NYERI
1
LEMBAR PENGESAHAN
i
DAFTAR ISI
REFERAT .................................................................................................................................. 1
NYERI ....................................................................................................................................... 1
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................................................ i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB 1 ........................................................................................................................................ 1
BAB 2 ........................................................................................................................................ 2
2.1 Definisi Nyeri1............................................................................................................. 2
2.2 Anatomi dan Fisiologi Nyeri ................................................................................... 3
2.3 Jalur Nyeri Di Sistem Saraf Pusat ........................................................................... 9
2.4 Fisiologi Nosiseptif................................................................................................ 11
2.5 Patofisiologi Nyeri ....................................................................................................... 11
2.6 Neuroregulator Nyeri ................................................................................................... 12
2.7 Etiologi Nyeri............................................................................................................... 13
2.8 Klasifikasi Nyeri .......................................................................................................... 13
2.9 Diagnosa Nyeri ............................................................................................................ 17
2.10 Terapi Nyeri ................................................................................................................ 19
BAB 3 ...................................................................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 25
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
Rasa nyeri merupakan keluhan yang paling sering membawa seorang pasien
kepada seorang dokter. Hal ini hampir selalu merupakan manifestasi dari semua
proses patologis. Setiap rencana penatalaksanaan harus diarahkan untuk mengatasi
proses patologis yang menjadi penyebab dan pada rasa nyeri itu sendiri. Pasien
umumnya dirujuk untuk mendapatkan manajemen nyeri bila diagnosis telah
ditegakkan dan penatalaksanaan untuk proses yang mendasari rasa nyeri tersebut
telah dilakukan. Untuk perkecualian, pasien dengan nyeri kronis dimana proses
penyebab biasanya masih merupakan suatu misteri setelah investigasi awal.
Menurut International Association For The Study of Pain (IASP) nyeri adalah
pengalaman sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan, yang tejadi karena
adanya kerusakan jaringan atau ancaman kerusakan jaringan.
Salah satu peran penting dari sistim saraf adalah untuk memberikan informasi
mengenai ancaman terhadap tubuh. Deteksi neural dari tubuh disebut dengan
nosisepsi. Nosisepsi melibatkan penghantaran informasi dari bagian perifer yang
berasal dari reseptor pada jaringan (nosiseptor) menuju struktur sentral dalam otak.
Bagi seorang dokter, nyeri merupakan suatu masalah yang membingungkan,
karena sifatnya sangat subyektif, banyak institusi akhir-akhir ini menyebut nyeri
merupakan tanda vital kelima.
1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2
2.2 Anatomi dan Fisiologi Nyeri
Jalur Nyeri
Untuk menyederhanakan ilustrasi, nyeri dihantarkan melalui tiga jalur
saraf yang menghantarkan nyeri dari bagian perifer menuju korteks. Saraf
aferen pertama terletak pada
ganglia radiks dorsalis yang
terdapat dalam formina vertebralis.
Setiap neuron mempunyai akson
tunggal yang bercabang dua, salah
satu ujung menuju jaringan perifer
untuk untuk menginervasinya dan
cabang lainnya menuju kornu
dorsalis medula spinalis. Dalam
kornu dorsalis, neuron aferen
pertama akan bersinaps dengan
neuron kedua yang aksonnya
menyilang garis tengah dan naik ke
atas melalui traktus spinotalamikus
kontralateral yang akhirnya akan
mencapai talamus. Neuron kedua
akan bersinaps pada nukleus
talami dengan neuron tersier,
berikutnya sinyal akan
diproyeksikan melalui kapsula
interna dan korona radiata untuk
mencapai girus pascasentralis
korteks serebri.
3
Neuron Pertama
Pada umumnya, ujung proksimal dari akson neuron pertama akan
memasuki medula spinalis melalui bagian dorsal pada setiap segmen servikal,
torakal, lumbal, dan sakral. Beberapa serat yang tidak bermielin masuk melalui
bagian ventral dari medula spinalis, mengingat ditemukannya pasien yang
masih tetap merasa nyeri bahkan setelah transeksi dari radiks dorsalis. Setelah
memasuki kornu dorsalis, selain bersinaps dengan neuron kedua juga bersinap
dengan interneuron, saraf simpatis, dan kornu venralis medula spinalis.
Serat saraf nyeri yang berasal dari kepala dibawa oleh nervus trigeminus
(V), fasialis (VII), glosofaringeus (IX), dan vagus (X). Ganglion gaseri juga
mengandung badan sel dari serat sensoris pada bagian optalmikus, maksilaris,
dan mandibula dari nervus trigeminus. Badan sel dari neuron aferen pertama
nervus fasialis terletak pada ganglion genikulatus. Sedangkan badan sel
neuron aferen pertama dari nervus glosofaringeus terletak pada ganglion
superior dan petrosus. Sedangkan nervus vagus terletak pada ganglion jugular
dan ganglion nodusum.
Neuron kedua
Setelah serabut aferen memasuki kornu dorsalis, serabut-serabut
tersebut akan memisahkan diri sesuai ukuran dengan serat besar bermielin
terletak pada bagian medial dan serat kecil tidak bermielin terletak pada bagian
lateral. Serat saraf nyeri akan mengirimkan cabang satu sampai tiga segmen
medula spinalis ke atas dan ke bawah sebelum bersinap dengan neuron kedua
pada bagian abu-abu dari kornu dorsalis ipsilateral. Pada beberapa bagian
serat-serat ini juga berhubungan dengan neuron kedua melalui interneuron.
Area abu-abu dari medula spinalis oleh Rexed dibagi menjadi 10 lamina.
Dimana enam lamina pertama yang membentuk kornu dorsalis menerima
seluruh aktivitas serat aferen dan juga berperan sebagai tempat modulasi nyeri.
Neuron kedua terdiri atas neuron spesifik rasa nyeri dan neuron Wide Dynamic
Range (WDR). Neuron spesifik rasa nyeri hanya menerima stimulus noksius,
sedangkan neuron WDR juga menerima stimulus non-noksius dari serat aferen
Aβ, Aδ, dan C. Neuron spesifik nosiseptif tersusun secara somatotopik dalam
lamina I dan mempunyai lapangan reseptif yang spesfik. Serat-serat ini
biasanya tidak berfungsi dan hanya berespon terhadap stimulus noksius
4
dengan ambang yang tinggi. Neuron WDR neuron berjumlah paling banyak
dalam kornu dorsalis. Walaupun demikian, neuron WDR dapat ditemukan
dalam jumlah besar pada lamina V. Selama stimulus yang berulang, neuron
WDR mempunyai sifat meningkatkan intensitas stimulus secara eksponensial
(”wind up”), bahkan dengan intensitas stimulus yang sama. Serabut-serabut ini
juga mempunyai lapangan reseptif yang lebih luas dibandingkan dengan
neuron spesifik nosiseptif. Kebanyakan dari serabut nosiseptif C akan
memberikan kolateral atau berakhir pada neuron kedua pada lamina I dan II,
atau dalam jumlah yang lebih kecil pada lamina V. Sebaliknya, serabut
nosiseptif Aδ terutama bersinap pada lamina I dan V, serta dalam jumlah yang
kecil pada lamina X. Lamina I terutama merespon terhadap stimulus noksius
yang berasal dari kulit dan jaringan somatik dalam. Lamina II yang juga disebut
substansia gelatinosa, mengandung banyak interneuron dan dipercaya
berperan penting dalam mengolah dan memodulasi input nosiseptif yang
berasal dari nosireseptor kulit. Selan itu bagian ini juga dianggap sebagai
tempat kerja opioid yang utama. Lamina III dan IV terutama menerima input
sensoris non-nosiseptif. Lamina VIII dan IX membentuk kornu anterior. Lamina
VII dinamakan sebagai kolumna intermediolateral dan mengandung badan sel
dari neuron simpatis preganglion.
Serabut aferen viseral terutama berakhir pada lamina V, selain itu juga
berakhir pada lamina I dalam jumlah yang lebih kecil. Kedua lamina ini
menunjukkan titik dimana terjadi konvergensi antara input somatik dan viseral.
Lamina V merespon baik input noksius dan non-noksius serta menerima baik
serabut aferen somatik dan viseral. Fenomena konvergensi antara input
somatik dan viseral mempunyai menifestasi klinis sebagai refered pain.
Dibandingkan dengan serabut somatik, serabut nosiseptif viseral berjumlah
lebih sedikit, terdistribusi lebih luas, secara proporsional mengaktifkan sejumlah
besar neuron spinal, dan tidak terorganisir secara somatotopik.
A. Traktus Spinotalamikus
Akson dari kebanyakan neuron kedua menyilang garis tengah dekat
dengan bagian asalnya (komisura anterior) menuju sisi kontralateral dari
medula spinalis sebelum membentuk traktus spinotalamikus dan mengirimkan
seratnya ke talamus, formasio retikularis, nukleus raphe magnus, dan
5
periaquaductal gray. Traktus spinotalamikus yang berperan sebagai jalur nyeri
yang utama, terletak anterolateral dari bagian area putih medula spinalis.
Traktus asenden ini dapat dibagi menjadi traktus lateral dan medial. Traktus
spinotalamikus lateralis (neospinotalamik) terutama terproyeksi pada nukleus
ventral posterolateral talamus dan membawa aspek diskriminatif dari nyeri,
seperti lokasi, intensitas dan durasi. Traktus spinotalamikus medialis
(paleospinotalamik) terproyeksi pada bagian medial talamus dan bertanggung
jawab atas respon otonom dan persepsi emosional tidak menyenangkan dari
nyeri. Beberapa serabut spinotalamikus juga terproyeksi pada periaquaductal
gray dan dengan demikian dapat merupakan hubungan penting antara jalur
asenden dan desenden. Serabut kolateral juga terproyeksi pada reticular
activating system dan hipotalamus, yang kemungkinan bertanggung jawab
untuk respon membangunkan terhadap nyeri.
Neuron Ketiga
Neuron ketiga terletak pada talamus dan mengirimkan serabutnya ke area
somatosensoris I dan II pada girus pascasentralis korteks parietalis dan dinding
superior fisura silvii. Persepsi dan lokalisasi nyeri diolah pada area kortikal ini.
Walaupun kebanyakan neuron dari nukleus talamus lateralis terproyeksi ke
korteks somatosensoris primer, neuron yang berasal dari nukleus intralaminer
dan medial nuklus terproyeksi ke girus cingulate anterior dan kemungkinan
memperantarai komponen penderitaan dari nyeri.
FISIOLOGI NYERI
Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima
rangsang nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah
ujung syaraf bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat
yang secara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut juga nosireceptor,
secara anatomis reseptor nyeri (nosireceptor) ada yang bermielien dan ada
juga yang tidak bermielin dari syaraf perifer.
Berdasarkan letaknya, nosireseptor dapat dikelompokkan dalam
beberapa bagian tubuh yaitu pada kulit (Kutaneus), somatik dalam (deep
somatic), dan pada daerah viseral, karena letaknya yang berbeda-beda inilah,
nyeri yang timbul juga memiliki sensasi yang berbeda.
Nosireceptor kutaneus berasal dari kulit dan sub kutan, nyeri yang berasal
dari daerah ini biasanya mudah untuk dialokasi dan didefinisikan. Reseptor
jaringan kulit (kutaneus) terbagi dalam dua komponen yaitu :
7
a. Serabut A delta
Merupakan serabut komponen cepat (kecepatan transmisi 6-30 m/det)
yang memungkinkan timbulnya nyeri tajam yang akan cepat hilang apabila
penyebab nyeri dihilangkan
b. Serabut C
Merupakan serabut komponen lambat (kecepatan tranmisi 0,5 m/det)
yang terdapat pada daerah yang lebih dalam, nyeri biasanya bersifat tumpul
dan sulit dilokalisasi.
8
Sebaliknya, sensasi protopatik (nyeri) ditandai dengan reseptor ambang
tinggi yang dihantarkan oleh serabut saraf bermielin yang lebih kecil (A
delta) serta serabut saraf tak bermielin (serabut C).
9
2. Jalur Desenden (modulasi dan persepsi)
Daerah-daerah tertentu di otak itu sendiri mengendalikan atau
mempengaruhi persepsi nyeri, hipotalamus dan struktur limbik berfungsi
sebagai pusat emosional persepsi nyeri, dan korteks frontalis menghasilkan
interpretasi dan respon rasional terhadap nyeri. Namun, terdapat variasi
yang luas dalam cara individu mempersepsikan nyeri. Salah satu penyebab
variasi ini adalah karena sistem saraf pusat (SSP) memiliki beragam
mekanisme untuk memodulasi dan menekan rangsangan nosiseptif.
Jalur-jalur desenden serat eferen yang berjalan dari korteks serebrum ke
bawah ke medula spinalis dapat menghambat atau memodifikasi
rangsangan nyeri yang datang melalui suatu mekanisme umpan balik yang
melibatkan substansia gelatinosa dan lapisan lain kornu dorsalis. Salah jalur
desenden yang telah diidentifikasi sebagai jalur penting dalam sistem
modulasi-nyeri atau analgesik adalah jalur yang mencakup tiga komponen
berikut :
1. Bagian pertama adalah substansia grisea periakuaduktus (PAG) dan
substansia grisea periventrikel (PVG) mesensefalon dan pons bagian atas
yang mengelilingi akuaduktus Sylvius.
2. Neuron-neuron dari daerah daerah satu mengirim impuls ke nukleus rave
magnus (NRM) yang terletak di pons bagian bawah dan medula bagian
atas dan nukleus retikularis paragigantoselularis (PGL) di medula
lateralis.
3. Impuls ditransmisikan dari nukleus ke bawah ke kolumna dorsalis medula
spinalis ke suatu kompleks inhibitorik nyeri yang terletak di kornu dorsalis
medula spinalis.
Zat-zat kimia yang disebut neuroregulator, juga mungkin
mempengaruhi masukan sensorik ke medula spinalis. Neuroregulator ini
dikenal sebagai neurotransmiter atau neuromodulator. Neurotransmiter
adalah neurokimia yang menghambat atau merangsang aktifitas di membran
pascasinaps. Zat P (suatu neuropeptida) adalah neurotransmiter spesifik-
nyeri yang terdapat di kornu dorsalis medula spinalis. Neurotransmiter SSP
lain yang terlibat dalam transmisi nyeri adalah asetilkolin, norepinefrin,
epinefrin, dopamin dan serotonin.
10
2.4 Fisiologi Nosiseptif
Transmisi Nyeri
Terdapat beberapa teori yang menggambarkan bagaimana nosiseptor
dapat menghasilkan rangsangan nyeri. Sampai saat ini dikenal berbagai teori
yang mencoba menjelaskan bagaimana nyeri dapat timbul, namun
teorigerbang kendali nyeri dianggap paling relevan.
Teori Gerbang Kendali Nyeri (Gate Control Theory). Tahun 1959,
Milzack dan Wall menjelaskan teori gerbang kendali nyeri. Teori ini
menyatakan eksistensi dari kemampuan endogen untuk mengurangi dan
meningkatkan derajat perasaan nyeri melaui modulasi impuls yang masuk
pada kornu dorsalis melalui “gate” (gerbang). Berdasarkan sinyal dari sistem
asendens dan desendens maka input akan ditmbang. Integrasi semua input
dari neuron sensorik, yaitu pada level medula spinalis yang sesuai, dan
ketentuan apakah gate akan menutup atau membuka, akan meningkatkan atau
mengurangi intensitas nyeri asendens. Teori gate control ini mengakomodir
variabel psikologis dalam persepsi nyeri, termasuk motivasi untuk bebas dari
nyeri, dan peranan pikiran, emosi, dan reaksi stres dalam meningkatkan atau
menurunkan sensasi nyeri. Melalui model ini, dapat dimengerti bahwa nyeri
dapat dikontrol oleh manipulasi farmakologis maupun intervensi psikologis.
12
2. Neuromodulator
a. Endorfin (morfin endogen)
Merupakan substansi sejenis morfin yang disuplai oleh tubuh dan diaktivasi
oleh daya stress dan nyeri. Terdapat pada otak, spinal, dan traktus
gastrointestinal. Berfungsi memberikan efek analgesik.
b. Bradikinin
Dilepaskan dari plasma dan pecah disekitar pembuluh darah pada daerah
yang mengalami cedera. Bekerja pada reseptor saraf perifer, menyebabkan
peningkatan stimulus nyeri yang bekerja pada sel, menyebabkan reaksi berantai
sehingga terjadi pelepasan prostaglandin.
13
meredakan nyeri secara nyeri
efektif - Respon terhadap analgesik :
sering kurang meredakan
nyeri
Nyeri secara essensial dapat dibagi atas dua, yaitu nyeri adaptif dan nyeri
maladaptif. Nyeri adaptif berperan dalam proses survival dengan melindungi
organisme dari cedera atau sebagai pertanda adanya proses penyembuhan
dari cedera. Nyeri maladaptif terjadi jika ada proses patologis pada sistem saraf
atau akibat dari abdominalitas respon sistem saraf. Kondisi ini merupakan
suatu penyakit (pain as a disease).
14
tidak jarang kita menemukan awalnya nyeri nosiseptif dan berkembang menjadi
nyeri neuropatik atau sebaliknya. Jadi sering kita dapatkan nyeri campuran
(mixed pain).
Komponen Nyeri
Nyeri yang kita rasakan terdiri dari dua komponen utama : somatik
(sensorik) dan psikologik (emosional). Komponen sensorik merupakan dasar
dari nyeri namun persepsi selalu dipengaruhi faktor psikologi. Intensitas
perangsangan nosiseptor mungkin sama, terapi intensitas nyeri yang dirasakan
dapat berbeda pada setiap individu. Perbedaan tersebut disebabkan adanya
komponen psikologik. Aspek psikologis dipengaruhi personalitas, social,
budaya, dan sebagainya.
Rangsang panas pada kulit menghasilkan sinyal kimiawi dan elektrik dan
dikirimkan melalui SSA ke radiks dorsalis. Apakah stimulus ini akan dipersepsi
sebagai nyeri bergantung pada banyak faktor. Susunan saraf pusat dapat
memblok atau meningkatkan persepsi melalui serangkaian proses tertentu
berkaitan dengan perilaku, kognitif, psikologis (misalnya ansietas),
biologis(misalnya hormonal) atau aktivitas farmakologis. Konsekuensinya
persepsi terhadap suatu stimulus dan responnya mungkin berbeda-beda.
Sebagai tambahan, persepsi dapat timbul tanpa adanya stimulus di kulit,
seperti pada nyeri spontan.
Nyeri Neuropatik
Merupakan nyeri yang terjadi akibat adanya lesi system saraf perifer
(seperti pada neuropti diabetika, post herpetic neuralgia, radikulopati lumbal,
dll.) atau sentral (seperti pada nyeri pasca cedera medulla spinalis, nyeri pasca
stroke, dan nyeri pada sclerosis multiple).
Nyeri neuropatik terjadi dari cedera atau disfungsi saraf seperti :
a. Setelah kerusakan saraf, transkripsi dan produksi saluran natrium pada
lokasi kerusakan meningkat, disertai dengan penurunan jumlah saluran
kalium. Perubahan ekspresi saluran ion ini menyebabkan hipereksibilitas
dan terbentuknya aktivitas ektopik, yang diperkirakan berperan pada
timbulnya nyeri spontan dan paroksismal.
15
b. Pada badan sel neuron aferen primer di ganglion radiks dorsalis terjadi
sprouting neuron simpatis dan diperkirakan berperan pada nyeri yang
diperankan oleh system simpatis (sympathetically maintained pain)
c. Kerusakan saraf perifer menyebabkan perubahan besar pada transkripsi
gen dan aktivasi berbagai kinase dan protein termasuk meningkatnya
aktivitas reseptor N-methyl-D-aspertate (NMDA). Kerusakan saraf juga
menimbulkan hipertrofi dan aktivasi sel glia, termasuk mikroglia di
substansia grisea medulla spinalis. Mikroglia sitokin pronosiseptif seperti
interleukin-1 (IL-1), tumor necrosis faktor alpha (TNF) dan neurotropin,
termasuk brain derived neurothropic factor (BDNF) yang selanjutnya
menyebabkan eksaserbasi transmisi nosiseptif dan berperan pada
sensitisasi dan mempertahankan nyeri neuropatik.
Nyeri neuropatik dapat dibedakan berdasarkan :
1. Nyeri neuropatik menurut intensitas
Nyeri dapat diukur intensitasnya berdasarkan beberapa skala yaitu :
a. Numeric pain intensity scale (NPIS)
Nyeri diukur dalam rentang 1-10 yang menunjukkan beberapa nyeri yang
dirasakan ( 0 = sama sekali tidak merasakan nyeri, 10 = nyeri yang terhebat)
1–3 Nyeri ringan
4–6 Nyeri sedang
7 – 10 Nyeri berat
b. Visual analog scale
c. Faces pain rating scale
2. Nyeri neuropatik berdasarkan penyebabnya
- Trauma : bedah, jeakan saraf, CRPS, amputasi, cedera medulla spinalis,
dll.
- Infeksi : Herpes zoster, HIV, tabes dorsalis, lepra, dll.
- Toksin : Obat (kemoterapi), logam berat, zat organik, dll.
- Keganasan : komprehensif, infeltratif, para neoplastic, metaplastik
- Otoimun : sclerosis multiple
- Kompresi : stenosis spinalis, CTS, radikulopati
- Gangguan metabolik : DM, uremia, porfiria, dll
- Gangguan vascular : stroke
- Genetic
16
- Lain-lain : ALS, siringomielia
3. Nyeri neuropatik berdasarkan lokasinya
a. Nyeri neuropatik sentral
Disfungsi primer paa susunan saraf pusat ( Nyeri talamik, pasca stroke,
siringomielia).
b. Nyeri neuropatik prefer
Disfungsi primer pada susunan saraf perifer (neuralgia trigeminal,
neuropati diabetik).
4. Nyeri neuropatik berdasarkan gejala dan tanda
a. Nyeri spontan
Gejala nyeri diutarakan sendiri oleh pasien bukan dibangkitkan oleh
pemeriksa, gejala yang dikeluarkan berupa : rasa terbakar yang terus
menerus, rasa nyeri seperti ditusuk, menyentak dan hilang timbul, rasa
seperti tersengat listrik, parastesia ( sensasi abnormal namun tidak
mengganggu) disestia ( sensasi abnormal yang mengganggu).
b. Nyeri yang dibangkitkan pada pemeriksaan
- Alodinia adalah nyeri yang disebabkan oleh stimulus yang secara
normal tidak menimbulkan nyeri (non noksius). Contoh : mengusapkan
kapas pada permukaan kulit, normal tidak nyeri namun pada
alodiniaakan menimbulkan nyeri. Alodinia ini merupakan tanda khas dari
nyeri neuropatik.
- Hiperalgesia nyeri yang disebabkan oleh stimulus yang secara normal
menimbulkan nyeri (noksius) namun responnya berlebihan. Contoh :
tusukan jarum pentul biasanya tidak terlalu hebat nyerinya namun pada
hiperalgesia nyerinya berlebihan.
Status lokalis perlu juga diperiksa untuk menentukan ada tidaknya luka, masa,
nyeri tekan dan nyeri gerak.
Pemeriksaan Khusus
Pemeriksaan untuk menentukan alodinia dan hiperalgesia.
Pemeriksaan Penunjang
Tidak rutin dilakukan tergantung kasus yang dihadapi. Pemeriksaan
penunjang yang umumnya diperlukan adalah:
Polos
Neurofisiologik : EMG, NCV, evoked potensials, EEG
Laboratorium : darah, petanda tumor ( tumor marker )
18
2.10 Terapi Nyeri
Penatalaksanaan Nyeri Neuropatik Berdasarkan Mekanisme
Modalitas terapi pada nyeri neuropatik mencakup :
a. Terapi Farmakologik : Analgetik, adjuvant dan topical
b. Blok saraf dan neurolitik
c. Neuromodulasi menggiunakan TENS, stimulasimedula spinalis, lemniskus
medialis, dll
d. Bedah : Rhizotomi, Simpatektomi, DREZ, Kordotomi, Hipofrektomi,
Dekompresi mikrovaskular
e. Rehabilitasi : meliputi terapi fisik dan psikologik
Salah satu modalitas terapi yang paling banyak digunakan adalah
analgesic, mencakup analgetik non opioid (OAINS/obat anti inflamasi non
steroid, parasetamol dan tramadol) dan opioid(kodein, hidrokodein, morfin,
hidromorfin, metadon, levorvanol).
19
Tabel Obat-obatan golongan opioid yang sering dipakai
20
Tabel Dosis dan Frekuensi pemberian obat SSRI ( Selective serotonin reuptake
inhibitor)
21
Adapun farmakoterapi nyeri neuropatik secara konvensional dapat
diurutkan mulai dari yang paling tidak invasif hingga yang paling invasif seperti
dibawah ini :
1. Nyeri Ringan
Farmakoterapi Tingkat I
Aspirin 325-650mg (maks 4g/hari), 4jam sekali
Asetaminofen 325-650mg (maks 4 g/hari),4-6 jam sekali
Farmakoterapi Tingkat II
Ibuprofen 200mg 4-6 jam sekali
Sodium Naproksen 440mg (awal),220 mg (selanjutnya),8-12 jam sekali
Ketoprofen 12,5 mg 4-6 jam sekali
2. Nyeri Sedang
Famakoterapi Tingkat III
Asetaminofen 4-6 jam sekali
Ibuprofen 4-6 jam sekali
Sodium Naproksen 8-12 jam sekali Penyesuaian dosis
Ketoprofen 4-6 jam sekali
Farmakoterapi Tingkat IV
Jika farmakoterapi tingkat III gagal, OAINS yang dipilih dapat diganti. Pilihan
OAINS ke 2 sebaiknya dari kelompok kimia yang berbeda.
Farmakoterapi Tingkat V
Opioid (misalnya kodein)
Farmakoterapi Tingkat VI
Tramadol 50-100 mg 4-6 jam sekali
3. Nyeri Berat
Farmakoterapi Tingkat VII
Morfin : diberikan bila terapi non narkotik tidak efektif dan terdapat riwayat
terapi narkotik untuk nyeri
Campuran agonis
Antagonis pentazosin Bekerja dengan cara memblok aktivasi
Agonis parsial komponen mµ kompleks reseptor
22
Dilain pihak, terapi farmakologik menggunakan analgetik adjuvant kini
semakin banyak digunakan seiring makin meluasnya pemahaman tentang
terapi menurut mekanisme.
Terapi adjuvant mencakup :
1. Antidepresan : Amitriptilin , Nortriptilin, dll
2. Antikonvulsan : Gabapentin, Fenitoin, Karbamasepin
3. Anti local/ Antiaritmi : Lidokain, Tokainid
4. Simpatolitik : klonidin, Fentolamin, Prasozin
5. Bensodiasepin : Klonasepam
6. Kortikosteroid
7. Muscle Relaxant : Baklofen, Karisoprodol
8. Neuroleptik : Pimozide
9. Obat “ Sympathetically Maintained Pain ” : Bretilium
10. Obat-obatan lain : Antagonis NMDA, Kalsitonin
23
BAB 3
KESIMPULAN
Nyeri merupakan masalah yang luas dan merupakan gejala umum yang sering
dikeluhkan oleh pasien. Baik komponen fisiologi dan psikologi akan mempengaruhi
seberapa banyak nyeri tersebut akan dirasakan dan bagaimana seseorang akan
bereaksi terhadap nyeri. Komponen ini, lebih lanjut dapat dibagi lagi menjadi
Sensoris (komponen fisiologis), Kognitif (komponen psikologis) Afektif (komponen
psikologis) dan Tingkah laku (komponen psikologis).
Menurut International Association For The Study of Pain (IASP) nyeri adalah
pengalaman sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan, yang tejadi karena
adanya kerusakan jaringan atau ancaman kerusakan jaringan.
Tidak semua sensasi yang dirasakan pasien sebagai nyeri bisa diobati dengan
cara yang sama. Paisen harus dievaluasi secara sistematis untuk dapat mencari
penyebab nyeri mereka dan penilaian berulang atas respon mereka terhadap terapi.
Terapi yang terbaik yang diberikan bagi pasien yang menderita nyeri adalah
yang sesuai dengan penyebab nyeri dan terapi yang mampu menghilangkan rasa
nyeri sehingga memberikan kepuasan bagi pasien.
Tujuan semua terapi ini adalah tercapainya kenyamanan pasien, cepatnya
masa pemulihan sehingga dapat menjalani aktifitas normal, masa rawat di rumah
sakit yang lebih singkat dan berkurangnya biaya yang dikeluarkan oleh pasien.
24
DAFTAR PUSTAKA
25