan induksi, adapun contoh
indikator: disajikan senuah peryataan, informasi/data, dan
beberapa kemungkinan kesimpulan, siswa dapat menentukan
sebuah kesimpulan yang tepat dan memberikan alasannya.
h. Menilai, adapun contoh indikator: disajikan deskripsi sebuah
situasi, peryataan masalah, dan kemungkinan penyelesaian
masalahnya, siswa dapat menentukan: solusi yang positif dan
negative, solusi mana yang paling tepat untuk memecahkan
masalah yang disajikan dan dapat memberikan alasannya.
i. Mendefinisikan konsep, adapun contoh indikator: disajikan situasi
dan argumentasi atau naskah, siswa dapat mendefinisikan konsep
yang dinyatakan.
j. Mendefinisikan asumsi, adapun contoh indikator: disajikan
sebuah argumentasi, beberapa pilihan yang implicit di dalam
asumsi, siswa dapat menentukan sebuah pilihan yang tepat sesuai
dengan asumsi.
38

k. Mendeskripsikan, adapun contoh indikator: disajikan sebuah teks


persuasif, percakapan, iklan, segmen dari video klip, siswa dapat
mendeskripsikan peryataan yang dihilangkan.

3. Mengukur Keterampilan Pemecahan Masalah, terdiri dari beberapa


kriteria, yaitu:
a. Mengidentifikasi masalah, adapun contoh indikator: disajikan
deskripsi suatu situasi/masalah, siswa daoat mengidentifikasi
masalah yang nyata atau masalah apa yang harus dipecahkan.
b. Merumuskan masalah dalam bentuk pertanyaan, adapun contoh
indikator: disajikan sebuah peryataan yang berisi sebuah masalah,
siswa dapat merumuskan masalah dalam bentuk pertanyaan.
c. Memahami kata dalam konteks, adapun contoh indikator: disajikan
beberapa masalah yang konteks kata atau kelompok katanya digaris
bawahi, siswa dapat menjelaskan makna yang berhubungan dengan
masalah itu dengan kata-katanya sendiri.
d. Mengidentifikasi masalah yang tidak sesuai, adapun contoh
indikator: disajikan beberapa informasi yang relevan dan tidak
relevam terhadap masalah, siswa dapat mengidentifikasi semua
informasi yang tidak relevan.
e. Memilih masalah sendiri, adapun contoh indikator: disajikan
beberapa masalah, siswa dapat memberikan alasan satu masalah
yang dipilih sendiri.
f. Mendeskripsikan berbagai strategi, adapun contoh indikator:

disajikan sebuah peryataan masalah, siswa dapat memecahkan


39

masalah ke dalam dua cara atau lebih, kemudian menunjukkan


solusinya ke dalam gambar, diagram, dan grafik.
g. Mengidentifikasi asumsi, adapun contoh indicator: disajikan
sebuah peryataan masalah, siswa dapat memberikan solusinya
berdasarkan pertimbangn asumsi untuk saat ini dan yang akan
datang.
h. Mendeskripsikan masalah, adapun contoh indikator: disajikan
sebuah peryataan masalah, siswa dapat menggambarkan sebuah
diagram yang menunjukkan situasi masalah.
i. Memberikan alasan masalah yang sulit, adapun contoh indikator:
disajikan sebuah masalah yang sukar dipecahkan atau informasi
pentingnya dihilangkan, siswa dapat menjelaskan mengapa masalah
ini sulit dipecahkan atau melengkapi informasi pentingnya
dihilangkan.
j. Memberikan alasan solusi, adapun contoh indikator: disajikan sebuah
peryataan masalah dengan dua atau lebih kemungkinan solusinya,
siswa dapat memilih satu solusi yang paling tepat dan memberikan
alasannya.
k. Memberikan alasan strategi yang digunakan, adapun contoh
indikator: disajikan sebuah peryataan masalah dengan dua atau
lebih strategi untuk menyelesaikan maslaah, siswa dapat memilih
satu strategi yang tepat untuk menyelesaikan masalah itu dan
memberikan ya.
40

l. Memecahkan masalah berdasarkan data dan masalah, adapun


contoh indikator: disajikan sebuah cerita, kartun, grafik atau table
dan sebuah peryataan masalah, siswa dapat memecahkan masalah
dan menjelaskan prosedur yang digunakan untuk menyelesaikan
masalah.
m. Membuat strategi lain, adapun contoh indikator: disajikan sebuah
peryataan masalah dan satu strategi untuk menyelesaikan
masalahnya, siswa dapat menyelesaikan masalah itu dengan
menggunakan strategi lain.
n. Menggunakan analogi, adapun contoh indikator: disajikan sebuah
peryataan masalah dan strategi penyelesaiannya, siswa dapat:
mendeskripsikan masalah lain (analog dengan masalah ini) yang
dapat diselesaikan dengan menggunakan strategi itu, memberikan
alasannya.
o. Menyelesaikan secara terencana, adapun contoh indikator:
disajikan situasi masalah yang kompleks, siswa dapat
meyelsaikan masalah secara terencana mulai dari input, proses,
output, dan outcome.
p. Mengevaluasi kualitas solusi, adapun contoh indikator: disajikan
sebuah peryataan masalah dan beberapa strategi untuk menyelesaikan
masalah, siswa dapat: menjelaskan dengan menerapkan strategi itu,
mengevaluasinya, menentukan strategi mana yang tepat, memberi
alasan mengapa strategi itu paling tepat dibandingkan dengan strategi
lainnya.
41

q. Mengevaluasi strategi sistematika, adapun contoh indikator: disajikan


sebuah peryataan masalah, beberapa strategi pemecahan masalah dan
prosedur, siswa dapat mengevaluasi strategi pemecahannya
berdasarkan prosedur yang disajikan.

Tujuan soal-soal berbasis HOTS adalah untuk mengukur keterampilan


berpikir tingkat tinggi. Dalam melakukan penialaian, guru dapat menyisipkan
beberapa butir soal HOTS. Berikut adalah beberapa peran soal-soal HOTS
daam meningkatkan mutu pendidikan dalam Widana (2017:18):
1. Mempersiapkan kompetensi peserta didik abad ke-21, penilaian yang
dilaksanakan oleh satuan pendidikan diharapkan dapat membekali
peserta didik untuk memiliki sejumlah kompetensi yang dibutuhkan
pada abad ke-21. Secara garis besar, terdapat 3 kelompok kompetensi
yang dibutuhkan pada abad ke-21 (21 century skills) yaitu: memiliki
karakter yang baik (beriman dan taqwa, rasa ingin tahu, pantang
menyerah, kepekaan sosial dan berbudaya, mampu beradaptasi, serta
memiliki daya saing yang tinggi); memiliki sejumlah kompetensi
(berpikir kritis dan kreatif, problem solving, kolaborasi, dan
komunikasi); serta menguasai literasi mencakup keterampilan berpikir
menggunakan sumber-sumber pengetahuan dalam bentuk cetak, visual,
digital, dan auditori.
2. Memupuk rasa cinta dan peduli terhadap kemajuan daerah, penilaian
guru diharapkan dapat mengembangkan soal-soal HOTS secara kreatif
sesuai dengan situasi dan kondisi di daerahnya masing-masing.
Kreativitas guru dalam hal pemilihan stimulus yang berbasis
42

permasalahan daerah di lingkungan satuan pendidikan sangat penting.


Berbagai permasalahan yang terjadi di daerah tersebut dapat diangkat
sebagai stimulus kontekstual. Dengan demikian stimulus yang dipilih
oleh guru dalam soal-soal HOTS menjadi sangat menarik karena dapat
dilihat dan dirasakan secara langsung oleh peserta didik. Disamping itu,
penyajian soal-soal HOTS dalam ujian sekolah dapat meningkatkan rasa
memiliki dan cinta terhadap potensi-potensi yang ada di
daerahnya.Sehingga peserta didik merasa terpanggil untuk ikut ambil
bagian untuk memecahkan berbagai permasalahan yang timbul di
daerahnya.
3. Meningkatkan motivasi belajar peserta didik, pendidikan formal di
sekolah hendaknya dapat menjawab tantangan di masyarakat sehari-
hari. Ilmu pengetahuan yang dipelajari di dalam kelas, agar terkait
langsung dengan pemecahan masalah di masyarakat.Dengan demikian
peserta didik merasakan bahwa materi pelajaran yang diperoleh di
dalam kelas berguna dan dapat dijadikan bekal untuk terjun di
masyarakat. Tantangan-tantangan yang terjadi di masyarakat dapat
dijadikan stimulus kontekstual dan menarik dalam Penilaian, sehingga
munculnya soal-soal berbasis soal-soal HOTS, yang diharapkan dapat
menambah motivasi belajar peserta didik.
4. Meningkatkan mutu penilaian, Penilaian yang berkualitas akan dapat
meningkatkan mutu pendidikan. Dengan membiasakan melatih siswa
untuk menjawab soal-soal HOTS, maka diharapkan siswa dapat
berpikir secara kritis dan kreatif. Ditinjau dari hasil yang dicapai dalam
43

US dan UN, terdapat 3 kategori sekolah yaitu: (a) sekolah unggul,


apabila rerata nilai US lebih kecil daripada rerata UN; (b) sekolah biasa,
apabila rerata nilai US tinggi diikuti dengan rerata nilai UN yang tinggi
dan sebaliknya nilai rerata US rendah diikuti oleh rerata nilai UN juga
rendah; dan (c) sekolah yang perlu dibina bila rerata nilai US lebih
besar daripada rerata nilai UN.

E. Ujian Nasional (UN)

Adapun pengertian Ujian Nasional (UN) menurut permendikbud nomor 5


tahun 2015 pasal 1 ayat 5, Ujian Nasional selanjutnya disebut UN adalah
kegiatan pengukuran dan penilaian pencapaian kompetensi lulusan secara
nasional pada mata pelajaran tertentu. Kegunaan hasil Ujian Nasional UN
menurut Permendikbud nomor 5 tahun 2015 pasal 21 ayat 1 adalah sebagai
berikut: (1) Pemetaan mutu program dan. Atau satuan pendidikan; (2)
Pertimbangan seleksi masuk jenjang pendidikan berikutny; dan (3)
Pertimbangan dalam pembinaan dan pemberian bantuan kepada satuan
pendidikan dalam upayanya untuk meningkatkan mutu pendidikan.

Soal ujian yang berkualitas menurut Kemendikbud (2015: 10-13) adalah soal
yang baik, pelaksanaan yang jujur dan kredibel, pemanfaatan hasil untuk
peningkatan mutu pendidikan berkelanjutan, tepat mutu, tepat waktu, tepat
jumlah, dan tepat sasaran. Ujian nasional dilakukan untuk membentuk
generasi pembelajar yang berintegritas. Ujian Nasional menjadi kebutuhan
pemetaan (diagnistik) bagi siswa, orang tua, guru, sekolah, pemerintah dan
masyarakat. Peta perjalan perubhan ujian nasional dari tahun 2015 hingga
44

nanti pada tahun 2019-2020. Pada tahun 2015 ujian nasional tidak untuk
kelulusan, kemudian dapat diulang pada tahun berikutnya, SKHUN yang
lebih bermakna, dan pengenalan CBT. Sedangkan pada tahun 2016-2018
ujian nasional dilakukan pada awal semester terakhir dan ujian nasional dapat
diulang pada tahun yang sama. Pada tahun 2019-2020 yang akan mendatang,
sekolah dan guru dapat mengarahkan potensi siswa secara lebih baik, ujian
nasional CBT dilakukan secara luas dan terbentuk testing center di daerah,
ujian nasional dilakukan dengan jadwal yang fleksibel.

F. Kerangka Pikir

Higher Order Thingking Skill atau kemampuan berpikir tingkat tinggi yaitu
kemampuan berpikir yang tidak hanya mengingat, menyatakan kembali atau
melakukan pengolahan. Sehingga apabila Higher Order Thingking Skill atau
kemampuan berpikir tingkat tinggi seseorang akan tumbuh maka seseorang
dapat menghadapi kehidupan di Abad 21, karena pada Abad 21 seseorang
harus memiliki kemampuan tersebut, jika tidak maka seseorangf tersebut
tidak dapat survive. Hal ini sesuai dengan tujuan pendidikan yaitu
mengembangkan keampuan dan membentuk watak dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa. Untuk dapat menumbuhkan Higher Order
Thingking Skill atau kemampuan berpikir tingkat tinggi seseorang harus
diberi stimulus, salah satunya adalah dengan soal-soal tipe Higher Order
Thingking Skill atau kemampuan berpikir tingkat tinggi. Berhasil atau
tidaknya Higher Order Thingking Skill atau kemampuan berpikir tingkat
tinggi seorang siswa dievaluasi dalam bentuk tes. Pemerintah mengukur
45

keberhasilan pendidikan Indonesia salah satunya dengan Ujian Nasional


(UN). Untuk itu perlu adanya analisis soal Ujian Nasional (UN) apakah dapat
menstimulus Higher Order Thingking Skill atau kemampuan berpikir tingkat
tinggi peserta didik.

Digunakan: Dipengaruhi oleh:


Sebagai Soal Ujian - Kurikulum
penilaian hasil Nasional - BSNP
pembelajaran - Satuan
dalam Pendidika
mencapai n
Kompetensi
Dasar

Harus Memenuhi
Kompetensi

Berpikir Pemecahan
Stimulu Kritis Masalah
s
46

Analisis soal Higher Order Thinking Skill

Karakteristik dan persentase Soal


Ujian
Nasional Biologi SMA tahun
ajaran
2016/2017

Gambar 1. Bagan Kerangka Pikir


42

III. METODE PENELITIAN

A. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap pada bulan Februari 2017-
Juni tahun ajaran 2017/2018 di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Lampung Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan
Alam.

B. Subjek Penelitian

Penelitian ini memiliki karakteristik yang digunakan sebagai subjek pertama


adalah stimulus, kemampuan berpikir kritis, dan kemampuan berpikir kreatif.
Objek yang kedua adalah soal Ujian Nasional (UN) Biologi Sekolah
Menengah Atas (SMA) tahun ajaran 2016/2017, namun dibatasi 1 paket saja
karena setiap paket memiliki soal dan jumlah soal yang sama hanya letak
penomoran saja yang berbeda sehingga ditetapkan bahwa yang digunakan
pada penelitian hanya satu pake saja.

C. Desain Penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif jenis
analisis isi atau dokumen.
43

D. Prosedur Penelitian

Penelitian ini memiliki beberapa tahap yaitu:

1. Tahap Persiapan

Menyiapakan surat izin untuk melakukan penelitian pendahuluan untuk


memperoleh dokumen berupa soal ujian sekolah. Kemudian peneliti
mempersiapkan instrumen yang diperlukan untuk menganalisis soal.
2. Tahap Pelaksanaan

Data penelitian ini diperoleh dengan teknik pengumpulan data, yaitu:

a. Analisis Soal

Penelti, dosen pendidikan biologi, dan guru biologi menganalisis


masing-masing soal dari 3 karakateristik yang terpenuhi pada masing-
masing butir soal yaitu indikator yang terdiri dari stimulus,
kemampuan berpikir kritis, dan kemampuan pemecahan masalah.
b. Melaksanakan FGD (Focus Group Discussion)

Dalam menentukan masing-masing butir soal dari tiga sumber hasil


analisis termasuk kedalam jenis stimulus, kemampuan berpikir kritis,
dan kemampuan pemecahan masalah dilakukan FGD.
c. Melakukan Tabulasi data

Setelah di dapatkan kesepakatan hasil analisis dari tiap nomor soal.


Selanjutmya hasil analisis ditabulasikan pada masing-masing
indikator.
44

E. Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

1. Jenis data

Penelitian ini menggunakan jenis data kualitatif yaitu dengan rubrik


analisis soal tipe HOTS pada soal UN tahun ajaran 2016/2017

2. Teknik pengumpulan data

teknik pengumpulan data pada penelitian ini dengan menggunakan angket.


Angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket penilaian
karakteristik berbentuk daftar dengan skor 1 jika sesuai dan 0 jika tidak
sesuai.

3. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
deskriptif jenis analisis isi atau dokumen. Adapun langkah-langkahnya
sebagai berikut:
1. Mengelompokkan butir soal Ujian Nasional Biologi tingkat SMA
yang termasuk dalam kategori HOTS.

Penelitian ini akan menjawab apakah terdapat kelompok butir soal


tipe HOTS, yaitu stimulus, kemampuan berpikir kritis, dan
kemampuan pemecahan masalah, serta persentasenya dalam soal UN
Biologi SMA tahun 2016/2017. Pada proses FGD adalah keberadaan
karakteristik soal tipe HOTS, yaitu stimulus, kemampuan berpikir
kritis, dan kemampuan pemecahan masalah. Perolehan data yang
diperoleh dari angket melalui proses FGD kemudian ditabulasikan ke
dalam table yang ada pada lampiran 4, 5, dan 6. Setelah itu data
45

direkapitulasi dengan cara menghitung persentase keberadan


karakteristik soal tipe HOTS, yaitu stimulus, kemampuan berpikir
kritis dan kemampuan pemecahan masalah dengan menggunakan
rumus:

K= Ki x 100%
Total soal

Sumber : dimodifikasi dari Ali (2013: 201)

Keterangan:
K : Persentase indikator dari masing-masing karakteristik soal tipe
HOTS dalam soal UN Biologi SMA tahun 2016/2017.
Ki : banyaknya butir soal hasil analisis dari indikator masing-masing
karakteristik soal tipe HOTS dalam soal UN Biologi SMA tahun
2016/2017.

Setelah didapatkan hasil perhitungan dengan masing-masing


karakteristik baik stiumulus, kemampuan berpikir kritis dan
kemampuan pemecahan masalah dituliskan dalam tabel persentase
yang ada pada lampiran 7. Setelah diperoleh hasil persentase dari
masing-masing karakteristik selanjutnya persentase tiap penganalisis
soal dijumlahkan dan dibagi banyaknya penganalisis soa pada teknikl
triangulasi sumber. Hasil akhir persentase tersebut di interpretasikan
ke dalam kriteria kriteria sebagai berikut:
Tabel 4. Kriteria kesesuaian
46

Skala Keterangan
0 – 20 % Sebagian kecil
21 – 40 % Kurang dari setengah
41 – 60 % Setengah
61 – 80 % Sebagian besar
81 – 100 % Hampir semua
Sumber: dimodifikasi dari Arikunto (2001: 245)
47

Tabel 5. Kriteria Penilaian banyaknya indikator yang terdapat pada


naskah soal
Skala Keterangan
0 – 20 % Sebagian kecil
21 – 40 % Kurang dari setengah
41 – 60 % Setengah
61 – 80 % Sebagian besar
81 – 100 % Hampir semua
Sumber: dimodifikasi dari Arikunto (2001: 245)

2. Mendeskripsikan masing-masing indicator yang terdapat pada setiap


butir soal

Setelah di dapatkan persentase masing-masing indikator langkah


selanjutnya setelah di peroleh persentase dan diperoleh kriteria
kemudian mendeskripsikan masing-masing karakteristik baik
stimulus, kemampuan berpikir kritis, dan kemampuan pemecahan
masalah berdasarkan persentase dan kriteria kesesuaian.
55

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

Simpulan yang dapat diambil berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan


analisis karakteristik soal tipe Higher Order Thinking Skill (HOTS) dalam
soal Ujian Nasional Biologi SMA tahun ajaran 2016/2017, adalah sebagai
berikut:
1. Kualitas soal UN hampir semua bertipe HOTS.

2. Butir soal UN hampir semua sesuai dengan indikator pencapaian


kompetensi.
3. a. Karakteristik soal UN tipe HOTS hampir semua berstimulus.

b. Karakteristik soal UN tipe HOTS hampir semua berkarakteristik


berpikir kritis, dan
c. Karakteristik soal UN tipe HOTS sebagian kecil berkarakteristik
pemecahan masalah.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka disarankan hal-hal


sebagai berikut :
1. Perlu diakan pengembangan soal HOTS untuk mata pelajaran biologi
SMA sehingga dapat diterapkan pada kegiatan pembelajaran.

2. Perlu adanya pembiasaan kepada peserta didik untuk mengerjakan soal-


56

soal HOTS agar peserta didik terbiasa menghadapi permasalahan-


permasalahan yang lebih rumit dalam kehidupan selanjutnya.
57

DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi, A dan Supriyono, W. 2001. Psikologi Belajar. PT. Rineka Cipta. Jakarta.
242 hlm.

Ali, M. 2013. Penelitian Kependidikan Prosedur dan Strategi. Angkasa. Bandung.


215 hlm.

Alpusari, M. 2014. Analisis Butir Soal Konsep Dasar IPA 1 Melalui Penggunaan
Program Komputer Anates Versi 4.0 For Windows. Jurnal Primary
Program Studi Pendidikan Sekolah Dasar Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Riau. 3 (2). 10 hlm.

Anderson, L.W., and Krathwohl, D.R. 2001.A Taxonomy of Learning, Teaching,


and Assessing: A Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives.
New York Longman.

Ariani, E. 2014. Analisis Keterampilan Berpikir Berda-sarkan Taksonomi Anderson


Pada Siswa Gaya Belajar Assimilator dalam Menye-lesaikan Soal Eksponen
dan Logaritma Kelas X SMA Negeri 3 Kota Jambi. Skripsi tidak diterbitkan.
Jambi: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Jambi.
Arikunto, S. 2001. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Bina Aksara. Jakarta. 310
hlm.

Arsyad, A. 2003. Media Pembe-lajaran. Jakarta. Raja Grafisindo Persada.

Arti, Endah, dan Hariyatmi. 2015. Kemampuan Guru Mata Pelajaran Biologi
Dalam Pembuatan Soal HOT (Higher Order Thinking) Di SMA Negeri
Wonosari Klaten .Skripsi.

Effendi, L. 2012. Pembelajaran Matematika dengan Metode Penemuan


Terbimbing Untuk Meningkatkan Kemampuan Representasi dan
Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP.Jurnal Penelitian Pendidikan.
Vol 13 No (2), 1-10.
58

Guchi, P. 2017. Analisis Butir Soal Ujian Nasional (UN) Biologi SMA Tahun
Pelajaran 2013/2014, 2014/2015, 2015/2016 Berdasarkan Taksonomi
Bloom Revisi. (Skripsi). Universitas Negeri Medan. Medan. 50 hlm

Kartawidjaja, E.1987. Pengukuran Dan Hasil Evaluasi Belajar. Sinar Baru


Bandung. Bandung. 193 hlm.

Kemendikbud. 2014. Modul Pelatihan Guru: Implementasi Kurikulum 2013 Mata


Pelajaran Sosiologi SMA/ SMK Tahun 2014/ 2015. Jakarta: P4-BPSDM-
PKPMP.

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Tahun 2015


Tentang Kebijakan Perubahan Ujian Nasional. 38 hlm.

Krathwohl, D. R.2001. A revision of Bloom’s Taxonomy: an overview – Theory


Into Practice, College of Education, The Ohio State University Pohl. 2000.
Learning to think, thinking to learn: ( tersedia di www.purdue.edu/geri
diakses 22 Februari 2016).

Lailly, N., dan Wisudawati, A. 2015. Analisis Soal Tipe Higher Order Thinking
Skill (HOTS) dalam Soal UN Kimia SMA Rayon B Tahun 2012/2013.
Kaunia: Integration and Interconnection Islam and Science. 11 (1). 13 hlm.

Latipun. 2011. Psikologi Konseling Edisi Ketiga. UMM Press. Malang.

Limbach, B & Waugh, W. 2010. Developing Higher Level Thinking. Journal of


Instructonal Pedagogies.p: 1-9.

Miri, B., Ben-Chaim., D& Zoller, V. 2007. Puposely Teaching for the Promotion
of Higher Order Thinking Skills A Case of Critical Thinking. Res SCI Educ
37.
59
Munaf, S. 2001. Evaluasi Pendidikan Fisika. Jurusan Pendidika Fisika Fakultas
Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pendidika
Indonesia. Bandung.

Peraturan Menteri Pendidikan & Kebudayaan Republik Indonesia No. 5 Tahun


2015 Tentang Kriteria Kelulusan Peserta Didik, Penyelenggaraan Ujian
Sekolah/ Madrasah/ Pendidikan Kesetaraan pada SMP/MTs atau yang
sederajad dan SMA/MA/SMK atau yang sederajat. 11 hlm.

Peraturan Menteri Pendidikan & Kebudayaan Republik Indonesia No. 23 Tahun


2016 Tentang Standar Penilaian Pendidikan. 12 hlm.

Permendikbud 2013. Penilaian. Jakarta: Kementerian Pendidikan dan


Kebudayaan
59

Purwanto. 2008. Evaluasi Hasil Belajar. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. 224 hlm

Qurniati, D., Andayani, Y, dan Muntari. Peningkatan Ketarmpilan Berpikir Kritris


Melalui Model Pembelajaran Discovery Learning. Journal Pendidikan
IPA.1 (2): 58-69.

Rofiah, E., Amiah, Nonoh, S., dan Ekawati, E. 2013. Penyusunan Instrument Tes
Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Fisika Pada Siswa SMP. Jurnal
Pendidikan Fisika. l 1 (2). 6 hlm.

Sajidan dan Afandi. 2017. Pengembangan Model Pembelajaran Ipa Untuk


Memberdayakan Keterampilan Berpikir Tingkat Tinggi. Prosiding Seminar
Nasional Pendidikan Sains (SNPS) 2017. 1 (2). 13 hlm.

Salamah, U, 2018. Penjamin Mutu Penilaian Pendidikan. Journal Evaluasi. 2 (1):


274-293.

Setiadi, H. 2016. Pelaksanaan Penilaian pada Kurikulum 2013. Jurnal Penelitian


dan Evaluasi Pendidikan. 20 (2): 167-178, (Online), (https://jour-
nal.uny.ac.id/index.php/jpep/article/view/7173, diakses 30 Agustus 2018).

Setiawan, I. 2008. Penerapan Pengajaran Kontekstual Ber-basis Maslah Untuk


Me-ningkatkan Hasil Belajar Biologi Siswa Kelas X2 SMA Laboratorium
Singaraja. Jurnal Penelitian dan Pengembangan Pendidikan. 2 (1): 42-59.

Slameto. 2010. Belajar Dan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya. PT. Rineka


Cipta. Jakarta.

Soemanto, W. 1998. Psikologi Pendidikan (Landasan kerja pemimpin pendidikan.


Rineka Cipta. Jakarta. 256 hlm.

Suprananto, K. 2012. Pengukuran dan Penilaian Pendidikan. Graha Ilmu.


Yogyakarta. 235 hlm.
Suryabrata, S. 2008. Psikologi Pendidikan. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
354 hlm.

Suswina, M. 2011. Hasil Validitas Pengembangan BAhan Ajar Bergambar


Disertai Peta Konsep Untuk Pembelajaran Biologi SMA Semester 1 Kelas IX.
Jurnal Ta’dib. 1 (1): 44-51.

Sutama, G.A. Sandi, dan Fuandi. 2017. Pengelolaan Penilaian Autentik kurikulum
2013 Mata Pelajaran Matematika di SMA. Jurnal Manajemen Pendidikan.
12 (10): 105-114.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem


Pendidikan Nasional. 33 hlm.

Uno, H.B. dan Koni, S. 2012. Assessment Pembelajaran. PT Bumi Aksara.


Jakarta.
60

Widana, I . 2017. Modul Penyusunan Soal Higher Order Thinking Skills (HOTS).
Direktorat Pembinaan SMA Ditjen Pendidikan Dasar dan Menengah.
Jakarta. 46 hlm.

Zubaedi. 2012. Desain Pendidikan Karakter: Konsepsi dan Aplikasinya dalam


Lembaga Pendidikanm. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Anda mungkin juga menyukai