Anda di halaman 1dari 16

Farmakoterapi untuk Hiperlipidemia, Hipertensi, dan Penyakit

Jantung Koroner

HIPERTENSI
Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang terjadi secara persisten.
Seseorang dikatakan hipertensi apabila memiliki tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg
dan tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg pada pemeriksaan yang berulang. Tekanan
darah sistolik merupakan pengukuran utama yang menjadi dasar penentuan diagnosis
hipertensi.
Tujuan terapi hipertensi adalah untuk mengurangi morbiditas dan mortalitas
terkait hipertensi akibat kejadian penyakit kardiovaskular. Pemilihan terapi obat
spesifik didasarkan pada bukti yang menunjukkan pengurangan risiko CV.

Tujuan terapi (nilai tekanan darah) pada beberapa pasien yang berbeda
Jenis Pasien Tekanan darah tujuan
Pasien dengan pencegahan umum 140/90 mm Hg
Pasien dengan diabetes, penyakit ginjal kronis 130/80 mm Hg
yang signifikan, penyakit arteri koroner yang
dikenal (infark miokard, angina stabil, angina
tidak stabil), penyakit pembuluh darah
aterosklerotik nonkoroner (stroke iskemik,
iskemik transien serangan, penyakit arteri
perifer, aneurisme aorta abdominalis), atau
risiko 10 tahun atau lebih 10 tahun terhadap
penyakit jantung koroner yang fatal atau infark
miokard nonfatal berdasarkan penilaian risiko
Framingham
Pasien dengan disfungsi ventrikel kiri (gagal 120/80 mm Hg
jantung sistolik)
Modifikasi gaya hidup untuk mencegah dan mengobati hipertensi
Pengurangan tekanan
Modifikasi Rekomendasi
darah sistol (mm Hg)
Pengurangan Pertahankan berat 5–20 per 10-kg
berat badan badan normal (indeks pengurangan berat
massa tubuh 18,5– badan
24,9 kg / m2)
Pola diet tipe Konsumsilah 8–14
DASH makanan yang kaya
buah-buahan,
sayuran, dan produk
susu rendah lemak
dengan kandungan 8-
14 yang berkurang
dan total lemak
Asupan garam Kurangi asupan 2-8
berkurang natrium setiap hari
sebanyak mungkin,
idealnya mm65 mmol
/ hari (1,5 g / hari
natrium, 2-8 atau 3,8
g / hari natrium
klorida)
Aktivitas fisik Aktivitas fisik 4-9
aerobik yang teratur
(setidaknya 30 menit
/ hari, hampir setiap
hari dalam seminggu)
Moderasi asupan Batasi konsumsi 2-4
untuk ≤ 2 minuman /
hari pada pria dan ≤1
minuman / hari pada
wanita dan orang
yang lebih ringan

Farmakoterapi untuk penyakit hipertensi

(DiPiro, et al, 2015)


Mekanisme kerja obat hipertensi :

a. Diuretik tipe tiazid


Penurunan tekanan darah terlihat ketika diuretik dimulai pertama kali
disebabkan oleh diuresis awal. Diuresis menyebabkan penurunan volume
plasma dan stroke, yang menurunkan curah jantung dan tekanan darah.
Penurunan awal curah jantung ini menyebabkan peningkatan kompensasi
resistensi pembuluh darah perifer. Dengan terapi diuretik kronis, cairan
ekstraseluler dan volume plasma kembali mendekati nilai pretreatment.
Namun, resistensi vaskular perifer menurun ke nilai-nilai yang lebih rendah
dari baseline pretreatment. Pengurangan resistensi pembuluh darah perifer
ini bertanggung jawab atas efek antihipertensi kronis.
Diuretik tipe tiazid memiliki tindakan tambahan yang dapat lebih
menjelaskan efek antihipertensi mereka. Tiazid memobilisasi natrium dan air
dari dinding arteriolar. Efek ini akan mengurangi jumlah gangguan fisik pada
lumen pembuluh yang diciptakan oleh akumulasi cairan intraseluler yang
berlebihan. Ketika diameter lumen rileks dan meningkat, ada sedikit
resistensi terhadap aliran darah dan resistensi vaskular perifer semakin
menurun. Asupan natrium makanan tinggi dapat menumpulkan efek ini dan
asupan garam rendah dapat meningkatkan efek ini. Tiazid juga diduga
menyebabkan relaksasi langsung otot polos pembuluh darah.

b. ACE inihibitor
ACE inhibitor memblokir ACE (juga disebut bradykinase), sehingga
menghambat konversi angiotensin I menjadi angiotensin II. Angiotensin II
adalah vasokonstriktor kuat yang juga merangsang sekresi aldosteron,
menyebabkan peningkatan reabsorpsi natrium dan air dengan disertai
kehilangan kalium.
Dengan memblokir ACE, vasodilatasi dan penurunan aldosteron
terjadi. Inhibitor ACE juga menghambat degradasi bradikinin dan
merangsang sintesis zat vasodilatasi lainnya (prostaglandin E2 dan
prostasiklin).
Peningkatan bradikinin meningkatkan efek penurun tekanan darah dari
inhibitor ACE, tetapi juga bertanggung jawab atas efek samping batuk
kering. ACE inhibitor secara efektif mencegah atau mengurangi hipertrofi
ventrikel kiri dengan mengurangi stimulasi langsung oleh angiotensin II
pada sel-sel miokard.

c. Angiotensin Receptor Blockers (ARB)


Angiotensin II dihasilkan oleh dua jalur enzimatik: RAAS, yang
melibatkan ACE, dan jalur alternatif yang menggunakan enzim lain seperti
chymase (juga dikenal sebagai "ACE jaringan"). ACE inhibitor hanya
menghambat efek angiotensin II yang diproduksi melalui RAAS, sedangkan
ARB menghambat angiotensin II dari semua jalur.
ARB secara langsung memblokir reseptor subtipe 1 angiotensin II
yang memediasi efek angiotensin II yang diketahui pada manusia:
penyempitan pembuluh darah, pelepasan aldosteron, aktivasi simpatis,
pelepasan hormon antidiuretik, dan penyempitan arteriol eferen dari
glomerulus.
Karena mereka tidak menghalangi reseptor subtipe 2 angiotensin II,
efek menguntungkan dari stimulasi subtipe 2 reseptor angiotensin II
(vasodilatasi, perbaikan jaringan, dan penghambatan pertumbuhan sel) tetap
utuh ketika ARB digunakan.
ARB tidak menghalangi pemecahan bradikinin. Oleh karena itu,
beberapa efek menguntungkan bradikinin, seperti vasodilatasi (yang dapat
meningkatkan pengobatan disfuntion ventrikel kiri), regresi hipertrofi dan
fibrosis miosit, dan peningkatan kadar aktivator plasminogen jaringan, tidak
hadir dengan terapi ARB.

d. β-blocker
β-Adrenoceptors terletak pada membran permukaan sel juxta-
glomerular. β-blocker menghambat reseptor ini dan dengan demikian
pelepasan renin. Kemampuan β-blocker untuk mengurangi renin plasma dan
dengan demikian konsentrasi angiotensin II dapat memainkan peran utama
dalam kemampuan mereka untuk mengurangi risiko CV.
Adrenoseptor β1- dan β2 didistribusikan ke seluruh tubuh, tetapi
mereka berkonsentrasi secara berbeda pada organ dan jaringan tertentu. Ada
dominan reseptor β1 di jantung dan ginjal, dan dominan reseptor β2 di paru-
paru, hati, pankreas, dan otot polos arteriolar. Β-bloker yang memiliki
afinitas yang tinggi pada β1 reseptor disebut dengan kardioselektif yang
paling tepat digunakan untuk pasien hipertensi.
e. Calcium Channel Blockers (CCB)
CCB bekerja dengan menghambat masuknya kalsium melintasi
membran sel. Ada dua jenis saluran kalsium tegangan-gated: saluran
tegangan tinggi (tipe L) dan saluran tegangan rendah (tipe T). CCB yang
tersedia saat ini hanya memblokir saluran tipe-L, yang mengarah ke
vasodilatasi koroner dan perifer.
HIPERLIPIDEMIA

Hiperlipidemia, atau dikenal juga dengan disslipidemia merupakan


peningkatan kolesterol total, baik itu LDL (Low density lipoprotein) atau trigliserida,
atau bahkan gabungan dari semuanya (Dipiro, 2015).
Guideline :

(DiPiro, et al, 2008)


● Hiperlipidemia tipe I diarahkan pada pengurangan kilomikron yang berasal
dari lemak makanan dan pengurangan trigliserida plasma. Total asupan lemak
harian tidak boleh lebih dari 10 hingga 25 g, atau ~ 15% dari total kalori.
● Hiperlipidemia tipe IIa dapat diobati dengan BAR (Bile Acid Resin), statin,
niasin, atau ezetimibe (pilih salah satu)
● Hiperlipidemia tipe IIb dapat diobati dengan kombinasi statin, niacin, atau
fibrat (gemfibrozil/fenofibrat) untuk menurunkan LDL-C tanpa meningkatkan
VLDL dan trigliserida. Niasin adalah agen yang paling efektif dan dapat
dikombinasikan dengan BAR. Namun, penggunaan BAR saja pada tipe ini
dapat meningkatkan VLDL dan trigliserida, sehingga penggunaannya sebagai
agen tunggal untuk mengobati hiperlipidemia tipe IIb harus dihindari.
● Hiperlipidemia tipe III dapat diobati dengan fibrat atau niacin.
● Hiperlipidemia tipe V membutuhkan pembatasan ketat asupan lemak
makanan. Terapi obat dengan fibrat atau niasin diindikasikan jika respons
terhadap diet saja tidak memadai. Trigliserida rantai menengah, yang diserap
tanpa pembentukan kilomikron dapat digunakan sebagai suplemen makanan
untuk asupan kalori jika diperlukan.

Mekanisme Obat

a. Bile Acid Resins (Cholestyramine, Colestipol, Colesevelam)


Bekerja dengan cara mengikat asam empedu di lumen usus sehingga
meningkatkan sintesis asam empedu oleh hati dari kolesterol. Peningkatan
biosintesis kolesterol ini juga berbanding lurus dengan peningkatan sintesis
VLDL. Golongan ini biasnya digunakan pada kasus hiperlipidemia primer
atau yang disebabkan oleh faktor keturunan. Efek samping yang biasa terjadi
adalah perut kembung, mual , muntah, konstiapasi, dan penyakit gangguan
gastroinstestinal lainnya. Contoh obat dari golongan obat ini
adalahkolestiramin, kolestipol HCL, kolesevalam HCL (DiPiro et al ,2015)

b. Niacin
Obat golongan ini bekerja dengan cara mereduksi sintesis VLDL
sehingga mencegah terbentuknya LDL di hati serta meningkatkan
katabolisme kolesterol HDL. Asam niasin juga menghambat mobilisasi asam
lemak bebas dari jaringan lemak bebas dari jaringan lemak perifer ke hati
sehingga sintesis trigliserida di hepar atau hati berkurang. Obat golongan ini
biasa digunakan sebagai lini pertama pada pasien dengan diagnosa
hiperlipidemia dan diabetic dislipidemia. Obat ini memiliki efek samping
pada saluran gastroinstestinal (DiPiro et al ,2015).

c. HMG-CoA Reduktase Inhibitor


Golongan obat ini secara spesifik menghambat 3-hydroxy-3-
methylglutaryl coenzyme A (HMG-CoA) reduktase sehingga mengganggu
pembentukan mevalonat dari HMG-CoA. Golongan ini sering disebut juga
sebagai golongan statin. Golongan ini bekerja dengan cara mereduksi LDL
dan meningkatkan kolesterol HDL. Obat ini biasa dikombinasikan dengan
golongan BAR ( Bile Acid Resins) dan golongan ezetimebe. Efek samping
yang biasa terjadi adalah konstipasi,myopati dan meningkatkan kadar level
amonotransferase levels dan level kreatini kinase. Contoh obat golongan ini
adalah atorvastatin, fluvastatin, lovastatin, pravastatin,simpastatin (DiPiro, et
al, 2015).

d. Ezetimibe
Bekerja dengan cara menggagu absorpsi kolesterol di dinding usus.
Biasa digunakan sebagai terapi tambahan dan dengan kombinasi bersama
statin. Karena bila digunakan sendiiri hanya mampu menurunkan kadar LDL
sebesar 18% namun bila dikombinasikan dapat bertambah. Dosis yang
disarankan adalah 10mg sehari diberikan dengan atau tanpa makan (DiPiro, et
al, 2015).
e. Cholesteryl ester transfer protein (CETP) inhibitor
Bekerja dengan cara meningkatkan konsentrasi kolesterol HDL dan
menurunkan konsentrasi kolesterol LDL melalui reversed cholesterol
transport.Inhibitor CETP dapat bersifat proaterogenik jika cholesteryl ester
dari kolesterol VLDL atau LDL diambil oleh makrofag. Sebaliknya, jika
cholesteryl ester diambil oleh hepar melalui reseptor LDL, inhibitor CETP
bersifat antiaterogenik. Contoh obat golongan ini adalah torcetrapib,
dalcetrapib dan anacetrapib (PERKI,2013).

f. Turunan Asam Fibrat


Fibrat adalah agonis dari PPAR-α. Melalui reseptor ini, fibrat menurunkan
regulasi gen apoC-III serta meningkatkan regulasi gen apoA-I dan A-II.
Berkurangnya sintesis apoC-III menyebabkan peningkatan katabolisme TG
oleh lipoprotein lipase, berkurangnya pembentukan kolesterol VLDL, dan
meningkatnya pembersihan kilomikron. Peningkatan regulasi apoA-I dan
apoA-II menyebabkan meningkatnya konsentrasi kolesterol HDL
(PERKI,2013).
PENYAKIT JANTUNG KORONER (PJK)

Penyakit Jatung Koroner (PJK) adalah suatu kelainan yang disebabkan oleh
penyempitan atau penghambatan pembuluh arteri yang mengalirkan darah ke otot
jantung. penyakit jantung koroner diklasifikasikan menjadi 3, yaitu Silent Ischaemia
(Asimtotik), Angina Pectoris, dan Infark Miocard Akut (Serangan Jantung).

Guideline :

a. Beta Blocker
Penyekat-β secara kompetitif menghambat efek katekolamin pada
reseptor beta. Penyekat beta mengurangi konsumsi oksigen miokard melalui
pengurangan kontraktilitas miokard, denyut jantung (laju sinus), konduksi AV
dan tekanan darah sistolik. Bila tidak ada kontraindikasi, pemberian penyekat
beta harus dimulai segera. Penyekat beta tanpa aktivitas simpatomimetik lebih
disukai, seperti metoprolol, atenolol, esmolol atau bisoprolol. Kontraindikasi
penyekat beta adalah blok AV derajat 2 atau 3, asma, gagal jantung yang
dalam keadaan dekompensasi dan penyakit arteri perifer yang berat. Dapat
diberikan metoprolol (25-50 mg oral 2 kali sehari), propranolol (20-80 mg
oral perhari dalam dosis terbagi), atau atenolol (25-100 mg oral sehari)
(Depkes RI, 2006)

b. ACE-I Angiotensin
Bekerja sebagai hormon sistemik, hormon lokal jaringan, dan sebagai
neurohormonal susunan saraf pusat. Penghambat ACE (ACE-I) bekerja
dengan cara menghambat enzym ACE secara kompetitif melalui ikatan pada
active catalytic enzym tersebut, dengan demikian akan terjadi hambatan
perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II. Hambatan tersebut selain
terjadi pada sirkulasi sistemik juga terjadi pada ACE jaringan yang dihasilkan
oleh selsel endotel jantung, ginjal, otak dan kelenjar adrenal. Penghambat
ACE juga berperan dalam menghambat degradasi bradikinin, yang merupakan
vasodilator (Depker RI, 2006).

c. Tablet GTN Sublingual (Nitrat) Nitrat


menyebabkan vasodilatasi, yang menurunkan preload and myocardiac
oxygen demand. Diberikan Tablet GTN sublingual (0,4 mg) dengan interval 5
menit untuk tiga dosis yang bertujuan untuk menghilangkan sakit dada dan
myokardial iskemik (DiPiro et al., 2015).

d. Aspirin
Dosis awal 160 mg, lalu dilanjutkan dengan dosis 75 mg sampai 162
mg untuk seterusnya. Kontraindikasi aspirin sangat sedikit, termasuk alergi
(biasanya timbul gejala asma), ulkus peptikum aktif, dan diatesis perdarahan.
Aspirin disarankan untuk semua pasien dengan dugaan SKA, bila tidak
ditemui kontraindikasi pemberiannya (DiPiro et al., 2015).
e. Statin
Obat golongan ini dikenal juga dengan obat penghambat HMGCoA
reduktase. HMGCoA reduktase adalah suatu enzym yang dapat mengontrol
biosintesis kolesterol. Dengan dihambatnya sintesis kolesterol di hati dan hal
ini akan menurunkan kadar LDL dan kolesterol total serta meningkatkan HDL
plasma. Diberikan atorvastatin 80 mg atau rosuvastatin 40 mg (DiPiro et al.,
2015).

f. Antagonis Kalsium
Digunakan untuk meringankan gejala iskemik pada pasien yang
memiliki kontraindikasi terhadap beta blockers. Penelitian menunjukkan
bahwa menunjukkan bahwa obat ini tidak menurunkan kekerapan infark
jantung atau mortalitas. Dapat diberikan diltiazem (120-360 mg sustained
released oral, satu kali sehari), verapamil (180-480 mg sustained released oral,
satu kali sehari), dan amlodipin (5-10 mg oral, satu kali sehari) (DiPiro et al.,
2015).
DAFTAR PUSTAKA

Dipiro J.T., Talbert R.L., Yee G.C., Matzke G.R., Wells B.G. and Posey L.M. 2015.
Pharmacotherapy: A Pathophysiologic Approach, 9th ed., Mc Graw Hill,
United State of America.
Dipiro, Joseph T., Talbert, Robert L., Yee, Gary C., Matzke, Gary R., Wells,Barbara
G., Posey, L. Michael. 2008. Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach,
7 th edition. USA: Mc Graw Hill.
PERKI. 2013. Pedoman Tatalaksana Dislipidemia. Edisi ke-1. Jakarta : Centra
Communications.
Depkes RI. 2006. Pharmaceutical Care untuk Penyakit Jantung Koroner: Fokus
Sindrom Koroner Akut. Jakarta: Depkes RI

Anda mungkin juga menyukai