Anda di halaman 1dari 28

REFERAT

NYERI

1
LEMBAR PENGESAHAN

i
DAFTAR ISI
REFERAT .................................................................................................................................. 1
NYERI ....................................................................................................................................... 1
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................................................ i
DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii
BAB 1 ........................................................................................................................................ 1
BAB 2 ........................................................................................................................................ 2
2.1 Definisi Nyeri1............................................................................................................. 2
2.2 Anatomi dan Fisiologi Nyeri ................................................................................... 3
2.3 Jalur Nyeri Di Sistem Saraf Pusat ........................................................................... 9
2.4 Fisiologi Nosiseptif................................................................................................ 11
2.5 Patofisiologi Nyeri ....................................................................................................... 11
2.6 Neuroregulator Nyeri ................................................................................................... 12
2.7 Etiologi Nyeri............................................................................................................... 13
2.8 Klasifikasi Nyeri .......................................................................................................... 13
2.9 Diagnosa Nyeri ............................................................................................................ 17
2.10 Terapi Nyeri ................................................................................................................ 19
BAB 3 ...................................................................................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 25

ii
BAB 1
PENDAHULUAN

Rasa nyeri merupakan keluhan yang paling sering membawa seorang pasien
kepada seorang dokter. Hal ini hampir selalu merupakan manifestasi dari semua
proses patologis. Setiap rencana penatalaksanaan harus diarahkan untuk mengatasi
proses patologis yang menjadi penyebab dan pada rasa nyeri itu sendiri. Pasien
umumnya dirujuk untuk mendapatkan manajemen nyeri bila diagnosis telah
ditegakkan dan penatalaksanaan untuk proses yang mendasari rasa nyeri tersebut
telah dilakukan. Untuk perkecualian, pasien dengan nyeri kronis dimana proses
penyebab biasanya masih merupakan suatu misteri setelah investigasi awal.
Menurut International Association For The Study of Pain (IASP) nyeri adalah
pengalaman sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan, yang tejadi karena
adanya kerusakan jaringan atau ancaman kerusakan jaringan.
Salah satu peran penting dari sistim saraf adalah untuk memberikan informasi
mengenai ancaman terhadap tubuh. Deteksi neural dari tubuh disebut dengan
nosisepsi. Nosisepsi melibatkan penghantaran informasi dari bagian perifer yang
berasal dari reseptor pada jaringan (nosiseptor) menuju struktur sentral dalam otak.
Bagi seorang dokter, nyeri merupakan suatu masalah yang membingungkan,
karena sifatnya sangat subyektif, banyak institusi akhir-akhir ini menyebut nyeri
merupakan tanda vital kelima.

1
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Nyeri1,2,3,4


Nyeri adalah pengalaman sensorik dan emosional yang tidak
menyenangkan akibat kerusakan jaringan, baik aktual maupun potensial atau
yang digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut.
Nyeri merupakan masalah yang luas dan merupakan gejala umum yang
sering dikeluhkan oleh pasien. Baik komponen fisiologi dan psikologi akan
mempengaruhi seberapa banyak nyeri tersebut akan dirasakan dan bagaimana
seseorang akan bereaksi terhadap nyeri. Komponen ini, lebih lanjut dapat
dibagi lagi menjadi:
 Sensoris, deteksi neural dari stimulus noksius (komponen fisiologis)
 Kognitif, pemikiran mengenai nyeri (komponen psikologis)
 Afektif, reaksi emoional terhadap nyeri (komponen psikologis)
 Tingkah laku, aksi atau mekanisme menghindari yang dilakukan untuk
mengurangi atau menghilangkan rasa nyeri (komponen psikologis)
Menurut International Association For The Study of Pain (IASP) nyeri
adalah pengalaman sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan, yang
tejadi karena adanya kerusakan jaringan atau ancaman kerusakan jaringan.
Salah satu peran penting dari sistem saraf adalah untuk memberikan informasi
mengenai ancaman terhadap tubuh. Deteksi neural dari tubuh disebut dengan
nosisepsi. Nosisepsi melibatkan penghantaran informasi dari bagian perifer
yang berasal dari reseptor pada jaringan (nosiseptor) menuju struktur sentral
dalam otak.
Nosisepsi sendiri tidak langsung diterjemahkan sebagai sensasi nyeri.
Medula spinalis mampu meningkatkan atau menurunkan transmisi dari sinyal
nosisepsi yang dibawa menuju ke otak. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat
psikologis seseorang dapat mempengaruhi sensasi nyeri sesuai respon
emosional dan tingkah lakunya. Hal ini merupakan rasionalisasi dari
pendekatan psikologis seperti terapi pengalihan perhatian dan teknik relaksasi
dalam manajemen nyeri.

2
2.2 Anatomi dan Fisiologi Nyeri
 Jalur Nyeri
Untuk menyederhanakan ilustrasi, nyeri dihantarkan melalui tiga jalur
saraf yang menghantarkan nyeri dari bagian perifer menuju korteks. Saraf
aferen pertama terletak pada
ganglia radiks dorsalis yang
terdapat dalam formina vertebralis.
Setiap neuron mempunyai akson
tunggal yang bercabang dua, salah
satu ujung menuju jaringan perifer
untuk untuk menginervasinya dan
cabang lainnya menuju kornu
dorsalis medula spinalis. Dalam
kornu dorsalis, neuron aferen
pertama akan bersinaps dengan
neuron kedua yang aksonnya
menyilang garis tengah dan naik ke
atas melalui traktus spinotalamikus
kontralateral yang akhirnya akan
mencapai talamus. Neuron kedua
akan bersinaps pada nukleus
talami dengan neuron tersier,
berikutnya sinyal akan
diproyeksikan melalui kapsula
interna dan korona radiata untuk
mencapai girus pascasentralis
korteks serebri.

Gambar 1. Jalur nyeri

3
 Neuron Pertama
Pada umumnya, ujung proksimal dari akson neuron pertama akan
memasuki medula spinalis melalui bagian dorsal pada setiap segmen servikal,
torakal, lumbal, dan sakral. Beberapa serat yang tidak bermielin masuk melalui
bagian ventral dari medula spinalis, mengingat ditemukannya pasien yang
masih tetap merasa nyeri bahkan setelah transeksi dari radiks dorsalis. Setelah
memasuki kornu dorsalis, selain bersinaps dengan neuron kedua juga bersinap
dengan interneuron, saraf simpatis, dan kornu venralis medula spinalis.
Serat saraf nyeri yang berasal dari kepala dibawa oleh nervus trigeminus
(V), fasialis (VII), glosofaringeus (IX), dan vagus (X). Ganglion gaseri juga
mengandung badan sel dari serat sensoris pada bagian optalmikus, maksilaris,
dan mandibula dari nervus trigeminus. Badan sel dari neuron aferen pertama
nervus fasialis terletak pada ganglion genikulatus. Sedangkan badan sel
neuron aferen pertama dari nervus glosofaringeus terletak pada ganglion
superior dan petrosus. Sedangkan nervus vagus terletak pada ganglion jugular
dan ganglion nodusum.
 Neuron kedua
Setelah serabut aferen memasuki kornu dorsalis, serabut-serabut
tersebut akan memisahkan diri sesuai ukuran dengan serat besar bermielin
terletak pada bagian medial dan serat kecil tidak bermielin terletak pada bagian
lateral. Serat saraf nyeri akan mengirimkan cabang satu sampai tiga segmen
medula spinalis ke atas dan ke bawah sebelum bersinap dengan neuron kedua
pada bagian abu-abu dari kornu dorsalis ipsilateral. Pada beberapa bagian
serat-serat ini juga berhubungan dengan neuron kedua melalui interneuron.
Area abu-abu dari medula spinalis oleh Rexed dibagi menjadi 10 lamina.
Dimana enam lamina pertama yang membentuk kornu dorsalis menerima
seluruh aktivitas serat aferen dan juga berperan sebagai tempat modulasi nyeri.
Neuron kedua terdiri atas neuron spesifik rasa nyeri dan neuron Wide Dynamic
Range (WDR). Neuron spesifik rasa nyeri hanya menerima stimulus noksius,
sedangkan neuron WDR juga menerima stimulus non-noksius dari serat aferen
Aβ, Aδ, dan C. Neuron spesifik nosiseptif tersusun secara somatotopik dalam
lamina I dan mempunyai lapangan reseptif yang spesfik. Serat-serat ini
biasanya tidak berfungsi dan hanya berespon terhadap stimulus noksius

4
dengan ambang yang tinggi. Neuron WDR neuron berjumlah paling banyak
dalam kornu dorsalis. Walaupun demikian, neuron WDR dapat ditemukan
dalam jumlah besar pada lamina V. Selama stimulus yang berulang, neuron
WDR mempunyai sifat meningkatkan intensitas stimulus secara eksponensial
(”wind up”), bahkan dengan intensitas stimulus yang sama. Serabut-serabut ini
juga mempunyai lapangan reseptif yang lebih luas dibandingkan dengan
neuron spesifik nosiseptif. Kebanyakan dari serabut nosiseptif C akan
memberikan kolateral atau berakhir pada neuron kedua pada lamina I dan II,
atau dalam jumlah yang lebih kecil pada lamina V. Sebaliknya, serabut
nosiseptif Aδ terutama bersinap pada lamina I dan V, serta dalam jumlah yang
kecil pada lamina X. Lamina I terutama merespon terhadap stimulus noksius
yang berasal dari kulit dan jaringan somatik dalam. Lamina II yang juga disebut
substansia gelatinosa, mengandung banyak interneuron dan dipercaya
berperan penting dalam mengolah dan memodulasi input nosiseptif yang
berasal dari nosireseptor kulit. Selan itu bagian ini juga dianggap sebagai
tempat kerja opioid yang utama. Lamina III dan IV terutama menerima input
sensoris non-nosiseptif. Lamina VIII dan IX membentuk kornu anterior. Lamina
VII dinamakan sebagai kolumna intermediolateral dan mengandung badan sel
dari neuron simpatis preganglion.
Serabut aferen viseral terutama berakhir pada lamina V, selain itu juga
berakhir pada lamina I dalam jumlah yang lebih kecil. Kedua lamina ini
menunjukkan titik dimana terjadi konvergensi antara input somatik dan viseral.
Lamina V merespon baik input noksius dan non-noksius serta menerima baik
serabut aferen somatik dan viseral. Fenomena konvergensi antara input
somatik dan viseral mempunyai menifestasi klinis sebagai refered pain.
Dibandingkan dengan serabut somatik, serabut nosiseptif viseral berjumlah
lebih sedikit, terdistribusi lebih luas, secara proporsional mengaktifkan sejumlah
besar neuron spinal, dan tidak terorganisir secara somatotopik.

A. Traktus Spinotalamikus
Akson dari kebanyakan neuron kedua menyilang garis tengah dekat
dengan bagian asalnya (komisura anterior) menuju sisi kontralateral dari
medula spinalis sebelum membentuk traktus spinotalamikus dan mengirimkan
seratnya ke talamus, formasio retikularis, nukleus raphe magnus, dan
5
periaquaductal gray. Traktus spinotalamikus yang berperan sebagai jalur nyeri
yang utama, terletak anterolateral dari bagian area putih medula spinalis.
Traktus asenden ini dapat dibagi menjadi traktus lateral dan medial. Traktus
spinotalamikus lateralis (neospinotalamik) terutama terproyeksi pada nukleus
ventral posterolateral talamus dan membawa aspek diskriminatif dari nyeri,
seperti lokasi, intensitas dan durasi. Traktus spinotalamikus medialis
(paleospinotalamik) terproyeksi pada bagian medial talamus dan bertanggung
jawab atas respon otonom dan persepsi emosional tidak menyenangkan dari
nyeri. Beberapa serabut spinotalamikus juga terproyeksi pada periaquaductal
gray dan dengan demikian dapat merupakan hubungan penting antara jalur
asenden dan desenden. Serabut kolateral juga terproyeksi pada reticular
activating system dan hipotalamus, yang kemungkinan bertanggung jawab
untuk respon membangunkan terhadap nyeri.

B. Jalur Nyeri Alternatif


Bersama dengan stimulus epikritik, serabut nyeri tersebar secara difus,
ipsilateral dan kotralateral. Karena itu, beberapa pasien akan terus merasa
nyeri setelah dilakukan ablasi traktus spinotalamikus dari sisi kontralateral.
Dengan demikian jalur nyeri asenden lainnya juga berperan penting. Traktus
Spinotalamikus diperkirakan memperantarai respon membangkitkan dan
otonom terhadap nyeri. Traktus Spinomesensefalus mungkin berperan penting
dalam mengaktifkan jalur antinosiseptif desenden karena traktus ini mempunyai
proyeksi pada periaquaductal gray. Traktus Spinotalamikus dan
Spinotelensefalus mengaktifkan hipotalamus dan membangkitkan tingkah laku
emosional. Traktus Spinoservikalis berjalan keatas tanpa menyilang, ke
nukleus servikalis lateralis, melanjutkan serabutnya ke talamus kontralateral.
Traktus ini diperkirakan sebagai jalur nyeri alternatif yang utama. Dan yang
terakhir, beberapa serabut pada kolumna dorsalis (terutama membawa
rangsangan proprioseptif dan raba ringan) bersifat responsif terhadap nyeri,
serabut ini naik pada sebelah medial ipsilateral.

C. Integrasi dengan Sistim Simpatis dan Motoris


Aferen somatik dan viseral terintegrasi secara penuh dengan sistim otot
skeletal dan sistim simpatis pada medula spinalis, batang otak, dan pusat-
6
pusat yang lebih tinggi. Saraf aferen kornu dorsalis, bersinaps baik secara
langsung maupun tidak langsung maupun tidak langsung dengan motor neuron
kornu anterior. Sinapsis ini bertanggung jawab atas aktivitas reflek otot, baik
normal maupun abnormal, yang berhubungan dengan nyeri. Dengan cara yang
hampir sama, sinapsis antara neuron nosiseptif aferen dan saraf simpatis pada
kolumna intermediolateral menghasilkan reflek simpatis berupa vasokonstriksi,
spasme otot polos, dan pelepasan katekolamin, baik lokal dan yang berasal
dari medula adrenal.

 Neuron Ketiga
Neuron ketiga terletak pada talamus dan mengirimkan serabutnya ke area
somatosensoris I dan II pada girus pascasentralis korteks parietalis dan dinding
superior fisura silvii. Persepsi dan lokalisasi nyeri diolah pada area kortikal ini.
Walaupun kebanyakan neuron dari nukleus talamus lateralis terproyeksi ke
korteks somatosensoris primer, neuron yang berasal dari nukleus intralaminer
dan medial nuklus terproyeksi ke girus cingulate anterior dan kemungkinan
memperantarai komponen penderitaan dari nyeri.

FISIOLOGI NYERI
Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima
rangsang nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah
ujung syaraf bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat
yang secara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut juga nosireceptor,
secara anatomis reseptor nyeri (nosireceptor) ada yang bermielien dan ada
juga yang tidak bermielin dari syaraf perifer.
Berdasarkan letaknya, nosireseptor dapat dikelompokkan dalam
beberapa bagian tubuh yaitu pada kulit (Kutaneus), somatik dalam (deep
somatic), dan pada daerah viseral, karena letaknya yang berbeda-beda inilah,
nyeri yang timbul juga memiliki sensasi yang berbeda.
Nosireceptor kutaneus berasal dari kulit dan sub kutan, nyeri yang berasal
dari daerah ini biasanya mudah untuk dialokasi dan didefinisikan. Reseptor
jaringan kulit (kutaneus) terbagi dalam dua komponen yaitu :

7
a. Serabut A delta
Merupakan serabut komponen cepat (kecepatan transmisi 6-30 m/det)
yang memungkinkan timbulnya nyeri tajam yang akan cepat hilang apabila
penyebab nyeri dihilangkan
b. Serabut C
Merupakan serabut komponen lambat (kecepatan tranmisi 0,5 m/det)
yang terdapat pada daerah yang lebih dalam, nyeri biasanya bersifat tumpul
dan sulit dilokalisasi.

Struktur reseptor nyeri somatik (deep somatic) dalam meliputi reseptor


nyeri yang terdapat pada tulang, pembuluh darah, syaraf, otot, dan jaringan
penyangga lainnya. Karena struktur reseptornya komplek, nyeri yang timbul
merupakan nyeri yang tumpul dan sulit dilokalisasi.
Reseptor nyeri jenis ketiga adalah reseptor viseral, reseptor ini meliputi
organ-organ viseral seperti jantung, hati, usus, ginjal dan sebagainya. Nyeri
yang timbul pada reseptor ini biasanya tidak sensitif terhadap pemotongan
organ, tetapi sangat sensitif terhadap penekanan, iskemia dan inflamasi.
Seperti halnya berbagai stimulus yang disadari lainnya, persepsi nyeri
dihantarkan oleh neuron khusus yang bertindak sebagai reseptor,
pendeteksi stimulus, penguat dan penghantar menuju sistem saraf pusat.
Sensasi tersebut sering didekripsikan sebagai protopatik (noxious) dan
epikritik (non-noxious). Sensasi epiritik (sentuhan ringan, tekanan,
propriosepsi, dan perbedaan temperatur) ditandai dengan reseptor ambang
rendah yang secara umum dihantarkan oleh serabut saraf besar bermielin.

8
Sebaliknya, sensasi protopatik (nyeri) ditandai dengan reseptor ambang
tinggi yang dihantarkan oleh serabut saraf bermielin yang lebih kecil (A
delta) serta serabut saraf tak bermielin (serabut C).

2.3 Jalur Nyeri Di Sistem Saraf Pusat


1. Jalur Asenden (transduksi dan transmisi)
Serat saraf C dan A-δ aferen yang menyalurkan impuls nyeri masuk ke
dalam medula spinalis di akar saraf dorsal. Serat-serat memisah sewaktu
masuk ke korda dan kemudian kembali menyatu di kornu dorsalis (posterior)
medula spinalis. Daerah ini menerima, menyalurkan, dan memproses impuls
sensorik. Kornu dorsalis medula spinalis dibagi menjadi lapisan-lapisan sel
yang disebut lamina. Dua dari lapisan ini (lapisan 2 dan 3), yang disebut
substansia gelatinosa, yang sangat penting dalam transmisi dan modulasi
nyeri.
Dari kornu dorsalis, impuls nyeri dikirim ke neuro-neuron yang
menyalurkan informasi ke sisi berlawanan medula spinalis di komisura
anterior dan kemudian menyatu di traktus spinothalamikus antero-lateralis,
yang naik ke thalamus dan struktur otak lainnya. Dengan demikian, transmisi
impuls nyeri di medula spinalis bersifat kontra lateral terhadap sisi tubuh
tempat impuls itu berasal.

Jalur Ascendens Impuls Nyeri

9
2. Jalur Desenden (modulasi dan persepsi)
Daerah-daerah tertentu di otak itu sendiri mengendalikan atau
mempengaruhi persepsi nyeri, hipotalamus dan struktur limbik berfungsi
sebagai pusat emosional persepsi nyeri, dan korteks frontalis menghasilkan
interpretasi dan respon rasional terhadap nyeri. Namun, terdapat variasi
yang luas dalam cara individu mempersepsikan nyeri. Salah satu penyebab
variasi ini adalah karena sistem saraf pusat (SSP) memiliki beragam
mekanisme untuk memodulasi dan menekan rangsangan nosiseptif.
Jalur-jalur desenden serat eferen yang berjalan dari korteks serebrum ke
bawah ke medula spinalis dapat menghambat atau memodifikasi
rangsangan nyeri yang datang melalui suatu mekanisme umpan balik yang
melibatkan substansia gelatinosa dan lapisan lain kornu dorsalis. Salah jalur
desenden yang telah diidentifikasi sebagai jalur penting dalam sistem
modulasi-nyeri atau analgesik adalah jalur yang mencakup tiga komponen
berikut :
1. Bagian pertama adalah substansia grisea periakuaduktus (PAG) dan
substansia grisea periventrikel (PVG) mesensefalon dan pons bagian atas
yang mengelilingi akuaduktus Sylvius.
2. Neuron-neuron dari daerah daerah satu mengirim impuls ke nukleus rave
magnus (NRM) yang terletak di pons bagian bawah dan medula bagian
atas dan nukleus retikularis paragigantoselularis (PGL) di medula
lateralis.
3. Impuls ditransmisikan dari nukleus ke bawah ke kolumna dorsalis medula
spinalis ke suatu kompleks inhibitorik nyeri yang terletak di kornu dorsalis
medula spinalis.
Zat-zat kimia yang disebut neuroregulator, juga mungkin
mempengaruhi masukan sensorik ke medula spinalis. Neuroregulator ini
dikenal sebagai neurotransmiter atau neuromodulator. Neurotransmiter
adalah neurokimia yang menghambat atau merangsang aktifitas di membran
pascasinaps. Zat P (suatu neuropeptida) adalah neurotransmiter spesifik-
nyeri yang terdapat di kornu dorsalis medula spinalis. Neurotransmiter SSP
lain yang terlibat dalam transmisi nyeri adalah asetilkolin, norepinefrin,
epinefrin, dopamin dan serotonin.

10
2.4 Fisiologi Nosiseptif
 Transmisi Nyeri
Terdapat beberapa teori yang menggambarkan bagaimana nosiseptor
dapat menghasilkan rangsangan nyeri. Sampai saat ini dikenal berbagai teori
yang mencoba menjelaskan bagaimana nyeri dapat timbul, namun
teorigerbang kendali nyeri dianggap paling relevan.
Teori Gerbang Kendali Nyeri (Gate Control Theory). Tahun 1959,
Milzack dan Wall menjelaskan teori gerbang kendali nyeri. Teori ini
menyatakan eksistensi dari kemampuan endogen untuk mengurangi dan
meningkatkan derajat perasaan nyeri melaui modulasi impuls yang masuk
pada kornu dorsalis melalui “gate” (gerbang). Berdasarkan sinyal dari sistem
asendens dan desendens maka input akan ditmbang. Integrasi semua input
dari neuron sensorik, yaitu pada level medula spinalis yang sesuai, dan
ketentuan apakah gate akan menutup atau membuka, akan meningkatkan atau
mengurangi intensitas nyeri asendens. Teori gate control ini mengakomodir
variabel psikologis dalam persepsi nyeri, termasuk motivasi untuk bebas dari
nyeri, dan peranan pikiran, emosi, dan reaksi stres dalam meningkatkan atau
menurunkan sensasi nyeri. Melalui model ini, dapat dimengerti bahwa nyeri
dapat dikontrol oleh manipulasi farmakologis maupun intervensi psikologis.

2.5 Patofisiologi Nyeri


Rangsangan nyeri diterima oleh nosiseptor di kulit dan viscera yang dipicu
oleh rangsangan yang tidak berbahaya dengan intensitas tinggi (peregangan,
suhu), serta oleh lesi jaringan. Sel yang nekrotik akan melepaskan K+ dan
protein intrasel. Peningkatan konsentrasi K+ ekstrasel akan mendepolarisasi
nosiseptor, sedangkan protein pada keadaan tertentu, organisme yang
menginfiltrasi dapat mengakibatkan inflamasi. Akibatnya, mediator penyebab
nyeri akan dilepaskan. Leukotrien, prostaglandin E, dan histamine akan
mensensitisasi nosiseptor sehingga rangsangan, baik yang kurang berbahaya
maupun yang berada di bawah ambang bahaya dapat menyebabkan nyeri
(hiperalgesia atau allodinia).
Lesi jaringan juga mengaktifkan pembekuan darah sehingga
melepaskan bradikinin dan serotonin. Jika terdapat penyumbatan pembuluh
darah, akan terjadi iskemia dan penimbunan K+ dan H+ ekstrasel yang akan
11
semakin mengaktifkan nosiseptor yang telah tersensitasi. Mediator histamin,
bradikinin, dan prostaglandin E, memilikiefek vasodilator dan meningkatkan
permeabilitas vaskular. Hal ini menyebabkan edema lokal, peningkatan
tekanan jaringan, dan perangsangan nosiseptor. Perangsangan nosiseptor
melepaskan substansi peptide P (SP) dan peptide yang berhubungan dengan
gen kalsitonin (CGRP), yang meningkatkan respin inflamasi dan menyebabkan
vasodilatasi serta meningkatkan permeabilitas vaskuler.
Vasokonstriksi (karena serotonin), yang diikuti oleh vasodilatasi, mungkin
juga berperan dalam rangsangan migren yaitu sakit kepala hebat yang
berulang, sering kali unilateral dan berhubungan dengan disfungsi neurologis,
paling tidak sebagian disebabkan oleh gangguan vasomotor serebral.

2.6 Neuroregulator Nyeri


Neuroregulator atau substansi yang berperan dalam transmisi stimulus
saraf dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu neurotransmitter dan
neuromodulator. Neurotransmitter mengirimkan impuls - impuls elektrik
melewati rongga sinaps antara dua serabut saraf, dan dapat bersifat
menghambat atau dapat mengeksitasi. Sedangkan neuromodulator dipercaya
bekerja secara tidak langsung dengan meningkatkan atau menurunkan efek
partokular neurotransmitter.
Beberapa neuroregulator yang berperan dalam penghambatan impuls
nyeri antara lain adalah:
1. Neurotransmitter
a. Substansi P (peptida)
Ditemukan pada neuron nyeri di kornu dorsalis ( peptide eksitator) berfungsi
untuk mentransmisi impuls nyeri dari perifer ke otak dan dapat menyebabkan
vasodilatasi dan edema.
b. Setotonin
Dilepaskan oleh batang otak dan kornu dorsalis untuk menghambat
transmisi nyeri.
c. Prostaglandin
Dibangkitkan dari pemecahan pospolipid di membran sel, dipercaya dapat
meningkatkan sensitivitas terhadap sel.

12
2. Neuromodulator
a. Endorfin (morfin endogen)
Merupakan substansi sejenis morfin yang disuplai oleh tubuh dan diaktivasi
oleh daya stress dan nyeri. Terdapat pada otak, spinal, dan traktus
gastrointestinal. Berfungsi memberikan efek analgesik.
b. Bradikinin
Dilepaskan dari plasma dan pecah disekitar pembuluh darah pada daerah
yang mengalami cedera. Bekerja pada reseptor saraf perifer, menyebabkan
peningkatan stimulus nyeri yang bekerja pada sel, menyebabkan reaksi berantai
sehingga terjadi pelepasan prostaglandin.

2.7 Etiologi Nyeri

2.8 Klasifikasi Nyeri


Berdasarkan waktu kejadiannya maka nyeri dibagi menjadi 2 yaitu :
1. Nyeri akut
2. Nyeri kronik
Perbedaan antara keduanya dapat dilihat pada tabel :
Nyeri akut Nyeri kronik
- Lamanya dalam hitungan - Lamannya sampai hitungan
menit bulan
- Sensasi tajam menusuk - Sensasi terbakar, tumpul,
- Dibawa oleh serat A-delta pegal
- Ditandai peningkatan BP, - Dibawa oleh serat C
nadi, dan respirasi - Fungsi fisiologi bersifat
- Kausanya spesifik, dapat normal
diidentifikasi secara biologis
- Respon pasien : Fokus pada - Kausanya mungkin jelas
nyeri, menangis dan mungkin tidak
mengerang, cemas - Tidak ada keluhan nyeri,
- Tingkah laku menggosok depresi dan kelelahan
bagian yang nyeri - Tidak ada aktifitas fisik
- Respon terhadap analgesik : sebagai respon terhadap

13
meredakan nyeri secara nyeri
efektif - Respon terhadap analgesik :
sering kurang meredakan
nyeri

Nyeri secara essensial dapat dibagi atas dua, yaitu nyeri adaptif dan nyeri
maladaptif. Nyeri adaptif berperan dalam proses survival dengan melindungi
organisme dari cedera atau sebagai pertanda adanya proses penyembuhan
dari cedera. Nyeri maladaptif terjadi jika ada proses patologis pada sistem saraf
atau akibat dari abdominalitas respon sistem saraf. Kondisi ini merupakan
suatu penyakit (pain as a disease).

Pada praktek klinis sehari-hari kita mengenal beberapa macam nyeri :


- Nyeri Nosiseptif
Merupakan nyeri yang diakibatkan adanya kerusakan (actual atau potensial)
organ. Penyebab nyeri pada umumnya mudah dikenali sebagai akibat adanya
cedera, penyakit atau pembedahan terhadap salah satu atau beberapa organ.
- Nyeri Neuropatik
Disebabkan oleh suatu kelainan sepanjang suatu jalur saraf. Suatu kelainan
akan mengganggu sinyal saraf, yang kemudian akan diartikan secara salah
oleh otak. Nyeri neuropatik bisa menyebabkan suatu sakit dalam atau rasa
terbakar dan rasa lainnya( misalnya hipersensitivitas terhadap sentuhan).
Infeksi (misalnya herpes zoster) bisa menyebabkan peradangan sehingga
terjadi neuralgia post-herpetic. Neuralgia post-herpetic merupakan rasa
terbakar yang menuhun.
- Nyeri psikogenik
Adalah nyeri akibat berbagai faktor psikologis. Gangguan ini lebih mengarah
pada gangguan psikologis dari pada gangguan organ. Pasien yang menderita
memang benar-benar mengalaminya. Nyeri ini umumnya terjadi ketika efek-
efek psikogenik seperti cemas dan takut timbul pada pasien.
Dalam prektek sehari-hari kita bisa menemukan nyeri nosiseptif (arthritis,
myeri punggung bawah, nyeri pasca operasi, dll.) maupun nyeri neuropatik
(nyeri pasca herpes, nyeri neuralgia trigeminal, dll.) terjadi sendiri-sendiri atau

14
tidak jarang kita menemukan awalnya nyeri nosiseptif dan berkembang menjadi
nyeri neuropatik atau sebaliknya. Jadi sering kita dapatkan nyeri campuran
(mixed pain).
 Komponen Nyeri
Nyeri yang kita rasakan terdiri dari dua komponen utama : somatik
(sensorik) dan psikologik (emosional). Komponen sensorik merupakan dasar
dari nyeri namun persepsi selalu dipengaruhi faktor psikologi. Intensitas
perangsangan nosiseptor mungkin sama, terapi intensitas nyeri yang dirasakan
dapat berbeda pada setiap individu. Perbedaan tersebut disebabkan adanya
komponen psikologik. Aspek psikologis dipengaruhi personalitas, social,
budaya, dan sebagainya.
Rangsang panas pada kulit menghasilkan sinyal kimiawi dan elektrik dan
dikirimkan melalui SSA ke radiks dorsalis. Apakah stimulus ini akan dipersepsi
sebagai nyeri bergantung pada banyak faktor. Susunan saraf pusat dapat
memblok atau meningkatkan persepsi melalui serangkaian proses tertentu
berkaitan dengan perilaku, kognitif, psikologis (misalnya ansietas),
biologis(misalnya hormonal) atau aktivitas farmakologis. Konsekuensinya
persepsi terhadap suatu stimulus dan responnya mungkin berbeda-beda.
Sebagai tambahan, persepsi dapat timbul tanpa adanya stimulus di kulit,
seperti pada nyeri spontan.

Nyeri Neuropatik
Merupakan nyeri yang terjadi akibat adanya lesi system saraf perifer
(seperti pada neuropti diabetika, post herpetic neuralgia, radikulopati lumbal,
dll.) atau sentral (seperti pada nyeri pasca cedera medulla spinalis, nyeri pasca
stroke, dan nyeri pada sclerosis multiple).
Nyeri neuropatik terjadi dari cedera atau disfungsi saraf seperti :
a. Setelah kerusakan saraf, transkripsi dan produksi saluran natrium pada
lokasi kerusakan meningkat, disertai dengan penurunan jumlah saluran
kalium. Perubahan ekspresi saluran ion ini menyebabkan hipereksibilitas
dan terbentuknya aktivitas ektopik, yang diperkirakan berperan pada
timbulnya nyeri spontan dan paroksismal.

15
b. Pada badan sel neuron aferen primer di ganglion radiks dorsalis terjadi
sprouting neuron simpatis dan diperkirakan berperan pada nyeri yang
diperankan oleh system simpatis (sympathetically maintained pain)
c. Kerusakan saraf perifer menyebabkan perubahan besar pada transkripsi
gen dan aktivasi berbagai kinase dan protein termasuk meningkatnya
aktivitas reseptor N-methyl-D-aspertate (NMDA). Kerusakan saraf juga
menimbulkan hipertrofi dan aktivasi sel glia, termasuk mikroglia di
substansia grisea medulla spinalis. Mikroglia sitokin pronosiseptif seperti
interleukin-1 (IL-1), tumor necrosis faktor alpha (TNF) dan neurotropin,
termasuk brain derived neurothropic factor (BDNF) yang selanjutnya
menyebabkan eksaserbasi transmisi nosiseptif dan berperan pada
sensitisasi dan mempertahankan nyeri neuropatik.
Nyeri neuropatik dapat dibedakan berdasarkan :
1. Nyeri neuropatik menurut intensitas
Nyeri dapat diukur intensitasnya berdasarkan beberapa skala yaitu :
a. Numeric pain intensity scale (NPIS)
Nyeri diukur dalam rentang 1-10 yang menunjukkan beberapa nyeri yang
dirasakan ( 0 = sama sekali tidak merasakan nyeri, 10 = nyeri yang terhebat)
1–3 Nyeri ringan
4–6 Nyeri sedang
7 – 10 Nyeri berat
b. Visual analog scale
c. Faces pain rating scale
2. Nyeri neuropatik berdasarkan penyebabnya
- Trauma : bedah, jeakan saraf, CRPS, amputasi, cedera medulla spinalis,
dll.
- Infeksi : Herpes zoster, HIV, tabes dorsalis, lepra, dll.
- Toksin : Obat (kemoterapi), logam berat, zat organik, dll.
- Keganasan : komprehensif, infeltratif, para neoplastic, metaplastik
- Otoimun : sclerosis multiple
- Kompresi : stenosis spinalis, CTS, radikulopati
- Gangguan metabolik : DM, uremia, porfiria, dll
- Gangguan vascular : stroke
- Genetic
16
- Lain-lain : ALS, siringomielia
3. Nyeri neuropatik berdasarkan lokasinya
a. Nyeri neuropatik sentral
Disfungsi primer paa susunan saraf pusat ( Nyeri talamik, pasca stroke,
siringomielia).
b. Nyeri neuropatik prefer
Disfungsi primer pada susunan saraf perifer (neuralgia trigeminal,
neuropati diabetik).
4. Nyeri neuropatik berdasarkan gejala dan tanda
a. Nyeri spontan
Gejala nyeri diutarakan sendiri oleh pasien bukan dibangkitkan oleh
pemeriksa, gejala yang dikeluarkan berupa : rasa terbakar yang terus
menerus, rasa nyeri seperti ditusuk, menyentak dan hilang timbul, rasa
seperti tersengat listrik, parastesia ( sensasi abnormal namun tidak
mengganggu) disestia ( sensasi abnormal yang mengganggu).
b. Nyeri yang dibangkitkan pada pemeriksaan
- Alodinia adalah nyeri yang disebabkan oleh stimulus yang secara
normal tidak menimbulkan nyeri (non noksius). Contoh : mengusapkan
kapas pada permukaan kulit, normal tidak nyeri namun pada
alodiniaakan menimbulkan nyeri. Alodinia ini merupakan tanda khas dari
nyeri neuropatik.
- Hiperalgesia nyeri yang disebabkan oleh stimulus yang secara normal
menimbulkan nyeri (noksius) namun responnya berlebihan. Contoh :
tusukan jarum pentul biasanya tidak terlalu hebat nyerinya namun pada
hiperalgesia nyerinya berlebihan.

2.9 Diagnosa Nyeri


Anamnesis
Hal-hal yang perlu dilakukan adalah sb:
1. Menentukan jenis nyeri : nyeri neuropati atau bukan ? ini dapat di ketahui
dengan melihat symptom/kualitas nyeri dan mekanisme timbulnya (infeksi,
kelainan metabolic, kompresi, iskemia dll.)
2. Assesmen
a. Apakah nyeri timbul spontan atau dicetuskan
17
b. Sifat nyeri : menusuk, panas, hiperalgesia, alodinia?
c. Perjalanan penyakit ( awal, hilang timbul atau tidak, paroksismal )
d. Adakah faktor yang memperberat dan memperingan nyeri ?
e. Intensitas nyeri ( denganmenggunakan skala Numeric pain intensity scale (
NPIS), Visual analog scale (VAS), Faces pain rating scale (FPRS).
f. Rasa nyeri seperti tersengat listrik

Pemeriksaan Fisik Umum


 Keadaan umum
 Tanda vital
 Ada tidaknya kelainan sistemik
 Ekspresi wajah

Pemeriksaan Fisik Neurologik


 Pemeriksaan saraf kranialis
 Pemeriksaan motorik (kekuatan, postur, cara berjalan, range of movement
(ROM).
 Pemeriksaan sensorik : deficit sensorik disamping nyeri, suhu, getar, posisi
dan raba
 Fungsi otonom : keringat, vasomotor

Status lokalis perlu juga diperiksa untuk menentukan ada tidaknya luka, masa,
nyeri tekan dan nyeri gerak.

Pemeriksaan Khusus
Pemeriksaan untuk menentukan alodinia dan hiperalgesia.

Pemeriksaan Penunjang
Tidak rutin dilakukan tergantung kasus yang dihadapi. Pemeriksaan
penunjang yang umumnya diperlukan adalah:
 Polos
 Neurofisiologik : EMG, NCV, evoked potensials, EEG
 Laboratorium : darah, petanda tumor ( tumor marker )

18
2.10 Terapi Nyeri
Penatalaksanaan Nyeri Neuropatik Berdasarkan Mekanisme
Modalitas terapi pada nyeri neuropatik mencakup :
a. Terapi Farmakologik : Analgetik, adjuvant dan topical
b. Blok saraf dan neurolitik
c. Neuromodulasi menggiunakan TENS, stimulasimedula spinalis, lemniskus
medialis, dll
d. Bedah : Rhizotomi, Simpatektomi, DREZ, Kordotomi, Hipofrektomi,
Dekompresi mikrovaskular
e. Rehabilitasi : meliputi terapi fisik dan psikologik
Salah satu modalitas terapi yang paling banyak digunakan adalah
analgesic, mencakup analgetik non opioid (OAINS/obat anti inflamasi non
steroid, parasetamol dan tramadol) dan opioid(kodein, hidrokodein, morfin,
hidromorfin, metadon, levorvanol).

Tabel OAINS yang paling sering dipergunakan


Nama Obat Dosis Oral (mg) Jadwal Pemberian
Aspirin 325-1000 4-6 jam sekali
Kalium diklofenak 50-200 8 jam sekali
Natrium diklofenak 50 8 jam sekali
Ibuprofen 200-800 4-8 jam sekali
Indometasin 25-50 8-12 jam sekali
Indometasin farnesil 100-200 12 jam sekali
Ketoprofen 25-75 6-12 jam sekali
Desktoprofen 12.5-25 4-8 jam sekali
Asam mefenamat 250 6 jam sekali
Naproksen 250-500 12 jam sekali
Piroksikam 20-Oct 12-24 jam sekali
Tenoksikam 20-40 24 jam sekali
Meloksikam 7.5-15 24 jam sekali
Celecoxib 100-200 12 jam sekali
Ketorolax 30-Oct 4-6 jam sekali
Asetaminofen 500-1000 4 jam sekali

19
Tabel Obat-obatan golongan opioid yang sering dipakai

Dosis Oral Jadwal


Nama Obat (mg) Pemberian
Morfin 10-100 Tiap 4 jam
Kodein 30-65 Tiap 3-4 jam
Metadon 5-20 Per hari
Hidromorfon 4-8 Tiap 4-6 Jam
Hidrokodon 30 Tiap 3-4 jam
Buprenorfin 0.3-0.4 Tiap 6-8 jam
Fentanil patch 12.5-50 Tiap 72 jam
Tramadol 37.5+
Asetaminofen 1-2 tablet Prn
375 mg
Tramadol 50-100 6 jam sekali

Tabel Dosis dan Frekuensi pemberian anti konvulsan


Dosis Oral Jadwal
Nama Obat (mg) Pemberian
Pregabalin 150-600 2 kali sehari
Gabapentin 300-1500 2-4 kali sehari
Okskarbasepin 900-1800 2-4 kali sehari
Carbamazepin 100-1000 2-4 kali sehari
Lamotrigin 150-500 2 kali sehari
Fenitoin 100-300 1-3 kali sehari
Topiramat 25-200 2 kali sehari
Asam valproat 150-1000 3 kali sehari

20
Tabel Dosis dan Frekuensi pemberian obat SSRI ( Selective serotonin reuptake
inhibitor)

Dosis Oral Frekuensi Efek


Nama Obat Hipertensi
(mg/hari) Pemberian Antikolinergik Sedasi
Ortostatik
Paroksetin 20-40 4 kali sehari rendah nol nol
Fluoksetin 20-40 4 kali sehari - nol nol
Sertralin 2-200 4 kali sehari - - -
Fluoksamin 50-300 2-4 kali sehari - - -

Tabel Dosis dan Frekeunsi pemberian obat SNRI ( Selective nor-epinephrine


reuptake inhibitor)
Dosis Oral Frekuensi Efek
Nama Obat Hipertensi
(mg/hari) Pemberian Antikolinergik Sedasi
Ortostatik
Venlafaxine 75-375 2-3 kali sehari rendah - +
Duloxetine 60-120 4 kali sehari rendah - +

Tabel Dosis frekuensi pemberian neuroleptik


Dosis Oral Frekuensi Efek
Nama Obat Hipertensi Ekstra
(mg/hari) Pemberian Antikolinergik Sedasi
Ortostatik Piramidal
Klorpromasin 25-500 Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi
Flupenasin 1-10 Rendah Rendah Rendah Rendah Rendah
Perfenasin 8-64 Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang
Tioridasin 10-200 Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Rendah
Trifluopeerasin 3-20 Rendah Rendah Rendah Rendah Tinggi
Haloperidol 0.5-30 Rendah Rendah Rendah sedang Tinggi
Pimosid 2-12 - - - - Tinggi

21
Adapun farmakoterapi nyeri neuropatik secara konvensional dapat
diurutkan mulai dari yang paling tidak invasif hingga yang paling invasif seperti
dibawah ini :
1. Nyeri Ringan
Farmakoterapi Tingkat I
 Aspirin 325-650mg (maks 4g/hari), 4jam sekali
 Asetaminofen 325-650mg (maks 4 g/hari),4-6 jam sekali
Farmakoterapi Tingkat II
 Ibuprofen 200mg 4-6 jam sekali
 Sodium Naproksen 440mg (awal),220 mg (selanjutnya),8-12 jam sekali
 Ketoprofen 12,5 mg 4-6 jam sekali

2. Nyeri Sedang
Famakoterapi Tingkat III
 Asetaminofen 4-6 jam sekali
 Ibuprofen 4-6 jam sekali
 Sodium Naproksen 8-12 jam sekali Penyesuaian dosis
 Ketoprofen 4-6 jam sekali
Farmakoterapi Tingkat IV
 Jika farmakoterapi tingkat III gagal, OAINS yang dipilih dapat diganti. Pilihan
OAINS ke 2 sebaiknya dari kelompok kimia yang berbeda.
Farmakoterapi Tingkat V
 Opioid (misalnya kodein)
Farmakoterapi Tingkat VI
 Tramadol 50-100 mg 4-6 jam sekali

3. Nyeri Berat
Farmakoterapi Tingkat VII
 Morfin : diberikan bila terapi non narkotik tidak efektif dan terdapat riwayat
terapi narkotik untuk nyeri
 Campuran agonis
Antagonis pentazosin Bekerja dengan cara memblok aktivasi
 Agonis parsial komponen mµ kompleks reseptor

22
Dilain pihak, terapi farmakologik menggunakan analgetik adjuvant kini
semakin banyak digunakan seiring makin meluasnya pemahaman tentang
terapi menurut mekanisme.
Terapi adjuvant mencakup :
1. Antidepresan : Amitriptilin , Nortriptilin, dll
2. Antikonvulsan : Gabapentin, Fenitoin, Karbamasepin
3. Anti local/ Antiaritmi : Lidokain, Tokainid
4. Simpatolitik : klonidin, Fentolamin, Prasozin
5. Bensodiasepin : Klonasepam
6. Kortikosteroid
7. Muscle Relaxant : Baklofen, Karisoprodol
8. Neuroleptik : Pimozide
9. Obat “ Sympathetically Maintained Pain ” : Bretilium
10. Obat-obatan lain : Antagonis NMDA, Kalsitonin

23
BAB 3
KESIMPULAN
Nyeri merupakan masalah yang luas dan merupakan gejala umum yang sering
dikeluhkan oleh pasien. Baik komponen fisiologi dan psikologi akan mempengaruhi
seberapa banyak nyeri tersebut akan dirasakan dan bagaimana seseorang akan
bereaksi terhadap nyeri. Komponen ini, lebih lanjut dapat dibagi lagi menjadi
Sensoris (komponen fisiologis), Kognitif (komponen psikologis) Afektif (komponen
psikologis) dan Tingkah laku (komponen psikologis).
Menurut International Association For The Study of Pain (IASP) nyeri adalah
pengalaman sensoris dan emosional yang tidak menyenangkan, yang tejadi karena
adanya kerusakan jaringan atau ancaman kerusakan jaringan.
Tidak semua sensasi yang dirasakan pasien sebagai nyeri bisa diobati dengan
cara yang sama. Paisen harus dievaluasi secara sistematis untuk dapat mencari
penyebab nyeri mereka dan penilaian berulang atas respon mereka terhadap terapi.
Terapi yang terbaik yang diberikan bagi pasien yang menderita nyeri adalah
yang sesuai dengan penyebab nyeri dan terapi yang mampu menghilangkan rasa
nyeri sehingga memberikan kepuasan bagi pasien.
Tujuan semua terapi ini adalah tercapainya kenyamanan pasien, cepatnya
masa pemulihan sehingga dapat menjalani aktifitas normal, masa rawat di rumah
sakit yang lebih singkat dan berkurangnya biaya yang dikeluarkan oleh pasien.

24
DAFTAR PUSTAKA

25

Anda mungkin juga menyukai