Anda di halaman 1dari 46

REVIEW UU NO.

31 TAHUN 2004 YANG TELAH


DI PERBAHARUI PADA UU NO.45 TAHUN 2009

DI SUSUN OLEH :

1. FRIZA RAHMAWANTO W 003


2. RACHMAD TRI S 008
3. YUDHISTIAN HANIF R 013
4. FERDY GUNAWAN 018
5. SINGGIH BUDI PRAKOSO 032
6. MIFTACHUL ANDRIYAN AFNAN 037
7. GALIH AJI SASONGKO 042

JURUSAN BUDIDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN PETERNAKAN UNIVERSITAS


MUHAMMADIYAH MALANG

2014
UU NO.31 TH.2004 UU N0.45 TH.2009
PASAL 1
11. Nelayan kecil adalah orang yang mata 11. Nelayan Kecil adalah orang yang mata
pencahariannya melakukan penangkapan pencahariannya melakukan penangkapan
ikan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup
untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari- sehari-hari yang menggunakan kapal
hari. perikanan berukuran paling besar 5 (lima)
melakukan penangkapan ikan yang grosston (GT).
merupakan bagian tidak terpisahkan dari 24. Menteri adalah menteri yang membidangi
SIUP. urusanPerikanan.
teritorial Indonesia.
24. Menteri adalah menteri yang bertanggung
jawab di bidang perikanan.
Persamaan : - nelayang kecil adalah nelayang Perbedaan : - pada pasal 31, nelayan kecil
yang mata pencahariannya menangkap ikan tidak terpisahkan dari siup. Sedangkan pesal
untuk kehidupan sehari hari 45, nelayan kecil tidak harus pakai siup dan
ukuran kapalnya max 5 grosston
- Tugas menteri yang berbeda , yang
satu membidangi yang satu
bertanggung jawab
PASAL 2
Pengelolaan perikanan dilakukan berdasarkan Pengelolaan perikanan dilakukan berdasarkan
asas manfaat, keadilan, kemitraan, asas:
pemerataan, keterpaduan, keterbukaan, a. manfaat;
efisiensi, dan kelestarian yang berkelanjutan. b. keadilan;
c. kebersamaan;
d. kemitraan;
e. kemandirian;
f. pemerataan;
g. keterpaduan;
h. keterbukaan;
i. efisiensi;
j. kelestarian; dan
k. pembangunan yang berkelanjutan.
- Dalam hal ini banyak kesamaannya
namun pada 31 ada penambahan yaitu
kebersamaan dan kemandirian
PASAL 7
(1) Dalam rangka mendukung kebijakan (1) Dalam rangka mendukung kebijakan
pengelolaan sumber daya ikan, Menteri pengelolaan sumber daya ikan, Menteri
menetapkan: menetapkan:
a. rencana pengelolaan perikanan; a. rencana pengelolaan perikanan;
b. potensi dan alokasi sumber daya ikan di b. potensi dan alokasi sumber daya ikan di
wilayah pengelolaan perikanan Republik wilayah pengelolaan perikanan Negara
Indonesia; Republik Indonesia;
c. jumlah tangkapan yang diperbolehkan di c. jumlah tangkapan yang diperbolehkan di
wilayah pengelolaan perikanan Republik wilayah pengelolaan perikanan Negara
Indonesia; Republik Indonesia;
d. potensi dan alokasi lahan pembudidayaan d. potensi dan alokasi lahan pembudidayaan
ikan di wilayah pengelolaan perikanan ikan
Republik Indonesia; di wilayah pengelolaan perikanan Negara
e. potensi dan alokasi induk serta benih ikan Republik Indonesia;
tertentu di wilayah pengelolaan e. potensi dan alokasi induk serta benih ikan
perikanan Republik Indonesia; tertentu di wilayah pengelolaan perikanan
f. jenis,jumlah, dan ukuran alat penangkapan Negara Republik Indonesia;
ikan; f. jenis, jumlah, dan ukuran alat penangkapan
g. jenis, jumlah, ukuran, dan penempatan alat ikan;
bantu penangkapan ikan; g. jenis, jumlah, ukuran, dan penempatan alat
h. daerah, jalur, dan waktu atau musim bantu penangkapan ikan;
penangkapan ikan; h. daerah, jalur, dan waktu atau musim
i. persyaratan atau standar prosedur penangkapan ikan;
operasional penangkapan ikan; i. persyaratan atau standar prosedur
j. sistem pemantauan kapal perikanan; operasional
k. jenis ikan baru yang akan dibudidayakan; penangkapan ikan;
l. jenis ikan dan wilayah penebaran kembali j. pelabuhan perikanan;
serta penangkapan ikan berbasis budi k. sistem pemantauan kapal perikanan;
daya; l. jenis ikan baru yang akan dibudidayakan;
m. pembudidayaan ikan dan m. jenis ikan dan wilayah penebaran kembali
perlindungannya; serta penangkapan ikan berbasis budi daya;
n. pencegahan pencemaran dan kerusakan n. pembudidayaan ikan dan perlindungannya;
sumber daya ikan serta lingkungannya; o. pencegahan pencemaran dan kerusakan
o. rehabilitasi dan peningkatan sumber daya sumber daya ikan serta lingkungannya;
ikan serta lingkungannya; p. rehabilitasi dan peningkatan sumber daya
p. ukuran atau berat minimum jenis ikan ikan
yang boleh ditangkap; serta lingkungannya;
q. suaka perikanan; q. ukuran atau berat minimum jenis ikan yang
r. wabah dan wilayah wabah penyakit ikan; boleh ditangkap;
s. jenis ikan yang dilarang untuk r. kawasan konservasi perairan;
diperdagangkan, dimasukkan, dan s. wabah dan wilayah wabah penyakit ikan;
dikeluarkan ke t. jenis ikan yang dilarang untuk
dan dari wilayah Republik Indonesia; dan diperdagangkan, dimasukkan, dan
t. jenis ikan yang dilindungi. dikeluarkan
(2) Setiap orang yang melakukan usaha ke dan dari wilayah Negara Republik
dan/atau kegiatan pengelolaan perikanan Indonesia; dan
wajib u. jenis ikan yang dilindungi.
mematuhi ketentuan sebagaimana dimaksud (2) Setiap orang yang melakukan usaha
pada ayat (1) mengenai: dan/atau
a. jenis, jumlah, dan ukuran alat penangkapan kegiatan pengelolaan perikanan wajib
ikan; mematuhi
b. jenis, jumlah, ukuran, dan penempatan alat ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
bantu penangkapan ikan; (1)
c. daerah, jalur, dan waktu atau musim mengenai:
penangkapan ikan; a. jenis, jumlah, dan ukuran alat penangkapan
d. persyaratan atau standar prosedur ikan;
operasional penangkapan ikan; b. jenis, jumlah, ukuran, dan penempatan alat
e. sistem pemantauan kapal perikanan; bantu penangkapan ikan;
f. jenis ikan baru yang akan dibudidayakan; c. daerah, jalur, dan waktu atau musim
g. jenis ikan dan wilayah penebaran kembali penangkapan ikan;
serta penangkapan ikan berbasis budi d. persyaratan atau standar prosedur
daya; operasional
h. pembudidayaan ikan dan perlindungannya; penangkapan ikan;
i. pencegahan pencemaran dan kerusakan e. sistem pemantauan kapal perikanan;
sumber daya ikan serta lingkungannya; f. jenis ikan baru yang akan dibudidayakan;
j. ukuran atau berat minimum jenis ikan yang g. jenis ikan dan wilayah penebaran kembali
boleh ditangkap; serta penangkapan ikan berbasis budi daya;
k. suaka perikanan; h. pembudidayaan ikan dan perlindungannya;
l. wabah dan wilayah wabah penyakit ikan; i. pencegahan pencemaran dan kerusakan
m. jenis ikan yang dilarang untuk sumber daya ikan serta lingkungannya;
diperdagangkan, dimasukkan, dah j. ukuran atau berat minimum jenis ikan yang
dikeluarkan ke boleh ditangkap;
dan dari wilayah Republik Indonesia; dan k. kawasan konservasi perairan;
n. jenis ikan yang dilindungi. l. wabah dan wilayah wabah penyakit ikan;
(3) Menteri menetapkan potensi dan jumlah m. jenis ikan yang dilarang untuk
tangkapan yang diperbolehkan sebagaimana diperdagangkan, dimasukkan, dan
dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c dikeluarkan
setelah mempertimbangkan rekomendasi ke dan dari wilayah Negara Republik
dari komisi nasional yang mengkaji sumber Indonesia; dan
daya ikan. n. jenis ikan yang dilindungi.
(4) Komisi nasional sebagaimana dimaksud (3) Kewajiban mematuhi ketentuan mengenai
pada ayat (3) dibentuk oleh Menteri dan sistem pemantauan kapal perikanan
beranggotakan para ahli di bidangnya yang sebagaimana
berasal dari lembaga terkait. dimaksud pada ayat (2) huruf e, tidak berlaku
(5) Menteri menetapkan jenis ikan dan bagi
kawasan perairan yang masing-masing nelayan kecil dan/atau pembudi daya-ikan
dilindungi, kecil.
termasuk taman nasional laut, untuk (4) Menteri menetapkan potensi dan jumlah
kepentingan ilmu pengetahuan, kebudayaan, tangkapanyang diperbolehkan sebagaimana
pariwisata, dan/atau kelestarian sumber daya dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c
ikan dan/atau lingkungannya. setelah
(6) Dalam rangka mempercepat mempertimbangkan rekomendasi dari komisi
pembangunan perikanan, pemerintah nasional yang mengkaji sumber daya ikan.
membentuk dewan (5) Komisi nasional sebagaimana dimaksud
pertambangan pembangunan perikanan pada ayat (4) dibentuk oleh Menteri dan
nasional yang diketuai oleh Presiden, yang beranggotakan para ahli di bidangnya yang
anggotanya terdiri atas menteri terkait, berasal dari lembaga terkait.
asosiasi perikanan, dan perorangan yang (6) Menteri menetapkan jenis ikan yang
mempunyai kepedulian terhadap dilindungi dan kawasan konservasi perairan
pembangunan perikanan. untuk kepentinganilmu pengetahuan,
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan kebudayaan, pariwisata, dan/atau kelestarian
organisasi dan tata kerja dewan sumber daya ikan dan/atau lingkungannya.
pertimbangan pembangunan perikanan
nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (6)
ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
Mayoritas semua maksut yang terutuanng Semua di serahkan kepada mentri kelautan
dalam undang undang itu sama , akan tetapi dan perikanan pada uu no.45 2009
pengemasan katanya yang berbeda
PASAL 9
Setiap orang dilarang memiliki, menguasai, (1) Setiap orang dilarang memiliki,
membawa, dan/atau menggunakan di kapal menguasai,
penangkap ikan di wilayah pengelolaan membawa, dan/atau menggunakan alat
perikanan Republik Indonesia: penangkapan dan/atau alat bantu
a. alat penangkapan ikan dan/atau alat bantu penangkapan
penangkapan ikan yang tidak sesuai ikan yang mengganggu dan merusak
dengan ukuran yang ditetapkan; keberlanjutan
b. alat penangkapan ikan yang tidak sesuai sumber daya ikan di kapal penangkap ikan di
dengan persyaratan atau standar yang wilayah pengelolaan perikanan Negara
ditetapkan untuk tipe alat tertentu; dan/atau Republik
c. alat penangkapan ikan yang dilarang. Indonesia.
(2) Ketentuan mengenai alat penangkapan
dan/atau
alat bantu penangkapan ikan yang
mengganggu
dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan
Peraturan Menteri.
Pada pasal uu no.31 tidak di sebutkan
penangkapan yang merusak keberlanjutan
sumber daya alam
PASAL 14
(3) Pemerintah mengendalikan pemasukan (3) Pemerintah mengendalikan pemasukan
ikan jenis baru dari luar negeri dan/atau lalu dan/atau
lintas antarpulau untuk menjamin kelestarian pengeluaran ikan jenis baru dari dan ke luar
plasma nutfah yang berkaitan dengan negeri
sumber daya ikan. dan/atau lalu lintas antarpulau untuk
menjamin
kelestarian plasma nutfah yang berkaitan
dengan
sumber daya ikan.
Pada pasal 14 ada perbedaan yaitu pada uu Bertujuan sama , yaitu : untuk menjamin
no.31 tidak tertera pengeluaran, sedangkan kelestarian plasma nutfah yang berkaitan
pada uu no.45 terdapat kata pengeluaran dengan sumber daya ikan
PASAL 15A
Pemerintah mengatur pengendalian mutu
induk dan
benih ikan yang dibudidayakan.
Ada penyisipan antara pasal 15 dengan pasal Berisikan mengatur pengendalian mutu induk
16 yaitu pasal 15A beserta benih ikan budidaya
PASAL 18
(1) Pemerintah mengatur dan membina tata (1) Pemerintah mengatur dan membina tata
pemanfaatan air dan lahan pembudidayaan pemanfaatan air dan lahan pembudidayaan
ikan. ikan.
(2) Pengaturan dan pembinaan tata (2) Pengaturan dan pembinaan tata
pemanfaatan air dan lahan pembudidayaan pemanfaatan air
ikan, dan lahan pembudidayaan ikan, sebagaimana
sebagaimana dimaksud pacta ayat (1), dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam
dilakukan dalam rangka menjamin kuantitas rangka
dan kualitas air untuk kepentingan menjamin kuantitas dan kualitas air untuk
pembudidayaan ikan. kepentingan pembudidayaan ikan.
(3) Pelaksanaan tata pemanfaatan air dan
lahan
pembudidayaan ikan dilakukan oleh
pemerintah
daerah.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai
pengaturan dan pembinaan tata pemanfaatan
air dan lahan
pembudidayaan ikan sebagaimana dimaksud
pada
ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.

Pada pasal ini sama cuman ada penambahan


ayat pada ayat 3 dan 4 yang membicarakan
terkait pelaksanaan tata pemanfaatan air dan
ketentuan lebih lanjut mengenai pengaturan
dan pembinaat tata pemanfaatan air yang di
maksut dalam ayat 1 dan 2
UU NO.31 TAHUN 2004 UU NO.45 TAHUN 2009

PASAL 23

(1) Setiap orang dilarang menggunakan (1) Setiap orang dilarang menggunakan
bahan baku, bahan tambahan makanan, bahan baku,
bahan
bahan tambahan makanan, bahan penolong,
penolong, dan/atau alat yang membahayakan
kesehatan manusia dan/atau lingkungan dan/atau alat yang membahayakan kesehatan

dalam melaksanakan penanganan dan manusia dan/atau lingkungan dalam


pengolahan ikan. melaksanakan penanganan dan pengolahan
(2) Pemerintah menetapkan bahan baku, ikan.
bahan tambahan makanan, bahan penolong,

dan/atau alat yang membahayakan kesehatan (2) Pemerintah . . . - 10 -


manusia dan/atau lingkungan
(2) Pemerintah menetapkan bahan baku,
sebagaimana dimaksud pada ayat (1). bahan

tambahan makanan, bahan penolong,


dan/atau

alat yang membahayakan kesehatan manusia

dan/atau lingkungan sebagaimana dimaksud


pada

ayat (1).

(3) Pemerintah melakukan sosialisasi bahan


baku,

bahan tambahan makanan, bahan penolong,

dan/atau alat yang membahayakan kesehatan

manusia dan/atau lingkungan.

Dari hasil revisi pasal 23 ini sudah lebih di


perjelas lagi bahwa penggunaan bahan bahan
berbahaya untuk menangkap atau mengelola
ikan sangat di larang.
UU NO.31 TAHUN 2004 UU NO.45 TAHUN 2009

PASAL 25

(1) Usaha perikanan dilaksanakan dalam (1) Pelaku usaha perikanan dalam
sistem bisnis melaksanakan

perikanan, meliputi praproduksi, produksi, bisnis perikanan harus memperhatikan


standar
pengolahan, dan pemasaran.
mutu hasil perikanan.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai
praproduksi, (2) Pemerintah dan pemerintah daerah
membina dan
produksi, pengolahan, dan pemasaran
sebagaimana memfasilitasi pengembangan usaha
perikanan agar
dimaksud pada ayat (1) diatur dalam
Peraturan memenuhi standar mutu hasil perikanan.

Menteri. (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai standar


mutu
10. Di antara Pasal 25 dan Pasal 26
disisipkan 3 (tiga) pasal hasil perikanan diatur dalam Peraturan
Menteri.
yakni Pasal 25A, Pasal 25B, dan Pasal 25C,
yang Pasal 25B

berbunyi sebagai berikut: (1) Pemerintah berkewajiban


menyelenggarakan dan
Pasal 25A
memfasilitasi kegiatan pemasaran usaha
(1) Pelaku usaha perikanan dalam perikanan
melaksanakan
baik di dalam negeri maupun ke luar negeri.
bisnis perikanan harus memperhatikan
standar (2) Pengeluaran hasil produksi usaha
mutu hasil perikanan. perikanan ke

luar negeri dilakukan apabila produksi dan

pasokan di dalam negeri telah mencukupi

kebutuhan konsumsi nasional.

(3) Pemerintah . . . - 11 -

(3) Pemerintah berkewajiban menciptakan


iklim usaha

perikanan yang sehat sesuai dengan


ketentuan

peraturan perundang-undangan.

Pasal 25C

(1) Pemerintah membina dan memfasilitasi

berkembangnya industri perikanan nasional

dengan mengutamakan penggunaan bahan


baku

dan sumber daya manusia dalam negeri.

(2) Pemerintah membina terselenggaranya

kebersamaan dan kemitraan yang sehat


antara

industri perikanan, nelayan dan/atau


koperasi

perikanan.

(3) Ketentuan mengenai pembinaan,


pemberian

fasilitas, kebersamaan, dan kemitraan


sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)


dilakukan

sesuai dengan ketentuan peraturan


perundang-
undangan.

Dari hasil revisi pasal 25 ini sudah sangat di


perjelaslgi dan di pertegas lagi untuk
menguatkan UU perikanan dan lebih
memfasilitasi yang ber gerak di sector
perikanan

UU NO.31 TAHUN 2004 UU NO.45 TAHUN 2009

PASAL 27

(1) Setiap orang yang memiliki dan/atau (1) Setiap orang yang memiliki dan/atau
mengoperasikan kapal penangkap ikan
mengoperasikan kapal penangkap ikan
berbendera Indonesia yang dipergunakan berbendera
untuk melakukan penangkapan ikan di
Indonesia yang digunakan untuk melakukan
wilayah pengelolaan perikanan Republik
Indonesia dan/atau laut lepas wajib penangkapan ikan di wilayah pengelolaan

memiliki SIPI. perikanan Negara Republik Indonesia


dan/atau
(2) Setiap orang yang memiliki dan/atau
mengoperasikan kapal penangkap ikan laut lepas wajib memiliki SIPI.

berbendera asing yang dipergunakan untuk (2) Setiap orang yang memiliki dan/atau
melakukan penangkapan ikan di wilayah mengoperasikan kapal penangkap ikan
pengelolaan perikanan Republik Indonesia berbendera
wajib memiliki SIPI. asing yang digunakan untuk melakukan
(3) SIPI sebagaimana dimaksud pada ayat penangkapan ikan di ZEEI wajib memiliki
(1) diterbitkan oleh Menteri. SIPI.
(4) Kapal penangkap ikan berbendera (3) Setiap orang yang mengoperasikan
Indonesia yang melakukan penangkapan kapal
ikan di
penangkap ikan berbendera Indonesia di
wilayah yurisdiksi negara lain harus terlebih wilayah
dahulu mendapatkan persetujuan dari
pengelolaan perikanan Negara Republik
Pemerintah. Indonesia

atau mengoperasikan kapal penangkap ikan


berbendera asing di ZEEI wajib membawa
SIPI asli.

(4) Kapal penangkap ikan berbendera


Indonesia yang

melakukan penangkapan ikan di wilayah


yurisdiksi

negara lain harus terlebih dahulu


mendapatkan

persetujuan dari Pemerintah.

5. Kewajiban . . . - 12 -

(5) Kewajiban memiliki SIPI sebagaimana


dimaksud

pada ayat (1) dan/atau membawa SIPI asli

sebagaimana dimaksud pada ayat (3), tidak


berlaku

bagi nelayan kecil.

12. Ketentuan Pasal 28 ayat (1) dan ayat (2)


diubah, serta

ditambah 2 (dua) ayat yakni ayat (3) dan


ayat (4),

Dari hasil revisi pasal 27 ini sudah sangat di


perjelas lagi dan di sempurnakan agar
perairan Indonesia lebih kuat lagi dan tidak
di curi oleh kapal kapal nelayan asing

UU NO.31 TAHUN 2004 UU NO.45 TAHUN 2009

PASAL 32

Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Ketentuan lebih lanjut mengenai penerbitan,
dan syarat-syarat pemberian SIUP, SIPI, dan tata cara,

SIKPI diatur dengan Peraturan Menteri dan syarat-syarat pemberian SIUP, SIPI, dan
SIKPI
diatur dengan Peraturan Menteri.

Tidak banyak perubahan dari pasal 32 ini


tetapi semoga pengurusan SIUP,SIPI,dan
SIKPI lebih di permudah lagar para nelayan
tidah bersusah payah memperolehnya

UU NO 31 TAHUN 2004 UU TAHUN 2009

PASAL 35

(1) Setiap orang yang membangun, (1) Kapal perikanan berbendera Indonesia
mengimpor, atau memodifikasi kapal yang
perikanan
melakukan penangkapan ikan di wilayah
wajib terlebih dahulu mendapat persetujuan
Menteri. pengelolaan perikanan Negara Republik
Indonesia
(2) Pembangunan atau modifikasi kapal
perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat wajib menggunakan nakhoda dan anak buah
(1) kapal

dapat dilakukan, baik di dalam maupun di berkewarganegaraan Indonesia.


luar negeri, setelah mendapat (2) Kapal perikanan berbendera asing yang
pertimbangan teknis baik berlayar dari melakukan
Menteri yang bertanggung jawab di bidang penangkapan ikan di ZEEI wajib
pelayaran. menggunakan

anak buah kapal berkewarganegaraan


Indonesia

paling sedikit 70% (tujuh puluh persen) dari


jumlah

anak buah kapal.

(3) Pelanggaran terhadap ketentuan


penggunaan anak

buah kapal sebagaimana dimaksud pada ayat


(2)

dikenakan sanksi administratif berupa


peringatan,

pembekuan izin, atau pencabutan izin.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai


pengenaan sanksi

administratif sebagaimana dimaksud pada


ayat (3)

diatur dalam Peraturan Menteri.

Ketentuan Pasal 32 diubah sehingga Pasal


32 berbunyi

Dari revisi pasal 35 ini sudah di perjelas lagi


untuk memper kuat perairan Indonesia agar
tidak semena mena kapal asing dapat
mencari ikan di perairan Indonesia
UU NO.31 TAHUN 2004 UU NO.45 TAHUN 2009

PASAL 36

(1) Kapal perikanan milik orang Indonesia (1) Kapal perikanan milik orang Indonesia
yang dioperasikan di wilayah pengelolaan yang

perikanan Republik Indonesia wajib dioperasikan di wilayah pengelolaan


didaftarkan terlebih dahulu sebagai kapal perikanan

perikanan Indonesia. Negara Republik Indonesia dan laut lepas


wajib
(2) Pendaftaran kapal perikanan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didaftarkan terlebih dahulu sebagai kapal
dilengkapi dengan
perikanan Indonesia.
dokumen yang berupa:

a. bukti kepemilikan;

b. identitas pemilik; dan

c. surat ukur.

(3) Pendaftaran kapal perikanan yang dibeli


atau diperoleh dari luar negeri dan sudah

terdaftar di negara asal untuk didaftar


sebagai kapal perikanan Indonesia, selain

dilengkapi dengan dokumen sebagaimana


dimaksud pada ayat (2) harus dilengkapi

pula dengan surat keterangan penghapusan


dari daftar kapal yang diterbitkan oleh

negara asal.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai


pendaftaran sebagaimana dimaksud pada
ayat (1),

ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan


Peraturan Menteri.

(5) Kapal perikanan yang telah terdaftar


sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
diberikan

surat tanda kebangsaan sesuai dengan


ketentuan peraturah perundang-undangan
yang

berlaku.

Dari revisi pasal 36 ini lebih di ringkas dan


di ambil intinya saja

31 th 2004 45 th 2009
PASAL 41
(1) Pemerintah menyelenggarakan dan (1) Pemerintah menyelenggarakan dan
membina pelabuhan perikanan. melakukan pembinaan pengelolaan pelabuhan
(2) Menteri menetapkan: perikanan.
a. rencana induk pelabuhan perikanan secara (2) Penyelenggaraan dan pembinaan
nasional; pengelolaan pelabuhan perikanan
b. klasifikasi pelabuhan perikanan dan suatu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri
tempat yang merupakan bagian menetapkan:
perairan dan daratan tertentu yang menjadi a. rencana induk pelabuhan perikanan
wilayah kerja dan pengoperasian secara nasional;
pelabuhan perikanan; b. klasifikasi pelabuhan perikanan;
c. persyaratan dan/atau standar teknis dan c. pengelolaan pelabuhan perikanan;
akreditasi kompetensi dalam perencanaan, d. persyaratan dan/atau standar teknis
pembangunan, operasional, pembinaan, dan dalam perencanaan, pembangunan,
pengawasan pelabuhan perikanan; operasional, pembinaan, dan pengawasan
d. wilayah kerja dan pengoperasian pelabuhan perikanan;
pelabuhan perikanan; dan e. wilayah kerja dan pengoperasian
e. pelabuhan perikanan yang tidak dibangun pelabuhan perikanan yang meliputi bagian
oleh Pemerintah. perairan dan daratan tertentu yang menjadi
(3) Setiap kapal penangkap ikan dan kapal wilayah kerja dan pengoperasian pelabuhan
pengangkut ikan harus mendaratkan ikan perikanan; dan
tangkapan di pelabuhan perikanan yang f. pelabuhan perikanan yang tidak
ditetapkan. dibangun oleh Pemerintah.
(4) Setiap orang yang memiliki dan/atau (3) Setiap kapal penangkap ikan dan kapal
mengoperasikan kapal penangkap ikan pengangkut ikan harus mendaratkan ikan
dan/atau tangkapan di pelabuhan perikanan yang
kapal pengangkut ikan yang tidak ditetapkan atau pelabuhan lainnya yang
melakukan bongkar muat ikan tangkapan di ditunjuk.
pelabuhan perikanan yang ditetapkan (4) Setiap orang yang memiliki dan/atau
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengoperasikan kapal penangkap ikan
dikenakan dan/atau kapal pengangkut ikan yang tidak
sanksi administratif berupa peringatan, melakukan bongkar muat ikan tangkapan di
pembekuan izin, atau pencabutan izin. pelabuhan perikanan yang ditetapkan atau
pelabuhan lainnya yang ditunjuk sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dikenai sanksi
administratif berupa peringatan, pembekuan
izin, atau pencabutan izin.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai
pengenaan sanksi administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) diatur dalam
Peraturan Menteri.

18. Di antara Pasal 41 dan Pasal 42


disisipkan 1 (satu) pasal yakni Pasal 41A,
yang berbunyi sebagai berikut:

Pasal 41A
(1) Pelabuhan perikanan mempunyai
fungsi pemerintahan dan pengusahaan guna
mendukung kegiatan yang berhubungan
dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber
daya ikan dan lingkungannya mulai dari
praproduksi, produksi, pengolahan sampai
dengan pemasaran.
(2) Fungsi pelabuhan perikanan dalam
mendukung kegiatan yang berhubungan
dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber
daya ikan dan lingkungannya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. pelayanan tambat dan labuh kapal
perikanan;
b. pelayanan bongkar muat;
c. pelayanan pembinaan mutu dan
pengolahan hasil perikanan;
d. pemasaran dan distribusi ikan;
e. pengumpulan data tangkapan dan hasil
perikanan;
f. tempat pelaksanaan penyuluhan dan
pengembangan masyarakat nelayan;
g. pelaksanaan kegiatan operasional
kapal perikanan;
h. tempat pelaksanaan pengawasan dan
pengendalian sumber daya ikan;
i. pelaksanaan kesyahbandaran;
j. tempat pelaksanaan fungsi karantina
ikan;
k. publikasi hasil pelayanan sandar dan
labuh kapal perikanan dan kapal pengawas
kapal perikanan;
l. tempat publikasi hasil riset kelautan
dan perikanan;
m. pemantauan wilayah pesisir dan wisata
bahari; dan/atau
n. pengendalian lingkungan.
Untuk UU 45 tahun 2009 bagian huruf e, ini harusnya pengoperasian pelabuhan tidak
dibatasi. Ini disebabkan karena ikan hidup tidak menetap, bisa saja ikan melakukan
berpindah-pindah tempat ditempat pengoperasian pelabuhan perikanan lain. Ini akan
merugikan nelayan.
Pasal ini ditambahi isinya hingga detail

PASAL 42
(1) Dalam rangka keselamatan pelayaran, (1) Dalam rangka keselamatan
ditunjuk syahbandar di pelabuhan perikanan. operasional kapal perikanan, ditunjuk
(2) Setiap kapal perikanan yang akan syahbandar di pelabuhan perikanan.
berlayar dari pelabuhan perikanan wajib (2) Syahbandar di pelabuhan perikanan
memiliki mempunyai tugas dan wewenang:
surat izin berlayar kapal perikanan yang a. menerbitkan Surat Persetujuan
dikeluarkan oleh syahbandar. Berlayar;
(3) Selain menerbitkan surat izin berlayar, b. mengatur kedatangan dan
syahbandar di pelabuhan perikanan keberangkatan kapal perikanan;
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) c. memeriksa ulang kelengkapan
mempunyai kewenangan lain, yakni: dokumen kapal perikanan;
a. memeriksa ulang kelengkapan dan d. memeriksa teknis dan nautis kapal
keabsahan dokumen kapal perikanan; dan perikanan dan memeriksa alat penangkapan
b. memeriksa ulang alat penangkapan ikan ikan, dan alat bantu penangkapan ikan;
yang ada di kapal perikanan. e. memeriksa dan mengesahkan
(4) Syahbandar di pelabuhan perikanan perjanjian kerja laut;
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) f. memeriksa log book penangkapan dan
diangkat pengangkutan ikan;
oleh Menteri. g. mengatur olah gerak dan lalulintas
kapal perikanan di pelabuhan perikanan;
h. mengawasi pemanduan;
i. mengawasi pengisian bahan bakar;
j. mengawasi kegiatan pembangunan
fasilitas pelabuhan perikanan;
k. melaksanakan bantuan pencarian dan
penyelamatan;
l. memimpin penanggulangan
pencemaran dan pemadaman kebakaran di
pelabuhan perikanan;
m. mengawasi pelaksanaan perlindungan
lingkungan maritim;
n. memeriksa pemenuhan persyaratan
pengawakan kapal perikanan;
o. menerbitkan Surat Tanda Bukti Lapor
Kedatangan dan Keberangkatan Kapal
Perikanan; dan
p. memeriksa sertifikat ikan hasil
tangkapan.
(3) Setiap kapal perikanan yang akan
berlayar melakukan penangkapan ikan
dan/atau pengangkutan ikan dari pelabuhan
perikanan wajib memiliki Surat Persetujuan
Berlayar yang dikeluarkan oleh syahbandar di
pelabuhan perikanan.
(4) Syahbandar di pelabuhan perikanan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat
oleh menteri yang membidangi urusan
pelayaran.
(5) Dalam melaksanakan tugasnya,
syahbandar di pelabuhan perikanan
dikoordinasikan oleh pejabat yang
bertanggung jawab di pelabuhan perikanan
setempat.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai
kesyahbandaran di pelabuhan perikanan
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Untuk pasal 42,saya rasa ini sudah memberikan info-info detail dan peratuan-peraturan yang
baik. Tinggal bagaimana para petugas melaksanakan tugasnya.
PASAL 43
Setiap kapal perikanan yang akan melakukan Pasal 43
kegiatan perikanan wajib memiliki surat Setiap kapal perikanan yang melakukan
laik operasi kapal perikanan dari pengawas kegiatan perikanan wajib memiliki surat
perikanan. laik operasi kapal perikanan dari
pengawas perikanan tanpa dikenai biaya.

Saya setuju dengan kalimat “tanpa dikenai biaya”. Ini membuat para nelayan tidak malas
melakukan pemeriksaan laik operasi
PASAL 44
(1) Surat izin berlayar sebagaimana (1) Surat Persetujuan Berlayar
dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 ayat
dikeluarkan oleh (2) huruf a dikeluarkan oleh syahbandar
syahbandar setelah kapal perikanan setelah kapal perikanan mendapatkan surat
mendapatkan surat laik operasi. laik operasi.
(2) Surat laik operasi sebagaimana dimaksud (2) Surat laik operasi sebagaimana
pada ayat (1) dikeluarkan oleh pengawas dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh
perikanan setelah dipenuhi persyaratan pengawas perikanan setelah dipenuhi
administrasi dan kelayakan teknis. persyaratan administrasi dan kelayakan teknis.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai
persyaratan administrasi dan kelayakan persyaratan administrasi dan kelayakan teknis
teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Menteri.
dengan Peraturan Menteri.
Pasal ini tidak ada perubahan signifikan. Dan pasal sendiri sudah jelas dalam menerangkan
PASAL 46 Pasal 46
(1) Pemerintah menyusun dan (1) Pemerintah dan pemerintah daerah
mengembangkan sistem informasi dan data menyusun dan mengembangkan
statistik sistem informasi dan data statistik
perikanan serta menyelenggarakan perikanan serta menyelenggarakan
pengumpulan, pengolahan, analisis, pengumpulan, pengolahan, analisis,
penyimpanan, penyimpanan, penyajian, dan
penyajian, dan penyebaran data potensi, penyebaran data potensi,
sarana dan prasarana, produksi, penanganan, pemutakhiran data pergerakan ikan,
pengolahan dan pemasaran ikan, serta data sarana dan prasarana, produksi,
sosial ekonomi yang terkait dengan penanganan, pengolahan dan
pelaksanaan pengelolaan sumber daya ikan pemasaran ikan, serta data sosial
dan pengembangan sistem bisnis ekonomi yang berkaitan dengan
perikanan. pelaksanaan pengelolaan sumber daya
(2) Pemerintah mengadakan pusat data dan ikan dan pengembangan sistem bisnis
informasi perikanan untuk perikanan.
menyelenggarakan
sistem informasi dan data statistik perikanan. (2) Pemerintah dan pemerintah daerah
mengadakan pusat data dan informasi
perikanan untuk menyelenggarakan
sistem informasi dan data statistik
perikanan.
Pasal 46A
Pemerintah menjamin kerahasiaan data
dan informasi perikanan yang berkaitan
dengan data log book penangkapan dan
pengangkutan ikan, data yang diperoleh
pengamat, dan data perusahaan dalam
proses perizinan usaha perikanan.

Untuk pasal 46 pemerintah pusat menyuruh pemerintah daerah untuk ikut mengadakan pusat
data informasi perikanan.
PASAL 48 (1) Setiap orang yang memperoleh
(1) Setiap orang yang memperoleh manfaat manfaat langsung dari sumber daya
langsung dari sumber daya ikan dan ikan dan lingkungannya di wilayah
lingkungannya di wilayah pengelolaan pengelolaan perikanan Negara
perikanan Republik Indonesia dikenakan Republik Indonesia dan di luar
pungutan perikanan. wilayah pengelolaan perikanan Negara
(2) Pungutan perikanan sebagaimana Republik Indonesia dikenakan
dimaksud pada ayat (1) tidak dikenakan bagi pungutan perikanan.
nelayan kecil dan pembudidaya ikan kecil.
(1a) Pungutan perikanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) merupakan
penerimaan negara bukan pajak.
(2) Pungutan perikanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak
dikenakan bagi nelayan kecil dan
pembudi daya-ikan kecil.

Kurang jelas berapa batasan nelayan/pembudidaya kecil. Dan berapa biaya yang harus
dikeluarkan untuk para pengusaha menengah keatas
PASAL 50
Pungutan perikanan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 48 dan Pasal 49 dipergunakan Pungutan perikanan sebagaimana
untuk pembangunan perikanan serta kegiatan dimaksud dalam Pasal 48 dan Pasal 49
pelestarian sumber daya ikan dan digunakan untuk pembangunan perikanan
lingkungannya. serta kegiatan konservasi sumber daya
ikan dan lingkungannya.

Perubahan pasal diatas hanya berubah kalimatnya, tetapi memiliki arti yang sama. Dan untuk
kapal asing harus membayar biaya yang lebih mahal dari nelayan lokal.
PASAL 52 PASAL 53

Pemerintah mengatur, mendorong, dan/atau (1) Penelitian dan pengembangan perikanan


menyelenggarakan penelitian dan dapat dilaksanakan oleh perorangan,

pengembangan perikanan untuk perguruan tinggi, lembaga swadaya


menghasilkan pengetahuan dan teknologi masyarakat, dan/atau lembaga penelitian dan
yang dibutuhkan dalam pengembangan
usaha perikanan agar lebih pengembangan milik pemerintah dan/atau
efektif,efisien,ekonomis, swasta.

berdaya saing tinggi, dan ramah lingkungan, (2) Perorangan, perguruan tinggi, lembaga
serta menghargai kearifan tradisi/budaya swadaya masyarakat, dan/atau lembaga

lokal. penelitian dan pengembangan milik


pemerintah dan/atau swasta sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dapat melakukan


kerja sama dengan:

a. pelaksana penelitian dan pengembangan;

b. pelaku usaha perikanan;

c. asosiasi perikanan; dan/atau

d. lembaga penelitian dan pengembangan


milik asing.

Perbedaan : Pemerintah mengatur, Perbedaan : dilaksanakan oleh perorangan,


mendorong, dan/atau menyelenggarakan
penelitian dan perguruan tinggi, lembaga swadaya
masyarakat, dan/atau lembaga penelitian dan
pengembangan perikanan
pengembangan milik pemerintah dan/atau
swasta.

PASAL 54 PASAL 55

Hasil penelitian bersifat terbuka untuk (1) Setiap orang asing yang melakukan
semua pihak, kecuali hasil penelitian tertentu penelitian perikanan di wilayah pengelolaan
yang
perikanan Republik Indonesia wajib terlebih
oleh Pemerintah dinyatakan tidak untuk dahulu memperoleh izin dari
dipublikasikan.
Pemerintah.

(2) Penelitian yang dilakukan oleh orang


asing dan/atau badan hukum asing
sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) harus


mengikutsertakan peneliti Indonesia.

(3) Setiap orang asing yang melakukan


penelitian perikanan di wilayah pengelolaan

perikanan Republik Indonesia harus


menyerahkan hasil penelitiannya kepada

Pemerintah.

Perbedaan : hasil penelitian tidak untuk Perbedaan : Setiap orang asing wajib untuk
dipublikasikan meminta izin kepada pemerintah dan hasil
penelitiannya harus diserahkan kepada
pemerintah

PASAL 56 PASAL 57

Ketentuan lebih lanjut mengenai (1) Pemerintah menyelenggarakan


penyelenggaraan penelitian dan pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan
pengembangan perikanan

perikanan sebagaimana dimaksud dalam untuk meningkatkan pengembangan sumber


Pasal 52, Pasal 53, Pasal 54, dan Pasal 55 daya manusia di bidang perikanan.
diatur
(2) Pemerintah menyelenggarakan sekurang-
dengan Peraturan Pemerintah. kurangnya 1 (satu) satuan pendidikan dan/

atau pelatihan perikanan untuk dikembangkan


menjadi satuan pendidikan dan/atau

pelatihan yang bertaraf internasional.

Perbedaan : Menyelenggarakan penelitian Perbedaan : Menyelenggarakan pelatihan


dan pengembangan perikanan perikanan yang bertaraf internasional

PASAL 58 PASAL 59

Pemerintah dapat bekerja sama dengan Ketentuan lebih lanjut mengenai


lembaga terkait, baik di tingkat nasional penyelenggaraan pendidikan, pelatihan, dan
maupun penyuluhan

di tingkat internasional, dalam perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal


menyelenggarakan pendidikan, pelatihan, 57 dan Pasal 58 diatur dengan Peraturan
dan penyuluhan
Pemerintah.
perikanan.
Perbedaan : Pemerintah dapat nerkerja sam Perbedaan : Mengenai penyelenggaraan
a dengan lembaga terkait ,baik tingkat pendidikan dan pelatihan diatur dalam pasal
nasional maupun internasional 57 dan 58 oleh pemerintah

PASAL 60 PASAL 61

(1) Pemerintah memberdayakan nelayan (1) Nelayan kecil bebas menangkap ikan di
kecil dan pembudi daya-ikan kecil melalui: seluruh wilayah pengelolaan perikanan

a. penyediaan skim kredit bagi nelayan kecil Republik Indonesia.


dan pembudi daya-ikan kecil, baik
(2) Pembudi daya-ikan kecil dapat
untuk modal usaha maupun biaya membudidayakan komoditas ikan pilihan di
operasional dengan cara yang mudah, bunga seluruh

pinjaman yang rendah, dan sesuai dengan wilayah pengelolaan perikanan Republik
kemampuan nelayan kecil dan pembudi Indonesia.

daya-ikan kecil; (3) Nelayan kecil dan pembudi daya-ikan


kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
b. penyelenggaraan pendidikan, pelatihan, dan
dan penyuluhan bagi nelayan kecil serta
ayat (2) wajib menaati ketentuan konservasi
pembudi daya-ikan kecil untuk dan ketentuan lain yang ditetapkan oleh
meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan di Menteri.

bidang penangkapan, pembudidayaan, (4) Nelayan kecil atau pembudi daya-ikan


pengolahan, dan pemasaran ikan; dan kecil harus ikut serta menjaga kelestarian

c. penumbuhkembangan kelompok nelayan lingkungan perikanan dan keamanan pangan


kecil, kelompok pembudi daya-ikan hasil perikanan sesuai dengan ketentuan

kecil, dan koperasi perikanan. yang berlaku.

(2) Pemberdayaan nelayan kecil dan (5) Nelayan kecil dan pembudi daya-ikan
pembudi daya-ikan kecil sebagaimana kecil harus mendaftarkan diri, usaha, dan
dimaksud
kegiatannya kepada instansi perikanan
pada ayat (1) dapat juga dilakukan oleh setempat, tanpa dikenakan biaya, yang
masyarakat.
dilakukan untuk keperluan statistik serta
pemberdayaan nelayan kecil dan pembudi

daya-ikan kecil.
Perbedaan : pemerintah memberikan slim Perbedaan : Nelayan hanya dibolehkan
kredit bagi nelayan dan pembudidaya kecil menangkap ikan di wilayah Republik
untuk modal usaha dan dilakukan oleh Indonesia saja, dan wajib menaati ketentuan
masyarakat konservasi yang tetapkan oleh menteri

PASAL 62 PASAL 63

Pemerintah menyediakan dan mengusahakan Pengusaha perikanan mendorong kemitraan


dana untuk memberdayakan nelayan kecil usaha yang saling menguntungkan dengan

dan pembudi daya-ikan kecil, baik dari kelompok nelayan kecil atau pembudi daya-
sumber dalam negeri maupun sumber luar ikan kecil dalam kegiatan usaha perikanan.
negeri,

sesuai dengan ketentuan peraturan


perundang-undangan yang berlaku.

Perbedaan : Pemerintah menyediakan dana


untuk nelayan kecil dan pembudidaya ikan

PASAL 64 PASAL 65

Ketentuan lebih lanjut mengenai (1) Penyerahan sebagian urusan perikanan


pemberdayaan nelayan kecil dan pembudi dari Pemerintah kepada Pemerintah Daerah
daya-ikan
dan penarikannya kembali ditetapkan dengan
kecil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, Peraturan Pemerintah.
Pasal 61, Pasal62, dan Pasal 63 diatur
(2) Pemerintah dapat menugaskan kepada
dengan Peraturan Pemerintah. Pemerintah Daerah untuk melaksanakan

urusan tugas pembantuan di bidang perikanan.

Perbedaan : pemberdayaan nelayan kecil Perbedaan : pemerintah dapat menugaskan


dan pembudi daya-ikan kecil sebagaimana kepada pemerintah daerah untuk pembatuan
diatur dengan peraturan pemerintah dibidang perikanan
PASAL 66 PASAL 67

(1) Pengawasan perikanan dilakukan oleh Masyarakat dapat diikutsertakan dalam


pengawas perikanan. membantu pengawasan perikanan.

(2) Pengawas perikanan sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) bertugas untuk
mengawasi

tertib pelaksanaan peraturan perundang-


undangan di bidang perikanan.

(3) Pengawas perikanan sebagaimana


dimaksud pada ayat (1) terdiri atas penyidik

pegawai negeri sipil perikanan dan


nonpenyidik pegawai negeri sipil perikanan.

Perbedaan : Dilakukan oleh pengawas Perbedaan : pengawas perikanan dibantu


perikanan oleh masyarakat

PASAL 68 PASAL 69

Pemerintah mengadakan sarana dan (1) Pengawas perikanan sebagaimana


prasarana pengawasan perikanan dimaksud dalam Pasal 66 ayat (1), dalam

melaksanakan tugas dapat dilengkapi dengan


senjata api dan/atau alat pengaman diri

lainnya serta didukung dengan kapal


pengawas perikanan.

(2) Kapal pengawas perikanan sebagaimana


dimaksud pada ayat (1), berfungsi

melaksanakan pengawasan dan penegakan


hukum di bidang perikanan.

(3) Kapal pengawas perikanan dapat


menghentikan, memeriksa, membawa, dan
menahan

kapal yang diduga atau patut diduga


melakukan pelanggaran di wilayah
pengelolaan

perikanan Republik Indonesia ke pelabuhan


terdekat untuk pemrosesan lebih lanjut.

(4) Kapal pengawas perikanan sebagaimana


dimaksud pada ayat (1), dapat dilengkapi

dengan senjata api.

Perbedaan : Sarana dan Prasarana Perbedaan : Kapal dilengkapi dengan senjata


pengawasan perikanan api atau alat pengaman diri

PASAL 70 PASAL 71

Ketentuan lebih lanjut mengenai (1) Dengan Undang-Undang ini dibentuk


pengawasan perikanan, keikutsertaan pengadilan perikanan yang berwenang
masyarakat dalam
memeriksa, mengadili, dan memutus tindak
membantu pengawasan perikanan, kapal pidana di bidang perikanan.
pengawas perikanan, senjata api, dan/atau
alat (2) Pengadilan perikanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) berada di lingkungan
pengaman diri lainnya, yang digunakan oleh
pengawas perikanan dan/atau yang dipasang peradilan umum.

di atas kapal pengawas perikanan (3) Untuk pertama kali pengadilan perikanan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
(1) dan dibentuk di Pengadilan Negeri Jakarta Utara,
ayat (2), Pasal 67, Pasal 68, Pasal 69 ayat Medan, Pontianak, Bitung, dan Tual.
(1), ayat (2), dan ayat (4), diatur dengan (4) Daerah hukum pengadilan perikanan
Peraturan Pemerintah. sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sesuai

dengan daerah hukum pengadilan negeri yang


bersangkutan.

(5) Pengadilan perikanan sebagaimana


dimaksud pada ayat (3) paling lambat 2 (dua)

tahun terhitung sejak tanggal Undang-Undang


ini mulai berlaku, sudah melaksanakan

tugas dan fungsinya.

(6) Pembentukan pengadilan perikanan


sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan

secara bertahap sesuai dengan kebutuhan yang


ditetapkan dengan Keputusan

Presiden.

Perbedaan : Masyarakat termasuk dalam Perbedaan : Dibentuknya pengadilan


keikutsertaan dalam pengawasan perikanan perikanan

PASAL 72

Penyidikan dalam perkara tindak pidana di bidang perikanan, dilakukan berdasarkan

hukum acara yang berlaku, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini.

Perbedaan : Melaksanakan hukum yang berlaku kecuali ditentukan dalam UU ini

PASAL 73

(1) Penyidikan tindak pidana di bidang a. menerima laporan atau pengaduan dari
perikanan dilakukan oleh Penyidik Pegawai seseorang tentang adanya tindak pidana di
bidang perikanan;
Negeri Sipil Perikanan, Perwira TNI AL, dan
b. memanggil dan memeriksa tersangka
Pejabat Polisi Negara Republik
dan/atau saksi untuk didengar keterangannya;
Indonesia. c. membawa dan menghadapkan seseorang
sebagai tersangka dan/atau saksi untuk
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada
didengar keterangannya;
ayat (1) dapat melakukan koordinasi.
d. menggeledah sarana dan prasarana
(3) Untuk melakukan koordinasi dalam perikanan yang diduga digunakan dalam atau
penanganan tindak pidana di bidang menjadi tempat melakukan tindak pidana di
perikanan, bidang perikanan;
Menteri dapat membentuk forum koordinasi. e. menghentikan . . . - 25 -
(4) Penyidik sebagaimana dimaksud pada e. menghentikan, memeriksa, menangkap,
ayat (1) berwenang: membawa, dan/atau menahan kapal dan/atau
orang yang disangka melakukan tindak pidana
a. menerima laporan atau pengaduan dari di bidang perikanan;
seseorang tentang adanya tindak pidana di
f. memeriksa kelengkapan dan keabsahan
bidang perikanan; dokumen usaha perikanan;
g. memotret tersangka dan/atau barang bukti
b. memanggil dan memeriksa tersangka
tindak pidana di bidang perikanan;
dan/atau saksi;
h. mendatangkan ahli yang diperlukan dalam
c. membawa dan menghadapkan seorang hubungannya dengan tindak pidana di bidang
sebagai tersangka dan/atau saksi untuk perikanan;
didengar keterangannya; i. membuat dan menandatangani berita acara
pemeriksaan;
d. menggeledah sarana dan prasarana
j. melakukan penyitaan terhadap barang bukti
perikanan yang diduga dipergunakan dalam
yang digunakan dan/atau hasil tindak pidana;
atau menjadi tempat melakukan tindak k. melakukan penghentian penyidikan; dan
pidana di bidang perikanan; l. mengadakan tindakan lain yang menurut
e. menghentikan, memeriksa, menangkap, hukum dapat dipertanggungjawabkan.
membawa, dan/atau menahan kapal
Pasal 73B
dan/atau orang yang disangka melakukan
(1) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam
tindak pidana di bidang perikanan;
Pasal 73 memberitahukan dimulainya
f. memeriksa kelengkapan dan keabsahan penyidikan kepada penuntut umum paling
dokumen usaha perikanan; lama 7 (tujuh) hari sejak ditemukan adanya
tindak pidana di bidang perikanan.
g. memotret tersangka dan/atau barang bukti
tindak pidana di bidang perikanan; (2) Untuk kepentingan penyidikan, penyidik
dapat menahan tersangka paling lama 20 (dua
h. mendatangkan orang ahli yang diperlukan
puluh) hari.
dalam hubungannya dengan tindak
(3) Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada
pidana di bidang perikanan; ayat (2), apabila diperlukan untuk
kepentingan pemeriksaan yang belum selesai,
i. membuat dan menandatangani berita acara
dapat diperpanjang oleh penuntut umum
pemeriksaan;
paling lama 10 (sepuluh) hari.
j. melakukan penyitaan terhadap barang (4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada
bukti yang digunakan dan/atau hasil tindak ayat (2) dan ayat (3) tidak menutup
pidana; kemungkinan tersangka dikeluarkan dari
tahanan sebelum berakhir waktu penahanan
k. melakukan penghentian penyidikan; dan tersebut, jika kepentingan pemeriksaan sudah
terpenuhi.
l. mengadakan tindakan lain menurut hukum
yang bertanggung jawab. (5) Setelah waktu 30 (tiga puluh) hari
tersebut, penyidik harus sudah mengeluarkan
(5) Penyidik sebagaimana dimaksud pada tersangka dari tahanan demi hukum.
ayat (4) memberitahukan dimulainya
(6) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam
penyidikan dan menyampaikan hasil Pasal 73A menyampaikan hasil penyidikan ke
penyidikan kepada penuntut umum. penuntut umum paling lama 30 (tiga puluh)
hari sejak pemberitahuan dimulainya
(6) Untuk kepentingan penyidikan, penyidik
penyidikan.
dapat menahan tersangka paling lama 20

(dua puluh) hari.

(7) Jangka waktu sebagaimana dimaksud


pada ayat (6), apabila diperlukan untuk

kepentingan pemeriksaan yang belum


selesai, dapat diperpanjang oleh penuntut

umum paling lama 10 (sepuluh) hari.

(8) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada


ayat (6) dan ayat (7) tidak menutup

kemungkinan tersangka dikeluarkan dari


tahanan sebelum berakhir waktu penahanan

tersebut, Jika kepentingan pemeriksaan


sudah terpenuhi.

(9) Setelah waktu 30 (tiga puluh) hari


tersebut, penyidik harus sudah mengeluarkan

tersangka dari tahanan demi hukum.

Perbedaan : dilakukan dengan Perbedaan : dilakukan dengan secara


berkoordinasi terlebih dahulu bertahap

PASAL 75

Penuntutan terhadap tindak pidana di bidang (1) Penuntutan terhadap tindak pidana di
perikanan dilakukan oleh penuntut umum bidang perikanan dilakukan oleh penuntut
umum yang ditetapkan oleh Jaksa Agung.
yang ditetapkan oleh Jaksa Agung dan/atau
(2) Penuntut umum perkara tindak pidana di
pejabat yang ditunjuk.
bidang perikanan sebagaimana dimaksud pada
Penuntut umum perkara tindak pidana di ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai
bidang perikanan sebagaimana dimaksud berikut:
pada a. berpengalaman menjadi penuntut umum
sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun;
ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut: b. telah mengikuti pendidikan dan pelatihan
teknis di bidang perikanan; dan
a. berpengalaman menjadi penuntut umum
c. cakap dan memiliki integritas moral yang
sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun;
tinggi selama menjalankan tugasnya.
b. telah mengikuti pendidikan dan pelatihan
teknis di bidang perikanan; dan

c. cakap dan memiliki integritas moral yang


tinggi selama menjalankan tugasnya.

Persyaratan sebagaimana dimaksud pada


ayat (2) huruf b pelaksanaannya harus sudah

diterapkan paling lambat 3 (tiga) tahun


terhitung sejak tanggal Undang-Undang ini

diundangkan.

Perbedaan : berpengalaman menjadi Perbedaan : berpengalaman menjadi


penuntut umum sekurang-kurangnya selama penuntut umum sekurang kurangnya selama 2
5 tahun tahun

PASAL 76

(1) Penuntut umum setelah menerima hasil (1) Penuntut umum setelah menerima hasil
penyidikan dari penyidik wajib penyidikan dari penyidik wajib
memberitahukan hasil penelitiannya kepada
memberitahukan hasil penelitiannya kepada penyidik dalam waktu 5 (lima) hari terhitung
penyidik dalam waktu 5 (lima) hari sejak tanggal diterimanya berkas penyidikan.

terhitung sejak tanggal diterimanya berkas (2) Dalam hal hasil penyidikan yang
penyidikan. disampaikan tidak lengkap, penuntut umum
harus mengembalikan berkas perkara kepada
(2) Dalam hal hasil penyidikan yang penyidik yang disertai dengan petunjuk
disampaikan tidak lengkap, penuntut umum tentang hal-hal yang harus dilengkapi.
harus
(3) Dalam waktu paling lama 10 (sepuluh)
mengembalikan berkas perkara kepada hari terhitung sejak tanggal penerimaan
penyidik yang disertai petunjuk tentang berkas, penyidik harus menyampaikan
halhal kembali berkas perkara tersebut kepada
penuntut umum.
yang harus dilengkapi.
(4) Penyidikan dianggap telah selesai apabila
(3) Dalam waktu paling lama 10 (sepuluh) dalam waktu 5 (lima) hari penuntut umum
hari terhitung sejak tanggal penerimaan tidak mengembalikan hasil penyidikan atau
berkas, penyidik harus menyampaikan apabila sebelum batas waktu tersebut berakhir
kembali berkas perkara tersebut kepada sudah ada pemberitahuan tentang hal itu dari
penuntut umum kepada penyidik.
penuntut umum.
(5) Dalam hal penuntut umum menyatakan
(4) Penyidikan dianggap telah selesai apabila hasil penyidikan tersebut lengkap dalam
dalam waktu 5 (lima) hari penuntut umum waktu paling lama 10 (sepuluh) hari terhitung
tidak mengembalikan hasil penyidikan atau sejak tanggal penerimaan berkas dari penyidik
apabila sebelum batas waktu tersebut dinyatakan lengkap, penuntut umum harus
melimpahkan perkara tersebut kepada
berakhir sudah ada pemberitahuan tentang pengadilan perikanan.
hal itu dari penuntut umum kepada
(6) Untuk kepentingan penuntutan, penuntut
penyidik. umum berwenang melakukan penahanan atau
penahanan lanjutan selama 10 (sepuluh) hari.
(5) Dalam hal penuntut umum menyatakan
(7) Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada
hasil penyidikan tersebut lengkap dalam
ayat (6), apabila diperlukan guna kepentingan
waktu paling lama 10 (sepuluh) hari pemeriksaan yang belum selesai, dapat
terhitung sejak tanggal penerimaan berkas diperpanjang oleh ketua pengadilan negeri
dari yang berwenang paling lama 10 (sepuluh)
hari.
penyidik dinyatakan lengkap, penuntut
umum harus melimpahkan perkara tersebut (8) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (6) dan ayat (7) tidak menutup
kepada pengadilan perikanan. kemungkinan tersangka dikeluarkan dari
tahanan sebelum jangka waktu penahanan
(6) Untuk kepentingan penuntutan, penuntut
berakhir jika kepentingan pemeriksaan sudah
umum berwenang melakukan penahanan
terpenuhi.
atau penahanan lanjutan selama 10 (sepuluh) (9) Penuntut umum menyampaikan berkas
hari. perkara kepada ketua pengadilan negeri yang
berwenang paling lama 30 (tiga puluh) hari
(7) Jangka waktu sebagaimana dimaksud
sejak tanggal penerimaan berkas dari penyidik
pada ayat (6), apabila diperlukan guna
dinyatakan lengkap.
kepentingan pemeriksaan yang belum
selesai, dapat diperpanjang oleh Ketua

Pengadilan Negeri yang berwenang paling


lama 10 (sepuluh) hari.

(8) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada


ayat (6) dan ayat (7) tidak menutup

kemungkinan tersangka dikeluarkan dari


tahanan sebelum jangka waklu penahanan
berakhir jika kepentingan pemeriksaan sudah
terpenuhi.

Perbedaan : kemungkinan tersangka Perbedaan : penyampaian berkas paling lama


dikeluarkan dari tahanan sebelum jangka 30 hari sejak tanggal penerimaan berkas
waktu penahanan berakhir jika kepentingan
pemeriksaan sudah terpenuhi

PASAL 78

(1) Hakim pengadilan perikanan terdiri atas (1) Setiap pengadilan negeri yang telah ada
hakim karier dan hakim ad hoc. pengadilan perikanan, dibentuk
subkepaniteraan pengadilan perikanan yang
(2) Susunan majelis hakim terdiri atas 2 dipimpin oleh seorang panitera muda.
(dua) hakim ad hoc dan 1 (satu) hakim
(2) Dalam melaksanakan tugasnya, panitera
karier.
muda sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
(3) Hakim karier sebagaimana dimaksud dibantu oleh beberapa orang panitera
pada ayat (1), ditetapkan berdasarkan pengganti.
(3) Panitera muda dan panitera pengganti
Keputusan Ketua Mahkamah Agung.
pengadilan perikanan berasal dari lingkungan
(4) Hakim ad hoc sebagaimana dimaksud pengadilan negeri.
pada ayat (1), diangkat dan diberhentikan (4) Ketentuan mengenai persyaratan, tata cara
oleh pengangkatan, dan pemberhentian panitera
Presiden atas usul Ketua Mahkamah Agung. muda dan panitera pengganti pengadilan
perikanan serta susunan organisasi, tugas, dan
tata kerja subkepaniteraan pengadilan
perikanan diatur dengan peraturan Mahkamah
Agung sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.

Perbedaan : hakim – hakim yang ada di Perbedaan : rincian ketentuan dalam


pengadilan perikanan persidangan
PASAL 83
(1) Dalam hal putusan pengadilan tinggi (1) Selain yang ditetapkan sebagai tersangka
dimohonkan kasasi ke Mahkamah Agung, dalam tindak pidana perikanan atau tindak
pidana lainnya, awak kapal lainnya dapat
perkara tersebut diperiksa dan diputus dalam dipulangkan termasuk yang
jangka waktu paling lama 30 (tiga berkewarganegaraan asing.
puluh) hari terhitung sejak tanggal berkas (2) Pemulangan awak kapal
perkara diterima oleh Mahkamah Agung. berkewarganegaraan asing sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh
(2) Untuk kepentingan pemeriksaan, hakim
instansi yang bertanggung jawab di bidang
di sidang Mahkamah Agung berwenang
keimigrasian melalui kedutaan atau
menetapkan penahanan selama 20 (dua perwakilan negara asal awak kapal.
puluh) hari. (3) Ketentuan mengenai pemulangan awak
kapal berkewarganegaraan asing sebagaimana
(3) Jangka waktu penahanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai
dimaksud pada ayat (2), apabila perlukan
dengan ketentuan peraturan perundang-
guna
undangan.
kepentingan pemeriksaan yang belum
.
selesai, dapat diperpanjang oleh Ketua

Mahkamah Agung paling lama 10 (sepuluh)


hari.

(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada


ayat (2) dan (3), tidak menutup
kemungkinan

terdakwa dikeluarkan dari tahanan sebelum


jangka waktu penahanan berakhir jika

kepentingan pemeriksaan sudah terpenuhi.

Perbedaan : pada proses pemeriksaan ada Perbedaan : pemulangan awak kapal


jangka waktunya berkewarganegaraan asing dilakukan oleh
instansi yang terkait

PASAL 85

Setiap orang yang dengan sengaja di wilayah Setiap orang yang dengan sengaja memiliki,
pengelolaan perikanan Republik Indonesia menguasai, membawa, dan/atau menggunakan
alat penangkap ikan dan/atau alat bantu
memiliki, menguasai, membawa, dan/atau penangkapan ikan yang mengganggu dan
menggunakan alat penangkapan ikan merusak keberlanjutan sumber daya ikan di
dan/atau kapal penangkap ikan di wilayah pengelolaan
perikanan Negara Republik Indonesia
alat bantu penangkapan ikan yang berada di sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
kapal penangkap ikan yang tidak sesuai dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan denda paling banyak
dengan ukuran yang ditetapkan, alat Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
penangkapan ikan yang tidak sesuai dengan

persyaratan, atau standar yang ditetapkan


untuk tipe alat tertentu dan/atau alat

penangkapan ikan yang dilarang


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9,
dipidana dengan

pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun


dan denda paling banyak
Rp2.000.000.000,00

(dua miliar rupiah).

Perbedaan : melanggar peraturan Perbedaan : melanggar peraturan


penangkapan ikan akan dikenakan denda dan penangkapan ikan akan dikenakan denda dan
pidana penjara pidana penjara

UU No 31 th 2004 UU NO 45 th 2009

PASAL 91 Tidak ada perubahan

Setiap orang yang dengan sengaja


menggunakan bahan baku, bahan tambahan
makanan,

bahan penolong, dan/atau alat yang


membahayakan kesehatan manusia dan/atau

lingkungan dalam melaksanakan


penanganan dan pengolahan ikan
sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1), dipidana


dengan pidana penjara paling lama 6 (enam)

tahun dan denda paling banyak Rp


1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta
rupiah).

PASAL 92 Tidak ada perubahan

Setiap orang yang dengan sengaja di wilayah


pengelolaan perikanan Republik Indonesia

melakukan usaha perikanan di bidang


penangkapan, pembudidayaan,
pengangkutan,

pengolahan, dan pemasaran ikan, yang tidak


memiliki SIUP sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 26 ayat (1), dipidana dengan


pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun

dan denda paling banyak Rp


1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratusjuta
rupiah).

PASAL 93

(1) Setiap orang yang memiliki dan/atau (1) Setiap orang yang memiliki dan/atau
mengoperasikan kapal penangkap ikan mengoperasikan kapal penangkap ikan
berbendera
berbendera Indonesia melakukan
penangkapan ikan di wilayah pengelolaan Indonesia melakukan penangkapan ikan di
perikanan wilayah pengelolaan perikanan Negara

Republik Indonesia dan/atau di laut lepas, Republik Indonesia dan/atau di laut lepas,
yang tidak memiliki SIPI sebagaimana yang tidak memiliki SIPI sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), dipidana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), dipidana
dengan pidana penjara paling lama 6 dengan pidana penjara paling lama 6 (enam)

(enam) tahun dan denda paling banyak tahun dan denda paling banyak Rp.
Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).

(2) Setiap orang yang memiliki dan/atau (2) Setiap orang yang memiliki dan/atau
mengoperasikan kapal penangkap ikan mengoperasikan kapal penangkap ikan
berbendera
berbendera asing melakukan penangkapan
ikan di wilayah pengelolaan perikanan asing melakukan penangkapan ikan di ZEEI
yang tidak memiliki SIPI sebagaimana
Republik Indonesia, yang tidak memiliki
SIPI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2), dipidana
dengan pidana penjara paling lama 6 (enam)
ayat (2), dipidana dengan pidana penjara
paling lama 6 (enam) tahun dan denda tahun dan denda paling banyak
Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar
paling banyak Rp20.000.000.000,00 (dua rupiah).
puluh miliar rupiah).
(3) Setiap orang yang mengoperasikan kapal
penangkap ikan berbendera Indonesia di

wilayah pengelolaan perikanan Negara


Republik Indonesia, yang tidak membawa
SIPI

asli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27


ayat (3), dipidana dengan pidana penjara

paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling


banyak Rp. 2.000.000.000,00 (dua miliar

rupiah).

(4) Setiap orang yang mengoperasikan kapal


penangkap ikan berbendera asing di ZEEI,

yang tidak membawa SIPI asli sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3), dipidana

dengan pidana penjara paling lama 6 (enam)


tahun dan denda paling banyak Rp.

20.000.000.000,00 (dua puluh miliar rupiah).

Tanggapan :

Faktor perizinan merupakan salah satu kerangka pengendalian penangkapan ikan, untuk
itulah dalam kegiatan penangkapan ikan wajib terlebih dahulu memperoleh izin. Dalam
pemberian izin penangkapan harus mempertimbangkan sumber daya ikan yang tersedia,
kapal,serta alat penangkap ikan yang digunakan.

Tindak pidana illegal fishing memerlukan penanganan yang lebih serius karena kegiatan
tersebut tidak hanya menyebabkan kerugian terhadap perekonomian nasional, tetapi juga
akan menimbulkan kerusakan ekologi dan sumber daya laut

Indonesia

Undang Nomor 31

Tahun 2004 tentang Perikanan yang menyebutkan bahwa setiap orang yang memiliki
dan/atau mengoperasikan kapal penangkap ikan berbendera Indonesia/asing yang
dipergunakan untuk melakukan penangkapan ikan di wilayah pengelolaan perikanan
Republik Indonesia dan/atau laut lepas wajib memiliki SIPI
PASAL 94

Setiap orang yang memiliki dan/atau Pasal 94 A


mengoperasikan kapal pengangkut ikan di
wilayah

pengelolaan perikanan Republik Indonesia yang Setiap orang yang memalsukan dan/atau
melakukan pengangkutan ikan atau menggunakan SIUP, SIPI, dan SIKPI
palsu
kegiatan yang terkait yang tidak memiliki SIKPI
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28A
dipidana dengan pidana penjara paling
ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh)
lama 5 (lima) tahun dan denda paling
tahun dan denda paling banyak Rp.
banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
ratus juta rupiah).

Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI) adalah izin tertulis yang harus dimiliki setiap kapal
perikanan untuk melakukan pengangkutan ikan. Bagi setiap orang yang memiliki dan/atau
mengoperasikan kapal pengangkut ikan di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia
wajib memiliki SIKPI, hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 28. Dan diantara pasal 94 dan
95 disisipkan pasal 94A

PASAL 95 Tidak ada perubahan

Setiap orang yang membangun, mengimpor,


atau memodifikasi kapal perikanan yang

tidak mendapat persetujuan terlebih dahulu


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat

(1), dipidana dengan pidana penjara paling lama


1 (satu) tahun dan denda paling banyak

Rp600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah).

PASAL 96 Tidak ada perubahan

Setiap orang yang mengoperasikan kapal


perikanan di wilayah pengelolaan perikanan

Republik Indonesia yang tidak mendaftarkan


kapal perikanannya sebagai kapal perikanan
Indonesia sepagaimana dimaksud dalam Pasal
36 ayat (1), dipidana dengan pidana

penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda


paling banyak Rp800.000.000,00 (delapan

ratus juta rupiah).

PASAL 97 Tidak ada perubahan

(1) Nakhoda yang mengoperasikan kapal


penangkap ikan berbendera asing yang tidak

memiliki izin penangkapan ikan, yang selama


berada di wilayah pengelolaan

perikanan Republik Indonesia tidak menyimpan


alat penangkapan ikan di dalam

palka sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38


ayat (1), dipidana dengan pidana denda

paling banyak Rp500.000.000,00 (lima ratus


juta rupiah).

(2) Nakhoda yang mengoperasikan kapal


penangkap ikan berbendera asing yang telah

memiliki izin penangkapan ikan dengan 1 (satu)


jenis alat penangkapan ikan tertentu

pada bagian tertentu di ZEEI yang membawa


alat penangkapan ikan lainnya

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2),


dipidana dengan pidana denda paling

banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar


rupiah).

(3) Nakhoda yang mengoperasikan kapal


penangkap ikan berbendera asing yang telah

memiliki izin penangkapan ikan, yang tidak


menyimpan alat penangkapan ikan di

dalam palka selama berada di luar daerah


penangkapan ikan yang diizinkan di

wilayah pengelolaan perikanan Republik


Indonesia sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 38 ayat (3), dipidana dengan pidana denda


paling banyak Rp500.000.000,00

(lima ratus juta rupiah).

PASAL 98 Nakhoda kapal perikanan yang tidak


memiliki surat persetujuan berlayar
Nakhoda yang berlayar tidak memiliki surat izin sebagaimana
berlayar kapal perikanan yang
dimaksud dalam Pasal 42 ayat (3) dipidana
dikeluarkan oleh syahbandar sebagaimana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu)
dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2), dipidana tahun
dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) dan denda paling banyak Rp.
tahun dan denda paling banyak 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah).

Tanggapan :

Disini perubahan tidak terlalu begitu besar. Kalau pada UU no 31 th 2004 menunjukkan
berdasarkan surat berlayar yg terlah di terbitkan syahbandar namun pada UU no 45 th 2009
ditulis surat pertujuan berlayar.

PASAL 99 Tidak ada perubahan

Setiap orang asing yang melakukan penelitian


perikanan di wilayah pengelolaan

perikanan Republik Indonesia yang tidak


memiliki izin dari Pemerintah sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1), dipidana


dengan pidana penjara paling lama 1 (satu)

tahun dan denda paling banyak Rp


1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

PASAL 100

Setiap orang yang melanggar ketentuan yang


ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 100A

Pasal 7 ayat (2) dipidana dengan pidana denda Dalam hal tindak pidana sebagaimana
paling banyak Rp250.000.000,00 (dua dimaksud dalam Pasal 28A, pemalsuan
persetujuan
ratus lima puluhjuta rupiah).
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35
ayat (1), dan pemalsuan pendaftaran
sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 36 yang melibatkan


pejabat, pidananya ditambah 1/3 (satu
pertiga) dari

ancaman pidana pokok.

Pasal 100B

Dalam hal tindak pidana sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 8, Pasal 9, Pasal 12,
Pasal 14

ayat (4), Pasal 16 ayat (1), Pasal 20 ayat


(3), Pasal 21, Pasal 23 ayat (1), Pasal 26
ayat (1),

Pasal 27 ayat (1), Pasal 27 ayat (3), Pasal


28 ayat (1), Pasal 28 ayat (3), Pasal 35
ayat (1),

Pasal 36 ayat (1), Pasal 38, Pasal 42 ayat


(3), atau Pasal 55 ayat (1) yang dilakukan
oleh

nelayan kecil dan/atau pembudi daya-ikan


kecil dipidana dengan pidana penjara
paling lama 1

(satu) tahun atau denda paling banyak Rp.


250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta
rupiah).

Pasal 100C

Dalam hal tindak pidana sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) dilakukan
oleh nelayan

kecil dan/atau pembudi daya-ikan kecil


dipidana dengan pidana denda paling
banyak Rp.

100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Pasal 100D

Dalam hal pengadilan menjatuhkan pidana


denda, maka denda dimaksud wajib
disetorkan ke

kas negara sebagai penerimaan negara


bukan pajak kementerian yang
membidangi urusan

perikanan.

Pada UU no 31 th 2004, setiap orang yang melakukan pelanggaran tidak di sebutkan dengan
rinci. Dan di sempurnakan pada UU no 45 th 2009 dengan di sisipkannya pasal 100A, 100B,
100C, dan 110D. sehingga keterangan pelanggarannya lebih terinci

PASAL 101 Tidak ada perubahan

Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud


dalam Pasal 84 ayat (1), Pasal 85, Pasal

86, Pasal 87, Pasal 88, Pasal 89, Pasal 90, Pasal
91, Pasal 92, Pasal 93, Pasal 94, Pasal 95,

dan Pasal 96 dilakukan oleh korporasi, tuntutan


dan sanksi pidananya dijatuhkan terhadap

pengurusnya dan pidana dendanya ditambah 1/3


(sepertiga) dari pidana yang dijatuhkan.

PASAL 102 Tidak ada perubahan

Ketentuan tentang pidana penjara dalam


Undang-Undang ini tidak berlaku bagi tindak

pidana di bidang perikanan yang terjadi di


wilayah pengelolaan perikanan Republik

Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5


ayat (1) huruf b, kecuali telah ada

perjanjian antara Pemerintah Republik


Indonesia dengan pemerintah negara yang

bersangkutan.

PASAL 103 Tidak ada perubahan

(1) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 84, Pasal 85, Pasal 86, Pasal 88,

Pasal 91, Pasal 92, Pasal 93, dan pasal 94 adalah


kejahatan.

(2) Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam


Pasal 87, Pasal 89, Pasal 90, Pasal 95,

Pasal 96, Pasal 97, Pasal 98, Pasal 99, dan Pasal
100 adalah pelanggaran;

PASAL 104 Tidak ada perubahan

(1) Permohonan untuk membebaskan kapal


dan/atau orang yang ditangkap karena

melakukan tindak pidana di wilayah


pengelolaan perikanan Republik Indonesia

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1)


huruf b, dapat dilakukan setiap waktu

sebelum ada keputusan dari pengadilan


perikanan dengan menyerahkan sejumlah

uang jaminan yang layak, yang penetapannya


dilakukan oleh pengadilan perikanan.

(2) Benda dan/atau alat yang dipergunakan


dalam dan/atau yang dihasilkan dari tindak

pidana perikanan dapat dirampas untuk negara.

PASAL 105 Ketentuan Pasal 105 dihapus.

(1) Benda dan/atau alat yang dirampas dari hasil


tindak pidana perikanan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 104 dilelang untuk


negara.

(2) Kepada aparat penegak hukum yang berhasil


menjalankan tugasnya dengan baik dan

pihak-pihak yang berjasa dalam upaya


penyelamatan kekayaan negara sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) diberikan insentif yang


disisihkan dari hasil lelang.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian


insentif diatur dengan Peraturan Menteri.

PASAL 106 Tidak ada perubahan

Selama belum dibentuk pengadilan perikanan


selain pengadilan perikanan sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 71 ayat (3), perkara


tindak pidana di bidang perikanan yang terjadi

di luar daerah hukum pengadilan perikanan


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 71 ayat

(3) tetap diperiksa, diadili, dan diputus oleh


pengadilan negeri yang berwenang.

PASAL 107 Tidak ada perubahan

Penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di


sidang pengadilan bagi perkara tindak

pidana di bidang perikanan yang diperiksa,


diadili, dan diputus oleh pengadilan negeri

dilakukan sesuai dengan hukum acara yang


diatur dalam Undang-Undang ini.

PASAL 108 Tidak ada perubahan

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku:

a. perkara tindak pidana di bidang perikanan


yang terjadi di daerah hukum pengadilan
perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal
71 ayat (3) yang masih dalam tahap

penyidikan atau penuntutan tetap diberlakukan


hukum acara yang berlaku sebelum

berlakunya Undang-Undang ini;

b. perkara tindak pidana di bidang perikanan


yang terjadi di daerah hukum pengadilan

perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal


71 ayat (3) yang sudah diperiksa tetapi

belum diputus oleh pengadilan negeri tetap


diperiksa dan diputus oleh pengadilan

negeri yang bersangkutan sesuai dengan hukum


acara yang berlaku sebelum

berlakunya Undang-Undang ini; dan

c. perkara tindak pidana di bidang perikanan


yang terjadi di daerah hukum pengadilan

perikanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal


71 ayat (3) yang sudah dilimpahkan ke

pengadilan negeri tetapi belum mulai diperiksa


dilimpahkan kepada pengadilan

perikanan yang berwenang

PASAL 109 Tidak ada perubahan

Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku


semua peraturan pelaksanaan Undang-

Undang Nomor 91 Tahun 1985 tentang


Perikanan masih tetap berlaku sepanjang tidak

bertentangan atau belum diganti berdasarkan


Undang-Undang ini.

PASAL 110 Pada saat Undang-Undang ini mulai


berlaku:
Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku: a. Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1985
tentang Perikanan (Lembaran Negara
a. Undang-Undang Nomor 91 Tahun 1985 Republik
tentang Perikanan (Lembaran Negara
Indonesia Tahun 1985 Nomor 46,
Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Republik
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Indonesia Nomor 3299); dan Nomor 3299); dan
b. ketentuan tentang pidana denda dalam Pasal b. Ketentuan mengenai penyidikan
16 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 sebagaimana diatur dalam Pasal 14 dan
Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif ketentuan
Indonesia (Lembaran Negara Republik mengenai pidana denda dalam Pasal 16
Indonesia Tahun 1983 Nomor 44, Tambahan ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun
Lembaran Negara Republik Indonesia 1983

Nomor 3260) khususnya yang berkaitan dengan tentang Zona Ekonomi Eksklusif
tindak pidana di bidang perikanan, Indonesia (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
1983 Nomor 44, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3260)

khususnya yang berkaitan dengan tindak


pidana di bidang perikanan;

dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 110A

Semua Peraturan Pemerintah yang


diamanatkan untuk melaksanakan
ketentuan Undang- Undang ini harus
ditetapkan paling lama 1 (satu) tahun sejak
Undang-Undang ini diundangkan.

Tanggapan :

Pada UU no 31 th 2004 pada bagian b di jelaskan sejak UU ini berlaku bentuk pidana seseuai
pasal 16 ayat 1 namun pada UU no 45 th 2009 sejak UU ini berlaku hokum pidana yang
sesuai pasal 16 ayat 1 ditambah dengan Ketentuan mengenai penyidikan sebagaimana diatur
dalam Pasal 14. Dan diantara pasal 110 dan pasal 111 disisipkan pasal 110A mengenai
pelaksanaan Undang –undang harus di tetapkan paling lama 1 th sejak UU ini diundangkan
PASAL 111 Tidak ada perubahan

Undang-Undang ini mulai berlaku pada tanggal


diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya,


memerintahkan pengundangan Undang-undang
ini

dengan penempatannya dalam Lembaran


Negara Republik Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai