Anda di halaman 1dari 15

3

PENGARUH LATIHAN RELAKSASI OTOT PROGRESIF TERHADAP KADAR


GULA DARAH PADA PASIEN DIABETES MELITUS TIPE II DI WILAYAH
KERJA UPTD PUSKESMAS KECAMATAN PONTIANAK SELATAN

(The Effect Of Progressive Muscle Relaxation On The Glucose Level In Patient With Type
II Diabetes Mellitus In The Working Area Of UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak
Selatan)

Elviana Nindia Sinta Dewi*, Suriadi*, Arina Nurfianti*


*
Mahasiswa Program Studi Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura,
elviananindya27@gmail.com
*
Staf Pengajar Program Studi Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura
*
Staf Pengajar Program Studi Keperawatan, Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura

ABSTRAK

Latar Belakang : Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang ditandai
dengan hiperglikemia yang terus mengalami peningkatan setiap tahun. Keadaan
hiperglikemia yang berlangsung lama pada penderita DM dapat menyebabkan kerusakan
sistemik yang luas pada tubuh dan dapat berakibat fatal. Pengelolaan DM dapat dilakukan
dengan terapi non-farmakologis dan terapi farmakologis, terapi non-farmakologis salah
satunya latihan relaksasi otot progresif
Tujuan : Mengetahui pengaruh latihan relaksasi otot progresif terhadap perubahan kadar
gula darah pada pasien DM tipe 2 di wilayah kerja UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak
Selatan.
Metode : Penelitian kuantitatif dengan desain quasi experiment pre test and post test non
equivalent control group. Penelitian ini menggunakan teknik nonprobality dengan metode
consecutive sampling dengan jumlah sampel 15 responden kelompok perlakuan dan 15
responden kelompok kontrol. Pada kelompok intervensi diberikan setiap hari selama 1
minggu dan kelompok kontrol diamati melalui kuisioner aktivitas fisik global. Analisa data
menggunakan paired t test dan one sample t test.
Hasil : Sebagian besar responden berusia 56-65 tahun dengan persentase 46,7% , jenis
kelamin terbanyak perempuan yaitu 66,7%, lama menderita DM <10 tahun sebanyak 83,3%
dan mayoritas pekerjaan sebagai ibu rumah tangga yaitu 60,0%. Analisis bivariat uji t
berpasangan sebelum dan sesudah intervensi kelompok perlakuan diperoleh p value 0,000
<0,05 dan hasil uji t tidak berpasangan diperoleh p value 0,000 <0,05 yang berarti terdapat
perbedaan antara kelompok perlakuan dan kelompok kontrol.
Kesimpulan : Ada pengaruh latihan relaksasi otot progresif terhadap penurunan kadar gula
darah pada pasien DM tipe 2 di wilayah kerja UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak
Selatan.

Kata Kunci : Latihan relaksasi otot progresif, Kadar Gula Darah, Terapi non-farmakologis
Referensi : 50 (2009-2017)
4

ABSTRACT

Background Diabetes mellitus (DM) is metabolic disease characterized by hyperglycemia


which is increase annually. Prolonged hyperglycemia in DM patients lead to extensive
systemic damage to the body and could be fatal. Management of DM can be done with non-
pharmacological therapy and pharmacological therapy, one of non-pharmacologic therapy is
progressive muscle relaxation exercises.
Objective : To find out the effect of progressive muscle relaxation exercises on changes in
blood sugar levels in patients with type II Diabetes Mellitus in the working area of UPTD
Puskesmas Kecamatan Pontianak Selatan
Method: Quantitative research with quasi experiment pre test and post test non equivalent
control group was conducted. This research used nonprobality technique with consecutive
sampling method with 15 samples of treatment group and 15 control group respondents. In
the intervention group was hold every day for 1 week and in the control group was observed
through with global physical activity questionare. Data analysis used paired t test and one
sample t test.
Results: Most of the respondents were aged 56-65 years old with the percentage 46,7%,
female gender 66,7%, DM <10 years old 83,3% and majority of occupation as housewives
60.0%. Bivariate analysis of paired t test before and after intervention of treatment group
was obtained p value 0,000 <0,05 and unpaired t test result obtained p value 0,000 <0,05
which mean there is difference between treatment group and control group.
Conclusion: There is an effect of progressive muscle relaxation exercises on the decrease of
blood sugar level in DM type 2 patient in the working area of UPTD Puskesmas Kecamatan
Pontianak Selatan.

Keywords: Progressive muscle relaxation exercises, Blood Sugar Level, non-pharmalogical


therapy
Reference: 50 (2009-2017)
5

PENDAHULUAN angka prevalensi diabetes melitus di


Indonesia meningkat dari 1.1% pada tahun
Diabetes Melitus (DM) merupakan
2007 menjadi 2.4% pada tahun 2013,
penyakit tidak menular yang mengalami
untuk proporsi penderita diabetes melitus
peningkatan terus menerus dari tahun ke
di Indonesia sebesar 6.9% , jika jumlah
tahun. Diabetes adalah penyakit metabolik
penduduk Indonesia diatas 15 tahun pada
yang ditandai dengan kadar gula darah
tahun 2013 sebesar 176.689.336 orang
yang tinggi (hiperglikemia) yang
maka jumlah penderita diabetes melitus
diakibatkan oleh gangguan sekresi insulin,
kurang lebih sebesar 12 juta orang
dan resistensi insulin atau keduanya
(Riskesdas dalam Aquarista, 2017). WHO
(Suastika et al dalam Putri dan Isfandiari,
memperkirakan pada tahun 2025 Indonesia
2013).
menempati peringkat kelima di dunia
Diabetes melitus diklasifikasikan
dengan jumlah penderita diabetes melitus
menjadi beberapa tipe yaitu diabetes
sebesar 12.4 juta orang (Aquarista, 2017).
melitus tipe 1 (insulin dependent diabetes
Prevalensi DM di Kalimantan
melitus, IDDM), diabetes melitus tipe 2
Barat pada tahun 2017 terdata sebanyak
(non-insulin dependent diabetes melitus,
3465 kasus (Dinas Kesehatan Provinsi
NIDDM), diabetes melitus gestasional
Kalimantan Barat, 2017). Menurut data
(gestasional diabetes melitus, GDM), dan
Dinas Kesehatan Kota Pontianak,
diabetes melitus tipe lain (Smeltzer &
penderita diabetes melitus pada tahun 2015
Bare, 2013). Diantara tipe DM yang ada,
di Kota Pontianak berjumlah 872 kasus
DM tipe 2 adalah jenis yang paling banyak
dan mengalami peningkatan menjadi 999
ditemukan (lebih dari 90%) (Witasari
kasus pada tahun 2016. Jumlah penderita
dalam Magfirah, Sudiana dan Widyawati,
DM di Kota Pontianak semakin bertambah
2015).
pada tahun 2017 menjadi 3062 kasus
Berdasarkan data International
(Dinas Kesehatan Kota Pontianak, 2017).
Diabetes Federation (IDF) (2014), pasien
Keadaan hiperglikemia pada
DM di seluruh dunia mengalami
penderita DM dapat menyebabkan
peningkatan sebesar 34% yaitu dari 285
kerusakan sistemik yang luas pada tubuh.
juta (6,4% dari populasi dunia) tahun 2010
Hal ini disebabkan karena terdapat
menjadi 382 juta (8,3% dari populasi
gangguan pada metabolisme glukosa,
dunia) tahun 2013 (IDF dalam Widiastuti,
lemak dan protein sebagai hasil dari defek
2014). Berdasarkan hasil Riskesdas 2013
6

sekresi insulin maupun gangguan sekresi Latihan fisik merupakan salah satu pilar
insulin perifer (Malik, Nasrul dan penatalaksaaan DM (PERKENI dalam
Asterina, 2015). Kondisi hiperglikemia Simanjuntak dan Simamora, 2017). Jalan
pada penderita DM yang berlangsung lama kaki, jogging, naik turun tangga, bersepeda
dapat berkembang menjadi keadaan merupakan alternatif pilihan yang
metabolisme yang berbahaya seperti dianjurkan bagi penderita DM Tipe 2,
ketoasidosis diabetik yang dapat berakibat tetapi dari beberapa latihan tersebut masih
fatal dan membawa kematian. menujukkan hasil yang bervariasi sehingga
Hiperglikemia dapat dicegah dengan diberikan alternatif lain yaitu relaksasi
kontrol kadar gula darah yang tepat (Hasaini, 2015).
(Widodo, 2014). Bukti-bukti menunjukkan Terapi non farmakologis yang
bahwa komplikasi diabetes dapat dapat diberikan pada penderita diabetes
dicegah dengan kontrol glikemik yang melitus tipe 2 salah satunya yaitu dengan
optimal, namun demikian di Indonesia melakukan relaksasi otot progresif
sendiri target pencapaian kontrol (Progressive Muscle Relaxation/PMR)
glikemik masih belum tercapai secara yang termasuk dalam strategi fisik dalam
memuaskan yang sebagian besar masih bentuk mindbody therapy (terapi pikiran
diatas target yang diinginkan sebesar 7% dan otot-otot tubuh). Relaksasi otot
(PERKENI, 2015). progresif lebih dipilih dikarenakan
Pengelolaan diabetes melitus dapat relaksasi otot progresif merupakan jenis
dilakukan dengan terapi non farmakologis relaksasi yang murah dan mudah untuk
dan terapi farmakologis. Pengelolaan non dilakukan secara mandiri. Teknik relaksasi
farmakologis meliputi pengendalian berat otot progresif lebih unggul dari teknik
badan, olahraga dan diet. Sedangkan terapi relaksasi lain karena memperlihatkan
farmakologis yaitu pemberian insulin dan pentingnya menahan respon stres dengan
obat hipoglikemik oral. Terapi ini mencoba meredakan ketegangan otot
diberikan jika terapi non farmakologis secara sadar (Ilmi, Dewi dan Rasni, 2017).
tidak dapat mengendalikan kadar glukosa Relaksasi otot progresif merupakan
darah dan dijalankan dengan tidak suatu upaya meredakan ketegangan
meninggalkan terapi non farmokologis emosional sehingga individu dapat
yang telah diterapkan sebelumnya berpikir lebih rasional. Dengan demikian,
(Soegondo dalam Wahyuni, 2013). produksi gula hati dapat terkontrol dengan
Satu diantara terapi non baik. Teknik ini memaksa individu untuk
farmakologis yaitu berupa latihan fisik. berkonsentrasi pada ketegangan ototnya
7

dan kemudian melatihnya untuk relaks perbedaan rata-rata kadar gula darah baik
(Yuliani dan Hutasoit, 2013). Selain itu, kadar gula darah sebelum dan setelah
menurut Sucipto dalam Simanjuntak dan latihan PMR.
Simamora (2017), relaksasi otot progresif Berdasarkan hasil studi
bermanfaat untuk menurunkan resistensi pendahuluan yang telah dilakukan oleh
perifer dan menaikkan elastisitas peneliti dengan pihak dinas kesehatan kota
pembuluh darah. Pontianak didapatkan bahwa di UPTD
Penelitian yang dilakukan oleh Puskesmas Kecamatan Pontianak Selatan
Chauduri, Ray, Saldanha, Bandopadhyay terdapat kasus DM pada setiap tahunnya,
(2014) membuktikan bahwa terapi yaitu pada tahun 2015 terdapat 42 kasus,
relaksasi otot progresif tidak hanya dapat tahun 2016 terdapat 35 kasus dan pada
menurunkan tingkat stres tetapi juga dapat tahun 2017 meningkat menjadi 215 kasus.
meningkatkan kualitas hidup. Pendapat ini Menurut hasil wawancara dengan kepala
diperkuat dengan hasil penelitian yang puskesmas dan dokter penanggung jawab
dilakukan oleh Simanjuntak dan Simamora Program Pengelolaan Penyakit Kronis
(2017) membuktikan bahwa latihan (Prolanis) didapatkan informasi bahwa
relaksasi otot progresif yang dilakukan penderita DM di UPTD Puskesmas
selama 15-20 menit sebanyak 3 kali sehari Kecamatan Pontianak Selatan belum
selama 1 minggu dapat membuat tubuh pernah dilakukan intervensi latihan
lebih rileks dan dapat meningkatkan relaksasi otot progresif. Kegiatan rutin
sirkulasi darah. Penelitian serupa yang yang dilakukan di puskesmas tersebut
dilakukan oleh Isnaini, Trihadi dan seperti senam diabetes yang termasuk
Linggardini (2017) membuktikan bahwa dalam program Prolanis. Berdasarkan hasil
terapi relaksasi otot progresif yang wawancara dengan 5 orang responden
dilakukan secara teratur minimal 15 menit didapatkan hasil yaitu sebanyak 4 orang
selama 3 hari dapat meningkatkan aktivitas responden atau 80% responden yang
otot dan meningkatkan metabolisme gula mengatakan belum pernah melakukan
darah dalam tubuh sekaligus meningkatkan latihan fisik sebagai upaya dalam
sekresi insulin di pankreas. Penelitian yang mengontrol gula darah. 1 orang responden
dilakukan oleh Hasaini (2015) atau 20% mengatakan bahwa ia masih
membuktikan bahwa terapi relaksasi otot sering berolahraga karena merasa
progresif yang dilakukan selama 3 hari tubuhnya akan menjadi lebih segar setelah
dengan frekuensi latihan satu kali sehari berolahraga. Dari kelima orang responden
selama ± 15-20 menit adalah adanya tersebut, 3 responden atau 60% responden
8

mengatakan merasa tertekan akibat sampel yang diperlukan dalam penelitian


penyakit yang dialami karena sudah ini yaitu berjumlah 30 orang responden
megidap penyakit lebih dari 8 tahun yang terbagi menjadi 15 orang responden
lamanya. 1 orang responden atau 20% kelompok intervensi dan 15 orang
pernah mengalami koma akibat kadar gula responden kelompok kontrol dengan
darah yang meninggi lebih dari 500 kriteria inklusi pasien DM tipe 2 tanpa
mg/dL. komplikasi mikrovaskuler dan
Mengacu pada hasil penelitian makrovaskuler, berusia 30-65 tahun, kadar
yang telah dilakukan diatas, terdapat gula darah >126 mg/dL (Gula darah
perbedaan dalam durasi waktu dan puasa), mengkonsumsi obat hipoglikemik
frekuensi latihan relaksasi otot progresif. oral (OHO) dan bersedia menjadi
Berdasarkan masalah tersebut, perlu responden dan belum pernah dilakukan
dilakukan penelitian untuk melihat terapi relaksasi otot progresif. Adapun
bagaimana pengaruh latihan relaksasi otot kriteria ekslusi yaitu pasien DM tipe 2
progresif terhadap perubahan kadar gula dengan cidera akut atau ketidaknyamanan
darah dengan membedakan durasi waktu musculoskeletal seperti cidera otot,
dan frekuensi pemberian latihan dari kekakuan otot, kelemahan otot dan
penelitian yang telah dilakukan kelainan otot.
sebelumnya. Peneliti merasa perlu untuk Pengukuran kadar gula darah
mengetahui pengaruh latihan relaksasi otot dilakukan dengan glukometer yang sudah
progresif terhadap perubahan kadar gula terkalibrasi. Pada kelompok intervensi
darah pada pasien diabetes melitus tipe II. latihan otot progresif dilakukan selama 15-
20 menit sebanyak 1 kali sehari selama
satu minggu sedangkan pada kelompok
BAHAN DAN METODE
kontrol diamati melalui kuisioner aktivitas
Jenis penelitian ini adalah penelitian fisik global.
kuantitatif. Desain yang digunakan oleh Sebelum dilakukan analisis
peneliti yaitu desain penelitian quasi statistik, terlebih dahulu data hasil
experiment dengan pendekatan pre test penelitian dilakukan uji normalitas untuk
and post test non equivalent control group. melihat distribusi data. Dalam penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah klien ini uji normalitas yang digunakan yaitu
yang didiagnosis DM tipe II yang terdata Shapiro-Wilk, dan menunjukkan hasil data
dan berada di wilayah kerja UPTD gula darah berdistribusi normal. Analisis
Puskesmas Kecamatan Pontianak Selatan. statistik menggunakan paired t-test untuk
9

mengindentifikasi perbedaan rata-rata dengan jumlah 14 responden (46,7%).


sebelum dan sesudah dilakukan intervensi Hasil ini sesuai dengan teori Smeltzer &
pada kelompok perlakuan dan kelompok Bare (2013) dimana usia tua beresiko
kontrol. mengalami diabetes karena kemampuan
tubuh pada usia tua terjadi penurunan
PEMBAHASAN fungsi pankreas, akibatnya fungsi pankreas
1. Analisa Univariat untuk bereaksi terhadap insulin menurun.
Analisa univariat dalam penelitian ini Hal tersebut didukung oleh hasil penelitian
berdasarkan karateristik responden yang Kurniawaty dan Yanita (2016), yang
meliputi usia, jenis kelamin, lama menyebutkan bahwa umur ≥ 50 tahun
menderita DM dan pekerjaan. dapat meningkatkan kejadian DM tipe 2
Tabel 1. Karateristik responden berdasarkan akibat penuaan yang menyebabkan
usia, jenis kelamin, lama menderita DM dan
menurunnya sensitivitas insulin dan
pekerjaan di wilayah kerja UPTD Puskesmas
menurunnya fungsi tubuh untuk
Kecamatan Pontianak Selatan (n=30)
Total
metabolisme glukosa.
Karateristik
f % Jenis kelamin responden sebagian

Usia besar adalah perempuan yaitu sebanyak 20


36-45 Tahun (Dewasa Akhir) 4 13,3 responden (66,7%). Pernyataan ini sejalan
46-55 Tahun (Lansia Awal) 12 40,0 dengan penelitian yang dilakukan oleh
56-65 Tahun (Lansia Akhir) 14 46,7
Yuliani dan Hutasoit (2013) yang
Jenis Kelamin
menunjukkan penderita DM perempuan
Perempuan 20 66,7
Laki-laki 10 33,3 lebih banyak dibandingkan laki-laki
Lama Menderita DM dimana penyakit DM tipe 2 cenderung
<10 Tahun 25 83,3 lebih banyak dialami oleh perempuan
>10 Tahun 5 16,7
karena lebih banyak merasakan stres yang
Pekerjaan
dapat mendukung terjadinya peningkatan
Ibu Rumah Tangga 18 60,0
Buruh kadar gula darah. Selain itu menurut
3 10,0
Wiraswasta 4 13,3 pernyataan Taylor dalam Meidikayanti dan
PNS 2 6,7 Wahyuni (2017) yang menyatakan bahwa
Pensiunan 3 10,0 penyebab utama banyaknya perempuan
terkena diabetes tipe 2 karena terjadinya
Berdasarkan hasil analisis pada penurunan hormon estrogen terutama saat
table 1 menunjukkan bahwa usia paling masa menopause.
banyak yaitu 56-65 tahun (lansia akhir)
10

Pada penelitian ini sebagian besar Diabetes Melitus tipe 2 di wilayah kerja
responden menderita DM < 10 tahun yaitu UPTD Puskesmas Kecamatan Pontianak
sebanyak 25 responden (83,3%). Tingkat Selatan.
patogenitas penyakit dapat dilihat dari Tabel 2. Distribusi hasil uji beda kadar gula
darah sebelum dan sesudah perlakuan pada
berapa lama penyakit DM diderita. Faktor
kelompok perlakuan di wilayah kerja UPTD
herediter, gaya hidup dan faktor
Puskesmas Kecamatan Pontianak Selatan
lingkungan merupakan faktor penyebab Variabel kadar Mean SD p
tingginya angka morbiditas DM dari waktu glukosa darah value
ke waktu. Semakin lama seseorang puasa (GDP)

menderita DM maka semakin mudah Post-test 1 7,07 14,395 0,078


Post-test 2 14,13 23,733 0,037
penderita DM mengalami komplikasi
Post-test 3 18,80 19,567 0,002
(Lathifah, 2017). Post-test 4 27,87 23,046 0,000
Sebagian besar responden dalam Post-test 5 34,87 19,412 0,000
penelitian ini adalah ibu rumah tangga Post-test 6 37,47 16,788 0,000

yaitu sebanyak 18 responden (60%). Hasil Post-test 7 40,53 11,413 0,000

tersebut sejalan dengan penelitian yang Berdasarkan hasil analisis

dilakukan oleh Fadilah, Saraswati dan Adi pengukuran GDP mengalami penurunan

(2016) yang menunjukkan bahwa yaitu dengan rata-rata selisih GDP pre-test

pekerjaan yang paling banyak menderita dan post-test 1 adalah 7,07 mg/dl, pre-test

DM tipe 2 adalah ibu rumah tangga dan post-test 2 adalah 14,13 mg/dl, pre-

kemudian diikuti oleh Pegawai Negeri test dan post-test 3 adalah 18,80 mg/dl,

Sipil (PNS). Pekerjaan berkaitan dengan pre-test dan post-test 4 adalah 27,87

aktivitas fisik yang dilakukan yaitu mg/dl, pre-test dan post-test 5 adalah

aktivitas fisik yang dilakukan oleh 34,87 mg/dl, pre-test dan post-test 6

kelompok yang tidak berkerja relatif lebih adalah 37,47, pre-test dan post-test 7

ringan dibandingkan dengan kelompok adalah 40,53. Berdasarkan hasil analisis

yang berkerja (Setiyorini dan Wulandari, melalui One Sample T Test didapatkan

2017). nilai signifikansi atau p value 0,000 <0,05


sehingga dapat disimpulkan bahwa

2. Analisa Bivariat terdapat pengaruh latihan relaksasi otot

Analisa bivariat pada penelitian ini progresif terhadap kasar gula darah pada

dilakukan untuk menganalisis pengaruh pasien diabetes mellitus tipe 2 di wilayah

sebelum dan setelah dilakukan latihan kerja UPTD Puskesmas Kecamatan

relaksasi otot progresif pada pasien Pontianak Selatan.


11

Relaksasi otot progresif merupakan


suatu upaya meredakan ketegangan
Tabel 3. Distribusi hasil uji beda kadar gula
emosional sehingga individu dapat darah sebelum dan sesudah pada kelompok
berpikir lebih rasional. Dengan demikian, kontrol di wilayah kerja UPTD Puskesmas

produksi gula hati dapat terkontrol dengan Kecamatan Pontianak Selatan


Variabel kadar Mean SD p
baik. Teknik ini memaksa individu untuk
glukosa darah value
berkonsentrasi pada ketegangan ototnya
(GDP)
dan kemudian melatihnya untuk relaks Post-test 1 2,53 29,311 0,743
(Yuliani dan Hutasoit, 2013). Pendapat Post-test 2 -12,80 29,733 0,118

tersebut diperkuat dengan teori yang Post-test 3 -7,33 18,106 0,139


Post-test 4 -13,33 27,500 0,081
menyatakan tujuan dari latihan relaksasi
Post-test 5 -7,13 22,197 0,234
adalah untuk menghasilkan respon yang
Post-test 6 -5,80 16,063 0,184
dapat menghambat stres (Smeltzer & Bare, Post-test 7 -2,53 13,553 0,481
2013). Pada kelompok kontrol responden
Selain itu, menurut Sucipto dalam melakukan aktivitas sesuai kebiasaan
Simanjuntak dan Simamora (2017), sehari-hari namun tetap dilakukan
relaksasi otot progresif bermanfaat untuk pengukuran GDP selama 1 minggu dengan
menurunkan resistensi perifer dan hasil nilai rata-rata selisih GDP pada pre-
menaikkan elastisitas pembuluh darah. test dan post-test 1 mengalami penurunan
Latihan relakasi otot progresif secara sebesar 2,53 mg/dl. Namun, pada
teratur akan membuat otot-otot menjadi pemeriksaan post-test 2 hingga post-test 7
lebih aktif dan meningkatkan permeabilitas nilai rata-rata selisih GDP mengalami
membran dan peningkatan aliran darah peningkatan yaitu pada pre-test dan post-
yang dapat mengakibatkan membran test 2 meningkat 12,80 mg/dl, pre-test dan
kapiler lebih terbuka dan lebih banyak post-test 3 meningkat 7,33 mg/dl, pre-test
reseptor insulin yang diaktifkan dan dan post-test 4 meningkat 13,33 mg/dl,
perubahan dalam penggunaan energi oleh pre-test dan post-test 5 meningkat 7,13
otot yang diambil oleh asam lemak ke mg/dl, pre-test dan post-test 6 meningkat
glukosa dan pemanfaatan glikogen otot 5,80 mg/dl, pre-test dan post-test 7
(Soegondo dalam Isnaini, Trihadi dan meningkat 2,53 mg/dl. Berdasarkan hasil
Linggardini, 2017). analisis menggunakan One Sample T Test
didapatkan nilai signifikansi atau p value
0,481 >0,05 sehingga dapat disimpulkan
12

bahwa tidak ada pengaruh pada kelompok sensitivitas insulin dan menurunkan risiko
kontrol pada pasien DM tipe 2 di wilayah kardiovaskuler. Jalan kaki, bersepeda
kerja UPTD Puskesmas Kecamatan santai, jogging, dan berenang merupakan
Pontianak Selatan. latihan yang bersifat aerobik.
Pada penelitian ini, kelompok Hasil penelitian ini selaras dengan
kontrol yang tidak diberikan intervensi penelitian yang dilakukan oleh Nur, Wilya
latihan relaksasi otot progresif tidak dan Ramadhan (2014, yang menunjukkan
mengalami penurunan kadar gula darah. sebagian besar pasien DM yang
Hal ini mungkin disebabkan karena melakukan aktivitas sedang dan tidak
aktivitas sehari-hari yang dilakukan akan pernah olahraga memiliki kadar glukosa
berbeda pengaruhnya apabila darah yang sebagian besar tidak terkontrol.
dibandingkan latihan yang dilakukan Sedangkan pasien dengan kadar glukosa
secara khusus dan terencana. Pernyataan darah terkontrol hanya 1 orang yaitu
ini didukung oleh hasil penelitian pasien yang melakukan aktivitas ringan
Kurniawaty dan Yanita (2016) mengenai dan olahraga kurang dari 3 kali seminggu.
“Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan
Tabel 4.5 Hasil analisis selisih rata-rata kadar
Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 II” yang glukosa darah pasien diabetes mellitus tipe 2
menyatakan bahwa seseorang yang tidak antara kelompok perlakuan dan kelompok

melakukan aktivitas fisik terbukti dapat kontrol di wilayah kerja UPTD Puskesmas
Kecamatan Pontianak Selatan
meningkatkan terjadinya resiko DM tipe 2,
Variabel Mean SD P
hal ini kemungkinan disebabkan oleh
value
aktivitas fisik yang dilakukan sehari-hari
Kadar Gula Darah 32,267 16,188 0,000
(seperti berjalan ke pasar, mencangkul,
Puasa (GDP)
mencuci, berkebun) tidak dimasukkan
melakukan aktivitas fisik. Berdasarkan hasil penelitian ini
Latihan jasmani dianjurkan menunjukkan perbedaan rata-rata kadar
dilakukan secara teratur (3-4 kali GDP pada kelompok perlakuan dan
seminggu) selama kurang lebih 30 menit, kelompok kontrol memiliki perbedaan
yang sifatnya sesuai dengan Continous, yang bermakna dengan menggunakan uji t
Rhythmical, Interval, Progresive, berpasangan dengan nilai rata-rata selisih
Endurance (CRIPE) (Fatimah, 2015). GDP 32,267 mg/dl (p value= 0,000
Menurut Nur, Wilya dan Ramadhan <0,05).
(2016), latihan fisik teratur bersifat aerobik Hasil penelitian ini sejalan dengan
pada penderita diabetes dapat memperbaiki penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
13

Avianti, Desmarianti dan Rumahorbo kadar gula darah yang tinggi akan
(2016), yang membuktikan bahwa menurun dan kembali dalam batas normal
relaksasi otot progresif yang dilakukan (Guyton & Hall, 2007 dalam Dafianto,
dalam kurun waktu tiga hari berturut-turut 2016). Relaksasi otot progresif juga dapat
sebanyak dua kali dalam sehari selama 25- mempengaruhi perubahan impuls syaraf
30 menit efektif untuk menurunkan kadar pada jalur aferen ke otak dimana aktivasi
gula darah pada pasien dengan DM tipe 2 menjadi inhibisi. Hipofisis anterior
yang erat kaitannya dengan menurunnya diinhibisi sehingga ACTH yang
tingkat stres dan psikologi yang dialami menyebakan sekresi kortisol menurun
pasien. sehingga proses glukoneogenesis,
Penurunan kadar gula darah setelah katabolisme protein dan lemak yang
dilakukan relaksasi otot progresif berperan dalam penurunan kadar gula
dikarenakan latihan relaksasi otot progresif darah (Sudoyo dalam Hasaini, 2015).
akan menghambat jalur umpan balik stres Pada penelitian yang dilakukan
dan membuat tubuh pasien rileks dan dapat oleh Isnaini, Trihadi dan Linggardini
melepaskan hormon endorphin yang dapat (2017), dengan dilakukannya terapi
menenangkan sistem syaraf. Sistem relaksasi otot progresif secara teratur
parasimpatis akan mendominasi pada selama 3 hari dengan durasi 15 menit
keadaan seseorang yang rileks dimana dapat meningkatkan aktivitas otot dan
beberapa efek yang ditimbulkan adalah meningkatkan metabolisme glukosa dalam
menurunkan kecepatan kontraksi jantung tubuh serta meningkatkan sekresi insulin
dan merangsang sekresi hormon insulin. oleh pankreas. Keuntungan dari
Dominasi sistem saraf parasimpatis akan melakukan relaksasi otot progresif
merangsang hipotalamus untuk diantaranya yaitu dapat menurunkan
menurunkan sekresi corticotrophin ansietas, penggunaan oksigen oleh tubuh,
releasing hormone (CRH). Penurunan meningkatkan metabolisme termasuk
CRH akan mempengaruhi adenohipofisis metabolism glukosa dalam darah,
untuk mengurangi sekresi hormon pernapasan, ketegangan otot, tekanan
adenokortikotropik (ACTH). Keadaan ini darah sistol dan diastole, kontraksi
dapat menghambat korteks adrenal untuk ventrikel premature dan meningkatkan
melepaskan hormon kortisol. Penurunan gelombang alpa dalam otak.
hormon kortisol akan menghambat proses Penelitian yang dilakukan oleh
glukoneogenesis dan meningkatkan Simanjuntak dan Simamora (2017) yang
pemakaian glukosa oleh sel, sehingga berjudul “Pengaruh Latihan Relaksasi Otot
14

Progresif Terhadap Kadar Gula Darah dan 4. Terdapat perbedaan yang signifikan
Angkle Brachial Index (ABI) Pada Pasien pemberian latihan relaksasi otot
Diabetes Melitus Tipe II” yang dilakukan progresif antara kelompok
selama 15-20 menit sebanyak 3 kali sehari perlakuan dan kelompok kontrol
selama 1 minggu menunjukkan adanya terhadap kadar gula darah pada
perbedaan kadar gula darah sebelum dan pasien DM tipe 2
sesudah intervensi serta mengalami B. Saran
perubahan nilai ABI sebelum dan sesudah 1. Bagi Pelayanan Keperawatan
intervensi. Pada pasien DM, latihan ini Latihan relaksasi otot progresif
akan memperbaiki aliran darah sehingga dapat diharapkan dapat menjadi
dapat berpengaruh untuk menurunkan salah satu intervensi keperawatan
kadar gula darah dan meningkatkan nilai secara mandiri berupa terapi
ABI. komplementer untuk membantu
menurunkan kadar gula darah pada
KESIMPULAN DAN SARAN
pasien DM tipe 2.
A. Kesimpulan
2. Bagi Pendidikan Keperawatan
1. Usia yang paling banyak menderita
Hasil penelitian ini diharapkan
DM tipe 2 yaitu responden berusia
dapat menjadi sumber ilmu atau
56-65 tahun (lansia akhir), jenis
referensi terkait dengan intervensi
kelamin responden yang paling
keperawatan mandiri. Selain itu,
banyak adalah perempuan dan
hasil penelitian ini dapat dijadikan
pekerjaan yang paling banyak
bahan atau literature perkuliahan
menderita DM tipe 2 yaitu sebagai
berbasis bukti ilmiah/ evidence
ibu rumah tangga.
based dan dapat diterapkan atau
2. Terdapat perbedaan yang signifikan
diimplementasikan.
kadar gula darah sebelum dan
3. Bagi Masyarakat
sesudah latihan relaksasi otot
Hasil penelitian ini dapat dijadikan
progresif pada kelompok perlakuan
sumber informasi bagi masyarakat
pasien dengan DM tipe 2.
sebagai salah satu penatalaksaan
3. Tidak terdapat perbedaan kadar
terapi komplementer sehingga
gula darah sebelum dan sesudah
dapat diaplikasikan secara mandiri
pada kelompok kontrol pasien
secara teratur terutama pada
dengan DM tipe 2.
penderita DM tipe 2.
4. Bagi Penelitian Selanjutnya
15

Hasil penelitian ini diharapkan Diabetes Melitus Tipe 2 di Wilayah


dapat dikembangkan lagi sebagai Kerja Puskesmas Jebluk Kabupaten
intervensi keperawatan mandiri Jember. Surabaya: Universitas
yang berbasis terapi komplementer Jember.
dan diharapkan dapat dilakukan Dinas Kesehatan Kota Pontianak. (2017).
penelitian lebih lanjut dengan Data Diabetes Melitus. Dinas
menggunakan metode dan alat serta Kesehatan Kota Pontianak.
jumlah sampel yang lebih besar Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan
sehingga dapat menyempurnakan Barat. (2017). STP Puskesmas
hasil penelitian ini. 2017. Dinas Kesehatan Provinsi
Kalimantan Barat.
Daftar Pustaka Fadilah, Nur A., Saraswati, L.D., Adi,
Aquarista, Nindara Citra. (2017). M.S. (2016). Gambaran
Differences Characteristics Patients Karateristik dan Faktor-Faktor
Diabetes Mellitus Type 2 With and yang Berhubungan Dengan
Without Coronary Heart Disease. Kejadian Diabetes Melitus Tipe 2
Jurnal Berkala Epidemiologi, Pada Wanita. Jurnal Kesehatan
Volume 5, (1), hlm. 37-47. Masyarakat, Vol. 4 (1), hlm. 176-
Avianti, Nani, Desmaniarti Z. dan 183.
Rumahorbo, H. (2016).Progressive Fatimah, Noor Restyana. (2015). Diabetes
Muscle Relaxation Effectiveness of Melitus Tipe 2. J MAJORITY, Vol.
the Blood Sugar Patients with Type 4 (5), hlm. 93-101.
2 Diabetes. Open Journal of Hasaini, Asni. (2015). Effectiveness
Nursing, 6, hlm. 248-254. Muscle Progressive Relaxation
Chaudhuri A., Ray M., Saldanha D., (PMR) Toward To Blood Glucose
Bandopadhyay AK. (2014). Effect Levels Of Diabetes Mellitus Type
of Progressive Muscle Relaxation 2 Patients Group In The Martapura
in Female Health Care Public Health Centre. Caring,
Professionals. Annals of Medical Vol.2 (1), hlm.16-27.
and Health Sciences Research, Ilmi, Zulfa M., Dewi, Erti I., Rasni,
Vol. 4 (5), hlm. 791-795. Hanny. (2017). Pengaruh
Dafianto, R. (2016). Pengaruh Relaksasi Relaksasi Otot Proresif Terhadap
Otot Progresif Terhadap Risiko Tingkat Stres Narapidana Wanita
Ulkus Kaki Diabetik Pada Pasien di Lapas Kelas IIA Jember. e-
16

Jurnal Pustaka Kesehatan, Vol. 5 Meidikayanti, W., Wahyuni, Chatarina U.


(3), hlm. 497-504. (2017). Hubungan Dukungan
Isnaini, Nur, Trihadi, D., Linggardini, K. Keluarga Dengan Kualitas Hidup
(2017). The Effect Progressive Diabetes Melitus Tipe 2 Di
Muscle Relaxation Exercise on Puskesmas Pademawu. Jurnal
Blood Sugar Levels. International Berkala Epidemiologi, Vol.5 (2),
Seminar on Psychology, hlm.67- hlm. 240-252.
73. Nur, A., Wilya, V., Ramadhan, R. (2016).
Kurniawaty, E., Yunita, B. (2016). Faktor- Kebiasaan Aktivitas Fisik Pasien
Faktor yang Berhubungan Dengan Diabetes Mellitus Terhadap Kadar
Kejadian Diabetes Mellitus Tipe 2 Gula Darah Di Rumah Sakit
II. Majority, Vol. 5 (2), hlm. 27-31. Umum Dr. Fauziah Bireuen. Sel,
Lathifah, N.Lailatul. (2017). Hubungan Vol. 3 (2), hlm 41-48.
Durasi Penyakit dan Kadar Gula PERKENI. (2015). Pengelolaan dan
Darah dengan Keluhan Subyektif Pencegahan Diabetes Melitus Tipe
Penderita Diabetes Melitus. Jurnal 2 di Indonesia. PB PERKENI, hlm.
Berkala Epidemiologi, Vol. 5 (2), 1-82.
hlm. 231-239. Putri, Nurlaili Haida K. dan Isfandiari,
Maghfirah, Sholihatul, Sudiana, I Ketut, Muhammad A. (2013). Hubungan
Widyawati, Ika Y. (2015). Empat Pilar Pengendalian Dm Tipe
Relaksasi Otot Progresif Terhadap 2 Dengan Rerata Kadar Gula
Stres Psikologis Dan Perilaku Darah. Jurnal Berkala
Perawatan Diri Pasien Diabetes Epidemiologi, Vol. 1 (2), hlm.
Mellitus Tipe 2. Jurnal Kesehatan 234–243.
Masyarakat, Vol.10 (2), hlm. 137- Setiyorini, Erni dan Wulandari, Ning A.
146. (2017). Hubungan Lama Menderita
Malik, Ibnu M., Nasrul, E., Asterina. dan Kejadian Komplikasi dengan
(2015). Hubungan Hiperglikemia Kualitas Hidup Lansia Penderita
dengan Prothrombin Time pada Diabetes Mellitus tipe 2. Senaspro,
Mencit (Mus musculus) yang hlm. 75-82.
Diinduksi Aloksan. Jurnal Simanjuntak, Galvani V., Simamora, M.
Kesehatan Andalas, Vol. 4 (1), hlm (2017). The Effect Of Progressive
182-188. Muscle Relaxation On The
Glucose Level And Ankle Brachial
17

Index In Patient With Type II


Diabetes Mellitus. Idea Nursing
Journal,Vol VIII (1), hlm.45-51.
Smeltzer, Suzanne C dan Bare, Brenda G.
(2013). Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah Brunner &
Suddarth, Ed. 8 Vol. 2. Jakarta:
EGC.
Wahyuni, Dwi Tavip. (2013). Ankle
Brachial Index (ABI) Sesudah
Senam Kaki Diabetes Pada
Penderita Diabetes Melitus Tipe 2.
JURNAL KEPERAWATAN,
Volume 4 (2), hlm. 143-151.
Widiastuti, Linda. (2014). Pengaruh
Senam Kaki Terhadap Tingkat
Peripheral Arterial Disease Pada
Klien Dm Tipe 2 Di Rsal Dr.
Midiyato S Dan Rsud Kota
Tanjungpinang. Jurnal
Keperawatan, Vol. 4 (2), hlm. 514-
526.
Widodo, F.Y. (2014). Pemantauan
Penderita Diabetes Mellitus. Jurnal
Ilmiah Kedokteran, Vol. 3 (2), hlm.
55-69.
Yuliani, Tika dan Hutasoit, M. (2013).
Pengaruh Teknik Relaksasi Otot
Progresif Terhadap Kadar Gula
Darah Pada Pasien DM Tipe 2.
Media Ilmu Kesehatan, Vol. 2 (1),
hlm. 46-50.

Anda mungkin juga menyukai