Anda di halaman 1dari 18

KOMUNIKASI INTERPERSONAL KEPADA IBU HAMIL DALAM UPAYA PENURUNAN ANGKA ANEMIA DAN

KEK DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS PAMARAYAN


BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Status gizi ibu sebelum dan selama hamil dapat mempengaruhi pertumbuhan janin yang sedang
dikandung. Bila gtatus gizi ibu normal pada masa sebelum dan selama hamil kemungkinan besar
akan melahirkan bayi yang sehat, cukup bulan dengan berat badan normal. Dengan kata lain
kualitas bayi yang dilahirkan sangat tergantung pada keadaan gizi ibu sebelum dan selama hamil.

Salah satu cara untuk menilai kualitas bayi adalah dengan mengukur berat bayi pada saat lahir.
Seorang ibu hamil akan melahirkan bayi yang sehat bila tingkat kesehatan dan gizinya berada pada
kondisi yang baik. Namun sampai saat ini masih banyak ibu hamil yang mengalami masalah gizi
khususnya gizi kurang seperti Kurang Energi Kronis (KEK) dan Anemia gizi (Depkes RI, 1996). Hasil
SKRT 1995 menunjukkan bahwa 41 % ibu hamil menderita KEK dan 51% yang menderita anemia
mempunyai kecenderungan melahirkan bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR).

Ibu hamil yang menderita KEK dan Anemia mempunyai resiko kesakitan yang lebih besar terutama
pada trimester III kehamilan dibandingkan dengan ibu hamil normal. Akibatnya mereka
mempunyai resiko yang lebih besar untuk melahirkan bayi dengan BBLR, kematian saat persalinan,
pendarahan, pasca persalinan yang sulit karena lemah dan mudah mengalami gangguan kesehatan
(Depke RI, 1996). Bayi yang dilahirkan dengan BBLR umumnya kurang mampu meredam tekanan
lingkungan yang baru, sehingga dapat berakibat pada terhambatnya pertumbuhan dan
perkembangan, bahkan dapat mengganggu kelangsungan hidupnya.

Selain itu juga akan meningkatkan resiko kesakitan dan kematian bayi karena rentan terhadap
infeksi saluran pernafasan bagian bawah, gangguan belajar, masalah perilaku dan lain sebagainya
(Depkes RI, 1998).
Kebutuhan Gizi pada Ibu Hamil

Kehamilan menyebabkan meningkatnya metabolisme energi, karena itu kebutuhan energi dan zat
gizi lainnya meningkat selama kehamilan. Peningkatan energi dan zat gizi tersebut diperlukan untuk
pertumbuhan dan perkembangan janin, pertambahan besarnya organ kandungan, perubahan
komposisi dan metabolisme tubuh ibu. Sehingga kekurangan zat gizi tertentu yang diperlukan saat
hamil dapat menyebabkan janin tumbuh tidak sempurna.

Bagi ibu hamil, pada dasarnya semua zat gizi memerlukan tambahan, namun yang seringkali
menjadi kekurangan adalah energi protein dan beberapa mineral seperti Zat Besi dan Kalsium.

Kebutuhan energi untuk kehamilan yang normal perlu tambahan kira-kira 80.000 kalori selama
masa kurang lebih 280 hari. Hal ini berarti perlu tambahan ekstra sebanyak kurang lebih 300 kalori
setiap hari selama hamil (Nasution, 1988).

Energi yang tersembunyi dalam protein ditaksir sebanyak 5180 kkal, dan lemak 36.337 Kkal. Agar
energi ini bisa ditabung masih dibutuhkan tambahan energi sebanyak 26.244 Kkal, yang digunakan
untuk mengubah energi yang terikat dalam makanan menjadi energi yang bisa dimetabolisir.
Dengan demikian jumlah total energi yang harus tersedia selama kehamilan adalah 74.537 Kkal,
dibulatkan menjadi 80.000 Kkal. Untuk memperoleh besaran energi per hari, hasil penjumlahan ini
kemudian dibagi dengan angka 250 (perkiraaan lamanya kehamilan dalam hari) sehingga diperoleh
angka 300 Kkal.

Kebutuhan energi pada trimester I meningkat secara minimal. Kemudian sepanjang trimester II dan
III kebutuhan energi terus meningkat sampai akhir kehamilan. Energi tambahan selama trimester II
diperlukan untuk pemekaran jaringan ibu seperti penambahan volume darah, pertumbuhan uterus,
dan payudara, serta penumpukan lemak. Selama trimester III energi tambahan digunakan untuk
pertumbuhan janin dan plasenta.

Karena banyaknya perbedaan kebutuhan energi selama hamil, maka WHO menganjurkan jumlah
tambahan sebesar 150 Kkal sehari pada trimester I, 350 Kkal sehari pada trimester II dan III. Di
Kanada, penambahan untuk trimester I sebesar 100 Kkal dan 300 Kkal untuk trimester II dan III.
Sementara di Indonesia berdasarkan Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI tahun 1998
ditentukan angka 285 Kkal perhari selama kehamilan. Angka ini tentunya tidak termasuk
penambahan akibat perubahan temperatur ruangan, kegiatan fisik, dan pertumbuhan. Patokan ini
berlaku bagi mereka yang tidak merubah kegiatan fisik selama hamil.

Sama halnya dengan energi, kebutuhan wanita hamil akan protein juga meningkat, bahkan
mencapai 68 % dari sebelum hamil. Jumlah protein yang harus tersedia sampai akhir kehamilan
diperkirakan sebanyak 925 g yang tertimbun dalam jaringan ibu, plasenta, serta janin. Di Indonesia
melalui Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi VI tahun 1998 menganjurkan penambahan protein
12 g/hari selama kehamilan. Dengan demikian dalam satu hari asupan protein dapat mencapai 75-
100 g (sekitar 12 % dari jumlah total kalori); atau sekitar 1,3 g/kgBB/hari (gravida mature), 1,5 g/kg
BB/hari (usia 15-18 tahun), dan 1,7 g/kg BB/hari (di bawah 15 tahun).

Bahan pangan yang dijadikan sumber protein sebaiknya (2/3 bagian) pangan yang bernilai biologi
tinggi, seperti daging tak berlemak, ikan, telur, susu dan hasil olahannya. Protein yang berasal dari
tumbuhan (nilai biologinya rendah) cukup 1/3 bagian.

Kenaikan volume darah selama kehamilan akan meningkatkan kebutuhan Fe atau Zat Besi. Jumlah
Fe pada bayi baru lahir kira-kira 300 mg dan jumlah yang diperlukan ibu untuk mencegah anemia
akibat meningkatnya volume darah adalah 500 mg. Selama kehamilan seorang ibu hamil
menyimpan zat besi kurang lebih 1.000 mg termasuk untuk keperluan janin, plasenta dan
hemoglobin ibu sendiri. Berdasarkan Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi Tahun 1998, seorang
ibu hamil perlu tambahan zat gizi rata-rata 20 mg perhari. Sedangkan kebutuhan sebelum hamil
atau pada kondisi normal rata-rata 26 mg per hari (umur 20 – 45 tahun).
Gizi Kurang pada Ibu Hamil

Bila ibu mengalami kekurangan gizi selama hamil akan menimbulkan masalah, baik pada ibu
maupun janin, seperti diuraikan berikut ini.

1. Terhadap Ibu

Gizi kurang pada ibu hamil dapat menyebabkan resiko dan komplikasi pada ibu antara lain: anemia,
pendarahan, berat badan ibu tidak bertambah secara normal, dan terkena penyakit infeksi.

2. Terhadap Perslinan

Pengaruh gizi kurang terhadap proses persalinan dapat mengakibatkan persalinan sulit dan lama,
persalinan sebelum waktunya (premature), pendarahan setelah persalinan, serta persalinan dengan
operasi cenderung meningkat.

3. Terhadap Janin

Kekurangan gizi pada ibu hamil dapat mempengaruhi proses pertumbuhan janin dan dapat
menimbulkan kegururan , abortus, bayi lahir mati, kematian neonatal, cacat bawaan, anemia pada
bayi, asfiksia intra partum (mati dalam kandungan), lahir dengan berat badan lahir rendah (BBLR)

Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mengetahui status gizi ibu hamil antara lain
memantau pertambahan berat badan selama hamil, mengukur Lingkar Lengan Atas (LILA), dan
mengukur kadar Hb. Pertambahan berat badan selama hamil sekitar 10 – 12 kg, dimana pada
trimester I pertambahan kurang dari 1 kg, trimester II sekitar 3 kg, dan trimester III sekitar 6 kg.
Pertambahan berat badan ini juga sekaligus bertujuan memantau pertumbuhan janin. Pengukuran
LILA dimaksudkan untuk mengetahui apakah seseorang menderita Kurang Energi Kronis (KEK),
sedangkan pengukuran kadar Hb untuk mengetahui kondisi ibu apakah menderita anemai gizi.

Gizi yang baik diperlukan seorang ibu hamil agar pertumbuhan janin tidak mengalami hambatan,
dan selanjutnya akan melahirkan bayi dengan berat normal. Dengan kondisi kesehatan yang baik,
system reproduksi normal, tidak menderita sakit, dan tidak ada gangguan gizi pada masa pra hamil
maupun saat hamil, ibu akan melahirkan bayi lebih besar dan lebih sehat daripada ibu dengan
kondisi kehamilan yang sebaliknya. Ibu dengan kondisi kurang gizi kronis pada masa hamil sering
melahirkan bayi BBLR, vitalitas yang rendah dan kematian yang tinggi, terlebih lagi bila ibu
menderita anemia.
Anemia pada Ibu Hamil

Anemia dapat didefinisikan sebagai kondisi dengan kadar Hb berada di bawah normal. Di Indonesia
Anemia umumnya disebabkan oleh kekurangan Zat Besi, sehingga lebih dikenal dengan istilah
Anemia Gizi Besi. Anemia defisiensi besi merupakan salah satu gangguan yang paling sering terjadi
selama kehamilan. Ibu hamil umumnya mengalami deplesi besi sehingga hanya memberi sedikit
besi kepada janin yang dibutuhkan untuk metabolisme besi yang normal. Selanjutnya mereka akan
menjadi anemia pada saat kadar hemoglobin ibu turun sampai di bawah 11 gr/dl selama trimester
III.

Kekurangan zat besi dapat menimbulkan gangguan atau hambatan pada pertumbuhan janin baik sel
tubuh maupun sel otak. Anemia gizi dapat mengakibatkan kematian janin didalam kandungan,
abortus, cacat bawaan, BBLR, anemia pada bayi yang dilahirkan, hal ini menyebabkan morbiditas
dan mortalitas ibu dan kematian perinatal secara bermakna lebih tinggi. Pada ibu hamil yang
menderita anemia berat dapat meningkatkan resiko morbiditas maupun mortalitas ibu dan bayi,
kemungkinan melahirkan bayi BBLR dan prematur juga lebih besar.
Resiko BBLR pada Ibu Hamil

Di Indonesia batas ambang LILA dengan resiko KEK adalah 23,5 cm hal ini berarti ibu hamil dengan
resiko KEK diperkirakan akan melahirkan bayi BBLR. Bila bayi lahir dengan Berat Badan Lahir
Rendah (BBLR) akan mempunyai resiko kematian, gizi kurang, gangguan pertumbuhan, dan
gangguan perkembangan anak. Untuk mencegah resiko KEK pada ibu hamil sebelum kehamilan
wanita usia subur sudah harus mempunyai gizi yang baik, misalnya dengan LILA tidak kurang dari
23,5 cm. Apabila LILA ibu sebelum hamil kurang dari angka tersebut, sebaiknya kehamilan ditunda
sehingga tidak beresiko melahirkan BBLR.

Hasil penelitian Edwi Saraswati, dkk. di Jawa Barat (1998) menunjukkan bahwa KEK pada batas
23,5 cm belum merupakan resiko untuk melahirkan BBLR walaupun resiko relatifnya cukup tinggi.
Sedangkan ibu hamil dengan KEK pada batas 23 cm mempunyai resiko 2,0087 kali untuk
melahirkan BBLR dibandingkan dengan ibu yang mempunyai LILA lebih dari 23 cm.

Sebagaimana disebutkan di atas, berat bayi yang dilahirkan dapat dipengaruhi oleh status gizi ibu
baik sebelum hamil maupun saat hamil. Status gizi ibu sebelum hamil juga cukup berperan dalam
pencapaian gizi ibu saat hamil. Penelitian Rosmeri (2000) menunjukkan bahwa status gizi ibu
sebelum hamil mempunyai pengaruh yang bermakna terhadap kejadian BBLR. Ibu dengan status
gizi kurang (kurus) sebelum hamil mempunyai resiko 4,27 kali untuk melahirkan bayi BBLR
dibandingkan dengan ibu yang mempunyai status gizi baik (normal).

Hasil penelitian Jumirah, dkk. (1999) menunujukkan bahwa ada hubungan kadar Hb ibu hamil
dengan berat bayi lahir, dimana semakin tinggi kadar Hb ibu semakin tinggi berat badan bayi yang
dilahirkan. Sedangkan penelitian Edwi Saraswati, dkk. (1998) menemukan bahwa anemia pada
batas 11 gr/dl bukan merupakan resiko untuk melahirkan BBLR. Hal ini mungkin karena belum
berpengaruh terhadap fungsi hormon maupun fisiologis ibu.

Selanjutnya pada analisa bivariat anemia batas 9 gr/dl atau anemia berat ditemukan secara statistik
tidak nyata melahirkan BBLR. Namun untuk melahirkan bayi mati mempunyai resiko 3,081 kali.
Dari hasil analisa multivariat dengan memperhatikan masalah riwayat kehamilan sebelumnya
menunjukkan bahwa ibu hamil penderita anemia berat mempunyai resiko untuk melahirkan BBLR
4,2 kali lebih tinggi dibandingkan dengan ibu yang tidak menderita anemia berat.
Penutup

Ibu hamil merupakan kelompok yang cukup rawan gizi. Kekurangan gizi pada ibu hamil mempunyai
dampak yang cukup besar terhadap proses pertumbuhan janin dan anak yang akan dilahirkan. Bila
ibu hamil mengalami kurang gizi maka akibat yang akan ditimbulkan antara lain: keguguran, bayi
lahir mati, kematian neonatal, cacat bawaan, anemia pada bayi, dan bayi lahir dengan BBLR.

Beberapa penelitian membuktikan bahwa pengaruh gizi kurang terhadap kejadian BBLR cukup
besar pada ibu hamil, apalagi kondisi gizi ibu sebelum hamil buruk. Masalah gizi kurang pada ibu
hamil ini dapat dilihat dari prevalensi Kekurangan Energi Kronis (KEK) dan kejadian anemia.

Untuk memperkecil resiko BBLR diperlukan upaya mempertahankan kondisi gizi yang baiik pada
ibu hamil. Upaya yang dilakukan berupa pengaturan konsumsi makanan, pemantauan pertambahan
berat badan, pemeriksaan kadar Hb, dan pengukuran LILA sebelum atau saat hamil.
 Menurut Depkes RI (1994) pengukuran LILA pada kelompok wanita usia subur adalah salah satu
cara untuk mendeteksi dini yang mudah dan dapat dilaksanakan oleh masyarakat awam, untuk
mengetahui kelompok berisiko Kekurangan Energi Kronis (KEK). Kurang Energi Kronis (KEK) pada
ibu hamil adalah kekurangan gizi pada ibu hamil yang berlangsung lama (beberapa bulan atau
tahun) (DepKes RI, 1999).

 Risiko Kekurangan Energi Kronis (KEK) adalah keadaan dimana remaja putri/wanita mempunyai
kecenderungan menderita KEK ( Arismas,2009).

 Ibu KEK adalah ibu yang ukuran LILAnya < 23,5 cm dan dengan salah satu atau beberapa kriteria
sebagai berikut : a.Berat badan ibu sebelum hamil < 42 kg. b.Tinggi badan ibu < 145 cm. c.Berat
badan ibu pada kehamilan trimester III < 45 kg. d.Indeks masa tubuh (IMT) sebelum hamil < 17,00
e.Ibu menderita anemia (Hb < 11 gr %) (Weni, 2010).

PENGUKURAN STATUS GIZI

1.Pengukuran LILA

 Ada beberapa cara untuk dapat digunakan untuk mengetahui status gizi ibu hamil antara lain
memantau pertambahan berat badan selama hamil, mengukur LILA, mengukur kadar Hb. Bentuk
adan ukuran masa jaringan adala masa tubuh. Contoh ukuran masa jaringan adala LILA, berat
badan, dan tebal lemak. Apabila ukuran ini rendah atau kecil, menunjukan keadaan gizi kurang
akibat kekurangan energi dan protein yang diderita pada waktu pengukuran dilakukan.
Pertambahan otot dan lemak di lengan berlangsung cepat selama tahun pertama kehidupan
(Arisman,2009).
 Lingkaran Lengan Atas (LILA) mencerminkan tumbuh kembang jaringan lemak dan otot yang tidak
berpengaruh banyak oleh cairan tubuh. Pengukuran ini berguna untuk skrining malnutrisi protein
yang biasanya digunakan oleh DepKes untuk mendeteksi ibu hamil dengan resiko melahirkan
BBLR bila LILA < 23,5 cm (Wirjatmadi B, 2007). Pengukuran LILA dimaksudkan untuk mengetahui
apakah seseorang menderita Kurang Energi Kronis. Ambang batas LILA WUS dengan risiko KEK
di Indonesia adalah 23.5 cm. Apabila ukuran kurang dari 23.5 cm atau dibagian merah pita LILA,
artinya wanita tersebut mempunyai risiko KEK, dan diperkirakan akan melahirkan berat bayi lahir
rendah ( Arisman, 2007)
 Gizi merupakan salah satu penentu kualitas SDM, kekurangan gizia k a n m e n " e b a b k a n
k e g a g a l a n p e r t u m b u h a n ) i s i k d a n p e r k e m b a n g a n ke=erdasan,menurunkan
produkti)itas ker9a dan da"a tahan tubuh,"ang berakibat meningkatn"a kesakitan
dan kematian.Ke=ukupan gizi sangat di perlukan oleh setiap indi-idu,se9ak 9anin masih di
dalam kandungan.7buatau =alon ibu men9adi kelompok ra/an,karena
membutuhkan gizi "ang= u k u p s e h i n g g a h a r u s d i 9 a g a s t a t u s g i z i d a n
k e s e h a t a n " a , a g a r d a p a t melahirkan ba"i "ang sehat #Dep.Kes +7 (%%*'.
Sampai saat ini masih ban"ak ibu hamil "ang mengalami masalah gizi, khususn"a gizi
kurangs e p e r t i k u r a n g e n e r g i k r o n i s # K E K ' d a n a n e m i a . S e h i n g g a
m e m p u n " a i ke=enderungan melahirkan ba"i dengan berat badan lahir kurang.
Gizikurang pada ibu hamil dapat men"ebabkan resiko dan komplikasi padaibu,
antara lain anemia, perdarahan, mempersulit persalinaan sehinggater9adi
persalinan lama, prematuritas, perdarahan setelah persalinan,bahkankematian ibu. #dr.Prita
Muliarini, (%!%'. 6 i n g k a r l e n g a n a t a s # 6 7 6 3 ' s u d a h d i g u n a k a n s e = a r a
u m u m d i 7ndonesia untuk mengidenti)ikasi ibu hamil risiko kurang energi
kronis# K E K ' . M e n u r u t D e p a r t e m e n k e s e h a t a n b a t a s i b u h a m i l " a n g
disebutresiko KEK #kekurangan energi kronis' 9ika ukuran 6763
(*, = m , dalam pedoman Depkes tersebut disebutkan inter-ensi "ang
diperlukanu n t u k / a n i t a u s i a s u b u r # 0 @ S ' a t a u i b u h a m i l " a n g m e n d e r i t a
r i s i k o KEK. Kurang energi kronis pada orang de/asa dapat diketahui
denganindeks massa tubuh #7MT' "ang diukur dari perbandingan antara berat dantinggi
badan. Bika 7MT kurang dari !5, dikatakan sebagai KEK. 3kantetapi
pengukuran 7MT memerlukan alat pengukur tinggi badan dan berat badan.

Anda mungkin juga menyukai