Anda di halaman 1dari 8

Kegiatan mengajar pada hakikatnya adalah proses mengatur mengorganisasi lingkungan yang ada

disekitar siswa. Semua komponen pengajaran yang meliputi tujuan, bahan pelajaran, kegiatan
belajar mengajar, metode, alat dan sumber, serta evaluasi diperkenankan secara optimal guna
mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelum pengajaran dilaksanakan.

Sekolah sebagai organisasi kerja terdiri dari beberapa kelas, baik yang bersifat parallel maupun yang
menunjukkan penjenjangan. Setiap kelas merupakan bentuk kerja yang berdiri sendiri dan
berkedudukan sebagai sub system yang menjadi bagian dari sebuah sekolah sebagai total system.
Pengembangan sekolah dalam total system atau kesatuan organisasi, sangat tergantung pada
penyelenggaraan dan pengelolaan kelas. Baik dilingkungan kelas masing-masing sebagai unit kerja
yang berdiri sendiri ataupun dalam hubungan kerja antara kelas yang satu dengan kelas yang lain.

Oleh karena itu setiap guru atau wali kelas sebagai pimpinan menengah (middle manager) atau
administrator kelas, menempati posisi dan peran yang penting, karena memikul tanggung jawab
mengemban dan memajukan kelas masing-masing yang berpengaruh pada perkembangan dan
memajukan sekolah secara keseluruhan, setiap murid dan guru yang menjadi komponen penggerak
aktivitas kelas, harus di daya gunakan secara maksimal agar sebagai satu kesatuan setiap kelas
menjadi bagian yang dinamis sebagai satu kesatuan setiap kelas menjadi bagian yang dinamis di
dalam organisasi sekolah.

Disiplin sangat penting artinya bagi peserta didik, karena itu, ia harus ditanamkan secara terus-
menerus kepada peserta didik. Jika disiplin ditanamkan terus menerus pada peserta didik, maka
disiplin tersebut akan menjadi kebiasaan bagi peserta didik. Orang-orang yang berhasil dalam
bidangnya masing-masing umumnya mempunyai kedisiplinan yang inggi, begitupun sebaliknya.

The Liang Gie (1972) memberikan pengertian disiplin sebagai berikut: “ Disiplin adalah suatu
keadaan tertib dimana orang-orang yang tergabung dalam suatu organisasi tunduk pada peraturan-
peraturan yang ada dengan rasa senang hati”

Sedangkan Good’s (1959) dalam Dictionary of Education mengartikan disiplin sebagai berikut:

Proses atau hasil pengarahan atau pengendalian keinginan, dorongan atau kepentingan guna
mencapai maksud atau untuk mencapai tindakan yang lebih sangkil.

Mencari tindakan terpilih dengan ulet, aktif, dan diarahkan sendiri, meskipun menghadapi rintangan.

Pengendalian prilaku secara langsung dan otoriter dengan hukuman atau hadiah.
Pengekangan dorongan dengan cara yang tak nyaman dan bahkan menyakitkan.

Ada pendapat lain dari Webster’s New World Dictionary (1959) membeikan batasan disiplin sebagai:
Latihan untuk mengendalikan diri, karakter dan keadaan secara tertib dan efisien.

Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa disiplin adalah taat dan tepat pada suatu
aturan yang dilakukan secara sadar tanpa paksaan dari pihak lain atau suatu keadaan yang tertib,
teratur dan semestinya tanpa adanya pelanggaran baik serara langsung atau tidak langsung. [1]

Taktik pembelajaran merupakan gaya dalam melaksanakan metode atau teknik pembelajaran
tertentu yang sifatnya individual. Misalkan, terdapat dua orang sam-sama menggunakan metode
ceramah, tetapi mungkin akan sangat berbeda dalam taktik yang digunakan. Penyajian yang satu
cenderung banyak diselingi dengan humor karena memang dia memiliki sense of humor yang tinggi,
sementara yang satunya lagi kurang memiliki sense of humor, tetapi lebih banyak menggu nakan alat
bantu elektronik karena dia memang sangat menguasai bidang itu. Dalam gaya pembelajaran akan
tampak keunikan atau kekhasan dari masing-masing guru, sesuai denagn kemampuan, pengalaman
dan tipe kepribadian dari guru yang bersangkutan.

Oleh sebab itu, untuk dapat melaksanakan tugasnya secara profesional, seorang guru dituntut dapat
memahami dan memliki keterampilan yang memadai dalam mengembangkan berbagai model
pembelajaran yang efektif, kreatif dan menyenangkan, sebagaimana diisyaratkan dalam Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan.

Disiplin kelas yang baik adalah pengendalian serta pengarahan segala perasaan dan tindakan orang
dalam satu kelas untuk menciptakan dan memelihara suatu suasana belajar mengajar yang efektif.
Tujuan yang ingin dicapai ialah perkembangan dan pertumbuhan secara maksimal dan setiap siswa
yang menjadi tanggung jawab sekolah yang bersangkutan.

Tujuan disiplin menurut Arikunto, S. (1993) yaitu agar kegiatan sekolah dapat berlangsung secara
efektif dalam suasana tenang, tentram dan setiap guru dan beserta karyawan dalam organisasi
sekolah merasa puas karena terpenuhi kebutuhannya. sedangkan Depdikbud (1992) menyatakan
bahwa tujuan disiplin dibagi menjadi dua bagian yaitu:

Tujuan umum adalah agar terlaksananya kurikulum secara baik yang menunjang mutu pendidikan.

Tujuan khusus yaitu :

Agar kepala sekolah dapat menciptakan suasana kerja yang menggairahkan bagi seluruh peserta
warga sekolah.
Agar guru dapat melaksanakan proses belajar mengajar se optimal mungkin dengan semua sumber
yang ada di sekolah dan di luar sekolah.

Agar tercipta kerjasama yang erat antara sekolah dengan orang tua dan sekolah dengan masyarakat
untuk mengemban tugas pendidikan.[2]

Seorang guru haruslah menjadi panutan oleh para peserta didik, baik itu secara perbuatan yang
sederhana sampai yang sangat sempurna.

Pemahaman guru yang baik akan peraturan dan kemauan dalam melaksanakannya akan
mempermudah dalam pencapaian tugas pengelolaan kelas, mengadakan kerjasama antar guru,
membangkitkan katahati dan moral siswa dan membantu dalam pembelajaran siswa ke arah yang
lebih baik, menjadi tauladan bagi siswanya, sehingga akan tercipta lingkungan kelas yang baik.[3]

Disiplin Kerja Guru

Adalah suatu keadaan tertib dan teratur yang dimiliki oleh guru dalam bekerja di sekolah, tanpa ada
pelanggaran-pelanggaran yang merugikan baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap
dirinya, teman sejawatnya dan terhadap sekolah secara keseluruhan.

Ada tiga macam disiplin, Pertama, disiplin yang dibangun berdasarkan konsep otoritarian. Menurut
kacamata konsep ini, guru di sekolah dikatakan mempunyai disiplin tinggi manakala mau menurut
saja terhadap perintah dan anjuran pejabat dan atau pembina tanpa banyak menyumbangkan
pikiran-pikirannya. Kedua, disiplin yang dibangun berdasarkan konsep permissive. bahwa guru
haruslah diberikan kebebasan seluas-luasnya di dalam kelas dan di sekolah. Ketiga, disiplin yang
dibangun berdasarkan konsep kebebasan yang terkendali, atau kebebasan yang bertanggungjawab.
Konsep ini merupakan konvergensi dari konsep ototarian dan permissive.

Dari ketiga konsep diatas dapat diwujudkan dan diterapkan dengan menggunakan teknik-teknik
pembinaan disiplin guru. Pertama, teknik pembinaan external control, ialah suatu teknik dimana
disiplin guru haruslah dikendalikan dari luar. Kedua, teknik pembinaan inner control/internal control
yaitu teknik yang mengupayakan agar guru dapat mendisiplinkan diri mereka sendiri. Ketiga, teknik
cooperative control yaitu teknik yang mengharuskan adanya kerja sama antara guru dengan
pembina dalam menegakkan disiplin. Pembina dan guru lazimnya membuat semacam kontrak
perjanjian yang berisi aturan-aturan kedisiplinan yang harus ditaati bersama-sama. Sangsi atas
pelanggaran disiplin juga ditaati dan dibuat bersama.[4]
Perilaku disiplin dalam kaitannya dengan kinerja guru sangat erat hubungannya karena dengan
kedisiplinan yang tinggilah pekerjaan dapat dilakukan sesuai dengan aturan-aturan yang ada. Untuk
itu dalam upaya mencegah terjadinya indisipliner perlu ditindak lanjuti dengan meningkatkan
kesejahteraan guru, memberi ancaman, teladan kepemimpinan, melakukan tindakan korektif,
memelihara tata tertib, memajukan pendekatan positif terhadap disiplin, pencegahan dan
pengendalian diri (Zahera Sy,1998).[5]

Teknik eksternal control adalah pengendalian berasal dari luar diri siswa dan hal ini dapat berupa
bimbingan dan konseling. Pengendalian diri dapat juga berupa pengawasan tetapi yang bersifat
hukuman. Pemakaian teknik ini harus disesuaikan dengan perkembangan siswa. Misalnya teknik
inner control lebih sesuai untuk siswa pendidikan menengah dan tinggi, sedangkan untuk siswa
pendidikan rendah lebih sesuai dengan teknik external control.

external control, merupakan teknik di mana disiplin peserta didik haruslah dikendalikan dari luar
peserta didik. Teknik ini meyakini kebenaran akan teori X, yang mempunyai asumsi-asumsi tak baik
mengenai manusia. Karena tak baik, mereka senantiasa diawasi dan dikontrol terus, agar tidak
terjerembab ke dalam kegiatan-kegiatan yang destruktif dan tidak produktif. Menurut teknik
external control ini, peserta didik harus terus menerus didisiplinkan, dan kalau perlu ditakuti dengan
ancaman dan ditawari dengan ganjaran. Ancaman diberikan kepada peserta didik yang tidak disiplin,
sementara ganjaran diberikan kepada peserta didik yang mempunyai disiplin tinggi. [6]

Teknik cooperative control adalah kerjasama antara guru dan siswa. Teknik ini berangkat dari
pendapat bahwa disiplin kelas yang baek mengandung adanya kesadaran kerjasama guru dan siswa
secara harmonis, respektif, epektif, dan produktif. Oleh karena itu, harus ada kerja sama antara guru
dan peserta didik/ siswa.

Bentuk-bentuk kerjasama antara guru dan siswa:

Mengadakan perencanaan secara kooperatif dengan siswa


Mengembangkan kepemimpinan dan tanggung jawab pada siswa

Membina organisasi dan prosedur kelas secara demokratis

Memberikan kesempatan untuk berdiri sendiri, berpikir sendiri, terutama dalam mengemukakan dan
menerima pendapat orang lain

Memberi kesempatan berpartisipasi secara luas sesuai dengan taraf kesanggupan siswa

Menciptakan kesempatan unuk mengembangkan sikap yang diinginkan: sosiail, psikologis, biologis.

Dalam kegiatan interaksi edukatif antara guru dengan siswa, guru berperan sebagai pemimpin
instruksional (instruksional leader). ibarat sebuah pesawat yang sedang terbang tinggi, interaksi
edukatif antara guru dan peserta didik sering disebut black box atau kotak hitam, yakni tempat
untuk merekam semua peristiwa penting yang terjadi dalam interaksi edukatif tersebut. [7]

Perlu penegasan lagi bahwa guru, siswa, dan kurikulum merupakan tiga komponen utama
pendidikan.tanpa kehadiran salah satu dari ketiga komponen tersebut, tidak akan terjadi proses
pembelajaran seperti yang diharapkan. Interaktif yang terjadi pada tiga komponen tersebut
menimbulkan satu proses yang disebut proses pengajaran bagi guru dan proses pembelajaran bagi
peserta didik.

Pembinaan Terhadap Disiplin Kerja Guru

Disiplin pegawai negeri diatur dalam peraturan pemerintah 30 tahun 1980 (bab II pasal 2 tentang
pelayanan). Yang dimaksud dengan peraturan disiplin pegawai negeri sipil adalah peraturan yang
mengatur kewajiban, larangan dan sanksi apabila kewajiban tidak ditaati atau larangan dilanggar.

Pejabat yang berwenang menghukum adalah pejabat yang diberi wewenang menjatuhkan hukuman
disiplin pegawai negeri sipil.

Tingkat-tingkat hukuman disiplin pegawai negeri sipil terdiri atas :

Hukuman disiplin ringan

Hukuman disiplin sedang

Hukuman disiplin berat.

Guna peningkatan disiplin pegawai negeri sipil, mereka setiap tahun senantiasa dinilai oleh
atasannya, dengan menggunakan format DP3 (Daftar Penilaian Pelaksanaan Pekerjaan) dan juga
pegawai negeri menjadi anggota KORPRI (Korps Pegawai Republik Indonesia) yang harus mentaati
terhadap kode etik Korpri yang dikenal dengan Sapta Prasetya Korpri.[8]

Pembinaan terhadap disiplin kerja guru ini dapat juga dilakukan dengan langkah-langkah
pengawasan yang dapat diteapkan dalam rangka membina disiplin kerja guru diantaranya:
merumuskan standar, mengadakan pengukuran, membandingkan hasil pengukuran dengan standar,
mengadakan perbaikan jika terdapat kekurangan atau ketidakdisiplinan.[9]

Disiplin Siswa

Disiplin siswa dalam mentaati tata tertib di sekolah adalah kesesuaian tindakan siswa dengan tata
tertib atau peraturan sekolah yang ditunjukkandalam setiap perilakunya yang selalu taat dan mau
melaksanakan tata tertib sekolah dengan penuh kesadaran. Penanaman disiplin belajar di sekolah
perlu dibina dengan baik.[10]

Disiplin kelas yang baik adalah pengendalian dan pengarahan segala perasaan dan tindakan orang
dalam suatu kelas untuk menciptakan dan memelihara suatu suasana belajar-mengajar yang efektif.
Tujuan yang ingin dicapai adalah perkembangan dan pertumbuhan secara maksimal dari setiap siswa
yang menjadi tanggung jawab sekolah yang bersangkutan.

Ada tiga macam disiplin, Pertama, disiplin yang dibangun berdasarkan konsep otoritarian. Menurut
kacamata konsep ini, siswa di sekolah dikatakan mempunyai disiplin tinggi manakala mau menurut
saja terhadap perintah dan anjuran guru tanpa banyak menyumbangkan pikiran-pikirannya. Kedua,
disiplin yang dibangun berdasarkan konsep permissive. bahwa siswa haruslah diberikan kebebasan
seluas-luasnya di dalam kelas. Ketiga, disiplin yang dibangun berdasarkan konsep kebebasan yang
terkendali, atau kebebasan yang bertanggungjawab. Konsep ini merupakan konvergensi dari konsep
ototarian dan permissive.

Tehnik yang digunakan dalam disiplin siswa yakni Pertama, teknik pengendalian dari luar (external
control) berupa bimbingan dan penyuluhan (teknik ini dalam arti pengawasan perlu diperketat,
namun hendaknya secara human atau disesuaikan dengan perkembangan peserta didik). Kedua,
teknik pengendalian diri dari dalam (inner control/internal control) teknik ini lebih baik digunakan
dalam pembinaan disiplin dalam kelas sehari-hari. Ketiga teknik pengendalian kooperatif
(cooperative control) dalam hal ini disiplin kelas yang baik mengandung kesadaran untuk
mengantisipasi berbagai problema.[11] yaitu teknik yang mengharuskan adanya kerja sama antara
siswa dengan guru dalam menegakkan disiplin. Siswa dan guru lazimnya membuat semacam
kontrak perjanjian yang berisi aturan-aturan kedisiplinan yang harus ditaati bersama-sama.[12]

Yang perlu diperhatikan oleh guru dalam proses pembinaan disiplin kelas adalah perbedaan-
perbedaan individual peserta didik dalam kesanggupan mengadakan mawas diri (instropeksi) dan
pengendalian dirinya (self control). Karena itu teknik cooperative control sangat dianjurkan untuk
menetralisir teknik inner control (yang menuntut kedewasaan) dan ekternal control (yang
menganggap peserta didik belum dewasa).[13]

[1] Ali Imron, Pembinaan Guru DI Indonesia, (Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1995), hal. 182.

[2] lihat: http://blog.elearning.unesa.ac.id/alim-sumarno/faktor-yang-mempengaruhi-kinerja-guru-


kedisiplinan. (02/03/2012, 08:52)

[3] DR. Made Pidarta, Pengelolaan Kelas, (Surabaya: Usaha Nasional), hal. 17.

[4] Ali Imron, Pembinaan Guru DI Indonesia, (Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1995), hal. 183-184.

[5] lihat: http://blog.elearning.unesa.ac.id/alim-sumarno/faktor-yang-mempengaruhi-kinerja-guru-


kedisiplinan. (02/03/2012, 08:52)

[6]Lihat: http://subliyanto.blogspot.com/2011/02/urgensi-dan-makna-kedisiplinan.html

[7]Suparlan, Menjadi guru efektif, (yogyakarta: hikayat publishing, 2008), hal. 70

[8] Ali Imron, Pembinaan Guru DI Indonesia, (Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1995), hal. 189.

[9] Ibid. hal. 191

[10] http://www.scribd.com/doc/25009775/11/Disiplin-Belajar-di-Sekolah#page=43(30/03/2012
5:12 PM)

[11] Soekarto Indrafachruddin, Administrasi Pendidikan, (Malang: IKIP Malang, 1989), hal. 110-111.

[12] Ali Imron, Pembinaan Guru DI Indonesia, (Jakarta: Dunia Pustaka Jaya, 1995), hal. 183.

[13] http://cayooandi.blogspot.com/2011/12/teknik-pelanggaran-disiplin-kelas.html (30/3/2012


4:52 PM)

Anda mungkin juga menyukai