Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Demam Tifoid
Pembimbing :
Dr. Munarza, Sp.A
Disusun oleh :
Sunny Situmorang ( 18000040 )
Nilai :
Dokter Pembimbing,
Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, atas berkat dan
rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan seluruh rangkaian proses penyusunan
referat yang berjudul: “Demam Tifoid“ sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan
Kepaniteraan Klinik Ilmu Kesehatan Anak di RSUD Sidikalang.
Pada kesempatan ini, tidak lupa penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-
besarnya kepada dokter pembimbing atas bimbingan dan arahannya selama mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSUD Sidikalang.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih banyak kekurangan, kritik dan sarannya
yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan guna perbaikan case ini di kemudian hari.
Harapan penulis semoga referat ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan serta dapat
menjadi arahan dalam mengimplementasikan ilmu di klinis dan masyarakat.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB 1 ..................................................................................................................................................... 5
BAB 2 ..................................................................................................................................................... 6
2.1 Demam tifoid .......................................................................................................................... 6
2.1.1 Definisi ............................................................................................................................ 6
2.1.2 Etiologi ............................................................................................................................ 6
2.1.3 Faktor resiko ................................................................................................................... 7
2.1.4 Epidemiologi ................................................................................................................... 7
2.1.5 Diagnosis banding ........................................................................................................... 7
2.1.6 Patogenesis dan patofisiologi .......................................................................................... 8
2.1.7 Manifestasi klinis .......................................................................................................... 10
2.1.8 Diagnosis18 .................................................................................................................... 11
2.1.9 Penatalaksanaan ............................................................................................................ 12
2.1.10 Pencegahan ................................................................................................................... 14
2.1.11 Komplikasi , prognosis ................................................................................................. 14
BAB 3 ................................................................................................................................................... 16
KESIMPULAN ................................................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 17
BAB 1
PENDAHULUAN
Demam tifoid merupakan penyakit infeksi akut pada saluran pencernaan yang
disebabkan oleh infeksi salmonella typhi dengan gejala utama demam, gangguan
saluran pencernaan, serta gangguan susunan saraf pusat / kesadaran.1,6,8 Demam
biasanya disertai dengan gejala gastrointestinal seperti nyeri perut, diare, konstipasi,
maupun mual muntah.2 Infeksi ini dapat ditularkan melalui makanan atau air yang
terkontaminasi oleh feses.7 Sebagai salah satu penyakit infeksi yang endemis di
negara-negara berkembang, demam tifoid ini berkaitan erat dengan kondisi sanitasi
tempat tinggal maupun hygiene makanan yang dikonsumsi, lingkungan yang kumuh,
kurangnya kebersihan tempat makanan umum (rumah makan, restoran), serta perilaku
makan makanan yang dibeli di pinggir jalan.3,4..
Pemberian antibiotik yang tepat pada pasien demam tifoid sangat penting,
karena dapat mencegah komplikasi dan mengurangi angka kematian. Kloramfenikol,
ampisilin, dan kotrimoksazol merupakan antibiotik lini pertama yang efektif.5,6
Demam tifoid menyerang penduduk di semua negara. Seperti penyakit menular
lainya, tifoid banyak ditemukan dinegara berkembang yang higiene pribadi dan
sanitasi lingkunganya kurang baik. Prevalensi kasus bervariasi tergantung dari lokasi,
kondisi lingkungan setempat, dan perilaku masyarakat. Angka insidensi di Amerika
serikat tahun 1990 adalah 300-500 kasus per tahun dan terus menurun. Prevalensi di
Amerika Latin sekitar 150/100.000 penduduk setiap tahunya, sedangkan prevalensi di
Asia jauh lebih banyak yaitu sebanyak 900/10.000 penduduk per tahun. Meskipun
demam tifoid menyerang semua umur, namun golongan terbesar tetap pada usia
kurang dari 20 tahun.6
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 Definisi
2.1.2 Etiologi
Faktor risiko yang berkaitan dengan kejadian demam tifoid antara lain tidak
mencuci tangan sebelum makan, makan/jajan di luar, makan jajanan yang ada
dipinggiran jalan, kualitas air lingkungan tinggal buruk, tidak memakai air dari
PDAM, dan selokan rumah yang tidak tertutup.3,10
2.1.4 Epidemiologi
Demam tifoid menyerang penduduk di semua negara. Seperti penyakit
menular lainya, tifoid banyak ditemukan dinegara berkembang yang higiene pribadi
dan sanitasi lingkunganya kurang baik. Prevalensi kasus bervariasi tergantung dari
lokasi, kondisi lingkungan setempat, dan perilaku masyarakat. Angka insidensi di
Amerika serikat tahun 1990 adalah 300-500 kasus per tahun dan terus menurun.
Prevalensi di Amerika Latin sekitar 150/100.000 penduduk setiap tahunya, sedangkan
prevalensi di Asia jauh lebih banyak yaitu sebanyak 900/10.000 penduduk per tahun.
Meskipun demam tifoid menyerang semua umur, namun golongan terbesar tetap pada
usia kurang dari 20 tahun.6
c. Peneumonia
Merupakan infeksi akut parenkim yang meliputi alveolus dan jaringan
interstitial. Insidens pneumonia pada anak <5 tahun di negara maju adalah
2-4 kasus/100anak/tahun, sedangkan di negara berkembang 10-20
kasus/100 anak/tahun.
d. Meningitis
Merupakan infeksi pada meninges (selaput pelindung) yang menyelimuti
otak dan saraf tulang belakang. Ketika meradang, meninges membengkak
karena infeksi yang terjadi.
e. Pielonefritis
Merupakan infeksi parenkim ginjal dan biasanya merupakan lanjutan dari
sistitis akut (penyebaran asenden). Pada neonatus, pielonefritis akut
muncul dengan sepsis dengan gejala letargi, kejang, syok suhu yang tidak
stabil, ikterik.
Demam lebih dari tujuh hari adalah gejala yang paling menonjol. Demam ini
bisa diikuti oleh gejala tidak khas lainya seperti diare, anoreksia, atau batuk. Pada
keadaan yang parah bisa disertai gangguan kesadaran.6 Setelah 7-14 hari tanpa
keluhan atau gejala, dapat muncul keluhan atau gejala yang bervariasi mulai dari yang
ringan dengan demam yang tidak tinggi, malaise, dan batuk kering sampai dengan
gejala yang berat dengan demam yang berangsur makin tinggi setiap harinya, rasa
tidak nyaman di perut, serta beraneka ragam keluhan lainnya.2 Gejala yang biasanya
dijumpai adalah demam sore hari dengan serangkaian keluhan klinis, seperti mialgia,
nyeri abdomen, dan konstipasi. Dapat disertai dengan lidah kotor, nyeri tekan perut,
dan pembengkakan pada stadium lebih lanjut dari hati atau limpa atau kedua-
duanya.2,7 Pada anak, diare sering dijumpai pada awal gejala yang baru, kemudian
dilanjutkan dengan konstipasi. Konstipasi pada permulaan sering dijumpai pada orang
dewasa.7 Walaupun tidak selalu konsisten, bradikardi relatif saat demam tinggi dapat
dijadikan indikator demam tifoid.2,7Pada sekitar 25% dari kasus, ruam makular atau
makulopapular (rose spots) mulai terlihat pada hari ke 7-10, terutama pada orang
berkulit putih, dan terlihat pada dada bagian bawah dan abdomen pada hari ke 10-15
serta menetap selama 2-3 hari.2
2.1.8 Diagnosis18
Anamnesis
- Demam naik secara bertahap tiap hari, mencapai suhu tertinggi pada akhir minggu
pertama, minggu kedua demam terus menerus tinggi.
- Anak sering mengigau (delirium),malaise,letargi, anoreksia, nyeri kepala, nyeri
perut, diere atau konstipasi, muntah, perut kembung
- Pada demam tifoid beratdapat dijumpai penurunan kesadara, kejang dan ikterus
Pemeriksaan fisik
Gejala klinis bervariasi dari yang ringan sampai berat dengan komplikasi.
Kesadaran menurun,delirium, sebagian besar anak mempunyai lidah di bagian tengah
kotor dan bagian pinggir hiperemis, meteorismus, hepatomegali lebih sering dijumpai
daripada splenomegali. Kadang-kadang terdengar ronki pada pemeriksaan paru.
Periksaan penunjang
- Anemia, pada umumnya terjadi karena supresi sumsum tulang, defisiensi Fe atau
pperdarahan usus.
- Leukopenia, namun jarang kurang dari 3000/ul
- Limfositosis relatif
- Trombositopenia, terutama pada demam tifoid berat
Pemeriksaan serologi:
- Serologi widal: kenaikan titer S.typhi titer O I: 200 atau kenaikan 4 kali titer fase
akut ke fase konvalesens
- Kadar IgM dan IgG ( Typhi-dot)
Pemeriksaan radiologik:
2.1.9 Penatalaksanaan 19
Pasien memerlukan tirah baring dan umumnya dapat dilakukan di rumah bila
kondisi secara umum baik, dapat makan dan minum. Pemberian kebutuhan cairan,
nutrisi serta antibiotik. Obat lini pertama untuk demam tifoid adalah kloramfenikol
50-100 mg/kgBB/hari dibagi dalam 4 dosis per oral atau intravena diberikan selama
10-14 hari atau 5-7 hari setelah demam turun. Pada kasus malnutrisi diberikan hingga
21 hari. Ampisilin dapat diberikan dengan dosis 200 mg/kgBB/hari dibagi menjadi
dosis secara IV. Trimetoprim sulfametoksazol masing-masing 50 mg/kgBB/hari
dalam 1-2 dosis (maksimal 4g/hari) selama 5-7 hari.5,18 Pada kondisi delirium, sopor
dan koma diberikan deksamethason IV (3 mg/kgBB dalam 30 menit awal, dilanjutkan
maintenance 1mg/kgBB per 6 jam hingga 48 jam.18 Berikan parasetamol jika anak
demam ≥39.19
a. Antibiotik
- Kloramfenikol (drug of choice) 50-100 mg/kgBB/hari, oral atau IV,
dibagi dalam 4 dosis selama 10-14 hari
- Amoksisilin 100 mg/kgBB/hari, oral atau intravena selama 10 hari
- Kotrimoksasol 6mg/kgBB/hari, oral selama 10 hari
- Setriakson 80 mg/kgBB/hari, intravena atau intramuskular, sekali
sehari selama 5 hari
- Sefiksim 10 mg/kg/BB/hari, oral dibagi dalam 2 dosis selama 10hari
- Kortikosteroid diberikan pada kasusberat dengan gangguan kesadaran
- Deksametason 1-3 mg/kgBB/hari intravena,dibagi 3 dosis hingga
kesadaran membaik.
b. Bedah
2.1.10 Pencegahan
KESIMPULAN
1. Parry CM, Hien TT, Dougan G, White NJ, Farrar JJ. Typhoid fever. N Engl J Med
2002; 347; 1770-1782.
2. Bhutta ZA Enteric fever (typhoid fever) in Nelson textbook of pediatrics 19th Edition.
2012, Elseiver: 954-58.
3. Gasem MH, Dolmans WM, keuter M, Djokomoeljanto RR. Poor foodhygiene and
housing as risk factors for typhoid fever in Semarang Indonesia. Trop med int health.
2001; 6(6): 484-90
4. Keputusan Menteri Kesehatan No. 365/Menkes/sk/v/2006 Pedoman Pengendalian
Demam Tifoid.
5. Pudjiadi AH et al editor. Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia
edisi II. 2011.
6. Widoyono. Penyakit Rropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan dan
Pemberantasanya. Demam Tifoid. Penerbit Erlangga; 2008. P.34-36.
7. Bhan MK, Bahl R, Bhatnagar S. Typhoid fever and paratyphoid fever. Lancet 2005;
366: 749-62
8. Buku Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak oleh Departemen Ilmu Kesehatan
Anak FK UNHAS tahun 2015.
9. Buku Pedoman Pelayanan Medis IDAI jilid 1 tahun 2009
10. Volaard AM, AliS, van Asten HAGH, Widjaja S, Visser LG, et al. Risk factors for
typhoid and paratyphoid fever in Jakarta Indonesia. J Am Med Assoc.2004;291:2607--
‐15
11. Jong EC Enteric Fever in Netter’s Infectious Diseases. 2012. Philadelphia
ElsevierSaunders; 394-98
12. Feasey NA, Gordon MA (Enteric fever) in Farrar J et al. Manson’s Tropical Diseases
23rd Edition. 2014. Elsevier Saunders; 338‐43
13. Brusch JL, et al. Typhoid Fever. [updated April 4 2014] Available
fromhttp://emedicine.medscape.com/article/231135-clinical.
14. Background document: The diagnosis, treatment and prevention of typhoid fever.
Communicable Disease Surveillance and Response Vaccines and Biologicals. World
Health Organization.2003. Geneva Switzerland.
15. Monack DM, Mueller A, Falkow S. Persistent bacterial infections: the interface of
the pathogen and the host immune system. Nat Rev Microbiol 2004;(2):747--‐65
16. Mastroeni P, Grant A, Restif O, Maskell D. A dynamic view of the spread and
intracellular distribution of Salmonella enterica. Nat Rev Microbiol 2009;(7):73-80
17. Escobedo GG, Marshall JM, Gunn JS. Chronic and acute infection of the gall bladder
by Salmonella Typhi: understanding the carrier state. Nat RevMicrobiol 2011;(9):9‐
14.
18. P Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS, Satari HI. Buku Ajar Infeksi dan
Pediatri Tropis Edisi ke-2. 2008. UKK Infeksi dan Pediatri Tropis Ikatan Dokter Anak
Indonesia. Jakartaedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Indonesia tahun 2009.
19. Buku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit WHO tahun 2009