Anda di halaman 1dari 60

Universitas Sumatera Utara

Repositori Institusi USU http://repositori.usu.ac.id


Fakultas Farmasi Skripsi Sarjana

2017

Studi Kelengkapan Resep Psikotropika


dan Narkotika di Beberapa Apotek di
Kota Medan Periode Maret-Mei 2017

Oktavianty, Theresiana

http://repositori.usu.ac.id/handle/123456789/1301
Downloaded from Repositori Institusi USU, Univsersitas Sumatera Utara
STUDI KELENGKAPAN RESEP PSIKOTROPIKA DAN
NARKOTIKA DI BEBERAPA APOTEK DI KOTA MEDAN
PERIODE MARET – MEI 2017

SKRIPSI

OLEH:
THERESIANA OKTAVIANTY
NIM 131501055

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

Universitas Sumatera Utara


STUDI KELENGKAPAN RESEP PSIKOTROPIKA DAN
NARKOTIKA DI BEBERAPA APOTEK DI KOTA MEDAN
PERIODE MARET – MEI 2017

SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi salah satu syarat untuk memperoleh
gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara

OLEH:
THERESIANA OKTAVIANTY
NIM 131501055

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2018

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan

rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian

dan penulisan skripsi yang berjudul Studi Kelengkapan Resep Psikotropika dan

Narkotika di Beberapa Apotek di Kota Medan Periode Maret-Mei 2017.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Prof.

Dr. Masfria, M.S., Apt., Dekan Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah

memberikan bantuan dan fasilitas selama masa pendidikan dan memberikan

masukan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan

terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ibu Khairunnisa, S.Si., M.Pharm.,

Ph.D, Apt., selaku dosen pembimbing yang telah memberikan waktu, bimbingan,

dan nasehat selama penelitian hingga selesainya penyusunan skripsi ini. Penulis

juga berterima kasih kepada Bapak Prof. Dr. Drs. Wiryanto, MS., Apt., Bapak

Hari Ronaldo Tanjung, S.Si., M.Sc, Apt., dosen penguji yang telah memberikan

kritik, saran dan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada Ibu

Prof. Dr. Rosidah., M.Si., Apt., selaku penasehat akademik yang telah

memberikan bimbingan kepada penulis selama perkuliahan. Bapak dan Ibu staf

pengajar Fakultas Farmasi Universitas yang telah mendidik penulis selama

perkuliahan.

Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga dan penghargaan

yang tulus kepada Ayahanda Aiptu Agusmer Sitompul dan Ibunda Dumauli

Hasibuan, AMG, RD., yang tiada hentinya berdoa dan berkorban dengan tulus

dan ikhlas bagi kesuksesan penulis, untuk abang saya Tommy Harianto Aldemart

iv
Universitas Sumatera Utara
Sitompul, AMF., yang selalu setia memberi doa, dorongan dan semangat kepada

penulis dalam penyelesaian penulisan skripsi ini.

Penulis juga menyampaikan rasa terimakasih kepada sahabat – sahabatku

yang terkasih, Rismi Tri Putri, S.Farm., Nelly Frista, Ruth Sonya Silaen, S.Farm.,

Yeni Rori, S.Farm., Betty Sonia, S.Farm., Jaen Ernist, S.Farm., teman-teman

stambuk 2013, abang dan adik kelas saya atas segala bantuan dan dukungan serta

canda tawanya dalam proses pengerjaan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan, oleh karena

itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi

kesempurnaan skripsi ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan balasan

yang berlipat ganda atas kebaikan yang telah diberikan. Akhirnya penulis

berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Januari 2018


Penulis,

Theresiana Oktavianty
NIM 131501055

v
Universitas Sumatera Utara
SURAT PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT

Saya yang bertandatangan dibawah ini :

Nama : Theresiana Oktavianty

Nomor Induk Mahasiswa : 131501055

Program Studi : S-1 Reguler Farmasi

Judul Skripsi : Studi Kelengkapan Resep Psikotropika dan


Narkotika di Beberapa Apotek di Kota Medan
Periode Maret-Mei 2017

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi ini ditulis berdasarkan data dan hasil
pekerjaan yang saya lakukan sendiri, dan belum pernah diajukan orang lain untuk
memperoleh gelar kesarjanaan di perguruan tinggi lain, dan bukan plagiat karena
kutipan yang ditulis telah disebutkan sumbernya di dalam daftar pustaka.

Apabila di kemudian hari ada pengaduan dari pihak lain karena di dalam
skripsi ini ditemukan plagiat akibat kesalahan saya sendiri, maka saya bersedia
menerima sanksi apapun oleh Program Studi Farmasi Fakultas Farmasi
Universitas Sumatera Utara, dan bukan menjadi tanggung jawab pembimbing.

Demikian surat pernyataan ini saya perbuat dengan sebenarnya untuk


dapat digunakan jika diperlukan sebagaimana mestinya.

Medan, Januari 2018


Yang membuat pernyataan

Theresiana Oktavianty
NIM 131501055

vi
Universitas Sumatera Utara
STUDI KELENGKAPAN RESEP PSIKOTROPIKA DAN
NARKOTIKA DI BEBERAPA APOTEK DI KOTA MEDAN PERIODE
MARET – MEI 2017
ABSTRAK
Kelengkapan resep merupakan aspek penting dalam resep sehingga dapat
membantu mengurangi terjadinya medication error. Resep adalah permintaan
tertulis oleh dokter kepada apoteker untuk menyiapkan dan menyerahkan obat
kepada pasien. Terdapat problematika yang telah lama terjadi dan secara terus
menerus berlangsung, berupa penulisan resep dokter yang sulit dibaca dan
ketidaklengkapan administrasi resep sebagai informasi pengobatan pasien. Ini
merupakan salah satu faktor yang dapat mengakibatkan medication error dari
sebuah pelayanan kesehatan.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi kelengkapan resep
psikotropika dan narkotika di beberapa apotek di kota Medan. Penelitian ini
bersifat deskriptif, dilakukan secara retrospektif terhadap resep. Pemilihan apotek
sebagai sampel berdasarkan pada kriteria inklusi yang ditetapkan oleh peneliti.
Metode pengambilan resep dilakukan dengan menggunakan metode Random
sampling, sebanyak 371 resep psikotropika, 223 resep narkotika dan sebanyak 37
resep yang sulit dibaca dengan total seluruh resep sebanyak 631 resep.
Hasil penelitian ini resep yang ditinjau dari aspek kelengkapan resep
maret-mei 2017 di apotek - apotek di kota Medan didapatkan 19 (5,1%) resep
psikotropika dan 2 (0,9%) resep narkotika yang memenuhi aspek kelengkapan
administratif dokter, didapatkan tidak satupun resep psikotropika dan narkotika
memenuhi aspek kelengkapan administratif pasien.
Hasil penelitian ini 175 (42%) resep psikotropika dan 79 (33,8%) resep
narkotika yang memenuhi aspek kelengkapan farmasetik. Dari hasil penelitian ini
dapat disimpulkan bahwa masih banyak ditemui resep yang tidak memenuhi
aspek administratif dan farmasetik resep di apotek kota medan dikhawatirkan
dapat memicu terjadinya medication error.

Kata Kunci: Apotek, Resep, Kelengkapan Resep

vii
Universitas Sumatera Utara
STUDY OF COMPLETENESS OF PSYCHOTROPIC AND
NARCOTICS PRESCRIPTION AT PHARMACY IN MEDAN PERIOD
MARCH – MAY 2017

ABSTRACT
The completeness of prescription is an important aspect in the prescription
because it can help to reduce the occurrence of medication errors. Prescription is
written request by the doctor to the pharmacist to prepare and deliver the drug to
the patient. There are the problems that have recently occurred and continue to
take place, such as a doctor's prescription writing illegible and incomplete
administration of prescription as patient medication information. This is one of the
factors that can lead to medication errors from a health service.
This research was conducted to evaluate the completeness of prescription
evaluate the completeness of psychotropic and narcotics prescriptions at some
pharmacy in Medan. The study was descriptive, with retrospective review on the
prescription. Selection of pharmacy was chosen based on the inclusion criteria
which was decided. Sampling methods were using random sampling, which ended
up with a 371 prescriptions psychotropic, 223 prescription narcotics and as many
as 37 hard to read prescription with a total of 631 prescription.
Results of prescription data in terms of completeness of March - May 2017
at the pharmacies in Medan city obtained were 19 (5.1%) psychotropic
prescriptions and 2 (0.9%) of narcotic prescription that meet the administrative
completeness of the doctor’s , none of the psychotropic and narcotic prescriptions
fulfilled the patient's administrative completeness.
As much 175 (42%) psychotropic prescription and 79 (33.8%) of narcotic
prescription fulfill the pharmaceutics completeness aspect. Based on this study
there were many prescription forms which were not to fulfill the completeness of
administrative and pharmaceutics prescription tend to results in medication error
at pharmacy in Medan.

Keywords: Pharmacy, Prescription, Prescription Completeness

viii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL .................................................................................................... i

HALAMAN JUDUL ............................................................................... ii

LEMBAR PENGESAHAN ...................................................................... iii

KATA PENGANTAR .............................................................................. iv

SURAT PERNYATAAN.......................................................................... vi

ABSTRAK ............................................................................................... vii

ABSTRACT ............................................................................................. viii

DAFTAR ISI ............................................................................................ ix

DAFTAR TABEL .................................................................................... xii

DAFTAR GAMBAR ................................................................................ xiv

DAFTAR LAMPIRAN............................................................................. xv

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ...................................................................... 1

1.2 Perumusan Masalah ............................................................... 3

1.3 Hipotesis Penelitian ................................................................ 3

1.4 Tujuan Penelitian.................................................................... 4

1.5 Manfaat Penelitian ................................................................. 4

1.6 Kerangka Penelitian................................................................ 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 5

2.1 Resep .................................................................................... 5

2.1.1 Definisi Resep ............................................................. 5

2.1.2 Jenis – Jenis Resep ...................................................... 5

ix
Universitas Sumatera Utara
2.1.3 Tujuan Penulisan Resep............................................... 6

2.1.4 Penulisan Resep........................................................... 7

2.1.5 Format Penulisan Resep............................................... 7

2.1.6 Kerahasiaan dalam Penulisan Resep ............................ 8

2.1.7 Penandaan pada Resep................................................. 9

2.1.8 Persyaratan Menulis Resep dan Kaidahnya .................. 10

2.1.9 Bahasa Resep............................................................... 11

2.2 Pengkajian Resep (Skrining Resep) ....................................... 12

2.3 Medication Error ................................................................... 15

2.4 Kesalahan Penulisan Resep dan Kesalahan Medikasi............. 16

2.5 Penyimpanan Resep .............................................................. 17

BAB III METODE PENELITIAN ........................................................... 18

3.1 Jenis Penelitian .................................................................. 18

3.2 Sumber Data Penelitian ....................................................... 18

3.3 Kriteria Inklusi dan Kriteria Eksklusi ................................. 18

3.3.1 Kriteria Inklusi .......................................................... 18

3.3.2 Kriteria Eksklusi........................................................ 18

3.4 Lokasi Penelitian................................................................. 19

3.5 Populasi Penelitian.............................................................. 19

3.6 Sampel Penelitian................................................................ 19

3.7 Cara Pengambilan Sampel................................................... 19

3.8 Prosedur Pengumpulan Data ............................................... 20

3.9 Analisa Data........................................................................ 20

3.10 Definisi Operasional.......................................................... 21

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................. 22

x
Universitas Sumatera Utara
4.1 Kelengkapan Administratif.................................................. 22

4.2 Kelengkapan Farmasetik .................................................... 29

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................... 36

5.1 Kesimpulan .......................................................................... 36

5.2 Saran .................................................................................... 36

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 37

LAMPIRAN ............................................................................................. 39

xi
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

4.1 Jumlah (Persentase) Kelengkapan Administratif pada Resep


psikotropika.............................................................................. 23

4.2 Jumlah (Persentase) Kelengkapan Administratif pada Resep


Narkotika ................................................................................. 23

4.3 Jumlah Aspek yang Terpenuhi dalam Kelengkapan


Administratif Dokter Resep Psiktropika.................................... 24

4.4 Rincian Aspek yang Tidak Terpenuhi dalam Kelengkapan


Administratif Dokter pada Resep Psikotropika ......................... 24

4.5 Jumlah Aspek Rata – Rata dari Resep yang Buruk dan yang
Baik.......................................................................................... 25

4.6 Jumlah Aspek yang Terpenuhi dalam Kelengkapan


Administratif Dokter pada Resep Narkotika.............................. 25

4.7 Rincian Aspek yang Tidak Terpenuhi dalam Kelengkapan


Administratif Dokter pada Resep Narkotika.............................. 26

4.8 Jumlah Aspek Rata – Rata dari Resep yang Buruk dan yang
Baik.......................................................................................... 26

4.9 Jumlah Aspek yang Terpenuhi dalam Kelengkapan


Administratif Pasien pada Resep Psikotropika .......................... 27

4.10 Rincian Aspek yang Tidak Terpenuhi dalam Kelengkapan


Administratif Pasien pada Resep Psikotropika .......................... 28

4.11 Jumlah Aspek Rata – Rata dari Resep yang Buruk dan yang
Baik.......................................................................................... 28

4.12 Jumlah Aspek yang Terpenuhi dalam Kelengkapan


Administratif Pasien pada Resep Narkotika .............................. 29

4.13 Rincian Aspek yang Tidak Terpenuhi dalam Kelengkapan


Administratif Pasien pada Resep Narkotika .............................. 29

4.14 Jumlah Aspek Rata – Rata dari Resep yang Buruk dan yang
Baik.......................................................................................... 29

4.15 Jumlah (Persentase) Kelengkapan Farmasetik pada Resep


Psikotropika ............................................................................. 30

xii
Universitas Sumatera Utara
4.16 Jumlah (Persentrase) Kelengkapan Farmasetik pada Resep
Narkotika ................................................................................. 30

4.17 Jumlah Aspek yang Terpenuhi dalam Kelengkapan


Farmasetik pada Resep Psikotropika......................................... 31

4.18 Jumlah Aspek Rata – Rata dari Resep yang Buruk dan yang
Baik.......................................................................................... 31

4.19 Rincian Aspek yang Tidak Terpenuhi dalam Kelengkapan


Farmasetik pada Resep Psikotropika......................................... 31

4.20 Jumlah Aspek yang Terpenuhi dalam Kelengkapan


Farmasetik pada Resep Narkotika............................................. 32

4.21 Jumlah Aspek Rata – Rata dari Resep yang Buruk dan yang
Baik.......................................................................................... 32

4.22 Rincian Aspek yang Tidak Terpenuhi dalam Kelengkapan


Farmasetik pada Resep Narkotika............................................. 33

4.23 Jumlah (Persentase) Obat Narkotika yang Paling Banyak


Diresepkan ............................................................................... 33

4.24 Jumlah (Persentase) Obat Psikotropika yang Paling Banyak


Diresepkan ............................................................................... 33

4.25 Data Pembagian Resep Yang Terdapat di Berbagai Instansi ..... 34

4.26 Data Apotek yang Memiliki Resep Psikotropika dan


Narkotika ................................................................................. 35

xiii
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1 Kerangka Pikir Penelitian ..................................................... 4

xiv
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1 Surat Judul Penelitian dan Pembimbing ................................. 39

2 Surat Izin Penelitian dari Dekan Fakultas Farmasi USU ......... 40

3 Surat Izin Penelitian dari Kepala Dinkes Kota Medan ............ 41

4 Surat Izin Perubahan Judul Penelitian .................................... 42

5 Gambar Resep Psikotropika ................................................... 43

6 Gambar Resep Narkotika ....................................................... 44

xv
Universitas Sumatera Utara
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Peraturan Menteri Kesehatan No. 73 tahun 2016 pasal 1 (4) menyebutkan

bahwa “Resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokter gigi, kepada

apoteker, baik dalam bentuk paper maupun electronic untuk menyediakan dan

menyerahkan obat bagi pasien peraturan yang berlaku. Resep yang baik harus

memuat cukup informasi yang memungkinkan tenaga kefarmasian mengerti obat

apa yang akan diberikan kepada pasien. Namun pada kenyataannya, masih banyak

permasalahan yang ditemui dalam peresepan (Sandy, 2010).

Beberapa contoh permasalahan dalam peresepan adalah kurang

lengkapnya administratif pasien, penulisan resep yang tidak jelas atau tidak

terbaca, kesalahan penulisan dosis, tidak dicantumkannya aturan pemakain obat,

tidak menuliskan rute pemberian obat, dan tidak mencantumkan tanda tangan atau

paraf penulis resep (Cahyono, 2008).

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 73 tahun 2016 menyebutkan

bahwa medication error adalah kejadian yang merugikan pasien akibat pemakaian

obat selama dalam penanganan tenaga kesehatan yang sebetulnya dapat dicegah.

Bentuk medication error yang terjadi adalah pada prescrebing error (error terjadi

pada penulisan resep) yaitu kesalahan yang terjadi selama proses peresepan obat

atau penulisan resep. Dampak dari kesalahan tersebut sangat beragam, mulai yang

tidak memberi resiko sama sekali hingga terjadinya kecacatan atau bahkan

kematian (Dwiprahasto dan Kristin, 2008).

Ketidaklengkapan resep dapat menimbulkan medication error. Hasil penelitian

yang dilakukan oleh Hartayu dan Widayati, menunjukkan bahwa yang dapat

1
Universitas Sumatera Utara
memicu terjadinya medication error adalah ketidaklengkapan resep yang banyak

dijumpai tidak tercantumnya berat badan (RS I: 65,71% ; RS II: 100% ; apotek:

98,53%) dan umur pasien (RS I: 49,84% ; RS II: 100% ; apotek:14,05%) (Hartayu

dan Widayati, 2007). Kesalahan penulisan resep menyebabkan 70% terjadinya

medication error (Kuo,2008). Berdasarkan sebuah penelitian yang dilakukan di

sebuah rumah sakit pendidikan diluar negeri mendapati bahwa rata - rata

kesalahan resep yang berpotensi memberikan efek yang merugikan pada pasien

sekitar 4 dari 1000 resep (Velo dan Minuz, 2009). Hasil dari penelitian dari

Prawitasari (2009) menemukan bahwa dalam peresepan ditemukan ketidakjelasan

penulisan signa sebanyak 50,8%, kesalahan penulisan dosis obat sebanyak 50,8%

dan paraf dokter sebanyak 6,8%, sebanyak 11 (3,7%) resep lengkap dar

kelengkapan administratif (Khairunnisa, 2013).

Selain itu kelengkapan resep juga harus menjadi keharusan terutama paraf

dokter untuk menilai keabsahan dari suatu resep sehingga tidak terjadi

penyalahgunaan resep dikalangan masyarakat terlebih berkaitan dengan

penggunan obat psikotropika dan narkotika (Harjono dan Nuraini, 1999; Fita dan

Oetari, 2002).

Tindakan nyata yang dapat dilakukan untuk mencegah medication error

oleh seorang apoteker adalah melakukan skrining resep atau pengkajian resep.

Pengkajian resep dilakukan dengan tujuan untuk mencegah terjadinya kelalaian

pencantuman informasi, penulisan resep yang buruk dan penulisan resep yang

tidak tepat. Apoteker harus memahami dan menyadari kemungkinan terjadinya

medication error dalam proses pelayanan. Hal ini dapat dihindari apabila apoteker

dalam menjalankan prakteknya sesuai dengan standar yang telah ditetapkan

(Permenkes, 2016).

2
Universitas Sumatera Utara
Salah satu pelayanan yang harus dilakukan oleh apoteker di apotek adalah

pelayanan resep yang meliputi skrining resep. Hal ini telah diatur oleh Peraturan

Menteri Kesehatan No. 73 tahun 2016 mengenai Standar Pelayanan Kefarmasian

di Apotek. Skrining resep yang harus dilakukan terdiri dari: persyaratan

administratif (kelengkapan resep), kesusaian farmasetik dan pertimbangan klinis.

Skrining resep dilakukan dengan tujuan untuk mencegah terjadinya kelalaian

pencantuman informasi, penulisan resep yang buruk dan penulisan resep yang

tidak tepat.

Dari latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

yang berjudul “Studi Kelengkapan Persyaratan Resep Psikotropika dan Narkotika

di Apotek-Apotek di Kota Medan Periode Maret – Mei 2017”.

1.2 Perumusahan Masalah

Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah apakah resep psikotropika

dan resep narkotika yang diterima oleh Apotek-apotek di Kota Medan telah

memenuhi kelengkapan persyaratan resep (kelengkapan administratif dan

kelengkapan farmasetik).

1.3 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas diambil hipotesis bahwa masih

banyak terjadi permasalahan dalam kelengkapan administratif dan kelengkapan

farmasetik dalam penulisan resep yang diterima oleh apotek-apotek di Kota

Medan.

3
Universitas Sumatera Utara
1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang diatas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk

mengetahui:

a. Kelengkapan administrasi pada resep psikotropika dan resep narkotika di

apotek Kota Medan.

b. Kelengkapan farmasetik pada resep psikotropika dan resep narkotika di apotek

di Kota Medan.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan gambaran sebenarnya

mengenai permasalahan dalam penulisan resep. Selain itu diharapkan juga untuk

menambah ilmu pengetahuan dalam bidang kefarmasian khususnya pada

penulisan resep yang sesuai dengan peraturan yang berlaku.

1.6 Kerangka Penelitian Variabel Terikat

Variabel Bebas Kelengkapan Resep:

Skrining Resep -Kelengkapan administratif:

- Dokter penulis resep  Nama dokter, nomor surat izin praktek


(SIP), alamat praktek, no telepon,
- Apotek tanggal penulisan resep, paraf, nama
pasien, alamat pasien, umur, jenis
kelamin dan berat badan

-Kelengkapan farmasetik:

 Nama obat, kekuatan obat, bentuk


sediaan obat, jumlah total obat dan
aturan pakai

Gambar 1.1 Kerangka Pikir Penelitian

4
Universitas Sumatera Utara
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Resep

2.1.1 Definisi Resep

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan No 73 tahun 2016 menjelaskan

bahwa resep adalah permintaan tertulis dan dokter atau dokter gigi, kepada

apoteker, baik dalam bentuk paper maupun electronic untuk menyediakan dan

menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan yang berlaku.

Sebagian obat tidak bisa diserahkan langsung kepada pasien atau

masyarakat, tetapi harus melalui resep dokter (on medical prescription only).

Dalam sistem distribusi obat nasional peran dokter sebagai “medical care” ikut

mengawasi penggunaan obat oleh masyarakat, apotek sebagai organ distributor

terdepan berhadapan langsung dengan masyarakat atau pasien, dan apoteker

berperan sebagai “pharmaceutical care” dan informan obat serta melakukan

pekerjaan kefarmasian di apotek.

2.1.2 Jenis-Jenis Resep

1. Resep magistrales (R/Polifarmasi)

Yaitu resep yang sudah dimodifikasi atau diformat oleh dokter bisa berupa

campuran atau tunggal yang diencerkan dalam pelayanannya harus diracik

terlebih dahulu.

2. Resep medicinal

Yaitu resep obat jadi, bisa berupa obat paten, merek dagang maupun generic,

dalam pelayanannya tidak mengalami peracikan. Buku referensi: Informasi

Standarisasi Obat (ISO), Indonesia Index Medical Specialities (IIMS), Daftar

Obat Indonesia (DOI) dan lain-lain.

5
Universitas Sumatera Utara
3. Resep obat generik

Yaitu penulisan resep obat dengan nama generic dalam bentuk sediaan dan

jumlah tertentu. Dalam pelayanannya bisa atau tidak dilakukan peracikan

(Riza, 2017).

4. Resep standar (R/. Officinalis)

Yaitu resep yang komposisinya telah dibakukan dan dituangkan ke dalam

farmakope atau buku standar lainnya. Penulisan resep sesuai dengan buku

standar.

2.1.3 Tujuan Penulisan Resep

Menurut (Jas, 2008) tujuan dari penulisan resep adalah:

1. Memudahkan dokter dalam pelayanan kesehatan di bidang farmasi.

2. Meminimalkan kesalahan dalam pemberian obat.

3. Terjadi control silang (cross check) dalam pelayanan kesehatan di bidang

farmasi.

4. Instalasi farmasi atau apotek rentang waktu bukanya lebih panjang dalam

pelayanan farmasi dibandingkan praktek dokter.

5. Meningkatkan peran dan tanggung jawab dokter dalam pengawasan distribusi

obat kepada masyarakat, tidak semua golongan obat dapat diserahkan kepada

masyarakat secara bebas.

6. Pemeberian obat lebih rasional dibandingkan dispensing, dokter memilih obat

secara tepat, ilmiah dan selektif.

7. Pelayanan berorientasi kepada pasien (patient oriented) bukan material

oriented.

8. Sebagai medical record yang dapat di pertanggung jawabkan dan bersifat

rahasia.

6
Universitas Sumatera Utara
2.1.4 Penulisan Resep

Penulisan resep pada hakikatnya adalah komunikasi antara dokter dengan

apoteker. Dokter mengaplikasikan pengetahuannya dalam memberikan obat

kepada pasien melalui kertas resep menurut kaidah dan peraturan yang berlaku,

diajukan secara tertulis. Apoteker berkewajiban melayani secara cermat,

memberikan informasi terutama yang menyangkut dengan penggunaan dan

mengoreksinya bila terjadi kesalahan dalam penulisan sehingga pemberian obat

lebih rasional (tepat, aman, efektif dan ekonomis) (Riza, 2017).

Menurut (Riza, 2017) yang berhak menulis resep adalah:

1. Dokter umum.

2. Dokter gigi, terbatas pada pengobatan gigi dan mulut. Dokter gigi diberi izin

menulis resep semua jenis obat yang ditujukan untuk pemakaian melalui

mulut, injeksi (parenteral) atau cara pemakaian lainnya, khusus untuk

mengobati penyakit gigi dan mulut. Dokter gigi dilarang untuk meresepkan

obat bius.

2.1.5 Format Penulisan Resep

Resep selalu dimulai dengan tanda R/ yang artinya recipe (ambillah).

Dibelakang tanda ini (R/) biasanya baru tertera nama dan jumlah obat. Umumnya

resep ditulis dalam bahasa latin. Sehubungan dengan penggunaan bahasa latin

sebagai bahasa resep, tentu kita harus memahami singkatan dan makna dari

kosakata yang biasa digunakan dalam penulisan resep. Lembaran resep umumnya

berbentuk empat persegi panjang , ukuran ideal lebar 10-12 cm dan panjang 15-20

cmdengan mencantumkan nama gelar yang sah, jenis pelayanan sesuai SIP,

nomor SID/ SIP, alamat praktek, nomor telepon dan waktu praktek. (Riza, 2017).

Suatu resep yang lengkap setidaknya terdiri dari 6 bagian:

7
Universitas Sumatera Utara
1. Prescriptio/Ordonatio

Nama obat dan jumlah serta bentuk sediaan yang diinginkan.

2. Inscriptio

Berisi nama, alamat, no. telepon dokter dan SIP/SIK dokter, kota dan tanggal

penulisan resep. Format inscription suatu resep dari rumah sakit sedikit

berbeda dengan resep pada praktik pribadi.

3. Invactio

Permintaan tertulis dokter dalam sigkatan latin”R/ = recipe” artinya ambillah

atau berikanlah, sebagai kata pembuka komunikasi dengan apoteker di

apotek.

4. Signatura

Yaitu tanda cara pakai, regimen dosis pemberian, rute dan interval waktu

pemberian harus jelas untuk keamanan penggunaan obat dan keberhasilan

terapi.

5. Subscrioptio

Yaitu tanda tangan/ paraf dokter penulis resep berguna sebagai legalitas dan

keabsahan resep tersebut.

6. Pro (diperuntukkan)

Dicantumkan nama dan umur pasien. Teristimewa untuk obat narkotika juga

harus dicantumkan alamat pasien (untuk pelaporan ke Dinkes setempat)

(Riza, 2017).

2.1.6 Kerahasiaan dalam Penulisan Resep

Resep menyangkut sebagian dari rahasia jabatan kedokteran dan

kefarmasian, oleh karena itu tidak boleh diberikan atau diperlihatkan kepada yang

tidak berhak. Resep rahasia dokter dengan apoteker menyangkut penyakit

8
Universitas Sumatera Utara
penderita, khusus beberapa penyakit, dimana penderita tidak ingin orang lain

mengetahuinya. Oleh karena itu kerahasian dijaga, kode etik dan tata cara

penulisan resep diperlukan untuk menjaga hubungan dan komunikasi kolegalitas

yang harmonis diantara profesional yang berhubungan, antara lain: medical care,

pharmaceutical care & nursing care, yang berhak melihat resep di apotek, antara

lain:

a. Dokter yang bersangkutan.

b. Pasien atau keluarga pasien yang bersangkutan.

c. Paramedis yang merawat pasien.

d. Apoteker pengelola apotek yang bersangkutan.

e. Aparat pemerintah untuk pemeriksaan.

f. Petugas asuransi untuk kepentingan klem pembayaran (Jas, 2008).

2.1.7 Penandaan pada Resep

Menurut (Riza, 2017) penandaan pada resep meliputi:

1. Tanda Segera

Tanda ini diperuntukkan bagi penderita yang memerlukan pengobatan

segera dan dokter dapat memberikan tanda pada resep sebagai berikut:

 Cito : segera

 Urgent: penting

 Statim: penting sekali

 P.I.M: Periculum In Mora= berbahaya bila ditunda.

Bila dokter ingin resepnya dibuat dan dilayani segera oleh apoteker tanda segera

atau tulisan peringatan seperti Cito, Urgent, Statim dan PIM dapat ditulis sebelah

kanan atas atau bawah blanko resep (Jas, 2008). Urutan yang didahulukan adalah

PIM, statim dan cito.

9
Universitas Sumatera Utara
2. Tanda Dosis Sengaja Dilampaui

Tanda seru diberi di belakang nama obatnya jika dokter sengaja member

obat dosis maksimum dilampaui.

3. Tanda Resep dapat Diulang

Bila dokter menginginkan agar resepnya dapat diulang, dapat ditulis dalam

resep di sebelah kanan atas dengan tulisan iter (Iteratie) dan beberapa kali boleh

diulang. Misal:

 Iter 1 x, artinya resep dapat diulang 1 x

 Iter 2 x, artinya resep dapat diulang 2 x

 Iter 3 x, artinya resep dapat diulang 3 x

Pengulangan ini tidak berlaku untuk resep narkotika. Resep untuk narkotika harus

resep baru.

4. Tanda Tidak dapat Diulang

Bila dokter menghendaki agar resepnya tidak diulang, maka tanda Ne

Iteratie (N.I) ditulis di sebelah atas blanko resep. Resep yang tidak boleh diulang

adalah resep mengandung obat-obatan narkotik, psikotropik dan obat keras yang

telah ditetapkan oleh pemerintah.

5. Resep yang Mengandung Narkotika

Resep yang mengandung narkotika tidak boleh ada iterasi yang artinya

dapat diulang, tidak boleh ada u.c (usus cognitus) yang berarti pemakaiannya

diketahui. Resep dengan obat narkotik harus disimpan terpisah dengan resep obat

lainnya (Riza, 2017).

2.1.8 Persyaratan Menulis Resep dan Kaidahnya

1. Resep ditulis jelas dengan tinta dan lengkap di kop resep, tidak ada keraguan

dalam pelayanannya dan pemberian obat kepada pasien.

10
Universitas Sumatera Utara
2. Signature ditulis dalam singkatan latin dengan jelas, jumlah takaran sendok

dengan signa bila genap ditulis angka romawi, tetapi angka pecahan ditulis

arabik, missal: Cth. I atau Cth ½, Cth 1 ½.

3. Satu lembar resep hanya untuk satu orang pasien.

4. Menulis jumlah wadah numero (No.) selalu genap, walaupun yang

dibutuhkan adalah 1 ½ (satu setengah) botol, harus digenapkan menjadi 2

botol (Fls. II).

5. Setelah signature harus diparaf atau ditandatangani oleh dokter bersangkutan

agar keabsahan atau legalitas dari resep tersebut terjamin.

6. Jumlah obat yang dibutuhkan ditulis dalam angka romawi.

7. Nama dan umur pasien harus jelas.

8. Khusus untuk resep obat narkotika harus ditandatangani oleh dokter

bersangkutan dan dicantumkan alamat pasien dan resep tidak boleh diulangi

tanpa resep dokter.

9. Tidak menyingkat nama obat dengan singkatan yang tidak umum (singkatan

sendiri).

10. Hindari tulisan sulit dibaca hal ini dapat mempersulit pelayanan.

11. Resep harus dijaga kerahasiaanya, karena resep merupakan medical record

dokter dalam praktik dan bukti pemberian obat kepada pasien yang diketahui

oleh apoteker di apotek (Riza, 2017).

2.1.9 Bahasa Resep

Penulisan resep dalam bahasa latin dalam bentuk singkatan, ini sudah baku

dan bahasa ini sudah jarang dipakai dalam komunikasi sosial. Format penulisan

resep juga sudah baku pula, sehingga resep dapat dimengerti oleh apoteker/

asisten apoteker maupun petugas apotek di manapun juga di seluruh Indonesia.

11
Universitas Sumatera Utara
Dalam penulisan resep, para dokter harus mempunyai pengetahuan obat lebih

mendalam mengenai berbagai jenis, bentuk, sediaan dan jumlah obat dijelaskan.

Penulisan resep di Indonesia prinsipnya sebagai berikut:

1. Obat ditulis dengan nama paten/ dagang, generik, resmi atau kimia.

2. Karakteristik nama obat ditulis harus sama dengan yang tercantum pada label

kemasan.

3. Resep ditulis tangan dengan tinta dikop resep resmi.

4. Bentuk sediaan dan jumlah obat ditentukan dokter penulis resep.

5. Signature ditulis dalam singkatan bahasa latin.

6. Pro atau peruntukan dinyatakan umur pasien (Jas, 2008).

2.2 Pengkajian Resep (Skrining Resep)

1. Pengkajian administratif

Persyaratan administrasi meliputi: nama dokter, alamat praktek dokter, SIP

dokter, tanda tangan/ paraf dokter, tanggal penulisan resep, nomor telepon dokter,

nama pasien, alamat pasien, umur pasien, jenis kelamin pasien, berat badan pasien

menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 73 tahun 2016:

a. Penulisan nama dokter ada yang menggunakan tulisan tangan dan ada yang

menggunakan stampel. Nama dokter berguna bila terdapat hal yang kurang

jelas dalam penulisan resep, sehingga petugas apotek mudah menghubungi

dokter penulis resep (Joenoes, 2001).

b. Alamat praktek dokter harus disertakan untuk menghindari penyalahgunaan

resep dilingkungan masyarakat serta apabila terjadi keraguan pada penulisan

resep maka apoteker dapat dengan mudah menghubungi dokter yang menulis

resep tersebut.

12
Universitas Sumatera Utara
c. Nomor SIP dokter menurut Peraturan Menteri Kesehatan No. 73 tahun 2016

tentang Izin Praktik dan Pelaksanaan Praktik Kedokteran disebutkan setiap

dokter dan dokter gigi yang akan melakukan praktik kedokteran wajib

memiliki SIP. Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan No 73 tahun 2016

salah satu kelengkapan resep administratif adalah mencantumkan SIP dokter.

d. Tanggal penulisan resep adalah waktu yang menunjukan resep tersebut ditulis

oleh dokter penulis resep, oleh pihak apoteker tanggal resep akan

memudahkan dalam mendokumentasikan resep - resep di apotek disimpan dan

di dokumentasikan menurut urutan tanggal dan nomor penerimaan atau

pembuatan resep. Pencantuman tanggal penulisan resep juga penting untuk

memantau kepatuhan pasien terutama yang memerlukan pengobatan jangka

panjang serta pemantauan resep yang berulang (Syamsuni, 2006).

e. Paraf dokter menunjukkan keaslian atatu keotentikan resep, selain itu adanya

paraf dokter pada resep menunjukkan keabsahan resep untuk dilayani oleh

apotek (Joenoes, 2001).

f. Nomor telepon dokter dicantumkan apabila terjadi kekeliruan pada resep yang

diberikan oleh dokter yangb bersangkutan sehingga apoteker dapat

menghubungi langsung dokter untuk menanyakan kesalahan yang terjadi.

g. Nama pasien dicantumkan dibelakang kata “pro”: yang merupakan identitas

pasien yang mendapat pengobatan dari dokter. Penulisan nama yang tidak

jelas akan menyebabkan obat keliru diberikan pada pasien (Joenoes, 2001).

h. Alamat pasien digunakan untuk memudahkan pencarian pasien apabila terjadi

kesalahan dalam pemberian obat, sehingga pasien dapat langsung dihubungi,

seperti terjadi tertukarnya pemberian obat pada pasien lain dikarenakan pasien

tersebut memiliki nama yang sama (Joenoes, 2001).

13
Universitas Sumatera Utara
i. Penulisan umur sangat penting untuk dicantumkan dalam resep, apakah sudah

tepat atau belum dengan umur pasien terutama anak-anak. Dalam resep

terdapat nama pasien, tetapi tidak mencantumkan umur, maka resep dianggap

untuk pasien dewasa (Joenoes, 2001).

j. Pencantuman jenis kelamin pada resep sangat penting untuk menghindari

kemungkinan tertukarnya pemberian obat apabila ada 2 orang pasien dengan

nama yang sama tetapi jenis kelamin yang berbeda.

k. Berat badan pasien digunakan sebagai control supaya lebih akurat dalam

menghitung dosis. Untuk pasien anak memerlukan penimbangan khusus

dalam pengaturan dosis, karena pasien anak memiliki berat badan yang lebih

kecil dari pada pasien dewasa. Apabila bobot pasien anak diketahui, maka

perhitungan dosis berdasarkan berat badan akan lebih sesuai, dengan

menggunakkan rumus fried and clark.

2. Kesesuaian farmasetik

a. Nama obat adalah obat yang diresepkan oleh dokter untuk pasiennya, jika

terjadi kesalahan pada hal ini maka akan mempengaruhi kelancaran

pelayanan apotek karena resep tersebut tidak dapat digunakan pada

pelayanan pengobatan. Penulisan tanda R/ diikuti nama obat dan kekuatan

obat.

b. Kekuatan obat merupakan jumlah obat yang terkandung dalam setiap bentuk

sediaan, misalnya tablet dengan satuan milligram atau larutan dengan satuan

milliliter. Hal ini mengakibatkan ketidaksesuaian takaran obat, apabila obat

yang diresepkan tidak tersedia dalam berbagai macam kekuatan. Maka

diperlukan pencantuman potensi atau kekuatan obat agar takaran yang

diberikan sesuai dengan kebutuhan pasien (Nirmala, 2009).

14
Universitas Sumatera Utara
c. Penulisan bentuk sediaan obat diperlukan untuk mengetahui bentuk sediaan

yang akan diberkan kepada pasien serta menentukan cara penggunaannya

(Bobb, 2004).

d. Aturan pakai ditandai dengan signa biasanya disingkat S. Aturan pakai pada

resep obat sangat penting maka harus ditulis dengan jelas agar tidak terjadi

kesalahan dalam penggunaan obat (Satibi, 2016).

e. Penulisan total obat dalam resep sangat diperlukan untuk menentukan berapa

banyak obat yang dibutuhkan untuk terapi pada pasien. Jika dalam resep

tidak dicantumkan jumlah obat maka apoteker harus mengkonfirmasikan

kepada dokter penulis resep tersebut (Joenoes, 2001).

3. Pelayanan farmasi klinis

Pelayanan farmasi klinis di apotek merupakan bagian dari pelayanan kefarmasian

yang langsung dan bertanggungjawab kepada pasien dengan maksud mencapai

hasil yang pasti untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.

a. Dispensing.

b. Pelayanan Informasi Obat (PIO).

c. Konseling.

d. Pelayanan kefarmasian di rumah (home pharmacy care).

e. Pemantauan Terapi Obat (PTO).

f. Monitoring Efek Samping Obat (MESO) (Permenkes, 2016).

2.3 Medication Error

Medication error adalah kejadian dalam proses pengobatan merugikan

pasien akibat penanganan, tenaga kesehatan yang sebetulnya dapat dicegah. Hasil

medication error ini menyebabkan terjadinya pemakaian obat yang tidak tepat.

15
Universitas Sumatera Utara
Kejadian medication error dapat terjadi dalam 4 bentuk, yaitu:

1. Prescribing error : kesalahan yang terjadi selama proses peresepan obat atau

penulisan resep. Dalam penulisan resep yang biasanya terjadi adalah

kesalahan penulisan dosis, lupa menulis kadar obat, tulisan tangan pada resep

yang tidak terbaca, tidak adanya aturan pakai, tidak jelas nama obat.

2. Transcribing error : kesalahan yang terjadi pada saat membaca resep.

3. Dispensing error : kesalahan yang terjadi selama proses peracikan obat

meliputi content error dan labeling error : Jenis dispensing error ini dapat

berupa pemberian obat yang tidak tepat dan obat tidak sesuai dengan resep.

4. Administration error : kesalahan yang terjadi selama proses pemberian obat

kepada pasien meliputi kesalahan teknik pemberian rute, waktu, salah pasien

(Charles, 2006).

2.4 Kesalahan Penulisan Resep dan Kesalahan Medikasi

Banyak faktor yang mempengaruhi permasalahan peresepan sehingga

diperlukan kepatuhan dokter dalam melaksanakan aturan-aturan dalam penulisan

resep sesuai undang-undang yang berlaku (Gibson, 1996). Sebuah penelitian di

Malaysia mengatakan bahwa salah satu penyebab terjadinya kesalahan dalam

penulisan resep adalah ketidakpatuhan dalam penulisan resep (Ni, 2002).

Kesalahan dalam penulisan obat (Prescribing error) terdiri dari:

a. Kesalahan karena kelalaian (error of omission) biasanya berkaitan dengan

informasi penulis resep dan pasien, selain itu berkaitan dengan tidak adanya

informasi mengenai bentuk sediaan, dosis dan cara penggunaan.

b. Kesalahan pelaksanaan/ pesanan (error of commission) biasanya berkaitan

dengan klinis seperti kesalahan dosis obat, interaksi obat dan kesalahan cara

penggunaan obat.

16
Universitas Sumatera Utara
2.5 Penyimpanan Resep

Apoteker pengelola apotek mengatur resep yang telah dikerjakan. Cara

yang dapat dilakukan dalam penyimpanan resep adalah sebagai berikut:

1. Resep yang mengandung narkotika dipisahkan dan diberi garis merah dibawah

nama obat.

2. Resep disimpan menurut urutan tanggal dan nomor urut penerimaan resep.

3. Resep harus disimpan sekurang-kurangnya selama 3 tahun.

4. Resep yang disimpan melebihi 3 tahun dapat dimusnahkan. Pemusnahan resep

dilakukan dengan cara dibakar atau dengan cara lain yang memadai oleh apoteker

pengelola apotek bersama-sama dengan sekurang-kurangnya seorang petugas

apotek. Pada pemusnahan resep harus dibuat berita acara pemusnahan sesuai

dengan bentuk yang telah ditentukan, rangkap 4 dan ditanda-tangani oleh apoteker

penanggungjawab apotek bersama dengan sekurang-kurangnya seorang petugas

apotek. Berita acara tersebut dikirim masing – masing kepada Kepala Dinas

Kesehatan Kabupaten/ Kota, Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, Kepala

Dinas Kesehatan Provinsi dan arsip di apotek. Berita acara pemusnahan resep

memuat:

a. Hari dan tanggal pemusnahan.

b. Tanggal yang terawal dan terakhir dari resep.

c. Berat resep yang dimusnahkan dalam kilogram.

d. Cara pemusnahan resep.

5. Apoteker tidak dibenarkan mengulangi penyerahan obat atas dasar resep yang

sama apabila pada resep aslinya tercantum n.i (ne iteratur = tidak boleh

diulang) atau obat narkotika atau obat lain yang oleh Menkes dan Badan POM

yang ditetapkan sebagai obat yang tidak boleh diulang (Riza, 2017).

17
Universitas Sumatera Utara
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian yang dilakukan ini merupakan jenis penelitian deskriptif

yang bersifat retrospektif dimana penelitian akan mengkaji informasi dan

mengumpulkan data yang telah ada sebelumnya lalu data tersebut ditelaah untuk

mengamati permasalahan kelengkapan administratif dan farmasetik pada Apotek-

apotek di Kota Medan.

3.2 Sumber Data Penelitian

Sumber data dalam penelitian merupakan resep dari mana data dapat

diperoleh (Arikunto, 2006). Pada penelitian ini data diperoleh dari Apotek-apotek

di Kota Medan.

3.3 Kriteria Inklusi dan Kriteria Eksklusi

3.3.1 Kriteria Inklusi

Kriteria inklusi yang digunakan yaitu resep pasien yang terdapat di Apotek-

Apotek di Kota Medan periode Maret - Mei 2017 yang belum dilakukan analisa.

3.3.2 Kriteria Eksklusi

Kriteria eksklusi yang digunakan yaitu resep dengan penulisan buruk yang

terdapat di Apotek-Apotek di Kota Medan periode Maret - Mei 2017 yang belum

dilakukan analisa.

18
Universitas Sumatera Utara
3.4 Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan dengan mengambil resep psikotropika dan narkotika

dari 100 apotek hanya 15 apotek di Kota Medan. Apotek yang dipilih merupakan

apotek yang bersedia ikut serta dalam bagian penelitian ini dan dapat mewakili.

3.5 Populasi Penelitian

Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian atau obyek yang diteliti.

Pada penelitian survei yang bertujuan untuk memperoleh deskriptif obyektif

mengenai keadaan populasi maka batasan dan karakteristik populasi harus jelas

(Notoatmodjo, 2005). Populasi penelitian ini merupakan resep-resep pada Maret -

Mei 2017 yang diterima oleh apotek yang terpilih atau bersedia ikut serta dalam

penelitian ini.

3.6 Sampel Penelitian

Sampel adalah himpunan bagian atau sebagian yang diambil dari

keseluruhan obyek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi

(Notoatmodjo, 2005). Sampel yang diambil dari penelitian ini merupakan 15

apotek di Kota Medan yang memiliki resep – resep psikotropika dan narkotika.

3.7 Cara Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik simple random sampling. Simple

random sampling merupakan metode pengambilan sampel dimana teknik ini

boleh digunakan apabila setiap unit atau anggota populasi bersifat homogen. Hal

tersebut berarti setiap anggota memiliki kesempatan yang sama untuk diambil

19
Universitas Sumatera Utara
sebagai sampel (Notoatmodjo, 2005). Jumlah sampel dihitung berdasarkan

N
rumus:n =
1+Ne2

Sebanyak 100 apotek akan dipilih dengan resep psikotropika dan narkotika

yang terdapat di Apotek-Apotek di Kota Medan periode Maret- Mei 2017 menjadi

sampel untuk penelitian ini.

3.8 Prosedur Pengumpulan Data

Penelitian ini dilakukan dengan cara melakukan skrining resep pada resep-resep

yang menjadi sampel dari penelitian ini dan hasil yang diperoleh dianalisa.

Permasalahan yang dinilai ada 2 aspek :

- Kelengkapan administratif terdiri dari 11 aspek : Nama dokter, SIP,

Alamat praktek dokter, Tanggal penulisan resep, Paraf dokter, No Telepon

Dokter, Nama pasien, Alamat pasien, Umur pasien, Jenis kelamin pasien

dan Berat badan pasien.

- Kelengkapan farmasetik terdiri dar 5 aspek: Nama obat, Kekuatan obat,

Bentuk sediaan obat, Jumlah total obat dan Aturan pakai.

3.9 Analisis Data

Pada penelitian ini analisis data dilakukan secara deskriptif yaitu untuk

menggambarkan tentang suatu keadaan secara obyjektif (Notoatmodjo, 2005).

Data dianalisa secara deskriptif dalam bentuk frekuensi dan persentase. Hasil

deskriptif yang diperoleh disajikan dalam bentuk narasi, tabel dan gambar.

Mencari aspek rata-rata untuk menentukan suatu resep buruk dan baiknya

dengan cara mencari titik kritis dengan cara sebagai berikut:

20
Universitas Sumatera Utara
jumlah × skor = hasil (dijumlahkan semua hasilnya)
total seluruh resep psikotropika/narkotika

Maka dari cara diatas dapat ditentukan bila suatu resep buruk yaitu

dibawah nilai kritis dan resep yang baik yaitu diatas nilai kritis.

3.10 Definisi Operasional

a. Standar pelayanan kefarmasian adalah tolak ukur yang dipergunakan sebagai

pedoman bagi tenaga kefarmasian dalam menyelenggarakan pelayanan

kefarmasian.

b. Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung

jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud

mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien.

c. Kelengkapan lengkap secara administratif (nama dokter, SIP, alamat praktek,

tanggal penulisan resep, paraf dokter, nomor telepon dokter. nama pasien,

alamat pasien, umur pasien, jenis kelamin pasien dan berat badan pasien.

d. Penulisan resep yang baik kemampuan responden dalam menulis resep yang

sesuai dari segitulisan yang dapat dibaca dan penulisan resep yang benar yaitu

dari segi kaidah dan format penulisan resep yang meliputi kelengkapan

administratif dan kelengkapan farmasetik.

e. Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktik

kefarmasian oleh apoteker.

f. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan telah

mengucapkan sumpah jabatan apoteker.

21
Universitas Sumatera Utara
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Sebanyak 100 apotek diperoleh resep psikotropika dan narkotika hanya 15

Apotek yang memiliki resep psikotropika dan narkotika di Kota Medan. Sebanyak

371 resep Psikotropika dan 223 resep Narkotika terpilih secara random untuk

dilakukan pengamatan kelengkapan administratif dan kelengkapan farmasetik,

dan sebanyak 37 resep dengan penulisan buruk dan seluruh total 631 resep.

4.1 Kelengkapan Administratif

Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh resep – resep yang tidak

memenuhi kelengkapan administratif sebagai berikut:

Hasil penelitian menunjukan tidak satupun resep yang tidak mencantumkan nama

dokter. Hasil penelitian menunjukan 49 (13,2%) lembar resep psikotropika dan 18

(8,1%) resep narkotika yang tidak mencantumkan alamat dokter. Pada

penelitian ini terdapat 264 (71,1%) lembar resep pada psikotropika dan 194 (87%)

pada resep narkotika yang tidak mencantumkan nomor SIP. Pada penelitian ini

terdapat 38 (10,2%) lembar resep psikotropika dan 12 (5,4%) lembar resep

narkotika yang tidak mencantumkan tanggal penulisan resep. Paraf dokter juga

dapat menjadi bukti bahwa resep yang tidak mencantumkan paraf dokter sebanyak

65 (17,5%) resep psikotropika dan 207 (92,8%) resep narkotika. Dalam penelitian

ini ditemukan resep yang tidak mencantumkan nomor telepon dokter sebanyak 65

(17,5%) resep psikotropika dan 36 (16,1%) resep narkotika. Penelitian ini

menunjukkan seluruh resep psikotropika dan narkotika mencantumkan nama

pasien. Pada penelitian ini resep yang tidak mencantumkan alamat pasien

sebanyak 285 (776,8%) resep psikotropika dan 106 (47,5%) resep narkotika. Hasil

22
Universitas Sumatera Utara
penelitian menunjukkan bahwa 183 (49,3%) lembar resep psikotropika dan 98

(43,9%) resep narkotika tidak mencantumkan umur pasien.

Tabel 4.1 Jumlah (persentase) kelengkapan administratif pada resep psikotropika


No Aspek Ya (%) Tidak (%)
1 Nama Dokter 371 (100%) 0 (0%)
2 Alamat Dokter 322 (86,8%) 49 (13,2%)
3 SIP Dokter 107 (28,8%) 264 (71,1%)
4 Tanggal Resep 333 (89,8%) 38 (10,2%)
5 Paraf Dokter 88 (23,7%) 283 (76,3%)
6 No Telp Dokter 306 (82,5%) 65 (17,5%)
7 Nama Pasien 371 (100%) 0 (0%)
8 Alamat Pasien 86 (23,2%) 285 (76,8%)
9 Umur Pasien 188 (50,7%) 183 (49,3%)
10 Jenis Kelamin Pasien 43 (11,6%) 328 (88,4%)
11 Berat Badan Pasien 8 (2,2%) 363 (97,8%)

Tabel 4.2 Jumlah (persentase) kelengkapan administratif pada resep narkotika


No Aspek Ya (%) Tidak (%)
1 Nama Dokter 223 (100%) 0 (0%)
2 Alamat Dokter 205 (91,9%) 18 (8,1%)
3 SIP Dokter 29 (13%) 194 (87%)
4 Tanggal Resep 211 (94,6%) 12(5,4%)
5 Paraf Dokter 16 (7,2%) 207 (92,8%)
6 No Telp Dokter 187 (83,8%) 36 (16,1%)
7 Nama Pasien 223 (99,1%) 0 (0%)
8 Alamat Pasien 117 (52,5%) 106 (47,5%)
9 Umur Pasien 125 (56,1%) 98 (43,9%)
10 Jenis Kelamin Pasien 5 (2,2%) 218 (97,6%)
11 Berat Badan Pasien 0 (0%) 223 (100%)

Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa 328 dengan persentase (88,4%)

lembar resep psikotropika dan 218 dengan persentase (97,6%) lembar resep

narkotika tidak mencantumkan jenis kelamin pasien. Hasil penelitian ini juga

menunjukkan resep yang tidak mencantumkan berat badan pasien sejumlah 363

(97,8%) lembar resep psikotropika dan 223 (100%) lembar resep narkotika.

Berdasarkan penelitian ini diperoleh bahwa, hanya sebanyak 19 (5,1%) resep

psikotropika yang memenuhi semua aspek kelengkapan administratif penulis

resep yaitu sebanyak 6 aspek (nama dokter, alamat praktek, SIP, tanggal resep,

23
Universitas Sumatera Utara
paraf dokter dan no telepon dokter). Sebanyak 111 (30%) resep hanya memenuhi

5 aspek dari kelengkapan administratif penulis resep, 74 (19,9%) resep tidak

dilengkapi dengan paraf dokter dan 32 (7,6%) resep tidak dilengkapi dengan SIP

dokter. Mayoritas resep psikotropika hanya memenuhi 4 aspek kelengkapan

administratif penulis resep yaitu 166 (44,7%) jumlah itu mayoritas hanya

dilengkapi dengan Nama dokter, alamat praktek dokter, tanggal resep, no telepon

dokter tidak dilengkapi dengan SIP dan paraf dokter 143 (38,5%).

Tabel 4.3 Jumlah aspek yang terpenuhi dalam kelengkapan administratif dokter
resep psikotropika
Aspek Terpenuhi Jumlah
1 aspek 2 (0,5%)
2 aspek 27 (7,3%)
3 aspek 46 (12,4%)
4 aspek 166 (44,7%)
5 aspek 111 (30%)
6 aspek 19 (5,1%)

Tabel 4.4 Rincian aspek yang tidak terpenuhi dalam kelengkapan administratif
dokter pada resep psikotropika
No Aspek tidak Terpenuhi Jumlah Skor
1 Alamat praktek, SIP, tanggal resep, paraf, no 2 (0,5%) 1
telp dokter
2 Alamat praktek, SIP, paraf, no telep dokter 27(7,3%) 2
3 SIP, paraf, no telepon dokter 9(2,4%) 3
4 Alamat praktek, SIP, no telepon dokter 18(4,9%) 3
5 SIP, tanggal resep, paraf dokter 17(4,6%) 3
6 Alamat praktek, SIP, paraf 2(0,5%) 3
7 SIP, paraf 143(38,5%) 4
8 Tanggal resep, paraf 7(1,9%) 4
9 SIP, no telepon dokter 4(1,1%) 4
10 Paraf, no telepon dokter 2(0,5%) 4
11 SIP, tanggal resep 10(2,7%) 4
12 Paraf dokter 74(19,9%) 5
13 Tanggal resep 2(0,5%) 5
14 SIP 32(8,6%) 5
15 No telepon dokter 3 (0,8%) 5
16 Memenuhi 6 aspek 19 (5,1%) 6

24
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.5 Jumlah aspek rata-rata dari resep yang buruk dan yang baik
No Aspek rata-rata Ketentuan
1 Skor <4 Resep buruk
2 Skor ≥4 Resep baik

Skor yang terdapat pada tabel 4.5 dapat ditentukan baik buruknya dari

suatu kelengkapan resep, bila skor dari resep yang terdapat pada tabel 4.5 kurang

dari 4 (< 4) maka resep bisa dikatakan buruk apabila skor lebih besar dari 4 (≥ 4)

maka resep dapat dikatakan baik. Hasil penelitian dari resep psikotropika ini lebih

tinggi dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan Khairunnisa dkk, terdapat

sebanyak 11 (3,7%) resep lengkap dari kelengkapan administratif (Khairunnisa,

2013).

Tabel 4.6 Jumlah aspek yang terpenuhi dalam kelengkapan administratif dokter
resep narkotika
Aspek Terpenuhi Jumlah
1 aspek 0 (0%)
2 aspek 18 (8%)
3 aspek 18 (8%)
4 aspek 154 (69,1%)
5 aspek 31 (14%)
6 aspek 2 (0,9%)

Berdasarkan penelitian ini diperoleh bahwa, hanya sebanyak 2 (0,9%) resep

narkotika yang memenuhi semua aspek kelengkapan administratif penulis resep

yaitu sebanyak 6 aspek dengan aspek yaitu nama dokter, alamat praktek dokter,

SIP, tanggal resep, paraf dokter dan no telepon dokter. Sebanyak 31 (14%) resep

hanya memenuhi 5 aspek dari kelengkapan administratif penulis resep, 18 (8,1%)

resep tidak dilengkapi dengan paraf dokter dan 12 (5,4%) resep tidak dilengkapi

dengan SIP dokter.

Mayoritas resep narkotika hanya memenuhi 4 aspek kelengkapan administratif

penulis resep yaitu 154 lembar resep dengan persentase (69,1%) jumlah itu

mayoritas hanya dilengkapi dengan nama dokter, alamat praktek dokter, tanggal

25
Universitas Sumatera Utara
resep, no telepon dokter tidak dilengkapi dengan SIP dan paraf dokter 146 dengan

persentase (65,5%). Hasil penelitian dari resep narkotika ini lebih rendah

dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan Khairunnisa, mereka mendapati

sebanyak 11 (3,7%) resep lengkap dari kelengkapan administratif (Khairunnisa,

2013).

Tabel 4.7 Rincian aspek yang tidak terpenuhi dalam kelengkapan administratif
dokter pada resep narkotika
No Aspek tidak Terpenuhi Jumlah Skor
1 SIP, tanggal resep, paraf, no telepon dokter 1 (0,4%) 2
2 Alamat praktek, SIP, paraf, no telepon dokter 17 (7,6%) 2
3 Tanggal resep, paraf, no telepon dokter 1(0,4%) 3
4 SIP, paraf, no telepon dokter 9 (4%) 3
5 alamat praktek, tanggal resep, no telp dokter 1(0,4%) 3
6 SIP, tanggal resep, paraf 7 (3,1%) 3
7 SIP, paraf 146 (65,5%) 4
8 SIP, no telepon dokter 1 (0,4%) 4
9 Tanggal resep, paraf 1 (0,4%) 4
10 SIP, tanggal resep 1 (0,4%) 4
11 Paraf, no telepon dokter 5 (2,2%) 4
12 Paraf 18 (8,1%) 5
13 No telepon dokter 1 (0,4%) 5
14 SIP 12 (5,4%) 5
15 Memenuhi 6 aspek 2 (0,9%) 6

Skor yang terdapat pada tabel 4.8 dapat ditentukan baik buruknya dari suatu

kelengkapan resep, bila skor dari resep yang terdapat pada tabel 4.8 kurang dari 4

(< 4) maka resep bisa dikatakan buruk apabila skor lebih besar dari 4 (≥ 4) maka

resep dapat dikatakan baik.

Tabel 4.8 Jumlah aspek rata-rata dari resep yang buruk dan yang baik
No Aspek rata-rata Ketentuan
1 Skor < 4 Resep buruk
2 Skor ≥ 4 Resep baik

Berdasarkan penelitian ini diperoleh bahwa, hanya sebanyak 2 (0,9%) resep

narkotika yang memenuhi semua aspek kelengkapan administratif penulis resep

26
Universitas Sumatera Utara
yaitu sebanyak 6 aspek dengan aspek yaitu nama dokter, alamat praktek dokter,

SIP, tanggal resep, paraf dokter dan no telepon dokter. Sebanyak 31 (14%) resep

hanya memenuhi 5 aspek dari kelengkapan administratif penulis resep, 18 (8,1%)

resep tidak dilengkapi dengan paraf dokter dan 12 (5,4%) resep tidak dilengkapi

dengan SIP dokter.

Mayoritas resep narkotika hanya memenuhi 4 aspek kelengkapan administratif

penulis resep yaitu 154 lembar resep dengan persentase (69,1%) jumlah itu

mayoritas hanya dilengkapi dengan nama dokter, alamat praktek dokter, tanggal

resep, no telepon dokter tidak dilengkapi dengan SIP dan paraf dokter 146 dengan

persentase (65,5%). Hasil penelitian dari resep narkotika ini lebih rendah

dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan Khairunnisa, mereka mendapati

sebanyak 11 (3,7%) resep lengkap dari kelengkapan administratif (Khairunnisa,

2013).

Tabel 4.9 Jumlah aspek yang terpenuhi dalam kelengkapan administratif pasien
pada resep psikotropika
Aspek terpenuhi Jumlah
1 aspek 99 (26,7%)
2 aspek 234 (63,1%)
3 aspek 23 (6,2%)
4 aspek 15 (4%)
5 aspek -

Manakala kelengkapan administratif pasien resep psikotropika mayoritas

hanya dilengkapi 2 aspek saja (234; 63,1%) dari 5 aspek kelengkapan

administratif pasien yaitu nama pasien, umur pasien (158; 42,6%). Sebanyak 23

(6,2%) resep terdiri dari 3 aspek, mayoritas mencantumkan nama, umur, jenis

kelamin pasien 13 (3,5%). Sebanyak 99 (26,7%) melengkapi 1 aspek yaitu nama

pasien dan sebanyak 15 (4%) memenuhi 4 aspek antara lain nama, alamat, umur

pasien dan jenis kelamin, manakala tidak satupun resep psikotropika melengkapi

27
Universitas Sumatera Utara
dengan 5 aspek kelengkapan administratif pasien (nama, alamat, umur, jenis

kelamin, dan berat badan pasien.

Tabel 4.10 Rincian aspek yang tidak terpenuhi dalam kelengkapan administratif
pasien pada resep psikotropika
No Aspek tidak Terpenuhi Jumlah Skor
1 Alamat, umur, jenis kelamin, berat badan 99 (26,7%) 1
2 Umur, jenis kelamin, berat badan 68 (18,3%) 2
3 Alamat, jenis kelamin, berat badan 158 (42,6%) 2
4 Alamat, umur, berat badan 8 (2,2%) 2
5 Umur, berat badan 7 (1,9%) 3
6 Umur, jenis kelamin 1 (0,3%) 3
7 Alamat, berat badan 13 (3,5%) 3
8 Alamat pasien, jenis kelamin pasien 2 (0,5%) 3
9 Berat badan pasien 10 (2,7%) 4
10 Alamat pasien 5 (1,3%) 4

Kelengkapan administratif pasien resep narkotika mayoritas hanya dilengkapi 2

aspek saja (93; 42%) dari 5 aspek kelengkapan administratif pasien yaitu nama

pasien, umur pasien (50; 22,4%). Sebanyak 72 (32%) resep terdiri dari 3 aspek,

mayoritas mencantumkan nama, alamat, umur pasien 70 (31,4%). Sebanyak 55

(24,7%) melengkapi 1 aspek yaitu nama pasien dan sebanyak 3 (1,3%) memenuhi

4 aspek antara lain nama pasien, alamat pasien, umur pasien dan jenis kelamin,

manakala tidak satupun resep narkotika melengkapi dengan 5 aspek kelengkapan

administratif pasien (nama pasien, alamat pasien, umur, jenis kelamin dan berat

badan pasien.

Tabel 4.11 Jumlah aspek rata-rata dari resep yang buruk dan yang baik
No Aspek rata-rata Ketentuan
1 Skor < 2 Resep buruk
2 Skor ≥ 2 Resep baik

Skor yang terdapat pada tabel 4.11 dapat ditentukan baik buruknya dari

suatu kelengkapan resep, bila skor dari resep yang terdapat pada tabel 4.11

28
Universitas Sumatera Utara
kurang dari 2 (< 2) maka resep bisa dikatakan buruk apabila skor lebih besar dari

2 (≥ 2) maka resep dapat d ikatakan baik.

Tabel 4.12 Jumlah aspek yang terpenuhi dalam kelengkapan administratif pasien
pada resep narkotika
Aspek terpenuhi Jumlah
1 aspek 55 (24,7%)
2 aspek 93 (42%)
3 aspek 72 (32%)
4 aspek 3 (1,3%)
5 aspek -

Tabel 4.13 Rincian aspek yang tidak terpenuhi dalam kelengkapan administratif
pasien pada resep narkotika
No Aspek tidak Terpenuhi Jumlah Skor
1 Alamat pasien, umur, jenis kelamin, berat badan 54 (24,2%) 1
2 Nama pasien, umur, jenis kelamin, berat badan 1 (0,4%) 1
3 Alamat pasien, jenis kelamin, berat badan 50 (22,4%) 2
4 Umur pasien, jenis kelamin, berat badan 43 (19,3%) 2
5 Jenis kelamin pasien, berat badan 70 (31,4%) 3
6 Alamat pasien,berat badan 2 (0,9%) 3
7 Berat badan pasien 3 (1,3%) 4

Tabel 4.14 Jumlah aspek rata-rata dari resep yang buruk dan yang baik
No Aspek rata-rata Ketentuan
1 Skor < 2 Resep buruk
2 Skor > 2 Resep baik

Skor yang terdapat pada tabel 4.13 dapat ditentukan baik buruknya dari

suatu kelengkapan resep, bila skor dari resep yang terdapat pada tabel 4.3 kurang

dari 2 (< 2) maka resep bisa dikatakan buruk apabila skor lebih besar dari 2 (≥ 2)

maka resep dapat dikatakan baik

4.2 Kelengkapan farmasetik

Berdasarkan kelengkapan farmasetik, hasil penelitian ini memperlihatkan

bahwa masih banyak kelengkapan farmasetik pada resep-resep psikotropika dan

29
Universitas Sumatera Utara
narkotika yang diamati juga belum memenuhi kelengkapan yang diperlukan

dalam sebuah resep.

Tabel 4.15 (Jumlah persentase) kelengkapan farmasetik pada resep psikotropika


Aspek Ya (%) Tidak (%)
Nama obat 317 (100%) 0 (0%)
Kekuatan obat 257 (69,3%) 114 (30,7%)
Bentuk sediaan obat 237 (63,9%) 134 (36,1%)
Aturan pakai 338 (91,1%) 33 (8,1%)
Total obat 369 (99,5%) 2 (0,5%)

Pada penelitian ini menunjukkan bahwa semua resep psikotropika dan

narkotika mencantumkan nama obat. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 114

(30,7%) lembar resep psikotropika dan 101 (45%) lembar resep narkotika tidak

mencantumkan kekuatan obat. Pada penelitian ini ditemukan sebanyak 134

(36,1%) lembar resep psikotropika dan 57 (25,5 %) lembar resep narkotika tidak

mencantumkan bentuk sediaan. Pada penelitian ini ditemukan 33 (8,1%) lembar

resep psikotropika dan 12 (5,4%) lembar resep narkotika tidak mencantumkan

aturan pakai. Hasil penelitian menunjukkan 2 (0,5%) lembar resep psikotropika

dan 7 (3,1%) lembar resep narkotika yang tidak mencantumkan jumlah obat.

Tabel 4.16 (Jumlah persentase) kelengkapan farmasetik pada resep narkotika


Aspek Ya (%) Tidak (%)
Nama obat 223 (100%) 0 (0%)
Kekuatan obat 122 (55%) 101 (45%)
Bentuk sediaan obat 166 (74,4%) 57(25,5%)
Aturan pakai 211 (94,6%) 12 (5,4%)
Total obat 216 (96,9%) 7 (3,1%)

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh hanya sekitar 142 (38,3%)

resep psikotropika yang melengkapi 5 aspek kelengkapan farmasetik yang terdiri

dari (nama obat, kekuatan, bentuk sediaan, aturan pakai, total obat). Sebanyak 179

(48,2%) resep melengkapi dengan 4 aspek kelengkapan farmasetik, 88 (21,3%)

30
Universitas Sumatera Utara
tidak mencantumkan bentuk sediaan obat dan 79 (19%) tidak mencantumkan

kekuatan obat.

Tabel 4.17 Jumlah aspek yang terpenuhi dalam kelengkapan farmasetik pada
resep psikotropika
Aspek terpenuhi Jumlah
1 aspek -
2 aspek 4 (1%)
3 aspek 46 (12,4%)
4 aspek 179 (48,2%)
5 aspek 142 (38,3%)

Tabel 4.18 Jumlah aspek rata-rata dari resep yang buruk dan yang baik
No Aspek rata-rata Ketentuan
1 Skor < 4 Resep buruk
2 Skor ≥ 4 Resep baik

Skor yang terdapat pada tabel 4.18 dapat ditentukan baik buruknya dari

suatu kelengkapan resep, bila skor dari resep yang terdapat pada tabel 4.18

kurang dari 4 (< 4) maka resep bisa dikatakan buruk apabila skor lebih besar dari

4 (≥ 4) maka resep dapat dikatakan baik.

Tabel 4.19 Rincian aspek yang tidak terpenuhi dalam kelengkapan farmasetik
pada resep psikotropika
No Aspek tidak Terpenuhi Jumlah Skor
1 Kekuatan obat, bentuk sediaan, total obat 1 (0,3%) 2
2 Kekuatan obat, bentuk sediaan, aturan pakai 3 (0,8%) 2
3 Bentuk sediaan, aturan pakai 15 (4,0%) 3
4 Kekuatan obat, bentuk sediaan 27 (7,3%) 3
5 Kekuatan obat, aturan pakai 4 (1,1%) 3
6 Aturan pakai 11 (3%) 4
7 Bentuk sediaan 88 (23,7%) 4
8 Kekuatan obat 79 (21,3%) 4
9 Total obat 1 (0,3%) 4
10 Memenuhi 5 aspek 142 (38,3) 5

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh hanya sekitar 78 (35%) resep

narkotika yang melengkapi 5 aspek kelengkapan farmasetik yang terdiri dari

(nama obat, kekuatan, bentuk sediaan, aturan pakai, total obat). Sebanyak 115

(51,6%) resep melengkapi dengan 4 aspek kelengkapan farmasetik, 76 (34,1%)

31
Universitas Sumatera Utara
tidak mencantumkan kekuatan obat, 36 (16,1%) tidak mencantumkan bentuk

sediaan obat.

Tabel 4.20 Jumlah aspek yang terpenuhi dalam kelengkapan farmasetik pada
resep narkotika
Aspek terpenuhi Jumlah
1 aspek 0 (0%)
2 aspek 2 (0,9%)
3 aspek 28 (12,5%)
4 aspek 115 (51,6%)
5 aspek 78 (35%)

Tabel 4.21 Jumlah aspek rata-rata dari resep yang buruk dan yang baik

No Aspek rata-rata Ketentuan


1 Skor < 4 Resep buruk
2 Skor ≥ 4 Resep baik

Skor yang terdapat pada tabel 4.18 dapat ditentukan baik buruknya dari

suatu kelengkapan resep, bila skor dari resep yang terdapat pada tabel 4.18

kurang dari 4 (< 4) maka resep bisa dikatakan buruk apabila skor lebih besar dari

4 (≥ 4) maka resep dapat dikatakan baik.

Tabel 4.22 Rincian aspek yang tidak terpenuhi dalam kelengkapan farmasetik
pada resep narkotika
No Aspek tidak Terpenuhi Jumlah Skor
1 Kekuatan obat, bentuk sediaan, aturan pakai 2 (0,9%) 2
2 Kekuatan obat, bentuk sediaan obat 14 (6,3%) 3
3 Bentuk sediaan obat, total obat 4 (1,8%) 3
4 Kekuatan obat, total obat 2 (0,9%) 3
5 Kekuatan obat, aturan pakai 7 (3,1%) 3
6 Bentuk sediaan obat, aturan pakai 1 (0,4%) 3
7 Bentuk sediaan obat 36 (16,1%) 4
8 Kekuatan obat 76 (34,1%) 4
9 Aturan pakai 2 (0,9%) 4
10 Total obat 1 (0,4%) 4
11 Memenuhi 5 aspek 78 (35%) 5

Kelengkapan farmasetik ini penting untuk menghindari kekeliruan dalam

memberikan obat yang diperlukan. Seperti kekuatan obat, jika suatu resep tidak

32
Universitas Sumatera Utara
dilengkapi kekuatan obat maka dapat terjadi kekeliruan dalam memberikan

kekuatan yang diperlukan sehingga dosis yang diberikan tidak akan bisa mencapai

efek terapi.

Tabel 4.23 Jumlah (persentase) obat narkotika yang paling banyak diresepkan
Nama obat Jumlah
Codein 228 (100%)

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dari obat narkotika yang

diresepkan oleh dokter adalah obat codein sebanyak 228 (100%).

Tabel 4.24 Jumlah (persentase) obat psikotropika yang paling banyak diresepkan
No Nama obat Jumlah
1 Alprazolam 139 (37,5%)
2 Diazepam 91 (24,5%)
3 Clobazam 33 (8,9%)
4 Chlordiazepoxide Hcl 20 (5,4%)
5 Phenobarbital 17 (4,6%)
6 Estazolam 16 (4,3%)
7 Carbamazepine 16 (4,3%)
8 Clonazepam 14 (3,8%)
9 Lorazepam 10 (2,7%)
10 Risperidone 5 (1,3%)
11 Aripiprazole 2 (0,5%)
12 Clozapine 2 (0,5%)
13 Nitrazepam 2 (0,5%)
14 Olanzapine 2 (0,5)
15 Phenytoin 1 (0,3%)
16 Sulpiride 1 (0,3%)

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh dari resep psikotropika yang paling

banyak diresepkan oleh dokter adalah Alprazolam sebanyak 139 (37,5%), resep,

Diazepam diresepkan sebanyak 91 (24,5%) resep, Clobazam diresepkan sebanyak

33 (8,9%) resep, Chlordiazepoxide Hcl diresepkan sebanyak 20 (5,4%) resep,

Phenobarbital diresepkan sebanyak 17 (4,6%) resep, Estazolam dan

Carbamazepine diresepkan sebanyak 16 (4,3%) resep, Clonazepam diresepkan

33
Universitas Sumatera Utara
sebanyak 14 (3,8%) resep, Lorazepam diresepkan sebanyak 10 (2,7%) resep,

Risperidone diresepkan sebanyak 5 (1,3%) resep, Aripiprazole, Clozapine,

Nitrazepam dan Olanzapine diresepkan sebanyak 2 (0,5%) resep, Phenytoin dan

Sulpiride diresepkan sebanyak 1 (0,3%) resep.

Golongan benzodiazepine digunakan secara luas untuk penanganan keadaan

cemas akut dan untuk kontrol cepat gangguan panik. Alprazolam, suatu

triazolobenzodiazepine, bekerja pada kompleks reseptor GABA Benzodiazepine.

Sistem kimiawi dan reseptor GABA menghasilkan inhibisi atau efek

menenangkan. Alprazolam dalam jangka waktu pendek (sampai 8 minggu) sangat

efektif digunakan pada penanganan gangguan panik dan agoraphobia dan tampak

lebih selektif pada kondisi tersebut dibandingkan obat-obat golongan

benzodiazepine lainnya (Amri, 2012). Menekan reflek batuk merupakan khasiat

utama opioid. Analgesik opioid berada pada jajaran obat-obat paling efektif yang

tersedia untuk supresi batuk Codein, khusunya telah digunakan untuk menolong

penderita batuk patologis. Penekanan batuk dapat dilakukan dengan pemberian

dosis yang lebih rendah. Codein seperti yang sudah dijelaskan di atas mempunyai

suatu kerja antitusif (Katzung, 2002).

Tabel 4.25 Data pembagian resep yang terdapat di berbagai instansi


N0 Instansi Jumlah
1 Praktek 267 (45%)
2 Rumah sakit jiwa 131 (22%)
3 Klinik 121(20,4%)
4 Rumah sakit umum 75 (12,6%)

Dari hasil penelitian ini, terdapat sebanyak 267 dengan persentase (45%)

instansi praktek dokter yang meresepkan obat psikotropika dan narkotika,

sebanyak 131 dengan persentase (22%) diresepkan dari rumah sakit jiwa,

34
Universitas Sumatera Utara
sebanyak 121 dengan persentase (20,4%) diresepkan dari klinik dan sebanyak 75

dengan persentase diresepkan oleh rumah sakit umum.

Pemilihan resep psikotropika dan narkotika dijadikan sampel dalam penelitian ini

karena sering terjadinya penyalahgunaan pembelian obat-obatan psikotropika dan

narkotika secara ilegal atau pembelian obat psikotropika dan narkotika tanpa resep

dari dokter. Dari data apotek yang di dapat hanya 3 apotek yang tidak memiliki

resep narkotika, yaitu apotek Jaya wijaya, Keisha dan Semesta alam. Sebanyak 12

apotek memiliki resep psikotropika dan resep narkotika.

Tabel 4.26 Data apotek yang memiliki resep psikotropika dan narkotika
No Nama apotek Narkotika Psikotropika
1 Jaya wijaya - 
2 Keisha - 
3 Semesta alama - 
4 Daulat  
5 Dety  
6 Kasih agape  
7 Kimia farma belawan  
8 Khrisna  
9 Kimia farma setia budi  
10 Masnyur  
11 Rasyida  
12 Thimoty  
13 V matahari  
14 Guna simalingkar  
15 Kimia farma palang merah  

35
Universitas Sumatera Utara
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Kesimpulan yang didapat dari hasil penelitian ini dari 100 apotek hanya 15

apotek yang dijadikan sampel penelitian karena hanya apotek - apotek tersebut

yang bersedia dan memiliki resep psikotropika dan narkotika, dapat disimpulkan

pula bahwa:

a. Kelengkapan administratif penulis resep (dokter) pada resep psikotropika

ini masih sangat rendah hanya sekitar 19 (5,1%) dan pada resep narkotika

hanya 2 (0,9%) resep yang memenuhi 6 aspek yang terdiri dari nama

dokter, alamat praktek dokter, SIP, tanggal resep, paraf dokter dan no

telepon dokter. Kelengkapan administratif pasien sangat rendah, mayoritas

resep hanya mencantumkan nama pasien dan umur pasien 158 (42,6%)

resep psikotropika dan 50 (22,4%) resep narkotika dengan mayoritas

hanya mencantumkan nama pasien dan umur.

b. Kelengkapan farmasetik pada resep psikotropika hanya 142 (38,3%) dan

pada resep narkotika hanya 78 (1,9%) resep yang memenuhi kelengkapan

farmasetik.

5.2 Saran

a. Sebaiknya kepada dokter, dalam penulisan resep diharapkan dapat

menerapkan PERMENKES RI No. 73 tahun 2016 sehingga resiko

kesalahan pada resep dapat dihindari.

b. Sebaiknya kepada apoteker, dalam melayani resep perlu mengacu pada

PERMENKES RI No. 73 tahun 2016 sehingga terapi obat yang diberikan

dapat maksimal.

36
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA

Amri, F. (2012). Farmakologi Alprazolam dalam Mengatasi Gangguan Panik.


Jurnal Kedokteran Syiah Kuala. Volume 3 (187-190).

Ansel, H.C. (2006). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi keempat. UI Press.
Jakarta. Halaman 17.

Arikunto, S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT


Rineka Cipta.

Bobb, A., Gleason, K., Husch, M., Feinglass, J., Yarnold, P.R., Noskin, G.A.
(2004). The Epidemiology of Prescribing Errors: The Potential Impact of
Computerized Prescriber Order Entry. Archives of Internal Medicine. 164:
785-792.

Charles, J.P dan Endang Kumolosari. (2006). Farmasi Klinik Teori dan
Penerapan. Jakarta. Halaman 25-27.

Cahyono, J.B.S.B, (2008). Membangun Budaya Keselamatan Pasien dalam


Praktik Kedokteran. Yogyakarta: Kanisius.

Dwiprahasto Iwan dan Erna Kristin. (2008). Intervensi Pelatihan untuk


Meminimalkan Risiko Medication Error di Pusat Pelayanan Kesehatan
Primer. Jurnal Berkala Ilmu Kedokteran: 1-3.

Donnelly, G. (1996). Organisasi, Prilaku, Struktur, Proses. Jakarta: Erlangga.


Halaman 25.

Harjono dan Nuraini Farida. (1999). Kajian Resep-Resep di Apotek sebagai


Sarana Meningkatkan Penulisan Resep yang Rasional. Jurnal Kedokteran
Yarsi: 7(1).

Hartayu T, Widayati A. (2007). Kajian Kelengkapan Resep Pediatri Yang


Berpotensi Menimbulkan Medication Error di 2 rumah sakit dan 10
Apotek di Yogyakarta. Journal of Pharmaceutical Sciences and
Community: 2-5.

Jas, A. (2008). Perihal Resep & Dosis serta Latihan Menulis Resep. Universitas
Sumatera Utara Press. Medan. Halaman 5-12.

Katzung, Bertram G. (2002). Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi 8. Penerbit


Salemba Medika. Jakarta. Halaman 317; 324.

Khairunnisa. (2013). Skripsi: Kelengkapan Persyaratan dan Kesalahan Penulisan


Resep pada Apotek-Apotek di Kota Medan.

37
Universitas Sumatera Utara
Kuo GM, Phillips RL, Graham D, Hickner JM. (2008). Medication Errorsreported
by US family physicians and their office staff. Qualsaf Health Care. 17:
286-290.

Ni, K.M., Siang, C.S., dan Muhammad Nor, R. (2002) Non compliance with
Prescriptions Writing Requirements and Prescribings Errors in an
Outpatient Department. Malaysian of Journal Pharmacy. 1 (2): 45-50.

Notoatmodjo, S. (2005). Metodologi Penelitian Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta.


Halaman 53-55.

Nirmala, A. (2009). Skrining Resep pada Pasien Anak di Apotek Wilayah


Kabupaten Sukoharjo Periode bulan Agustus – Oktober 2009. Surakarta:
Universitas Muhammadiyah.

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 73 Tahun 2016.


Kepmenkes No. 1027/Menkkes/SK/IX/2004.

Prawitasari, D. (2009). Skripsi: Tinjauan Aspek Legalitas dan Kelengkapan Resep


di 5 Apotek Kabupaten Klaten tahun 2007. Surakarta.

Riza, M. (2017). Buku Saku Framasetika Dasar. CV Trans Info Media. Jakarta
Timur. Halaman 7-21.

Sandy. (2010). Skripsi: Studi kelengkapan Resep Obat Untuk Pasien Anak di
Apotek Wilayah Kecamatan Kartasura Bulan Oktober-Desember 2008.
Surakarta.

Satibi. (2016). Manajemen Apotek. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.


Halaman 35-39.

Syamsuni. (2006). Farmasetika Dasar dan Hitungan Farmasi. Penerbit Buku


Kedokteran EGC. Jakarta. Halaman 43.

Velo, G.P., Munuz, P. (2009). Medication errors: prescrebing foults and


prescripition errors. The Journal of Clinical Pharmacology. 67 (6): 624-
628.

Zaman, J. (2001). Ars Prescriben resep yang rasional. Jilid 23. Airlangga
University press. Halaman 18.

38
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 1. Surat judul penelitian dan pembimbing

39
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. Surat izin penelitian dari dekan fakultas farmasi USU

40
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 3. Surat izin penelitian dari kepala dinas kesehatan kota medan

41
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 4. Surat izin perubahan judul penelitian

42
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 5. Gambar resep psikotropika

43
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 6. Gambar resep narkotika

44
Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai