Anda di halaman 1dari 129

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Gangguan jiwa merupakan gangguan dalam proses berfikir


(kognitif), perihal menganai perasaan (afektif), dan perilaku (psikomotorik)
(Yosep, 2007). Gangguan jiwa adalah penyakit yang disebabkan secara
sosial, psikologis, genetik, kimiawi dan termanifestasi dalam perilaku
abnormal (Thang, 2011). Orang yang mengalami gangguan jiwa biasa
disebut orang dengan gangguan jiwa (ODGJ).

Timbulnya gangguan jiwa dapat dipengaruhi oleh faktor predisposisi


dan faktor presipitasi. Banyak faktor yang bisa mempengaruhi timbulnya
gangguan jiwa, seperti faktor lingkungan, sosial, budaya, dan ekonomi.
Seperti kasus yang banyak dialami yaitu masalah ansietas atau kecemasan.
Ansietas bisa dialami oleh siapa saja, tidak memandang apakah penderita
merupakan anak kecil maupun orang tua. Selain ansietas, kini gangguan
jiwa halusinasi serta masalah kehilangan dan berduka juga harus menjadi
perhatian utama bagi seluruh kalangan masyarakat. Hal tersebut
dikarenakan banyak masyarakat yang berasumsi bahwa ansietas, halusinasi
dan kelihangan-berduka bukanlah sesuatu yang sulit ditangani sehingga
tidak dijadikan suatu prioritas utama. Hal seperti inilah yang menyebabkan
gangguan jiwa tersebut semakin parah yang akan berkembang menjadi
stress, depresi bahkan dapat membahayakan diri sendiri maupun orang lain.

Fenomena belakangan ini di kota – kota besar, bahkan di Negara


maju terutama Indonesia menunjukkan peningkatan tajam terhadap perilaku
gangguan jiwa yang disebabkan oleh faktor sosial ekonomi yang belum
stabil. Di Indonesia jumlah penderita penyakit jiwa berat sudah cukup
memprihatinkan, yakni mencapai 6 juta orang atau sekitar 2,5% dari total

1
penduduk. Berdasarkan hasil Survei Kesehatan Mental Rumah Tangga
(SKMRT) pada tahun 1985 yang dilakukan terhadap penduduk di 11
kotamadya oleh Jaringan Epidemiologi Psikiatri Indonesia, ditemukan 185
per 1.000 penduduk rumah tangga dewasa menunjukkan adanya gejala
gangguan kesehatan jiwa baik yang ringan maupun berat. Dengan analogi
lain bahwa satu dari lima penduduk Indonesia menderita gangguan jiwa dan
mental. Sebuah fenomena angka yang sangat mengkhawatirkan bagi sebuah
bangsa. Maka dari itu dibutuhkan penanganan yang cepat dan tepat dalam
mengatasi pasien dengan gangguan kejiawaan.

1.2 Rumusan Masalah

1.2.1 Konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan ansietas.


1.2.2 Contoh kasus asuhan keperawatan pasien dengan ansietas.
1.2.3 Konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan kehilangan dan
berduka.
1.2.4 Contoh kasus asuhan keperawatan pada pasien dengan
kehilangan dan berduka.
1.2.5 Konsep asuhan keperawatan pada pasien dengan halusinasi.
1.2.6 Contoh kasus asuhan keperawatan pada pasien dengan
halusinasi.

1.3 Tujuan Penulisan

1.3.1 Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pada pasien


dengan ansietas.
1.3.2 Untuk mengetahui contoh kasus asuhan keperawatan pasien
dengan ansietas.
1.3.3 Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pada pasien
dengan kehilangan dan berduka.
1.3.4 Untuk mengetahui contoh kasus asuhan keperawatan pada pasien
dengan kehilangan dan berduka.

2
1.3.5 Untuk mengetahui konsep asuhan keperawatan pada pasien
dengan halusinasi.
1.3.6 Untuk mengetahui contoh kasus asuhan keperawatan pada pasien
dengan halusinasi.

1.4 Manfaat Penulisan

1.4.1 Manfaat Teoretis


Secara teoretis, makalah ini diharapkan dapat bermanfaat
untuk dijadikan sebagai sumber informasi dalam menjawab
permasalahan-permasalahan yang terjadi dalam proses
pembelajaran terutama dalam meningkatkan hasil belajar
mahasiswa.

1.4.2 Manfaat Praktis


1.4.2.1 Bagi Dosen
Manfaat makalah ini dapat mengembangkan kualitas
pembelajaran menjadi lebih menarik, dapat menjalankan
tugas sebagai pendidik dengan baik yaitu dengan
merencanakan pembelajaran secara matang, dapat
mengidentifikasi kesulitan-kesulitan belajar yang dialami
oleh mahasiswa pada pembelajaran juga dapat menciptakan
kreativitas dan inovasi-inovasi
dalam pembelajaran salah satunya dengan
menggunakan pendekatan pembelajaran.

1.4.2.2 Bagi mahasiswa


Manfaat makalah ini bagi siswa dapat meningkatkan
semangat dan motivasi dalam mengikuti pembelajaran.
Penggunaan pendekatan pembelajaran yang inovatif
diharapkan dapat memberikan pengalaman belajar yang

3
bermakna dan tidak membuat mahasiswa jenuh. Selain itu
kesulitan-kesulitan yang dialami oleh mahasiswa dalam
memahami materi khususnya materi-materi yang terdapat
dalam pembelajaran subtema bahasa ilmu pengetahuan
teknologi dan seni.

4
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


ANSIETAS

2.1.1 Tinjauan Teori

A. Definisi
Ansietas adalah perasaan yang difius, yang sangat tidak
menyenangkan, agak tidak menentu dan kabur tentang sesuatu yang
akan terjadi. Perasaan ini disertai dengan suatu atau beberapa reaksi
badaniah yang khas dan yang akan datang berulang bagi seseorang
tertentu. Perasaan ini dapat berupa rasa kosong di perut, dada sesak,
jantung berdebar, keringat berlebihan, sakit kepala atau rasa mau
kencing atau buang air besar. Perasaan ini disertai dengan rasa ingin
bergerak dan gelisah. (Harold I. LIEF) “Anenvous condition of unrest”
(Leland E. HINSIE dan Robert S Campbell).

Ansietas adalah perasaan tidak senang yang khas yang


disebabkan oleh dugaan akan bahaya atau frustrasi yang mengancam
yang akan membahayakan rasa aman, keseimbangan, atau kehidupan
seseorang individu atau kelompok biososialnya. (J.J GROEN).

Cemas (ansietas) adalah sebuah emosi dan pengalaman subjektif


dari seseorang. Pengertian lain cemas adalah suatu keadaan yang
membuat seseorang tidak merasa nyaman dan terbagi dalam beberapa
tingkatan. Jadi, cemas berkaitan dengan perasaan yang tidak pasti dan
tidak berdaya.

5
B. Gejala Umum Ansietas
1. Gejala psikologik
Ketegangan, kekuatiran, panik, perasaan tak nyata, takut mati, takut
”gila”, takut kehilangan kontrol dan sebagainya.
2. Gejala fisik:
Gemetar, berkeringat, jantung berdebar, kepala terasa ringan, pusing,
ketegangan otot, mual, sulit bernafas, baal, diare, gelisah, rasa gatal,
gangguan di lambung dan lain-lain. Keluhan yang dikemukakan
pasien dengan ansietas kronik seperti: rasa sesak nafas; rasa sakit
dada; kadang-kadang merasa harus menarik nafas dalam; ada sesuatu
yang menekan dada; jantung berdebar; mual; vertigo; tremor; kaki
dan tangan merasa kesemutan; kaki dan tangan tidak dapat diam ada
perasaan harus bergerak terus menerus; kaki merasa lemah, sehingga
berjalan dirasakan beret; kadang- kadang ada gagap dan banyak lagi
keluhan yang tidak spesifik untuk penyakit tertentu. Keluhan yang
dikemukakan disini tidak semua terdapat pada pasien dengan
gangguan ansietas kronik, melainkan seseorang dapat saja
mengalami hanya beberapa gejala 1 keluhan saja. Tetapi pengalaman
penderitaan dan gejala ini oleh pasien yang bersangkutan biasanya
dirasakan cukup gawat.
C. Faktor Predisposisi
1. Teori Psikoanalitik
Menurut freud,struktur kepribadian terdiri dari 3 elemen
yaitu “ID, EGO Dan SUPER EGO”. Ego melambangkan dorongan
insting dan impuls primitif. Super ego mencerminkan hati nurani
seseorang dan dikendalikan oleh norma-norma budaya seseorang,
sedangkan Ego digambarkan sebagai mediator antara tuntutan dari
ID dan Super Ego.
2. Teori Interpersonal

6
Ansietas terjadi dari ketakutan akan penolakan interpersonal.
Hal ini juga dihubungkan akan trauma pada masa pertumbuhan,
seperti kehilangan, perpisahan individu yang mempunyai harga diri
rendah biasanya sangat mudah mengalami ansietas yang berat.

3. Teori Perilaku
Ansietas merupakan hasil frustasi dari segala sesuatu yang
mengganggu kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang
diinginkan. Teori ini meyakini bahwa manusia yang pada awal
kehidupannya dihadapkan pada rasa takut yang berlebihan akan
menunjukkan kemungkinan ansietas yang berat pada kehidupan
masa dewasanya.

D. Penggolongan Ansietas
1. Ansietas ringan
Ansietas ringan adalah perasaan bahwa ada sesuatu yang
berbeda dan membutuhkan perhatian khusus. Stimulasi sensori
meningkat dan membantu individu memfokuskan perhatian untuk
belajar, bertindak, menyelesaikan masalah, merasakan, dan
melindungi dirinya sendiri. Ansietas ringan berhubungan dengan
ketegangan akan peristiwa kehidupan sehari-hari. Pada tingkat ini
lahan persepsi melebar dan individu akan berhati-hati dan waspada.

a. Respon Fisiologis
1) Sesekali nafas pendek
2) Nadi dan tekanan darah naik
3) Gejala ringan pada lambung
4) Muka berkerut dan bibir bergetar
5) Ketegangan otot ringan
6) Rileks atau sedikit gelisah
b. Respon Kognitif

7
1) Mampu menerima rangsang yang kompleks
2) Konsentrasi pada masalah
3) Menyelesaikan masalah secara efektif
4) Perasaan gagal sedikit
5) Waspada dan memperhatikan banyak hal
6) Terlihat tenang dan percaya diri
7) Tingkat pembelajaran optimal
c. Respon Perilaku dan Emosi
1) Tidak dapat duduk tenang
2) Tremor halus pada tangan
3) Suara kadang-kadang meninggi
4) Sedikit tidak sabar
5) Aktivitas menyendiri
2. Ansietas Sedang
Ansietas sedang merupakan perasaan yang mengganggu
bahwa ada sesuatu yang benar-benar berbeda, individu menjadi
gugup atau agitasi. Misalnya, seorang wanita mengunjungi ibunya
untuk pertama kali dalam beberapa bulan dan merasa bahwa ada
sesuatu yang sangat berbeda. Ibunya mengatakan bahwa berat
badannya turun banyak tanpa ia berupaya menurunkannya. Pada
tingkat ini lahan persepsi terhadap lingkungan menurun, individu
lebih memfokuskan pada hal yang penting saat itu dan
mengesampingkan hal yang lain.

a. Respon fisiologis
1) Ketegangan otot sedang
2) Tanda-tanda vital meningkat
3) Pupil dilatasi, mulai berkeringat
4) Sering mondar-mandir, memukulkan tangan
5) Suara berubah: suara bergetar, nada suara tinggi

8
6) Kewaspadaan dan ketegangan meningkat
7) Sering berkemih, sakit kepala, pola tidur berubah, nyari
punggung

b. Respon kognitif
1) Lapang persepsi menurun
2) Tidak perhatian secara selektif
3) Fokus terhadap stimulus meningkat
4) Rentang perhatian menurun
5) Penyelesaian masalah menurun
6) Pembelajaran berlangsung dengan memfokuskan
c. Respon prilaku dan emosi
1) Tidak nyaman
2) Mudah tersinggung
3) Kepercayaan diri goyah
4) Tidak sadar
5) Gembira
3. Ansietas berat
Ansietas berat dialami ketika individu yakin bahwa ada
sesuatu yang berbeda dan ada ancaman; ia memperlihatkan respon
takut dan distres. Ketika individu mencapai tingkat tertinggi ansietas,
panik berat, semua pemikiran rasional berhenti dan individu tersebut
mengalami respon fight, flight atau freeze-yakni, kebutuhan untuk
pergi secepatnya, tetap ditempat dan berjuang, atau menjadi beku
atau tidak dapat melakukan sesuatu.

a. Respon fisiologis
1) Ketegangan otot berat
2) Hiperventilasi
3) Kontak mata buruk

9
4) Pengeluaran keringat meningkat
5) Bicara cepat, nada suara tinggi
6) Tindakan tanpa tujuan dan serampangan
7) Rahang menegang, menggetakkan gigi
8) Kebutuhan ruang gerak meningkat
9) Mondar-mandir, berteriak
10) Meremas tangan, genetar
b. Respon kognitif
1) Lapang persepsi terbatas
2) Proses berfikir terpecah-pecah
3) Sulit berfikir
4) Penyelesaian masalah buruk
5) Tidak mampu mempertimbangkan informasi
6) Hanya memerhatikan ancaman
7) Preokupasi dengan pikiran sendiri
8) Egosentris
c. Respon prilaku dan emosi
1) Sangat cemas
2) Agitasi
3) Takut
4) Bingung
5) Merasa tidak adekuat
6) Menarik diri
7) Penyangkalan
8) Ingin bebas
E. Bentuk Gangguan Ansietas
1. Gangguan Panik
Serangan panik adalah suatu episode ansietas yang cepat,
intens, dan meningkat, berlangsung 15-30 menit, ketika individu
mengalami ketakutan emosional yang besar juga ketidaknyamanan

10
fisiologis. Diagnosis gangguan panik ditegakkan ketika individu
mengalami serangan panik berulang dan tidak diharapkan yang
diikuti oleh rasa khawatir yang menetap sekurang-kurangnya satu
bulan bahwa ia akan mengalami serangan panik berikutnya atau
khawatir tentang makna serangan panik, atau perubahab prilaku
yang signifikan terkait dengan serangan panik, saat gejala-gejala
tersebut bukan akibat penyalahgunaan zat atau gangguan jiwa lain.
Sedikitnya lebih dari 75% individu dengangangguan panik
mengalami serangan awal spontan tanpa ada pemicu dari
lingkungan. Sisanya mengalami serangan panik yang distimulasi
oleh stimulus fobia atau karena berada di bawah pengaruh zat yang
mengubah sistem saraf pusat dan menstimulasi respon hormonal,
organ, tanda vital yang sama, yamg terjadi pada serangan panik.
Setengah dari individu yang mengalami serangan panik juga
mengalami agorafobia.

Ada dua kriteria Gangguan panik: gangguan panik tanpa


agorafobia dan gangguan panik dengan agorofobia kedua gangguan
panik ini harus ada serangan panic.

F. Gambaran Klinis
Serangan panik pertama seringkali spontan, tanpa tanda mau
serangan panik, walaupun serangan panik kadang-kadang terjadi setelah
luapan kegembiraan, kelelahan fisik, aktivitas seksual atau trauma
emosional. Klinisi harus berusaha untuk mengetahui tiap kebiasaan atau
situasi yang sering mendahului serangan panik. Serangan sering dimulai
dengan periode gejala yang meningkat dengan cepat selama 10 menit.
Gejala mental utama adalah ketakutan yang kuat, suatu perasaan
ancaman kematian dan kiamat. Pasien biasanya tidak mampu
menyebutkan sumber ketakutannya. Pasien mungkin merasa
kebingungan dan mengalami kesulitan dalam memusatkan perhatian.

11
Tanda fisik adalah takikardia, palpitasi, sesak nafas dan berkeringat.
Pasien seringkali mencoba untuk mencari bantuan. Serangan biasanya
berlangsung 20 sampai 30 menit.

Agorafobma : pasien dengan agorafobia akan menghindari


situasi dimana ia akan sulit mendapatkan bantuan. Pasien mungkin
memaksa bahwa mereka harus ditemani setiap kali mereka keluar
rumah.

G. Gejala Penyerta
Gejala depresi seringkali ditemukan pada serangan panik dan
agorafobia, pada beberapa pasien suatu gangguan depresi ditemukan
bersama-sama dengan gangguan panik. Penelitian telah menemukan
bahwa resiko bunuh diri selama hidup pada orang dengan gangguan
panik adalah lebih tinggi dibandingkan pada orang tanpa gangguan
mental.

H. Mekanisme Koping Terhadap Kecemasan

1. Menyerang
Pola konstruktif : berupa memecahkan masalah secara efektif
Pola destruktif : marah dan bermusuhkan
2. Menarik diri
Menjauhi sumber stres
3. Kompromi
Mengubah cara bekerja atau cara penyelesaian, menyesuaikan tujuan
atau mengorbankan salah satu kebutuhan pribadi

I. Mekanisme Koping Untuk Mengatasi Kecemasan

1. Task Oriented Reaction : individu menilai secara objektif


2. Ego Oriented Reaction : melindungi diri sendiri, tidak menggunakan
secara realitas

12
2.1.2 Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Ansietas
A. Pengkajian
Pengkajian ditujukan pada fungsi fisiologis dan perubahan
perilaku melalui gejala atau mekanisme koping sebagai pertahanan
terhadap kecemasan.

1. Kaji faktor predisposisi


Faktor predisposisi adalah semua ketegangan dalam kehidupan yang
dapat menyebabkan timbulnya kecemasan seperti:
a. Peristiwa traumatik yang dapat memicu terjadinya kecemasan
dengan krisis yang dialami individu baik krisis perkembangan
atau situasional.
b. Konflik emosional yang dialami individu dan tidak terselesaikan
dengan baik. Konflik antara id dan super ego atau antara
keinginan dan kenyataan dapat menimbulkan kecemasan pada
individu.
c. Konsep diri terganggu akan menimbulkan ketidakmampuan
individu berpikir secara realistis sehingga akan menimbulkan
kecemasan.
d. Frustasi akan menimbulkan rasa ketidakberdayaan untuk
mengambil keputusan yang berdampak terhadap ego.
e. Gangguan fisik akan menimbulkan kecemasan karena
merupakan ancaman terhadap integritas fisik yang dapat
mempengaruhi konsep diri individu.
f. Pola mekanisme koping keluarga atau pola keluarga menangani
setres akan mempengaruhi individu dalam berespon terhadap
konflik yang dialami karena pola mekanisme koping individu
banyak dipelajari dalam keluarga.

13
g. Riwayat gangguan kecemasan dalam keluarga akan
mempengaruhi respon individu dalam berespon terhadap konflik
dan mengatasi kecemasannya.
h. Medikasi yang dapat memicu terjadinya kecemasan adalah
pengobatan yang mengandung benzodiepin, karena benzodizepin
dapat menekan neurotrasmiter gamma amino butyric acid
(GABA) yang mengontrol aktivitas neuron di otak yang
bertanggung jawab menghasilkan kecemasan.

2. Kaji Stressor Presipitasi


Stressor presipitasi adalah semua ketegangan dalam
kehidupan yang dapat mencetuskan timbulnya kecemasan. Stressor
presipitasi kecemasan dikelompokkan menjadi dua bagian:

a. Ancaman terhadap integritas fisik. Ketegangan yang mengancam


integritas fisik meliputi:
1) Sumber internal, mrliputi kegagalan mekanisme fisiologis
system imun, regulasi suhu tubuh, perubahan biologis normal
(mis.hamil)
2) Sumber eksternal, meliputi paparan terhadap infeksi virus
dan bakteri, polutan lingkungan, kekurangan nutrisi, tidak
adekuatnya tempat tinggal.
b. Ancaman terhadap harga diri meliputi sumber internal dan
eksternal.
1) Sumber internal: kesulitan dalam berhubungan interpersonal
dirumah dan di tempat kerja, penyesuaian terhadap peran
baru. Berbagai ancaman terhadap integritas fisik juga dapat
mengancam harga diri.

14
2) Sumber eksternal: kehilangan orang yang dicintai, perceraian,
perubahan status pekerjaan, tekanan kelompok, social
budaya.
3. Kaji Perilaku
Secara langsung kecemasan dapat diekspresikan melalui
respon fisiologis dan psikologis dan secara tidak langsung melalui
pengembangan mekanisme koping sebagai pertahanan melawan
kecemasan.

a. Respon fisiologis.
Mengaktifkan system saraf otonom(simpatis dan parasimpatis)
b. Respon psikologologis.
Kecemasan dapat mempengaruhi aspek intrapersonal maupun
personal.
c. Respon kognitif.
Kecemasan dapat mempengaruhi kemampuan berpikir baik
proses pikir maupun isis pikir, diantaranya adalah tidak mampu
memperhatikan, konsentrasi menurun, mudah lupa, menurunya
lapangan persepsi, bingung.
d. Respon afektif.
Klien akan mengekspresikan dalam bentuk kebingungan dan
curiga berlebihan sebagai reaksi emosi terhadap kecemasan.
4. Kaji penilaian terhadap stressor
5. Kaji sumber dan mekanisme koping
6. Rentang perhatian menurun
7. Gelisah, iritabilitas
8. Control impuls buruk
9. Perasaan tidak nyaman, ketakutan, atau tidak berdaya
10. Defisit lapangan persepsi
11. Penurunan kemampuan berkomunikasi secara verbal

15
B. Diagnosa Keperawatan
1. Ansietas
Penyebab :
- Krisis situasional
- Kebutuhan tidak terpenuhi
- Ancaman terhadap konsep diri
- Ancaman terhadap kematian
- Kekhawatiran mengalami kegagalan
- Disfungsi system keluarga
- Hubungan orang tua-anak tidak memuaskan
- Faktor keturunan
- Penyalahgunaan zat
- Terpapar bahaya lingkungan
- Kurang terpapar informasi
2. Harga diri rendah
- Terpapar situasi traumatis
- Kegagalan berulang
- Kurangnya pengakuan dari orang lain
- Ketidak efektifan mengatasi masalah kehilangan
- Gangguan psikiatri
- Penguatan negatif berulang
- Ketidak sesuaian budaya
3. Gangguan citra tubuh
- Perubahan struktur/bentuk tubuh (mis. Amputasi, trauma,
obesitas)
- Perubahan fungsi tubuh (mis. Proses penyakit, kehamilan,
kelumpuhan)
- Perubahan fungsi kognitif
- Ketidaksesuaian budaya, keyakinan atau system nilai
- Transisi perkembangan

16
- Gangguan psikososial
- Efek tindakan/pengobatan
4. Koping tidak efektif
- Ketidakpercayaan terhadap kemampuan diri mengatasi masalah
- Ketidakadekuatan system pendukung
- Ketidakadekuatan strategi koping
- Ketidakteraturan atau kekacauan lingkungan
- Ketidakcukupan persiapan untuk menghadapi stressor
- Krisis situasional
- Krisis maturasional
- Kerentanan personalitas
- Ketidakpastian
5. Kurangnya pengetahuan
- Keterbatasan kognitif
- Gangguan fungsi kognitif
- Kekeliruan mengikuti anjuran
- Kurang terpapar informasi
- Kurang minat dalam belajar
- Kurang mampu mengingat
- Ketidaktahuan sumber informasi

C. Intervensi Keperawatan
DX 1: Ansietas

Kriteria hasil:

1. Klien mendiskusikan tentang perasaan cemasnya.


2. Klien mengidentifikasi respon terhadap stress.
3. Klien mendiskusiksn suatu topik ketika bertemu dengan perawat.
Intervensi:

17
1. Eksplorasi perasaan cemas klien, perlihatkan diri sebagai orang yang
hangat, menjadi pendengar yang baik.
2. Bantu klien mengenali perasaan cemas dan menyadari nilainya.
3. Melakukan komunikasi dengan teknik yang tepat dan dimulai dari
topic yang ringan.
4. Bantu klien mengidentifikasi respon terhadap stress

DX 2 : Koping tidak efektif

Kriteria hasil:

1. Klien memiliki koping terhadap ancaman.


2. Strategi koping positif.
3. Untuk mengetahui sebab biologis.
4. Klien melakukan aktifitas seperti biasanya.
Intervensi:

1. Dorong klien untuk menggunakan koping adaptif dan efektif yang


telah berhasil digunakan pada masa lampau.
2. Bantu klien melihat keadaan saat ini dan kepuasan mencapai tujuan.
3. Bantu klien untuk menentukan strategi koping positif.
4. Konseling dan penyuluhan keluarga ataupun orang terdekat tentang
penyebab biologis.
5. Dorong klien untuk melakukan aktifitas yang disukainya, hal ini
akan membatasi klien untuk menggunakan mekanisme koping yang
tidak adekuat.
DX 3: Ansietes yang berhubungan dengan rencana pembedahan.

Kriteria hasil:

1. Meningkatkan kesadaran diri klien.

18
2. Klien merasakan tenang dan nyaman dengan lingkungannya.
3. Klien memahami rasa takutnya ekstrim dan berlebihan.
Intervensi:

1. Perawat harus dapat menyadari perasaan cemasnya, membuka


perasaan cemasnya dan menangani secara konstruktif dan gunakan
cara yang dilakukan perawat secara terapeutik untuk membantu
mengatasi kecemasan klien.
2. Fasilitasi lingkungan dengan stimulus yang minimal, tenang dan
membatasi interaksi dengan orang lain atau kurangi kontak dengan
penyebab stresnya.
3. Berikan alternatif pilihan pengganti, tidak mengonfrontasi dengan
objek yang ditakutinya, tidak ada argument, tidak mendukung
fobianya, terapkan batasan perilaku klien untuk membantu mencapai
kepuasan dengan aspek lain.

19
2.2 Contoh Kasus Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Ansietas

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA PASIEN Ny. S

DENGAN KECEMASAN (ANSIETAS)

PENGKAJIAN
I. IDENTITAS KLIEN
1. Nama : Ny. W
2. Umur : 55 tahun
3. Jenis kelamin : Perempuan
4. Agama : hindu
5. Pendidikan : SMA
6. Pekerjaan : Wiraswasta
7. Status : Kawin
8. Tgl. Pengkajian : 22 Mei 2018

II. KELUHAN UTAMA


Klien mengatakan cemas karena gula darahnya naik dan merasa
pusing.

III. PREDISPOSISI DAN PRESIPITASI


Predisposisi: klien mengatakan tidak ada gangguan jiwa dalam
keluarganya, pernah dirawat di rumah sakit beberapa hari karena
penyakit diabetesnya kambuh, klien mengatakan hubungan dengan
menantu dari anak pertama kurang baik.
Presipitasi: klien mengatakan akhir-akhir ini, kurang lebih satu
minggu, mempunyai banyak pikiran mengenai penyakitnya, makan
kurang teratur.

20
IV. FISIK
Tekanan Darah : 140/90 mmHg
Respiratory Rate : 20 x/mnt
Heart Rate : 80 x/mnt
Berat Badan : 50 kg
Gula Darah Sewaktu : 286
Keluhan fisik : Pusing, lemes.
Riwayat penyakit : Diabetes Mellitus kurang lebih selama 2
tahun.

V. PSIKOSOSIAL
A. Genogram

Ny. S
Tn. S
Tn. W

Tn. J Ny. W Tn. N

Keterangan:
: Laki-laki Meninggal : Perempuan meninggal

: Laki-laki : Perempuan

: Klien, pengambil keputusan : Tinggal


Serumah

: Cerai

21
B. Konsep Diri
1. Body Image
Klien mengatakan suka dengan semua anggota tubuhnya,
yang paling disukai adalah bagian mulut.
2. Identitas diri
Klien mengatakan bahwa dirinya memiliki 2 saudara.
3. Peran
Klien mengatakan dirumah bekerja sebagai pedagang di toko.
4. Ideal diri
Klien mengatakan walaupun punya penyakit gula tetapi
beliau ingin agar tetap sehat supaya dapat mengerjakan
pekerjaan rumah dan mengurus rumah dengan baik sehingga
tidak merepotkan anak-anaknya yang sudah berkeluarga.
Klien mengungkapkan bahwa semenjak usia bertambah ia
merasa mudah tersinggung, oleh karena itu ia memilih untuk
tinggal sendiri sehingga tidak ada perselisihan dengan
anaknya maupun menantunya. Adapun mengenai kematian,
beliau berharap bisa meninggal dengan tenang tanpa ada
kekambuhan penyakit.
5. Harga diri
Klien mengatakan ia memahami bahwa ia sudah lanjut usia
sehingga ia tidak bisa se-produktif dulu saat masih muda.

C. Hubungan sosial
1. Orang yang berarti
Klien mengatakan saat ini orang yang berarti adalah anak
perempuannya yang sering memperhatikan beliau dan juga
cucu-cucunya.
2. Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat

22
Klien mengatakan cukup aktif mengikuti kegiatan seperti,
ngayah di tempat suci pada saat aka nada piodalan.
3. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain
Klien mengatakan hubungan dengan orang lain seperti
tetangga cukup baik. Sering berkomunikasi dengan tetangga,
pasien mengatakan tidak ada hambatan atau masalah dalam
berhubungan dengan orang lain.

D. Spiritual
1. Nilai dan keyakinan
Klien mengatakan semua yang dimiliki adalah pemberian
dari Tuhan, maka beliau wajib mensyukuri apapun yang
terjadi dalam kehidupannya.
2. Kegiatan ibadah
Klien mengatakan sembahyang di merajan setiap pagi saja.

VI. STATUS MENTAL


a) Penampilan
Klien Nampak rapi, baju bersih rambut diikat dengan rapi
b) Pembicaraan
Pembicaraan jelas dan mudah dimengerti.
c) Aktifitas motorik
Klien nampak cukup aktif beraktivitas ditandai dengan kondisi
rumah yang tertata rapi, klien tampak lemes.
d) Alam perasaan
Klien mengungkapkan rasa cemasnya karena gula darahnya yang
naik disertai dengan kepala pusing, klien merasa sedih.
e) Afek
Sesuai.
f) Interaksi selama wawancara

23
Klien kooperatif, terlihat sedikit cemas dan gelisah ditandai
dengan ekspresi wajah yang sedih.
g) Persepsi
Tidak ada gangguan persepsi.
h) Proses fikir
Tidak ada gangguan proses fikir.
i) Isi fikir
Tidak ada gangguan pada isi fikir
j) Waham
Tidak ada waham.
k) Tingkat kesadaran
Composmentis.
l) Memori
Memori masih baik, mampu menceritakan pengalaman masa
lalu.
m) Tingkat konsentrasi dan berhitung
Konsentrasi dan berhitung masih baik.
n) Kemampuan penilaian
Klien dapat memilih pilihan yang diinginkan seperti misalnya
ketika sakit ia memilih periksa ke tenaga kesehatan dan
beristirahat terlebih dahulu daripada mengerjakan pekerjaan
rumah yang memberatkan.
o) Daya tilik diri
Klien tahu bahwa ia mengalami kecemasan terhadap kondisi
kesehatannya dan terkait komunikasi dengan anak-anaknya.

24
VII. KEBUTUHAN DASAR MANUSIA
A. Makan
Klien mengatakan makan tiga kali sehari dengan porsi nasi
sedikit yaitu 1 sendok nasi, makan sayur dan daging porsi cukup.
Sebelum makan pasti minum obat diabetes.
B. BAB/BAK
BAK dalam satu hari kurang lebih 5 kali, BAB rutin 1 hari
sekali.
C. Istirahat Tidur
Klien mengatakan tidurnya sudah cukup nyenyak, tidur jam 9
malam.

VIII. PENGGUNAAN DAN PEMELIHARAAN KESEHATAN


Klien mengatakan cukup teratur untuk kontrol di Petugas
Kesehatan. Setiap kali obat habis pasti kontrol kesehatan. Obat yang
dikonsumsi adalah glucobalamin, beliau tahu manfaat obat tersebut
untuk mengatur kadar insulin dalam darah. Klien rutin minum obat
sebelum makan.

IX. KEGIATAN SEHARI-HARI


A. Kegiatan di dalam rumah
Klien mengatakan menyiapkan makanan sendiri, beliau sudah
cukup memahami makanan mana yang di makan agar kadar gula
darah dalam tubuh bisa stabil, semua pekerjaan rumah dan
kebutuhan sehari-hari diatur sendiri, klien mendapatkan uang
dari hasil jualan ditoko.
B. Kegiatan di luar rumah
Klien mengatakan kegiatan diluar rumah yaitu, ngayah dipura,
gotong royong, dan membantu dirumah tetangga apabila

25
tetangga memiliki suatu kegiatan seperti melaksanakan upacara
yadnya.
X. MEKANISME KOPING
Klien mengatakan apabila ada permasalahan yang dihadapi, ia
melakukan refreshing dengan cara merawat tumbuhan yang
ditanaminya dihalaman rumah.

XI. MASALAH PSIKOSOSIAL DAN LINGKUNGAN


Klien mengatakan tidak begitu suka dengan menantunya dari anak
pertama, dulu beliau sempat pernah tinggal bersama dengan anak
pertamanya, tetapi beliau merasa tidak diperhatikan contohnya
memang benar beliau ditawari mau makan apa, setelah itu dibelikan
tetapi tidak diberitahukan kepada klien bahwa makanan itu adalah
miliknya, jadi beliau pernah sampai sore tidak makan, selain itu
klien mengatakan bahwa menantunya jarang mengajak komunikasi.
Oleh sebab-sebab seperti itu, beliau memutuskan untuk tinggal
dirumah sendiri saja agar tidak merepotkan anak-anaknya dan
hatinya bisa tenteram, karena beliau adalah orang yang mudah
tersinggung.

XII. PENGETAHUAN KURANG TENTANG


Klien mengatakan tidak tahu bagaimana cara mengurangi
kecemasan.

ANALISA DATA
No Data Masalah
1 DS: Ansietas berhubungan dengan
- Klien mengatakan cemas ancaman pada status kesehatan.

26
karena gula darahnya naik
dan merasa pusing.
- Klien mengatakan akhir-
akhir ini, kurang lebih satu
minggu, mempunyai banyak
pikiran mengenai
penyakitnya.
DO:
- Tekanan Darah :
140/90 mmHg
- Gula Darah Sewaktu : 286
- Keluhan fisik :
Pusing, lemes.
- Skor Hars : kecemasan
sedang
- Riwayat penyakit :
Diabetes Mellitus kurang
lebih selama 2 tahun

DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Ansietas berhubungan dengan ancaman pada status kesehatan

27
INTERVENSI KEPERAWATAN

No Diagnosa Keperawatan Intervensi Keperawatan


1 Ansietas berhubungan dengan Health education (5510)
ancaman pada status kesehatan 1. Kaji pengetahuan klien mengenai
kecemasan.
2. Berikan pendidikan kesehatan mengenai
a. Tanda dan gejala psikis yang muncul
pada kecemasan
b. Tanda dan gejala fisik yang muncul
pada kecemasan
c. Cara menangani kecemasan dengan
- Nafas dalam
- Terapi Spiritual
Activity therapy: Senam Lansia

28
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

No Hari/Tanggal No Implementasi Respon


Dx
1 Senin, 22 Mei 1 1. Melakukan S:
2018 pengkajian - Klien mengatakan
Pukul 13.00 mengenai belum tahu pasti cara
WIB tingkat untuk mengontrol
kecemasan klien. kecemasan
O:
- Skala hars
menunjukkan pada
kecemasan tingkat
sedang.
2 Selasa, 23 Mei 1,2 1. Melakukan S:
2018 pengkajian - Klien menanyakan
Pukul 14.30 status mental apakah tekanan
WIB dengan SPSMQ darahnya normal
2. Mengukur atau tidak.
tanda-tanda vital - Klien mengucapkan
terima kasih.
O:
- Tanda-tanda vital :
TD: 140/90 mmHg,
HR: 96 x/mnt, RR:
18 x/mnt.
- Pengkajjian SPSMQ
menunjukkan bahwa
status mental klien
masih dalam kondisi

29
baik.
3 Minggu, 24 1,2 1. Terapi Aktivitas S :
Mei 2018 Kelompok - Klien mengatakan
Pukul 08.10 Lansia : Senam lebih segar setelah
WIB Lansia. melakukan senam.
2. Pendidikan - Klien mengatakan
kesehatan senang mengikuti
tentang senam karena bisa
Hipertensi dan berkumpul dengan
Cara Mengatasi warga lain.
kecemasan - Klien mengatakan
karena akan menggunakan
hipertensi: tarik teknik nafas dalam
nafas dalam dan apabila kecemasan
diit Hipertensi. muncul.
O:
- Klien mengikuti
senam lansia dan
pendidikan
kesehatan sampai
selesai.
- Klien terlihat
antusias
mendengarkan
pendidikan
.kesehatan yang
diberikan mahasiswa
- Klien juga aktif
bertanya tentang

30
keluhan mereka
masing-masing
tentang Hipertensi
dan kecemasan yang
dialaminya.
4 minggu, 24 1 Memberikan S:
Mei 2018 pendidikan - Klien mengatakan
Pukul 16.00 kesehatan tentang akan melakukan
WIB kecemasan dan terapi SEFT setelah
terapi SEFT dan sembahyang di pagi
spiritual untuk hari disertai dengan
mengurangi doa.
kecemasan klien. O:
- Klien kooperatif.
- Klien tampak bisa
melakukan terapi
SEFT dengan baik.
5 Jumat, 25 Mei 1,2 Terapi Aktivitas S:
2018 Kelompok Lansia : - Klien mengatakan
Pukul 08.00 Senam Lansia. akan mengikuti
WIB senam selama bisa.
O:
- Senam lansia di
lakukan di mushola
dusun dan diikuti
oleh 34 orang lansia
dan pra lansia dusun
Gunung sari
- Klien terlihat

31
antusias mengikuti
gerakan senam yang
dicontohkan oleh
mahasiswa
6 Jumat, 25 Mei 1,2 Pendidikan S:
2018 kesehatan tentang - Klien mengatakan
Pukul 08.30 pentingnya kesehatan mental itu
WIB kesehatan Mental. sangat penting
mbak, tapi kadang
melakukan cara
untuk meningkatkan
kesehatan mental itu
tidak mudah karena
kadang sering
terhanyut dengan
masalah yang
dihadapi.
O:
- Klien bersama lansia
yang mengikuti
senam lansia dan
pendidikan
kesehatan sampai
akhir dan tidak
pulang sebelum
pendidikan
kesehatan selesai.
- Klien terlihat
antusias

32
mendengarkan
pendidikan
kesehatan yang
diberikan mahasiswa
- Beberapa lansia juga
aktif bertanya
tentang keluhan
mereka masing-
masing tentang
stress atau
kecemasan yang
mereka alami.
8 Jumat, 25Juni 1 1. Mengevaluasi S:
2018 terapi spiritual - Klien mengatakan
Pukul 14.00 dan SEFT untuk dengan melakukan
WIB 2 menurunkan sembahyang dan
1 kecemasan. SEFT ia merasakan
2. Mengukur lebih tenang,
1,2 tanda-tanda nyaman dan ikhlas.
vital. - Klien mengatakan
2 3. Melakukan akan melakukan
pemeriksaan terapi spiritual dan
gula darah. SEFT secara rutin.
4. Mengeksplore - Klien mengatakan
perasaan klien. sangat senang
5. Memberikan dengan adanya
pendidikan keberadaan
kesehatan mahasiswa.
mengenai - Klien mengatakan

33
tumbuh baru mengerti bahwa
kembang ada tahapan tumbuh
psikososial pada kembang psikososial
lansia. lansia yang normal.
O:
- TTV: TD: 130/90
mmHg, HR: 98
x/mnt, RR: 19
x/mnt, GDS: 165
-

EVALUASI
No Diagnosa Evaluasi Sumatif
1 Ansietas S:
berhubungan dengan - Klien mengatakan bahwa sekarang
ancaman pada status kecemasannya sudah mulai terkontrol cukup
kesehatan. baik dan merasa lebih rileks.
- Klien mengatakan mencapatkan manfaat dari
terapi tersebut.
- Klien mengatakan senang karena kadar gula
darah sudah berangsur turun.
- Klien mengatakan dengan melakukan
sembahyang dan SEFT ia merasakan lebih
tenang, nyaman dan ikhlas.
- Klien mengatakan akan melakukan terapi
spiritual dan SEFT secara rutin.
- Klien mengatakan sangat senang dengan
adanya keberadaan mahasiswa.

34
O:
- Berdasarkan pengkajian kecemasan dengan
HARS mendapatkan hasil tidak ada
kecemasan.
- TTV: TD: 130/80 mmHg, HR: 88 x/mnt,
RR: 18 x/mnt, GDS: 142
- Klien kooperatif, klien tampak lebih rileks.
A:
Masalah ansietas teratasi.
P:
- Lanjutkan penggunaan terapi spiritual, nafas
dalam dan SEFT untuk mengurangi
kecemasan.
- Kontrol diit diabetes mellitus.

35
2.3 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
KEHILANGAN DAN BERDUKA

2.3.1 Tinjauan Teori

1. Kehilangan

A. Definisi kehilangan

Kehilangan dan berduka merupakan bagian integral dari kehidupan.


Kehilangan adalah suatu kondisi yang terputus atau terpisah atau memulai
sesuatu tanpa hal yang berarti sejak kejadian tersebut. Kehilangan mungkin
terjadi secara bertahap atau mendadak, bisa tanpa kekerasan atau traumatik,
diantisispasi atau tidak diharapkan/diduga, sebagian atau total dan bisa
kembali atau tidak dapat kembali.

Kehilangan adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan


sesuatu yang sebelumnya ada, kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi
sebagian atau keseluruhan (Lambert dan Lambert,1985,h.35). Kehilangan
merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh setiap individu dalam
rentang kehidupannya. Sejak lahir individu sudah mengalami kehilangan
dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam bentuk yang
berbeda.

Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami


suatu kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau
pernah dimiliki. Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah
dengan sesuatu yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian atau
seluruhnya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi reaksi kehilangan, tergantung:


1. Arti dari kehilangan
2. Sosial budaya
3. kepercayaan / spiritual

36
4. Peran seks
5. Status social ekonomi
6. kondisi fisik dan psikologi individu.

B. Tipe Kehilangan

Kehilangan dibagi dalam 2 tipe yaitu:


1. Aktual atau nyata
Mudah dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, misalnya amputasi,
kematian orang yang sangat berarti / di cintai.
2. Persepsi
Hanya dialami oleh seseorang dan sulit untuk dapat dibuktikan, misalnya;
seseorang yang berhenti bekerja / PHK, menyebabkan perasaan kemandirian
dan kebebasannya menjadi menurun.

C. Jenis-jenis Kehilangan
Terdapat 5 katagori kehilangan, yaitu:

 Kehilangan seseorang seseorang yang dicintai

Kehilangan seseorang yang dicintai dan sangat bermakna atau orang


yang berarti adalah salah satu yang paling membuat stress dan
mengganggu dari tipe-tioe kehilangan, yang mana harus ditanggung
oleh seseorang.Kematian juga membawa dampak kehilangan bagi
orang yang dicintai. Karena keintiman, intensitas dan
ketergantungan dari ikatan atau jalinan yang ada, kematian pasangan
suami/istri atau anak biasanya membawa dampak emosional yang
luar biasa dan tidak dapat ditutupi.

 Kehilangan yang ada pada diri sendiri (loss of self)

37
Bentuk lain dari kehilangan adalah kehilangan diri atau anggapan
tentang mental seseorang. Anggapan ini meliputi perasaan terhadap
keatraktifan, diri sendiri, kemampuan fisik dan mental, peran dalam
kehidupan, dan dampaknya. Kehilangan dari aspek diri mungkin
sementara atau menetap, sebagian atau komplit. Beberapa aspek lain
yang dapat hilang dari seseorang misalnya kehilangan pendengaran,
ingatan, usia muda, fungsi tubuh.

 Kehilangan objek eksternal

Kehilangan objek eksternal misalnya kehilangan milik sendiri atau


bersama-sama, perhiasan, uang atau pekerjaan. Kedalaman berduka
yang dirasakan seseorang terhadap benda yang hilang tergantung
pada arti dan kegunaan benda tersebut.

 Kehilangan lingkungan yang sangat dikenal

Kehilangan diartikan dengan terpisahnya dari lingkungan yang


sangat dikenal termasuk dari kehidupan latar belakang keluarga
dalam waktu satu periode atau bergantian secara permanen.
Misalnya pindah kekota lain, maka akan memiliki tetangga yang
baru dan proses penyesuaian baru.

 Kehilangan kehidupan/ meninggal

Seseorang dapat mengalami mati baik secara perasaan, pikiran dan


respon pada kegiatan dan orang disekitarnya, sampai pada kematian
yang sesungguhnya. Sebagian orang berespon berbeda tentang
kematian.

D. Rentang Respon Kehilangan


Denial—–> Anger—–> Bergaining——> Depresi——> Acceptance

38
1. Fase denial
a. Reaksi pertama adalah syok, tidak mempercayai
kenyataan
b. Verbalisasi;” itu tidak mungkin”, “ saya tidak percaya itu
terjadi ”.
c. Perubahan fisik; letih, lemah, pucat, mual, diare,
gangguan pernafasan, detak jantung cepat, menangis,
gelisah.

2. Fase anger / marah


a. Mulai sadar akan kenyataan
b. Marah diproyeksikan pada orang lain
c. Reaksi fisik; muka merah, nadi cepat, gelisah, susah
tidur, tangan mengepal.
d. Perilaku agresif.
3. Fase bergaining / tawar- menawar.
a. Verbalisasi; “ kenapa harus terjadi pada saya ? “ kalau
saja yang sakit bukan saya “ seandainya saya hati-hati “.

4. Fase depresi
a. Menunjukan sikap menarik diri, tidak mau bicara atau
putus asa.
b. Gejala ; menolak makan, susah tidur, letih, dorongan
libido menurun.

5. Fase acceptance
a. Pikiran pada objek yang hilang berkurang.
b. Verbalisasi ;” apa yang dapat saya lakukan agar saya
cepat sembuh”, “ yah, akhirnya saya harus operasi “

39
2. Berduka

A. Definisi berduka
Berduka adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap
kehilangan yang dimanifestasikan adanya perasaan sedih, gelisah, cemas,
sesak nafas, susah tidur, dan lain-lain. Berduka merupakan respon normal
pada semua kejadian kehilangan. NANDA merumuskan ada dua tipe dari
berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka disfungsional. Berduka
diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu dalam
merespon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang,
hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan fungsional sebelum
terjadinya kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal. Berduka
disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu
yang responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual
maupun potensial, hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe
ini kadang-kadang menjurus ke tipikal, abnormal, atau
kesalahan/kekacauan.

B. Teori dari Proses Berduka


Tidak ada cara yang paling tepat dan cepat untuk menjalani proses
berduka. Konsep dan teori berduka hanyalah alat yang hanya dapat
digunakan untuk mengantisipasi kebutuhan emosional klien dan
keluarganya dan juga rencana intervensi untuk membantu mereka
memahami kesedihan mereka dan mengatasinya. Peran perawat adalah
untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku berduka, mengenali
pengaruh berduka terhadap perilaku dan memberikan dukungan dalam
bentuk empati.

1. Teori Engels

Menurut Engel (1964) proses berduka mempunyai beberapa fase yang dapat
diaplokasikan pada seseorang yang sedang berduka maupun menjelang ajal.

40
 Fase I (shock dan tidak percaya)

Seseorang menolak kenyataan atau kehilangan dan mungkin menarik


diri, duduk malas, atau pergi tanpa tujuan. Reaksi secara fisik
termasuk pingsan, diaporesis, mual, diare, detak jantung cepat, tidak
bisa istirahat, insomnia dan kelelahan.

 Fase II (berkembangnya kesadaran)

Seseoarang mulai merasakan kehilangan secara nyata/akut dan


mungkin mengalami putus asa. Kemarahan, perasaan bersalah,
frustasi, depresi, dan kekosongan jiwa tiba-tiba terjadi.

 Fase III (restitusi)

Berusaha mencoba untuk sepakat/damai dengan perasaan yang


hampa/kosong, karena kehilangan masih tetap tidak dapat menerima
perhatian yang baru dari seseorang yang bertujuan untuk
mengalihkan kehilangan seseorang.

 Fase IV

Menekan seluruh perasaan yang negatif dan bermusuhan terhadap


almarhum. Bisa merasa bersalah dan sangat menyesal tentang kurang
perhatiannya di masa lalu terhadap almarhum.

 Fase V

Kehilangan yang tak dapat dihindari harus mulai diketahui/disadari.


Sehingga pada fase ini diharapkan seseorang sudah dapat menerima
kondisinya. Kesadaran baru telah berkembang.

2. Teori Kubler-Ross

41
Kerangka kerja yang ditawarkan oleh Kubler-Ross (1969) adalah
berorientasi pada perilaku dan menyangkut 5 tahap, yaitu sebagai berikut:

a) Penyangkalan (Denial)

Individu bertindak seperti seolah tidak terjadi apa-apa dan dapat


menolak untuk mempercayai bahwa telah terjadi kehilangan.
Pernyataan seperti “Tidak, tidak mungkin seperti itu,” atau “Tidak
akan terjadi pada saya!” umum dilontarkan klien.

b) Kemarahan (Anger)

Individu mempertahankan kehilangan dan mungkin “bertindak


lebih” pada setiap orang dan segala sesuatu yang berhubungan
dengan lingkungan. Pada fase ini orang akan lebih sensitif sehingga
mudah sekali tersinggung dan marah. Hal ini merupakan koping
individu untuk menutupi rasa kecewa dan merupakan menifestasi
dari kecemasannya menghadapi kehilangan.

c) Penawaran (Bargaining)

Individu berupaya untuk membuat perjanjian dengan cara yang halus


atau jelas untuk mencegah kehilangan. Pada tahap ini, klien sering
kali mencari pendapat orang lain.

d) Depresi (Depression)

Terjadi ketika kehilangan disadari dan timbul dampak nyata dari


makna kehilangan tersebut. Tahap depresi ini memberi kesempatan
untuk berupaya melewati kehilangan dan mulai memecahkan
masalah.

e) Penerimaan (Acceptance)

Reaksi fisiologi menurun dan interaksi sosial berlanjut. Kubler-Ross


mendefinisikan sikap penerimaan ada bila seseorang mampu

42
menghadapi kenyataan dari pada hanya menyerah pada pengunduran
diri atau berputus asa.

3. Teori Martocchio

Martocchio (1985) menggambarkan 5 fase kesedihan yang mempunyai


lingkup yang tumpang tindih dan tidak dapat diharapkan. Durasi kesedihan
bervariasi dan bergantung pada faktor yang mempengaruhi respon
kesedihan itu sendiri. Reaksi yang terus menerus dari kesedihan biasanya
reda dalam 6-12 bulan dan berduka yang mendalam mungkin berlanjut
sampai 3-5 tahun.

4. Teori Rando : Rando (1993) mendefinisikan respon berduka menjadi


3 katagori:
- Penghindaran : Pada tahap ini terjadi shock, menyangkal dan tidak
percaya.
- Konfrontasi : Pada tahap ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi
ketika klien secara berulang-ulang melawan kehilangan mereka dan
kedukaan mereka paling dalam dan dirasakan paling akut.
- Akomodasi : Pada tahap ini terjadi secara bertahap penurunan
kedukaan akut dan mulai memasuki kembali secara emosional dan
sosial dunia sehari-hari dimana klien belajar untuk menjalani hidup
dengan kehidupan mereka.

PERBANDINGAN EMPAT TEORI PROSES BERDUKA

ENGEL (1964) KUBLER- MARTOCCHIO RANDO (1991)


ROSS (1969) (1985)

43
Shock dan tidak Menyangkal Shock and Penghindaran
percaya disbelief

Berkembangnya Marah Learning and


kesadaran protest

Restitusi Tawar-menawar Anguish, Konfrontasi


disorganization
and despair

Idealization Depresi Identification in


bereavement

Reorganization / the Penerimaan Reorganization akomodasi


out come and restitution

Rentang Respon Kehilanagn

Fase Pengingkaran. Reaksi pertama individu yang mengalami kehilangan


adalah syok, tidak percaya atau mengingkari kenyataan bahwa kehidupan
itu memang benar terjadi, dengan mengatakan “ Tidak, saya tidak percaya
itu terjadi “ atau “ itu tidak mungkin terjadi “. Bagi individu atau keluarga
yang didiagnosa dengan penyakit terminal, akan terus mencari informasi
tambahan.

Fase Marah. Fase ini dimulai dengan timbulnya suatu kesadaran akan
kenyataan terjadinya kehilangan Individu menunjukkan rasa marah yang
meningkat yang sering diproyeksikan kepada orang lain atau pada dirinya
sendiri. Tidak jarang ia menunjukkan perilaku agresif, berbicara kasar,
menolak pengobatan, menuduh dokter-perawat yang tidak pecus. Respon
fisik yang sering terjadi antara lain muka merah, nadi cepat, gelisah, susah
tidur, tangan mengepal.

44
Fase Tawar-menawar. Individu telah mampu mengungkapkan rasa
marahnya secara intensif, maka ia akan maju ke fase tawar-menawar dengan
memohon kemurahan pada Tuhan. Respon ini sering dinyatakan dengan
kata-kata “ kalau saja kejadian ini bisa ditunda, maka saya akan sering
berdoa “. Apabila proses ini oleh keluarga maka pernyataan yang sering
keluar adalah “ kalau saja yang sakit, bukan anak saya”.

Fase Depresi. Individu pada fase ini sering menunjukkan sikap menarik
diri, kadang sebagai pasien sangat penurut, tidak mau bicara, menyatakan
keputusasaan, perasaan tidak berharga, ada keinginan bunuh diri, dsb.
Gejala fisik yang ditunjukkan antara lain : menolak makan, susah tidur,
letih, dorongan libido menurun.

Fase Penerimaan. Fase ini berkaitan dengan reorganisasi perasaan


kehilangan. Pikiran yang selalu berpusat kepada obyek atau orang yang
hilang akan mulai berkurang atau hilang. Individu telah menerima
kehilangan yang dialaminya. Gambaran tentang obyek atau orang yang
hilang mulai dilepaskan dan secara bertahap perhatiannya akan beralih
kepada obyek yang baru. Fase ini biasanya dinyatakan dengan “ saya betul-
betul kehilangan baju saya tapi baju yang ini tampak manis “ atau “apa yang
dapat saya lakukan agar cepat sembuh”.

2.3.2 Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Kehilangan dan


Berduka

A. Pengkajian

Data yang dapat dikumpulkan adalah:


a. Perasaan sedih, menangis.
b. Perasaan putus asa, kesepian

45
c. Mengingkari kehilangan
d. Kesulitan mengekspresikan perasaan
e. Konsentrasi menurun
f. Kemarahan yang berlebihan
g. Tidak berminat dalam berinteraksi dengan orang lain.
h. Merenungkan perasaan bersalah secara berlebihan.
i. Reaksi emosional yang lambat
j. Adanya perubahan dalam kebiasaan makan, pola tidur, tingkat aktivitas

B. Diagnosa Keperawatan
1. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah /
kronis.
2. Gangguan konsep diri : harga diri rendah kronis berhubungan dengan
koping individu tak efektif sekunder terhadap respon kehilangan pasangan.
3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan intoleransi aktivitas
4. Penyangkalan tidak efektif berhubungan dengan ketakutan terhadap
perpisahan.
5. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional.

C. Rencana Tindakan Keperawatan


1. Isolasi sosial : menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah /
kronis
- Tujuan Umum : Klien dapat berinteraksi dengan orang lain.
- Tujuan Khusus :
1. Klien dapat membina hubungan saling perbaya dengan perawat.
2. Klien dapat memahami penyebab dari harga diri : rendah.
3. Klien menyadari aspek positif dan negatif dari dirinya.
4. Klien dapat mengekspresikan perasaan dengan tepat, jujur dan terbuka.

46
5. Klien mampu mengontrol tingkah laku dan menunjukkan perbaikan
komunikasi dengan orang lain.

Intervensi
1. Bina hubungan saling percaya dengan klien.
R/ Rasa percaya merupakan dasar dari hubungan terapeutik yang
mendukung dalam mengatasi perasaannya.
2. Berikan motivasi klien untuk mendiskusikan fikiran dan perasaannya.
R/ Motivasi meningkatkan keterbukaan klien.
3. Jelaskan penyebab dari harga diri yang rendah.
R/ Dengan mengetahui penyebab diharapkan klien dapat beradaptasi
dengan perasaannya.
4. Dengarkan klien dengan penuh empati, beri respon dan tidak
menghakimi.
R/ Empati dapat diartikan sebagai rasa peduli terhadap perawatan klien,
tetapi tidak terlibat secara emosi.
5. Berikan motivasi klien untuk menyadari aspek positif dan negatif dari
dirinya.
R/ Meningkatkan harga diri.
6. Beri dukungan, Support dan pujian setelah klien mampu melakukan
aktivitasnya.
R/ Pujian membuat klien berusaha lebih keras lagi.
7. Ikut sertakan klien dengan aktifitas yang
R/ Mengikut sertakan klien dalam aktivitas sehari-hari yang dapat
meningkatkan harga diri klien.

2. Gangguan konsep diri; harga diri rendah berhubungan dengan


koping individu tak efektif sekunder terhadap respon kehilangan
pasangan.

47
Tujuan :
1. Klien merasa harga dirinya naik.
2. Klien mengunakan koping yang adaptif.
3. Klien menyadari dapat mengontrol perasaannya.

Intervensi
1. Merespon kesadaran diri dengan cara :
~ Membina hubungan saling percaya dan keterbukaan.
~ Bekerja dengan klien pada tingkat kekuatan ego yang dimilikinya.
~ Memaksimalkan partisipasi klien dalam hubungan terapeutik.
R/ Kesadaran diri sangat diperlukan dalam membina hubungan terapeutik
perawat – klien.

2. Menyelidiki diri dengan cara :


~ Membantu klien menerima perasaan dan pikirannya.
~ Membantu klien menjelaskan konsep dirinya dan hubungannya dengan
orang lain melalui keterbukaan.
~ Berespon secara empati dan menekankan bahwa kekuatan untuk berubah
ada pada klien.
R/ klien yang dapat memahami perasaannya memudahkan dalam
penerimaan terhadap dirinya sendiri.

3. Mengevaluasi diri dengan cara :


~ Membantu klien menerima perasaan dan pikiran.
~ Mengeksplorasi respon koping adaptif dan mal adaptif terhadap
masalahnya.
R/ Respon koping adaptif sangat dibutuhkan dalam penyelesaian masalah
secara konstruktif.

4. Membuat perencanaan yang realistik.

48
~ Membantu klien mengidentifikasi alternatif pemecahan masalah.
~ Membantu klien menkonseptualisasikan tujuan yang realistik.
R/ Klien membutuhkan bantuan perawat untuk mengatasi permasalahannya
dengan cara menentukan perencanaan yang realistik.

5. Bertanggung jawab dalam bertindak.


~ Membantu klien untuk melakukan tindakan yang penting untuk merubah
respon maladaptif dan mempertahankan respon koping yang adaptif.
R/ Penggunaan koping yang adaptif membantu dalam proses penyelesaian
masalah klien.

6. Mengobservasi tingkat depresi.


~ Mengamati perilaku klien.
~ Bersama klien membahas perasaannya.
R/ Dengan mengobservasi tingkat depresi maka rencana perawatan
selanjutnya disusun dengan tepat.

7. Membantu klien mengurangi rasa bersalah.


~ Menghargai perasaan klien.
~ Mengidentifikasi dukungan yang positif dengan mengaitkan terhadap
kenyataan.
~ Memberikan kesempatan untuk menangis dan mengungkapkan
perasaannya.
~ Bersama klien membahas pikiran yang selalu timbul.
R/ Individu dalam keadaan berduka sering mempertahankan perasaan
bersalahnya terhadap orang yang hilang.

3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan intolenransi aktivitas.


Tujuan Umum : Klien mampu melakukan perawatan diri secara optimal.
Tujuan khusus :

49
1. Klien dapat mandi sendiri tanpa paksaan.
2. Klien dapat berpakaian sendiri dengan rapi dan bersih.
3. Klien dapat menyikat giginya sendiri dengan bersih.
4. Klien dapat merawat kukunya sendiri.

Intervensi :
1. Libatkan klien untuk makan bersama diruang makan.
R/ Sosialisasi bagi klien sangat diperlukan dalam proses
menyembuhkannya.

2. Menganjurkan klien untuk mandi.


R/ Pengertian yang baik dapat membantu klien dapat mengerti dan
diharapkan dapat melakukan sendiri.

3. Menganjurkan pasien untuk mencuci baju.


R/ Diharapkan klien mandiri.

4. Membantu dan menganjurkan klien untuk menghias diri.


R/ Diharapkan klien mandiri.

5. Membantu klien untuk merawat rambut dan gigi.


R/ Diharapkan klien mandiri
R/ Terapi kelompok membantu klien agar dapat bersosialisasi dengan klien
yang lain

4. Penyangkalan tidak efektif berhubungan dengan ketakutan terhadap


perpisahan.
Tujuan Umum : Pasien dapat melalui fase penyangkalannya dengan wajar
tanpa kesulitan.
Tujuan khusus :

50
1. Pasien dapat mengungkapkan pengingkaran.
2. Pasien dapat menerima kenyataan.

Intervensi :
1. Mendorong pasien untuk mengungkapkan pengingkarannya tanpa
memaksa untuk menerima kenyataan.
R/ Membantu klien untuk mengungkapkan perasaan pengingkarannya
terhadap kehilangan.

2. Mendengarkan dengan penuh minat dan perhatikan apa yang dikatakan


oleh pasien.
R/ Sebagai bentuk/sikap meyakinkan klien.

3. Menjealaskan keapda pasien, bahwa perasaan tersebut wajar terjadi pada


orang yang mengalami kehilangan.
R/ Untuk meyakinkan klien akan kematian itu pasti.

4. Meningkatkan kesadaran pasein secara bertahap tentang kenyataan,


kehilangan yang harus dihadapi.
R/ Meningkatkan kesadaran klien akan kehilangan.

5. Memberi dukungan atas usaha pasien untuk menerima kenyataan.


R/ Sebagai motivasi dan dukungan klien untuk menerima kenyataan.

6. Menjawab semua pertanyaan pasen dengan singkat dan jelas.


R/ sebagai bentuk umpan balik positif bagi klien

7. Memberi dukungan secara nonverbal.


R/ Sikap yang dapat membangkitkan semangat.

51
5. Ansietas berhubungan dengan krisis situasional.
Tujuan Umum : Pasien dapat mengurangi ansietas akan kehilangan di masa
depan.
Tujuan khusus :
1. Klien dapat rileks.
2. Kecemasan berkurang.

Intervensi :
1. Tunjukkan respon menerima klien.
R/ Untuk meyakinkan klien.

2. Berikan respon empati dengan berfokus pada kenyataan yang terjadi.


R/ Sebagai bentuk umpan balik positif bagi klien.

3. Bantu klien untuk mengekspresikan perasaannya.


R/ Agar klien bisa merasa lega.

4. Bantu klien untuk menurunkan tingkat kecemasannya.


a. Sediakan waktu untuk berdiskusi dan bina hubungan yang sifatnya
supportif.
b. Beri waktu untuk klien berespon
c. Beri perawatan individu sebagai layaknya manusia
d. Diskusikan tentang masalah yang dihadapi klien tanpa memintannya
untuk menyimpulkan.
e. Identifikasi pemikiran yang neagtif dan bantu untuk menurunkannya
melalui interupsi atau substitusi
f. Bantu klien untuk menignkatkan pemikiran positif
Evaluasi ketepatan presepsi klien, logika dan kesimpulan.
R/Sebagai proses untuk mengatasi kecemasan klien

52
Hasil Pasien yang Diharapkan/Kriteria Pulang

1. Pasien mampu untuk menyatakan secara verbal tahap-tahap proses


berduka yang normal dan perilaku yang berhubungan debgab tiap-
tiap tahap.
2. Pasien mampu mengidentifikasi posisinya sendiri dalam proses
berduka dan mengekspresikan perasaan-perasaannya yang
berhubungan denga konsep kehilangan secara jujur.
3. Pasien tidak terlalu lama mengekspresikan emosi-emosi dan
perilaku-perilaku yang berlebihan yang berhubungan dengan
disfungsi berduka dan mampu melaksanakan aktifitas-aktifitas hidup
sehari-hari secara mandiri.

2.4 Contoh Kasus Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan


Kehilangan Dan Berduka

Kasus :
Ny. M, usia 33 tahun mempunyai seorang suami yang bekerja di suatu
perusahaan sebagai tulang punggung keluarga. Seminggu yang lalu
suami Ny. M meninggal karena kecelakaan. Sejak kejadian tersebut,
Ny. M sering melamun dan selalu mengatakan jika suaminya belum
meninggal. Selain itu, Ny. M juga ragu dan cemas terkait kehidupan
dimasa depannya tanpa kehadiran suaminya.

1. Pengkajian

I. Identitas Klien

Nama : Ny. M Tanggal Pengkajian : 5 Maret 2019

Umur : 33 Tahun RM No. : 09.02.01.0570

II. Alasan Masuk

53
Keluarga pasien mengatakan bahwa Ny. M mengalami stress setelah
seminggu yang lalu suami Ny. M meninggal.
III. Keluhan Utama

Pasien mengalami merasa putus asa dan kesepian, tidak berminat dalam
berinteraksi dengan orang lain, mengingkari kehilangan, tidak berminat
dalam berinteraksi dengan orang lain.
IV. Faktor Predisposisi

1. Pernah mengalami gangguan jiwa di masa lalu : Tidak

2. Pengobatan sebelumnya : tidak berhasil 3. Trauma


Jenis trauma Usia Pelaku Korban Saksi

Kehilangan 30 tahun Anak Ny. M NY. M

Aniaya fisik

Penolakan

Kekerasan dalam
keluarga
Tindakan criminal

Lain – lain

Jelaskan No. 1, 2, 3 :

• Pasien tidak pernah mengalami gangguan jiwa


sebelumnya

• Pasien belum pernah dibawa ke RSJ atau


pengobatan lainnya Pasien perana
kehilangan anaknya saat berumur 30 tahun,
Masalah keperawatan : Berduka
disfungsional 4. Adakah anggota keluarga yang
gangguan jiwa : Tidak ada

54
5. Pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan ?

Pasien pernah mengalami kehilangan suami dan anaknya.

 Masalah keperawatan : Berduka disfungsional

V. Pemeriksaan Fisik

1. TD : 110/80 mmHg N : 90 x/mnt S : 36 oC


RR : 24 x/mnt
2. Ukuran : BB : 46 Kg TB : 168 Cm

3. Keluhan fisik : Ada

Jelaskan : Pasien mengeluhkan nyeri kepala, sakit pada perut.

 Masalah keperawawatan :

Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

VI. Psikososial

1. Genogram :

Ny. M

2. Konsep diri :

a. Citra tubuh : bagian tubuh yang disukai adalah perut karena


bagian perutnya perna ada bayi buah hatinya.
b. Identitas diri : pasien adalah seorang ibu rumah tangga

55
c. Peran : pasien merupakan ibu rumah tangga yang hanya
mengharapkan penghasilan suaminya.

d. Ideal diri : Pasien ingin tetap bersama dengan anak dan suaminya
dan klien mengingkari tasa kehilangan suaminya.
e. Harga diri : pasien merasa dirinya tidak berharga karena tidak ada
lagi anak dan suaminya.
 Masalah keperawatan : Penginkaran kehilangan

3. Hubungan social :

a. Orang yang berarti : orang yang terdekat dengan pasien adalah


Ibunya tetapi ibunya kini sakit sakitan karena sudah tua.
b. Peran serta dalam kegiatan kelompok masyarakat : Klien sering
mengikuti kegiatan masyarakat, meskipun klien seorang ibu
rumah tangga.
c. Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain : Setelah
osuami Ny. M meninggal, Ny. M tidak berminat dalam
berinteraksi dengan orang lain
 Masalah keperawatan : Kerusakan komunikasi sosial

4. Spiritual

a. Nilai dan keyakinan : pasien menganut agama Islam

b. Kegiatan ibadah : pasien menjalankan ibadahnya dengan tekun

 Masalah keperawatan : tidak ada

VII. Status Mental

1. Penampilan

Pasien memakai baju seragam pasien dengan benar (Rapi), tetapi klien
tidak ada perubahan dalam pola makan (klien tidak nafsu makan).
 Masalah keperawatan : Anoreksia

2. Pembicaraan

56
Lambat, pasien berkomunikasi dengan baik dengan perawat namun
harus sedikit dipaksa terlebih dahulu.
 Masalah keperawatan : tidak ada

3. Aktivasi motorik

Lesu, pasien hanya berdiam diri di kamar atau di taman dan jarang
beraktifitas.
 Masalah keperawatan : devisit aktivitas

4. Afek dan emosi

a. Afek

Datar, wajah pasien tanpa ekspresi

b. Alam perasaan (emosi)


Menangis
Masalah keperawatan : Resiko menganiaya diri

5. Interaksi selama wawancara :

Kontak mata kurang

 Masalah keperawatan : kerusakan komunikasi

6. Persepsi – sensorik

Apakah ada gangguan : ada

Halusinasi : tidak ada

Ilusi : tidak ada

 Masalah keperawatan : tidak ada

a. Proses pikir (arus dan bentuk pikir) : normal

b. Isi pikir : normal

7. Tingkat kesadaran

57
Bingung, klien menginkari kehilangan suaminya.

Terdapat gangguan orientasi orang

 Masalah keperawatan : perubahan proses pikir

8. Memori

Masih ingat dengan semua kejadian termasuk saat pemakaman


suaminya namun tidak menerima kenyataan tersebut.
 Masalah keperawatan : tidak ada

9. Tingkat konsentrasi dan berhitung

Tidak mampu berkonsentrasi

 Masalah keperawatan : perubahan proses pikir

10. Kemampuan penilaian

Klien takut atau cemas, bagaimana dia hidup tanpa suaminya

 Masalah keperawatan : Ansietas berhubungan dengan keadaan di


masa yang akan datang setelah kehilangan suaminya

11. Daya tilik diri

Mengingkari penyakit yang di deritanya, menanggap dirinya tidak


mengalami sakit dan hanya sedih saja
Masalah keperawatan : perubahan proses pikir

VIII. Kebutuhan Perencanaan Pulang

1. Kemampuan klien memnuhi kebutuhan :


Kemampuan memenuhi kebutuhan Ya Tidak

Makanan √

58
Keamanan √

Perawatan kesehatan √

Pakaian √

Transportasi √

Tempat tinggal √

Keuangan √

2. Kegiatan hidup sehari – hari

a. Perawatan diri
Kegiatan hidup sehari – hari Bantuan Bantua
total minimal
Mandi — —

Kebersihan — √

Makan — √

BAK — —

BAB
— —

Ganti pakaian
— —
Masalah keperawatan : tidak ada

b. Nutrisi

• Apakah anda puas dengan pola makan anda ? puas

• Apakah anda makan memisahkan diri ? Tidak

• Frekuensi makan sehari : 3 Kali, dan frekuensi kudapan sehari


: 2 kali

59
• Nafsu makan : Menurun Berat badan : menurun
BB saat ini : 46 Kg

BB terendah : 46 Kg

BB tertinggi : 55 Kg

Masalah keperawatan : perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan


tubuh
c. Tidur

• Apakah ada masalah tidur, Ya, susah untuk memulai tidur

• Apakah merasa segar setelah bangun tidur, Tidak

• Apakah ada kebiasaan tidur siang, Tidak ada

• Apakah ada yang menolong anda mempermudah untuk tidur ?


tidak ada
• Tidur malam jam : 11.00 WIB bangun jam : 04.00

Rata – rata tidur malam : 5 jam

• Apakah ada gangguan tidur : sulit untuk tidur

Maslah keperawatan : gangguan pola tidur

3. Kemampuan klien dalam hal – hal berikut ini :

• Mengantisipasti kebutuhan sendiri : Ya

• Membuat keputusan berdasarkan keinginan sendiri : Tidak

• Mengatur penggunaan obat : Tidak

• Melakukan pemeriksaan kesehatan : Tidak

Masalah keperawatan : konflik pengambilan keputusan

4. Klien memiliki system pendukung

• Keluarga : Ada

60
• Terapis : Ada

• Teman sejawat : Tidak ada

• Kelompok social : Tidak ada


Jelaskan : keluarga dan perawat mendukung kesembuhan pasien
dengan memotivasi bahwa dia bisa sehat kembali dan bisa gembira
lagi
5. Apakah klien menikmati saat bekerja, kegiatan produktif atau hobi ?

Tidak Menikmati, pasien lebih senang berdiam diri

Masalah keperawatan : Defisit aktifitas

IX. Mekanisme Koping


ADAPTIF

Bicara dengan orang lain

Mampu menyelesaikan maasalah

Teknik relaksasi

Aktivitas konstriktif

Olah raga

Lain – lain

MALADAPTIF

Minum alcohol

√ Reaksi lambat / berlebihan

Bekerja berlebihan

Menghindar

Menciderai diri

Lain – lain

61
Pasien belum mampu melakukan koping yang efektif terhadap dirinya

Masalah keperawatan : koping individu tak efektif

X. Masalah Psikososial Dan Lingkungan

1. Masalah dengan dukungan kelompok : Tidak ada

2. Masalah berhubungan dengan lingkungan

3. Spesifiknya : lebih suka menyendiri

4. Maslah dengan pendidikan : Tidak ada

5. Masalah dengan pekerjaan : Tidak ada

6. Masalah dengan perumahan : Tidak ada

7. Masalah dengan ekonomi : ada

8. Masalah dengan pelayanan kesehatan : Tidak ada

Masalah keperawatan : Tidak ada

XI. Pengetahuan Kurang Tentang

Apakah klien mempunyai masalah yang berkaitan dengan pengetahuan


yang kurang tentang suatu hal ?
Koping, pasien belum mampu melaksanakan koping terhadap dirinya

Masalah keperawatan : Kurang pengetahuan

XII. Aspek Medis

Diagnose medis : Depresi

Terapi medis : Diazepam

Masalah keperawatan : Tidak ada

XIII. Daftar Masalah Keperawatan

62
1. Kehilangan disfungsional
2. Pengingkaran kehilangan
3. Ansietas

2. Analisa data
TGL DATA MASALAH TTD
5-03- DS : Pasien mengatakan kenapa orang yang Kehilangan
2019 disayanginya selalu pergi meninggalkannya Disfungsional
DO : Pasien tanpak menangis
5-03- DS : Pasien mengatakan tidak semangat Pengingkaran
2019 bahwa suaminya sekarang sedang bekerja kehilangan
DO : Pasien tanpak menunggu suaminya
pulang
5- 03- DS : Pasien mengatakan bingung bagaimana Ansietas
2019 ia akan melanjutkan hidupnya
DO : Pasien tampak bingung dan linglung

63
3. Pohon masalah
MK 1:
MK 2 : Isolasi sosial Defisit Aktifitas Kehilangan
Disfungsional &
Pengingkaran
kehilangan
Koping individu tak efektif

Kehilangan dan duka cita

MK : Ansietas

64
4. Rencana Keperawatan Jiwa
No. Tgl No. Perencanaan Rasional

Dx Tujuan KH Tindakan keperawatan

1. 5-03- 1 Setelah 1. Ny. M dapat 1. Membina hubungan saling 1. Hubungan saling percaya, dapat
2019 dialakukan mengerti arti percaya antara Ny. M, memudahkan dalam tindakan
tindakan sakit dan keluarga, dengan sikap jujur, seterusnya.
keperawatan kematian menerima, ikhlas, dan empati
selama 1 x 24 2. Ny. M 2. Menunjukan perhatian pada 2. Sebagai wujud perhatian kita
jam, dapat Ny. M baik melalui kata-kata
Ny. M dapat mengungkapka maupun dengan sikap.

menyelesaikan n perasaaanya 3. Meminta kepada

masa berkabung 3. Ny. M dapat keluarga/ orang yang berarti

dengan tuntas. mengurangi agar menemani Ny.M selama


rasa bersalah masa berduka.
3. Agar Ny.M tidak merasa sendirian
melalui proses
setelah kepergian suaminya
berkabung.

65
2. 5-03-2019 1 Setelah 1. Pasien 1. Mendorong pasien untuk 1. Membantu klien untuk
dialakukan dapat mengungkapkan mengungkapkan perasaan
tindakan mengungkapka pengingkarannya tanpa pengikaran terhadap kehilangan
keperawatan n penginkaran memaksa untuk menerima
selama 1 x 24 2. Pasien kenyataan.
2. Sebagai bentuk / sikap untuk
jam dapat 2. Mendengarkan dengan
meyakinkan klien
Pasien dapat menerima penuh minat dan perhatian
melalui fase kenyataan apa yang dikatakan oleh
3. Untuk meyakinkan klien akan
pengingkarannya pasien.
kematian itu pasti
dengan wajar 3. Menjelaskan kepada
tanpa kesulitan pasien, bahwa perasaan
tersebut wajar terjadi pada
orang yang mengalami
kehilangan.
4. Meningkatkan kesadaran klien akan
4. Meningkatkan kesadaran
kehilangan
pasien secara bertahap
tentang kenyataan

66
kehilangan yang harus 5. Sebagai motivasi dan dukungan
dihadapi. klien untuk menerima kenyataan
5. Memberi dukungan atas usaha
pasien untuk menerima 6. Sebagai bentuk umpan balik yang
kenyataan. positif bagi klien
6. . Menjawab semua 7. Sikap yang dapat membangkitkan
pertanyaan pasien dengan semangat
singkat dan jelas.

7 . Memberi dukungan
secara nonverbal.

67
3 5- 3 Setelah dilakukan 1. Klien dapat 1. Tunjukkan respon 1. Untuk menyakinkan klien
03- tindakan rileks menerima klien
2019 keperawatan 2. Kecemasan 2. Berikan respon empati dengan
2. Sebagai umpan yang positif bagi
selama 2 x 24 jam, berfokus pada perasaan bukan
berkurang klien
pasien dapat pada kenyataan yang terjadi.
mengurangi

ansietas akan 3. Bantu klien untuk 3. Agar klien bisa merasa lega
kehilangan di masa mengekspresikan perasaannya.
depan
4. Bantu klien untuk menurunkan
tingkat kecemasannya : 4. Sebagai proses untuk mengatasi

a. Sediakan waktu untuk berdiskusi kecemasan klien

dan bina hubungan yang


sifatnya supportif.

68
b. Beri waktu untuk klien berespon.
c. Beri perawatan individu sebagai
manusia layaknya.
d. Diskusikan tentang masalah
yang dihadapi klien tanpa
memintanya untuk
menyimpulkannya.
e. Identifikasi pemikiran yang
negatif dan Bantu untuk
menurunkannya melalui
interupsi atau substitusi.
f. Bantu klien untuk meningkatkan
pemikiran yang positif.
g. Evaluasi ketepatan persepsi
klien, logika dan kesimpulan
yang dibuat klien.

69
5. Implementasi Keperawatan

Tanggal/Jam No Tindakan Evaluasi Proses


Dx
5, Maret 2019 1 1. Membina hubungan Ds: Pasien
Pukul 08.00 saling percaya antara Ny. mengungkapkan
Wita M, keluarga, dengan sikap keluh kesahnya
jujur, menerima, ikhlas, Do: pasien tampak
dan empati . kooperatif
2
Pukul 10.00 2. Mendorong pasien
Wita untuk mengungkapkan Ds : Pasien
pengingkarannya tanpa mengatakan tentang
memaksa untuk menerima masalah yang si
kenyataan. alaminya
Do : pasien tampak
terbuka
3
Pukul 11.30
Wita 3. menunjukkan
respon menerima Ds :
1 klien Do : Pasien Tampak
Pukul 13.00 Berhati hati
Wita
Menunjukan perhatian Ds : Pasien
pada Ny. M baik melalui mengatakan nyaman
2 kata-kata maupun dengan Do : Pasien tampak
Pukul 14.00 sikap. mulai membuka diri
Wita

70
4. Mendengarkan Ds : Pasien
dengan penuh minat mengatakan senang
3 dan perhatian apa ketika ada yang
Pukul 15.00 yang dikatakan oleh mendengarkan keluh
Wita pasien. kesahnya
Do : Pasien tampak
senang
1 Berikan respon empati
Pukul 16.30 dengan berfokus pada Ds :
Wita perasaan bukan pada Do : Pasien tampak
kenyataan yang terjadi lebih tenang.

Meminta kepada
Pukul 17.00 2 keluarga/ orang yang Ds : Keluaraga
Wita berarti agar menemani mengatakan akan
Ny.M selama masa menerapakan apa
berduka. yang di intruksikan
perawat.
Do : Keluaraga
tampak paham
Pukul 18. 00 3 Menjelaskan
Wita kepada pasien, Ds : Pasien

bahwa perasaan mengatakan mengerti

tersebut wajar terjadi terkait apa yang

pada orang yang dijelaskan perawat


2 mengalami kehilangan. Do : -
Pukul 19.00
Wita

Membantu klien untuk

71
mengekspresikan Ds : -
perasaannya. Do : Pasien tampak
mau mulai becerita
3 tentang perasaannya
Meningkatkan
Pukul 20.00 kesadaran pasien Ds : pasien
secara bertahap mengatakan akan
tentang kenyataan berdamai dengan rasa
2 kehilangan yang harus sedihnya
dihadapi. Do : -
Pukul 21.30
Wita

Membantu klien untuk


2 menurunkan tingkat Ds : pasien

kecemasannya mengatakan sudah


lebih lega
Pukul 22.00 Do : pasien tampak
Wita Menjawab semua lebih tenang
1 pertanyaan pasien
dengan singkat dan Ds : -
06, Maret jelas. Do : pasien tampak
2019 aktif bertanya

Pukul 08.00
Memberi dukungan
Wita Ds : Pasien
secara nonverbal.
mengatakan merasa
orang masih yang
mendukungnya
Do : -
Membina hubungan saling

72
percaya antara Ny. M,
keluarga, dengan sikap
jujur, menerima, ikhlas,
dan empati .

73
6. Evaluasi Keperawatan

No.
NO. Tgl Evaluasi TTD
DX
1. 5 1 S : Pasien mengatakan bahwa kematian sudah
Maret kehendak tuhan O :
2019 • Pasien tampak lebih tenang

• Pasien tanpak tidak menangis

A : masalah teratasi

P : Intervensi dihentikan

2. 5 2 S : Pasien mengatakan sudah rela melepaskan


Maret kepergian suaminya
2019 O : Pasien tampak tegar
A : Masalah teratasi
P : Selalu berikan dukungan kepada pasien

3. 7 3 S : Pasien sudah tidak cemas lagi


Maret O : Pasien Nampak terlihat
2019 berbicara dengan pasien atau
perawat lain
A : maslah Teratasi

P : Intervensi dihentikan

74
2.5 KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
HALUSINASI

2.5.1 Tinjauan Teori

A. Definisi Halusinasi
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang
dialami oleh pasien gangguan jiwa. Halusinasi identik dengan skizofrenia.
Seluruh klien dengan sizofrenia diantaranya mengalami halusinasi.
Gangguan jiwa lain yang sering juga disertai dengan gejala halusinasi
adalah gangguan maniak depresif dan delirium. Halusinasi merupakan
gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang
sebenarnya tidak terjadi. Suatu pencerapan panca indra tanpa ada
rangsangan dari luar (Maramis, 1998). Suatu penghayatan yang dialami
seperti suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimulus eksternal :
persepsi palsu. Berbeda dengan ilusi dimana klien mengalami persepsi
yang salah terhadao stimulus, salah persepsi pada halusinasi terjadi tanpa
adanya stimulus eksternal yang terjadi. Stimulis internal dipersepsikan
sebagai suatu yang nyata ada oleh klien (Maramis, 1998).
Pasien merasakan sensasi berupa suara, penglihatan, pengecapan,
perabaan, atau penghiduan tanpa stimulus yang nyata Keliat, (2011)
dalam Zelika, (2015). Menurut Surya, (2011) dalam Pambayung (2015)
halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam membedakan
rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal (dunia luar).
Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari pancaindera tanpa adanya
rangsangan (stimulus) eksternal (Stuart & Laraia, 2001).Halusinasi
merupakan gangguan persepsi dimana pasien mempersepsikan sesuatu
yang sebenarnya tidak terjadi.

75
Dapat disimpulkan bahwa, yang dimaksud dengan halusinasi adalah
gangguan persepsi sensori dimana klien mempersepsikan sesuatu melalui
panca indera tanpa ada stimulus eksternal

B. Etiologi
Menurut Stuart dan Laraia (2001) dalam Pambayun (2015), faktor-faktor
yang menyebabkan klien gangguan jiwa mengalami halusinasi adalah
sebagai berikut :

1. Faktor Predisposisi
a. Faktor genetik
Secara genetis, skizofrenia diturunkan melalui kromosom-
kromosom tertentu. Namun demikian, kromosom ke berapa yang
menjadi faktor penentu gangguan ini sampai sekarang masih dalam
tahap penelitian. Anak kembar identik memiliki kemungkinan
mengalami skizofrenia sebesar 50% jika salah satunya mengalami
skizofrenia, sementara jika dizigote, peluangnya sebesar 15%.
Seorang anak yang salah satu orang tuanya mengalami skizofrenia
berpeluang 15% mengalami skizofrenia, sementara bila kedua
orang tuanya skizofrenia maka peluangnya menjadi 35%.

b. Faktor perkembangan

Jika tugas perkembangan mengalami hambatan dan hubungan


interpersonal terganggu, maka individu akan mengalami stres dan
kecemasan.

c. Faktor neurobiologis

76
Klien skizofrenia mengalami penurunan volume dan fungsi otak
yang abnormal. Neurotransmitter juga ditemukan tidak normal,
khususnya dopamin, serotonin, dan glutamat.

1) Studi neurotransmitter
Skizofrenia diduga juga disebabkan oleh adanya
ketidakseimbangan neurotransmitter. Dopamin berlebihan, tidak
seimbang dengan kadar serotonin.

2) Teori virus
Paparan virus influenza pada trimester ketiga kehamilan dapat
menjadi faktor predisposisi skizofrenia.

3) Psikologis
Beberapa kondisi psikologis yang menjadi faktor predisposisi
skizofrenia antara lain anak yang diperlakukan oleh ibu yang
pencemas, terlalu melindungi, dingin, dan tak berperasaan,
sementara ayah yang mengambil jarak dengan anaknya.

4) Faktor biokimia

Faktor ini mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan


jiwa. Dengan adanya stres yang berlebihan yang dialami
seseorang, maka tubuh akan menghasilkan suatu zat yang dapat
bersifat halusinogenik neurokimia seperti buffaofenon dan
dimetytrasnferase (DMP)

2. Faktor Presipitasi
1) Berlebihannya proses informasi pada sistem saraf yang menerima
dan memproses informasi di thalamus dan frontal otak.

77
2) Mekanisme penghantaran listrik di syaraf terganggu.
3) Kondisi kesehatan, meliputi : nutrisi kurang, kurang tidur,
ketidakseimbangan irama sirkadian, kelelahan, infeksi, obat-obat
sistem syaraf pusat, kurangnya latihan, hambatan untuk menjangkau
pelayanan kesehatan.
4) Lingkungan, meliputi : lingkungan yang memusuhi, krisis masalah
di rumah tangga, kehilangan kebebasan hidup, perubahan kebiasaan
hidup, pola aktivitas sehari-hari, kesukaran dalam hubungan dengan
orang lain, isolasi social, kurangnya dukungan sosial, tekanan kerja,
kurang ketrampilan dalam bekerja, stigmatisasi, kemiskinan,
ketidakmampuan mendapat pekerjaan.
5) Sikap/perilaku, meliputi : merasa tidak mampu, harga diri rendah,
putus asa, tidak percaya diri, merasa gagal, kehilangan kendali diri,
merasa punya kekuatan berlebihan, merasa malang, bertindak tidak
seperti orang lain dari segi usia maupun kebudayaan, rendahnya
kernampuan sosialisasi, perilaku agresif, ketidakadekuatan
pengobatan, ketidakadekuatan penanganan gejala.

C. Dimensi Halusinasi
Respon klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketalutan,
perasaan tidak aman, gelisah dan bingung, perilaku merusak diri, kurang
perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak dapat
membedakan dunia nyata dan khayalan. Masalah halusinasi
berlandaskan akan hakikat keberadaan seorang individu sebagai
makhluk yang dibangun atas dasar unsur-unsur bio-psiko-sosial-
spiritual sehingga halusinasi dapat dilihat dari 5 dimensi (Stuart dan
Laraia, 2005).

78
- Dimensi fisik, kondisi fisik memengaruhi timbulnya halusinasi
seperti kelelahan yang luar biasa, pengguaan obat-obatan, demam
hingga delirium dan kesulitan tidur dalam waktu yang lama.
- Dimensi Emosional, perasaan cemas yang berlebihan atas dasar
masalah yang tidak dapat diatasi merupakan penyebab halusinasi itu
terjadi. Isi dari halusinasi dapat berupa perintah memaksa dan
menakutkan. Klien tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut
hingga dengan kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap
ketakutan tersebut.
- Dimensi Intelektual, dalam dimensi intelektual ini menerangkan
bahwa individu dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya
penurunan fungsi ego. Hal tersebut dibuktikan dengan timbulnya
kewaspadaan yang dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tak
jarang akan mengontrol seluruh prilaku klien.
- Dimesi Sosial, dimensi social pada individu dengan halusinasi
menunjukkan adanya kecenderungan untuk menyendiri. Isi
halusinasi dijadikan system control oleh individu tersebut sehingga
jika perintah halusinasi berupa ancaman, maka individu tersebut bisa
membahayakan orang lain.
- Dimensi spiritual, manusia diciptakan sebagai mahkluk social oleh
Tuhan. Maka dari itu kebutuhan bersosialisasi merupakan hal yang
mendasar. Klien dengan halusinasi akan terganggu untuk
menjalankan proses tersebut sehingga hal tersebut tidak akan terjadi.

D. Rentang Respon Halusinasi


Halusinasi merupakan salah satu respon maldaptive individual yang
berbeda rentang respon neurobiologis (Stuart and Laraia, 2005) dalam

79
Yusalia 2015. Ini merupakan persepsi maladaptive. Jika klien yang sehat
persepsinya akurat, mampu mengidentifisikan dan menginterpretasikan
stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indera
(pendengaran, pengelihatan, penciuman, pengecapan dan perabaan) klien
halusinasi mempersepsikan suatu stimulus panca indera walaupun
stimulus tersebut tidak ada. Diantara kedua respon tersebut adalah respon
individu yang karena suatu hal mengalami kelainan persensif yaitu salah
mempersepsikan stimulus yang diterimanya, yang tersebut sebagai ilusi.
Klien mengalami jika interpresentasi yang dilakukan terhadap stimulus
panca indera tidak sesuai stimulus yang diterimanya,rentang respon
tersebut sebagai berikut:

Respon adaptif Respon maladaptive

- Pikiran logis  Kadang proses  Waham


 Persepsi akurat pikir terganggu  Halusinasi
 Emosi (distorsi  Sulit berespons
konsisten pikiran  Perilaku
dengan  Ilusi disorganisasi
pengalaman  Menarik diri  Isolasi sosial
 Perilaku sesuai  Reaksi emosi
 Hubungan >/<
sosial harmonis  Perilaku tidak
biasa

80
E. Jenis Halusinasi
Menurut Stuart (2007) dalam Yusalia (2015), jenis halusinasi antara
lain:

1. Halusinasi pendengaran (auditorik) 70 % penderita.


Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama suara –
suara orang, biasanya klien mendengar suara orang yang sedang
membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan
untuk melakukan sesuatu.

2. Halusinasi penglihatan (visual) 20 % penderita.


Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk
pancaran cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan / atau
panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan
atau menakutkan.

3. Halusinasi penghidu (olfactory)


Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang
menjijikkan seperti: darah, urine atau feses. Kadang – kadang terhidu
bau harum.Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan
dementia.

4. Halusinasi peraba (tactile)


Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa
stimulus yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari
tanah, benda mati atau orang lain.

5. Halusinasi pengecap (gustatory)


Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan
menjijikkan, merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.

81
6. Halusinasi cenesthetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah
mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan
urine.

7. Halusinasi kinesthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

F. Tanda Gejala
Beberapa tanda dan gejala perilaku halusinasi adalah tersenyum
atautertawa yang tidak sesuai, menggerakkan bibir tanpa suara,
bicarasendiri,pergerakan mata cepat, diam, asyik dengan
pengalamansensori,kehilangan kemampuan membedakan halusinasi dan
realitas rentangperhatian yang menyempit hanya beberapa detik atau
menit, kesukaranberhubungan dengan orang lain, tidak mampu merawat
diri,perubahan

Berikut tanda dan gejala menurut jenis halusinasi Stuart & Sudden,
(1998) dalam Yusalia (2015).

82
Jenis halusinasi Karakteriostik tanda dan gejala

Pendengaran Mendengar suara-suara / kebisingan,


paling sering suara kata yang jelas,
berbicara dengan klien bahkan sampai
percakapan lengkap antara dua orang
yang mengalami halusinasi. Pikiran
yang terdengar jelas dimana klien
mendengar perkataan bahwa pasien
disuruh untuk melakukan sesuatu
kadang-kadang dapat membahayakan.

Stimulus penglihatan dalam kilatan


cahaya, gambar giometris, gambar
karton dan atau panorama yang luas
dan komplek. Penglihatan dapat
Penglihatan berupa sesuatu yang menyenangkan
/sesuatu yang menakutkan seperti
monster.

Membau bau-bau seperti bau darah,


urine, fases umumnya baubau yang
tidak menyenangkan. Halusinasi
penciuman biasanya sering akibat
stroke, tumor, kejang / dernentia.

83
Penciuman

Merasa mengecap rasa seperti rasa


darah, urine, fases.

Mengalami nyeri atau


ketidaknyamanan tanpa stimulus yang
jelas rasa tersetrum listrik yang
datang dari tanah, benda mati atau
Pengecapan
orang lain.

Merasakan fungsi tubuh seperti aliran


Perabaan darah divera (arteri), pencernaan
makanan.

Merasakan pergerakan sementara


berdiri tanpa bergerak

Sinestetik

Kinestetik

84
G. Fase Halusinasi
Halusinasi yang dialami oleh klien bisa berbeda intensitas dan
keparahannya Stuart & Sundeen, (2006) dalam Bagus, (2014), membagi
fase halusinasi dalam 4 fase berdasarkan tingkat ansietas yang dialami
dan kemampuan klien mengendalikan dirinya. Semakin berat fase
halusinasi, klien semakin berat mengalami ansietas dan makin
dikendalikan oleh halusinasinya.

Fase halusinasi Karakteristik Perilaku pasien

1 2 3

Fase 1 : Comforting- Klien mengalami keadaan Tersenyum atau tertawa


ansietas tingkat emosi seperti ansietas, yang tidak sesuia,
sedang, secara kesepian, rasa bersalah, dan menggerakkan bibir
umum, halusinasi takut serta mencoba untuk tanpa suara, pergerakan
bersifat berfokus pada penenangan mata yang cepat, respon
menyenangkan pikiran untuk mengurangi verbal yang lambat jika
ansietas. Individu mengetahui sedang asyik, diam dan
bahwa pikiran dan asyik sendiri
pengalaman sensori yang
dialaminya tersebut dapat
dikendalikan jika ansietasnya
bias ditangani

(Non psikotik)

Fase II: Pengalaman sensori bersifat Peningkatan sistem

85
Condemning- menjijikkan dan menakutkan, syaraf otonom yang
ansietas tingkat klien mulai lepas kendali dan menunjukkan ansietas,
berat, secara umum, mungkin mencoba untuk seperti peningkatan
halusinasi menjadi menjauhkan dirinya dengan nadi, pernafasan, dan
menjijikkan sumber yang dipersepsikan. tekanan darah;
Klien mungkin merasa malu penyempitan
karena pengalaman kemampuan
sensorinya dan menarik diri konsentrasi, dipenuhi
dari orang lain. dengan pengalaman
sensori dan kehilangan
(Psikotik ringan)
kemampuan
membedakan antara
halusinasi dengan
realita.

Fase III: Klien berhenti menghentikan Cenderung mengikuti


Controlling-ansietas perlawanan terhadap petunjuk yang diberikan
tingkat berat, halusinasi dan menyerah pada halusinasinya daripada
pengalaman sensori halusinasi tersebut. Isi menolaknya, kesukaran
menjadi berkuasa halusinasi menjadi menarik, berhubungan dengan
dapat berupa permohonan. orang lain, rentang
Klien mungkin mengalarni perhatian hanya
kesepian jika pengalaman beberapa detik atau
sensori tersebut berakhir. menit, adanya tanda-
(Psikotik) tanda fisik ansietas
berat : berkeringat,
tremor, tidak mampu

86
mengikuti petunjuk.

Fase IV: Conquering Pengalaman sensori menjadi Perilaku menyerang-


mengancam dan menakutkan teror seperti panik,
Panik, umumnya
jika klien tidak mengikuti berpotensi kuat
halusinasi menjadi
perintah. Halusinasi bisa melakukan bunuh diri
lebih rumit, melebur
berlangsung dalam beberapa atau membunuh orang
dalam halusinasinya
jam atau hari jika tidak ada lain, Aktivitas fisik
intervensi terapeutik. yang merefleksikan isi
halusinasi seperti amuk,
(Psikotik Berat)
agitasi, menarik diri,
atau katatonia, tidak
mampu berespon
terhadap perintah yang
kompleks, tidak mampu
berespon terhadap lebih
dari satu orang.

2.5.2 Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Halusinasi

A. Pengkajian

Faktor predisposisi

Faktor perkembangan 1.Usia bayi, tidak terpenuhi kebutuhan makanan,


terlambat minuman, dan rasa aman.
2.Usia balita, tidak terpenuhi kebutuhan otonomi
3.Usia sekolah mengalami peristiwa yang tidak

87
terselesaikan

Faktor psikologis Mudah kecewa, mudah putus asa, kecemasan


tinggi, menutup diri, idel diri tinggi, harga diri
rendah, identitas diri tidak jelas, krisis peran,
gambaran diri negatif dan koping destruktif.

Faktor sosial budaya Isolasi social pada yang usia lanjut, cacat, sakit
kronis, tuntutan lingkungan yang terlalu tinggi.

Faktor biologis Adanya kejadian terhadap fisik, berupa atrofi


otak, perubahan besar bentuk sel korteks limbic.

Faktor genetik Adanya pengaruh herediter berupa anggota


keluarga terdahulu yang mengalami schizophrenia
dan kembar monozigot.

Faktor Perilaku

Perilaku yang sering Bibir komat-kamit, tertawa sendiri, bicara sendiri,


tampak pada klien kepala mengangguk-angguk seperti mendengar
dengan halusinasi antara sesuatu, tiba – tiba menutup telinga, gelisah,
lain bergerak seperti mengambil/membuang sesuatu,
tiba-tiba marah dan menyerang, duduk terpaku,
memandang satu arah, menarik diri

Faktor Fisik

ADL Nutrisi tidak adekuat bila halusinasi


memerintahkan untuk tidak makan, tidur terganggu

88
karena ketakutan, kurang kebersihan diri atau tidak
mandi, tidak mampu berpartisipasi atau tidak
mandi, tidak mampu berpartisipasi dalam kegiatan
aktifitas fisik berlebihan.

Kebiasaan Berhenti dari minuman keras, penggunaan obat-


obatan, zat halusinogen, tingkah laku merusak diri.

Riwayat kesehatan Schizofrenia, delirium berhubungan dengan


riwayat deman dan penyalahgunaan obat.

Fungsi sistem tubuh

1. Perubahan berat badan, hipertermia


2. Neurologikal , perubahan mood, disorientasi
3. Ketidak efektifan endokrin oleh peningkatan
temperatur

Status emosi

Afek tidak sesuai, perasaan bersalah atau malu,


sikap negatif dan bermusuhan, kecemasan berat atau
panik, suka berkelahi.

Status intelektual

Gangguan persepsi, pengelihatan, pendengaran,


penciuman dan kecap, isi pikir tidak realistis, tidak
logis, dan sukar diikuti atau kaku, kurang motivasi,

89
koping regresi dan denial serta sedikit bicara.

Status social

Putus asa, menurunnya kualitas kehidupan,


ketidakmampuan mengatasi stress dan kecemasan

(Struart, Laraia, 2005)

B. Diagnosa Keperawatan

Terdapat beberapa diagnosa keperawatan yang mungkin timbul diantaranya


adalah :

1. Risiko perilaku kekerasan dibuktikan dengan adanya halusinasi

Data Objektif :

a) Mata melotot dan menunjukkan ekspresi marah


b) Tangan mengepal
c) Rahang mengatup
d) Wajah memerah
e) Postur tubuh kaku
f) Merusak maupun melukai diri sendiri/orang lain

Data Subjektif

a) Mengancam
b) Mengumpat dengan kata-kata kasar
c) Suara keras

90
d) Bicara ketus

2. Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan adanya gangguan


pengelihatan/pendengaran//penghiduan/perabaan (halusinasi) dibuktikan
dengan :

Data Objektif

a) Distorsi sensori
b) Respons tidak sesuai
c) Bersikap seolah melihat, mendengar, mengecap, meraba atau
mencium sesuatu
d) Menyendiri, melamun, konsentrasi buruk
e) Distorsi tempat, waktu, orang atau situasi
f) Curiga, melihat kesatu arah
g) Mondar mandir, bicara sendiri

Data Subjektif

a) Mendengar suara bisikan atau melihat bayangan


b) Merasakan sesuatu melalui indera perabaan, penciuman,
pendengaran atau pengecapan
c) Menyatakan kesal

3. Isolasi sosial berhubungan dengan perubahan status mental yang dibuktikan


dengan :

Data Objektif

a) Menarik diri
b) Tidak berminat/menolak berinterasi dengan orang lain
c) Afek datar, sedih

91
d) Menunjukkan permusuhan
e) Tidak mampu memenuhi harapan orang lain
f) Kondisi difabel
g) Tindakan tidak berarti
h) Tidak ada kontak mata
i) Perkembangan terlambat
j) Tidak bergairah/lesu

Data Subjektif

a) Merasa ingin sendirian


b) Merasa tidak aman ditempat umum
c) Merasa berbeda dengan orang lain
d) Merasa asyik dengan pikiran sendiri
e) Merasa tidak mempunyai tujuan yang jelas

C. Intervensi Keperawatan

Diagnosa I : Risiko perilaku kekerasan dibuktikan dengan adanya


halusinasi

Tujuan umum : Klien tidak mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan

Tujuan khusus :

1. Klien dapat membina hubungan saling percaya dasar untuk kelancaran


hubungan interaksi seanjutnya

Tindakan :

a. Bina hubungan saling percaya dengan menggunakan prinsip komunikasi


terapeutik dengan cara :

92
1) Sapa klien dengan ramah baik verbal maupun non verbal

2) Perkenalkan diri dengan sopan

3) Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai

4) Jelaskan tujuan pertemuan

5) Jujur dan menepati janji

6) Tunjukkan sikap empati dan menerima klien apa adanya

7) Berikan perhatian kepada klien dan perhatian kebutuhan dasar klien

2.Klien dapat mengenal halusinasinya

Tindakan :

a. Adakan kontak sering dan singkat secara bertahap

b. Observasi tingkah laku klien terkait dengan halusinasinya: bicara dan


tertawa tanpa stimulus memandang ke kiri/ke kanan/ kedepan seolah-olah
ada teman bicara

c. Bantu klien mengenal halusinasinya

1) Tanyakan apakah ada suara yang didengar

2) Apa yang dikatakan halusinasinya

3) Katakan perawat percaya klien mendengar suara itu , namun


perawat sendiri tidak mendengarnya.

4) Katakan bahwa klien lain juga ada yang seperti itu

5) Katakan bahwa perawat akan membantu klien

d. Diskusikan dengan klien :

1) Situasi yang menimbulkan/tidak menimbulkan halusinasi

93
2) Waktu dan frekuensi terjadinya halusinasi (pagi, siang, sore, malam)

e. Diskusikan dengan klien apa yang dirasakan jika terjadi halusinasi


(marah, takut, sedih, senang) beri kesempatan klien mengungkapkan
perasaannya

3.Klien dapat mengontrol halusinasinya

Tindakan :

a. Identifikasi bersama klien cara tindakan yang dilakukan jika terjadi


halusinasi ( tidur, marah, menyibukkan diri dll)

b. Diskusikan manfaat cara yang digunakan klien, jika bermanfaat ber pujian

c. Diskusikan cara baru untuk memutus/mengontrol timbulnya halusinasi:

1) Katakan “ saya tidak mau dengar”

2) Menemui orang lain

3) Membuat jadwal kegiatan sehari-hari

4) Meminta keluarga/teman/perawat untuk menyapa jika klien


tampak bicara sendiri

d. Bantu klien memilih dan melatih cara memutus halusinasinya secara


bertahap

e. Beri kesempatan untuk melakukan cara yang telah dilatih

f. Evaluasi hasilnya dan beri pujian jika berhasil

g. Anjurkan klien mengikuti TAK, orientasi, realita, stimulasi persepsi

94
4. Klien mendapat dukungan dari keluarga dalam mengontrol halusinasinya

Tindakan :

a. Anjurkan klien untuk memberitahu keluarga jika mengalami halusinasi

b. Diskusikan dengan keluarga (pada saat berkunjung/pada saat kunjungan


rumah):

1) Gejala halusinasi yang dialami klien

2) Cara yang dapat dilakukan klien dan keluarga untuk memutus


halusinasi

3) Cara merawat anggota keluarga yang halusinasi dirumah, diberi


kegiatan, jangan biarkan sendiri, makan bersama, bepergian bersama

4) Beri informasi waktu follow up atau kenapa perlu mendapat bantuan


: halusinasi tidak terkontrol, dan resiko mencederai diri atau orang lain

5. Klien memanfaatkan obat dengan baik

Tindakan :

a. Diskusikan dengan klien dan keluarga tentang dosis, frekuensi dan manfaat
minum obat

b. Anjurkan klien meminta sendiri obat pada perawat dan merasakan


manfaatnya

c. Anjurkan klien bicara dengan dokter tentang manfaat dan efek samping
minum obat yang dirasakan

d. Diskusikan akibat berhenti obat-obat tanpa konsultasi

e. Bantu klien menggunakan obat dengan prinsip 5 benar.

95
Diagnosa II : Gangguan persepsi sensori halusinasi berhubungan
dengan isolasi sosial : menarik diri

Tujuan umum : klien tidak terjadi perubahan sensori persepsi: halusinasi

Tujuan khusus :

1. Klien dapat membina hubungan saling percaya

Tindakan :

a. Bina hubungan saling percaya: salam terapeutik, memperkenalkan diri,


jelaskan tujuan interaksi, ciptakan lingkungan yang tenang, buat kesepakatan
dengan jelas tentang topik, tempat dan waktu.

b. Beri perhatian dan penghaargaan: temani klien walau tidak menjawab.

c. Dengarkan dengan empati: beri kesempatan bicara, jangan terburu-buru,


tunjukkan bahwa perawat mengikuti pembicaraan klien.

2. Klien dapat menyebutkan penyebab menarik diri

Tindakan :

a. Kaji pengetahuan klien tentang perilaku menarik diri dan tanda-tandanya

b. Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab


menarik diri atau mau bergaul

c. Diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri, tanda-tanda serta


penyebab yang muncul

96
d. Berikan pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaannya

3. Klien dapat menyebutkan keuntungan berhubungan dengan orang lain dan


kerugian tidak berhubungan dengan orang lain.

Tindakan :

a. Kaji pengetahuan klien tentang manfaat dan keuntungan berhubungan


dengan orang lain

1) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan


tentang keuntungan berhubungan dengan prang lain

2) Diskusikan bersama klien tentang manfaat berhubungan dengan


orang lain

3) Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan


perasaan tentang keuntungan berhubungan dengan orang lain

b. Kaji pengetahuan klien tentang kerugian bila tidak berhubungan dengan


orang lain

1) Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan perasaan


dengan orang lain

2) Diskusikan bersama klien tentang kerugian tidak berhubungan


dengan orang lain

3) Beri reinforcement positif terhadap kemampuan mengungkapkan


perasaan tentang kerugian tidak berhubungan dengan orang lain

97
4. Klien dapat melaksanakan hubungan sosial

Tindakan :

a. Kaji kemampuan klien membina hubungan dengan orang lain

b. Dorong dan bantu kien untuk berhubungan dengan orang lain melalui tahap :

- K–P

- K – P – P lain

- K – P – P lain – K lain

- K – Kel/Klp/Masy

c. Beri reinforcement positif terhadap keberhasilan yang telah dicapai

d. Bantu klien untuk mengevaluasi manfaat berhubungan

e. Diskusikan jadwal harian yang dilakukan bersama klien dalam mengisi


waktu

f. Motivasi klien untuk mengikuti kegiatan ruangan

g. Beri reinforcement positif atas kegiatan klien dalam kegiatan ruangan

5. Klien dapat mengungkapkan perasaannya setelah berhubungan dengan orang


lain

Tindakan :

98
a. Dorong klien untuk mengungkapkan perasaannya bila berhubungan dengan
orang lain

b. Diskusikan dengan klien tentang perasaan masnfaat berhubungan dengan


orang lain

c. Beri reinforcement positif atas kemampuan klien mengungkapkan perasaan


manfaat berhubungan dengan oranglain

6. Klien dapat memberdayakan sistem pendukung atau keluarga

Tindakan :

a. Bina hubungan saling percaya dengan keluarga :

- Salam, perkenalan diri

- Jelaskan tujuan

- Buat kontrak

- Eksplorasi perasaan klien

b. Diskusikan dengan anggota keluarga tentang :

- Perilaku menarik diri

- Penyebab perilaku menarik diri

- Akibat yang terjadi jika perilaku menarik diri tidak ditanggapi

- Cara keluarga menghadapi klien menarik diri

99
c. Dorong anggota keluarga untukmemberikan dukungan kepada klien untuk
berkomunikasi dengan orang lain

d. Anjurkan anggota keluarga secara rutin dan bergantian menjenguk klien


minimal satu kali seminggu

e.Beri reinforcement positif positif atas hal-hal yang telah dicapai oleh
keluarga.

100
2.6 Contoh Kasus Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Halusinasi

CONTOH KASUS KEPERAWATAN JIWA PADA PASIEN DENGAN


HALUSINASI

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA PASIEN Tn. G

DENGAN HALUSINASI

A. PENGKAJIAN
1. Identitas
Nama : Tn “G”
Jenis kelamin : Laki – laki
Tempat, tanggal lahir : Badung, 16 juni 1986
Agama : hindu
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : petani
Status : Menikah
Alamat : Badung
Tanggal pengkajian : 2 Maret 2019

2. Keluhan utama/Alasan masuk : Sering mendengar suara suara

3. Riwayat keluhan utama :


Keluhan ini dialami sejak kurang lebih 3 tahun yang lalu, saat dikaji
klien mengatakan sering mendengarkan suara suara yang menyuruh

101
untuk mengamuk dan berteriak . Klien mengatakan suara itu sering
muncul terutama pada saat klien lagi sendiri. Klien merasa
terganggu dengan suara itu. Efek klien habis emosi berubah ubah
kadang tampak sedih dan kadang nampak tegang dan marah.
Keluarga klien juga mengatakan klien sering mengamuk dan
memecahkan barang-barang yang ada di dekat klien saat itu.

4. Masalah keperawatan :
 Perubahan persepsi sensori : halusinasi pendengaran
 Resiko mencederai dirisendiri, orang lain dan lingkungan

5. Faktor predisposisi :
 Klien mengatakan tidak pernah mengalami gangguan jiwa
dimasa lalu
 Klien mengatakan tidak pernah mengalami aniaya fisik,
aniaya seksual dan kekerasan
 Tidak ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa
yang sama dengan klien
 Klien mengatakan ada pengalaman masa lalu yang tidak
menyenangkan pernah di tolak cintanya karena klien sudah
mengalami gangguan jiwa

6. Pemeriksaan fisik :
a. TTV
TD : 110/80 mmhg
N : 80x/m
P : 20 x/m

102
S : 36,5
b. Autropometri tidak dikaji (BB dan TB)
c. Keluhan Fisik :
Klien mengatakan tidak ada keluhan

7. Psikososial :
a. Konsep diri
 Citra tubuh : Klien mengatakan tidak ada yang istimewa pada
tubuhnya, semuanya biasa saja.
 Identitas diri
 Klien menyadari dirinya adalah seorang laki laki
 Klien yang pertama mengalami gangguan jiwa dalam
keluarganya
− Kepuasan sebagai laki laki belum terpenuhi karena belum
pernah menikah
 Peran
 Klien mengatakan berperan sebagai anak dalam keluarga
 Dalam keluarga klien tidak bekerja (pengangguran) dan
kadang hanya membantu ayahnya di sawah
 Ideal diri : klien ingin cepat sembuh
 Harga diri
 Klien merasa malu karena mengalami gangguan jiwa
 Klien merasa malu karena tidak bekerja
 Klien merasa diremekan oleh keluarganya
 Klien merasa dirinya tidak berguna lagi

103
b. Spiritual
 Nilai dan keyakinan
 Klien mengatakan penyakitnya adalah cobaan dari tuhan
 Kegiatan ibadah
c. Status mental
 Penampilan klien tidak rapi dalam berpakaian, rambut kotor, gigi
kotor, klien mengatakan jarang sikat gigi , klien mengatakan jarang
ganti baju, klien mengatakan mandi bila disuruh keluarga

 Pembicaraan
 Klien berbicara lambat
 Hanya sesekali menjawab ketika ditanya

 Aktivitas menarik
 Ekspresi wajah klien tampak tegang
 Termenung ditempat tidur
 Klien lebih banyak diam

 Alam perasaan
Saat diajak bicara klien merasa sedih dan kadang juga senang

 Interaksi dalam wawancara


Pada saat wawancara kontak mata pasien kurang dan sering
menunduk pada saat diajak berinteraksi.

104
 Persepsi
Klien mengatakan suara itu sering muncul terutama pada saat klien
lagi sendiri, klien mengatakan mendengar suara suara yang
menyuruhnya untuk mengamuk dan berteriak. Klien merasa
terganggu dengan suara tersebut, ekspresi wajah tegang dank lien
tampak sering melamun
 Proses pikir
Pada saat berinteraksi tidak ditemukan adanya gangguan iri piker
yaituwaham obsesi dan phobia

 Tingkat konsentrasi dan berhitung


Klien masih mampu berkonsentrasi dan melakukan perhitungan
sederhana

 Tingkat kesadaran
Klien tidak mengalami orientasi tempat , orang dan waktuklien
menyadari bahwa dirinya berada di rumah dan masih mengenal
waktu, tempat dan orang.

 Memori
Daya ingat jangka panjang : klien mengatakan masih dapat
mengingat kejadian yang sudah lama terjadi atau hal hal yang baru
terjadi

 Kemampuan penilaian
Klien mampu mengambil keputusan dengan tanpa bantuan orang
lain, misalnya ingin mandi dulu baru makan.

105
8. Kebutuhan sehari hari
a. Makan dan minum
Klien dapat makan dan minum sendiri, nafsu makan baik,
menghabiskan porsi makan yang diberikan, tidak ada makan
pantangan, frekuensi makan 2x sehari sesuai jadwal makan.

b. BAB/BAK
Klien BAB/BAK dengan lancar dan dapat dilakukan secara
mandiri di wc tanpa bantuan perawat.
c. Mandi
Klien mengatakan mandi bila disuruh

d. Istirahat dan tidur


Klien mengatakan tidur siang sekitar pukul 15.00 – 17.00 dan tidur
malam 22.00 – 06.00

e. Aktivitas dalam rumah


Dalam rumah klien memilih nonton tv dan tidur

f. Aktivita diluar rumah


Sewaktu diluar rumah klien mengatakan beraktivitas membantu
ayahnya di sawah
9. Mekanisme Koping
Klien mengatakan jika ada masalah tidak menceritakan kepada siapa-
siapa. Klien memendamnya sendiri dan jalan tanpa bantuan

106
10. Aspek Medik
a. Diagnose medis : Sonzoprenia Paranoid
b. Pengobatan
c. Khasiat
 Doropronazine (cp2) adalah derifat yang mempunyai khasiat dan
bekerja pada susunan saraf pusat yaitu mendefresikan sub cartikal
susunan saraf pusat., yang menimbulkan efek psikotropik, sendasi,
anti emetic dan dapat menekan reflex batuk.
 Efek samping
Yang dapat terjadi pada pemakaian doropromazine meliputi,
pusing, pingsan, hipertensi, arthostatis, papitasi, tacicardi, sindroma
pada mulut, kemerahan pada mukosa vertikal, lidah kotor, gigi
tunggal, pandangan kabur, konsipasi retensi urine, ejakulasi
bertahan
 Haloperidol adalah obat anti psikotik devivat yang khasiatnya
hampir sama dengan devivat ferotiatin (cp2)
 Efek samping
Serupa dengan efek samping (cp2) perbedaannya terletak pada efek
susunan saraf pusat dpat terjadi :bingung, manifestasi psikotik
],captoria reaksi hipersensitif,glukoma paragitas.

107
B. ANALISA DATA

NO DATA MASALAH
1 DS : Pebuhan Persepsi Sensori
 Klien mengatakan Halusinasi pendengaran
mendengar suara suara
yang menyuruh untuk
mengamuk dan berteriak
 Klien mengatakan suara
itu muncul terutama
pada saat klien sendiri
 Klien mengatakan
merasa terganggu
dengan suara itu

DO :
 Eksperisi wajah tegang
 Efek klien labil emosi
berubah ubah kadang
tampak sedih dan kadang
nampak tegang
 Jika klien diajak
berbicara kadang
pembicaraan tiba tiba
berhenti ditengah
kemudian dilanjutkan

108
kembali (bloking)

C. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Resiko mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan berhubungan


dengan halusinasi pendengaran

109
D. RENCANA KEPERAWATAN

DIAGNOSA RENCANA KEPERAWATAN


N KEPERAWATAN TUJUAN KRITERIA INTERVENSI RASIONAL
O HASIL
1 Resiko mencederai TUM : 1. Ekspresi 1. Bina hubungan 1. Kejujuran dan
diri sendiri, orang Klien tidak wajah saling percaya yg hubungan saling
lain dan lingkungan mencederai diri bersahabat, menggunakan percaya dapat
berhubungan sendiri, orang lain menunjukkan prinsip komunikasi meningkatkan
dengan halusinasi dan lingkungan rasa senang, terapeutik kepercayaan klien
pendengaran ada kontak a. Sapa klien dan merupakan
TUK : mata, mau dengan verbal dasar keterbukaan
Klien dapat menjawab b. Perkenalkan diri klien pada
membina salam, kliien dengan sopan perawat sehingga
hubungan saling mau duduk. c. Tanyakan nama mempermudah
percaya. lengkap dan dalam melakukan
panggilan lain hubungan
yang disukai interaksi anatar

110
d. Jelaskan tujuan perawat dan klien
pertemuan serta sebagai dasar
e. Jujur dan untuk melakukan
menepati janji tindakan
f. Tunjukkan keperawatan
sikap simpati selanjutnya.
dan mau
menerima klien
apa adanya
g. Beri perhatian
kepada klien
dan perhatian
kebutuhan dasar
TUK II : klien
Klien dapat 2. Klien dapat 2. Membina
mengenal menyebutkan 2. Adakan kontak hubungan saling
halusinasi waktu sering dan singkat percaya dan juga
Isi : frekuensi secara bertahap. sebagai pemutus

111
timbulnya halusinasi
halusinasi
3. Observasi tingkah 3.Menentukan sejauh
laku klien terkait mana halusinasi yg
halusinasinya berbicaya dialami klien dengan
dan tertawa sendiri terlebih dahulu
tanpa stimulus mengenal halusinasi
memandang tekanan
kekiri atau kedepan
seolah olah ada teman
bicara

4. Bantu klien 4. Dengan mengenal


menemukan sedang halusinasi klien dapat
halusinasi tanyakan mengemukakannya
apakah ada suara yang kepada perawat dan
didengar dapat
a. Jika klien menceritakannya apa

112
menemukan yg klien alami
halusinasi
tanyakan
apakah ada
suara yg
didengar
b. Jika klien
menjawab ada,
lanjutkan apa
yg dikatakan :
katakana bahwa
perawat percaya
pada klien
c. Mendengar
suara itu,
namun perawat
sendiri tidak
mendengarnya

113
(dengan nada
bersahabat
tanpa menuduh
dan memaki)
d. Katakana
bahwa klien
lain juga ada yg
seperti itu
e. Katakana
TUK III : bahwa perawat
Klien dapat 1. Klien dapat akan membantu
mengontrol menyebutkan klien 5. Agar klien
halusinasinya tindakan yg mengetahui cara
bisa dilakukan 5. Identifikasi bersama menyelesaikan
untuk klien cara/tindakan yg permasalahannya,
mengendalika dilakukan jika terjadi agar klien
n halusinasinya. mengetahuicara
halusinasinya memutuskan

114
halusinasinya

2. Klien dapat
mendokument 6. Melatih klien
asikan cara 6. Diskusikan cara baru untuk memutuskan
mengusir atau memutuskan halusinasi halusinasinya,
tidak terjadi : meningkatkan harga
mempedulika a. Katakana saya diri klien
n tidak mau
halusinasinya dengar kamu
(pada saat
halusinasinya - Memvalidasi
terjadi) perasaan klien
b. Menemui orang melatih
lain, perawat, kemampuan
anggota klien
keluarga untuk
bercakap cakap

115
atau
mengatakan
halusinasi yg - Melatih
didengarnya kemampuan
c. Membuat klien
jadwal kegiatan
sehari-hari agar
halusinasinya
dapat muncul
kembali, minta
keluaraga,
teman, perawat,
menyapa klien
jika klien
tampak
berbicara
sendiri
d. Beri contoh

116
cara
menghardik
halusinasinya
e. Meminta klien
untuk mengikuti
contoh yg
diberikan dan
mengukurnya
f. Beri pujian atas
keberhasilan
klien
g. Susun jadwal
kegiatan atau
latihan klien
dan minta klien
untuk mengisi
jadwalnya
h. Tanyakan pada

117
3. Klien dapat klien tentang
mendokument contoh yang
asikan telah dilakukan.
beberapa cara
percakapan 1. Berikan contoh
dengan orang percakapan dengan
lain orang lain.
a. Minta klien
mengikuti
contoh
percakapan dan
mengulanginya
b. Beri pujian atas
keberhasilan
klien
c. Susun jadwal
untuk melatih 7. Meningkatkan
diri harga diri klien untuk

118
d. Tanyakan merangsang minat
kepada klien diri klien
bagaimana
4. Klien dapat perasaan setelah
mendokument melatih
asikan bercakap  Memotivasi
pelaksanaan kemampuan klien
kegiatan 7. Diskusikan dengan  Untuk
sehari hari klien tentang kegiatan menghindari
harian yg dapat halusinasi agar
dilakukan dirumah klien mengetahui
a. Latih klien yg perlu
untuk dilakukan agar
melakukan dapat mencegah
kegiatan yg timbulnya
telah disepakati halusinasinya
dan masukan
5. Klien dapat dalam jadwal

119
mengikuti kegiatan 8. Agar klien bersama
therapy keluarga belajar cara
aktivitas mengatasi
kelompok permasalahan yg
dihadapi

8. Anjurkan klien untuk


mengikuti therapy
aktivitas kelompok
orientasi realita

120
E. IMPLEMENTASI & EVALUASI KEPERAWATAN

NO HARI/TGL NO. JAM IMPLEMENTASI EVALUASI


DX
1 2 Maret 1 09.00 TUK I : S:
2019 1. Membina hubungan Saling percaya  klien membalas salam selamat
dengan menggunakan teknik pagi, nama saya emang biasa
komunikasi terapeutik dipanggil emang
a. Menyapa klien dengan ramah baik  klien mengatakan sering
secara verbal maupun nonverbal mendengarkan suara suara yg
P : Selamat pagi pak (sambil menyuruhnya untuk mengamuk
berjabat tangan) O:
b. Memperkenalkan dengan sopan  kontak mata kurang
P : Perkenalkan nama saya suster M  klien mau duduk
c. Menanyakan nama lengkap klien berdampingan sambil
dan nama panggilan yang berjabat tangan
disukainya A : Hubungan saling percaya terbina
P : Kalau boleh tau nama bapak

121
siapa dan senangnya dipanggil apa? P : Pertahankan TUK I dan II
d. Menjelaskan tujuan pertemuan
P : Tujuan saya kesini adalah untuk
membantu menjelaskan
permasalahan yg bapak alami
e. Membuat kontrak
P : Kalau bapak tidak keberatan kita
akan berbincang bincang dan akan
membahas masalah yg bapak
hadapi. Bagaimana kalau disini
saja? Kira kira hanya memakan
waktu 20 menit saja apakah bapak
sejutu?
f. Mendorong klien mengungkapkan
perasaannya
P:
g. Mendengarkan klien dengan penuh
perhatian dan empati fase terminasi

122
P : bagaimana perasaan bapak
setelah berbincang bincang dengan
saya? Saya harap bapak bisa
mengulang kembali. Bagaimana
kalau besok kita berbincang bincang
lagi dengan saya, di tempat ini lagi
sekitar jam 08.30?
selama 20 menit kita akan
membahas mengenai cara
mengontrol halusinasi.
Apakah bakap setuju?
Membimbing klien untuk mandi?

TUK II :
Klien dapat mengenal halusinasinya
a. Mengadakan kontrak saling percaya
dengan singkat
P : Selamat pagi pak, bagaimana

123
keadaan bapak sekarang? S:
b. Mengobservasi tingkah laku klien  Klien mengatakan suara itu
terkait dengan halusinasinya menyuruhnya untuk mengamuk
P : Pada saat bapak mendengar dan terkadang menyuruhnya
suara suara itu, apa yang dia untuk membunuh, suara itu
katakana pak? Bisa bapak beri tahu muncul pada saat klien mau
kesaya? tidur malam dan pada saat klien
saya tidak mendengar suara suara sendiri
yang bapak maksud. Bapak bisa  Klien mengatakan suara itu
member tahu saya dan saya akan terkadang suara perempuan dan
membantu bapak agar suara suara laki laki
tersebut tidak muncul lagi O:
c. Membantu klien mengenal  Kontak mata kurang
halusinasinya  Klien terkadang menunduk
P : suara apa yg bapak dengar? dan sering melihat objek lain
Apa yang dikatakan suara itu? A:
Apakah suara tersebut terdengar  Klien dapat mengenal
seperti suara laki laki atau halusinasinya

124
perempuan? P:
Berapa kali suara tersebut muncul?  Pertahankan TUK II dan
d. Mendiskusikan dengan klien apa lanjutkan TUK III
yang dirasakan bila mendengar
suara suara itu muncul dan apa
namanya
Fase terminasi
P : bagaimana perasaan bapak
setelah berbincang bincang kembali
dengan sya ditempat ini? Selama
20menit dan kita akan membahas
mengenai cara mengontrol atau
menghardik jika terjadi halusinasi.
apakah bapak setuju?
mau mendengarmu lagi.
Saat suara itu muncul langsung
balik bilang saya tidak mau
mendengarkan kamu lalu bapak

125
juga bisa menutup telinga dengan
menggunakan tangan bila dengar
suara tersebut.
Bapak bisa menemui orang lain,
keluarga atau perawat jika suara itu
muncul untuk mengontrol
halusinasinya.
Bapak juga bisa mencari kesibukan
atau membuat jadwal kegiatan
sehari hari agar halusinasinya jarang
muncul
e. Membantu klien memilih dan
melatih memutuskan halusinasinya
secara bertahap
P : bapak bisa memulai memilih
cara yang mudah menurut bapak
yang tadi saya ajarkan untuk
menghardik atau memutuskan suara

126
suara tersebut
f. Memberikan kesempatan pada klien
untuk melakukan cara yg telah
dilatih dan evaluasi hasilnya serta
beri pujian jika berhasil
P : Coba bapak ulangi apa yg saya
ajarkan tadi
g. Anjurkan klien mengikuti terapi
aktivitas kelompok, orientasi realita
stimulus persepsi
P : Bapak bisa mengikuti kegiatan
terapi agama

127
BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

Ansietas adalah kekhawatiran yang tidak jelas dan menyebar, yang


berkaitan dengan perasaan dengan perasaan tidak pasti dan tidak berdaya.
Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik. (Stuart,1995). Ansietas
dapat dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu ansietas ringan, berat dan panik.
Kehilangan merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami
suatu kekurangan atau tidak ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau
pernah dimiliki. Kehilangan merupakan suatu keadaan individu berpisah
dengan sesuatu yang sebelumnya ada menjadi tidak ada, baik sebagian atau
seluruhnya. Berduka merupakan respon normal pada semua kejadian
kehilangan. Berduka dibagi menjadi 2 tipe yakni berduka diantisipasi dan
berduka disfungsional.
Halusinasi merupakan gangguan persepsi dimana klien mempersepsikan
sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu pencerapan pancaindra tanpa ada
rangsangan dari luar. Terdapat 7 jenis halusinasi yaitu halusinasi pendengaran,
pengelihatan, perabaan, pengecapan, penghidu, kinestetik, kenestetik.
Ketiga masalah tersebut merupakan masalah yang tidak boleh
disepelekan keberadaannya. Penanganan yang cepat dan tepat perlu dilakukan
untuk mengantisipasi kondisi klien yang semakin memburuk. Tindakan yang
dilakukan dapat seperti menggali harga diri klien, mengedukasi pengetahuan
klien, memberikan support dan lain lain.

128
3.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penyusun mengambil saran dalam
rangka meningkatkan pelayanan asuhan keperawatan. Saran-saran adalah
sebagai berikut :
1. Untuk Keluarga

Apabila sudah mengetahui dan memahami akibat yang akan dilakukan


oleh pasien, maka sebagai orang terdekat dengan pasien harus
memberikan support dan dorongan yang efektif kepada pasien agar tidak
terjadi hal-hal yang tidak diinginkan.

2. Untuk Perawat

Bagi seorang perawat sebaiknya harus memahami dan mengerti baik


secara teoritis maupun praktek tentang kondisi klien terkait agar dapat
menerapkan dan memberikan pelayanan yang efektif kepada pasien dan
keluarga yang mungkin mengalami stress, cemas, takut, sedih dan
bahkan marah

3. Untuk Rumah Sakit

Bagi rumah sakit hendaknya mendekorasi ruangan rumah sakit dengan


seindah mungkin agar pasien tidak merasa takut dan gelisah berada
dirumah sakit serta agar pasien merasa nyaman berada dirumah sakit
sehingga hal yang tidak diinginkan tidak terjadi.

129

Anda mungkin juga menyukai