Anda di halaman 1dari 175

Katalog BPS : 4102004.

32

INDIKATOR
KESEJAHTERAAN RAKYAT
PROVINSI JAWA BARAT

id
2015

o.
.g
ps
r.b
ba
ja
://
tp
ht

Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Barat


ht
tp
://
ja
ba
r.b
ps
.g
o.id
ht
tp
://
ja
ba
r.b
ps
.g
o.
id
Indikator Kesejahteraan Rakyat
Jawa Barat 2015

Nomor Publikasi : 32520.1603


ISSN : 2477-4235
Katalog BPS : 4102004.32
Ukuran Buku : 17 x 25 cm

.id
Jumlah Halaman : viii + 160 halaman

go
.
ps

NASKAH:
r.b

Bidang Statistik Sosial, BPS Provinsi Jawa Barat


ba
ja

PENYUNTING:
://
tp

Bidang Statistik Sosial, BPS Provinsi Jawa Barat


ht

GAMBAR KULIT:
Bidang Statistik Sosial, BPS Provinsi Jawa Barat

DITERBITKAN OLEH:
BPS Provinsi Jawa Barat

Boleh dikutip dengan menyebut sumbernya


INDIKATOR KESEJAHTERAAN RAKYAT

JAWA BARAT 2015

Pengarah : Ir. Bachdi Ruswana, M.M.

.id
Editor : Dyah Anugrah Kuswardani, MA
go
Yayat Hidayat, S.ST, M.Stat.
.
ps
Penulis : Reni Wulandari, SST.
r.b

Any Heryani, S.ST.


ba

Pengolah Data/
ja

Penyiapan Draft : Reni Wulandari, S.ST.


://

Any Heryani, S.ST.


tp
ht
ht
tp
://
ja
ba
r.b
ps
.g
o.
id
KATA PENGANTAR

Puji syukur Kami haturkan kehadirat Allah SWT, karena perkenan-Nyalah


publikasi Indikator Kesejahteraan Rakyat Jawa Barat Tahun 2015 telah selesai
sesuai dengan target jadwal yang telah ditetapkan.

Publikasi ini berisi indikator-indikator kesejahteraan rakyat di Jawa Barat


yang mencakup bidang Kependudukan, Pendidikan, Kesehatan, Ketenagakerjaan,

.id
Perumahan, Pengeluaran Rumahtangga dan Sosial Ekonomi.
. go
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan publikasi ini masih banyak
ps

kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran untuk kesempurnaan publikasi ini di
r.b

masa yang akan datang.


ba
ja

Akhirnya kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada


://

semua pihak yang telah membantu hingga publikasi ini dapat terselesaikan. Semoga
tp
ht

publikasi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bandung, Juli 2016


BPS PROPINSI JAWA BARAT
Kepala,

Ir. Bachdi Ruswana, M.M

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015 iii


ht
tp
://
ja
ba
r.b
ps
.g
o.
id
DAFTAR ISI

Halaman

Kata Pengantar ……………………………………………………………… iii

Daftar Isi …………………………………………………………………… iv

Daftar Tabel ……………………………………………………………….. v

1 KEPENDUDUKAN ……………………………………………… 1

2 KESEHATAN ……………………………………………………… 21

3 PENDIDIKAN ……………………………………………………… 39

id
o.
4 KETENAGAKERJAAN ………………………………………….. 63
.g
5 TARAF DAN POLA KONSUMSI ………………………………... 87
ps
r.b

6 PERUMAHAN ………………………………………………….. 99
ba

7 SOSIAL LAINNYA .................................................................................. 111


ja
://
tp

Lampiran-lampiran ……………………………………………………. 121


ht

Istilah Tekhnis ………………………………………………………… 153

Sumber Data …………………………………………………………. 157

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015 iv


ht
tp
://
ja
bar
.b
ps
.g
o.
id
DAFTAR TABEL

Halaman

KEPENDUDUKAN

1.1 Jumlah, laju pertumbuhan dan rasio jenis kelamin, 2014-2015 4


1.2 Komposisi penduduk (%) da Angka Beban Ketergantungan, 9
2014-2015 ……………………………………………………
1.3 Persentase wanita 10 tahun ke atas dan pernah kawin menurut 13
usia prkawinan pertama, 2014-2015 ………………………..
1.4 Persentase wanita berumur 15-49 tahun berstatus kawin dan 17
menggunakan Alat/Cara KB Kontrasepsi, 2014-2015

KESEHATAN

id
2.1 Angka Kesakitan dan rata-rata lama sakit, 2014-2015 …….. 25

o.
2.2 Persentase anak usia 0-23 bulan yang pernah disusui dan rata- 27
.g
rata lama disusui, 2014-2015 ………………………………..
ps
2.3 Persentase anak 12-59 bulan yang pernah diimunisasi, menuurut 29
jenis imunisasi, 2014-2015 ……………………………………
r.b

2.4 Persentase Balita menurut penolong persalinan. 2014-2015 …. 32


2.5 Persentase penduduk yang berobat jalan menurut tempat 36
ba

berobat, 2014-2015 ………………………………………….


ja
://

PENDIDIKAN
tp
ht

3.1 Angka Melek Huruf menurut kelompok umur, jenis kelamin dan 43
daerah tempat tinggal, 2014-2015 …………………………..
3.2 Angka Harapan Sekolah (EYS tahun) dan Rata-rata lama sekolah 47
(MYS) (tahun) menurut jenis kelamin dan daerah temat tinggal,
2014-2015………………………………………………………..
3.3 Persentase penduduk 10 tahun ke atas menurut tingkat 49
pendidikan dan daerah tempat tinggal, 2014-2015 …………
3.4 Angka Partisipasi Sekolah menurut usia sekolah, jenis kelamin 54
dan daerah tempat tinggal, 2014-2015 ………………………
3.5 Angka Partisipasi Murni menurut usia sekolah, jenis kelamin dan 59
daerah tempat tinggal, 2014-2015 …………………………..

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015 v


KETENAGAKERJAAN

4.1 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja dan Tingkat Pengangguran 66


Terbuka, 2014-2015 …………………………………………
4.2 Tingkat Pengangguran Terbuka menurut tingkat pendidikan, 72
2014-2015 …………………………………………………….
4.3 Persentase penduduk 15 tahun ke atas yang bekerja seminggu 74
yang lalu menurut lapangan usaha, 2014-2015 ………………..
4.4 Persentase penduduk 15 tahun ke atas yang bekerja seminggu 78
yang lalu menurut status pekerjaan 2014-2015
4.5 Persentase penduduk 15 tahun ke atas yang bekerja menurut 80
jumlah jam kerja seluruhnya seminggu yang lalu 2014-2015 …...
4.6 Rata-rata gaji pendapatan bersih sebulan (rupiah) pekerja 1) 82
menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan dan daerah
tempat tinggal, 2014-2015 ……………………………………

id
4.7 Rata-rata gaji pendapatan bersih sebulan (rupiah) pekerja 1) 85

o.
menurut pendidikan tertinggi yang ditamatkan dan jenis kelamin,
2014-2015 ……………………………………………………
.g
ps
r.b

TARAF DAN POLA KONSUMSI


ba

5.1 Rata-rata pengeluaran per kapita per bulan menurut jenis 89


ja

pengeluaran, 2014-2015 ……………………………………….


://

5.2 Rata-rata pengeluaran makanan per kapita per bulan menurut 91


tp

jenis pengeluaran, 2014-2015 ……………


5.3 Rata-rata pengeluaran bukan makanan per kapita per bulan 92
ht

menurut jenis pengeluaran, 2014-2015 ……………


5.4 Distribusi pembagian pengeluaran per kapita dan indeks gini, 94
2013-2015
5.5 Konsumsi energy dan protein per kapita per hari, 2014-2015 .. 96

PERUMAHAN

6.1 Rumah tangga menurut beberapa indicator kualitas perumahan, 102


2014-2015 ………………………………………………………
6.2 Persentase rumah tangga menurut beberapa fasilitas perumahan, 106
2014-2015 ………………………………………………………
6.3 Persentase rumah tangga menurut status kepemilikan rumah 109
tinggal, 2014-2015 ……………………………………………

vi Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015


SOSIAL LAINNYA

7.1 Persentase penduduk yang melakukan perjalanan, 2013-2015 114


7.2 Persentase rumah tangga yang mempunyai akses teknologi, 116
informasi dan komunikasi, 2013-2015 ………………………...
7.3 Persentase penduduk yang mengakses internet, 2014-2015 …. 117

id
o.
.g
ps
r.b
ba
ja
://
tp
ht

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015 vii


BAB I KEPENDUDUKAN

Isu kependudukan yang kian mengemuka


belakangan ini berkaitan dengan pertumbuhan
penduduk. Penduduk memang dapat menjadi modal
dasar dalam pembangunan, namun di sisi lain
penduduk juga dapat menjadi hambatan dalam
Jumlah dan tingkat mencapai tujuan pembangunan. Hal ini dimungkinkan

.id
pertumbuhan
terjadi apabila pertumbuhan jumlah penduduk tidak
penduduk yang tidak go
terkendali dan tidak diimbangi dengan pemenuhan
.
ps
terkendali serta
kebutuhan penduduk seperti sandang, pangan,
r.b

distribusi penduduk
papan, dan kebutuhan akan pendidikan dan
ba

yang tidak merata


kesehatan yang layak.
ja

menjadi masalah
://

serius yang harus Provinsi Jawa Barat adalah provinsi yang


tp

ditangani. menyokong ibukota negara Indonesia, maka Provinsi


ht

Jawa Barat merupakan provinsi yang merasakan


langsung dari dampak positif maupun dampak negatif
dari pembangunan yang dilakukan di DKI Jakarta.
Dampak positif yang terasa adalah pembangunan
infrastruktur berupa jalan tol yang sudah
dilaksanakan dari DKI sampai ke Bandung. Sehingga
hal ini memberikan dampak yang positif bagi
kegiatan ekonomi di Provinsi Jawa Barat. Namun
selain dampak positif, dampak negatif yang terasa

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015 1


semakin bertambah orang yang tergiur dengan
gemerlapnya ibukota, maka semakin banyak
permasalahan di DKI dirasakan juga oleh masyarakat
Provinsi Jawa Barat, diantaranya banjir, sampah yang
melimpah, kejahatan serta permasalahan-
permasalahan sosial lainnya.

Selain tingkat pertumbuhan penduduk,


masalah komposisi penduduk dan ketimpangan
distribusi penduduk juga menjadi masalah serius

.id
yang harus segera ditangani oleh pemerintah.
Kebijakan pemerintah terkait
kependudukan baik dalam hal kuantitas maupun
go
masalah
.
ps
Jawa Barat merupakan
kualitas penduduk harus terus dilaksanakan dalam
r.b

provinsi dengan jumlah


upaya memperbaiki kualitas hidup masyarakat
ba

penduduk terbanyak di

sehingga kesejahteraan hidup masyarakat dapat


ja

Indonesia. Jumlahnya
://

ditingkatkan. hampir mencapai 20 %


tp

penduduk Indonesia.
ht

Series data kependudukan diperlukan untuk


mengetahui apakah pembangunan yang dilaksanakan
secara berkesinambungan dapat semakin dirasakan
manfaatnya oleh lapisan masyarakat terutama
pembangunan yang berhubungan langsung dengan
pemenuhan kebutuhan hidup manusia. Pemerintah
telah membuat proyeksi penduduk terbaru
berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2010.

2 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015


1.1 Laju pertumbuhan penduduk

Salah satu masalah klasik kependudukan


yang terjadi di Jawa Barat dan terus menjadi
Gambar 1. Laju pertumbuhan
penduduk
perhatian pemerintah adalah jumlah penduduk Jawa
2 Barat yang besar. Dalam hal jumlah penduduk, Jawa
1,5
Barat adalah provinsi yang menduduki peringkat
1
0,5
pertama di Indonesia dengan jumlah penduduk yang
0 paling banyak (hampir 1/5 penduduk Indonesia).
2012 2013 2014
Jumlah penduduk Jawa Barat pada tahun 2015

.id
berdasarkan Proyeksi Penduduk Indonesia 2010-

. go
2035 tercatat sebanyak 46,71 juta jiwa. Jumlah
penduduk tersebut mengalami kenaikan sekitar 0,68
ps

juta jiwa bila dibandingkan dengan jumlah penduduk


r.b

tahun 2014 yang mencapai 46,03 juta jiwa. Bila


ba

dibandingkan dengan lima tahun sebelumnya yaitu


ja
://

pada tahun 2010, jumlah penduduk Jawa Barat saat


tp

ini mengalami peningkatan sekitar 8,06 persen dari


ht

jumlah penduduk pada waktu pelaksanaan Sensus


Penduduk tahun 2010 yang sebesar 43,23 juta jiwa.
Dengan kata lain, selama kurun waktu empat tahun
terakhir jumlah penduduk Jawa Barat telah
mengalami pertambahan penduduk sebesar 3,48 juta
jiwa.

Laju pertumbuhan penduduk Jawa Barat jika


dibandingkan pertumbuhan tahun-tahun sebelumnya
maka terlihat tren yang terus menurun. Pada tahun

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015 3


2013, laju pertumbuhan penduduk Jawa Barat
sebesar 1,56 persen dan mengalami penurunan
menjadi 1,52 persen pada tahun 2014 dan turun
kembali sebesar 1,48 persen pada tahun 2015. Hal
ini dapat menunjukkan bahwa kebijakan pemerintah
dalam hal pengendalian pertumbuhan penduduk
telah menunjukkan adanya keberhasilan.

Tabel 1.1. Jumlah, laju pertumbuhan penduduk dan rasio jenis


kelamin, 2011-2015
Tahun Jumlah penduduk Laju pertumbuhan Rasio Jenis

.id
(juta jiwa) (%) kelamin
2011 43,94 103,14
2012
2013
44,64
45,34
1,60
1,56
go
. 103,06
102,99
ps
2014 46,03 1,52 102,91
r.b

2015 46,71 1,48 102,83


ba
ja

Dilihat dari wilayah kabupaten/kota, pada


://

periode 2014-2015 laju pertumbuhan penduduk di 6


tp

kabupaten/kota berada di atas laju pertumbuhan


ht

penduduk Jawa Barat sedangkan sisanya di bawah


laju pertumbuhan penduduk provinsi. Laju
pertumbuhan penduduk tertinggi dicapai oleh
Kabupaten Bekasi (3,95 persen), diikuti Kota Depok
(3,57 persen), dan Kota Bekasi (2,74 persen).
Kabupaten/kota dengan laju pertumbuhan penduduk
terendah dicapai oleh Kabupaten Cianjur (0,38
persen), diikuti Kota Tasikmalaya (0,41 persen) dan
Kabupaten Tasikmalaya (0,43 persen).

4 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015


Berdasarkan laju pertumbuhan di atas, yang
perlu menjadi perhatian dari pemerintah bahwa
angka pertumbuhan penduduk tidak homogen. Hal
ini menunjukkan adanya disparitas angka
pertumbuhan menurut kabupaten/kota dan
kemungkinan adanya perbedaan atau disparitas
dalam konteks kebijakan kependudukan. Angka
pertumbuhan penduduk di kabupaten/kota Jawa
Barat di sekitar Ibukota Jakarta relatif lebih jauh
lebih tinggi dibandingkan di wilayah kabupaten/kota

.id
lainnya. Hal tersebut tidak hanya dari sisi tingkat
go
pertumbuhan, tetapi juga dari sisi absolut.
.
ps

Bila dilihat komposisi penduduk menurut


r.b

jenis kelamin, secara nasional rasio jenis kelamin


ba

penduduk Jawa Barat pada tahun 2015 sebesar


ja
://

102,83. Ini berarti bahwa dari setiap 100 penduduk


tp

perempuan ada sebanyak 103 penduduk laki-laki.


ht

Dengan kata lain, jumlah penduduk laki-laki di Jawa


Barat lebih banyak daripada jumlah penduduk
perempuan. Rasio jenis kelamin berdasarkan
kabupaten/kota, dari 27 kabupaten/kota di Jawa
Barat terdapat sebanyak 6 kabupaten/kota yang
memiliki rasio jenis kelamin di bawah 100. Rasio
jenis kelamin terkecil terdapat di Kabupaten Ciamis
(97,72) dan diikuti oleh Kota Banjar (97,82),
Kabupaten Tasikmalaya (98,35), Kabupaten

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015 5


Pangandaaran (99,23), Kabupaten Sumedang (99,39),
dan Kabupaten Majalengka (99,88). Sementara itu,
dari 21 kabupaten/kota dengan rasio jenis kelamin
diatas 100, kabupaten/kota yang memiliki rasio jenis
kelamin tertinggi pada tahun 2015 adalah Kabupaten
Cianjur (106,11), Kabupaten Indramayu (106,14),
dan Kabupaten Karawang (105,37). (Lampiran I.2).

1.2 Persebaran dan kepadatan penduduk

.id
Salah satu persoalan yang terkait dengan
kependudukan yang masih harus dihadapi di Jawa . go Kepadatan penduduk
ps
tertinggi terjadi di
Barat yaitu masalah ketimpangan distribusi
r.b

Kota Bandung dan


penduduk. Ketimpangan distribusi penduduk terlihat
Kota Cimahi.
ba

jelas. Demikian juga halnya dengan distribusi Kemudian diikuti Kota


ja

penduduk di desa dan kota. Distribusi penduduk


://

Bekasi dan Kota


tp

yang tidak merata menimbulkan masalah pada Depok. Semua kota


ht

kepadatan penduduk dan tekanan penduduk di suatu tersebut memiliki

wilayah. Ada beberapa wilayah yang mempunyai kepadatan di atas

jumlah penduduk yang sangat besar, di wilayah lain 10.000 per km2.

masih ada wilayah yang hanya dihuni penduduk


dengan jumlah yang relatif sedikit. Hal ini sangat
berpengaruh pada kondisi masyarakat setempat.

Di satu sisi, wilayah dengan jumlah penduduk


yang besar akan dihadapkan pada persoalan
meningkatnya jumlah pengangguran karena tidak
memadainya penyediaan lapangan pekerjaan,

6 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015


permasalahan kebutuhan lahan untuk pemukiman,
serta tidak memadainya akses fasilitas pendidikan
dan kesehatan serta masalah-masalah sosial lainnya.
Di sisi lainnya, wilayah dengan dengan jumlah
penduduk yang relatif sedikit akan memunculkan
persoalan optimalisasi sumber daya alam terkait
dengan kekurangan tenaga kerja padahal wilayah
tersbut memiliki kekayaan sumber daya alam yang
melimpah. Selama ini persebaran penduduk Jawa
Barat terkonsentrasi di beberapa kabupaten/kota di

.id
sekitar Jakarta dan beberapa kabupaten/kota lainnya.
go
Hal tersebut disebabkan tingginya faktor penarik
.
ps

migran pada wilayah-wilayah tersebut.


r.b

Bila dilihat dari sisi kepadatan penduduk


ba

masing-masing kabupaten/kota, pada tahun 2015


ja
://

kepadatan penduduk terus mengalami peningkatan


tp

bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya seiring


ht

dengan meningkatnya jumlah penduduk di masing-


masing kabupaten/kota. Kepadatan penduduk
tertinggi terjadi di Kota Bandung dan Kota Cimahi.
Kemudian diikuti Kota Bekasi dan Kota Depok.
Semua kota tersebut memiliki kepadatan di atas
10.000 per km2.

Sementara itu, kepadatan penduduk


terendah berada di Kabupaten Pangandaran (387
jiwa per km2), Kabupaten Cianjur, (584 jiwa per

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015 7


km2), Kabupaten Sukabumi (587 jiwa per km2), dan
Kabupaten Tasikmalaya (680 jiwa per km2) . Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran I (3).

1.3 Angka beban ketergantungan

Angka Beban Ketergantungan (Dependency


ratio) merupakan salah satu indikator demografi
yang penting. Semakin tinggi persentase angka beban
ketergantungan menunjukkan semakin tingginya

.id
beban yang harus ditanggung penduduk yang

go
produktif untuk membiayai hidup penduduk yang
.
belum produktif dan tidak produktif lagi. Sedangkan
ps

persentase angka beban ketergantungan yang


r.b

Angka beban
semakin rendah menunjukkan semakin rendahnya
ba

tanggungan di Jawa
beban yang ditanggung penduduk yang produktif
ja

Barat sebesar 47,62


://

untuk membiayai penduduk yang belum produktif


persen pada tahun
tp

dan tidak produktif lagi.


ht

2015. Artinya, setiap

Dampak keberhasilan pembangunan 100 penduduk

kependudukan juga dapat dilihat pada perubahan produktif masih


menanggung beban
komposisi penduduk menurut umur seperti
sekitar 48 penduduk
tercermin pada semakin rendahnya angka beban
tidak produktif.
ketergantungan. Hal ini disebabkan dengan semakin
kecilnya angka beban ketergantungan akan
memberikan kesempatan yang semakin besar bagi
penduduk usia produktif untuk meningkatkan
kualitas dirinya. Selama periode 2011-2015 angka

8 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015


beban ketergantungan setiap tahun cenderung
mengalami penurunan, Angka beban tanggungan di
Jawa Barat sebesar 47,62 persen pada tahun 2015.
Artinya, setiap 100 penduduk produktif masih
menanggung beban sekitar 48 penduduk tidak
produktif (di bawah umur 15 tahun dan 65 tahun ke
atas).

Tabel 1.2. Komposisi Penduduk (%) dan Angka Beban


Ketergantungan, 2011-2015
Kelompok
2011 2012 2013 2014 2015

.id
Umur (tahun)
0-14 28,5 28,1 27,8 27,5 27,2
15-64
65+
66,9
4,6
67,2
.
4,7
go 67,4
4,8
67,6
4,9
67,7
5,1
ps
Angka beban
49,41 48,87 48,39 47,97 47,62
r.b

ketergantungan
Sumber : Proyeksi Penduduk Jawa Barat 2010-2020
ba
ja

Rasio ketergantungan yang terus cenderung


://
tp

menurun belakangan ini diperkirakan akan mencapai


ht

titik terendah pada periode 2020-2030. Pada


periode itu terdapat peluang lebih besar untuk
melakukan investasi manusia guna mendorong
produksi. Namun perlu diketahui bahwa di satu sisi
mereka dapat mendorong ekonomi untuk tumbuh
jika sebagian besar dari mereka bekerja tetapi di sisi
lain mereka dapat menciptakan instabilitas sosial dan
politik jika diantara mereka banyak yang mereka
tidak bekerja. Mereka dikatakan usia produktif tapi

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015 9


tidak dapat termanfaatkan tenaganya karena tidak
terserap di pasar kerja.

Menurunnya angka beban ketergantungan


diikuti pula dengan menurunnya proporsi penduduk
usia muda (0-14 tahun) sebagai dampak dari
menurunnya laju pertumbuhan penduduk. Tabel 1.2.
menunjukkan bahwa pada tahun 2011 ada sebanyak
28,5 persen penduduk yang berusia muda (0-14
tahun) dan turun menjadi 27,2 persen pada tahun

.id
2015.

Pada Tabel 1.2. juga dapat dilihat bahwa . go


ps
struktur umur penduduk Jawa Barat masih
r.b

didominasi oleh penduduk usia produktif


ba

berdasarkan Proyeksi Penduduk Jawa Barat 2010-


ja

2020 yang mencapai 66,7 persen pada tahun 2010


://

dan terus meningkat sehingga pada tahun 2015


tp
ht

menjadi 67,7 persen. Hal ini menunjukkan bahwa


penduduk usia produktif di Jawa Barat menjadi
sangat potensial sebagai modal dasar yang besar
untuk pembangunan. Sementara itu, proporsi
penduduk usia lanjut (65 tahun ke atas) semakin
bertambah dari 4,6 persen pada tahun 2011 menjadi
5,1 persen pada tahun 2015. Terlihat berdasarkan
proyeksinya, usia lanjut diproyeksikan terus
meningkat rata-rata sebesar 0,1 poin setiap
tahunnya.

10 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015


Menurunnya angka beban ketergantungan
merupakan peluang bagi setiap wilayah untuk
menata program pembangunan agar lebih baik lagi
karena kesempatan ini tidak akan pernah dialami lagi
selama sejarah kehidupan di suatu wilayah.

1.4 Rata-rata usia perkawinan pertama

Salah satu persoalan penduduk yang dapat


memicu tingginya pertambahan jumlah penduduk

.id
yaitu tingginya angka kelahiran di suatu daerah.
Sebagian besar wanita
go
Banyaknya kelahiran yang terjadi pada seorang
.
ps
Jawa Barat melakukan
wanita dapat dipengaruhi oleh masa reproduksinya.
r.b

perkawinan pertama
semakin panjang masa reproduksi seorang wanita,
pada usia 19-24 tahun.
ba

kemungkinan semakin banyak anak yang dilahirkan.


ja

Semakin muda usia seseorang saat melaksanakan


://
tp

perkawinan pertama maka akan semakin panjang


ht

masa reproduksinya.

Terdapat beberapa sumber mengenai


batasan usia minimal seorang wanita untuk
melakukan perkawinan pertama. Menurut Undang-
Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 pada pasal 7
ayat (1), syarat menikah untuk perempuan harus
sudah berusia minimal 16 tahun, sedangkan menurut
Undang-Undang Perlindungan Anak usia minimal
untuk menikah yaitu sudah berumur 18 tahun.
Sementara itu, menurut Badan Kependudukan

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015 11


Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) usia
pernikahan pertama bagi seseorang idealnya adalah
21-25 tahun.

Berdasarkan hasil Susenas tahun 2015,


persentase wanita yang menikah pertama kali saat
berusia 10-15 tahun mencapai 5,84 persen.
Kemudian pada kelompok usi perkawinan 16-18
tahun sebanyak 34,87 persen, dengan demikian pada
tahun 2015, wanita di Jawa Barat pertama kali

.id
menikah pada usia 18 tahun ke bawah mencapai
40,71 persen. Hal ini tentu cukup mengkhawatirkan
tetapi inilah potret masyarakat kita saat ini. Namun
. go
ps

demikian, jika dibandingkan tahun sebelumnya


r.b

persentasenya terus menurun. Hal ini menunjukkan


ba

bahwa kesadaran masyarakat Jawa Barat mengenai


ja
://

usia ideal untuk melakukan perkawinan terus


tp

menunjukkan peningkatan.
ht

Sebagian besar wanita di Jawa Barat


melakukan perkawinan pertama pada usia 19-24
tahun yang mencapai 51,18 persen. Pada kelompok
usia perkawinan 25 tahun ke atas, persentasenya
masih kecil. Dan yang menarik pada tahun 2015 ini
justru lebih kecil dibandingkan keadaan tahun 2014.
tetapi terus menunjukkan tren yang meningkat. Hal
ini cukup menarik karena seharusnya kelompok ini

12 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015


terus meningkat, namun di tahun 2015 ini ternyata
menggambarkan kondisi sebaliknya.

Tabel 1.3. Persentase wanita 10 tahun ke atas dan pernah kawin


menurut usia perkawinan pertama, 2014 dan 2015
Kelompok 2014 2015
Umur (tahun) Perkot Perdesa Perko Perde Total
aan an taan saan
10-15 11,86 22,31 4,32 8,67 5,84
16-18 31,09 45,93 30,65 42,74 34,87
19-24 44,34 28,71 54,14 45,67 51,18
25+ 12,7 3,05 10,89 2,92 8,11

.id
Jika dilihat berdasarkan daerah tempat
tinggal,
go
persentase
. wanita yang melakukan
perkawinan pertamanya pada usia 10-15 tahun pada
ps
r.b

tahun 2014 maupun 2015 cenderung lebih tinggi di


ba

daerah perdesaan dibandingkan dengan yang tinggal


ja

di perkotaan. Pada tahun 2015 yang melakukan


://

perkawinan pertama di perdesaan pada kelompok


tp

usia 10-15 mencapai 8,67 persen sedangkan di


ht

perkotaan 4,32 persen. Demikian pula yang terjadi


pada kelompok umur 16-18 tahun yaitu di daerah
perdesaan sebesar 42,74 persen dan di perkotaan
sebesar 30,65 persen. Kondisi terbalik baru terlihat
pada kelompok usia perkawinan 19-24 tahun dan 25
tahun ke atas, dimana di perkotaan memiliki
persentase yang cenderung lebih tinggi dibandingkan
dengan di perdesaan. Pada kelompok umur
perkawinan 19-24 tahun, persentase wanita yang

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015 13


melakukan perkawinan pertamanya di perkotaan
sebesar 54,14 persen sedangkan di perdesaan
sebesar 45,67 persen. Untuk kelompok 25 tahun ke
atas, di perkotaan sebesar 10,89 persen sedangkan
di perdesaan 2,92 persen.

Dilihat berdasarkan kabupaten/kota, pada


tahun 2015, dari 26 kabupaten/kota di Jawa Barat
terdapat 12 kabupaten/kota yang menunjukkan
persentase wanita yang melakukan perkawinan

.id
pertama pada usia kurang dari 16 tahun lebih tinggi
dari persentase angka provinsi. Persentase wanita
yang melakukan perkawinan pertamanya pada usia
. go
ps

kurang dari 16 tahun tertinggi terdapat di


r.b

Kabupaten Cianjur sebesar 13,67 persen diikuti oleh


ba

Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Purwakarta


ja
://

masing-masing sebesar 11,61 persen dan 11,51


tp

persen, sedangkan persentase terendah terdapat di


ht

Kota Cimahi sebesar 1,61 persen.

Secara keseluruhan, sebagian besar wanita


yang melakukan perkawinan pertama di Jawa Barat
berada pada kelompok usia 19-24 tahun (hampir
mencapai 50 persen). Hal tersebut juga berlaku pada
seluruh kabupaten/kota di Jawa Barat. Terdapat 15
kabupaten/kota pada tahun 2015 yang capaiannya di
atas angka provinsi, persentase dengan angka
tertinggi terjadi di Kota Bogor sebesar 59,25 persen

14 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015


diikuti oleh Kota Cimahi dan Kota Bekasi masing-
masing sebesar 59,03 persen dan 57,27 persen,
sedangkan persentase terendah terdapat di
Kabupaten Indramayu sebesar 37,22 persen. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran I.(5).

1.5 Penggunaan alat/cara KB

Program Keluarga Berencana (KB)


merupakan salah satu program pemerintah yang

.id
bertujuan untuk menekan laju pertumbuhan
go
penduduk, mengurangi angka kelahiran anak dan
.
ps
kematian ibu. Program KB dilakukan dengan
r.b

penggunaan alat kontrasepsi/KB yang berbagai


ba

Persentase wanita
jenis/macamnya. Badan Kependudukan dan Keluarga
ja

berumur 15-49 tahun


Berencana Nasional (BKKBN) selaku instansi
://

yang berstatus kawin


tp

pemerintah yang menangani program KB ini


yang sedang
ht

menggunakan mengharapkan cakupan akseptor KB terus


alat/cara KB sudah meningkat. Terutama untuk kepesertaan KB dengan
mencapai di atas 65 metode kontrasepsi jangka panjang (MKJP) seperti
persen. IUD dan Implant. Dengan cakupan KB yang
meningkat, diharapkan laju pertumbuhan penduduk
bisa dikendalikan lebih baik lagi.

Menurut Kepala BKKBN, Prof. Dr. Fasli Jalal,


perkembangan cakupan ber-KB dapat dikatakan
lamban sehingga membuat laju pertumbuhan
penduduk (LPP) di Indonesia cukup tinggi.

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015 15


Lambatnya kenaikan angka cakupan ber-KB dipicu
oleh beberapa faktor. Utamanya adalah masih
tingginya kelompok yang tidak terlayani program KB
(unmet need) dengan berbagai alasan dan kendala.
Selain itu adalah makin kecilnya akseptor KB yang
memiliki KB dengan metode jangka panjang,
sehingga angka drop out KB menjadi tinggi.

Berdasarkan hasil Susenas tahun 2014-2015,


persentase wanita berumur 15-49 tahun yang

.id
berstatus kawin yang sedang menggunakan alat/cara
KB berada dikisaran 65 persen yaitu masing masing
sebesar 65,35 persen pada tahun 2014 dan 64,67
.go
ps

persen pada tahun 2015. Jika dilihat menurut daerah


r.b

tempat tinggal, terlihat hal yang menarik, dimana


ba

wanita berumur 15-49 tahun yang berstatus kawin


ja
://

yang sedang menggunakan kontrasepsi di daerah


tp

perdesaan sedikit lebih tinggi dibanding di daerah


ht

perkotaan, yaitu sebesar 67,80 persen di perdesaan


sedangkan di perkotaan 63,05 persen pada tahun
2015. Demikian halnya pada tahun 2014, dimana
akseptor KB di perdesaan sebanyak 66,02 persen
sedangkan di perkotaan 64,98 persen.

Berdasarkan masa kerjanya, kontrasepsi


dibedakan menjadi dua kelompok yaitu sementara
(reversible) dan permanen. Pilihan kontrasepsi
untuk menunda kehamilan pertama dan mengatur

16 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015


jarak kehamilan adalah kontrasepsi yang memiliki
masa kerja bersifat sementara, baik jangka pendek
maupun jangka panjang. Seseorang mempunyai
pilihan untuk menggunakan jenis alat/cara KB
tertentu dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara
lain faktor keamanan, frekuensi pemakaian dan efek
samping, terjangkau harganya, cara penggunaan yang
dianggap paling praktis, efisien, minim resiko
kegagalan dan resiko efek samping terhadap
kesehatan pemakai dan memberikan kenyamanan

.id
bagi penggunanya.
. go
Tabel 1.4. Persentase wanita berumur 15-49 tahun berstatus kawin
ps

dan menggunakan Alat/Cara Kontrasepsi, 2014-2015


r.b

2014 2015
Alat/Cara KB
Kota Desa K+D Kota Desa K+D
ba

MOW/tubektomi 2,27 1,14 1,87 3,01 1,85 2,59


ja

MOP/vasektomi 0,50 0,32 0,43 0,24 0,22 0,23


://

AKDR/IUD/spiral 10,05 2,59 7,38 11,66 2,61 8,42


tp

Suntikan KB 59,38 68,61 62,68 58,25 66,25 61,12


2,38 3,41 2,75 2,96 4,59 3,55
ht

Susuk KB/sejenisnya
Pil KB 23,74 23,79 23,76 21,74 24,36 22,68
Kondom/karet KB 0,90 0,11 0,61 1,29 0,03 0,83
Intervag/tisue 0,08 0,00 0,05 0,06 0,04 0,05
Kondom wanita 0,05 0,00 0,03 0,81 0,06 0,54
Cara tradisional 0,65 0,04 0,43 3,01 1,85 2,59
Tabel 1.4. memperlihatkan bahwa dari
berbagai macam alat/cara KB yang digunakan,
suntikan dan pil merupakan alat/cara KB yang paling
banyak diminati. Pada tahun 2015 penggunaan
suntikan sedikit menurun dibanding 2014. Demikian
halnya penggunaan pil yang mengalami penurunan

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015 17


dari 23,76 persen pada tahun 2014 menjadi 22,68
persen pada tahun 2015.

Jenis alat/cara KB yang sedikit penggunaanya


adalah intravag/tisue/kondom wanita, MOP/
vasektomi, dan kondom/ karet, masing-masing
persentasenya kurang dari 1 persen.

Hal menarik terlihat pada alat cara KB


Tradisional yang justru meningkat dari 0,43 persen
tahun 2014 menjadi 2,59 persen pada tahun 2015,

.id
Ini menjadi fenomena yang menarik. Apalagi jika

go
dilillhat berdasarkan daerah tempat tinggalnya, alat
.
ps
cara KB Tradisional tersebut penggunanya lebih
r.b

banyak di perkotaan dibanding di perdesaan, Selain


ba

alat cara KB Tradisional, alat/cara KB MOW, MOP,


ja

AKDR/IUD/Spiral, Kondom/ dan intravag/tisue di


://

perkotaan lebih besar dibandingkan di perdesaan.


tp
ht

Alat kontrasepsi yang digunakan oleh wanita


berumur 15-49 tahun yang berstatus kawin yang
tinggal di daerah perkotaan maupun di perdesaan
sebagian besar memilih menggunakan alat/cara KB
suntik. Hasil Susenas 2015 menunjukkan bahwa
wanita yang menggunakan alat/cara KB suntik di
perdesaan lebih tinggi yaitu sebanyak 68,61 persen
dibanding di daerah perkotaan yang hanya mencapai
59,38 persen. Begitu juga wanita berumur 15-49
tahun yang berstatus kawin yang menggunakan

18 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015


alat/cara KB pil lebih banyak di daerah perkotaan
dibanding pedesaan yaitu 23,79 persen berbanding
23,74 persen. Sedangkan untuk alat/cara KB jangka
panjang, di daerah perkotaan lebih memilih alat/cara
AKDR/IUD/Spiral dari 10,03 persen pada tahun
2013 menjadi 10,05 persen pada tahun 2014.
Sementara itu, di perdesaan wanita usia 15-49 tahun
berstatus kawin yang menggunakan KB jangka
panjang lebih memilih alat/cara norplant/implanon/
alwalit yang jumlahnya sebesar 3,34 persen pada

.id
tahun 2013 kemudian meningkat menjadi 3,41
go
persen pada tahun 2014.
.
ps
r.b
ba
ja
://
tp
ht

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015 19


BAB II KESEHATAN

Tingkat kesehatan merupakan indikator


penting untuk menggambarkan mutu pembangunan
manusia suatu wilayah. Semakin sehat kondisi suatu
masyarakat, maka akan semakin mendukung proses
dan dinamika pembangunan ekonomi suatu

.id
negara/wilayah semakin baik, khususnya dalam
meningkatkan . go
tingkat produktivitas. Berkaitan
ps

Keberhasilan atas dengan pembangunan kesehatan, pemerintah sudah


r.b

upaya-upaya yang melakukan berbagai program kesehatan untuk


ba

telah dilakukan dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat


ja

bidang kesehatan khususnya memberikan kemudahan akses pelayanan


://
tp

dapat diukur dengan publik bidang kesehatan seperti puskesmas yang


ht

beberapa indikator sasaran utamanya menurunkan tingkat angka


kesehatan antara lain
kesakitan masyarakat, menurunkan Angka Kematian
Angka Harapan Hidup,
Ibu dan Bayi, menurunkan prevalensi gizi buruk dan
Angka Kematian Bayi,
gizi kurang dan meningkatkan Angka Harapan Hidup.
Angka Kesakitan,
Prevalensi Balita Upaya Pemerintah melalui program-program
Kurang Gizi, dan lain- pembangunan yang telah dilakukan diantaranya
lain. meningkatkan akses masyarakat terhadap fasilitas
kesehatan dan meningkatkan pelayanan kesehatan
yang bermutu dan berkualitas, merata serta
terjangkau, yaitu dengan memberikan pelayanan

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015 21


kesehatan gratis bagi penduduk miskin;
menyediakan sumber daya kesehatan yang
kompeten dan mendistribusikan tenaga kesehatan
secara merata ke seluruh wilayah, meningkatkan
sarana dan prasarana kesehatan melalui
pembangunan puskesmas, rumah sakit; polindes
dan posyandu serta menyediakan obat-obatan yang
terjangkau oleh masyarakat.

Keberhasilan atas upaya-upaya yang telah

.id
dilakukan dalam bidang kesehatan dapat diukur
dengan beberapa indikator kesehatan antara lain
Angka Harapan Hidup, Angka Kematian Bayi, Angka
. go
ps

Kesakitan, Prevalensi Balita Kurang Gizi, dan


r.b

indikator lain yang berkaitan dengan akses terhadap


ba

fasilitas pelayanan kesehatan seperti persentase


ja
://

balita yang persalinannya ditolong oleh tenaga medis, Angka harapan hidup
tp

masyarakat Jawa
persentase penduduk yang berobat jalan ke rumah
ht

Barat terus meningkat,


sakit, dokter/klinik, puskesmas, dan lainnya, serta
tercatat dari berumur
rasio tenaga kesehatan per penduduk.
71,29 tahun (tahun
2010) menjadi 71,46
tahun (tahun 2011)
2.1. Derajat dan status kesehatan
dan terakhir mencapai
Tingkat kesehatan di suatu negara salah 72,41 tahun (tahun
satunya dapat dilihat dari besarnya usia harapan 2015).
hidup penduduknya. Sumber data analisis untuk
harapan hidup, Semakin membaiknya kondisi
kesehatan masyarakat Jawa Barat telah diiringi

22 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015


dengan peningkatan Angka harapan hidup, tercatat
dari berumur 71,29 tahun (tahun 2010) menjadi
lebih panjang usia mencapai 71,56 tahun (tahun
2011) dan terakhir mencapai 72,41 tahun (tahun
2015).

Peningkatan angka harapan hidup ini karena


sangat dipengaruhi beberapa faktor, antara lain:
semakin baik dan teraksesnya pelayanan kesehatan
Gbr 2.1.Angka bagi semua kelompok masyarakat, perilaku hidup
harapan Hidup *

.id
sehat oleh masyarakat luas dan disertai semakin
72,41

go
72,23

baiknya kondisi sosial-ekonomi masyarakat disertai


72,09
71,82
71,56
71,29

.
dukungan peningkatan kesehatan lingkungan.
ps

2010 2011 2012


r.b

2013 2014 2015 Dilihat menurut kabupaten/kota masih ada


ba

*. Menggunakan penimbang 13 kabupaten/kota yang memiliki AHH lebih kecil


baru hasil SP2010
ja

dari angka Jawa Barat. Kabupaten/kota dengan AHH


://

tertinggi pada tahun 2015 adalah Kota Bekasi


tp
ht

sebesar 74,48 tahun, diikuti oleh Kota Depok yaitu


sebesar 73,98 tahun, urutan selanjutnya Kota
Bandung, dengan AHH sebesar 73,82 tahun. Angka
harapan hidup menurut kabupaten/kota dapat
dilihat pada Lampiran II (1).

Merujuk pada konsep yang diterapkan oleh


BPS dalam Susenas, maka Tingkat Morbiditas (angka
kesakitan) menunjukkan adanya gangguan/keluhan
kesehatan yang mengakibatkan terganggunya
aktivitas sehari-hari baik dalam melakukan

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015 23


pekerjaan, bersekolah, mengurus rumah tangga
maupun melakukan aktivitas lainnya. Pada umumnya
keluhan kesehatan yang mengindikasikan adanya
suatu penyakit yang biasa dialami oleh penduduk
adalah panas, batuk, pilek, asma/napas sesak, diare,
sakit kepala berulang, sakit gigi, campak, dll.
Angka Kesakitan
Semakin banyak penduduk yang mengalami gangguan penduduk Jawa Barat
kesehatan berarti semakin rendah derajat kesehatan mencapai 13,04
di wilayah tersebut dan menunjukkan angka persen, sedikit
kesakitan yang tinggi di wilayah tersebut mengalami

.id
(penduduknya banyak yang mengalami sakit). peningkatan dari tahun

Hasil Susenas tahun 2015 menunjukkan


.go sebelumnya yang
ps
mencapai 12,94
Angka Kesakitan penduduk Jawa Barat mencapai
r.b

persen.
14,52 persen, sedikit mengalami peningkatan dari
ba

tahun sebelumnya yang mencapai 13,04 persen.


ja
://

Angka Kesakitan penduduk tahun 2015 yang tinggal


tp

di daerah perkotaan lebih rendah dari penduduk


ht

yang tinggal di daerah perdesaan, masing-masing


sekitar 14,22 persen dan 15,15 persen.

Lamanya sakit merupakan salah satu


indikator yang memberikan gambaran mengenai
kondisi keluhan kesehatan yang dirasakan oleh
penduduk suatu wilayah. Meningkatnya angka
morbiditas pada tahun 2015 ternyata memang
menunjukkan sebagai kondisi kesehatan penduduk
yang sedikit memburuk. Hal ini terlihat dari

24 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015


meningkatnya rata-rata lama sakit penduduk. Hasil
Susenas tahun 2014 dan 2015 rata-rata lama sakit
penduduk berada pada kisaran 5-6 hari.

Tabel 2.1. Angka Kesakitan dan rata-rata lama sakit, 2014-2015


Angka Kesakitan (%) Lama Sakit (Hari)
Daerah Tempat Tinggal
2014 2015 2014 2015
Perkotaan 12,52 14,22 5,44 5,93
Perdesaan 14,07 15,15 5,62 6,21
Perkotaan + Perdesaan 13,04 14,52 5,51 6,03

Selama tahun 2014-2015 menunjukkan

.id
go
bahwa rata-rata lama sakit penduduk di perdesaan
.
sedikit lebih lama dibandingkan yang tinggal di
ps

perkotaan. Rata-rata lama sakit penduduk yang


r.b

tinggal di perdesaan pada tahun 2014 sekitar 5,62


ba

hari dan meningkat menjadi 6,21 hari pada tahun


ja
://

2015. Peningkatan angka kesakitan yang terjadi di


tp

perdesaan pada periode yang sama juga diikuti


ht

peningkatan di daerah perkotaan. Lamanya sakit di


daerah perkotaan pada periode yang sama
meningkat dari 5,44 hari menjadi 5,93 hari selama
tahun 2014-2015. Semakin lamanya kesakitan
(jumlah rata-rata hari sakitnya banyak), maka
keluhan kesehatan suatu penyakit yang dialami
penduduk dapat diasumsikan cukup serius dan dapat
memengaruhi tingkat produktivitas penduduk.

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015 25


2.2. Tingkat imunitas Balita

Ibu yang sedang mengandung harus mulai


memperhatikan asupan yang dimakannya dan juga
harus melakukan imunisasi, karena hal tersebut
merupakan gizi dan imunisasi awal seorang anak
dimulai. Kemudian dilanjutkan setelah sang anak
lahir dengan memberikan Air Susu Ibu (ASI) sangat
dianjurkan untuk diberikan ke pada bayi, karena
ASI merupakan makanan pertama bayi yang memiliki

.id
peranan penting dalam proses tumbuh kembang
anak. ASI memiliki manfaat sangat besar untuk
.
jangka panjang, karena ASI adalah nutrisi terbaik dan
go
ps

terlengkap, mengandung protein dan zat-zat gizi


r.b

berkualitas tinggi serta mengandung zat antibodi


ba

yang berguna untuk pertumbuhan dan


ja
://

perkembangan kecerdasan bayi, dan melindungi


tp

tubuh bayi dari alergi dan diare serta penyakit infeksi Anak usia 24-59 bulan
ht

lainnya. Oleh sebab itu pemerintah menganjurkan yang pernah disusui

agar seorang ibu dapat memberikan ASI eksklusif pada saat usia 0-23
bulan di Jawa Barat
kepada bayi sejak dilahirkan sampai 6 bulan ke
sebanyak 95,68 persen.
depan, tanpa menambahkan atau mengganti
makanan/minuman lain. Selanjutnya setelah bayi
berusia 6 bulan keatas dilanjutkan bersama dengan
makanan tambahan dan ASI tetap diberikan hingga
usia 2 tahun.

26 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015


Tujuan menyajikan persentase anak usia 24-
59 bulan yang pernah disusui adalah dapat diketahui
berapa persen dari anak- anak yang berusia diatas 2
tahun (24-59 bulan) yang pada saat usia mereka 0-23
bulan pernah disusui.

Hasil Susenas 2015 menunjukkan bahwa dari


anak usia 0-23 bulan yang pernah disusui di Jawa
Barat sebanyak 95,68 persen, sedikit meningakat
dibanding tahun 2014 yang mencapai 94,76 persen.

.id
Jika dilihat berdasarkan wilayah ternyata lebih

. go
banyak persentase anak usia 0-23 bulan yang pernah
disusui yang tinggal di perdesaan dibanding di
ps

perkotaan. Pada tahun 2015 persentase anak usia 0-


r.b

23 bulan yang pernah disusui di perdesaan ada


ba

sebanyak 95,90 persen sedangkan diperkotaan


ja
://

sekitar 95,57 persen.


tp
ht

Tabel 2.2. Persentase anak usia 0-23 bulan yang pernah disusui dan
rata-rata lama disusui, 2014-2015
Anak Usia 0-23
Rata-rata Lama Disusui
bulan yang pernah
Daerah Tempat Tinggal (bulan)
Disusui (%)
2014 2015 2014 2015
Perkotaan 94,01 95,57 11 11
Perdesaan 96,17 95,90 11 10
Perkotaan + Perdesaan 94,76 95,68 11 10

Dianjurkan seorang ibu dapat menyusui


bayinya selama 2 tahun, karena semakin lama bayi
mendapatkan ASI akan memberikan kekebalan/

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015 27


proteksi yang lebih kuat. Rata- rata lama bayi 0-23
bulan yang disusui pada tahun 2015 yaitu selama 10
bulan. Bila dibandingkan daerah tempat tinggal, rata-
rata lama bayi 0-23 bulan di perdesaan lebih lama 1
bulan dibandingkan dengan daerah perdesaan. Jika
dibandingkan dengan tahun 2014, rata-rata bayi 0-23
bulan yang disusui terjadi penurunan bulan
menyusui, dari 11 bulan menjadi 10 bulan.

Dengan demikian, dalam hal ini dapat

.id
dikatakan bahwa kemungkinan besar bayi usia 0-23
bulan di perkotaan mendapatkan tingkat imunitas
yang lebih baik dibandingkan kondisi di daerah
.go
ps

perdesaan. Hal tersebut dapat kita pahami


r.b

mengingat banyaknya ibu-ibu yang tinggal di daerah


ba

perkotaan pemahaman akan pentingnya Air Susu Ibu


ja
://

(ASI) lebih banyak dibandingkan dengan ibu-ibu yang


tp

tinggal di perdesaan.
ht

Selain ASI, imunisasi sangat diperlukan bagi


perkembangan dan peningkatan kekebalan daya
tahan tubuh balita agar sistem pertahanan tubuhnya
kuat terhadap suatu penyakit. Jenis imunisasi ada dua
macam yaitu imunisasi pasif yang merupakan
kekebalan bawaan pada anak sejak lahir dan
imunisasi aktif dimana kekebalan didapat dari
pemberian vaksin kepada anak melalui suntik atau
tetes. Kementerian Kesehatan menganjurkan agar

28 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015


semua anak-anak dapat memperoleh imunisasi
secara lengkap. Anak yang mendapat imunisasi
dasar lengkap akan terlindungi dari beberapa
penyakit berbahaya dan akan mencegah penularan
kepada orang disekitarnya. Jenis imunisasi yang wajib
diberikan pada balita adalah BCG, DPT, Polio,
Campak/Morbili dan Hepatitis B.

Tabel 2.3. Persentase penduduk usia 12-59 bulan yang Pernah


Mendapat Imunisasi Menurut Jenisnya, 2014 dan 2015
2014 2015

.id
Imunisasi
Perkotaan Perdesaan Total Perkotaan Perdesaan Total
BCG
DPT
96,79
95,97
94,73
94,94
. go
96,11
95,63
92,73
93,28
89,30
91,15
91,61
92,59
ps
POLIO 96,81 96,52 96,71 89,13 85,57 87,97
r.b

HEPATITIS B 93,99 91,84 93,28 86,43 81,86 84,94


CAMPAK 93,61 92,25 93,16 84,97 79,77 83,28
ba
ja

Dalam kurun waktu 2 tahun berdasarkan


://

hasil Susenas 2014 dan 2015 pada tabel 2.3 di atas,


tp
ht

terlihat bahwa cakupan imunisasi di daerah


perkotaan sedikit lebih tinggi dibandingkan di
perdesaan. Hal ini sangat wajar mengingat fasilitas-
fasilitas kesehatan yang ada di perkotaan jauh lebih
lengkap dibandingkan di perdesaan. Selain itu, hal
tersebut juga menggambarkan bahwa kesadaran
masyarakat di perkotaan terhadap pentingnya
imunisasi, jauh lebih baik dibandingkan masyarakat di
perdesaan.

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015 29


Imunisasi balita menurut kabupaten/kota,
dapat dilihat di Lampiran II (3). Berdasarkan hasil
Susenas 2015 persentase anak umur 0-23 bulan yang
mendapatkan imunisasi wajib (BCG, DPT, Polio,
Mayoritas anak umur
Campak/Morbili dan Hepatitis B) paling sedikit
12-59 bulan yang
terjadi di Cianjur masing-masing sebesar 77,05
mendapatkan
persen imunisasi BCG; 79,95 persen imunisasi DPT; imunisasi wajib sudah
74,57 persen imunisasi Polio; dan 70,19 persen mencapai lebih dari 83
imunisasi campak serta 70,06 persen imunisasi persen.
Hepatitis B. Sedangkan persentase tertinggi untuk

.id
semua jenis imunisasi dicapai penduduk di
Kabupaten Sumedang, capaiannya sudah melebihi 92
. go
ps

persen.
r.b
ba
ja

2.3. Pemanfaatan tenaga kesehatan


://
tp

Untuk menurunkan Angka Kematian Ibu


ht

(AKI) salah satunya adalah dengan meningkatkan


pertolongan persalinan oleh tenaga medis dan
meningkatkan pelayanan neonatal, karena dapat
mempengaruhi keselamatan ibu dan bayinya.
Penolong persalinan yang ideal adalah tenaga medis
karena mereka telah menerapkan proses persalinan
yang memenuhi standar kesehatan. Oleh sebab itu,
pemerintah selalu berupaya untuk memperluas
akses, sarana pelayanan serta tenaga kesehatan
dengan cara meningkatkan jumlah maupun

30 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015


kualitasnya. Seperti meningkatkan pelayanan
kebidanan dengan menempatkan bidan di desa-desa,
seperti yang tercantum dalam Rencana Strategis
Kementerian Kesehatan 2010-2014 telah ditetapkan
Balita yang
dalam Perpres No. 5 tahun 2010 yaitu meningkatkan
kelahirannya ditolong
pengembangan dan pendayagunaan SDM kesehatan
oleh tenaga kesehatan
meningkat dari 78,87 yang merata dan bermutu.

persen pada tahun Usaha pemerintah dalam menyediakan


2013 menjadi 81,78 tenaga kesehatan ternyata memperlihatkan hasil
persen di tahun 2014.

.id
yang baik, dimana persentase balita yang
kelahirannya
go
ditolong
. oleh
meningkat dari 81,78 persen pada tahun 2014
tenaga kesehatan
ps

menjadi 89,19 persen di tahun 2015. Kenaikan


r.b

tersebut disebabkan oleh meningkatnya peran bidan


ba

dan dokter sebagai penolong persalinan, baik di


ja
://

perkotaan maupun di perdesaan. Penolong


tp

persalinan yang dilakukan oleh dokter selama tahun


ht

2014-2015 mengalami peningkatan dari 17,80


persen menjadi 21,92 persen. Hal tersebut
menggambarkan bahwa tingkat kesadaran
masyarakat terhadap masalah persalinan terus
menunjukkan pertumbuhan yang sangat baik.

Sementara itu, penolong persalinan oleh


dukun bersalin terutama di daearah perdesaan,
persentasenya terus menurun walaupun masih

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015 31


relatif tinggi. Turun dari 28,14 persen pada tahun
2014 menjadi 19,26 persen pada tahun 2015.

Tabel 2.4. Persentase Balita menurut penolong persalinan, 2014-2015


2014 2015
Penolong persalinan
K D K+D K D K+D
Tenaga Kesehatan
Dokter 22,84 7,93 17,80 26,79 12,29 21,92
Bidan 63,79 63,39 63,66 66,49 67,70 66,90
Tenaga paramedis lain 0,28 0,42 0,33 0,18 0,75 0,37

Bukan Tenaga Kesehatan


Dukun bersalin 12,82 28,14 18,00 6,53 19,26 10,82

.id
Lainnya 0,27 0,12 0,22 0,00 0,00 0,00

Secara umum bila diamati dari seluruh


. go
ps

kabupaten/kota di Jawa Barat, tenaga penolong


r.b

persalinan yang memiliki resiko buruk terhadap


ba

tingginya tingkat kematian ibu dan anak yang


ja
://

biasanya dilakukan oleh tenaga yang belum terlatih


tp

sepeti dukun bersalin di saat proses melahirkan,


ht

tampak di Kabupaten Cianjur dan Garut memiliki


persentase yang masih sangat tinggi (lebih dari 30
persen). Lebih rinci pengamatan per kabupaten/kota
sepanjang tahun 2015 menunjukkan bahwa untuk
tenaga dukun sebagai penolong persalinan di
beberapa kabupaten/kota sangat beragam. Masih
terdapat 7 (tujuh) kabupaten yang lebih tinggi
dibandingkan persentase provinsi. Ke tujuh
kabupaten tersebut antara lain berturut-turut

32 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015


Cianjur, Garut, Bogor, Purwakarta, Bandung Barat,
Pangandaran, dan Tasikmalaya,

Sedangkan kota yang rendah persentase


kelahirannya ditolong oleh dukun adalah Kota
Cimahi, Kota Depok dan Kota Bekasi. Kondisi yang
demikinan ini diduga erat kaitannya dengan
rendahnya tingkat pendidikan ibu dan kemampuan
ekonomi keluarga yang disertai faktor sikap-budaya
yang berlaku di daerah tersebut.

.id
Hal menarik seiring dengan rendahnya

go
penolong kelahiran yang dibantu oleh dukun (10,86
.
ps
persen), hal tersebut diimbangi dengan tingginya
r.b

persentase penolong oleh tenaga medis yang ada


ba

yaitu tenaga penolong kelahiran oleh dokter yang


ja

tertinggi 21,83 persen. Sedangkan untuk penolong


://

persalinan yang dilakukan oleh bidan dari 27


tp
ht

kabupaten/kota di Jawa Barat, terdapat 15


kabupaten/kota yang memiliki persentase lebih tinggi
dari angka provinsi. Selengkapnya dapat dilihat pada
Lampiran II (4).

Akses penduduk dalam memanfaatkan tenaga


kesehatan tidak hanya dilihat dari indikator
penolong persalinan tetapi juga dapat dilihat dari
ketersediaan/kemudahan mencapai fasilitas/ tempat
dan tenaga kesehatan sebagai rujukan penduduk jika
mengalami keluhan sakit hingga harus pergi berobat.

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015 33


Dari informasi tersebut dapat teridentifikasi
berbagai masalah yang dihadapi penduduk dalam
mengakses dan memanfaatkan fasilitas dan pelayanan
kesehatan. Beberapa faktor yang menjadi
pertimbangan penduduk adalah jarak tempat tinggal
dengan letak sarana pelayanan kesehatan, kualitas
pelayanan, sosial ekonomi penduduk yaitu
kemampuan penduduk untuk membiayai
pengobatannya serta jenis pelayanan kesehatan.
Diharapkan BPJS secara nasional, akan membuka

.id
akses dan peluang yang lebih besar kepada
masyarakat secara umum untuk mendapatkan
. go
ps

haknya mendapatkan pelayanan pelayanan kesehatan


r.b

gratis dan sekaligus mendukung tingkat kesehatan


ba

masyarakat Jawa Barat lebih baik lagi.


ja
://

Pada umumnya pemanfaatan fasilitas


tp

kesehatan oleh penduduk sangat erat terkait dengan


ht

kondisi sosial ekonomi penduduk dan kondisi


wilayah tempat tinggal mereka berada. Tampak
perbedaan kualitas kesehatan yang nyata antara
penduduk di perdesaan dengan penduduk perkotaan
ini dapat disebabkan oleh perbedaan ketersediaan
dan jarak menuju ke fasilitas pelayanan kesehatan
tersebut, ditambah lagi perilaku penduduk itu
sendiri. Tingginya persentase penduduk di daerah
perkotaan yang memanfaatkan berobat ke praktek

34 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015


dokter/klinik, mengingat lebih mudahnya akses dan
kualitas pelayanannya jauh lebih baik dibandingkan
dengan di daerah perdesaan. Sebagai dampaknya,
akan terlihat berbagai keluhan dan masalah
Balita yang kesehatan segera tertangani lebih cepat dan lebih
kelahirannya ditolong baik.
oleh tenaga kesehatan
Peningkatan perubahan sikap masyarakat
meningkat dari 81,79
yang lebih baik tersebut ditandai dengan banyaknya
persen pada tahun
penduduk yang berobat ke fasilitas praktek
2014 menjadi 89,19

.id
dokter/klinik pada tahun 2014 sebesar 41,15 persen
persen di tahun 2015.
. go
naik 14,78 persen menjadi 55,93 persen. Penduduk
yang berobat ke Rumah Sakit Pemerintah naik 1,52
ps

persen. Penduduk yang berobat ke Rumah Sakit


r.b

Swasta 0,70 persen. Penduduk yang berobat ke


ba

puskesmas/pustu naik 0,59 persen dari 29,85 persen


ja
://

pada tahun 2014 menjadi 30,44 persen pada tahun


tp

2015.
ht

Tempat rujukan berobat praktek


dokter/klinik, Rumah Sakit Pemerintah, Rumah Sakit
Swasta dan Puskesmas/Pustu pada tahun 2015
mengalami peningkatan dibandingkan dengan tahun
sebelumnya (2014) dan sebaliknya terjadi penurunan
penduduk yang memanfaatkan berobat ke praktek
Nakes (turun hingga 23,69 persen) penduduk yang
berobat ke dukun bersalin/lainnya (turun 1,13

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015 35


persen) dan pengobatan tradisional juga mengalami
penurunan 0,46 persen.

Jika dilihat menurut tempat tinggalnya,


penduduk yang berobat ke dokter/poliklinik terjadi
peningkatan yang cukup tajam di daerah perdesaan
(naik sebesar 25,72 persen), sedangkan di perkotaan
naik sebesar 8,99 persen. Seiring dengan penngkatan
tersebut terjadi penurunan berobat ke praktek
nakes di perdesaan sebesar 36,82 persen,

.id
sedangkam di perkotaan turun sebesar 16,43
persen. . go
ps
r.b

Tabel 2.5. Persentase Penduduk yang Berobat Jalan Menurut Tempat


ba

Berobat, 2014-2015
2014 2015
ja

Tempat Berobat
K D K+D K D K+D
://

RS Pemerintah 5,65 4,25 5,15 7,97 4,08 6,67


tp

RS Swasta 6,80 2,31 5,20 7,94 1,82 5,90


ht

Praktek Dokter/Poliklinik 44,73 34,64 41,15 53,72 60,35 55,93


Puskesmas/Pustu 31,87 26,15 29,85 30,84 29,63 30,44
Praktek Nakes 17,98 39,64 25,66 1,55 2,82 1,97
Praktek Batra 2,27 2,20 2,25 1,66 2,04 1,78
Dukun Bersalin & Lainnya 2,95 3,38 3,10 1,42 3,07 1,97

Secara menyeluruh kondisi penduduk yang


berobat ke pelayanan kesehatan dengan tenaga ahli
kesehatan yang terlatih mengalami peningkatan yang
sangat nyata dibandingkan dengan kondisi tahun-
tahun sebelumnya. Terjadinya pergeseran dan
perubahan penduduk yang berobat dari tenaga

36 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015


kesehatan yang kurang/tidak terlatih/tradisional
menuju ke tenaga kesehatan yang terlatih secara
medis memperlihatkan meningkatnya pengetahuan
dan kesadaran masyarakat secara keseluruhan akan
pentingnya kesehatan, juga merupakan indikator
meningkatnya kondisi sosial ekonomi suatu wilayah
bahkan negara.

Sementara itu, penduduk di perdesaan pada


cenderung lebih memilih tempat berobat ke petugas

.id
tenaga kesehatan karena fasilitas pelayanan

. go
kesehatan tersebut yang mudah dijangkau dan yang
tersedia di daerah perdesaan. Hal tersebut juga
ps

diikuti penurunan persentase penduduk di


r.b

perdesaan yang berobat ke dukun bersalin dan


ba

pengobatan tradisional.
ja
://

Ketersediaan tenaga kesehatan medis yang


tp
ht

mampu memenuhi kebutuhan masyarakat terus


diusahakan oleh pemerintah. Tercermin dari sasaran
dalam Renstra Kementerian Kesehatan 2010-2014
dalam hal sumber daya kesehatan adalah menjamin
ketersediaan dan pemerataan sumber daya
kesehatan dan menekankan pada Standar Pelayanan
Dasar bidang kesehatan secara efektif dan efisien.

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015 37


ht
tp
://
ja
ba
r.b
ps
.go
.id
BAB III PENDIDIKAN

Berdasarkan UUD 1945 Pasal 28C, ayat 1)


dinyatakan bahwa setiap orang berhak
mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan
dasarnya, berhak mendapatkan pendidikan,
memperoleh manfaat dari IPTEK, seni dan budaya

id
demi meningkatkan kualitas hidup dan demi

o.
kesejahteraan umat manusia. Selanjutnya dalam Pasal
.g
ps
Dalam Pasal 31 ayat 31 ayat 2) dinyatakan bahwa setiap warga negara
.b

2) dinyatakan bahwa wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah


r
ba

setiap warga negara wajib membiayainya.


ja

wajib mengikuti
Pendidikan dasar sebagai bagian dari hak
://

pendidikan dasar dan


asasi manusia dan hak setiap warga negara, maka
tp

pemerintah wajib
ht

dalam usaha pemenuhannya harus direncanakan dan


membiayainya.
dijalankan dengan sebaik mungkin. Pemenuhan atas
hak untuk mendapatkan pendidikan dasar yang layak
dan bermutu merupakan ukuran keadilan dan
pemerataan atas hasil pembangunan. Hal tersebut
juga menjadi investasi sumber daya manusia yang
diperlukan untuk mendukung keberlangsungan
pembangunan bangsa.

Pemerataan akses dan peningkatan mutu


pendidikan diharapkan akan mampu menjadikan

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015 39


warga negara Indonesia memiliki kecakapan hidup
sehingga mendorong tegaknya pembangunan
manusia seutuhnya serta masyarakat madani dan
modern yang dijiwai nilai-nilai Pancasila, sebagaimana
yang telah diamanatkan dalam UU No 20 Tahun
2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
UU No 20 tahun 2003
Dalam Undang-undang Sistim Pendidikan tersebut juga
Nasional, yang UU No 20 tahun 2003 tersebut juga menjelaskan posisi

menjelaskan posisi pemerintah dalam dunia pemerintah dalam

id
pendidikan. Pemerintah berkewajiban dunia pendidikan.

o.
Pemerintah
“mencerdaskan kehidupan bangsa”. Pemerintah
.g berkewajiban
harus mengusahakan segala yang terkait dengan
ps
“mencerdaskan
pendidikan. Baik dari sisi penyelenggaraan, sarana,
.b

kehidupan bangsa”.
r

ketersediaan pengajar. UUD 1945 juga telah


ba

mengamanatkan bahwa pemerintah Negara Republik


ja
://

Indonesia (sekaligus Pemerintah Daerah) wajib


tp

mengusahakan dan menyelenggarakan suatu sistem


ht

yang mengatur pendidikan nasional yang mampu


menjamin tiap-tiap warganegara memperoleh
pemerataan kesempatan dan mutu pendidikan.

Sebagai upaya untuk mencapai tujuan


pendidikan nasional, maka pemerintah pusat dan
daerah harus memfasilitasi hak pendidikan bagi tiap
warganya. Melalui sekolah yang terjangkau dari sisi
pembiayaan, bermutu dari segi layanan dan
berkualitas dari sisi pembelajaran. Selain pembiayaan

40 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015


pendidikan yang harus ditanggung pemerintah,
sarana dan prasarana, kurikulum, dan sumber belajar
dan daya dukung lainnya perlu diupayakan
pemerintah.

Mengacu pada pembahasan di atas, hal-hal


yang menyangkut dunia pendidikan akan dibahas
dalam bab ini. Beberapa indikator yang akan
disajikan di dalam publikasi ini, diantaranya Angka
Melek Huruf (AMH), Rata-rata Lama Sekolah,

id
Angka Partisipasi Sekolah (APS), Angka Partisipasi

o.
Kasar (APK), Angka Partisipasi Murni (APM).
.g
Indikator-indikator tersebut diolah dari hasil Survei
ps

Sosial Ekonomi Nasional yang dilakukan BPS.


r .b
ba
ja

3.1. Angka melek huruf


://
tp

Seseorang dikatakan melek huruf apabila


ht

Seseorang dikatakan orang tersebut dapat menggunakan kemampuan


melek huruf apabila baca dan tulis dengan huruf latin, huruf arab atau
orang tersebut dapat huruf lainnnya dalam kegiatannya memerlukan
menggunakan kecakapan tersebut dan juga memungkinkannya
kemampuan baca dan
untuk melanjutkan pemanfaatan kecakapan
tulis dengan huruf
membaca dan menulis untuk pengembangan diri dan
latin, huruf arab atau
masyarakat. Melek huruf sangat berkaitan erat
huruf lainnnya.
dengan buta huruf. Semakin meningkatnya angka
melek huruf menunjukkan semakin menurunnya
angka buta huruf. Baik angka melek huruf maupun

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015 41


angka buta huruf dapat digunakan untuk melihat
pencapaian keberhasilan program-program
pemberantasan buta huruf.

Program pemberantasan huruf sebetulnya


sudah berjalan sejak jaman kemerdekaan, namun
dalam perjalanannya terjadi pasang surut, bahkan
dalam sejarahnya negara Indonesia pernah
memproklamirkan bebas buta huruf. Tetapi karena
tidak dipergunakan ketrampilan menyebabkan

id
banyak yang menjadi buta kembali. Program

o.
pemberantasan buta huruf mempunyai tujuan untuk
.g
meningkatkan kemampuan membaca dan menulis
ps

dengan huruf latin dan berhitung serta


r .b

berketrampilan. Dengan kemampuan yang dimiliki


ba

tersebut memungkinkan seseorang dapat


ja
://

memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.


tp

Selain itu, tujuan lain adalah menciptakan tenaga


ht

lokal yang potensial guna mengelola sumberdaya


yang ada di lingkungannya. Bagi pendidikan
persekolahan, diharapkan akan mampu menekan
angka putus sekolah di pendidikan persekolahan. Angka Melek Huruf

Pada tahun 2015, Angka Melek Huruf (AMH) (AMH) Jawa Barat
95,8 2 persen pada
Jawa Barat adalah 95,82 persen, naik 0,32 persen
tahun 2015.
dari tahun 2014 (95,50 persen). Angka Melek Huruf
jika dilihat menurut kelompok umur terlihat bahwa
pada kelompok umur di bawah usia 50 tahun

42 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015


menunjukkan angka di atas 99 persen. Hal ini dapat
menunjukkan bahwa angka buta aksara masyarakat
di Jawa Barat sangat kecil dan terdapat hanya pada
usia di atas 50 tahun ke atas. Kualitas sumber daya
manusia dari sisi pendidikan, walaupun minimal
hanya dapat membaca dan menulis, dapat
mencerminkan keberhasilan program
pemberantasan buta aksara yang telah dilakukan
oleh pemerintah.

id
o.
Tabel 3.1. Angka Melek Huruf Menurut Kelompok Umur dan Daerah
.g
Tempat Tinggal, 2014 dan 2015
ps
.b

Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan


Kelompok Umur
r
ba

2014 2015 2014 2015 2014 2015


ja

100.0
15-19 99.95 100.00 100.00 99.96 100.00
0
://

20-24 100.00 99.91 100.00 99.78 100.00 99.87


tp

25-34 99.71 99.83 99.72 99.60 99.71 99.76


ht

35-49 99.06 99.68 97.27 99.00 98.46 99.47


50+ 94.66 94.09 91.49 90.27 93.47 92.69

Kenaikan AMH lebih Walaupun program pemberantasan buta


didominasi oleh aksara telah menunjukkan adanya keberhasilan,
penduduk yang tinggal program ini harus terus dilakukan sehingga angka
di daerah perkotaan. buta aksara masyarakat dapat terus ditekan dan
semakin menurun tiap tahunnya. Keberhasilan yang
telah dicapai telah menumbuhkan semangat dari
pemerintah untuk terus memacu percepatan

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015 43


penurunan angka buta aksara dengan menggalang
kerjasama dengan berbagai pihak, seperti dengan
pemerintah daerah, perguruan tinggi, organisasi
perempuan, organisasi keagamaan, dan swasta.
Dengan adanya dukungan dari berbagai elemen
masyarakat ini, pemerintah lebih optimis angka buta
aksara akan terus mengalami penurunan.

Kenaikan AMH penduduk usia 15 tahun ke


atas hanya sedikit sekali. Kenaikan ini tersebar pada

id
semua kelompok umur kecuali kelompok umur 20-

o.
24 tahun dan 50 tahun ke atas. Kenaikan tertinggi
.g
terjadi pada kelompok umur 35-49 tahun. Pada
ps

kelompok umur ini tercatat AMH naik 1,00 persen


r .b

dari 98,46 persen pada tahun 2014 menjadi 99,47


ba

persen pada tahun 2015. Kenaikan paling kecil


ja
://

terjadi pada kelompok umur 15-19 persen, yaitu


tp

0,04 persen, dari 99,96 persen pada tahun 2014


ht

menjadi 100,00 pada tahun 2015.

Kenaikan 0,32 persen dari tahun 2014 ke


tahun 2015, 0,35 nya merupakan kenaikan AMH di
daerah perkotaan, sedangkan kenaikan AMH di
daerah perdesaan 0,21 persen.

Berdasarkan jenis kelamin, AMH penduduk


laki-laki mengalami kenaikan 0,17 persen dari 96,11
persen pada tahun 2014 menjadi 96,28 persen pada
tahun 2015. Kenaikan ini karena didorong oleh

44 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015


kenaikan AMH baik di perkotaan maupun di
perdesaan. Kenaikan penduduk perempuan sebesar
0,47 persen dari 94,88 persen pada tahun 2014 naik
menjadi 95,35 persen pada tahun 2015. Jika
dibandingkan kenaikan AMH antara penduduk laki-
laki dan penduduk perempuan, AMH perempuan
Angka melek huruf di kenaikannya lebih tinggi 0,30 persen.
perdesaan mengalami
Dari pencapaian AMH tersebut baik di
kenaikan dari tahun
perkotaan maupun di perdesaan menunjukkan
94,17 menjadi 94,38

id
bahwa angka buta huruf tercatat sudah di bawah
persen dan di

o.
4,18 persen. Namun demikian, pemerintah tetap
perkotaan dari 96,18 .g
akan terus menggalakkan pemberantasan buta huruf
ps
persen menjadi 96,53
di seluruh wilayah. Lebih khusus lagi, pemerintah
.b

persen.
r

harus lebih fokus terhadap usia muda, jangan sampai


ba

buta huruf baru di usia muda bermunculan dan akan


ja
://

menjadi beban pemerintah di masa mendatang.


tp
ht

3.2. Rata-rata lama sekolah

Rata-rata lama sekolah merupakan indikator


yang dapat digunakan untuk melihat kualitas
penduduk dalam hal mengenyam pendidikan formal.
Rata-rata lama sekolah itu sendiri mempunyai
pengertian jumlah tahun belajar penduduk usia 15
tahun ke atas yang telah diselesaikan dalam
pendidikan formal (tidak termasuk tahun yang
mengulang). Indikator rata- rata lama sekolah

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015 45


sangat penting karena digunakan sebagai salah satu
ukuran untuk menghitung Indeks Pembangunan
Manusia (IPM) khususnya di sektor pendidikan. Indikator rata- rata

Sektor pendidikan sendiri menurut data IPM lama sekolah sangat

Indonesia (0,617) yang dirilis oleh United Nation penting karena


digunakan sebagai
Development Program (UNDP) pada 2 November
salah satu ukuran
2011 memberikan kontribusi sebanyak 0,58. Oleh
untuk menghitung
karena itu sektor pendidikan memegang peranan
Indeks Pembangunan
penting dalam penghitungan IPM
Manusia (IPM).
(http://www.pikiran-rakyat.com/node/164932).

id
o.
Untuk meningkatkan Indeks Pembangunan
.g
Manusia (IPM) dalam sektor pendidikan,
ps

Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan akan


r .b

menempuh berbagai upaya dengan meningkatkan


ba

waktu rata-rata lama sekolah penduduk usia 15


ja
://

tahun ke atas. Salah satu upaya yang dilakukan adalah


tp

memperkecil angka putus sekolah dan meningkatkan


ht

jumlah angka yang melanjutkan antarjenjang


pendidikan. Menurut Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Mohammad Nuh, cara paling efektif
untuk menaikkan waktu rata-rata lama sekolah
bukan dengan menyekolahkan kembali penduduk
Indonesia yang telah berusia lanjut, tetapi
mengupayakan agar tidak ada lagi peserta didik yang
putus sekolah. Upaya lain yang dilakukan yaitu
dengan meningkatkan akses dan mutu pendidikan

46 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015


anak usia dini (PAUD), meningkatkan partisipasi
sekolah jenjang pendidikan dasar yang bermutu,
meningkatkan akses dan mutu pendidikan
menengah, meningkatkan akses dan daya saing
pendidikan tinggi, serta meningkatkan mutu pendidik
dan tenaga kependidikan.

Tabel 3.2. Angka Harapan Lama Sekolah (EYS) (tahun) dan Rata-Rata
Lama Sekolah (MYS) (tahun), 2014 dan 2015
Indikator Pendidikan 2013 2014 2015

Angka Harapan Lama Sekolah 11,81 12,08 12,15

id
o.
Rata-rata lama sekolah 7,58.g 7,71 7,86
ps
.b

Secara umum rata-rata lama sekolah


r
ba

penduduk usia 15 tahun ke atas di Jawa Barat pada


ja

tahun 2015 mencapai 7,86 tahun atau mengalami


://
tp

kenaikan dari tahun sebelumnya (7,71 tahun). Hal ini


ht

berarti bahwa rata-rata penduduk Jawa Barat baru


mampu menempuh pendidikan sampai dengan kelas
1 SMP atau putus sekolah dikelas 2 SMP.

Ada 12 kabupaten/kota di Jawa Barat yang


rata-rata lama sekolahnya lebih tinggi dari rata-rata
lama sekolah Provinsi Jawa Barat. Rata-rata lama
sekolah di Jawa Barat yang tertinggi adalah Kota
Cimahi yaitu 10,78 tahun, urutan kedua yaitu Kota
Depok dan Kota Bekasi yaitu 10,71tahun, dan ketiga
adalah Kota Bandung 10,52tahun.

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015 47


Rata-rata lama sekolah terendah di Provinsi
Jawa Barat adalah Kabupaten Indramayu yaitu 5,46
Rata-rata lama
tahun, yang kedua terendah adalah Kabupaten sekolah penduduk usia
Cirebon 6,32 tahun, dan Kabupaten Subang 6,45 15 tahun ke atas di
tahun. Jawa Barat pada tahun
2015 sebesar 7,86
Angka Harapan Lama Sekolah dari tahun
tahun
2013 sampai dengan tahun 2015 mengalami
kenaikan secara berturut-turut 11,81 tahun, 12,08
tahun dan 12,15 tahun. Angka Harapan Lama

id
Sekolah tertinggi adalah Kota Cimahi (13,73 tahun),

o.
Kota Bandung (13,63 persen) dan Kabupaten Ciamis
.g
(13,59 tahun). Ada 15 kabupaten/kota angka
ps

harapan lama sekolahnya melampaui rata-rata lama


r .b

sekolah provinsi (12,15 tahun). Sedangkan rata-rata


ba

lama sekolah terendah adalah Kabupaten Bandung


ja
://

Barat (11,39), Kabupaten Purwakarta (11,44 tahun)


tp

dan Kabupaten Subang (11,46tahun).


ht

3.3. Tingkat pendidikan

Kualitas sumber daya manusia dapat dilihat


dari keahlian/ keterampilan serta ilmu pengetahuan
yang dimilikinya yang dapat digambarkan dari tingkat
pendidikan yang ditamatkannya. Seseorang yang
menamatkan pendidikannya hingga jenjang
pendidikannya yang tinggi dapat mempunyai
pengetahuan yang luas serta keterampilan/keahlian

48 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015


yang tinggi. Dengan semakin meningkatnya
keterampilan/keahlian akan semakin mudah
mendapatkan kesempatan untuk bekerja. Indikator
tingkat pendidikan yang ditamatkan juga dapat
digunakan untuk mengetahui keberhasilan program
wajib belajar 9 tahun yang dicanangkan pemerintah.

Tabel 3.3. Persentase Penduduk 10 Tahun Keatas Menurut Tingkat


Pendidikan dan Daerah Tempat Tinggal, 2014 dan 2015
Perkotaan +
Perkotaan Perdesaan
Ijazah yang Ditamatkan Perdesaan

id
2014 2015 2014 2015 2014 2015

o.
Tidak/belum pernah
bersekolah
2,75 2,64 .g 4,79 5,10 3,44 3,45
ps

Tdk punya ijazah SD 13,78 14,93 21,84 22,37 16,49 17,37


r .b

SD 27,69 27,68 45,19 46,03 33,57 33,69


ba

SMP 19,94 19,75 16,78 16,34 18,88 18,63


ja

SMA 27,58 26,64 9,52 8,26 21,51 20,63


://

D1/D2 0,60 0,76 0,23 0,20 0,47 0,58


tp

D3/sarjana muda 2,17 2,21 0,29 0,32 1,54 1,59


ht

DIV/S1/S2/S3 5,48 5,38 1,37 1,37 4,10 4,07

Penduduk berumur 10 Pada tahun 2015, penduduk usia 10 tahun

tahun ke atas yang ke atas yang menamatkan sekolah, yang mengalami


menamatkan jenjang peningkatan adalah jenjang pendidikan D3/sarjana
pendidikan SMP ke muda, Diploma 1/Diploma 2, dan jenjang pendidikan
atas tahun 2015 SD, secara berturut-turut kenaikannya adalah 0,05
mencapai 51,57 persen, 0,10 persen dan 0,12 persen.
persen.

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015 49


Jika dilihat berdasarkan tingkat pendidikan
yang telah ditamatkan, ada penurunan pada jenjang
SMP dan SMA. Penurunan penduduk yang
menamatkan jenjang SMP sebesar 0,25 persen dari
18,88 persen pada tahun 2014 menjadi 18,63 persen
pada tahun 2015. Penurunan penduduk yang
menamatkan jenjang SMA sebesar 0,89 persen dari
21,51 persen pada tahun 2014 menjadi 20,63 persen
pada tahun 2015.

id
Dari penurunan penduduk yang menamatkan

o.
pada jenjang SMP dan SMA, menyebabkan kenaikan
.g
pada jenjang pendidikan di atasnya yaitu jenjang
ps

pendidikan Diploma/Akademi (D1/D2/D3).


r .b

Kenaikan Diploma 1/Diploma 2 sebesar 0,10 persen,


ba

sedangkan kenaikan Diploma 3 sebesar 0,05 persen.


ja
://

Dari data tersebut di atas, dapat disimpulkan


tp
ht

bahwa masyarakat menyadari bahwa pendidikan itu


sangat penting akan mampu meningkatkan kualitas
sumber daya manusia.

Bila dilihat berdasarkan daerah tempat


tinggal, penduduk di perkotaan mempunyai tingkat
pendidikan yang lebih baik daripada penduduk di
perdesaan. Persentase penduduk perkotaan dengan
tingkat pendidikan SMP ke atas pada setiap jenjang
pendidikan lebih tinggi dibandingkan dengan di
perdesaan. Perbedaan yang terlihat mencolok terjadi

50 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015


pada jenjang pendidikan SMA/Sederajat dan Diploma
IV/S1/S2/S3. Pada tahun 2015 di jenjang pendidikan
SMA/Sederajat, sekitar 26,64 persen penduduk di
perkotaan, sedangkan penduduk di perdesaan yang
menamatkan pendidikan SMA hanya 8,26 persen,
sedangkan sekitar 8,36 persen di perkotaan mampu
menamatkan pendidikan hingga ke perguruan tinggi
Diploma IV/S1/S2/S3 jauh lebih tinggi dari penduduk
perdesaan yang hanya sebesar 1,89 persen.
Sementara itu, persentase penduduk dengan tingkat

id
o.
pendidikan yang lebih rendah (SD, belum tamat SD,
.g
dan tidak/belum pernah sekolah) di perdesaan
ps

memiliki persentase lebih tinggi dibandingkan di


.b

Persentase penduduk perkotaan. Penduduk di perdesaan yang belum


r
ba

perkotaan dengan menamatkan pendidikan/tidak memiliki ijasah sekitar


ja

tingkat pendidikan
://

73,51 persen, sedangkan di perkotaan hanya sekitar


tp

SMP ke atas pada


45,26 persen.
ht

setiap jenjang
pendidikan lebih tinggi Pada Lampiran III.1, tercatat bahwa tingkat
dibandingkan dengan pendidikan penduduk laki-laki lebih baik dari
di perdesaan. perempuan. Hal ini terlihat pada tingkat pendidikan
SMP ke atas penduduk laki-laki lebih tinggi
dibandingkan perempuan. Tingkat pendidikan laki-
laki SMP ke atas mencapai 47,81 persen, sedangkan
penduduk perempuan hanya sebesar 43,06 persen.
Kondisi seperti ini terjadi di seluruh kabupaten/kota.
Dengan kata lain, penduduk laki-laki dengan tingkat

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015 51


pendidikan SD ke bawah (termasuk belum tamat SD
dan tidak/belum bersekolah) lebih rendah daripada
perempuan (52,19 persen berbanding 56,94 persen).

Jika kita telaah secara garis besar dapat kita


lihat bahwa semakin rendah tingkat pendidikan,
persentase perempuan selalu lebih tinggi dari laki-
laki, tetapi mulai SMA ke atas persentase laki-laki
menjadi lebih tinggi dibandingkan perempuan. Hal ini
merupakan warisan era masa lalu yang berkaitan

id
dengan kultur budaya kita yang lebih

o.
mengedepankan laki-laki dibandingkan perempuan.
.g
Tentu saja ini menjadi pekerjaan rumah bagi kita
ps

semua untuk terus mengkampanyekan pentingnya


r .b

pendidikan baik laki-laki maupun perempuan.


ba
ja
://
tp

3.4. Tingkat partisipasi sekolah


ht

Tingkat partispasi sekolah merupakan salah


satu indikator yang dapat mengukur partipasi
masyarakat dalam mengikuti pendidikan dari
berbagai jenjang pendidikan dan kelompok umur.
Tingkat partisipasi sekolah yang dapat diukur
diantaranya yaitu Angka Partisipasi Sekolah (APS),
Angka Partsipasi Kasar (APK), dan Angka Partsipasi
Murni (APM). Pemerintah berharap khususnya
indikator APS dan APM selalu menunjukkan
peningkatan setiap tahunnya pada setiap jenjang

52 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015


pendidikan. Hal ini dapat menunjukkan bahwa
semakin banyak masyarakat memperoleh layanan
pendidikan dasar dan menengah yang bermutu dan
berkesetaraan.

Berdasarkan Susenas tahun 2015, terjadi


peningkatan Angka Partisipasi Sekolah (APS) pada
semua kelompok umur baik di daerah perkotaan
maupun perdesaan bila dibandingkan dengan tahun
2014, kecuali APS laki-laki berumur 16-18 tahun,

id
terjadi penurunan sebesar 2,61 persen.

o.
Terjadi peningkatan APS penduduk berumur 7-12 tahun pada
.g
ps
Angka Partisipasi tahun 2015 sebesar 99,57 persen atau mengalami
.b

Sekolah (APS) pada peningkatan 0,27 persen dari tahun sebelumnya


r
ba

semua kelompok umur pada tahun 2014 yang sebesar 99,30 persen,
ja

baik di daerah
sedangkan APS penduduk berumur 13-15 tahun
://

perkotaan maupun
sebesar 93,19 persen atau mengalami kenaikan 0,35
tp

perdesaan.
ht

persen dari tahun sebelumnya yang sebesar 92,84


persen. Sementara itu, APS penduduk berumur
berumur 16-18 tahun juga mengalami kenaikan
sebesar 0,24 persen dari 65,48 persen menjadi
65,72 persen. Peningkatan APS pada semua
kelompok umur tersebut menunjukkan bahwa
akses terhadap pendidikan semakin meluas dan
mudah diakses oleh masyarakat.

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015 53


Tabel 3.4. Angka Partisipasi Sekolah (APS) Menurut Usia Sekolah,
Jenis Kelamin dan Daerah Tempat Tinggal, 2014 dan 2015

Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan


Kelompok Umur/Jenis Kelamin

2014 2015 2014 2015 2014 2015

7-12 Laki-laki 99,36 99,62 99,03 99,65 99,25 99,63


Perempuan 99,41 99,65 99,24 99,20 99,35 99,51

id
Laki-laki +
99,38 99,64 97,94 99,43 99,30 99,57

o.
Perempuan
13-15 Laki-laki 93,62 93,42 88,27 88,98 .g91,72 91,94
ps
Perempuan 96,17 95,25 90,15 93,09 93,99 94,49
.b

Laki-laki +Perempuan 94,87 94,31 75,52 91,05 92,84 93,19


r
ba

16-18 Laki-laki 68,10 69,94 61,68 50,40 66,05 63,44


Perempuan 69,90 73,00 53,71 57,13 64,88 68,25
ja
://

Laki-laki +
68,98 71,43 48,40 53,41 65,48 65,72
Perempuan
tp
ht

Jika dilihat berdasarkan tempat tinggal, pada


tahun 2015 APS penduduk di perkotaan lebih tinggi
dibandingkan di perdesaan. APS kelompok umur 7-
12 tahun di perkotaan sebesar 99,64 persen
sedangkan di perdesaan sebesar 99,43 persen.
Sementara itu, APS pada kelompok umur 13-15
tahun di perkotaan dan perdesaan masing-masing
sebesar 94,31 persen dan 91,05 persen.
Kesenjangan nampak jelas pada kelompok umur 16-

54 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015


18 tahun yaitu APS di perkotaan sebesar 71,43
persen, sedangkan di perdesaan sebesar 53,41
persen. Walaupun demikian kesenjangan antara
daerah perkotaan dan perdesaan semakin menurun
bila dibandingkan tahun 2014. Pemerintah harus
terus meningkatkan akses pendidikan di seluruh
wilayah agar lebih merata dan dapat dijangkau bagi
masyarakat.

Jika dilihat menurut jenis kelamin, APS

id
Pendidikan bagi penduduk perempuan terlihat lebih baik bila

o.
penduduk baik laki- dibandingkan penduduk laki- laki. APS penduduk
.g
perempuan pada semua kelompok umur lebih tinggi
ps
laki maupun
perempuan semakin bila dibandingkan penduduk laki-laki, kecuali APS
r .b

merata. penduduk perempuan pada kelompok umur 7 - 12


ba

tahun. APS penduduk laki-laki tahun 2015 pada


ja
://

kelompok umur 7-12 tahun sebesar sebesar 99,63


tp

persen, sedangkan APS penduduk perempuan


ht

99,51persen.

Pada kelompok umur 13-15 tahun APS


penduduk perempuan sebesar 94,49 persen dan
penduduk laki-laki sebesar 91,94 persen. Sementara
itu, pada kelompok umur 16-18 tahun, APS
penduduk perempuan sebesar 68,25 persen
berbanding 63,44 persen (APS penduduk laki-laki).
Perbedaan APS penduduk laki-laki dan perempuan
menunjukkan adanya kesenjangan yang kecil. Hal ini

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015 55


menunjukkan bahwa semakin meratanya pendidikan
bagi penduduk baik laki-laki maupun perempuan.
Kabupaten Garut
Bila dilihat berdasarkan kabupaten/kota merupakan kabupaten
(tabel Lampiran III.3), sebagian besar kabupaten/kota yang memiliki APS 13-
menunjukkan adanya peningkatan APS kelompok 15 tahun terendah

umur 7-12 tahun. Tercatat sekitar 20 sebesar 86,47 persen.

kabupaten/kota yang mengalami peningkatan APS 7-


12 tahun, sedangkan sisanya mengalami penurunan
APS. Pada tahun 2015 terlihat bahwa APS kelompok

id
umur 7-12 tahun di 16 kabupaten/kota berada di

o.
atas APS Jawa Barat. Ada 11 kabupaten/kota yang
.g
APS-nya sudah 100,00 persen, ke-11 kabupaten/kota
ps

tersebut adalah Kabupaten Cianjur, Kabupaten


r.b

Ciamis, Kabupaten Kuningan, Kabupaten Majalengka,


ba

Kabupaten Sumedang, Kabupaten Indramayu,


ja
://

Kabupaten Karawang, Kabupaten Pangandaran, Kota


tp

Bekasi, Kota Tasikmalaya dan Kota Banjar.


ht

Pada kelompok umur 13-15 tahun, terdapat


sekitar 16 kabupaten/kota yang berhasil mencapai
APS melebihi capaian APS Jawa Barat. APS 13-15
tahun tertinggi dicapai oleh Kota Cimahi sebesar
99,07 persen diikuti oleh Kota Cirebon sebesar
97,88persen, dan Kota Depok sebesar 97,65 persen.
Sementara itu, Kabupaten Garut merupakan
kabupaten yang memiliki APS 13-15 tahun terendah
sebesar 87,05 persen. Selanjutnya Kabupaten Bogor

56 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015


dengan APSnya sebesar 89,24, dan APS terendah
ketiga adalah Kabupaten Indramayu sebesar 89,67.

Selanjutnya, APS kelompok umur 16-18


tahun tertinggi dicapai oleh Kota Bekasi (86,30
persen), diikuti Kabupaten Pangandaran (84,56
persen), dan Kota Depok (81,31 persen). Sedangkan
APS terendah dicapai Kabupaten Cianjur (46,19
persen), Kabupaten Garut (51,71 persen),
Kabupaten Subang (52,89 persen) dan Kabupaten

id
Sukabumi (53,66 persen). Tercatat sebanyak 15

o.
kabupaten/kota berhasil mencapai nilai APS 16-18
.g
tahun di atas capaian APS Jawa Barat pada tahun
ps

2015.
r .b
ba

Peningkatan APS yang terjadi pada tahun


ja

2015 juga terjadi pada Angka Partipasi Murni (APM)


://

pada semua jenjang pendidikan. Secara umum APM


tp
ht

SD sebesar 97,68 persen atau mengalami


peningkatan 0,60 persen dari tahun sebelumnya
pada tahun 2014 sebesar 97,60 persen. APM SMP
juga mengalami peningkatan dari 79,30 persen
menjadi 79,55 persen. Sama halnya dengan APM SD
dan SMP, APM SMA juga mengalami kenaikan dari
56,48 persen menjadi 56,73 persen. Peningkatan
APM di semua jenjang pendidikan didorong oleh
meningkatnya APM baik di perkotaan dan
perdesaan. Peningkatan APM pada semua jenjang

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015 57


pendidikan tersebut juga menunjukkan bahwa
semakin meningkatnya partisipasi masyarakat dalam
menyekolahkan anak-anak mereka.

Jika dilihat berdasarkan tempat tinggal, baik


APM SMP dan SMA tahun 2015 di perkotaan lebih
tinggi dibandingkan di perdesaan. Namun APM SD
lebih tinggi di perdesaan dibanding di perkotaan.
APM SD di perdesaan sebesar 98,36 sedangkan di
perkotaan mencapai 96,39 persen. Sementara itu,
APM SMP dan SMA

id
APM SMP di perkotaan dan perdesaan masing-

o.
tahun 2015 di
masing sebesar 81,62 persen dan 75,51 persen.
.g perkotaan lebih tinggi
ps
Kesenjangan APM SD di perkotaan dan dibandingkan di
.b

perdesaan tidak terlihat perbedaannya. Pada APM perdesaan.


r
ba

SMP kesenjangan antara perkotaan dan perdesaan


ja

mencapai 6,14 persen. Kesenjangan semakin besar


://

pada APM SMA dengan APM perkotaan sebesar


tp
ht

63,19 persen dan APM perdesaan sebesar 42,80


persen sehingga tingkat kesenjangannya mencapai
20,39 persen. Pemerintah diharapkan terus
menekan kesenjangan APM pada jenjang pendidikan
yang lebih tinggi antara perkotaan dan perdesaan
dengan memberikan kemudahan akses pendidikan di
perdesaan.

58 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015


Tabel 3.5. Angka Partisipasi Murni (APM) Menurut Tingkat
Pendidikan, Jenis Kelamin dan Daerah Tempat Tinggal,
2014 dan 2015
Perkotaan +
Perkotaan Perdesaan
Perdesaan
Kelompok Umur/
Jenis Kelamin
2014 2015 2014 2015 2014 2015

SD sederajat
Laki-laki 97,76 96,39 98,38 98,36 97,97 97,04

id
Perempuan 97,08 98,34 97,46 98,42 97,21 98,36

o.
L+P 97,43 97,34 .g97,94 98,39 97,60 97,68
ps
SMP sederajat
.b

Laki-laki 79,67 80,68 72,87 72,90 77,26 78,09


r

Perempuan 83,24 82,69 78,20 78,09 81,41 81,08


ba

L+P 81,42 81,65 75,52 75,51 79,30 79,55


ja
://

SMA sederajat
tp

Laki-laki 59,39 64,49 50,32 43,78 56,49 57,60


ht

Perempuan 61,03 61,81 46,31 41,60 56,47 55,76


L+P 60,20 63,19 48,40 42,80 56,48 56,73

Jika dilihat menurut jenis kelamin, APM SD


laki-laki terlihat lebih rendah bila dibandingkan APM
SD perempuan. APM SD penduduk laki-laki sebesar
97,04 persen atau berbeda sedikit dengan
perempuan yang sebesar 98,36 persen. Kondisi yang
sebaliknya terjadi pada APM SMP. APM SMP
penduduk perempuan justru lebih tinggi daripada

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015 59


laki-laki. APM SMP penduduk perempuan tercatat
sebesar 81,08 persen dan penduduk laki-laki sebesar
78,09 persen. Sementara itu, pada jenjang
pendidikan SMA, APM SMA penduduk laki-laki
selisih hampir 2,00 persen daripada APM
perempuan. APM penduduk laki-laki sebesar 57,60
persen berbanding 55,76 persen (APM SMA
penduduk perempuan).

Bila dilihat berdasarkan kabupaten/kota,

id
hampir 63,00 persen kabupaten/kota menunjukkan

o.
adanya peningkatan APM pada jenjang pendidikan
.g
SD. Tercatat sekitar 17 kabupaten/kota yang
ps

mengalami peningkatan APM SD. Pada tahun 2015


r .b

terlihat bahwa APM SD di 13 kabupaten/kota


ba

berada di atas APM SD Jawa Barat. Pencapaian APM


ja

Pada jenjang
://

SD tertinggi diraih oleh Kabupaten Kuningan dan pendidikan SD, Kota


tp

Kabupaten Indramayu (100,00 persen), diikuti Depok mengalami


ht

Kabupaten Cianjur (99,89 persen), dan Kabupaten pencapaian APM

Sumedang (99,75 persen). Sementara itu, Kabupaten terendah yaitu sebesar


92,47 persen.
Cirebon mengalami pencapaian APM terendah yaitu
sebesar 94,82 persen.

Pada jenjang pendidikan SMP, terdapat


sekitar 15 kabupaten/kota yang berhasil mencapai
APM SMP di atas melebihi capaian APM SMP
Provinsi pada tahun 2015. APM SMP tertinggi
dicapai oleh Kabupaten Sukabumi sebesar 91,74

60 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015


persen diikuti oleh Kota Cimahi sebesar 90,85
persen dan Kota Bandung sebesar 87,23 persen.
Sementara itu, Kabupaten Bogor masih menjadi
kabupaten dengan pencapaian APM SMP terendah
sebesar 72,97 persen. Bila dibandingkan dengan
tahun sebelumnya, pada tahun 2013 tercatat bahwa
semua kabupaten/kota di Jawa Barat APM nya
mengalami peningkatan APM SMP.

Selanjutnya pada jenjang pendidikan SMA,

id
APM tertinggi dicapai oleh Kota Bekasi (80,98

o.
persen), diikuti Kota Bandung (74,06 persen), dan
.g
Kabupaten Pangandaran (72,98 persen). Sedangkan
ps

APM terendah dicapai di Kabupaten Cianjur (37,18


r .b

persen). Tercatat sebanyak 15 kabupaten/kota


ba

berhasil mencapai nilai APM SMA di atas capaian


ja

Pada jenjang SMA,


://

APM tertinggi dicapai APM SMA provinsi. Bila dibandingkan dengan tahun
tp

sebelumnya, pencapaian peningkatan APM SMA


ht

oleh Kota Bekasi


(80,98 persen). terjadi pada kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat.

Dari gambaran pembahasan APS dan APM di


atas masih menunjukkan adanya kesenjangan.
Kesenjangan ini diakibatkan oleh layanan pendidikan
yang belum sepenuhnya menjangkau seluruh lapisan
masyarakat, khususnya yang tinggal di daerah
perdesaan yang secara geografis sulit dijangkau.
Selain itu, di samping faktor ekonomi fasilitas
layanan pendidikan yang masih belum merata dan

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015 61


sangat terbatas turut menghambat partisipasi
pendidikan masyarakat. Oleh karena itu, diharapkan
pemerintah terus berupaya meningkatkan pelayanan
akses pendidikan yang merata dan mudah dijangkau
masyarakat serta memberikan penyelenggaraan
pendidikan yang layak dari segala sisi di seluruh
wilayah mulai dari Indonesia bagian barat sampai
Indonesia bagian timur.

id
o.
.g
ps
r.b
ba
ja
://
tp
ht

62 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015


BAB IV KETENAGAKERJAAN

Salah satu masalah terbesar yang menjadi


perhatian pemerintah adalah permasalahan di bidang
ketenagakerjaan. Masalah ketenagakerjaan
merupakan masalah yang sangat sensitif yang harus
diselesaikan dengan berbagai pendekatan agar
masalah tersebut tidak meluas yang berdampak pada

.id
Masalah penurunan kesejahteraan dan keamanan

go
ketenagakerjaan masyarakat. Tingginya tingkat pengangguran,
merupakan masalah
.
rendahnya perluasan kesempatan kerja yang
ps
yang sangat sensitif
terbuka, rendahnya kompetensi dan produktivitas
r.b

yang harus
tenaga kerja, serta masalah pekerja anak merupakan
ba

diselesaikan dengan
sebagian kecil dari berbagai masalah yang dihadapi
ja

berbagai pendekatan
://

pemerintah.
tp

agar masalah tersebut


ht

tidak meluas yang Data dan informasi ketenagakerjaan sangat


berdampak pada penting bagi penyusunan kebijakan, strategi dan
penurunan
program ketenagakerjaan dalam rangka
kesejahteraan dan
pembangunan nasional dan pemecahan masalah
keamanan masyarakat.
ketenagakerjaan. Kebijakan, strategi dan program
ketenagakerjaan yang baik dan benar sangat
ditentukan oleh kondisi ketersediaan data dan
informasi ketenagakerjaan. Selain itu, data dan
informasi mengenai ketenagakerjaan juga dapat

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015 63


mencerminkan tingkat pencapaian pembangunan
yang telah dilaksanakan.

Bab ini menjelaskan beberapa indikator yang


dapat digunakan untuk menggambarkan kondisi
ketenagakerjaan. Sumber data penghitungan
indikator ini diperoleh dari Survei Angkatan Kerja
Nasional (SAKERNAS) tahun 2014 dan 2015 kondisi
Agustus. Indikator tersebut, antara lain Tingkat
Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK), Tingkat

.id
Pengangguran Terbuka (TPT), persentase
pengangguran menurut tingkat
persentase penduduk yang bekerja menurut status
go
pendidikan,
.
ps

pekerjaan, persentase penduduk yang bekerja


r.b

menurut lapangan usaha dan jumlah jam kerja,


ba

persentase pekerja anak, serta persentase pekerja


ja
://

menurut kelompok upah/ gaji/pendapatan bersih.


tp
ht

4.1. Angkatan kerja dan penganggur

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK),


Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) merupakan
indikator ketenagakerjaan yang penting yang
digunakan untuk menganalisa dan mengukur capaian
hasil pembangunan. TPAK digunakan untuk
mengukur besarnya jumlah angkatan kerja, indikator
ini merupakan rasio antara jumlah angkatan kerja
dengan jumlah penduduk usia kerja (usia produktif

64 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015


15 tahun ke atas). Selain TPAK, dalam analisis
angkatan kerja juga dikenal indikator yang biasa
digunakan untuk mengukur pengangguran yaitu
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT). Pengangguran
terbuka didefinisikan sebagai orang yang sedang
mencari pekerjaan atau yang sedang mempersiapkan
usaha atau juga yang tidak mencari pekerjaan karena
merasa tidak mungkin lagi mendapatkan pekerjaan,
termasuk juga mereka yang baru mendapat kerja
tetapi belum mulai bekerja. Pengangguran terbuka

.id
tidak termasuk orang yang masih sekolah atau
go
mengurus rumah tangga, sehingga hanya orang yang
.
ps

termasuk angkatan kerja saja yang merupakan


r.b

pengangguran terbuka. TPT dapat mencerminkan


ba

besarnya jumlah penduduk dalam kategori usia kerja


ja
://

yang termasuk dalam pengangguran.


tp

Jumlah angkatan kerja di Jawa Barat pada


ht

Jumlah penduduk yang


Agustus 2015 mencapai 20,58 juta orang berkurang
bekerja di Jawa Barat
sebanyak 423 ribu orang dibanding Agustus 2014.
pada Agustus 2015
Jumlah penduduk yang bekerja di Jawa Barat pada
mencapai 18,8 juta
orang, bertambah 408 Agustus 2015 mencapai 18,8 juta orang, berkurang

ribu orang dibanding 408 ribu orang dibanding keadaan Agustus 2014.
keadaan Agustus 2014. Dari jumlah angkatan kerja tersebut TPAK
bergerak menurun. Penurunan TPAK diakibatkan
penurunan TPAK di perdesaan yang cukup tinggi
sebesar 3,99 persen dari 63,73 persen menjadi

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015 65


59,74 persen. TPAK di daerah perkotaan
menunjukkan penurunan sebesar 1,72 persen dari
62,29 persen di tahun 2014 menjadi 60,57 persen di
tahun 2015. Secara keseluruhan TPAK di daerah
perkotaan dan perdesaan menurun sebesar 2,43
persen, dari 62,77 persen menjadi 60,34 persen.

Tabel 4.1 Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja dan Tingkat Pengangguran


Terbuka, 2014-2015
TPAK TPT
Wilayah
2014 2015 2014 2015

.id
Perkotaan 62.29 60.57 8.23 8.64

go
Perdesaan 63.73 59.74 8.88 8.93
Perkotaan + Perdesaan 62.77 60.34 8.45 . 8.72
ps
r.b

Tingkat pengangguran terbuka mengalami


ba

kenaikan. Kenaikan terjadi di perkotaan maupun di


ja

perdesaan. TPT di daerah perkotaan pada 2015 naik


://

sebesar 0,41 persen dibandingkan 2014 dari 8,23


tp
ht

persen menjadi 8,64 persen. Sedangkan di perdesaan


TPT naik sebesar 0,05 persen dari 8,88 persen di
tahun 2014 menjadi 8,93 persen di tahun 2015.
Secara keseluruhan TPT di perkotaan dan perdesaan TPT naik sebesar 0,27
naik sebesar 0,27 persen dari 8,45 persen di tahun persen dari 8,45
2014 menjadi 8,72 persen di tahun 2015. persen di tahun 2014
menjadi 8,72 persen di
Pada tahun 2015 bila dilihat berdasarkan
tahun 2015.
daerah tempat tinggalnya, penduduk yang
menganggur lebih banyak ditemukan di daerah
perdesaan daripada di perkotaan. TPT di perdesaan

66 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015


terlihat lebih tinggi bila dibandingkan di perkotaan
TPT di perdesaan
yaitu sebesar 8,93 persen berbanding 8,64 persen.
terlihat lebih tinggi
bila dibandingkan di Masih cukup tingginya tingkat pengangguran di
perkotaan yaitu perdesaan menunjukkan bahwa lapangan kerja yang
sebesar 8,88 persen tersedia di perdesaan belum mampu menyerap
berbanding 8,23 jumlah tenaga kerja dalam jumlah yang besar. Hal ini
persen. terkait dengan jumlah lapangan kerja yang terbatas.
Sebagian besar tenaga kerja di perdesaan terserap di
sektor pertanian, dimana sektor ini memberikan
kesempatan kerja yang lebih luas karena tidak perlu

.id
mempunyai keahlian khusus. Secara keseluruhan
go
TPT mengalami kenaikan. Hal tersebut terjadi baik
.
ps

di daerah perkotaan maupun di daerah perdesaan.


r.b

TPT di perkotaan naik dari 8,23 persen pada tahun


ba

2014 menjadi 8,64 persen pada 2015. Sedangkan


ja
://

TPT di daerah perdesaan naik dari 8,88 persen di


tp

tahun 2014 menjadi 8,93 persen pada tahun 2015.


ht

Walaupun pada 2015 secara umum terjadi


penurunan TPAK, namun dilihat menurut
kabupaten/kota sebenarnya lebih masih ada
kabupaten/kota yang mengalami kenaikan TPAK.
Ada 4 kabupaten/kota yang mengalami peningkatan
TPAK. Kenaikan TPAK terbesar terjadi di Kota
Tasikmalaya (5,53%), kemudian Kota Sukabumi
(2,98%) dan Kabupaten Bekasi (1,89%). Sedangkan
penurunan TPAK yang tertinggi terjadi di Kabupaten

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015 67


Bandung (-6,63%) dari 66,16 persen pada tahun
2014 turun menjadi 59,53 persen pada tahun 2014.

Jika dibandingkan dengan TPAK Jawa Barat,


pada tahun 2015 terdapat 13 kabupaten/kota dengan
nilai TPAK di bawah angka provinsi dimana
kabupaten/kota dengan pencapaian terendah
kabupaten Bandung Barat sebesar 53,77 persen,
Kabupaten Garut (57,57 persen) dan Kota Bogor
(57,74 persen)

.id
Pada 2015 terjadi kenaikan TPT Jawa Barat,
dengan kenaikan TPT di daerah perkotaan lebih . go
ps
tinggi dibandingkan daerah perdesaan. Namun
r.b

kenaikan angka TPT tidak diikuti oleh beberapa


ba

kabupaten/kota. Dari 27 kabupaten/kota di Jawa


ja

Barat, tercatat 8 kabupaten/kota mengalami


://

penurunan TPT. Penurunan TPT dinilai sebagai


tp
ht

peningkatan kualitas hidup masyarakat, dimana


penurunan angka pengangguran berarti
bertambahnya jumlah masyarakat yang bekerja dan
mempunyai pendapatan dibandingkan dengan tahun
sebelumnya. Penurunan tertinggi terdapat di
Kabupaten Cianjur dengan penurunan TPT sebesar
4,81 persen, dari 14,87 persen di tahun 2014
menjadi 10,06 persen di tahun 2015. Penurunan
TPT berikutnya tertinggi yaitu Kabupaten Sukabumi

68 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015


sebesar 4,45 persen, Kabupaten Cirebon sebesar
2,81 persen.

Peningkatan TPT berarti jumlah penduduk


yang menganggur semakin bertambah jika
dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Peningkatan
TPT tertinggi terdapat di Kabupaten Subang
meningkat 3,30 persen, dari 6,74 persen di tahun
2014 naik menjadi 10,04 persen di tahun 2015.
Sedangkan peningkatan TPT terendah terdapat di

.id
Kota Bekasi yang hanya naik sebesar 0,01 persen
Peningkatan TPT
go
dibandingkan tahun sebelumnya.
.
ps
tertinggi terdapat di
Pada tahun 2015 angka TPT tertinggi
Kabupaten Subang
r.b

terdapat di Kota Cirebon 11,28 persen dan


yang meningkat 3,30
ba

terendah di Kabupaten Bandung dengan 4,03


persen, dari 6,74
ja

persen. Dari seluruh kabupaten/kota di Jawa Barat,


://

persen di tahun 2014


ada 16 kabupaten/kota dengan angka TPT diatas
tp

naik menjadi 10,04


ht

persen di tahun 2015. rata-rata provinsi. Ke enam belas kabupaten/kota


tersebut yaitu Kabupaten Karawang, Kota Cirebon,
Kota Bogor, Kabupaten Cirebon, Kabupaten
Cianjur, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Subang,
Kabupaten Bekasi, Kabupaten Bogor, Kabupaten
Bandung Barat, Kabupaten Purwakarta, Kota bekasi,
Kota Sukabumi, Kota Bandung, Kabupaten
Sumedang, dan Kota Cimahi.

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015 69


4.2. Pengangguran menurut tingkat
pendidikan

Setiap orang selalu berharap dirinya akan


mudah mendapatkan pekerjaan layak yang sesuai
dengan keahlian yang dia miliki serta tingkat
pendidikan yang ditamatkan. Semakin tinggi tingkat
pendidikan seseorang akan berdampak pada semakin
tinggi pula harapan dan kesempatan untuk
mendapatkan pekerjaan yang sesuai dengan tingkat
pendidikannya. Namun, keterbatasan lapangan kerja

.id
yang tersedia bagi mereka yang mempunyai ijazah
tinggi menyebabkan mereka tidak terserap pada
.go
ps
lapangan usaha tersebut. Sebagian besar dari mereka
r.b

yang merupakan lulusan pendidikan tinggi enggan Kenaikan TPT terjadi


ba

menerima pekerjaan yang tidak sesuai dengan jenis pada penduduk yang
ja

berpendidikan Sekolah
keahlian dan jenjang pendidikan yang telah ia
://

Tinggi (Diploma dan


tp

tamatkan. Sehingga sebagian dari mereka yang tidak


ht

Universitas), penduduk
mendapatkan pekerjaan menjadi penganggur.
yang tidak/ punya
Secara umum, penurunan TPT terjadi pada ijazah SD, dan
penduduk yang penduduk tidak/belum pernah penduduk yang

sekolah, penduduk yang berpendidikan SD dan berpendidikan SMA.

penduduk yang berpendidikan SMP. Penduduk yang


tidak/belum pernah sekolah turun tipis 0,16 persen
dari 0,64 tahun 2014 menjadi 0,48 persen pada
tahun 2015, TPT pada tingkat pendidikan
SD/sederajat turun 3,33 persen dari 17,95 persen

70 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015


pada tahun 2014 menjadi 14,63 persen pada tahun
2015, sedangkan penurunan pada jenjang pendidikan
SMP/sederajat sebesar 2,34 persen dari 23,60
persen pada tahun 2014 menjadi 21, 26 persen pada
tahun 2015.

TPT penduduk dengan Bila dilihat berdasarkan jenjang pendidikan


pendidikan SMP dan yang ditamatkan, TPT penduduk dengan pendidikan
SMA lebih besar SMP dan SMA lebih besar daripada penduduk
daripada penduduk dengan tingkat pendidikan diatasnya. Di daerah

.id
dengan tingkat perkotaan TPT pada tingkat SMA sebesar 48,91,

go
pendidikan diatasnya. tingkat SMP 21,26 persen. Walaupun demikian pada
.
tingkat SMP terjadi penurunan yang cukup tinggi
ps

(2,34 persen).
r.b
ba

Pada tahun 2015 TPT penduduk yang


ja

berpendidikan SD di perdesaan menurun paling


://

tajam sebesar 3,46 persen dari 14,89 persen (2014)


tp
ht

menjadi 11,43 persen di tahun 2015. Sedangkan di


perkotaan turun 3,00 persen dari 22,15 persen di
tahun 2014 menjadi 16,93 persen pada tahun 2015.
Ini menunjukkan bahwa lulusan SD/sederajat pada
tahun 2015 banyak terserap di lapangan pekerjaan
dibandingkan pendidikan yang lebih tinggi dan lebih
berkualitas dibandingkan tingkat SD. Hal tersebut
dapat terlihat dari naiknyaa TPT penduduk dengan
tingkat pendidikan di atas SMA sebesar 3,51 persen
dari tahun 2015.

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015 71


Tabel 4.2. Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Menurut Tingkat
Pendidikan, 2014-2015
Perkotaan +
Perkotaan Perdesaan
Ijazah yang Ditamatkan Perdesaan
2014 2015 2014 2015 2014 2015
Tidak/belum pernah bersekolah 0.81 0.50 0.38 0.45 0.64 0.48
Tdk punya Ijazah SD 4.29 6.39 3.52 6.17 3.99 6.30
SD 19.92 16.93 14.89 11.43 17.95 14.63
SMP 25.34 22.58 20.90 19.43 23.60 21.26
SMA 44.82 45.94 53.50 53.03 48.21 48.91
Diploma/Universitas 4.83 7.66 6.81 9.49 5.61 8.43

.id
Angka TPT untuk penduduk dengan tingkat
SMA dan pendidikan tinggi (Diploma/Akademi/ . go
ps
Universitas) cenderung naik padai tahun 2015. TPT
r.b

untuk penduduk yang berpendidikan Diploma/


ba

Sarjana kenaikannya paling tinggi sebesar 2,82


ja

persen, dari 5,61 persen di tahun 2014 menjadi TPT untuk penduduk
://
tp

8,43 persen di tahun 2015. Hal in dipicu oleh dengan tingkat


ht

pendidikan tinggi
kenaikan TPT yang tinggi sebesar 2,83 persen di
(Diploma/Akademi/Uni
daerah perkotaan, sedangkan di perdesaan naik
versitas) cenderung
sebesar 0,55 persen.
naik pada tahun 2015.
Secara umum TPT mengalami kenaikan
kecuali pada penduduk pada jenjang pendidikan
SD/sederajat dan SMP/sederajat baik di perkotaan
maupun di perdesaan, dengan peningkatan TPT di
perdesaan yang melonjak cukup tinggi. Hal tersebut
diharapkan menjadi catatan bagi pemerintah daerah
untuk dapat menciptakan lapangan kerja bagi

72 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015


kelompok tersebut yang seimbang antara di
perkotaan dan perdesaan. Dengan pembukaan
lapangan kerja baru bagi mereka di daerahnya
sendiri sesuai kebutuhannya akan menurunkan angka
urbanisasi dan diharapkan dapat turut serta dalam
pembangunan di daerahnya masing-masing.
Sedangkan untuk penduduk dengan tingkat
pendidikan tinggi yang belum terserap lapangan kerja
diharapkan dapat berpartisipasi dengan berwira
usaha sehingga dapat turut serta membangun

.id
daerahnya. Peran pemerintah daerah dalam hal ini
go
adalah dengan mendorong dan memberi insentif bagi
.
ps

mereka yang berinisiatif untuk membuka peluang


r.b

berwirausaha.
ba
ja
://

4.3. Lapangan usaha dan status pekerjaan


tp
ht

Persentase penduduk
Distribusi penduduk yang bekerja menurut
yang bekerja pada
lapangan usaha pada publikasi ini dibagi menjadi 3
sektor pertanian
sektor lapangan usaha yaitu Pertanian (pertanian,
mengalami penurunan.
kehutanan, perburuan, dan perikanan), industri
(pertambangan dan penggalian, industri pengolahan,
listrik, gas, dan air serta bangunan/konstruksi), dan
jasa-jasa (perdagangan besar, eceran, rumah makan,
dan hotel, angkutan, pergudangan, komunikasi,
asuransi, usaha persewaan bangunan, tanah, dan jasa
perusahaan, serta jasa kemasyarakatan).

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015 73


Berdasarkan Sakernas 2015, secara umum
persentase penduduk yang bekerja pada sektor
pertanian mengalami penurunan sebesar 3,39 persen
bila dibandingkan dengan tahun sebelumnya yaitu
dari 19,87 persen pada tahun 2014 menjadi 16,48
persen pada tahun 2015. Penurunan tersebut yang
cukup tinggi terasa di daerah perdesaan, penurunan
mencapai 3,50 persen, dari 41,21 persen pada tahun
sebelumnya menjadi 37,71 persen pada tahun 2015.
Penurunan ini terjadi pula di daerah perkotaan

.id
sebesar 0,46 persen.
go
.
ps
r.b

Tabel 4.3. Persentase Penduduk 15 tahun ke atas yang bekerja seminggu


yang lalu menurut lapangan usaha, 2014-2015
ba
ja

Perkotaan +
Lapangan Perkotaan Perdesaan
Perdesaan
://

Usaha
tp

2014 2015 2014 2015 2014 2015


ht

Pertanian (A) 9.00 8.53 41.21 37.71 19.87 16.48


Industri (M) 32.50 32.96 22.34 26.05 29.07 31.08
Jasa (S) 58.51 58.51 36.45 36.24 51.06 52.44

Penurunan di sektor pertanian diimbangi


dengan peningkatandi sektor industri dan sektor
jasa.

Penduduk yang bekerja pada sektor industri,


mengalami peningkatan 2,01 persen dari 29,07
persen di tahun sebelumnya menjadi 31,08 persen di
tahun 2015. Jika dilihat daerah tempat tinggalnya,

74 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015


peningkatan yang cukup tingi pada sektor industri
terlihat di daerah perdesaan sebesar 3,71 persen.
Sedangkan daerah perkotaan hanya naik sebesar
Penduduk yang 0,46 persen dari 32,50 persen pada tahun 2014
bekerja di sektor jasa
berubah menjadi 32,96 persen.
secara umum
meningkat 1,38 persen Sektor jasa mengalami peningkatan sebesar
dibandingkan tahun 1,38 persen. Penduduk yang bekerja di sektor ini
sebelumnya, naik dari secara umum naik dibandingkan tahun sebelumnya,
51,06 persen di tahun naik dari 51,06 persen di tahun 2014 menjadi 52,44

.id
2014 menjadi 52,44 persen di tahun 2015. Peningkatan di daerah

go
persen di tahun 2015. perkotaan sangat kecil sekali (0,003 persen) yaitu
.
58,506 pada tahun 2014 menjadi 58,509 persen di
ps

tahun 2015. Peningkatan di daerah perkotaan jadi


r.b

tidak terlihat/sangat kecil karena sektor jasa ini di


ba

daerah perdesaan mengalami penurunan sebesar


ja
://

0,21 persen.
tp
ht

Pada tahun 2015 secara umum persentase


penduduk di Jawa Barat bekerja di sektor jasa,
sektor terbesar yang menyerap tenaga kerja
mencapai 52,44 persen, di daerah perkotaan (58,51
persen) dan perdesaan (36,24 persen).

Jika dibandingkan menurut wilayah, daerah


perkotaan menyerap tenaga tertinggi di sektor jasa
(58,81 persen) sedangkan daerah perdesaan sektor
pertanian masih merupakan sektor utama yang
menyerap tenaga kerja (37,71 persen). Hal tersebut

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015 75


menunjukkan adanya perbedaan pola penyerapan
tenaga kerja antara di perkotaan dengan di
perdesaan. Hal ini terkait dengan luasnya areal
pertanian yang tersedia di perdesaan, sementara
lahan di perkotaan yang relatif lebih sempit untuk
pertanian sehingga penduduk bekerja lebih banyak di
luar sektor pertanian.

Pada tahun 2015 jumlah penduduk yang


Penduduk yang
bekerja di Jawa Barat sebagai buruh/karyawan masih
bekerja sebagai buruh/

.id
lebih besar dibandingkan status pekerjaan yang lain. karyawan adalah
Penduduk yang bekerja sebagai buruh/ karyawan
adalah sebesar 46,24 persen atau mengalami
go
. sebesar 46,24 persen.
ps

kenaikan sebesar 3,79 persen bila dibandingkan


r.b

dengan tahun sebelumnya. Kenaikan juga terjadi


ba

pada penduduk yang bekerja sebagai pekerja bebas


ja
://

non pertanian (1,36 persen) dan penduduk yang


tp

berusaha sendiri (0,11 persen), namun kenaikan ini


ht

hanya terjadi di perdesaan saja (1,10 persen),


sedangkan di perkotaan menurun sebesar 0,23
persen.

Kenaikan hanya terjadi pada status pekerjaan


buruh/karyawan/pegawai, pekerja bebas non
pertanian dan berusaha sendiri. Sedangka status
selain itu mengalami penurunan. Penurunan terjadi
pada tenaga kerja yang berstatus berusaha dibantu
buruh tidak tetap/tidak dibayar, berusaha dibantu

76 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015


buruh tetap/dibayar, pekerja bebas di pertanian, dan
pekerja keluarga/tidak dibayar. Pekerja yang
berusaha dibantu buruh tidak tetap/tidak dibayar
turun sebesar 3,20 persen; berusaha dibantu buruh
tetap/dibayar turun (0,17 persen), pekerja bebas di
pertanian turun (0,91 persen), dan status
keluarga/tidak dibayar turun (0,99 persen)

Jika dilihat berdasarkan daerah tempat


tinggalnya, untuk pekerja yang berusaha dibantu

.id
buruh tidak tetap/tidak dibayar di perdesaan turun

. go
cukup besar (4,55 persen) dari 21,51 persen pada
tahun 2014 menjadi 16,96 persen di tahun 2015.
ps

Sedangkan di perkotaan turun sebesar 1,63 persen


r.b

dari 9,70 persen tahun 2014 menjadi 8,07 persen


ba

pada tahun 2015. Untuk status pekerja bebas di


ja
://

pertanian terjadi hal serupa penurunan terjadi baik


tp

di daerah perkotaan dan perdesaan. Di perdesaan


ht

turun 0,50 persen dari 12,63 persen di tahun 2014


menjadi 12,13 persen pada tahun 2015, sedangkan di
perkotaan turun 0,20 persen menjadi 2,79 persen
tahun 2015 dari 2,99 persen pada tahun 2014.
Penduduk yang berstatus pekerja keluarga/tidak
dibayar penurunannya disebakan penurunan di
perdesaan 1,24 persen dari 12,14 persen di tahun
2014 menjadi 10,90 persen di tahun 2015.
Sedangkan untuk yang tinggal di perkotaan

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015 77


penurunan sebesar 0,35 persen menjadi 7,11 persen Penduduk yang
di tahun 2015 dari 8,10 persen di tahun 2014. bekerja dengan status

Penduduk yang bekerja dengan status berusaha sendiri


meningkat sebesar
berusaha sendiri meningkat sebesar 0,11 persen,
0,11 persen, dari 18,04
dari 18,04 persen di tahun 2014 menjadi 18,15
persen di tahun 2014
persen di tahun 2015.
menjadi 18,15 persen
Meningkatnya jumlah tenaga kerja yang di tahun 2015.
berusaha sendiri lebih didominasi oleh tenaga kerja
di perdesaan naik cukup tajam 1,10 persen dari

.id
18,31 persen (2014) menjadi 19,41 persen pada
tahun 2015. . go
ps
Tabel 4.4. Persentase Penduduk 15 tahun ke atas yang bekerja seminggu
r.b

yang lalu menurut status pekerjaan, 2014- 2015


Perkotaan +
ba

Perkotaan Perdesaan
Status Pekerjaan Perdesaan
ja

2014 2015 2014 2015 2014 2015


://

1. Berusaha sendiri 17.91 17.68 18.31 19.41 18.04 18.15


tp

2. Berusaha dibantu buruh tidak tetap/tak


9.70 8.07 21.51 16.96 13.69 10.49
dibayar
ht

3. Berusaha dibantu buruh tetap/dibayar 3.65 3.35 3.31 3.42 3.54 3.37
4. Buruh/karyawan/pegawai 52.33 53.85 23.05 25.91 42.45 46.24
5. Pekerja bebas di pertanian 2.99 2.79 12.63 12.13 6.24 5.33
6. Pekerja bebas di non pertanian 7.37 8.57 9.05 11.27 7.94 9.30
7. Pekerja keluarga/tak dibayar 6.04 5.69 12.14 10.90 8.10 7.11

78 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015


4.4. Jumlah jam kerja

Terkait dengan jumlah jam kerja yang


dihabiskan selama seminggu, seorang pekerja dapat
dikategorikan sebagai pengangguran kentara atau
terselubung dimana mereka bekerja jauh di bawah
jam kerja rata-rata selama seminggu (kurang dari 35
jam). Biasanya pekerja semacam ini memiliki
pendapatan di bawah kemampuan sebenarnya. Selain
itu seseorang yang terpaksa bekerja di bawah 35 jam

.id
merupakan orang-orang yang mempunyai

.go
kemampuan tetapi tidak mendapatkan pekerjaan
yang sesuai dengan kemampuan, keahlian atau
ps

keterampilannya. Sementara itu, seorang pekerja


r.b

yang dikategorikan sebagai bukan setengah


ba

pengangguran adalah mereka yang memiliki jumlah


ja
://

jam kerja normal selama seminggu (minimal 35 jam).


tp
ht

Secara umum persentase pekerja yang


bekerja kurang dari 35 jam selama seminggu yang

Persentase pekerja lalu pada tahun 2015 mengalami penurunan bila


yang bekerja kurang dibandingkan dengan tahun 2014 yakni dari 24,99
dari 35 jam selama persen menjadi 23,17 persen. Hal ini terjadi
seminggu yang lalu khususnya di perdesaan. Di daerah perdesaan
pada tahun 2014 jumlah pekerja yang bekerja di bawah jam kerja
mengalami penurunan.
normal turun dari 37,99 persen pada 2014 menjadi
35,55 persen pada tahun 2015, sedangkan di

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015 79


perkotaan justru naik dari 18,37 persen di tahun
2014 menjadi 18,54 persen pada tahun 2015.

Tabel 4.5. Persentase Penduduk 15 tahun ke atas yang bekerja menurut


jumlah jam kerja seluruhnya seminggu yang lalu, 2013-2014

0 Jam 1-14 Jam 1-35


Wilayah
2014 2015 2014 2015 2014 2015
Perkotaan 1.81 1,16 3.00 3,50 18.37 18.54
Perdesaan 3.29 2,25 5.26 6,08 37.99 35.55
Perkotaan + 2.31 1,46 3.76 4,20 24.99 23.17
Perdesaan

.id
Kejadian sebaliknya, pada pekerja yang
bekerja kurang dari 15 jam baik di perkotaan . go
ps
maupun perdesaan mengalami kenaikan. Di daerah
r.b

perkotaan naik dari 3,00 persen di tahun 2014


ba

menjadi 3,50 persen di tahun 2015, di perdesaan


ja

naik 0,82 persen dari 5,26 persen di tahun 2014


://
tp

menjadi 6,08 persen di tahun 2015. Sementara itu,


ht

penduduk yang mempunyai pekerjaan/usaha tetapi


selama seminggu yang lalu tidak bekerja karena Pada pekerja yang
sesuatu sebab seperti sakit, cuti, menunggu panen bekerja kurang dari 15
atau mogok kerja dengan jam kerja 0 (nol) jam jam baik di perkotaan
turun cukup tinggi baik di perkotaan maupun maupun perdesaan
perdesaan. Di daerah perkotaan turun dari 1,81 mengalami kenaikan.

persen pada tahun 2014 menjadi 1,16 persen di


tahun 2015, sedangkan di perdesaan turun dari 3,29
persen menjadi 2,25 persen di tahun 2015.

80 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015


4.5. Upah/gaji/pendapatan

Upah/gaji merupakan imbalan yang diterima


oleh pekerja atas jasa yang diberikan dalam proses
memproduksi barang atau jasa pada suatu
instansi/perusahaan. Upah/gaji yang diterima oleh
setiap pekerja digunakan demi memenuhi kebutuhan
sehari-harinya baik untuk kebutuhan dirinya sendiri
maupun untuk kebutuhan keluarganya. Seorang
pekerja dapat dikatakan hidup layak apabila

.id
mendapat upah/gaji yang dapat digunakan untuk

go
memenuhi kebutuhan sandang, pangan, papan,
Upah/gaji/pendapatan
yang dibahas dalam
.
pendidikan, kesehatan dan sebagainya.
ps

disini adalah khusus


Upah/gaji/pendapatan yang dibahas dalam disini
r.b

pekerja dengan status


adalah khusus pekerja dengan status berusaha
ba

berusaha sendiri,
sendiri, buruh/karyawan/pegawai, pekerja bebas di
ja

buruh/karyawan/pega
://

pertanian dan pekerja bebas di non pertanian sesuai


tp

wai, pekerja bebas di


cakupan yang telah dirancang dalam kuesioner
ht

pertanian dan pekerja


bebas di non Sakernas.
pertanian. Dilihat dari rata-rata upah/gaji/pendapatan
bersih dalam sebulan menurut pendidikan tertinggi
yang ditamatkan secara umum terjadi peningkatan
rata-rata sebesar 14,67 persen pada tahun 2015.
Peningkatan terbesar terjadi di daerah perkotaan
yang meningkat rata-rata sebesar 11,78 persen,
sedangkan di perdesaan rata-rata hanya meningkat
sebesar 5,94 persen.

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015 81


Secara umum peningkatan upah yang cukup
Pekerja dengan tingkat
signifikan terdapat pada pekerja yang berpendidikan pendidikan Diploma /
Diploma 1/11/111 atau Akademi persen, kemudian Akademi naik 25,07
pekerja yang berpendidikan sekolah tinggi yang persen dari
seluruhnya meningkat di atas rata-rata. Peningkatan Rp.1.696.952,-tahun
upah tertinggi yaitu pada pekerja yang berpendidikan 2014 menjadi

Diploma/Akademi yang meningkat sebesar 25,07 Rp.2.122.372,- pada


tahun 2015.
persen dari Rp.1.696.952,-tahun 2014 menjadi
Rp.2.122.372,- pada tahun 2015.

.id
Tabel 4.6. Rata-rata Upah/gaji/pendapatan bersih sebulan (rupiah) menurut
pendidikan tertinggi yang ditamatkan dan daerah tempat tinggal,
2014-2015 . go
ps
Jenjang Perkotaan +
Perkotaan Perdesaan
Pendidikan Perdesaan
r.b

2014 2015 2014 2015 2014 2015


ba

Tdk/blm
pernah 187.474 232.914 211.105 231.292 200.013 232.167
ja

sekolah
://

Tdk punya
380.500 418.277 313.797 322.293 349.810 381.587
tp

ijazah SD
ht

SD 479.941 481.048 368.400 405.629 426.747 449.488


SMP 462.293 487.467 346.512 395.652 427.287 463.682
SMA 935.157 856.969 671.885 608.571 898.979 826.770
SMK 1.211.674 1.155.818 728.915 652.553 1.156.241 1.104.576

Diploma
I/II/III dan 1.729.275 2.182.580 1.318.809 1.212.285 1.696.952 2.122.372
Akademi

Universitas 3.246.815 3.868.513 2.514.939 2.049.567 3.155.710 3.710.902


Total 820.001 916.594 415.005 439.662 684.694 785.111

82 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015


Peningkatan upah selanjutnya pada pekerja
yang berpendidikan tinggi/universitas meningkat
Upah/gaji di daerah 17,59 persen dari Rp.3.155.710,- menjadi
perkotaan lebih tinggi
Rp.3.710.902,-.
dibanding di daerah
perdesaan di semua Karena ada peningkatan upah pekerja yang
tingkat pendidikan. berpendidikan pada jenjang Diploma/Akademi dan
Sekolah Tinggi/Universitas, maka pekerja yang
berpendidikan sekolah menengah (SMA dan SMK)
mengalami penurunan upah. Penurunan upah pada

.id
jenjang pendidikan SMA sebesar 8,03 persen dari

. go
Rp. 898.979,- menjadi Rp. 826.770,-. Sedangkan
penurunan upah pekerja yang berpendidikan SMK
ps

sebesar 4,47 persen.


r.b
ba

Walaupun peningkatan rata-rata upah/gaji


ja

untuk tingkat pendidikan SMP ke bawah meningkat


://

cukup tajam, namun secara absolut, nilainya masih


tp
ht

jauh di bawah pekerja dengan tingkat pendidikan


sekolah menengah ke atas.

Berdasarkan daerah tempat tinggal, upah/gaji


di daerah perkotaan lebih tinggi dibanding di daerah
perdesaan di semua tingkat pendidikan. Hal ini
menunjukkan bahwa rata- rata pekerja yang tinggal
di daerah perkotaan mendapatkan upah/gaji yang
relatif lebih besar daripada pekerja di perdesaan. Hal
ini tentu saja sesuai karena kebutuhan hidup yang
relatif lebih mahal di perkotaan daripada di

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015 83


perdesaan sehingga upah/gaji yang diterima akan
lebih besar.

Di perkotaan kenaikan upah sama halnya


dengan kenaikan secara umum di Jawa Barat,
kenaikan tertinggi ada pada upah pekerja dengan
Di perkotaan
tingkat pendidikan Diploma/Akademi yang
kenaikan upah sama
meningkat 26,21 persen dari Rp. 1.729.275,- (2014)
halnya dengan
menjadi Rp.2.182.580,- pada tahun 2015. Kemudian
kenaikan secara
diikuti upah/gaji pekerja berpendidikan tingkat
umum di Jawa Barat,

.id
Sekolah Tinggi/Universitas yang meningkat sebesar
kenaikan tertinggi ada
19,15 persen dari Rp. 3.246.815,- pada tahun 2014
menjadi Rp.3.868.513,- pada tahun 2015. .
. go pada upah pekerja
ps
dengan tingkat
r.b

Di perdesaan kenaikan upah tertinggi pendidikan


ba

diterima oleh pekerja dengan tingkat pendidikan Diploma/Akademi.


ja

SMP dan tingkat pendidikan SD. Upah pekerja yang


://

berpendidikan SMP meningkat sebesar 14,18 persen


tp
ht

dibandingkan tahun 2014, dari Rp.346.512,- menjadi


Rp.395.652,- di tahun 2014 dan pekerja dengan
tingkat pendidikan SD meningkat sebesar 10.11
persen dari Rp.368.400,- menjadi Rp.405.629,- pada
tahun 2015.

84 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015


Tabel 4.7. Rata-rata Upah/gaji/pendapatan bersih sebulan (rupiah) menurut
pendidikan tertinggi yang ditamatkan dan jenis kelamin, 2014-2015
Jenjang Laki-laki Perempuan Laki-laki + Perempuan
Pendidikan 2014 2015 2014 2015 2014 2015

Tdk/blm
pernah 389,118 470,652 115,424 124,427 200,013 232,167
sekolah

Tdk punya
ijazah SD 594,014 622,753 142,233 185,407 349,810 381,587

SD 686,920 716,219 171,831 189,626 426,747 449,488

SMP 648,041 660,812 205,898 272,191 427,287 463,682

.id
SMA 1,276,282 1,107,899 452,104 510,396 898,979 826,770

SMK 1,459,603 1,269,687


.go
646,012 829,526 1,156,241 1,104,576
ps
Diploma
r.b

I/II/III dan 2,503,784 2,646,236 1,064,235 1,668,176 1,696,952 2,122,372


Akademi
ba

Universitas 3,724,621 4,407,255 2,463,339 2,784,141 3,155,710 3,710,902


ja
://

Total 1,010,729 1,098,643 351,824 465,262 684,694 785,111


tp
ht

Bila dibandingkan antara upah pekerja laki-


laki dan perempuan, upah pekerja laki-laki lebih
tinggi dibandingkan upah pekerja perempuan.

Jika dilihat dari tabel di atas, upah pekerja


pada tahun 2015 terjadi kenaikan sebesar 14,67
persen yaitu Rp. 684.694,- pada tahun 2014 naik
menjadi Rp. 785.111 pada tahun 2015. Namun dari
kenaikan upah tersebut upah pekerja perempuan lah
yang naik cukup besar (32,24 persen dari Rp.
351.824,- pada tahun 2014 menjadi Rp. 465.262,-

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015 85


pada tahun 2015 ), sedangkan kenaikan upah pekerja
laki-laki hanya 8,70 persen dari Rp. 1.010.729,- Pekerja laki-laki
menerima upah lebih
(tahun 2014) menjadi Rp. 1.098.643,- . Dari
tinggi daripada upah
kenaikan tersebut kalau dilihat absolutnya upah
yang diterima pekerja
pekerja laki-laki sudah cukup memadai dibandingkan
perempuan.
dengan upah pekerja perempuan.

Seperti sudah dibahas sebelumnya bahwa


upah pekerja dilihat dari jenjang pendidikan yang
ditamatkan, kenaikan yang tertinggi adalah jenjang

.id
pendidikan Diploma/Akademi (25,07 persen). Dari
kenaikan tersebut, kenaikan upah
perempuan lah yang mengungkit kenaikan tersebut
go
pekerja
.
ps

(sampai 56,75 persen, upah tahun 2014 Rp.


r.b

1.064.235,- naik menjadi Rp. 1.668.176,- upah tahun


ba

2015).
ja
://

Kenaikan upah tertinggi kedua adalah


tp
ht

kenaikan upah bagi pekerja yang berpendidikan


Sekolah Tinggi atau Universitas yaitu sebesar 17,59
persen. Kenaikan ini merupakan kenaikan bagi upah
pekerja laki-laki dan perempuan. Kenaikan upah
pekerja laki-laki (18,33 persen) tidak begitu kentara
dibandingkan dengan kenaikan upah pekerja
perempuan (13,02 persen), tapi kalau dilihat
absolutnya cukup kelihatan gap yang sangat jauh.
Upah pekerja laki-laki pada tahun 2015 mencapai
Rp.4.407.255,-, sedangkan upah pekerja perempuan

86 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015


pada tahun yang sama hanya Rp.2.784.141,-, ini satu
keadaan yang tidak berpihak pada kaum perempuan.

Kenaikan ketiga yaitu kenaikan upah pekerja


yang tidak/belum pernah sekolah yaitu sebesar 16,08
persen. Kenaikan ini terbesar disumbang oleh
kenaikan upah pekerja laki-laki sebesar 20,95
persen, sedangkan kenaikan upah pekerja
perempuan sebesar 7,80 persen.

.id
. go
ps
r.b
ba
ja
://
tp
ht

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015 87


ht
tp
://
ja
ba
r.b
ps
.go
.id
BAB V
TARAF DAN POLA KONSUMSI

Pola konsumsi rumah tangga merupakan

id
salah satu indikator kesejahteraan rumah

o.
tangga/keluarga. Selama ini berkembang pengertian
.g
bahwa besar kecilnya proporsi pengeluaran untuk
ps

konsumsi makanan terhadap seluruh pengeluaran


r .b

rumah tangga dapat memberikan gambaran


ba

kesejahteraan rumah tangga tersebut. Rumah tangga


ja
://

Rumah tangga dengan dengan proporsi pengeluaran yang lebih besar untuk
tp

proporsi pengeluaran
konsumsi makanan mengindikasikan rumah tangga
ht

yang lebih besar untuk


tersebut berpenghasilan rendah. Makin tinggi
konsumsi makanan
penghasilan rumah tangga, maka makin kecil
mengindikasikan
proporsi pengeluaran untuk makanan terhadap
rumah tangga tersebut
berpenghasilan seluruh pengeluaran rumah tangga. Dengan kata lain
rendah. rumah tangga/ keluarga cenderung semakin
sejahtera bila persentase pengeluaran untuk
makanan jauh lebih kecil dibandingkan persentase
pengeluaran untuk non makanan.

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015 87


5.1. Pengeluaran rumah tangga

Pengeluaran rumah tangga dibedakan


menurut kelompok makanan dan bukan makanan.
Perubahan pendapatan seseorang akan berpengaruh
pada pergeseran pola pengeluaran. Semakin tinggi
pendapatan, cenderung akan semakin tinggi
pengeluaran untuk bukan makanan. Pergeseran pola
pengeluaran terjadi karena elastisitas permintaan
terhadap makanan pada umumnya rendah,

id
sebaliknya elastisitas permintaan terhadap barang

o.
bukan makanan pada umumnya tinggi. Keadaan ini
.g
jelas terlihat pada kelompok penduduk yang tingkat
ps

konsumsi makanannya sudah mencapai titik jenuh,


r.b

sehingga peningkatan pendapatan akan digunakan


ba

untuk memenuhi kebutuhan bukan makanan atau


ja

Pengeluaran per
://

ditabung. Dengan demikian, pola pengeluaran dapat kapita sebulan


tp

digunakan sebagai salah satu alat untuk mengukur penduduk meningkat


ht

tingkat kesejahteraan penduduk, dimana perubahan dari Rp 781.066,-

komposisinya digunakan sebagai petunjuk perubahan menjadi Rp.896.895,-.

tingkat kesejahteraan.

Tabel 5.1 di bawah ini menyajikan data


pengeluaran rata-rata per kapita sebulan untuk
makanan dan bukan makanan 2014 dan 2015. Dari
tabel tersebut terlihat bahwa selama periode 2014-
2015 rata-rata pengeluaran per kapita sebulan

88 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015


penduduk meningkat dari Rp 781.066,- menjadi
Rp..896.895,-.

Bila dilihat persentasenya pengeluaran untuk


makanan mengalami penurunan dari 48,11 persen
pada tahun 2014 menjadi 47,48 persen pada tahun
2015. Hal ini menggambarkan bahwa kebutuhan
penduduk Jawa Barat terhadap barang-barang non
makanan semakin tinggi.

Tabel 5.1. Rata-Rata Pengeluaran per kapita per bulan menurut Jenis

id
Pengeluaran, 2014 dan 2015

o.
Nominal (Rp.) Persentase (%)
Jenis Pengeluaran .g
2014 2015 2014 2015
ps
1. Padi- padian 55.861 67,169 7,15 7.49
2. Umbi-umbian 2.352 3,264 0,30 0.36
.b

3. Ikan 22.115 23,032 2,83 2.57


r
ba

4. Daging 17.709 21,022 2,27 2.34


5. Telur dan susu 22.861 26,438 2,93 2.95
ja

6. Sayur-sayuran 24.759 23,429 3,17 2.61


://

7. Kacang-kacangan 10.565 10,077 1,35 1.12


tp

8. Buah-buahan 16.631 20,274 2,13 2.26


9. Minyak dan lemak 10.333 10,838 1,32 1.21
ht

10. Bahan minuman 11.358 13,633 1,45 1.52


11. Bumbu-bumbuan 7.171 8,118 0,92 0.91
12. Konsumsi lainnya 8.441 10,707 1,08 1.19
13. Makanan dan minuman jadi 115.104 131,255 14,74 14.63
14. Tembakau dan sirih 50.49 56,626 6,46 6.31
Makanan 375,749 425,883 48.11 47.48
1. Perumahan 179,000 245,053 22.92 27.32
2. Barang dan jasa 146,017 123,429 18.69 13.76
3. Pakaian 23,364 26,061 2.99 2.91
4. Barang tahan lama 32,200 43,384 4.12 4.84
5. Pajak 13,870 19,123 1.78 2.13
6. Lainnya 10,865 13,961 1.39 1.56
Bukan Makanan 405,317 471,012 51.89 52.52
Jumlah 781,066 896,895 100.00 100.00

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015 89


Sebaliknya, pengeluaran bukan makanan
meningkat dari 51,89 persen menjadi 52,52 persen.
Hal ini mengindikasikan adanya peningkatan
kesejahteraan. Peningkatan pengeluaran pada
kelompok bukan makanan terjadi pada semua jenis
pengeluaran, kecuali pengeluaran untuk barang dan
jasa yang menurun dari 18,69 persen pada tahun
2014 menjadi 13,76 persen pada tahun 2015 dan Persentase

jenis pengeluaran pakaian terjadi penurunan sebesar pengeluaran tertinggi

id
untuk konsumsi
0,08 persen. Sedangkan penurunan kontribusi dari

o.
makanan pada tahun
terjadi pada pengeluaran ikan, kacang-kacangan, .g
2014 terdapat di
ps
minyak dan lemak, bumbu, makanan dan minuman
Kabupaten Cianjur
.b

jadi serta tembakau dan sirih.


r

60,75 persen.
ba

Persentase pengeluaran tertinggi untuk


ja

konsumsi makanan pada tahun 2015 terdapat di


://
tp

Kabupaten Cianjur sebesar 60,75 persen, diikuti


ht

Kabupaten Tasikmalaya sebesar 59,16 persen,


Kabupaten Garut 56,67 persen dan Kabupaten
Indramayu 57,04 persen. Kabupaten/kota yang
persentase pengeluaran untuk makanan berada di
bawah 50 persen adalah Kota Bandung (37,41
persen); Kota Depok (37,48 persen); Kota Bogor
(37,67 persen); Kota Bekasi (38,87 persen); Kota
Tasikmalaya (41,06 persen); Kota Cimahi (42,14
persen); Kabupaten Sukabumi (44,83 persen) dan
Kota Cirebon (46,75 persen); Kabupaten Bogor

90 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015


(46,81 persen) dan Kota Banjar (47,04 persen),
Kabupaten Bekasi (47,71 persen). Kabupaten
Bandung (48,25) dan Kabupaten Purwakarta (49,45).
Rata-rata pengeluaran
Sementara itu, rata-rata pengeluaran untuk
makanan per kapita
makanan pada tahun 2015 mengalami penurunan
pada semua golongan
sebesar 0,62 persen dibanding dengan tahun 2014,
pengeluaran di
perdesaan cenderung yaitu dari Rp 375.749,- dari total pengeluaran Rp.
lebih tinggi daripada 881.066,- menjadi Rp 425.883 dari total pengeluaran
di perkotaan Rp. 896.895,- per kapita sebulan.

id
Jika dilihat berdasarkan tempat tinggal, rata-

o.
rata pengeluaran per kapita untuk makanan di
.g
ps
daerah perdesaan cenderung lebih tinggi daripada di
.b

perkotaan. Hal tersebut terlihat pada hampir setiap


r
ba

kelompok golongan pengeluaran (Tabel 5.2) kecuali


ja

untuk golongan pengeluaran >1.000.000 dimaa rata-


://

rata pengeluaran makanan penduduk di perkotaan


tp
ht

lebih tinggi daripada di perdesaan.

Tabel 5.2. Rata-Rata Pengeluaran Makanan per Kapita Sebulan


Menurut Golongan Pengeluaran per Kapita dan Daerah
Tempat Tinggal (Rupiah), 2014 dan 2015
Golongan Perkotaan Perdesaan Total
pengeluaran per
2014 2015 2014 2015 2014 2015
kapita
< 150.000 87.124 94.600 84.459 97.439 86.611 95.031
150.000-199.999 118.819 119.046 126.468 121.350 122.555 119.955
200.000-299.999 158.615 161.955 173.596 174.312 165.376 167.175
300.000-499.999 237.858 243.997 259.116 266.786 246.672 253.241
500.000-749.000 341.473 357.174 370.798 382.513 352.915 367.149
750.000-999.999 455.779 468.365 484.841 509.743 464.510 479.023
>1.000.000 677.784 743.027 627.052 705.499 672.265 736.194
Rata-rata per kapita 402.342 448.748 323.183 378.794 375.749 425.883

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015 91


Sebagaimana pengeluaran untuk makanan,
pengeluaran untuk bukan makanan juga mengalami
kenaikan yaitu dari Rp 405.317,- pada 2014 menjadi
Rp 471.012,- pada 2015. Kenaikan pengeluaran
bukan makanan juga terjadi di daerah perkotaan dan
perdesaan. Namun jika dirinci berdasarkan golongan Peningkatan
pengeluaran, terlihat adanya peningkatan rata-rata pendapatan
pengeluaran per kapita bukan makanan pada hampir idealnya diikuti
seluruh golongan pengeluaran, dimana penduduk di dengan pemerataan
perkotaan mempunyai peranan yang lebih besar pendapatan.

id
o.
dibandingkan dengan penduduk di perdesaan.
.g
Tabel 5.3. Rata-Rata Pengeluaran Bukan Makanan per Kapita Sebulan
ps

Menurut Golongan Pengeluaran per Kapita dan Daerah


.b

Tempat Tinggal (Rupiah), 2014 dan 2015


r

Golongan Perkotaan Perdesaan Total


ba

pengeluaran per
ja

2014 2015 2014 2015 2014 2015


kapita
://

< 150.000 46.789 47.475 44.598 42.389 46.367 46.704


tp

150.000-199.999 61.226 60.855 58.421 58.298 59.856 59.847


ht

200.000-299.999 99.804 95.360 87.953 88.077 94.456 92.283


300.000-499.999 153.153 147.563 131.470 131.674 44.163 141.118
500.000-749.000 268.881 265.738 240.320 231.074 257.737 252.092
750.000-999.999 410.076 396.799 362.639 350.489 395.825 384.870
>1.000.000 1.188.802 1.330.382 870.700 809.860 1.154.196 1.235.602
Rata-rata per kapita 495.187 566.242 227.664 274.900 405.317 471.012

Peningkatan pendapatan idealnya diikuti


dengan pemerataan pendapatan, karena pemerataan
pendapatan merupakan salah satu strategi dan
tujuan pembangunan nasional. Ketimpangan dalam
menikmati hasil pembangunan di antara kelompok

92 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015


penduduk dikhawatirkan akan menimbulkan
masalah-masalah sosial. Tidak tersedianya data
pendapatan menyebabkan penghitungan distribusi
pendapatan menggunakan data pengeluaran sebagai
proxy pendapatan. Walaupun dilakukan dengan
menggunakan pendekatan pengeluaran, paling tidak
dapat digunakan sebagai petunjuk untuk melihat arah
dari perkembangan yang terjadi.

Salah satu indikator untuk mengukur tingkat

id
pemerataan pendapatan penduduk adalah dengan

o.
menggunakan kriteria Bank Dunia1. Menurut
.g
kriteria Bank Dunia penduduk digolongkan menjadi
ps

tiga kelas yaitu 40 persen penduduk berpendapatan


r .b

Persentase 40%
rendah, 40 persen penduduk berpendapatan sedang
ba

terrendah sebesar
dan 20 persen penduduk berpendapatan tinggi.
ja
://

16,69 persen pada


Selain kriteria yang ditetapkan oleh Bank Dunia ada
tp

tahun 2012 kemudian


indikator yang juga sering digunakan, yaitu Indeks
ht

terus meningkat
menjadi 17,38 persen
Gini.

di tahun 2014 dan Berdasarkan kriteria Bank Dunia terlihat


pada tahun 2015 turun bahwa distribusi pengeluaran pada kelas 40 persen
pada posisi 16,77
penduduk yang berpengeluaran terrendah selama
persen.
periode 2012-2015 terlihat mengalami sedikit
pergeseran yang menunjukkan berkurangnya
ketimpangan. Hal tersebut terlihat dari persentase
40% terrendah sebesar 16,69 persen pada tahun
2012 meningkat menjadi 17,27 persen di tahun 2013

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015 93


dan kemudian meningkat lagi menjadi 17,38 persen
pada tahun 2014. Namun demikian, akhirnya pada
tahun 2015 kembali menunjukkan penurunan
menjadi 16,77 persen.

Menurut kriteria Bank Dunia, keadaan ini


menggambarkan kondisi ketimpangan pendapatan
pada level rendah. Meskipun berada pada kategori
ketimpangan rendah, pada kelompok penduduk
berpengeluaran tinggi terjadi peningkatan persentase

id
yaitu dari 47,71 persen di tahun 2013 menjadi 44,75

o.
persen pada tahun 2014 dan pada tahun 2015
.g
kembali meningkat menjadi 48,96 persen.
ps
r .b
ba

Tabel 5.4. Distribusi Pembagian Pengeluaran per Kapita dan Indeks


ja

Gini, 2012 – 2015


://

Kriteria Bank Dunia


Indeks
tp

Tahun 40 % 40 % 20 %
Gini
ht

terrendah menengah tertinggi


2012 16,69 34,35 48,96 0,42
2013 17,27 35,02 47,71 0,40
2014 17,38 34,87 47,75 0,40
2015 16,77 34,27 48,96 0,41

Sementara dilihat dari Indeks Gini sejak


tahun 2012 hingga 2015 terlihat bahwa secara
umum ketimpangan pendapatan/pengeluran
penduduk Jawa Barat relatif stagnan. Hal ini
menunjukkan tingkat ketimpangan antar kelompok
relatif sama selama empat tahun belakangan.

94 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015


5.2. Konsumsi energi dan protein

Tingkat kecukupan gizi yang mencakup


konsumsi kalori dan protein merupakan salah satu
Rata-rata kecukupan indikator yang dapat digunakan untuk mengukur
energi dan protein tingkat kesejahteraan penduduk. Jumlah konsumsi
bagi penduduk kalori dan protein dihitung berdasarkan jumlah dari
Indonesia masing-
hasil kali antara kuantitas setiap makanan yang
masing sebesar 2150
dikonsumsi dengan besarnya kandungan kalori dan

id
kkal dan 57 gram
protein dalam setiap makanan tersebut. Angka

o.
protein.
Kecukupan Gizi (AKG) yan g dianjurkan adalah
.g
ps
suatu kecukupan rata-rata zat gizi setiap hari bagi
.b

semua orang menurut golongan umur, jenis kelamin,


r
ba

ukuran tubuh, aktivitas tubuh untuk mencapai


ja

derajat kesehatan yang optimal. Berdasarkan


://

Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 75 Tahun


tp
ht

2013 (Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi XI


tahun 2012), rata-rata kecukupan energi dan protein
bagi penduduk Indonesia masing-masing sebesar
2150 kkal dan 57 gram protein.

Pada tahun 2015 rata-rata konsumsi kalori


penduduk Jawa Barat sebesar 2.044,29 kkal atau
naik sebesar 166,98 kkal dibandingkan tahun
sebelumnya. Ini berarti konsumsi kalori per hari
penduduk Jawa Barat di tahun 2015 masih belum
memenuhi syarat kecukupan gizi yang ditentukan

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015 95


(2.100 Kkal per kapita per hari). Sementara itu, rata-
rata konsumsi protein per kapita penduduk Jawa Rata-rata konsumsi
energi di perkotaan
Barat mengalami hal serupa dimana terjadi
lebih rendah
peningkatan meskipun relatif kecil, yaitu naik
dibandingkan
sebesar 2,32 gram dari 55,02 gram pada tahun 2014
perdesaan.
menjadi 57,34 gram pada tahun 2015. Kondisi ini
menunjukkan kecukupan protein yang disyaratkan
oleh Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi yaitu 57
gram secara rata-rata sudah dapat dipenuhi
masyarakat Jawa Barat.

id
o.
.g
ps
Tabel 5.5. Konsumsi Energi dan Protein per Kapita per Hari, 2014-2015
.b

Tahun Perkotaan Perdesaan Perkotaan + Perdesaan


r
ba

Energi (kkal)
ja

2014 1,842.95 1,945.23 1,877.31


://

2015 2,027.85 2,078.14 2,044.29


tp
ht

Protein gram)
2014 55.13 54.82 55.02
2015 57.88 56.23 57.34

Apabila dibandingkan menurut daerah


tempat tinggal, terlihat bahwa rata-rata konsumsi
kalori penduduk di perkotaan selama kurun waktu
2014-2015 menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi
energi di perkotaan sedikit lebih rendah
dibandingkan perdesaan. Pada tahun 2015 konsumsi

96 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015


energi penduduk perkotaan mencapai 2.027,85 kkal
sedangkan di perdesaan mencapai 2.078,14 kkal. Hal
serupa juga terjadi pada tahun 2014 dimana
konsumsi energi penduduk perdesaan selalu lebih
tinggi dibandingkan penduduk di perkotaan,
Walaupun demikian tahun 2014 maupun 2015
keduanya menunjukkan adanya peningkatan
konsumsi energi,

Begitu juga halnya yang terjadi dengan

id
konsumsi protein penduduk di perkotaan dan

o.
perdesaan yang mengalami peningkatan. Sedikit
.g
berbeda dengan konsumsi energi, dari sisi konsumsi
ps

protein, penduduk yang tinggal di perkotaan rata-


r .b

rata mengkonsumsi protein yang lebih tinggi jika


ba

dibandingkan penduduk yang tinggal di perdesaan.


ja
://

Pada tahun 2015 rata-rata penduduk perkotaan


tp

mengkonsumsi protein sebanyak 57,88 gram


ht

sedangkan penduduk perdesaan rata-rata hanya


mengkonsumsi protein sebanyak 56,23 gram.
Kecukupan konsumsi protein bagi penduduk
perkotaan sudah berada di atas standar kecukupan
gizi, dan untuk penduduk di daerah perdesaan
secara rata-rata belum memenuhi standar
kecupukan protein.

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015 97


ht
tp
://
ja
ba
r.b
ps
.g
o.
id
BAB VI PERUMAHAN

Rumah dan kelengkapannya merupakan


kebutuhan dasar dan juga merupakan faktor penentu
indikator kesejahteraan rakyat. Rumah mempunyai
pengaruh terhadap pembinaan watak dalam

.id
kepribadian serta merupakan faktor penting
Rumah mempunyai . go
terhadap produktivitas kerja dan kreativitas kerja
ps
pengaruh terhadap seseorang. Selain itu rumah juga mempunyai fungsi
r.b

pembinaan watak strategis sebagai pusat pendidikan keluarga,


ba

dalam kepribadian. persemaian budaya, dan peningkatan kualitas


ja

generasi yang akan datang. Dengan meningkatnya


://

kualitas kehidupan yang layak dan bermartabat


tp
ht

melalui pemenuhan kebutuhan papan maka akan


terwujud kesejahteraan rakyat.

Rumah juga merupakan sarana pengamanan


dan pemberi ketentraman hidup bagi manusia.
Dalam fungsinya sebagai pengamanan diri bukan
berarti menutup diri tetapi harus membuka diri
menyatu dengan lingkungannya. Kualitas lingkungan
rumah tinggal mempengaruhi terhadap status
kesehatan penghuninya. Kualitas rumah tinggal yang
baik dalam lingkungan sehat, aman, lestari dan

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015 99


berkelanjutan (Kepmen no.9 tahun 1999) diartikan
sebagai suatu kondisi rumah yang memenuhi
standard minimal dari segi kesehatan, sosial, budaya,
ekonomi, dan kualitas teknis.

Undang-Undang No. 1 Tahun 2011 tentang


Rumah selain sebagai
Perumahan dan Pemukiman sebagai pengganti dari tempat tinggal, juga
Undang-Undang No. 4 tahun 1992 mencantumkan dapat menunjukkan
bahwa salah satu tujuan diselenggarakannya status sosial
perumahan dan kawasan permukiman yaitu untuk seseorang.

.id
menjamin terwujudnya rumah yang layak huni dan
terjangkau dalam lingkungan yang sehat, aman,
serasi, teratur, terencana, terpadu,
. go
dan
ps

berkelanjutan. Definisi perumahan itu sendiri


r.b

merupakan kumpulan rumah sebagai bagian dari


ba

permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan


ja
://

yang dilengkapi dengan prasarana, sarana, dan


tp

fasilitas umum sebagai hasil upaya pemenuhan rumah


ht

yang layak huni. Rumah selain sebagai tempat


tinggal, juga dapat menunjukkan status sosial
seseorang. Status sosial seseorang berhubungan
positif dengan kualitas/kondisi rumah. Semakin tinggi
status sosial seseorang semakin besar peluang untuk
memenuhi kebutuhan akan tempat tinggal dengan
kualitas yang lebih baik.

Salah satu dari sekian banyak fasilitas yang


dapat mencerminkan kesejahteraan rumah tangga

100 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015


adalah kualitas material seperti jenis atap, dinding
dan lantai terluas yang digunakan, termasuk juga
fasilitas penunjang lain yang meliputi luas lantai
hunian, sumber air minum, fasilitas tempat buang air
besar, dan sumber penerangan. Kualitas perumahan
yang baik dan penggunaan fasilitas perumahan yang
memadai akan memberikan kenyamanan bagi
penghuninya.

6.1. Kualitas Rumah Tinggal

.id
. go
Rumah tinggal yang dapat dikategorikan ke
dalam rumah yang layak huni sebagai tempat tinggal
ps

harus memenuhi beberapa kriteria kualitas rumah


r.b

tempat tinggal. Beberapa diantaranya yaitu rumah


ba

yang memiliki dinding terluas yang terbuat dari


ja
://

tembok atau kayu, dengan beratapkan beton,


tp

genteng, sirap, seng maupun asbes, dan memiliki


ht

Pada tahun 2015, lantai terluas bukan tanah. Berdasarkan data Susenas
rumah yang berlantai 2015, secara umum persentase rumah tangga yang
bukan tanah sebesar bertempat tinggal di rumah yang berlantaikan bukan
97,29 persen.
tanah menunjukkan ada peningkatan 1,99 persen.
Pada tahun 2014, rumah yang berlantaikan bukan
tanah sebesar 95,30 persen dan pada tahun 97,29
persen. Jika dilihat menurut daerah tempat tinggal,
walaupun sebagian besar rumah tangga sudah
menghuni rumah dengan berlantaikan bukan tanah,
namun di daerah perdesaan rumah tangga yang

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015 101


bertempat tinggal di rumah berlantaikan tanah masih
dapat dikatakan lebih banyak daripada di perdesaan
yaitu 4,40 persen berbanding 2,61 persen pada
tahun 2015. Walaupun jika dibandingkan dengan
tahun 2014, rumahtangga di daerah perdesaan
cukup tinggi kenaikannya dibandingkan di daerah
perkotaan.

Tabel 6.1 Persentase Rumah Tangga Menurut Beberapa Indikator


Kualitas Perumahan, 2014 dan 2015
Indikator Kualitas K D K+D

.id
Perumahan 2014 2015 2014 2015 2014 2015

go
Lantai bukan Tanah (%) 97.59 98.17 91.14 95.61 95.30 97.29
Atap beton, genteng, sirap,
99.95 99.80 99.69
. 99.57 99.85 99.72
ps
seng dan asbes (%)
Dinding tembok dan kayu
r.b

91.61 91.27 71.20 70.17 84.37 84.03


(%)
Rata-rata luas lantai per
ba

23.29 21.48 20.73 20.03 22.37 20.98


kapita (m2)
ja
://
tp

Indikator lain yang digunakan untuk melihat


ht

kualitas perumahan untuk rumah tinggal adalah


penggunaan atap dan dinding terluas. Dari hasil
Susenas 2014 rumah tinggal dengan atap beton,
genteng, sirap, seng, dan asbes mencapai 99,85
persen dan pada tahun 2015 menurun menjadi
99,72 persen. Kondisi yang sama juga terjadi pada
bangunan rumah tinggal yang menggunakan dinding
terluas tembok dan kayu secara umum menurun
dari 83,37 persen pada tahun 2014 menjadi 84,03
persen pada tahun 2015.

102 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015


Sementara itu, jika dilihat menurut daerah
tempat tinggalnya, kualitas rumah di daerah
perkotaan terlihat lebih baik dibandingkan di
perdesaan. Rumah yang beratap layak diperkotaan
Rumah tinggal yang telah mencapai 99,80 persen pada tahun 2015,
menggunakan dinding sementara di daerah perdesaan sebesar 99,57
terluas tembok dan persen. Selanjutnya pada tahun yang sama, kualitas
kayu sebesar 84,03
rumah dengan dinding terluas dari tembok dan kayu
persen pada tahun
di daerah perkotaan mencapai 91,27 persen
2015.
sedangkan di daerah perdesaan sebesar 70,17

.id
persen.
. go
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO)
ps

salah satu kriteria rumah sehat adalah rumah tinggal


r.b

yang memiliki luas lantai per orang minimal 10 m².


ba

Sedangkan menurut Ketentuan Rumah Sederhana


ja
://

Sehat (Rs Sehat) Keputusan Menteri Pemukiman dan


tp

Prasarana Wilayah adalah kebutuhan ruang per


ht

orang dihitung berdasarkan aktivitas dasar manusia


di dalam rumah. Aktivitas seseorang tersebut
meliputi aktivitas tidur, makan, kerja, duduk, mandi,
kakus, cuci dan masak serta ruang gerak lainnya.
Dari hasil kajian, kebutuhan ruang per orang adalah
9 m² dengan perhitungan ketinggian rata-rata langit-
langit adalah 2,80 m. Menurut Kementerian
Kesehatan, rumah dapat dikatakan memenuhi salah
satu persyaratan sehat adalah jika penguasaan luas
lantai per kapitanya minimal 8 m² (BPS, 2001).

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015 103


Pada tahun 2014 rata-rata luas lantai per
kapita tercatat sebesar 22,37 m², lebih besar jika
dibandingkan tahun 2015 yang hanya sebesar
Rata-rata luas lantai
20,98.m² (Tabel 6.1). Jika ditinjau menurut daerah
per kapita sebesar
tempat tinggal pada tahun 2015 rata-rata luas lantai
20,98 m².
per kapita di daerah perkotaan sebesar 21,48 m²
lebih tinggi dari lantai per kapita rumah tangga yang
berada di perdesaan yaitu sebesar 20,03 m². Bila
dilihat berdasarkan kabupaten/kota, pada tahun
2015 kabupaten/kota dengan rata-rata luas lantai per

.id
kapita yang lebih rendah dari angka provinsi
terdapat di 10 kabupaten/kota yaitu di Kabupaten go
.
ps

Garut (16,86 m²), Kabupaten Bandung (17,84 m²),


r.b

Kabupaten Bogor (18,51 m²), Kabupaten Bekasi


ba

(18,64 m²), Kabupaten Tasikmalaya (18,65 m²),


ja
://

Kabupaten Cainjur (18,68 m²), Kabupaten Sukabumi


tp

(19,45 m²), Kabupaten Karawang (20,00 m²),


ht

Kabupaten Bandung Barat (20,60 m²), dan


Kabupaten Sumedang (20,97 m²). Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada Lampiran VI (2).

6.2. Fasilitas Rumah Tinggal

Kualitas dan kenyamanan rumah tinggal


ditentukan oleh kelengkapan fasilitas suatu rumah
tinggal . Yang termasuk dalam kelengkapan fasilitas
tersebut adalah tersedianya air bersih, sanitasi yang
layak, serta penerangan yang baik. Air bersih

104 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015


merupakan kebutuhan yang sangat penting bagi
rumah tangga dalam kehidupan sehari-hari.
Ketersediaan dalam jumlah yang cukup terutama
untuk keperluan minum dan masak merupakan
tujuan dari program penyediaan air bersih yang
terus menerus diupayakan pemerintah.

Pada tahun 2015, rumah tangga di Jawa Barat


Pada tahun 2015, yang menggunakan air kemasan, air isi ulang, dan air
rumah tangga di Jawa
ledeng sebagai sumber air minum dan masak
Barat yang

.id
mencapai 42,24 persen. Terlihat perbedaan yang
menggunakan air
kemasan, air isi ulang, . go
sangat signifikan bila dibedakan menurut daerah
tempat tinggal. Pola penggunaan atau konsumsi air
ps
dan air ledeng sebagai
penduduk perkotaan sangat jauh berbeda dengan
r.b

sumber air minum dan


gaya hidup penduduk yang tinggal di perdesaan. Hal
ba

masak mencapai
ini terlihat dari rumah tangga di daerah perkotaan
ja

42,24persen.
://

dalam mengkonsumsi air kemasan, air isi ulang dan


tp

air dari ledeng yang mencapai 53,06 persen,


ht

sementara di perdesaan sekitar 21,53 persen.

Besarnya persentase rumah tangga yang


menggunakan air minum bersih pada tahun 2015
telah mencapai 68,30 persen. Namun, kekontrasan
kembali terjadi pada daerah perkotaan dengan di
perdesaan, dimana pada tahun 2015 ada sebanyak
75,46 persen rumah tangga yang telah menggunakan
air bersih di perkotaan, sementara di perdesaan
baru mencapai 54,57 persen, artinya setengah

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015 105


jumlah rumah tangga di perdesaan tidak mengunakan
air minum bersih (Tabel 6.2).

Tabel 6.2. Persentase Rumah Tangga Menurut Beberapa Fasilitas


Perumahan, 2014 dan 2015
Perkotaan +
Indikator Kualitas Perkotaan Perdesaan
Perdesaan
Perumahan
2014 2015 2,014 2015 2014 2015

Air Kemasan, isi ulang


54.16 53.06 21.00 21.53 42.40 42.24
dan air ledeng

Air Minum bersih 73.92 75.46 49.31 54.57 65.19 68.30


Jamban sendiri 79.41 81.57 62.00 65.75 73.24 76.14
Jamban sendiri dengan
69.42 60.20 46.88 42.12 61.33 54.00

.id
tangki septik
Sumber penerangan listrik 99.90 99.94 99.66 99.63 99.81 99.83

Penyediaan sarana jamban merupakan bagian


. go
ps

dari usaha sanitasi yang cukup penting peranannya.


r.b

Jika ditinjau dari sudut kesehatan lingkungan,


ba

pembuangan kotoran manusia yang tidak saniter


ja
://

akan mencemari lingkungan terutama tanah dan


tp

sumber air. Selain itu juga akan menyebabkan


ht

berbagai macam penyakit seperti thypus, disentri,


kolera, dan sebagainya. Untuk mencegah dan
mengurangi kontaminasi terhadap lingkungan maka
pembuangan kotoran manusia harus dikelola dengan
baik sesuai dengan ketentuan jamban yang sehat.
Fasilitas rumah tinggal yang berkaitan dengan hal
tersebut adalah ketersediaan jamban sendiri dengan
tangki septik.

Teknologi pembuangan kotoran manusia


untuk daerah perdesaan berbeda dengan teknologi

106 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015


jamban di daerah perkotaan. Pada periode tahun
Rumah tangga yang 2014-2015 persentase rumah tangga yang memiliki
memiliki jamban jamban sendiri di daerah perkotaan meningkat dari
sendiri di daerah
79,41 persen menjadi 81,57 persen, begitu pula di
perkotaan meningkat
daerah perdesaan meningkat dari 62,00 persen
dari 79,41 persen
menjadi 65,75 persen. Peningkatan yang terjadi baik
menjadi 81,57 persen.
di daerah perkotaan maupun perdesaan
menunjukkan bahwa kebutuhan akan jamban sendiri
sudah menjadi suatu kebutuhan yang harus dipenuhi
oleh rumah tangga. Disamping telah memiliki jamban

.id
sendiri, penggunaan jamban dengan tangki septik
go
juga merupakan bagian dari kualitas kehidupan bagi
.
ps

rumah tangga dalam memenuhi salah satu kriteria


r.b

rumah sehat. Pada tahun 2014 rumah tangga yang


ba

menggunakan jamban dengan tangki septik sudah


ja
://

mencapai 61,33, namun pada tahun 2015 angka


tp

tersebut menurun menjadi 54,00 persen. Karena


ht

pada tahun 2015 terjadi perubahan konsep dimana


IPAL dipisah bukan digabung dengan tangki septik
seperti pada tahun 2014.

Bila dilihat berdasarkan daerah tempat


tinggal, maka di perkotaan memiliki persentase lebih
tinggi yaitu sebesar 60,20 persen dibanding di
perdesaan yang baru mencapai 42,12 persen pada
tahun 2015.

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015 107


Fasilitas perumahan lainnya yang juga penting
adalah penerangan. Sumber penerangan yang ideal
adalah yang berasal dari listrik (PLN dan Non PLN),
karena cahaya listrik lebih terang dibandingkan Berdasarkan hasil
Susenas tahun 2015,
sumber penerangan lainnya. Berdasarkan hasil
secara umum 99,83
Susenas tahun 2015, secara umum 99,83 persen
persen rumah tangga
rumah tangga telah menikmati fasilitas penerangan
telah menikmati
listrik, meningkat jika dibandingkan dengan tahun
fasilitas penerangan
2014 (99,81 persen). Jika dilihat berdasarkan daerah listrik,
tempat tinggal, rumah tangga di daerah perkotaan

.id
pada tahun 2015 yang sudah menggunakan
go
penerangan listrik sebanyak 99,94 persen, sedangkan
.
ps

di daerah perdesaan baru mencapai 99,63 persen


r.b

(Tabel 6.2).
ba

Persentase rumah tangga yang memiliki


ja
://

sumber penerangan menggunakan listrik menurut


tp

kabupaten/kota yang terdapat di Lampiran VI (3).


ht

Pada tahun 2015 ada 18 kabupaten/kota yang


mempunyai persentase lebih besar dari persentase
Jawa Barat (99,83 persen) dan 9 kabupaten/kota di
bawah persentase provinsi. Kabupaten Karawang
yang mempunyai persentase terendah (99,21
persen).

108 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015


6.3. Status Kepemilikan Rumah Tinggal

Salah satu indikator yang digunakan untuk


melihat tingkat kesejahteraan dan juga peningkatan
taraf hidup masyarakat adalah status kepemilikan
rumah tinggal. Kondisi ekonomi rumah tangga sangat
berpengaruh terhadap kepemilikan rumah tinggal.
Status kepemilikan rumah tinggal yang dicakup di sini
adalah rumah milik sendiri, kontrak, sewa, bebas
sewa, rumah dinas, rumah milik orang tua/saudara

.id
atau status kepemilikan lainnya. Rumah tangga yang

. go
menempati rumah milik sendiri dapat dikatakan
telah mampu memenuhi kebutuhan akan tempat
ps

tinggal yang terjamin dan permanen dalam jangka


r.b

panjang.
ba
ja

Tabel 6.3. Persentase Rumah Tangga Menurut Status Kepemilikan Rumah


://

Tinggal, 2014 dan 2015


tp

Perkotaan +
Perkotaan Perdesaan
ht

Status Perdesaan
Kepemilikan
Bangunan 2014 2015 2014 2015 2014 2015

Milik sendiri 72.11 74.72 90.25 91.94 78.54 80.63


Kontrak/Sewa 12.74 12.67 0.60 0.62 8.44 8.54
Bebas sewa 14.09 11.72 9.02 7.15 12.30 10.15
Dinas 0.94 0.37 0.08 0.03 0.64 0.25
Lainnya 0.11 0.52 0.05 0.27 0.09 0.43

Berdasarkan hasil Susenas 2015, rumah


tangga yang menempati rumah milik sendiri sebesar
80,63 persen, sisanya 19,37 persen adalah bukan

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015 109


milik sendiri. Rumah tangga yang menempati rumah
bukan milik sendiri terdiri dari 8,54 persen
Berdasarkan hasil
kontrak/sewa, bebas sewa 10,15 persen, rumah
Susenas 2015, rumah
dinas 0,25 persen, dan lainnya 0,43 persen. Pada
tangga yang
tahun 2015, kepemilikan rumah tinggal milik sendiri menempati rumah
di perkotaan lebih rendah bila dibandingkan dengan milik sendiri mencapai
perdesaan yaitu 74,72 persen di perkotaan dan 80.63 persen,
91,94 persen di perdesaan. Hal ini dimungkinkan
karena harga jual rumah di daerah perkotaan jauh
lebih mahal daripada di perdesaan sehingga banyak

.id
penduduk yang mengontrak, sewa atau menempati
rumah milik orang tua/ saudara.
. go
ps

Jika dilihat berdasarkan kabupaten/kota, Kota


r.b

Cimahi adalah wilayah yang memiliki persentase


ba

terkecil untuk rumah tangga yang memiliki status


ja
://

kepemilikan rumah milik sendiri, yaitu hanya sebesar


tp

60,43 persen. Sebaliknya, untuk status kepemilikan


ht

kontrak/sewa, Kota Bandung justru merupakan


memiliki persentase kedua tertinggi yaitu sebesar
22,65 persen setelah Kota Bekasi (23,60 persen).
Hal ini menggambarkan bahwa harga rumah di Kota
Cimahi sangat tinggi dibandingkan dengan
kabupaten/kota lainnya di Jawa Barat, sehingga
banyak masyarakat di Kota Bandung cenderung
memilih kontrak/sewa (Lampiran VI (4)).

110 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015


BAB VII SOSIAL LAINNYA

Perjalanan wisata menjadi salah satu


indikator sosial yang menggambarkan tingkat
kesejahteraan masyarakat. Semakin tinggi tingkat
kesejahteraan masyarakat, gaya hidup masyarakat
Perkembangangaya

.id
hidup modern memicu juga cenderung berubah dengan melakukan

kebutuhan akan . go
pemenuhan kebutuhan tersier yang salah satunya
ps
informasi dan adalah berwisata. Tujuan melakukan perjalanan
r.b

komunikasi wisata biasanya untuk relaksasi, menikmati hari libur,


ba

menikmati pemandangan alam dan lain- lain.


ja

Aspek sosial lain seperti akses pada


://
tp

teknologi informasi dan komunikasi juga dapat


ht

menjadi indikator yang dapat mengukur


kesejahteraan masyarakat. Perkembangan gaya hidup
modern memicu kebutuhan akan informasi dan
komunikasi yang didapat melalui peralatan
komunikasi seperti telepon selular pintar dan
komputer. Jenis akses dan media informasi yang
beragam tentunya menjadi pilihan bagi masyarakat
dalam mengikuti tren gaya hidup modern. Semakin
terjangkaunya harga telepon pintar dan semakin
luasnya cakupan wilayah jangkauan frekuensi yang

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015 111


digunakan untuk mengirim dan menerima data
internet semakin mempermudah masyarakat dalam
mengakses segala informasi yang mereka inginkan.

Peningkatan kesejahteraan masyarakat juga


dapat dilihat dari akses terhadap pelayanan publik
seperti kredit usaha dan pelayanan kesehatan gratis,
serta tingkat keamanan wilayahnya. Semakin besar
masyarakat mendapatkan pelayanan kredit usaha
semakin mempermudah masyarakat untuk

.id
meningkatkan aktivitas usahanya yang berdampak
pada peningkatan kesejahtaeraan masyarakat.
Pelayanan kesehatan gratis menjadi salah satu faktor
.go
ps

yang dapat meningkatkan kualitas kesehatan


r.b

masyarakat, terutama masyarakat yang tidak mampu.


ba

Dengan pelayanan kesehatan gratis tersebut


ja
://

masyarakat dapat mengalihkan pendapatannya pada


tp

keperluan hidup lainnya guna meningkatkan


ht

kesejahteraannya.

Rasa aman dan adanya perlindungan dari


negara terhadap masyarakat dari gangguan dan
ancaman kejahatan diperlukan oleh masyarakat agar
dapat beraktivitas dan bekerja. Semakin rendah
tingkat kejahatan di suatu wilayah menjadi salah satu
indikator peningkatan kesejahteraan sosial di wilayah
tersebut.

112 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015


7.1. Perjalanan Wisata

Perjalanan wisata yang dijadikan indikator


dalam Susenas adalah perjalanan yang dilakukan
penduduk dalam wilayah geografis Indonesia secara
sukarela kurang dari 6 bulan dan bukan untuk tujuan
memperoleh upah/gaji di tempat yang dikunjungi
atau sekolah serta bersifat perjalanan bukan rutin.

Selama tahun 2015 jumlah penduduk yang

.id
melakukan perjalanan wisata mengalami kenaikan
5,88 persen
. go
dibandingkan tahun sebelumnya,
ps
meskipun dr tahun 2013 penduduk yang melakukan
r.b

perjalanan sebesar 10,67 persen pada tahun 2014


ba

mengalami penurunan menjadi 9,38 persen.


ja

Perbandingan berdasarkan daerah tempat tinggal,


://
tp

persentase penduduk perkotaan yang melakukan


ht

perjalanan wisata lebih besar dibandingkan


penduduk perdesaan. Persentase penduduk
perkotaan yang melakukan perjalanan wisata pada
tahun 2014 mencapai 11,53 persen naik sebesar
6,72 persen pada tahun 2015, kenaikan angka ini
terjadi pula di daerah perdesaan mencapai 3,96
persen.

Penduduk perkotaan yang melakukaan


perjalanan tertinggi terdapat di Kota Bandung (32,26
persen), yang diikuti oleh Kabupaten Pangandaran

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015 113


(31,97 persen) Kabupaten Purwakarta (28,52
persen), Kabupaten Bekasi (25,49 persen), Kota
Penduduk Kota
Bogor (24,14 persen), dan Kabupaten Sumedang
Bandung merupakan
(23,05 persen), sedangkan yang terendah ada di
yang tertinggi
Kabupaten Bandung Barat yang hanya sebesar 6,85
melakukan perjalanan
persen. Sedangkan di daerah perdesaan dengan (32,26 %)
penduduk yang melakukan perjalanan tertinggi
terdapat di Kota Tasikmalaya (19,67 persen), diikuti
Kabupaten Purwakarta (17,86 persen), Kota Banjar
(16,97 persen) dan Kabupaten Majalengka (16,04

.id
persen). Sedangkan yang terendah terdapat di
Kabupaten Sukabumi yaitu sebesar 4,94 persen.
.go
ps

Tabel 7.1. Persentase penduduk yang melakukan


r.b

perjalanan, 2013-2015
ba

Daerah Tempat
ja

2013 2014 2015


Tinggal
://
tp

Perkotaan 12.79 11.53 18.25


ht

Perdesaan 6.52 5.13 9.09

Perkotaan + 10.67 9.38 15.26


Perdesaan

Jika dilihat menurut kabupaten/kota, ada 25


kabupaten/kota yang memiliki penduduk yang
melakukan perjalanan dengan persentase di atas
angka Jawa Barat. Hal ini menggambarkan penduduk
di 25 kabupaten/kota tersebut di atas rata-rata Jawa
Barat dalam melakukan perjalanan.

114 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015


JIka dibandingkan dengan tahun 2014, pada
tahun 2015 penduduk yang melakukan perjalanan
wisata terjadi peningkatan di semua kabupaten/kota.
Peningkatan yang cukup tinggi terjadi di Kota
Tasikmalaya (12,67 persen), Kabupaten Bekasi
(12,57 persen), dan Kota Bogor (10,38 persen).
Data selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran VIII
(1).

.id
7.2. Akses Informasi dan Komunikasi

go
Perkembangan telepon seluler cenderung
.
ps
berdampak kepada kepemilikan rumah tangga atas
r.b

telepon biasa atau telepon rumah. Pesatnya


ba

perkembangan teknologi telepon seluler membuat


ja

telepon rumah semakin ditinggalkan. Penggunaan


://
tp

telepon rumah yang mengharuskan seseorang


ht

berada di posisi tertentu yang terpasang jaringan


telepon semakin ditinggalkan masyakat karena
dianggap kurang efisien dalam mendukung mobilitas
penggunanya.

Masyarakat kini cenderung memilih telepon


seluler karena praktis, dapat dibawa bepergian
kemana-mana, lebih bersifat pribadi, dan tersedianya
kecanggihan teknologi dalam telepon seluler yang
dapat mengakses internet, menyimpan dan
mendengarkan musik, menyimpan gambar (foto) dan

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015 115


video, serta merekam gambar dan suara, dan lain-
lain.

Tabel 7.2. Persentase rumah tangga yang


mempunyai akses teknologi informasi
dan komunikasi, 2014-2015
Alat Komunikasi/
K D K+D
Tahun

Telepon Seluler
2014 90.48 78.92 86.38
2015 91.23 80.79 87.65
Komputer
2014 29.53 6.74 21.45

.id
2015 38.89 15.42 30.84

. go
ps

Penggunaan telepon seluler


r.b

perkembangannya semakin meningkat. Pada Tabel


ba

7.2 di atas, terlihat dari tahun 2015 penggunaan


ja
://

telepon seluler meningkat 1,27 persen dibandingkan


tp

tahun 2014, dari 86,38 persen menjadi 87,65 persen.


ht

Peningkatan ini lebih terlihat di daerah perdesaan


dibandingkan di daerah perkotaan, dimana di
perdesaan jumlah pengguna telepon selular naik 1,88
persen dari 78,92 persen di tahun 2014 menjadi
80,79 persen di tahun 2014. Sedangkan di pengguna
telepon selular perkotaan hanya meningkat 0,74
persen dari 90,48 persen di tahun 2014 menjadi
91,23 persen di tahun 2015.

116 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015


Sementara itu, perkembangan rumah tangga
yang mempunyai akses terhadap komputer
(PC/laptop/notebook/tablet) pada tahun 2015
mengalami kenaikan cukup besar sebesar 9,39
persen dibandingkan tahun 2014, dari 21,45 persen
di tahun 2014 menjadi 30,84 persen di tahun 2015.
Hal tersebut lebih disebabkan peningkatan di daerah
perkotaan yang meningkat sebesar 9,35 persen, dari
29,53 persen di tahun 2014 menjadi 38,89 persen di
tahun 2015. Dan di daerah perdesaan pengguna

.id
komputer meningkat 8,68 persen dibandingkan
go
tahun sebelumnya, dari 6,74 persen menjadi 15,42
.
ps

persen pada tahun 2015. Bila dibanding dengan


r.b

perkotaan, persentase rumah tangga di perdesaan


ba

yang mempunyai akses terhadap komputer lebih


ja
://

rendah dibandingkan dengan yang rumah tangga yang


tp

tinggal di perkotaan.
ht

Tabel 7.3. Persentase penduduk yang mengakses


internet, 2014-2015

Alat Komunikasi/ Perkotaan +


Perkotaan Perdesaan
Tahun Perdesaan

Akses Internet
2014 24,17 8,53 18,92
2015 30,51 11,96 24,45

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015 117


Aplikasi terhadap teknologi komunikasi dan
informasi salah satunya adalah akses internet. Media
internet digunakan karena memiliki sifat instan,
interaktif dan menarik. Pada tahun 2015, secara
umum terjadi peningkatan sebesar 5,53 persen
terhadap penduduk yang mengakses internet, dari
18,92 persen di tahun sebelumnya menjadi 24,45
persen.

Peningkatan penduduk yang mengakses

.id
internet di daerah perkotaan lebih tinggi di

tabel di atas di daerah perkotaan penduduk yang


. go
bandingkan di daerah perdesaan, hal ini terlihat pada
ps

mengakses internet meningkat sebesar 6,34 persen


r.b

dari 24,17 persen pada tahun 2014 menjadi 30,51


ba

persen pada tahun 2015, sedangkan di daerah


ja
://

perdesaan hanya meningkat 3,42 persen dari 8,53


tp

persen pada tahun 2014 menjadi 11,96 persen pada


ht

tahun 2015.

118 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015


[KEPENDUDUKAN]

Indikator Kependudukan ; Proyeksi penduduk Jawa Barat 2010-2020

I.1. Jumlah dan Laju Pertumbuhan Penduduk 2012-2015


Penduduk (000) jiwa LPP per tahun
Kabupaten/Kota 2012- 2013- 2014-
2012 2013 2014 2015
2013 2014 2015
Bogor 5.073,1 5.202,1 5.331,2 5.459,7 2,543 2,482 2,410
Sukabumi 2.393,2 2.408,4 2.422,1 2.434,2 0,635 0,569 0,500
Cianjur 2.213,9 2.225,3 2.235,4 2.243,9 0,515 0,454 0,380
Bandung 3.339,7 3.405,5 3.470,4 3.534,1 1,970 1,906 1,836
Garut 2.477,1 2.502,4 2.526,2 2.548,7 1,021 0,951 0,891
Tasikmalaya 1.710,4 1.720,1 1.728,6 1.736,0 0,567 0,494 0,428

.id
Ciamis 1.148,8 1.155,5 1.162,1 1.168,7 0,583 0,571 0,568

go
Kuningan 1.036,5 1.042,8 1.049,1 1.055,4 0,608 0,604 0,601
Cirebon 2.076,6 2.093,1 2.109,6 2.126,2 0,795 0,788 0,787
.
ps
Majalengka 1.164,7 1.170,5 1.176,3 1.182,1 0,498 0,496 0,493
r.b

Sumedang 1.117,9 1.125,1 1.131,5 1.137,3 0,644 0,569 0,513


ba

Indramayu 1.663,4 1.672,7 1.682,0 1.691,4 0,559 0,556 0,559


ja

Subang 1.480,7 1.496,9 1.513,1 1.529,4 1,094 1,082 1,077


://

Purwakarta 885,4 898,0 910,0 921,6 1,423 1,336 1,275


tp

Karawang 2.199,4 2.225,4 2.250,1 2.273,6 1,182 1,110 1,044


ht

Bekasi 2.884,3 3.002,1 3.122,7 3.246,0 4,084 4,017 3,949


Bandung Barat 1.567,4 1.588,8 1.609,5 1.629,4 1,365 1,303 1,236
Pangandaran 383,9 386,1 388,3 390,5 0,573 0,570 0,567
Kota Bogor 995,1 1.013,0 1.030,7 1.047,9 1,799 1,747 1,669
Kota Sukabumi 308,4 311,8 315,0 318,1 1,102 1,026 0,984
Kota Bandung 2.444,6 2.458,5 2.470,8 2.481,5 0,569 0,500 0,433
Kota Cirebon 298,8 301,7 304,6 307,5 0,971 0,961 0,952
Kota Bekasi 2.498,6 2.570,4 2.642,5 2.714,8 2,874 2,805 2,736
Kota Depok 1.892,0 1.962,2 2.033,5 2.106,1 3,710 3,634 3,570
Kota Cimahi 562,7 571,0 579,0 586,6 1,475 1,401 1,313
Kota Tasikmalaya 648,2 651,7 654,8 657,5 0,540 0,476 0,412
Kota Banjar 178,7 179,7 180,5 181,4 0,560 0,445 0,499
JAWA BARAT 44.643,5 45.340,8 46.029,6 46.709,6 1,562 1,519 1,477

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015 121


[KEPENDUDUKAN]

Indikator Kependudukan ; Proyeksi penduduk Jawa Barat 2010-2020

I.2. Rasio Jenis Kelamin Penduduk 2010-2015


Rasio Jenis Kelamin
Kabupaten/Kota
2010 2011 2012 2013 2014 2015
Bogor 105,23 105,14 105,03 104,91 104,83 104,73
Sukabumi 103,45 103,35 103,24 103,14 103,04 102,93
CianjurAri 106,63 106,53 106,42 106,31 106,22 106,11
Bandung 103,49 103,38 103,28 103,18 103,08 102,97
Garut 102,16 102,06 101,96 101,86 101,76 101,65
Tasikmalaya 98,85 98,76 98,65 98,56 98,46 98,35
Ciamis 97,72 97,72 97,73 97,76 97,74 97,72

.id
Kuningan 101,12 101,09 101,11 101,12 101,13 101,11
Cirebon 105,14 105,14 105,14. go
105,17 105,15 105,13
ps
Majalengka 99,90 99,88 99,88 99,91 99,92 99,88
r.b

Sumedang 99,89 99,80 99,70 99,59 99,49 99,39


Indramayu 106,14 106,14 106,15 106,18 106,15 106,14
ba

Subang 102,04 102,03 102,03 102,07 102,04 102,03


ja

Purwakarta 104,23 104,12 104,01 103,91 103,81 103,71


://

Karawang 105,90 105,79 105,69 105,58 105,47 105,37


tp

104,49 104,38 104,29 104,18 104,08 103,97


ht

Bekasi
Bandung Barat 103,71 103,62 103,51 103,41 103,30 103,19
Pangandaran 99,21 99,22 99,22 99,23 99,23 99,23
Kota Bogor 103,63 103,54 103,46 103,33 103,21 103,12
Kota Sukabumi 103,24 103,13 103,03 102,99 102,83 102,74
Kota Bandung 102,54 102,45 102,35 102,25 102,14 102,04
Kota Cirebon 100,55 100,54 100,54 100,60 100,53 100,59
Kota Bekasi 102,33 102,22 102,12 102,01 101,92 101,81
Kota Depok 102,21 102,11 102,01 101,89 101,80 101,70
Kota Cimahi 102,19 102,04 101,97 101,84 101,74 101,65
Kota Tasikmalaya 101,89 101,79 101,68 101,58 101,48 101,38
Kota Banjar 98,31 98,21 98,12 97,91 97,92 97,82
JAWA BARAT 103,21 103,14 103,06 102,99 102,91 102,83

122 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015


[KEPENDUDUKAN]

Indikator Kependudukan ; Proyeksi penduduk Jawa Barat 2010-2020

I.3. Persentase luas wilayah, Kepadatan dan persentase penduduk terhadap


Jawa Barat 2014-2015
Persentase Kepadatan
2 Persentase penduduk
terhadap penduduk per Km
Kabupaten/Kota
luas Jawa
2014 2015 2014 2015
Barat
Bogor 7,66 1.967 2.014 11,58 11,69
Sukabumi 11,72 584 587 5,26 5,21
Cianjur 10,85 582 584 4,86 4,80
Bandung 5,00 1.963 1.999 7,54 7,57
Garut 8,69 822 829 5,49 5,46

.id
Tasikmalaya 7,21 678 680 3,76 3,72

go
Ciamis 4,00 821 826 2,52 2,50
Kuningan 3,14 945 950 2,28 2,26
.
ps
Cirebon 2,78 2.143 2.160 4,58 4,55
r.b

Majalengka 3,40 977 982 2,56 2,53


ba

Sumedang 4,29 745 749 2,46 2,43


Indramayu 5,77
ja

824 829 3,65 3,62


://

Subang 5,35 799 808 3,29 3,27


tp

Purwakarta 2,33 1.102 1.116 1,98 1,97


ht

Karawang 4,67 1.362 1.376 4,89 4,87


Bekasi 3,46 2.549 2.650 6,78 6,95
Bandung Barat 3,69 1.233 1.248 3,50 3,49
Pangandaran 2,85 384 387 0,84 0,84
Kota Bogor 0,33 8.698 8.843 2,24 2,24
Kota Sukabumi 0,14 6.529 6.593 0,68 0,68
Kota Bandung 0,47 14.736 14.800 5,37 5,31
Kota Cirebon 0,11 8.153 8.231 0,66 0,66
Kota Bekasi 0,58 12.790 13.140 5,74 5,81
Kota Depok 0,57 10.153 10.515 4,42 4,51
Kota Cimahi 0,11 14.744 14.937 1,26 1,26
Kota Tasikmalaya 0,49 3.816 3.831 1,42 1,41
Kota Banjar 0,32 1.591 1.599 0,39 0,39
JAWA BARAT 100 1.301 1.320 100 100

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015 123


[KEPENDUDUKAN]

Indikator Kependudukan ; Proyeksi penduduk Jawa Barat 2010-2020

I.4. Persentase penduduk menurut kelompok umur 2014-2015


Persentase penduduk menurut kelompok umur
Kabupaten/Kota 0 – 14 Tahun 15 – 64 Tahun 65+ Tahun
2014 2015 2014 2015 2014 2015
Bogor 30,36 30,90 66,32 65,78 3,33 3,32
Sukabumi 29,56 30,44 65,01 64,07 5,43 5,49
Cianjur 29,81 30,62 64,96 64,37 5,22 5,01
Bandung 29,61 29,76 66,18 66,06 4,21 4,18
Garut 31,91 31,58 62,64 62,69 5,46 5,73
Tasikmalaya 28,04 28,10 64,87 64,34 7,09 7,56

.id
Ciamis 24,84 25,11 66,65 65,87 8,51 9,02
Kuningan 26,49 26,56 65,75
. go
65,54 7,76 7,89
ps
Cirebon 27,66 27,22 67,32 67,79 5,02 4,99
r.b

Majalengka 25,55 25,53 66,90 66,93 7,55 7,54


Sumedang 24,87 24,96 67,20 67,09 7,93 7,95
ba

Indramayu 26,00 26,20 68,45 67,79 5,55 6,00


ja

Subang 25,25 24,74 67,73 68,33 7,02 6,92


://

Purwakarta 28,85 28,92 66,40 66,41 4,74 4,67


tp

Karawang 27,01 27,10 68,43 68,12 4,56 4,78


ht

Bekasi 28,08 28,21 69,25 69,05 2,67 2,75


Bandung Barat 29,39 29,40 65,31 65,16 5,30 5,44
Pangandaran 26,27 23,97 69,71 67,88 4,01 8,15
Kota Bogor 27,19 27,19 67,44 68,85 5,37 3,96
Kota Sukabumi 23,75 26,97 71,77 67,74 4,47 5,29
Kota Bandung 26,04 24,63 69,34 70,78 4,62 4,59
Kota Cirebon 25,39 26,59 72,25 69,03 2,35 4,38
Kota Bekasi 26,29 26,07 70,66 71,52 3,05 2,41
Kota Depok 25,57 26,91 70,62 70,23 3,81 2,86
Kota Cimahi 27,49 26,11 67,47 70,17 5,05 3,73
Kota Tasikmalaya 25,84 27,98 66,91 66,90 7,25 5,12
Kota Banjar 30,36 25,57 66,32 67,65 3,33 6,78
JAWA BARAT 27,79 28,07 67,39 67,05 4,82 4,87

124 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015


[KEPENDUDUKAN]

Indikator Kependudukan ; Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2014-2015

I.5. Wanita menurut umur perkawinan pertama 2014-2015


Wanita menurut usia perkawinan pertama
Kabupaten/Kota 10-15 Tahun 16-18 Tahun 19-24 Tahun 25+ Tahun
2014 2015 2014 2015 2014 2015 2014 2015
Bogor 17,89 10,66 35,77 33,55 38,72 45,97 7,62 9,83
Sukabumi 24,03 11,61 42,13 40,84 29,98 42,36 3,86 5,18
Cianjur 25,33 13,67 44,24 40,94 26,69 40,83 3,75 4,57
Bandung 11,26 5,67 37,93 36,10 41,18 49,28 9,63 8,95
Garut 20,86 10,86 42,82 38,86 32,06 46,55 4,26 3,73
Tasikmalaya 20,59 8,45 43,40 41,71 32,51 46,34 3,50 3,50

.id
Ciamis 15,00 4,63 40,95 34,20 38,61 54,65 5,45 6,52
Kuningan 12,74 5,35 37,54 30,47
. go
42,21 52,44 7,51 11,74
ps
Cirebon 13,60 6,38 39,93 32,37 39,92 49,73 6,56 11,52
r.b

Majalengka 22,22 10,24 44,04 40,07 28,58 41,69 5,16 8,00


Sumedang 15,85 7,80 45,42 40,56 33,84 42,54 4,89 9,10
ba

Indramayu 15,17 9,82 50,78 45,33 26,65 37,22 7,40 7,63


ja

Subang 21,17 11,26 40,82 38,56 33,24 43,27 4,78 6,91


://

Purwakarta 22,13 11,51 40,11 35,25 30,42 46,00 7,34 7,24


tp

Karawang 19,83 11,50 38,25 30,60 36,21 49,86 5,70 8,04


ht

Bekasi 13,36 4,81 30,09 27,91 45,37 54,13 11,18 13,15


Bandung Barat 14,27 10,78 41,30 40,54 37,32 41,56 7,11 7,12
Pangandaran n.a 6,23 n.a 39,45 n.a 47,77 n.a 6,54
Kota Bogor 8,72 2,24 25,21 19,45 50,31 59,25 15,76 19,06
Kota Sukabumi 11,22 5,30 33,52 27,25 44,23 53,97 11,03 13,48
Kota Bandung 7,17 2,43 22,64 17,21 49,35 54,62 20,83 25,74
Kota Cirebon 8,96 6,78 26,23 18,73 45,30 50,10 19,51 24,39
Kota Bekasi 6,04 2,18 19,05 12,92 52,69 57,27 22,21 27,63
Kota Depok 6,96 3,06 20,88 15,71 49,52 55,82 22,64 25,41
Kota Cimahi 4,14 1,61 18,38 19,38 58,79 59,03 18,69 19,98
Kota Tasikmalaya 12,49 5,90 34,21 26,54 44,07 54,57 9,22 12,99
Kota Banjar 15,97 3,72 35,59 29,87 40,37 57,22 8,07 9,19
JAWA BARAT 15,61 7,79 36,41 32,17 38,74 48,59 9,25 11,44

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015 125


[KEPENDUDUKAN]

Indikator Kependudukan ; Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2014-2015

I.6. Persentase wanita 15-49 berstatus kawin yang menggunakan kontrasepsi


2014-2015
wanita 15-49 berstatus kawin menggunakan kontrasepsi (%)
Kabupaten/Kota Perkotaan Perdesaan Total
2014 2015 2014 2015 2014 2015
Bogor 66,28 62,07 57,40 68,57 64,16 63,48
Sukabumi 63,79 61,13 67,39 67,43 65,99 64,91
Cianjur 65,68 62,00 56,63 60,23 59,49 60,82
Bandung 72,29 70,99 70,47 75,66 71,98 71,76
Garut 64,54 67,10 67,24 68,26 66,13 67,77
Tasikmalaya 61,41 60,73 68,13 67,02 66,61 65,39

.id
Ciamis 68,48 68,12 64,60 68,21 65,62 68,18
Kuningan 60,47 52,81 63,23 go
.67,33 62,11 61,26
ps
Cirebon 65,13 62,39 68,46 61,83 65,97 62,26
r.b

Majalengka 63,57 63,34 66,49 73,28 65,22 68,69


Sumedang 73,30 67,64 71,80 67,71 72,41 67,68
ba

Indramayu 62,25 57,26 69,60 73,86 66,57 66,73


ja

Subang 60,06 70,19 67,79 65,87 65,45 67,22


://

Purwakarta 61,79 65,15 59,43 65,37 60,66 65,26


tp

Karawang 66,07 62,40 66,48 65,02 66,24 63,47


ht

Bekasi 58,36 62,73 70,43 77,37 60,85 65,75


Bandung Barat 76,39 75,34 77,43 70,19 76,82 73,28
Pangandaran n.a 59,95 n.a 63,20 n.a 62,28
Kota Bogor 65,66 60,59 - - 65,66 60,59
Kota Sukabumi 59,53 66,77 - - 59,53 66,77
Kota Bandung 70,85 65,13 - - 70,85 65,13
Kota Cirebon 60,56 50,39 - - 60,56 50,39
Kota Bekasi 60,85 53,70 - - 60,85 53,70
Kota Depok 55,32 58,27 - - 55,32 58,27
Kota Cimahi 71,32 73,35 - - 71,32 73,35
Kota Tasikmalaya 66,46 63,49 59,76 52,97 65,81 62,68
Kota Banjar 64,38 60,52 71,10 65,48 66,47 62,00
JAWA BARAT 64,98 63,05 66,02 67,80 65,35 64,67

126 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015


[KESEHATAN]

Indikator Kesehatan ; Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS)

II.1. Angka Harapan Hidup 2011-2015


Angka Harapan Hidup
Kabupaten/Kota
2011 2012 2013 2014 2015
Bogor 70,39 70,43 70,47 70,49 70,59
Sukabumi 69,55 69,63 69,70 69,73 70,03
Cianjur 68,86 68,96 69,04 69,08 69,28
Bandung 72,94 72,95 72,96 72,97 73,07
Garut 70,39 70,43 70,47 70,49 70,69
Tasikmalaya 67,67 67,79 67,90 67,96 68,36
Ciamis 70,09 70,19 70,29 70,34 70,74

.id
Kuningan 72,10 72,15 72,21 72,24 72,64
Cirebon 71,15 71,20 .go 71,25 71,28 71,38
ps
Majalengka 68,35 68,48 68,60 68,66 69,06
r.b

Sumedang 71,74 71,80 71,86 71,89 71,91


Indramayu 70,08 70,17 70,25 70,29 70,59
ba

Subang 71,09 71,14 71,19 71,22 71,52


ja

Purwakarta 69,90 69,93 69,95 69,96 70,26


://

Karawang 71,38 71,41 71,44 71,45 71,55


tp

Bekasi 73,00 73,07 73,13 73,16 73,18


ht

Bandung Barat 71,53 71,55 71,56 71,56 71,76


Pangandaran n.a n.a n.a n.a 70,24
Kota Bogor 72,55 72,56 72,57 72,58 72,88
Kota Sukabumi 71,69 71,72 71,75 71,76 71,86
Kota Bandung 73,74 73,77 73,79 73,80 73,82
Kota Cirebon 71,66 71,70 71,75 71,77 71,79
Kota Bekasi 74,13 74,15 74,17 74,18 74,48
Kota Depok 73,87 73,90 73,94 73,96 73,98
Kota Cimahi 73,54 73,55 73,56 73,56 73,58
Kota Tasikmalaya 70,81 70,87 70,93 70,96 71,26
Kota Banjar 70,03 70,12 70,20 70,24 70,26
JAWA BARAT 71,56 71,82 72,09 72,23 72,41

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015 127


[Pick the date][KESEHATAN]

Indikator Kesehatan ; Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS)

II.2. Rata-rata lamanya di beri ASI anak usia Baduta, 2015


Rata-rata lamanya diberi ASI anak usia BADUTA (bulan)
Kabupaten/Kota
Perkotaan Perdesaan Total
Bogor 11 12 11
Sukabumi 11 9 10
Cianjur 11 11 11
Bandung 10 12 10
Garut 11 10 11
Tasikmalaya 11 10 10
Ciamis 12 10 11

.id
Kuningan 10 10 10
Cirebon 12 .9
go 11
ps
Majalengka 8 11 10
r.b

Sumedang 11 11 11
Indramayu 10 12 11
ba

Subang 12 10 10
ja

Purwakarta 11 11 11
://

Karawang 10 9 10
tp

Bekasi 11 9 11
ht

Bandung Barat 10 10 10
Pangandaran 10 12 11
Kota Bogor 10 - 10
Kota Sukabumi 11 - 11
Kota Bandung 11 - 11
Kota Cirebon 8 - 8
Kota Bekasi 10 - 10
Kota Depok 11 - 11
Kota Cimahi 12 - 12
Kota Tasikmalaya 11 9 11
Kota Banjar 10 11 10
JAWA BARAT 11 10 10

128 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015


[KESEHATAN]

Indikator Kesehatan ; Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS)

II.3. Persentase Anak umur 12-59 bulan yang pernah diimunisasi, 2015
Anak umur 12-59 bulan yang pernah diimunisasi (%)
Kabupaten/Kota
BCG DPT Polio Campak Hepatitis B
Bogor 90,86 91,60 85,19 83,38 81,30
Sukabumi 89,17 87,31 83,84 82,48 77,12
Cianjur 77,05 79,95 74,57 70,19 70,06
Bandung 95,63 96,68 93,47 91,69 87,95
Garut 91,01 92,35 89,87 85,94 85,45
Tasikmalaya 96,91 96,89 88,56 87,92 83,04

.id
Ciamis 96,58 97,05 96,50 89,86 92,13

go
Kuningan 94,75 97,52 96,27 94,65 94,09
Cirebon 88,61 91,44
.86,86 85,89 85,32
ps
Majalengka 95,44 95,44 93,40 90,28 91,61
r.b

Sumedang 98,65 100,00 97,87 96,45 92,10


ba

Indramayu 89,37 89,94 86,38 83,76 79,37


ja

Subang 87,59 89,74 82,84 82,59 81,07


://

Purwakarta 84,14 87,13 75,50 73,45 70,29


tp

Karawang 88,46 93,15 82,61 73,78 71,44


ht

Bekasi 90,00 89,03 82,64 79,39 79,85


Bandung Barat 91,83 93,45 88,04 80,51 79,02
Pangandaran 94,84 94,84 92,43 89,46 84,06
Kota Bogor 95,51 94,68 95,19 90,92 92,22
Kota Sukabumi 92,20 97,12 94,36 85,03 81,98
Kota Bandung 96,52 96,17 95,17 92,82 95,05
Kota Cirebon 94,94 93,31 93,80 93,80 86,76
Kota Bekasi 95,41 96,58 92,25 86,28 87,30
Kota Depok 94,01 94,74 92,34 90,05 87,57
Kota Cimahi 96,55 97,20 94,85 95,44 91,54
Kota Tasikmalaya 94,21 92,58 87,41 88,91 83,32
Kota Banjar 99,25 97,46 97,46 96,41 92,10
JAWA BARAT 91,61 92,59 87,97 84,94 83,28

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015 129


[Pick the date][KESEHATAN]

Indikator Kesehatan ; Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS)

II.4. Persentase Balita menurut penolong kelahiran terakhir, 2015


Balita menurut penolong kelahiran terakhir (%)
Kabupaten/Kota Tenaga
Dukun
Dokter Bidan paramedis Famili Lainnya
bersalin
lain
Bogor 15,31 59,89 - 24,80 - -
Sukabumi 10,65 80,59 - 8,76 - -
Cianjur 7,58 58,87 - 33,55 - -
Bandung 29,29 61,43 - 9,28 - -
Garut 13,27 54,33 2,32 30,09 - -

.id
Tasikmalaya 6,96 81,12 - 11,91 - -
Ciamis 24,15 72,68 - 3,17 - -
Kuningan 26,16 72,17 - .go
1,67 - -
ps
Cirebon 24,26 72,41 - 3,34 - -
r.b

Majalengka 21,13 74,18 1,11 3,58 - -


Sumedang 21,86 72,40 3,15 2,60 - -
ba

Indramayu 19,18 76,11 - 4,71 - -


ja

Subang 12,98 85,51 - 1,51 - -


://
tp

Purwakarta 25,04 57,42 - 17,54 - -


ht

Karawang 21,44 71,39 0,45 6,71 - -


Bekasi 33,54 65,11 - 1,35 - -
Bandung Barat 23,78 58,63 0,65 16,94 - -
Pangandaran 19,65 65,98 1,23 13,13 - -
Kota Bogor 33,73 64,50 - 1,77 - -
Kota Sukabumi 25,39 70,82 - 3,80 - -
Kota Bandung 35,00 60,72 - 4,28 - -
Kota Cirebon 22,31 75,18 - 2,51 - -
Kota Bekasi 31,97 66,71 - 1,32 - -
Kota Depok 34,86 64,38 - 0,77 - -
Kota Cimahi 21,43 78,57 - - - -
Kota Tasikmalaya 18,95 76,55 - 4,50 - -
Kota Banjar 27,47 67,95 2,95 1,64 - -
JAWA BARAT 21,83 66,99 0,31 10,86 - -

130 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015


[KESEHATAN]

Indikator Kesehatan ; Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS)

II.5. Persentase Penduduk yang Berobat Jalan Selama Sebulan yang Lalu, 2015
Penduduk yang Berobat Jalan Selama Sebulan yang Lalu Menurut
Tempat Berobat (%) 2014
Kabupaten/Kota
Rumah Praktek Petugas
Puskesmas Batra Lainnya
Sakit Dokter Kesehatan
Bogor 20,46 47,80 3,66 - - 28,08
Sukabumi 17,59 36,89 18,30 - - 27,22
Cianjur 10,11 36,49 1,77 - - 51,63
Bandung 28,18 45,56 9,99 - - 16,27
Garut 13,92 29,69 7,14 - - 49,25
Tasikmalaya 8,96 41,77 9,58 - - 39,69

.id
Ciamis 14,86 52,37 17,54 - - 15,23
Kuningan
Cirebon
27,09
23,57
45,47
52,48
19,08
.
16,26
go -
-
-
-
8,36
7,69
ps

Majalengka 14,82 42,27 15,64 - - 27,27


r.b

Sumedang 26,27 58,47 10,62 - - 4,64


ba

Indramayu 18,32 50,62 10,35 - - 20,72


ja

Subang 16,02 60,15 8,97 - - 14,85


://

Purwakarta 30,05 29,21 5,58 - - 35,17


tp

Karawang 18,10 58,46 7,73 - - 15,72


ht

Bekasi 26,87 62,06 1,69 - - 9,38


Bandung Barat 23,74 49,47 5,19 - - 21,60
Pangandaran 17,44 25,90 25,44 - - 31,22
Kota Bogor 29,57 53,68 11,99 - - 4,75
Kota Sukabumi 27,78 30,22 26,24 - - 15,76
Kota Bandung 31,28 54,07 5,28 - - 9,38
Kota Cirebon 29,02 50,14 12,55 - - 8,30
Kota Bekasi 33,60 63,59 1,49 - - 1,32
Kota Depok 39,33 56,25 3,65 - - 0,77
Kota Cimahi 28,75 62,85 8,40 - - -
Kota Tasikmalaya 30,86 55,51 3,84 - - 9,79
Kota Banjar 28,23 64,74 - - - 7,03
JAWA BARAT 22,60 48,77 8,16 - - 20,47

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015 131


[PENDIDIKAN]

Indikator Pendidikan ; Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS)

III.1. Angka Harapan Sekolah dan Rata-rata lama sekolah, 2015


Angka harapan sekolah Rata-rata lama sekolah
Kabupaten/Kota
2013 2014 2015 2013 2014 2015
Bogor 11,68 11,81 11,83 7,40 7,74 7,75
Sukabumi 11,80 12,12 12,13 6,32 6,36 6,51
Cianjur 11,54 11,82 11,83 6,50 6,52 6,54
Bandung 11,50 11,74 12,13 8,18 8,34 8,41
Garut 11,17 11,62 11,65 6,80 6,83 6,84
Tasikmalaya 12,29 12,41 12,44 6,69 6,87 6,88
Ciamis 13,46 13,57 13,59 7,20 7,44 7,45

.id
Kuningan 11,70 12,01 12,03 6,98 7,04 7,20
Cirebon 11,48 11,60 11,79
go
6,08
. 6,31 6,32
ps
Majalengka 11,38 11,61 11,74 6,72 6,75 6,80
r.b

Sumedang 12,83 12,89 12,90 7,51 7,66 7,66


Indramayu 11,36 11,62 12,09 5,29 5,45 5,46
ba

Subang 11,38 11,44 11,46 6,29 6,44 6,45


ja

Purwakarta 11,22 11,33 11,44 7,11 7,17 7,35


://

Karawang 11,31 11,64 11,69 6,73 6,78 6,81


tp

Bekasi 11,42 11,73 11,93 8,34 8,38 8,66


ht

Bandung Barat 11,00 11,06 11,39 7,39 7,51 7,53


Pangandaran n.a n.a 11,99 n.a n.a 7,06
Kota Bogor 12,10 12,23 12,36 9,96 10,01 10,20
Kota Sukabumi 13,08 13,18 13,24 8,52 8,70 9,08
Kota Bandung 13,13 13,33 13,63 10,37 10,51 10,52
Kota Cirebon 12,58 12,93 12,94 9,33 9,53 9,76
Kota Bekasi 13,20 13,28 13,36 10,49 10,55 10,71
Kota Depok 13,24 13,30 13,54 10,43 10,58 10,71
Kota Cimahi 13,70 13,71 13,73 10,66 10,78 10,78
Kota Tasikmalaya 13,11 13,36 13,37 8,44 8,51 8,56
Kota Banjar 12,29 12,42 12,95 7,66 7,77 8,06
JAWA BARAT 11,81 12,08 12,15 7,58 7,71 7,86

132 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015


[PENDIDIKAN]

Indikator Pendidikan ; Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS)

III.2. Persentase pendidikan tertinggi yang ditamatkan penduduk 10 Tahun Ke


atas menurut jenis kelamin, 2015
Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Penduduk 10 + (%)
Kabupaten/Kota Tidak/belum sekolah Tidak/belum tamat SD SD/MI
L P L P L P
Bogor 5,47 3,90 19,45 25,58 29,46 32,22
Sukabumi 1,35 3,26 20,67 21,28 43,36 45,28
Cianjur 0,96 2,90 21,96 23,19 47,83 51,45
Bandung 0,63 0,25 13,86 16,93 33,06 35,25
Garut 0,86 1,79 21,86 25,60 40,21 40,64

.id
Tasikmalaya 0,40 2,63 16,75 15,89 51,87 53,99

go
Ciamis 0,38 2,26 13,02 17,02 49,62 48,24
Kuningan 1,42 3,23 13,07 18,84 47,72 45,28
.
ps
Cirebon 10,82 5,47 23,66 28,58 31,34 30,27
r.b

Majalengka 2,40 5,82 18,53 18,05 46,27 46,26


ba

Sumedang 1,48 1,29 14,56 14,07 40,67 46,67


ja

Indramayu 10,08 18,11 26,27 23,93 28,37 30,09


://

Subang 3,81 13,66 19,99 20,14 35,27 34,96


tp

Purwakarta 1,19 2,92 19,42 22,23 31,88 32,93


ht

Karawang 5,42 7,46 19,27 24,31 28,04 30,50


Bekasi 8,28 4,27 12,74 14,52 20,87 24,65
Bandung Barat 1,82 1,46 11,21 15,41 47,27 49,68
Pangandaran 0,89 3,52 12,76 14,63 48,67 51,26
Kota Bogor 1,93 - 11,24 11,99 24,10 27,79
Kota Sukabumi 1,79 - 13,31 14,15 28,09 31,96
Kota Bandung 1,01 - 9,07 10,02 20,80 23,18
Kota Cirebon 3,50 - 14,59 15,75 17,94 24,19
Kota Bekasi 3,22 - 8,13 8,47 14,79 17,55
Kota Depok 2,82 - 8,62 12,88 15,27 18,55
Kota Cimahi 0,56 - 8,59 8,03 18,99 22,14
Kota Tasikmalaya 0,53 - 9,89 14,18 40,65 42,81
Kota Banjar 2,53 1,06 14,51 14,77 33,83 38,19
JAWA BARAT 3,46 3,43 16,21 18,59 32,53 34,92

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015 133


[PENDIDIKAN]

Indikator Pendidikan ; Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS)

III.2. Persentase pendidikan tertinggi yang ditamatkan penduduk 10 Tahun Ke


atas menurut jenis kelamin, 2015 (lanjutan)
Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Penduduk Berumur 10 + (%)
Kabupaten/Kota SLTP/sederajat SLTA/sederajat Diploma +
L P L P L P
Bogor 20,65 18,15 20,71 15,95 4,26 4,19
Sukabumi 17,70 17,91 14,02 10,11 2,90 2,14
Cianjur 16,22 13,68 11,33 7,03 1,70 1,76
Bandung 23,47 21,38 23,44 20,38 5,54 5,81
Garut 20,17 18,25 13,95 11,69 2,95 2,03

.id
Tasikmalaya 18,16 16,80 9,56 7,63 3,26 3,06

go
Ciamis 18,81 17,93 13,31 10,41 4,86 4,14
Kuningan 17,11 16,27 15,66 11,79 5,02 4,58
.
ps
Cirebon 16,20 18,74 14,65 13,53 3,32 3,41
r.b

Majalengka 17,67 19,44 11,15 7,42 3,98 3,01


ba

Sumedang 20,96 20,39 17,86 12,46 4,47 5,12


ja

Indramayu 16,77 16,12 15,51 9,32 2,99 2,44


://

Subang 20,44 17,77 16,78 10,70 3,70 2,77


tp

Purwakarta 18,18 19,07 24,66 18,50 4,66 4,34


ht

Karawang 18,76 18,34 24,38 16,41 4,12 2,98


Bekasi 17,36 19,41 35,01 32,52 5,74 4,63
Bandung Barat 20,49 18,57 15,74 11,82 3,47 3,06
Pangandaran 20,98 19,29 13,75 8,47 2,95 2,82
Kota Bogor 16,38 17,81 32,60 30,36 13,75 12,05
Kota Sukabumi 18,78 21,57 26,71 24,31 11,32 8,02
Kota Bandung 16,04 18,74 35,72 32,92 17,36 15,15
Kota Cirebon 16,11 16,73 36,86 32,32 10,99 11,02
Kota Bekasi 16,45 20,69 39,19 37,00 18,22 16,29
Kota Depok 18,75 19,48 38,75 35,29 15,80 13,79
Kota Cimahi 21,65 22,18 36,05 33,58 14,16 14,07
Kota Tasikmalaya 19,96 17,01 20,86 18,77 8,11 7,23
Kota Banjar 20,50 23,06 21,14 16,98 7,49 5,94
JAWA BARAT 18,72 18,54 22,50 18,65 6,59 5,88

134 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015


[PENDIDIKAN]

Indikator Pendidikan ; Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS)

III.3. Persentase pendidikan tertinggi yang ditamatkan penduduk 10 tahun ke


atas menurut wilayah, 2015
Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Penduduk 10 + (%)
Kabupaten/Kota Tidak/belum sekolah Tidak/belum tamat SD SD/MI
Kota Desa Kota Desa Kota Desa
Bogor 3,58 9,27 20,28 30,71 28,50 39,87
Sukabumi 1,60 2,81 16,86 24,05 39,25 48,10
Cianjur 1,40 2,17 20,29 23,78 41,63 53,89
Bandung 0,38 0,83 14,08 22,75 32,09 45,79
Garut 0,98 1,60 22,17 24,95 34,02 45,52

.id
Tasikmalaya 0,75 1,82 14,32 17,02 45,20 55,70

go
Ciamis 0,61 1,66 10,19 17,19 44,38 50,89
Kuningan 1,66 2,83 15,78 16,07 39,61 51,71
.
ps
Cirebon 7,54 11,27 24,48 30,92 29,46 35,74
r.b

Majalengka 2,57 5,45 17,18 19,26 41,23 50,65


ba

Sumedang 1,70 1,14 12,44 15,75 33,30 51,59


ja

Indramayu 12,60 14,75 26,70 24,05 26,00 31,53


://

Subang 5,79 10,23 14,84 22,58 32,40 36,42


tp

Purwakarta 1,11 3,16 15,01 27,79 25,65 40,56


ht

Karawang 4,68 9,02 18,74 26,18 24,74 36,10


Bekasi 5,44 10,54 11,87 20,87 18,05 42,28
Bandung Barat 1,47 1,93 11,56 16,16 43,40 57,07
Pangandaran 1,46 2,56 11,80 14,54 37,56 55,39
Kota Bogor 0,99 - 11,60 - 25,89 -
Kota Sukabumi 0,92 - 13,72 - 29,97 -
Kota Bandung 0,51 - 9,53 - 21,98 -
Kota Cirebon 1,79 - 15,16 - 21,00 -
Kota Bekasi 1,66 - 8,29 - 16,13 -
Kota Depok 1,45 - 10,69 - 16,86 -
Kota Cimahi 0,28 - 8,32 - 20,55 -
Kota Tasikmalaya 0,29 - 11,15 21,77 40,82 51,83
Kota Banjar 1,76 1,86 14,15 15,86 31,82 46,50
JAWA BARAT 2,64 5,10 14,93 22,37 27,68 46,03

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015 135


[PENDIDIKAN]

Indikator Kesehatan ; Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS)

III.3. Persentase pendidikan tertinggi yang ditamatkan penduduk 10 tahun ke


atas menurut wilayah, 2015 (lanjutan)
Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Penduduk Berumur 10 + (%)
Kabupaten/Kota SLTP/sederajat SLTA/sederajat Diploma +
Kota Desa Kota Desa Kota Desa
Bogor 21,31 12,07 21,48 6,34 4,85 1,74
Sukabumi 21,02 15,39 17,46 8,08 3,81 1,57
Cianjur 17,61 13,57 16,39 5,38 2,68 1,22
Bandung 22,90 19,86 24,17 9,19 6,39 1,58
Garut 20,75 18,00 18,30 8,47 3,79 1,46

.id
Tasikmalaya 20,25 16,47 14,67 6,41 4,80 2,58

go
Ciamis 19,74 17,76 17,73 9,26 7,36 3,25
Kuningan 16,34 16,96 18,92 9,83 7,71 2,61
.
ps
Cirebon 18,37 13,86 15,99 7,65 4,16 0,56
r.b

Majalengka 20,32 17,02 13,72 5,42 4,97 2,21


ba

Sumedang 23,08 18,85 22,21 9,77 7,28 2,90


ja

Indramayu 16,25 16,63 14,80 10,99 3,65 2,05


://

Subang 19,88 18,71 21,59 9,91 5,50 2,14


tp

Purwakarta 20,77 16,02 31,03 10,29 6,43 2,18


ht

Karawang 19,93 16,46 26,55 11,41 5,36 0,84


Bekasi 18,99 15,40 39,56 9,35 6,08 1,56
Bandung Barat 21,24 16,68 18,19 6,38 4,14 1,78
Pangandaran 23,08 18,84 20,12 7,14 5,98 1,53
Kota Bogor 17,08 - 31,51 - 12,92 -
Kota Sukabumi 20,14 - 25,54 - 9,71 -
Kota Bandung 17,37 - 34,34 - 16,27 -
Kota Cirebon 16,41 - 34,64 - 11,01 -
Kota Bekasi 18,51 - 38,13 - 17,29 -
Kota Depok 19,11 - 37,07 - 14,82 -
Kota Cimahi 21,91 - 34,83 - 14,12 -
Kota Tasikmalaya 18,79 15,16 21,05 6,05 7,90 5,18
Kota Banjar 23,56 17,35 21,63 12,62 7,07 5,81
JAWA BARAT 19,75 16,34 26,64 8,26 8,36 1,89

136 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015


[PENDIDIKAN]

Indikator Pendidikan ; Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS)

III.4. Angka Partisipasi Sekolah (APS), 2014-2015


Angka Partisipasi Sekolah (%)
Kabupaten/Kota 7-12 13-15 16-18
2014 2015 2014 2015 2014 2015
Bogor 99,23 99,05 86,90 89,24 58,51 62,23
Sukabumi 99,64 99,65 92,00 93,29 61,32 53,66
Cianjur 99,13 100,00 90,96 94,01 61,36 46,19
Bandung 99,51 99,91 95,02 95,01 53,70 60,55
Garut 98,91 98,78 86,47 87,05 58,47 51,71
Tasikmalaya 99,25 99,79 95,68 94,23 62,63 72,26

.id
Ciamis 99,74 100,00 95,91 92,47 73,60 69,08
Kuningan 99,58 100,00 . go
93,90 91,46 74,26 67,62
ps
Cirebon 98,60 98,76 88,03 91,90 64,26 63,56
r.b

Majalengka 99,23 100,00 95,44 92,86 66,78 58,80


Sumedang 99,80 100,00 94,47 93,73 73,04 62,36
ba

Indramayu 99,68 100,00 93,33 89,67 67,38 71,55


ja

Subang 99,59 99,73 94,05 94,70 57,94 52,89


://

Purwakarta 99,63 99,75 92,06 94,10 71,31 59,44


tp

Karawang 99,00 100,00 93,03 97,19 69,98 62,07


ht

Bekasi 99,87 99,77 95,59 92,69 70,08 73,04


Bandung Barat 97,81 99,63 91,29 90,28 49,28 57,74
Pangandaran n.a 100,00 n.a 93,99 n.a 84,56
Kota Bogor 100,00 98,90 97,06 93,43 74,31 72,82
Kota Sukabumi 98,95 99,36 97,65 97,16 74,13 79,48
Kota Bandung 99,57 99,27 97,52 97,09 73,62 85,68
Kota Cirebon 98,76 99,10 96,09 97,88 75,71 69,81
Kota Bekasi 99,41 100,00 98,70 97,66 78,75 86,30
Kota Depok 99,16 99,36 98,57 97,65 72,82 81,31
Kota Cimahi 99,66 99,29 96,97 99,07 83,74 76,80
Kota Tasikmalaya 98,30 100,00 96,71 96,56 74,15 79,30
Kota Banjar 98,80 100,00 97,30 95,78 82,40 80,61
JAWA BARAT 99,30 99,57 92,84 93,19 65,48 65,72

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015 137


[PENDIDIKAN]

Indikator Pendidikan ; Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS)

III.5. Angka Partisipasi Kasar (APK), 2014-2015


Angka Partisipasi Kasar(%)
Kabupaten/Kota SD/sederajat SLTP/sederajat SLTA/sederajat
2014 2015 2014 2015 2014 2015
Bogor 109,69 108,82 76,12 84,63 66,76 67,93
Sukabumi 106,84 113,06 84,75 83,00 61,71 54,94
Cianjur 106,36 109,50 88,39 86,04 63,36 43,87
Bandung 108,30 110,04 89,56 89,63 55,05 66,20
Garut 106,28 111,72 82,80 82,17 62,17 51,53
Tasikmalaya 105,06 107,09 90,58 91,74 60,38 65,11

.id
Ciamis 104,62 108,33 93,11 84,01 79,87 75,23

go
Kuningan 103,72 108,65 81,92 86,24 81,84 72,88
Cirebon 109,48 104,90 82,43
. 91,58 66,58 74,32
ps
Majalengka 107,06 109,77 89,24 97,14 70,34 60,69
r.b

Sumedang 106,11 109,96 93,22 86,54 71,99 76,09


ba

Indramayu 108,19 117,91 92,86 83,48 69,26 74,55


ja

Subang 111,40 111,10 83,58 94,60 60,38 56,83


://

Purwakarta 107,16 111,05 91,27 96,16 71,24 52,64


tp

Karawang 107,41 110,37 83,74 98,91 79,66 63,27


ht

Bekasi 107,42 112,55 90,75 93,10 75,60 73,38


Bandung Barat 104,85 108,58 89,73 93,18 52,70 58,30
Pangandaran n.a 105,83 n.a 94,15 n.a 92,83
Kota Bogor 107,62 110,48 90,53 88,62 83,93 98,02
Kota Sukabumi 102,46 104,31 97,64 103,63 74,86 83,43
Kota Bandung 104,46 103,76 97,14 98,33 65,66 92,71
Kota Cirebon 105,31 110,26 92,88 95,63 83,49 74,81
Kota Bekasi 106,34 106,11 98,42 94,51 74,70 107,34
Kota Depok 104,51 107,33 94,81 93,93 80,14 86,32
Kota Cimahi 103,66 104,58 84,99 97,31 88,90 79,28
Kota Tasikmalaya 105,05 111,44 89,59 95,36 78,44 78,94
Kota Banjar 101,19 104,61 93,46 97,17 91,14 83,99
JAWA BARAT 106,98 109,42 87,50 90,07 68,55 70,23

138 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015


[PENDIDIKAN]

Indikator Pendidikan ; Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS)

III.6. Angka Partisipasi Murni (APM), 2014-2015


Angka Partisipasi Murni (%)
Kabupaten/Kota SD/sederajat SLTP/sederajat SLTA/sederajat
2014 2015 2014 2015 2014 2015
Bogor 98,20 96,29 66,80 72,97 48,89 55,10
Sukabumi 98,94 99,65 77,80 75,76 51,50 43,94
Cianjur 97,74 99,89 79,38 78,40 49,56 37,18
Bandung 98,26 98,00 83,56 82,14 48,36 55,49
Garut 97,55 98,09 73,72 75,28 48,32 44,60
Tasikmalaya 98,73 99,09 84,54 76,98 54,54 54,80

.id
Ciamis 98,08 99,75 85,90 78,19 67,17 63,39

go
Kuningan 99,11 100,00 79,23 81,58 66,40 61,44
Cirebon 97,81 94,82 73,10
. 78,41 52,14 57,18
ps
Majalengka 98,67 97,10 85,61 82,42 59,15 48,68
r.b

Sumedang 98,36 99,75 87,85 79,53 60,80 56,35


ba

Indramayu 98,41 100,00 87,90 76,02 61,74 60,81


ja

Subang 99,06 97,28 79,55 81,78 48,41 41,18


://

Purwakarta 96,83 99,09 79,09 83,38 61,93 46,94


tp

Karawang 97,76 97,47 76,53 84,77 63,79 52,70


ht

Bekasi 97,46 99,62 79,51 82,23 62,95 58,64


Bandung Barat 94,15 96,56 77,11 79,39 43,32 47,25
Pangandaran n.a 96,28 n.a 77,25 n.a 72,98
Kota Bogor 98,32 94,89 86,15 77,64 69,40 67,31
Kota Sukabumi 94,37 97,60 82,51 91,74 65,10 71,83
Kota Bandung 97,95 96,25 89,85 87,23 59,76 74,06
Kota Cirebon 94,11 96,70 79,13 82,42 64,02 60,72
Kota Bekasi 96,76 94,93 91,47 80,66 68,39 80,98
Kota Depok 92,47 96,08 77,15 82,72 62,26 69,72
Kota Cimahi 98,60 98,02 80,94 90,85 70,96 70,30
Kota Tasikmalaya 96,97 98,34 81,26 85,12 66,71 69,78
Kota Banjar 95,79 98,07 85,87 86,54 73,36 71,15
JAWA BARAT 97,60 97,68 79,30 79,55 56,48 56,73

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015 139


[KETENAGAKERJAAN]

Indikator Ketenagakerjaan ; Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) Agustus

IV.1. Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan Tingkat Pengangguran


Terbuka (TPT), 2014-2015
TPAK (%) TPT (%)
Kabupaten/Kota
2014 2015 2014 2015
Bogor 61,86 60,14 7,65 10,01
Sukabumi 63,71 58,50 8,09 10,05
Cianjur 65,38 60,30 14,87 10,06
Bandung 66,16 59,53 8,48 4,03
Garut 59,05 57,57 7,71 6,50
Tasikmalaya 67,60 62,67 6,93 8,51

.id
Ciamis 65,43 59,88 4,92 6,99
Kuningan
Cirebon
60,21
59,55
60,01
58,51
go
. 6,88
13,32
7,49
10,51
ps

Majalengka 71,42 67,98 4,47 4,01


r.b

Sumedang 65,23 61,21 7,51 9,00


ba

Indramayu 61,25 58,52 8,01 8,51


ja

Subang 64,11 60,85 6,74 10,04


://

Purwakarta 62,50 62,25 7,83 10,00


tp

Karawang 62,16 58,90 11,10 11,51


ht

Bekasi 61,28 63,17 6,79 10,03


Bandung Barat 55,71 53,77 8,15 10,01
Pangandaran n.a 67,64 n.a 4,81
Kota Bogor 59,96 57,74 9,48 11,08
Kota Sukabumi 59,83 62,81 11,64 9,06
Kota Bandung 63,04 62,52 8,05 9,02
Kota Cirebon 64,94 62,19 11,02 11,28
Kota Bekasi 62,21 58,26 9,36 9,36
Kota Depok 63,34 61,62 8,44 7,48
Kota Cimahi 62,36 64,09 9,62 9,00
Kota Tasikmalaya 60,67 66,21 5,38 5,46
Kota Banjar 63,59 61,88 7,38 7,38
JAWA BARAT 62,77 60,34 8,45 8,72

140 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015


[KETENAGAKERJAAN]

Indikator Ketenagakerjaan ; Survei Angkatan Kerja Nasional (SAKERNAS) Agustus

IV.2. Persentase pekerja anak (10-14 tahun) menurut wilayah, 2014-2015


Pekerja anak terhadap total anak (usia 10-14 tahun) (%)
Kabupaten/Kota Perkotaan Perdesaan Total
2014 2015 2014 2015 2014 2015
Bogor 2,51 0,33 2,59 2,84 2,53 0,68
Sukabumi 0,00 0,72 2,61 0,00 1,52 0,36
Cianjur 1,00 0,00 0,00 0,92 0,34 0,54
Bandung 0,61 0,41 1,14 0,00 0,70 0,37
Garut 1,08 0,00 1,08 0,00 1,08 0,00
Tasikmalaya 1,22 0,00 0,87 0,00 0,96 0,00

.id
Ciamis 2,71 0,00 0,00 0,35 0,80 0,22

go
Kuningan 2,50 0,00 2,39 0,00 2,43 0,00
Cirebon 0,00 1,45 0,00 0,00 0,00 1,21
.
ps
Majalengka 1,70 0,00 2,17 0,00 1,96 0,00
r.b

Sumedang 0,00 0,00 0,00 3,46 0,00 1,75


ba

Indramayu 0,99 3,57 1,84 0,00 1,48 1,74


Subang 2,66 0,92 0,00 0,00 0,84 0,36
ja
://

Purwakarta 0,83 2,21 3,75 1,05 2,18 1,76


tp

Karawang 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00


ht

Bekasi 0,00 0,00 0,00 1,32 0,00 0,17


Bandung Barat 0,00 0,87 0,88 0,00 0,33 0,60
Pangandaran n.a 0,00 n.a 0,00 n.a 0,00
Kota Bogor 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Kota Sukabumi 0,68 0,84 0,00 0,68 0,84
Kota Bandung 1,64 0,90 0,00 1,64 0,90
Kota Cirebon 0,78 0,81 0,00 0,78 0,81
Kota Bekasi 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Kota Depok 1,34 0,00 0,00 1,34 0,00
Kota Cimahi 0,00 0,00 0,00 0,00 0,00
Kota Tasikmalaya 4,79 3,84 0,00 0,00 4,36 3,77
Kota Banjar 0,00 1,66 0,00 0,00 0,00 1,29
JAWA BARAT 1,02 0,53 1,10 0,49 1,05 0,52

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015 141


[KONSUMSI]

Indikator pola konsumsi ; Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS)

V.1. Rata-rata pengeluaran per kapita per bulan, 2014-2015


Jenis Pengeluaran (rupiah)
Kabupaten/Kota Makanan Bukan Makanan Total
2014 2015 2014 2015 2014 2015
Bogor 381.310 424.909 393.039 482.773 774.349 907.682
Sukabumi 332.961 381.592 270.988 318.914 603.949 700.506
Cianjur 284.030 336.488 202.759 217.381 486.789 553.869
Bandung 348.464 402.788 356.440 432.016 704.904 834.803
Garut 247.242 301.195 197.976 212.171 445.218 513.366
Tasikmalaya 251.640 289.711 178.441 200.015 430.081 489.726

.id
Ciamis 308.119 332.918 256.288 254.296 564.407 587.214
Kuningan 366.960 386.350 316.661 go
335.436
. 683.622 721.786
ps
Cirebon 331.749 345.720 222.563 273.832 554.312 619.552
r.b

Majalengka 323.094 374.557 283.322 323.668 606.416 698.224


Sumedang 375.497 411.102 303.567 378.890 679.064 789.992
ba

Indramayu 356.505 358.972 248.668 270.383 605.172 629.355


ja

Subang 380.594 465.930 342.217 407.788 722.811 873.718


://

Purwakarta 465.487 509.572 469.267 521.011 934.754 1.030.583


tp

Karawang 392.794 448.215 331.404 407.201 724.197 855.416


ht

Bekasi 478.356 557.625 463.187 611.142 941.543 1.168.767


Bandung Barat 256.877 335.639 237.945 269.663 494.822 605.302
Pangandaran n.a 419.774 n.a 363.492 n.a 783.266
Kota Bogor 394.104 499.114 489.404 825.872 883.508 1.324.986
Kota Sukabumi 364.689 453.195 375.922 557.707 740.612 1.010.902
Kota Bandung 470.318 536.438 1.050.878 897.469 1.521.196 1.433.908
Kota Cirebon 368.121 387.141 474.561 441.056 842.682 828.197
Kota Bekasi 479.802 557.511 696.194 877.137 1.175.996 1.434.648
Kota Depok 581.730 563.454 870.248 939.969 1.451.977 1.503.423
Kota Cimahi 442.239 486.067 601.563 667.281 1.043.802 1.153.348
Kota Tasikmalaya 352.826 396.016 336.447 568.419 689.273 964.434
Kota Banjar 353.461 384.372 297.556 432.700 651.018 817.072
JAWA BARAT 375.749 425.883 405.316 471.012 781.066 896.895

142 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015


[KONSUMSI]

Indikator pola konsumsi ; Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS)

V.2. Persentase rata-rata pengeluaran per kapita per bulan, 2014-2015


Jenis Pengeluaran (%)
Kabupaten/Kota Makanan Bukan Makanan
2014 2015 2014 2015
Bogor 49,24 46,81 50,76 53,19
Sukabumi 55,13 54,47 44,87 45,53
Cianjur 58,35 60,75 41,65 39,25
Bandung 49,43 48,25 50,57 51,75
Garut 55,53 58,67 44,47 41,33
Tasikmalaya 58,51 59,16 41,49 40,84

.id
Ciamis 54,59 56,69 45,41 43,31
Kuningan 53,68 53,53 .go 46,32 46,47
ps
Cirebon 59,85 55,80 40,15 44,20
r.b

Majalengka 53,28 53,64 46,72 46,36


Sumedang 55,30 52,04 44,70 47,96
ba

Indramayu 58,91 57,04 41,09 42,96


ja

Subang 52,65 53,33 47,35 46,67


://

Purwakarta 49,80 49,45 50,20 50,55


tp

Karawang 54,24 52,40 45,76 47,60


ht

Bekasi 50,81 47,71 49,19 52,29


Bandung Barat 51,91 55,45 48,09 44,55
Pangandaran n.a 53,59 n.a 46,41
Kota Bogor 44,61 37,67 55,39 62,33
Kota Sukabumi 49,24 44,83 50,76 55,17
Kota Bandung 30,92 37,41 69,08 62,59
Kota Cirebon 43,68 46,75 56,32 53,25
Kota Bekasi 40,80 38,86 59,20 61,14
Kota Depok 40,06 37,48 59,94 62,52
Kota Cimahi 42,37 42,14 57,63 57,86
Kota Tasikmalaya 51,19 41,06 48,81 58,94
Kota Banjar 54,29 47,04 45,71 52,96
JAWA BARAT 48,11 47,48 51,89 52,52

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015 143


[KONSUMSI]

Indikator pola konsumsi ; Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS)

V.3. Distribusi total pengeluaran per kapita dan indek gini, 2014-2015
Distribusi Total Pengeluaran per Kapita (%)
Indeks Gini
Kabupaten/Kota 40% rendah 40% sedang 20% tinggi
2014 2015 2014 2015 2014 2015 2014 2015
Bogor 18,18 16,64 35,10 34,16 46,73 49,19 0,38 0,42
Sukabumi 21,39 19,64 37,21 36,46 41,40 43,90 0,32 0,36
Cianjur 23,47 23,36 37,75 38,38 38,78 38,27 0,28 0,28
Bandung 18,91 18,02 35,11 34,18 45,98 47,80 0,37 0,40
Garut 22,05 21,97 34,53 37,90 43,42 40,13 0,33 0,31
Tasikmalaya 23,46 22,54 36,08 36,90 40,46 40,56 0,29 0,30

.id
Ciamis 21,92 20,97 37,61 36,56 40,46 42,46 0,31 0,33
Kuningan 19,21 20,73 35,06 35,37 go
45,73
. 43,89 0,37 0,34
ps
Cirebon 23,15 21,18 38,12 36,74 38,73 42,08 0,28 0,33
r.b

Majalengka 21,00 19,99 35,65 35,72 43,35 44,29 0,34 0,35


Sumedang 20,78 19,95 37,42 36,51 41,80 43,54 0,33 0,35
ba

Indramayu 23,13 22,65 38,87 38,97 38,00 38,39 0,28 0,29


ja

Subang 21,75 20,41 37,55 38,10 40,70 41,49 0,31 0,33


://

Purwakarta 18,08 19,42 37,85 37,00 44,07 43,58 0,37 0,35


tp

Karawang 21,34 19,42 39,47 38,67 39,19 41,91 0,30 0,34


ht

Bekasi 20,29 19,98 38,61 37,12 41,10 42,90 0,33 0,35


Bandung Barat 21,88 21,06 35,22 35,49 42,90 43,45 0,33 0,34
Pangandaran n.a 19,45 n.a 36,40 n.a 44,15 n.a 0,36
Kota Bogor 18,50 14,27 37,32 31,15 44,18 54,58 0,36 0,47
Kota Sukabumi 19,25 15,85 35,94 34,35 44,81 49,80 0,36 0,43
Kota Bandung 13,48 15,44 32,80 33,24 53,72 51,32 0,48 0,44
Kota Cirebon 16,70 16,51 35,36 34,67 47,94 48,82 0,40 0,41
Kota Bekasi 19,98 16,64 39,16 35,17 40,86 48,19 0,33 0,41
Kota Depok 17,66 17,71 39,06 34,26 43,28 48,02 0,36 0,40
Kota Cimahi 17,47 16,96 36,86 37,17 45,66 45,87 0,39 0,40
Kota Tasikmalaya 18,85 13,80 35,38 30,99 45,77 55,21 0,37 0,48
Kota Banjar 21,19 17,18 37,40 32,86 41,41 49,96 0,32 0,42
JAWA BARAT 17,38 16,77 34,87 34,27 47,75 48,96 0,40 0,41

144 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015


[KONSUMSI]

Indikator pola konsumsi ; Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS)

V.4. Rata-rata konsumsi energi per kapita per hari menurut wilayah, 2014-2015
Rata-rata konsumsi energi per kapita per hari (Kkal)
Kabupaten/Kota Perkotaan Perdesaan Total
2014 2015 2014 2015 2014 2015
Bogor 1.848,07 1.987,82 1.885,43 1.973,61 1.855,97 1.984,97
Sukabumi 1.878,86 2.128,89 2.117,05 2.131,76 2.017,28 2.130,53
Cianjur 1.760,30 1.977,90 1.982,76 2.121,99 1.906,89 2.071,47
Bandung 1.886,03 2.047,98 2.086,55 2.105,50 1.917,89 2.056,56
Garut 1.636,57 1.766,20 1.689,87 1.964,46 1.666,74 1.876,52
Tasikmalaya 1.762,71 1.934,71 1.715,25 1.824,88 1.727,24 1.853,67

.id
Ciamis 1.824,31 1.929,57 1.940,78 1.938,24 1.906,54 1.935,61
Kuningan 1.966,31 2.080,24 2.023,95
. go 2.064,28 1.999,73 2.071,14
ps
Cirebon 1.970,19 2.038,02 1.934,01 2.124,97 1.961,79 2.057,35
r.b

Majalengka 1.921,45 2.177,52 2.080,78 2.213,29 2.008,19 2.196,66


Sumedang 2.040,81 2.159,68 2.129,85 2.204,67 2.092,21 2.185,21
ba

Indramayu 2.097,77 2.063,69 2.080,01 1.999,20 2.087,40 2.026,64


ja

Subang 2.026,44 2.253,11 2.053,23 2.271,49 2.044,76 2.265,51


://

Purwakarta 2.136,55 2.359,23 2.021,84 2.314,46 2.083,55 2.338,96


tp

Karawang 1.928,02 2.191,24 1.909,98 2.151,08 1.920,73 2.175,39


ht

Bekasi 1.917,03 2.172,52 1.988,35 2.193,25 1.931,20 2.176,43


Bandung Barat 1.588,47 1.945,33 1.669,98 2.031,70 1.619,31 1.977,20
Pangandaran n.a 2.165,14 n.a 2.314,32 n.a 2.269,04
Kota Bogor 1.709,76 1.965,10 - - 1.709,76 1.965,10
Kota Sukabumi 1.786,31 2.021,94 - - 1.786,31 2.021,94
Kota Bandung 1.732,79 1.967,99 - - 1.732,79 1.967,99
Kota Cirebon 1.704,06 1.889,37 - - 1.704,06 1.889,37
Kota Bekasi 1.715,66 1.923,03 - - 1.715,66 1.923,03
Kota Depok 1.872,13 2.027,62 - - 1.872,13 2.027,62
Kota Cimahi 1.822,28 1.974,64 - - 1.822,28 1.974,64
Kota Tasikmalaya 1.896,11 1.965,38 2.004,22 1.968,56 1.906,09 1.965,64
Kota Banjar 2.034,80 2.067,57 1.995,98 1.943,19 2.023,34 2.032,03
JAWA BARAT 1.842,95 2.027,85 1.945,23 2.078,14 1.877,31 2.044,29

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015 145


[KONSUMSI]

Indikator pola konsumsi ; Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS)

V.5. Rata-rata konsumsi protein per kapita per hari menurut wilayah, 2013-2014
Rata-rata konsumsi protein per kapita per hari (gram)
Kabupaten/Kota Perkotaan Perdesaan Total
2014 2015 2014 2015 2014 2015
Bogor 54,19 55,67 51,32 51,56 53,58 54,85
Sukabumi 53,82 58,34 59,58 57,57 57,17 57,90
Cianjur 50,60 53,62 54,03 54,69 52,86 54,32
Bandung 52,59 56,06 58,52 53,47 53,53 55,67
Garut 43,56 46,46 43,47 49,70 43,51 48,26
Tasikmalaya 51,72 52,35 48,66 49,78 49,43 50,46

.id
Ciamis 51,46 52,76 52,57 51,68 52,25 52,01

go
Kuningan 56,17 57,70 55,62 55,93 55,85 56,69
Cirebon 58,84 59,60 55,78
. 60,95 58,13 59,90
ps
Majalengka 55,54 61,56 60,53 60,93 58,26 61,22
r.b

Sumedang 59,86 61,12 59,48 60,89 59,64 60,99


ba

Indramayu 63,53 57,16 64,72 56,78 64,22 56,94


ja

Subang 60,32 67,91 61,66 66,47 61,24 66,94


://

Purwakarta 62,93 65,58 57,89 65,65 60,60 65,61


tp

Karawang 59,31 64,31 55,70 59,42 57,85 62,38


ht

Bekasi 59,66 63,42 56,06 58,98 58,94 62,58


Bandung Barat 45,99 53,16 46,70 54,48 46,26 53,65
Pangandaran n.a 64,00 n.a 61,12 n.a 62,00
Kota Bogor 51,37 55,90 - - 51,37 55,90
Kota Sukabumi 52,46 58,64 - - 52,46 58,64
Kota Bandung 54,49 57,34 - - 54,49 57,34
Kota Cirebon 53,35 55,68 - - 53,35 55,68
Kota Bekasi 54,74 57,11 - - 54,74 57,11
Kota Depok 59,60 61,78 - - 59,60 61,78
Kota Cimahi 55,20 56,72 - - 55,20 56,72
Kota Tasikmalaya 56,95 57,28 59,35 62,23 57,17 57,68
Kota Banjar 61,13 58,41 60,84 55,39 61,05 57,55
JAWA BARAT 55,13 57,88 54,82 56,23 55,02 57,34

146 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015


[PERUMAHAN]

Indikator perumahan ; Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS)

VI.1. Persentase rumah tangga menurut Lantai, Atap, Dinding, 2014-2015


Kualitas bangunan (%)
Atap Beton/Genteng/ Dinding Tembok/
Kabupaten/Kota Lantai bukan tanah
Sirap/Asbes Kayu
2014 2015 2014 2015 2014 2015
Bogor 97,22 98,09 99,91 99,79 90,92 89,58
Sukabumi 87,33 98,76 100,00 100,00 75,80 75,52
Cianjur 95,64 99,25 99,86 99,75 62,37 60,91
Bandung 98,92 99,34 100,00 100,00 74,66 75,20
Garut 97,30 99,70 99,86 100,00 63,38 66,21
Tasikmalaya 97,39 99,66 98,89 99,30 62,34 59,77

.id
Ciamis 95,05 98,06 99,09 99,90 73,16 73,09
Kuningan 99,03 99,11 99,90
. go 100,00 96,11 95,07
ps
Cirebon 96,89 94,61 100,00 100,00 96,11 94,63
Majalengka 97,42 98,80 99,88 100,00 91,14 90,11
r.b

Sumedang 97,52 100,00 100,00 100,00 77,69 76,34


ba

Indramayu 85,82 90,60 100,00 100,00 91,92 90,93


ja

Subang 92,61 92,11 100,00 100,00 85,24 81,51


://

Purwakarta 95,81 98,78 100,00 100,00 83,65 84,46


tp

Karawang 84,02 85,40 99,78 100,00 80,22 82,18


ht

Bekasi 89,63 94,16 100,00 100,00 91,35 92,90


Bandung Barat 97,14 99,47 99,82 100,00 78,14 77,38
Pangandaran n.a 93,80 n.a 96,38 n.a 64,57
Kota Bogor 99,19 99,49 100,00 100,00 98,42 96,83
Kota Sukabumi 97,44 98,55 99,66 100,00 90,68 86,31
Kota Bandung 99,57 99,71 99,75 99,45 98,63 98,79
Kota Cirebon 99,32 98,01 99,70 100,00 98,09 98,25
Kota Bekasi 99,54 99,35 100,00 99,84 98,83 99,14
Kota Depok 100,00 99,57 100,00 100,00 99,51 99,27
Kota Cimahi 99,78 99,90 100,00 99,86 99,49 98,78
Kota Tasikmalaya 94,69 99,78 99,90 100,00 86,32 92,59
Kota Banjar 98,45 98,93 100,00 100,00 79,75 83,14
JAWA BARAT 95,30 97,29 99,85 99,86 84,37 84,03

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015 147


[PERUMAHAN]

Indikator perumahan ; Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS)

VI.2. Rata-rata luas lantai per kapita, 2014-2015


2
Rata-rata luas lantai per kapita (m )

Kabupaten/Kota Perkotaan Perdesaan Total

2014 2015 2014 2015 2014 2015


Bogor 18,21 16,67 17,20 14,83 18,02 16,30
Sukabumi 18,88 16,87 18,25 15,60 18,49 16,15
Cianjur 22,22 16,00 19,29 15,78 20,18 15,86
Bandung 19,59 16,14 15,52 14,02 19,00 15,82
Garut 17,77 14,40 15,71 13,75 16,61 14,04
Tasikmalaya 20,75 16,20 17,03 14,79 17,89 15,16

.id
Ciamis 24,12 19,56 22,17 18,98 22,71 19,15
Kuningan 26,12 21,38 24,88. go 19,38 25,36 20,24
ps
Cirebon 26,37 18,76 24,96 19,31 26,05 18,88
Majalengka 25,29 22,38 25,29 21,84 25,29 22,09
r.b

Sumedang 21,45 18,53 24,77 17,71 23,42 18,06


ba

Indramayu 24,91 19,00 23,86 20,35 24,28 19,78


ja

Subang 23,54 19,82 23,24 17,48 23,32 18,24


://

Purwakarta 26,50 22,32 21,84 17,89 24,24 20,32


tp

Karawang 19,72 17,44 18,13 17,16 19,03 17,33


ht

Bekasi 19,45 16,54 19,54 15,56 19,47 16,35


Bandung Barat 20,04 17,74 18,06 16,56 19,29 17,30
Pangandaran n.a 21,45 n.a 16,29 n.a 17,85
Kota Bogor 24,47 22,03 . . 24,47 22,03
Kota Sukabumi 24,71 20,62 . . 24,71 20,62
Kota Bandung 23,75 19,71 . . 23,75 19,71
Kota Cirebon 34,73 23,72 . . 34,73 23,72
Kota Bekasi 23,87 21,84 . . 23,87 21,84
Kota Depok 24,30 20,45 . . 24,30 20,45
Kota Cimahi 26,75 18,94 . . 26,75 18,94
Kota Tasikmalaya 25,93 22,61 21,83 16,08 25,68 22,09
Kota Banjar 26,72 19,40 20,52 17,29 24,80 18,79
JAWA BARAT 23,29 18,52 20,73 16,70 22,37 17,93

148 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015


[PERUMAHAN]

Indikator perumahan ; Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS)

VI.3. Persentase rumah tangga menurut fasilitas, 2014-2015


fasilitas rumah (%)
Memiliki jamban sendiri Sumber penerangan
Kabupaten/Kota Air minum bersih
dengan tangki septik listrik
2014 2015 2014 2015 2014 2015
Bogor 56,98 66,64 53,48 47,46 99,91 99,80
Sukabumi 43,65 48,97 22,42 37,44 99,40 99,70
Cianjur 35,38 45,64 25,57 26,03 99,07 99,41
Bandung 73,28 78,38 54,13 47,85 100,00 100,00
Garut 54,68 55,83 34,17 35,21 99,59 100,00
Tasikmalaya 36,94 38,47 23,96 30,05 99,79 99,71

.id
Ciamis 52,17 56,02 56,82 48,22 99,89 99,66
Kuningan 56,61 60,75 79,03
. go 69,26 99,75 100,00
ps
Cirebon 64,15 63,34 54,04 51,41 99,81 99,68
Majalengka 64,86 63,94 63,70 59,34 99,77 100,00
r.b

Sumedang 61,66 72,08 76,93 60,77 99,92 99,95


ba

Indramayu 78,46 84,98 68,55 66,54 99,92 100,00


ja

Subang 64,22 56,47 62,08 66,34 99,78 99,80


://

Purwakarta 50,63 59,82 76,10 55,75 99,91 100,00


tp

Karawang 72,27 77,11 60,31 63,45 99,80 99,21


ht

Bekasi 88,66 90,16 75,20 76,02 100,00 99,85


Bandung Barat 50,51 51,37 58,96 38,70 99,92 100,00
Pangandaran n.a 64,08 n.a 42,64 n.a 99,70
Kota Bogor 81,76 85,20 71,52 68,77 100,00 100,00
Kota Sukabumi 69,04 74,95 24,86 30,03 100,00 99,89
Kota Bandung 88,37 91,67 38,39 38,12 99,87 100,00
Kota Cirebon 94,97 91,96 75,48 74,32 99,74 100,00
Kota Bekasi 88,76 83,50 94,18 89,19 100,00 99,89
Kota Depok 75,22 68,71 93,60 90,34 99,92 100,00
Kota Cimahi 83,36 81,04 53,22 51,30 100,00 100,00
Kota Tasikmalaya 65,39 72,61 41,77 38,77 99,90 100,00
Kota Banjar 77,56 68,41 77,14 72,22 100,00 100,00
JAWA BARAT 65,59 68,30 56,64 54,00 99,81 99,83

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015 149


[PERUMAHAN]

Indikator perumahan ; Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS)

VI.4. Persentase rumah tangga menurut status kepemilikan tempat tinggal, 2015
Status kepemilikan tempat tinggal (%)
Kabupaten/Kota Milik sendiri Kontrak/sewa Lainnya
2014 2015 2014 2015 2014 2015
Bogor 74,27 75,75 11,08 10,26 14,65 13,99
Sukabumi 88,45 88,42 0,78 2,26 10,77 9,32
Cianjur 83,46 86,03 3,57 2,76 12,97 11,21
Bandung 77,43 79,34 7,99 6,99 14,57 13,67
Garut 90,64 88,46 1,05 2,61 8,31 8,92
Tasikmalaya 91,18 92,51 1,18 1,00 7,64 6,49
Ciamis 92,54 94,90 0,56 1,64 6,90 3,46

.id
Kuningan 87,38 86,18 1,42 1,75 11,20 12,07
Cirebon 68,04 69,52 2,19 .go
2,62 29,76 27,86
ps
Majalengka 85,40 87,89 2,58 1,88 12,01 10,23
r.b

Sumedang 87,06 87,40 5,46 5,15 7,47 7,45


Indramayu 82,63 82,38 1,08 1,86 16,29 15,76
ba

Subang 90,00 93,66 1,46 1,74 8,54 4,60


ja

Purwakarta 85,11 85,68 6,05 7,96 8,84 6,36


://

Karawang 84,77 84,92 5,02 8,04 10,21 7,05


tp

Bekasi 79,50 79,41 14,57 16,87 5,93 3,72


ht

Bandung Barat 86,84 91,44 4,59 2,60 8,57 5,96


Pangandaran n.a 96,38 n.a 1,63 n.a 1,99
Kota Bogor 65,86 70,98 9,11 12,40 25,03 16,62
Kota Sukabumi 62,92 72,69 9,49 12,37 27,60 14,94
Kota Bandung 54,89 60,55 22,95 21,62 22,16 17,84
Kota Cirebon 66,41 70,59 7,23 7,58 26,36 21,83
Kota Bekasi 59,66 70,01 27,72 23,60 12,62 6,39
Kota Depok 68,47 69,98 22,79 22,34 8,74 7,68
Kota Cimahi 54,92 60,43 24,62 22,65 20,46 16,92
Kota Tasikmalaya 77,72 76,77 5,74 6,68 16,54 16,55
Kota Banjar 87,78 88,83 3,05 7,23 9,17 3,94
JAWA BARAT 78,54 80,63 8,44 8,54 13,02 10,84

150 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015


[SOSIAL LAINNYA]

Indikator sosial lainnya ; Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS)

VII.1. Persentase Penduduk yang melakukan perjalanan wisata, 2014-2015


Wilayah tempat tinggal (%)
Kabupaten/Kota Perkotaan Perdesaan Total
2014 2015 2014 2015 2014 2015
Bogor 9,73 15,97 4,02 7,75 8,52 14,32
Sukabumi 6,19 8,27 4,39 4,94 5,15 6,37
Cianjur 7,78 10,54 5,36 5,10 6,19 7,01
Bandung 9,61 17,11 5,51 9,81 8,96 16,03
Garut 9,51 14,43 5,81 12,49 7,42 13,35
Tasikmalaya 8,08 13,50 5,12 8,99 5,87 10,18

.id
Ciamis 5,66 15,60 8,48 12,22 7,65 13,25

go
Kuningan 11,21 15,80 8,20 9,58 9,46 12,25
Cirebon 5,06 9,01 2,77
. 6,60 4,53 8,47
ps
Majalengka 9,41 17,28 8,00 16,04 8,65 16,62
r.b

Sumedang 15,85 23,05 9,24 13,73 12,04 17,76


ba

Indramayu 9,93 12,92 5,32 8,07 7,24 10,13


ja

Subang 13,59 19,65 3,57 6,11 6,74 10,51


://

Purwakarta 18,68 28,52 8,13 17,86 13,80 23,70


tp

Karawang 7,65 12,79 1,32 6,70 5,09 10,39


ht

Bekasi 11,87 25,49 1,47 9,03 9,81 22,38


Bandung Barat 3,19 6,85 1,24 8,29 2,45 7,38
Pangandaran n.a 31,97 n.a 12,81 n.a 18,63
Kota Bogor 13,76 24,14 - - 13,76 24,14
Kota Sukabumi 7,13 15,85 - - 7,13 15,85
Kota Bandung 26,37 32,26 - - 26,37 32,26
Kota Cirebon 13,86 16,71 - - 13,86 16,71
Kota Bekasi 11,41 17,18 - - 11,41 17,18
Kota Depok 14,72 22,49 - - 14,72 22,49
Kota Cimahi 20,53 22,41 - - 20,53 22,41
Kota Tasikmalaya 6,70 18,97 2,93 19,67 6,36 19,03
Kota Banjar 11,53 18,18 9,44 16,97 10,92 17,83
JAWA BARAT 11,53 18,25 5,13 9,09 9,38 15,26

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015 151


[SOSIAL LAINNYA]

Indikator sosial lainnya ; Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS)


VII.2. Persentase rumah tangga yang mempunyai akses teknologi informasi, 2015
Alat media komunikasi dan informasi (%)

Kabupaten/Kota Telepon Seluler Komputer

2014 2015 2014 2015 2014 2015


Bogor 3,39 2,36 87,67 90,55 18,73 15,23
Sukabumi 1,90 0,84 80,92 80,34 8,88 8,96
Cianjur 2,83 0,69 76,44 81,42 8,49 5,50
Bandung 7,57 4,13 84,71 88,90 24,21 15,58
Garut 3,42 0,76 78,86 81,98 9,36 8,38
Tasikmalaya 3,53 0,60 79,30 78,81 8,82 7,56

.id
Ciamis 3,38 2,21 81,38 79,61 12,37 10,37
Kuningan
Cirebon
3,16
2,28
2,18
1,36
86,12
82,65
. go
84,96
88,79
17,65
11,96
13,06
10,54
ps

Majalengka 3,02 1,03 77,25 80,03 9,35 9,43


r.b

Sumedang 2,64 1,71 84,32 83,48 15,81 14,55


ba

Indramayu 2,19 0,54 81,69 83,05 11,23 9,92


ja

Subang 2,63 1,75 82,49 81,41 9,14 9,22


://

Purwakarta 4,35 2,12 90,30 88,71 19,76 18,76


tp

Karawang 3,40 0,39 86,31 86,37 10,15 12,84


ht

Bekasi 4,05 4,99 93,82 94,43 23,77 20,42


Bandung Barat 3,58 1,88 84,35 82,16 10,03 10,13
Pangandaran n.a 1,03 n.a 81,38 n.a 8,72
Kota Bogor 13,95 11,95 95,25 93,95 31,71 30,45
Kota Sukabumi 6,78 5,97 92,72 90,65 27,24 25,44
Kota Bandung 22,42 15,81 96,11 96,96 58,22 42,88
Kota Cirebon 15,08 12,33 91,14 91,68 35,39 26,25
Kota Bekasi 16,74 14,16 98,04 97,81 50,37 38,72
Kota Depok 16,57 11,27 97,68 97,58 54,88 37,70
Kota Cimahi 17,82 11,78 95,29 96,53 51,07 37,78
Kota Tasikmalaya 5,18 5,25 86,59 88,40 20,78 21,93
Kota Banjar 2,86 2,21 86,09 88,35 17,86 18,88
JAWA BARAT 6,31 4,18 86,38 87,65 21,45 17,33

152 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015


[SOSIAL LAINNYA]

Indikator sosial lainnya ; Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS)

VII.3. Persentase Penduduk yang mengakses internet 3 bulan terakhir, 2014-2015


Wilayah tempat tinggal (%)
Kabupaten/Kota Perkotaan Perdesaan Total
2014 2015 2014 2015 2014 2015
Bogor 23,43 26,56 5,02 9,60 19,46 23,16
Sukabumi 15,02 21,22 8,06 9,86 10,96 14,69
Cianjur 17,57 15,51 6,86 9,15 10,50 11,40
Bandung 19,56 26,24 10,44 11,08 18,11 23,98
Garut 13,57 16,94 6,09 13,38 9,35 14,97
Tasikmalaya 15,76 16,86 6,13 8,97 8,57 11,04

.id
Ciamis 14,26 19,62 10,63 12,27 11,68 14,51

go
Kuningan 19,37 26,43 11,95 16,20 15,05 20,63
Cirebon 13,42 18,68 10,41
. 13,93 12,72 17,61
ps
Majalengka 14,27 21,84 7,62 10,94 10,67 16,00
r.b

Sumedang 19,10 25,99 10,95 15,83 14,39 20,22


ba

Indramayu 15,79 23,08 14,20 16,60 14,86 19,35


ja

Subang 15,27 21,42 9,19 12,37 11,12 15,31


://

Purwakarta 27,91 34,38 11,99 15,70 20,58 25,96


tp

Karawang 15,29 22,90 7,13 10,70 11,99 18,09


ht

Bekasi 24,85 35,77 10,09 15,95 21,97 32,05


Bandung Barat 9,75 16,63 6,53 9,34 8,54 13,94
Pangandaran n.a 22,61 n.a 9,57 n.a 13,58
Kota Bogor 32,72 36,94 - - 32,72 36,94
Kota Sukabumi 20,58 33,27 - - 20,58 33,27
Kota Bandung 39,12 47,38 - - 39,12 47,38
Kota Cirebon 26,53 30,29 - - 26,53 30,29
Kota Bekasi 35,93 42,11 - - 35,93 42,11
Kota Depok 39,92 48,54 - - 39,92 48,54
Kota Cimahi 38,30 43,72 - - 38,30 43,72
Kota Tasikmalaya 15,81 28,30 5,81 14,97 14,87 27,19
Kota Banjar 13,72 25,71 13,72 19,34 13,72 23,89
JAWA BARAT 24,17 30,51 8,53 11,96 18,92 24,45

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015 153


[SOSIAL LAINNYA]

Indikator sosial lainnya ; Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS)

VII.4. Persentase rumah tangga penerima kredit usaha, 2014-2015


Penerima kredit usaha
Kabupaten/Kota
2014 2015
Bogor 5,62 8,50
Sukabumi 7,00 12,22
Cianjur 9,64 13,26
Bandung 6,23 11,33
Garut 8,59 11,99
Tasikmalaya 18,79 21,18
Ciamis 9,93 17,53

.id
Kuningan 13,05 15,16
Cirebon 3,62 . go 7,72
ps
Majalengka 8,43 15,85
r.b

Sumedang 16,89 17,99


Indramayu 7,63 17,13
ba

Subang 5,92 22,10


ja

Purwakarta 12,17 19,57


://

Karawang 3,98 9,20


tp

Bekasi 1,99 9,23


ht

Bandung Barat 4,88 10,43


Pangandaran n.a 31,03
Kota Bogor 5,67 4,73
Kota Sukabumi 5,15 16,59
Kota Bandung 5,91 8,99
Kota Cirebon 3,05 4,64
Kota Bekasi 0,71 1,62
Kota Depok 1,98 3,86
Kota Cimahi 4,87 10,20
Kota Tasikmalaya 13,14 23,25
Kota Banjar 13,00 26,16
JAWA BARAT 6,82 11,80

154 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015


[SOSIAL LAINNYA]

Indikator sosial lainnya ; Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS)

VII.5. Persentase Penduduk yang menjadi korban kejahatan, 2014-2015


Wilayah tempat tinggal (%)
Kabupaten/Kota Perkotaan Perdesaan Total
2014 2015 2014 2015 2014 2015
Bogor 2,22 1,08 1,24 0,99 2,01 1,06
Sukabumi 1,06 1,07 1,25 1,16 1,17 1,13
Cianjur 1,11 1,65 0,91 0,65 0,98 1,00
Bandung 0,93 1,06 0,46 0,99 0,86 1,05
Garut 2,26 1,03 1,37 0,67 1,76 0,83
Tasikmalaya 0,86 0,31 0,46 0,69 0,56 0,59

.id
Ciamis 0,52 0,56 0,28 0,51 0,35 0,52

go
Kuningan 1,60 0,67 0,99 0,42 1,25 0,53
Cirebon 1,40 0,71 1,57
. 2,21 1,44 1,05
ps
Majalengka 1,99 1,31 1,85 1,49 1,92 1,41
r.b

Sumedang 1,48 3,25 1,74 0,99 1,63 1,96


ba

Indramayu 0,61 1,11 0,67 0,47 0,64 0,74


ja

Subang 0,84 1,21 0,43 0,75 0,56 0,90


://

Purwakarta 2,31 1,40 1,14 0,64 1,77 1,06


tp

Karawang 0,31 1,03 0,07 0,72 0,22 0,91


ht

Bekasi 0,80 1,16 0,45 0,55 0,73 1,05


Bandung Barat 0,17 0,10 0,55 0,27 0,32 0,16
Pangandaran n.a 0,06 n.a 0,31 n.a 0,24
Kota Bogor 0,65 1,23 - - 0,65 1,23
Kota Sukabumi 1,20 1,54 - - 1,20 1,54
Kota Bandung 1,74 1,52 - - 1,74 1,52
Kota Cirebon 1,32 1,40 - - 1,32 1,40
Kota Bekasi 0,58 0,85 - - 0,58 0,85
Kota Depok 1,13 1,28 - - 1,13 1,28
Kota Cimahi 1,01 1,05 - - 1,01 1,05
Kota Tasikmalaya 1,96 0,88 0,00 1,59 1,78 0,94
Kota Banjar 0,97 1,00 0,78 0,69 0,92 0,91
JAWA BARAT 1,24 1,10 0,88 0,80 1,12 1,00

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015 155


ISTILAH TEKNIS

Air Minum Bersih Air yang bersumber dari ledeng, air kemasan, serta
pompa, sumur terlindung dan mata air terlindung
yang jarak ke tempat pembuangan limbah (septic
tank) > 10 meter.

Angka Beban Tanggungan Angka yang menyatakan perbandingan antara


penduduk usia tidak produktif (di bawah 15 tahun
dan 65 tahun ke atas) dengan penduduk usia
produktif (antara 15 sampai 64 tahun) dikalikan
100.

.id
go
Angka Harapan Hidup Perkiraan lama hidup rata-rata penduduk dengan
asumsi tidak ada perubahan pola mortalitas
.
ps
menurut umur.
r.b

Angka Kematian Bayi Probabilitas bayi meninggal sebelum mencapai usia


ba

satu tahun (dinyatakan dengan per seribu kelahiran


hidup).
ja
://

Angka Kesakitan Persentase penduduk yang mengalami keluhan


tp

kesehatan hingga mengganggu aktivitas sehari-


ht

hari.

Angka Melek Huruf Proporsi penduduk usia 15 tahun ke atas yang


dapat membaca dan menulis dalam huruf latin
atau lainnya.

Angka Partisipasi Sekolah Rasio anak yang sekolah pada kelompok umur
tertentu terhadap jumlah penduduk pada
kelompok umur yang sama.

Angka Putus Sekolah Proporsi anak usia sekolah yang sudah tidak
bersekolah lagi atau yang tidak menamatkan suatu
jenjang pendidikan tertentu.

Angka Partisipasi Murni Proporsi anak sekolah pada satu kelompok umur
tertentu yang bersekolah tepat pada tingkat yang
sesuai dengan kelompok umurnya.

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015 155


Angkatan Kerja Penduduk usia kerja (15 tahun ke atas) yang
bekerja, atau punya pekerjaan namun sementara
tidak bekerja, dan yang mencari pekerjaan.

Bekerja Melakukan kegiatan/pekerjaan dengan maksud


untuk memperoleh atau membantu memperoleh
pendapatan atau keuntungan dan lamanya bekerja
paling sedikit satu jam terus-menerus dalam
seminggu yang lalu (termasuk pekerja keluarga
tanpa upah yang membantu dalam suatu
usaha/kegiatan ekonomi). Mereka yang
mempunyai pekerjaan tetap tetapi sementara tidak
bekerja dianggap sebagai bekerja.

Indeks Gini Ukuran kemerataan pendapatan yang dihitung

.id
berdasarkan kelas pendapatan. Nilai Koefisien Gini

kemerataan
.go
terletak antara nol yang mencerminkan
sempurna dan satu yang
ps
menggambarkan ketidakmerataan sempurna.
r.b

Kepadatan Penduduk Rata-rata banyaknya penduduk per kilometer


ba

persegi.
ja

Lapangan Usaha Bidang kegiatan dari pekerjaan/tempat bekerja


dimana seseorang bekerja. Kegiatan in mengacu
://

pada Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indoonesia


tp

(KBLI) dalam satu digit.


ht

Masih Bersekolah Sedang mengikuti pendidikan di pendidikan dasar,


menengah atau tinggi ‘ Penduduk Usia Kerja
Penduduk yang berumur 15 tahun ke atas.

Penganggur Mereka yang termasuk dalam angkatan kerja dan


tidak bekerja tetapi mencari pekerjaan.

Pengangguran Terbuka Mereka yang termasuk pengangguran terbuka


adalah :
a.yang mencari pekerjaan
b.yang mempersiapkan usaha
c.yang tidak mencari pekerjaan, karena merasa
tidak mungkin mendapatkan pekerjaan
d.yang sudah mempunyai pekerjaan tetapi belum
mulai bekerja.

156 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015


Pengeluaran Pengeluaran untuk makanan dan bukan makanan.
Makanan mencakup seluruh jenis makanan
termasuk makanan jadi, minuman, tembakau dan
sirih. Bukan makanan mencakup perumahan,
sandang, biaya kesehatan, sekolah, dan
sebagainya.

Pekerja Tidak Dibayar seseorang yang bekerja membantu usaha untuk


memperolah penghasilan/keuntungan yang
dilakukan oleh salah seorang anggota rumah
tangga atau bukan anggota rumah tangga tanpa
mendapat gaji

Perjalanan Melakukan perjalanan pergi pulang (PP) sejauh


minimal 100 Kilometer dan tidak dalam rangka

.id
mencari nafkah dan tidak dilakukan secara rutin

Perkotaan go
Karakteristik sosial ekonomi dari wilayah
.
ps
administratif terkecil. Wilayah ini dikatakan sebagai
r.b

perkotaan jika memenuhi persyaratan tertentu


dalam hal kepadatan penduduk, lapangan kegiatan
ba

ekonomi utama, fasilitas-fasilitas perkotaan (jalan


ja

raya, sarana pendidikan formal, sarana kesehatan


umum, dan sebagainya). Secara operasional
://

penentuan daerah perkotaan dibuat dengan sistim


tp

skoring tertentu. Prosedur penentuan daerah


ht

perkotaan berlaku sejak tahun 1980 dan masih


berlaku hingga saat ini.

Peserta Keluarga Orang yang mempraktekkan salah satu metode


Berencana (Akseptor) kontrasepsi.

Rasio Jenis Kelamin Perbandingan atara jumlah penduduk laki-laki dan


perempuan di sutu daerah pada waktu tertentu.

Rata-Rata Lama Sekolah Rata-rata jumlah tahun yang dihabiskan oleh


penduduk berusia 15 tahun ke atas untuk
menempuh semua jenis pendidikan formal yang
pernah dijalani.

Status Gizi Keadaan tubuh anak atau bayi dilihat dari berat
badan menurut umur. Kategori status gizi ini dibuat
berdasarkan Standar WHO/NCHS.

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015 157


Status Pekerjaan kedudukan seseorang dalam unit usaha/kegiatan
dalam melakukan pekerjaan.

Tamat Sekolah Menyelesaikan pelajaran pada kelas atau tingkat


terakhir suatu jenjang sekolah di sekolah negeri
maupun swasta dengan mendapatklan tanda tamat
ijazah. Orang yang belum mengikuti pelajaran pada
kelas tertinggi tetapi telah mengikuti ujian dan
lulus dianggap tamat sekolah.

Tingkat Partisipasi Kerja Persentase angkatan kerja terhadap


Angkatan Kerja penduduk usia kerja.

Tingkat Pertumbuhan Angka yang menunjukkan tingkat pertambahan

.id
Penduduk penduduk per tahun dalam jangka waktu tertentu.

go
Angka ini dinyatakan sebagai persentase.
.
ps
r.b
ba
ja
://
tp
ht

158 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015


SUMBER DATA

Sensus Penduduk (SP) Sensus Penduduk (SP) diselenggarakan tiap 10 tahun


untuk mengumpulkan data dasar penduduk dan
rumah tangga di seluruh wilayah geografis Indonesia.
Sejak era kemerdekaan Indonesia telah
menyelenggarakan 6 kali sensus penduduk yaitu pada
tahun 1961, 1971, 1980, 1990, 2000 dan 2010.
SP menggunakan dua tahap pencacahan; yaitu,
pencacahan lengkap dan pencacahan secara sampel.
Pencacahan lengkap meliputi semua orang yang
berada di wilayah geografis Indonesia, baik Warga

.id
Negara Indonesia maupun Warga Negara Asing

go
(kecuali anggota Korps Diplomatik beserta
keluarganya), awak kapal berbendera Indonesia
.
ps
dalam perairan Indonesia, maupun para tuna wisma
(gelandangan) yang tidak mempunyai tempat tinggal
r.b

tetap. Pencacahan sampel mencakup semua


ba

penduduk yang bertempat tinggal di blok-blok


sensus/wilayah pencacahan yang terpilih secara acak
ja

dan mencakup sekitar 5 persen rumah tangga.


://
tp

Survei Sosial Ekonomi Kegiatan Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)


ht

Nasional (SUSENAS) dimulai pada tahun 1963. Sampai dengan tahun 2010
telah diadakan 40 kali survei. Susenas mengumpulkan
data kependudukan, pendidikan, kesehatan/gizi,
perumahan/ lingkungan hidup, kegiatan sosial
budaya, konsumsi dan pendapatan rumah tangga,dan
perjalanan. Karakteristik sosial ekonomi penduduk
yang umum dikumpulkan melalui pertanyaan kor
(pokok) setiap tahun. Karakteristik sosial ekonomi
penduduk yang lebih spesifik, dikumpulkan melalui
pertanyaan modul setiap tiga tahun.
Sampai tahun 1991 ukuran sampel Susenas beragam
dari 25 ribu sampai 100 ribu rumah tangga. Pada
tahun 1992, sistem pengumpulan data Susenas
diperbaharui, yaitu informasi yang digunakan untuk
menyusun Inkesra yang terdapat dalam modul
(keterangan yang dikumpulkan tiga tahun sekali)
ditarik ke dalam kor (kelompok keterangan yang
dikumpulkan tiap tahun). Pada tahun 1993 ukuran

Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015 159


sampelnya menjadi sekitar 205 ribu rumah tangga.
Seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk,
jumlah sampel rumah tangga juga meningkat. Pada
tahun 2010, jumlah sampel rumah tangga mencapai
lebih dari 300 ribu rumah tangga tepatnya sekitar
304.368 rumah tangga. Peningkatan jumlah sampel
tersebut akan memungkinkan dilakukan penyajian
data sampai tingkat kabupaten/kotamadya. Dengan
adanya peningkatan jumlah sampel tersebut BPS
melibatkan mitra statistik selain organik BPS dalam
pelaksanaan pengumpulan data di lapangan. Mulai
tahun 2015 Susenas dilaksanakan secara Semesteran
yaitu Semester I dilaksanakan bulan Maret untuk
menghasilkan estimasi sampai kabupaten/kota,
sedangkan semester II dilaksanakan bulan September

.id
dimana hasil estimasinya hanya sampai level provinsi
saja. . go
ps
r.b

Survei Angkatan Kerja Kegiatan Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas)


Nasional (SAKERNAS) pertama kali dilakukan pada tahun 1976 untuk
ba

melengkapi data kependudukan khususnya


ja

ketenagakerjaan. Sejak tahun 1986-1993,


pelaksanaan Sakernas dilakukan 4 kali dalam setahun
://

pada bulan-bulan Februari, Mei, Agustus, dan


tp

Novem- ber. Tetapi mulai 1994-2001 pelaksanaannya


ht

dilakukan sekali dalam setahun yaitu sekitar bulan


Agustus dengan sampel sekitar 65.000 rumah tangga.
Selama periode tahun 2002-2004, Sakernas selain
dilakukan secara triwulanan juga dilakukan secara
tahunan. Pada tahun 2005 - 2010 Sakernas dilakukan
semesteran dilakukan pada bulan Februari dan
November, sedangkan pada tahun 2011 - 2014
kembali dilakukan triwulanan yaitu pada bulan
Februari, Mei, Agustus dan November. Sedangkan
mulai tahun 2015, seperti Susenas, Sakernas pun
dilaksanakan semesteran yaitu bulan Februari dan
Agustus, dimana pelaksanaan Agustus untuk
menghasilkan estimasi hingga level kabupaten/kota
sedangkan Februari hanya sampai level provinsi.

160 Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015


ht
tp
://
ja
ba
r.b
ps
.g
o.
id
ht
tp
://
ja
ba
r.b
ps
.g
o.id

Anda mungkin juga menyukai