(The Effect Of Progressive Muscle Relaxation On The Glucose Level In Patient With Type
II Diabetes Mellitus In The Working Area Of UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak
Selatan)
ABSTRAK
Latar Belakang : Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang ditandai
dengan hiperglikemia yang terus mengalami peningkatan setiap tahun. Keadaan
hiperglikemia yang berlangsung lama pada penderita DM dapat menyebabkan kerusakan
sistemik yang luas pada tubuh dan dapat berakibat fatal. Pengelolaan DM dapat dilakukan
dengan terapi non-farmakologis dan terapi farmakologis, terapi non-farmakologis salah
satunya latihan relaksasi otot progresif
Tujuan : Mengetahui pengaruh latihan relaksasi otot progresif terhadap perubahan kadar
gula darah pada pasien DM tipe 2 di wilayah kerja UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak
Selatan.
Metode : Penelitian kuantitatif dengan desain quasi experiment pre test and post test non
equivalent control group. Penelitian ini menggunakan teknik nonprobality dengan metode
consecutive sampling dengan jumlah sampel 15 responden kelompok perlakuan dan 15
responden kelompok kontrol. Pada kelompok intervensi diberikan setiap hari selama 1
minggu dan kelompok kontrol diamati melalui kuisioner aktivitas fisik global. Analisa data
menggunakan paired t test dan one sample t test.
Hasil : Sebagian besar responden berusia 56-65 tahun dengan persentase 46,7% , jenis
kelamin terbanyak perempuan yaitu 66,7%, lama menderita DM <10 tahun sebanyak 83,3%
dan mayoritas pekerjaan sebagai ibu rumah tangga yaitu 60,0%. Analisis bivariat uji t
berpasangan sebelum dan sesudah intervensi kelompok perlakuan diperoleh p value 0,000
<0,05 dan hasil uji t tidak berpasangan diperoleh p value 0,000 <0,05 yang berarti terdapat
perbedaan antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.
Kesimpulan : Ada pengaruh latihan relaksasi otot progresif terhadap penurunan kadar gula
darah pada pasien DM tipe 2 di wilayah kerja UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak
Selatan.
Kata Kunci : Latihan relaksasi otot progresif, Kadar Gula Darah, Terapi non-farmakologis
Referensi : 50 (2009-2017)
4
ABSTRACT
sekresi insulin maupun gangguan sekresi Latihan fisik merupakan salah satu pilar
insulin perifer (Malik, Nasrul dan penatalaksaaan DM (PERKENI dalam
Asterina, 2015). Kondisi hiperglikemia Simanjuntak dan Simamora, 2017). Jalan
pada penderita DM yang berlangsung lama kaki, jogging, naik turun tangga, bersepeda
dapat berkembang menjadi keadaan merupakan alternatif pilihan yang
metabolisme yang berbahaya seperti dianjurkan bagi penderita DM Tipe 2,
ketoasidosis diabetik yang dapat berakibat tetapi dari beberapa latihan tersebut masih
fatal dan membawa kematian. menujukkan hasil yang bervariasi sehingga
Hiperglikemia dapat dicegah dengan diberikan alternatif lain yaitu relaksasi
kontrol kadar gula darah yang tepat (Hasaini, 2015).
(Widodo, 2014). Bukti-bukti menunjukkan Terapi non farmakologis yang
bahwa komplikasi diabetes dapat dapat diberikan pada penderita diabetes
dicegah dengan kontrol glikemik yang melitus tipe 2 salah satunya yaitu dengan
optimal, namun demikian di Indonesia melakukan relaksasi otot progresif
sendiri target pencapaian kontrol (Progressive Muscle Relaxation/PMR)
glikemik masih belum tercapai secara yang termasuk dalam strategi fisik dalam
memuaskan yang sebagian besar masih bentuk mindbody therapy (terapi pikiran
diatas target yang diinginkan sebesar 7% dan otot-otot tubuh). Relaksasi otot
(PERKENI, 2015). progresif lebih dipilih dikarenakan
Pengelolaan diabetes melitus dapat relaksasi otot progresif merupakan jenis
dilakukan dengan terapi non farmakologis relaksasi yang murah dan mudah untuk
dan terapi farmakologis. Pengelolaan non dilakukan secara mandiri. Teknik relaksasi
farmakologis meliputi pengendalian berat otot progresif lebih unggul dari teknik
badan, olahraga dan diet. Sedangkan terapi relaksasi lain karena memperlihatkan
farmakologis yaitu pemberian insulin dan pentingnya menahan respon stres dengan
obat hipoglikemik oral. Terapi ini mencoba meredakan ketegangan otot
diberikan jika terapi non farmakologis secara sadar (Ilmi, Dewi dan Rasni, 2017).
tidak dapat mengendalikan kadar glukosa Relaksasi otot progresif merupakan
darah dan dijalankan dengan tidak suatu upaya meredakan ketegangan
meninggalkan terapi non farmokologis emosional sehingga individu dapat
yang telah diterapkan sebelumnya berpikir lebih rasional. Dengan demikian,
(Soegondo dalam Wahyuni, 2013). produksi gula hati dapat terkontrol dengan
Satu diantara terapi non baik. Teknik ini memaksa individu untuk
farmakologis yaitu berupa latihan fisik. berkonsentrasi pada ketegangan ototnya
7
dan kemudian melatihnya untuk relaks perbedaan rata-rata kadar gula darah baik
(Yuliani dan Hutasoit, 2013). Selain itu, kadar gula darah sebelum dan setelah
menurut Sucipto dalam Simanjuntak dan latihan PMR.
Simamora (2017), relaksasi otot progresif Berdasarkan hasil studi
bermanfaat untuk menurunkan resistensi pendahuluan yang telah dilakukan oleh
perifer dan menaikkan elastisitas peneliti dengan pihak dinas kesehatan kota
pembuluh darah. Pontianak didapatkan bahwa di UPTD
Penelitian yang dilakukan oleh Puskesmas Kecamatan Pontianak Selatan
Chauduri, Ray, Saldanha, Bandopadhyay terdapat kasus DM pada setiap tahunnya,
(2014) membuktikan bahwa terapi yaitu pada tahun 2015 terdapat 42 kasus,
relaksasi otot progresif tidak hanya dapat tahun 2016 terdapat 35 kasus dan pada
menurunkan tingkat stres tetapi juga dapat tahun 2017 meningkat menjadi 215 kasus.
meningkatkan kualitas hidup. Pendapat ini Menurut hasil wawancara dengan kepala
diperkuat dengan hasil penelitian yang puskesmas dan dokter penanggung jawab
dilakukan oleh Simanjuntak dan Simamora Program Pengelolaan Penyakit Kronis
(2017) membuktikan bahwa latihan (Prolanis) didapatkan informasi bahwa
relaksasi otot progresif yang dilakukan penderita DM di UPTD Puskesmas
selama 15-20 menit sebanyak 3 kali sehari Kecamatan Pontianak Selatan belum
selama 1 minggu dapat membuat tubuh pernah dilakukan intervensi latihan
lebih rileks dan dapat meningkatkan relaksasi otot progresif. Kegiatan rutin
sirkulasi darah. Penelitian serupa yang yang dilakukan di puskesmas tersebut
dilakukan oleh Isnaini, Trihadi dan seperti senam diabetes yang termasuk
Linggardini (2017) membuktikan bahwa dalam program Prolanis. Berdasarkan hasil
terapi relaksasi otot progresif yang wawancara dengan 5 orang responden
dilakukan secara teratur minimal 15 menit didapatkan hasil yaitu sebanyak 4 orang
selama 3 hari dapat meningkatkan aktivitas responden atau 80% responden yang
otot dan meningkatkan metabolisme gula mengatakan belum pernah melakukan
darah dalam tubuh sekaligus meningkatkan latihan fisik sebagai upaya dalam
sekresi insulin di pankreas. Penelitian yang mengontrol gula darah. 1 orang responden
dilakukan oleh Hasaini (2015) atau 20% mengatakan bahwa ia masih
membuktikan bahwa terapi relaksasi otot sering berolahraga karena merasa
progresif yang dilakukan selama 3 hari tubuhnya akan menjadi lebih segar setelah
dengan frekuensi latihan satu kali sehari berolahraga. Dari kelima orang responden
selama ± 15-20 menit adalah adanya tersebut, 3 responden atau 60% responden
8
Pada penelitian ini sebagian besar Diabetes Melitus tipe 2 di wilayah kerja
responden menderita DM < 10 tahun yaitu UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak
sebanyak 25 responden (83,3%). Tingkat Selatan.
patogenitas penyakit dapat dilihat dari Tabel 2. Distribusi hasil uji beda kadar gula
darah sebelum dan sesudah perlakuan pada
berapa lama penyakit DM diderita. Faktor
kelompok perlakuan di wilayah kerja UPTD
herediter, gaya hidup dan faktor
Puskesmas Kecamatan Pontianak Selatan
lingkungan merupakan faktor penyebab Variabel kadar Mean SD p
tingginya angka morbiditas DM dari waktu glukosa darah value
ke waktu. Semakin lama seseorang puasa (GDP)
dilakukan oleh Fadilah, Saraswati dan Adi pengukuran GDP mengalami penurunan
(2016) yang menunjukkan bahwa yaitu dengan rata-rata selisih GDP pre-test
pekerjaan yang paling banyak menderita dan post-test 1 adalah 7,07 mg/dl, pre-test
DM tipe 2 adalah ibu rumah tangga dan post-test 2 adalah 14,13 mg/dl, pre-
kemudian diikuti oleh Pegawai Negeri test dan post-test 3 adalah 18,80 mg/dl,
Sipil (PNS). Pekerjaan berkaitan dengan pre-test dan post-test 4 adalah 27,87
aktivitas fisik yang dilakukan yaitu mg/dl, pre-test dan post-test 5 adalah
aktivitas fisik yang dilakukan oleh 34,87 mg/dl, pre-test dan post-test 6
kelompok yang tidak berkerja relatif lebih adalah 37,47, pre-test dan post-test 7
yang berkerja (Setiyorini dan Wulandari, melalui One Sample T Test didapatkan
Analisa bivariat pada penelitian ini progresif terhadap kasar gula darah pada
bahwa tidak ada pengaruh pada kelompok sensitivitas insulin dan menurunkan risiko
kontrol pada pasien DM tipe 2 di wilayah kardiovaskuler. Jalan kaki, bersepeda
kerja UPTD Puskesmas Kecamatan santai, jogging, dan berenang merupakan
Pontianak Selatan. latihan yang bersifat aerobik.
Pada penelitian ini, kelompok Hasil penelitian ini selaras dengan
kontrol yang tidak diberikan intervensi penelitian yang dilakukan oleh Nur, Wilya
latihan relaksasi otot progresif tidak dan Ramadhan (2014, yang menunjukkan
mengalami penurunan kadar gula darah. sebagian besar pasien DM yang
Hal ini mungkin disebabkan karena melakukan aktivitas sedang dan tidak
aktivitas sehari-hari yang dilakukan akan pernah olahraga memiliki kadar glukosa
berbeda pengaruhnya apabila darah yang sebagian besar tidak terkontrol.
dibandingkan latihan yang dilakukan Sedangkan pasien dengan kadar glukosa
secara khusus dan terencana. Pernyataan darah terkontrol hanya 1 orang yaitu
ini didukung oleh hasil penelitian pasien yang melakukan aktivitas ringan
Kurniawaty dan Yanita (2016) mengenai dan olahraga kurang dari 3 kali seminggu.
“Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan
Tabel 4.5 Hasil analisis selisih rata-rata kadar
Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 II” yang glukosa darah pasien diabetes mellitus tipe 2
menyatakan bahwa seseorang yang tidak antara kelompok perlakuan dan kelompok
melakukan aktivitas fisik terbukti dapat kontrol di wilayah kerja UPTD Puskesmas
Kecamatan Pontianak Selatan
meningkatkan terjadinya resiko DM tipe 2,
Variabel Mean SD P
hal ini kemungkinan disebabkan oleh
value
aktivitas fisik yang dilakukan sehari-hari
Kadar Gula Darah 32,267 16,188 0,000
(seperti berjalan ke pasar, mencangkul,
Puasa (GDP)
mencuci, berkebun) tidak dimasukkan
melakukan aktivitas fisik. Berdasarkan hasil penelitian ini
Latihan jasmani dianjurkan menunjukkan perbedaan rata-rata kadar
dilakukan secara teratur (3-4 kali GDP pada kelompok perlakuan dan
seminggu) selama kurang lebih 30 menit, kelompok kontrol memiliki perbedaan
yang sifatnya sesuai dengan Continous, yang bermakna dengan menggunakan uji t
Rhythmical, Interval, Progresive, berpasangan dengan nilai rata-rata selisih
Endurance (CRIPE) (Fatimah, 2015). GDP 32,267 mg/dl (p value= 0,000
Menurut Nur, Wilya dan Ramadhan <0,05).
(2016), latihan fisik teratur bersifat aerobik Hasil penelitian ini sejalan dengan
pada penderita diabetes dapat memperbaiki penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
13
Avianti, Desmarianti dan Rumahorbo kadar gula darah yang tinggi akan
(2016), yang membuktikan bahwa menurun dan kembali dalam batas normal
relaksasi otot progresif yang dilakukan (Guyton & Hall, 2007 dalam Dafianto,
dalam kurun waktu tiga hari berturut-turut 2016). Relaksasi otot progresif juga dapat
sebanyak dua kali dalam sehari selama 25- mempengaruhi perubahan impuls syaraf
30 menit efektif untuk menurunkan kadar pada jalur aferen ke otak dimana aktivasi
gula darah pada pasien dengan DM tipe 2 menjadi inhibisi. Hipofisis anterior
yang erat kaitannya dengan menurunnya diinhibisi sehingga ACTH yang
tingkat stres dan psikologi yang dialami menyebakan sekresi kortisol menurun
pasien. sehingga proses glukoneogenesis,
Penurunan kadar gula darah setelah katabolisme protein dan lemak yang
dilakukan relaksasi otot progresif berperan dalam penurunan kadar gula
dikarenakan latihan relaksasi otot progresif darah (Sudoyo dalam Hasaini, 2015).
akan menghambat jalur umpan balik stres Pada penelitian yang dilakukan
dan membuat tubuh pasien rileks dan dapat oleh Isnaini, Trihadi dan Linggardini
melepaskan hormon endorphin yang dapat (2017), dengan dilakukannya terapi
menenangkan sistem syaraf. Sistem relaksasi otot progresif secara teratur
parasimpatis akan mendominasi pada selama 3 hari dengan durasi 15 menit
keadaan seseorang yang rileks dimana dapat meningkatkan aktivitas otot dan
beberapa efek yang ditimbulkan adalah meningkatkan metabolisme glukosa dalam
menurunkan kecepatan kontraksi jantung tubuh serta meningkatkan sekresi insulin
dan merangsang sekresi hormon insulin. oleh pankreas. Keuntungan dari
Dominasi sistem saraf parasimpatis akan melakukan relaksasi otot progresif
merangsang hipotalamus untuk diantaranya yaitu dapat menurunkan
menurunkan sekresi corticotrophin ansietas, penggunaan oksigen oleh tubuh,
releasing hormone (CRH). Penurunan meningkatkan metabolisme termasuk
CRH akan mempengaruhi adenohipofisis metabolism glukosa dalam darah,
untuk mengurangi sekresi hormon pernapasan, ketegangan otot, tekanan
adenokortikotropik (ACTH). Keadaan ini darah sistol dan diastole, kontraksi
dapat menghambat korteks adrenal untuk ventrikel premature dan meningkatkan
melepaskan hormon kortisol. Penurunan gelombang alpa dalam otak.
hormon kortisol akan menghambat proses Penelitian yang dilakukan oleh
glukoneogenesis dan meningkatkan Simanjuntak dan Simamora (2017) yang
pemakaian glukosa oleh sel, sehingga berjudul “Pengaruh Latihan Relaksasi Otot
14
Progresif Terhadap Kadar Gula Darah dan 4. Terdapat perbedaan yang signifikan
Angkle Brachial Index (ABI) Pada Pasien pemberian latihan relaksasi otot
Diabetes Melitus Tipe II” yang dilakukan progresif antara kelompok
selama 15-20 menit sebanyak 3 kali sehari perlakuan dan kelompok kontrol
selama 1 minggu menunjukkan adanya terhadap kadar gula darah pada
perbedaan kadar gula darah sebelum dan pasien DM tipe 2
sesudah intervensi serta mengalami B. Saran
perubahan nilai ABI sebelum dan sesudah 1. Bagi Pelayanan Keperawatan
intervensi. Pada pasien DM, latihan ini Latihan relaksasi otot progresif
akan memperbaiki aliran darah sehingga dapat diharapkan dapat menjadi
dapat berpengaruh untuk menurunkan salah satu intervensi keperawatan
kadar gula darah dan meningkatkan nilai secara mandiri berupa terapi
ABI. komplementer untuk membantu
menurunkan kadar gula darah pada
KESIMPULAN DAN SARAN
pasien DM tipe 2.
A. Kesimpulan
2. Bagi Pendidikan Keperawatan
1. Usia yang paling banyak menderita
Hasil penelitian ini diharapkan
DM tipe 2 yaitu responden berusia
dapat menjadi sumber ilmu atau
56-65 tahun (lansia akhir), jenis
referensi terkait dengan intervensi
kelamin responden yang paling
keperawatan mandiri. Selain itu,
banyak adalah perempuan dan
hasil penelitian ini dapat dijadikan
pekerjaan yang paling banyak
bahan atau literature perkuliahan
menderita DM tipe 2 yaitu sebagai
berbasis bukti ilmiah/ evidence
ibu rumah tangga.
based dan dapat diterapkan atau
2. Terdapat perbedaan yang signifikan
diimplementasikan.
kadar gula darah sebelum dan
3. Bagi Masyarakat
sesudah latihan relaksasi otot
Hasil penelitian ini dapat dijadikan
progresif pada kelompok perlakuan
sumber informasi bagi masyarakat
pasien dengan DM tipe 2.
sebagai salah satu penatalaksaan
3. Tidak terdapat perbedaan kadar
terapi komplementer sehingga
gula darah sebelum dan sesudah
dapat diaplikasikan secara mandiri
pada kelompok kontrol pasien
secara teratur terutama pada
dengan DM tipe 2.
penderita DM tipe 2.
4. Bagi Penelitian Selanjutnya
15