Review Uu No.31 Tahun 2004 Yang Telah Di
Review Uu No.31 Tahun 2004 Yang Telah Di
DI SUSUN OLEH :
2014
UU NO.31 TH.2004 UU N0.45 TH.2009
PASAL 1
11. Nelayan kecil adalah orang yang mata 11. Nelayan Kecil adalah orang yang mata
pencahariannya melakukan penangkapan pencahariannya melakukan penangkapan
ikan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidup
untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari- sehari-hari yang menggunakan kapal
hari. perikanan berukuran paling besar 5 (lima)
melakukan penangkapan ikan yang grosston (GT).
merupakan bagian tidak terpisahkan dari 24. Menteri adalah menteri yang membidangi
SIUP. urusanPerikanan.
teritorial Indonesia.
24. Menteri adalah menteri yang bertanggung
jawab di bidang perikanan.
Persamaan : - nelayang kecil adalah nelayang Perbedaan : - pada pasal 31, nelayan kecil
yang mata pencahariannya menangkap ikan tidak terpisahkan dari siup. Sedangkan pesal
untuk kehidupan sehari hari 45, nelayan kecil tidak harus pakai siup dan
ukuran kapalnya max 5 grosston
- Tugas menteri yang berbeda , yang
satu membidangi yang satu
bertanggung jawab
PASAL 2
Pengelolaan perikanan dilakukan berdasarkan Pengelolaan perikanan dilakukan berdasarkan
asas manfaat, keadilan, kemitraan, asas:
pemerataan, keterpaduan, keterbukaan, a. manfaat;
efisiensi, dan kelestarian yang berkelanjutan. b. keadilan;
c. kebersamaan;
d. kemitraan;
e. kemandirian;
f. pemerataan;
g. keterpaduan;
h. keterbukaan;
i. efisiensi;
j. kelestarian; dan
k. pembangunan yang berkelanjutan.
- Dalam hal ini banyak kesamaannya
namun pada 31 ada penambahan yaitu
kebersamaan dan kemandirian
PASAL 7
(1) Dalam rangka mendukung kebijakan (1) Dalam rangka mendukung kebijakan
pengelolaan sumber daya ikan, Menteri pengelolaan sumber daya ikan, Menteri
menetapkan: menetapkan:
a. rencana pengelolaan perikanan; a. rencana pengelolaan perikanan;
b. potensi dan alokasi sumber daya ikan di b. potensi dan alokasi sumber daya ikan di
wilayah pengelolaan perikanan Republik wilayah pengelolaan perikanan Negara
Indonesia; Republik Indonesia;
c. jumlah tangkapan yang diperbolehkan di c. jumlah tangkapan yang diperbolehkan di
wilayah pengelolaan perikanan Republik wilayah pengelolaan perikanan Negara
Indonesia; Republik Indonesia;
d. potensi dan alokasi lahan pembudidayaan d. potensi dan alokasi lahan pembudidayaan
ikan di wilayah pengelolaan perikanan ikan
Republik Indonesia; di wilayah pengelolaan perikanan Negara
e. potensi dan alokasi induk serta benih ikan Republik Indonesia;
tertentu di wilayah pengelolaan e. potensi dan alokasi induk serta benih ikan
perikanan Republik Indonesia; tertentu di wilayah pengelolaan perikanan
f. jenis,jumlah, dan ukuran alat penangkapan Negara Republik Indonesia;
ikan; f. jenis, jumlah, dan ukuran alat penangkapan
g. jenis, jumlah, ukuran, dan penempatan alat ikan;
bantu penangkapan ikan; g. jenis, jumlah, ukuran, dan penempatan alat
h. daerah, jalur, dan waktu atau musim bantu penangkapan ikan;
penangkapan ikan; h. daerah, jalur, dan waktu atau musim
i. persyaratan atau standar prosedur penangkapan ikan;
operasional penangkapan ikan; i. persyaratan atau standar prosedur
j. sistem pemantauan kapal perikanan; operasional
k. jenis ikan baru yang akan dibudidayakan; penangkapan ikan;
l. jenis ikan dan wilayah penebaran kembali j. pelabuhan perikanan;
serta penangkapan ikan berbasis budi k. sistem pemantauan kapal perikanan;
daya; l. jenis ikan baru yang akan dibudidayakan;
m. pembudidayaan ikan dan m. jenis ikan dan wilayah penebaran kembali
perlindungannya; serta penangkapan ikan berbasis budi daya;
n. pencegahan pencemaran dan kerusakan n. pembudidayaan ikan dan perlindungannya;
sumber daya ikan serta lingkungannya; o. pencegahan pencemaran dan kerusakan
o. rehabilitasi dan peningkatan sumber daya sumber daya ikan serta lingkungannya;
ikan serta lingkungannya; p. rehabilitasi dan peningkatan sumber daya
p. ukuran atau berat minimum jenis ikan ikan
yang boleh ditangkap; serta lingkungannya;
q. suaka perikanan; q. ukuran atau berat minimum jenis ikan yang
r. wabah dan wilayah wabah penyakit ikan; boleh ditangkap;
s. jenis ikan yang dilarang untuk r. kawasan konservasi perairan;
diperdagangkan, dimasukkan, dan s. wabah dan wilayah wabah penyakit ikan;
dikeluarkan ke t. jenis ikan yang dilarang untuk
dan dari wilayah Republik Indonesia; dan diperdagangkan, dimasukkan, dan
t. jenis ikan yang dilindungi. dikeluarkan
(2) Setiap orang yang melakukan usaha ke dan dari wilayah Negara Republik
dan/atau kegiatan pengelolaan perikanan Indonesia; dan
wajib u. jenis ikan yang dilindungi.
mematuhi ketentuan sebagaimana dimaksud (2) Setiap orang yang melakukan usaha
pada ayat (1) mengenai: dan/atau
a. jenis, jumlah, dan ukuran alat penangkapan kegiatan pengelolaan perikanan wajib
ikan; mematuhi
b. jenis, jumlah, ukuran, dan penempatan alat ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat
bantu penangkapan ikan; (1)
c. daerah, jalur, dan waktu atau musim mengenai:
penangkapan ikan; a. jenis, jumlah, dan ukuran alat penangkapan
d. persyaratan atau standar prosedur ikan;
operasional penangkapan ikan; b. jenis, jumlah, ukuran, dan penempatan alat
e. sistem pemantauan kapal perikanan; bantu penangkapan ikan;
f. jenis ikan baru yang akan dibudidayakan; c. daerah, jalur, dan waktu atau musim
g. jenis ikan dan wilayah penebaran kembali penangkapan ikan;
serta penangkapan ikan berbasis budi d. persyaratan atau standar prosedur
daya; operasional
h. pembudidayaan ikan dan perlindungannya; penangkapan ikan;
i. pencegahan pencemaran dan kerusakan e. sistem pemantauan kapal perikanan;
sumber daya ikan serta lingkungannya; f. jenis ikan baru yang akan dibudidayakan;
j. ukuran atau berat minimum jenis ikan yang g. jenis ikan dan wilayah penebaran kembali
boleh ditangkap; serta penangkapan ikan berbasis budi daya;
k. suaka perikanan; h. pembudidayaan ikan dan perlindungannya;
l. wabah dan wilayah wabah penyakit ikan; i. pencegahan pencemaran dan kerusakan
m. jenis ikan yang dilarang untuk sumber daya ikan serta lingkungannya;
diperdagangkan, dimasukkan, dah j. ukuran atau berat minimum jenis ikan yang
dikeluarkan ke boleh ditangkap;
dan dari wilayah Republik Indonesia; dan k. kawasan konservasi perairan;
n. jenis ikan yang dilindungi. l. wabah dan wilayah wabah penyakit ikan;
(3) Menteri menetapkan potensi dan jumlah m. jenis ikan yang dilarang untuk
tangkapan yang diperbolehkan sebagaimana diperdagangkan, dimasukkan, dan
dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c dikeluarkan
setelah mempertimbangkan rekomendasi ke dan dari wilayah Negara Republik
dari komisi nasional yang mengkaji sumber Indonesia; dan
daya ikan. n. jenis ikan yang dilindungi.
(4) Komisi nasional sebagaimana dimaksud (3) Kewajiban mematuhi ketentuan mengenai
pada ayat (3) dibentuk oleh Menteri dan sistem pemantauan kapal perikanan
beranggotakan para ahli di bidangnya yang sebagaimana
berasal dari lembaga terkait. dimaksud pada ayat (2) huruf e, tidak berlaku
(5) Menteri menetapkan jenis ikan dan bagi
kawasan perairan yang masing-masing nelayan kecil dan/atau pembudi daya-ikan
dilindungi, kecil.
termasuk taman nasional laut, untuk (4) Menteri menetapkan potensi dan jumlah
kepentingan ilmu pengetahuan, kebudayaan, tangkapanyang diperbolehkan sebagaimana
pariwisata, dan/atau kelestarian sumber daya dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c
ikan dan/atau lingkungannya. setelah
(6) Dalam rangka mempercepat mempertimbangkan rekomendasi dari komisi
pembangunan perikanan, pemerintah nasional yang mengkaji sumber daya ikan.
membentuk dewan (5) Komisi nasional sebagaimana dimaksud
pertambangan pembangunan perikanan pada ayat (4) dibentuk oleh Menteri dan
nasional yang diketuai oleh Presiden, yang beranggotakan para ahli di bidangnya yang
anggotanya terdiri atas menteri terkait, berasal dari lembaga terkait.
asosiasi perikanan, dan perorangan yang (6) Menteri menetapkan jenis ikan yang
mempunyai kepedulian terhadap dilindungi dan kawasan konservasi perairan
pembangunan perikanan. untuk kepentinganilmu pengetahuan,
(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai susunan kebudayaan, pariwisata, dan/atau kelestarian
organisasi dan tata kerja dewan sumber daya ikan dan/atau lingkungannya.
pertimbangan pembangunan perikanan
nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (6)
ditetapkan dengan Keputusan Presiden.
Mayoritas semua maksut yang terutuanng Semua di serahkan kepada mentri kelautan
dalam undang undang itu sama , akan tetapi dan perikanan pada uu no.45 2009
pengemasan katanya yang berbeda
PASAL 9
Setiap orang dilarang memiliki, menguasai, (1) Setiap orang dilarang memiliki,
membawa, dan/atau menggunakan di kapal menguasai,
penangkap ikan di wilayah pengelolaan membawa, dan/atau menggunakan alat
perikanan Republik Indonesia: penangkapan dan/atau alat bantu
a. alat penangkapan ikan dan/atau alat bantu penangkapan
penangkapan ikan yang tidak sesuai ikan yang mengganggu dan merusak
dengan ukuran yang ditetapkan; keberlanjutan
b. alat penangkapan ikan yang tidak sesuai sumber daya ikan di kapal penangkap ikan di
dengan persyaratan atau standar yang wilayah pengelolaan perikanan Negara
ditetapkan untuk tipe alat tertentu; dan/atau Republik
c. alat penangkapan ikan yang dilarang. Indonesia.
(2) Ketentuan mengenai alat penangkapan
dan/atau
alat bantu penangkapan ikan yang
mengganggu
dan merusak keberlanjutan sumber daya ikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
dengan
Peraturan Menteri.
Pada pasal uu no.31 tidak di sebutkan
penangkapan yang merusak keberlanjutan
sumber daya alam
PASAL 14
(3) Pemerintah mengendalikan pemasukan (3) Pemerintah mengendalikan pemasukan
ikan jenis baru dari luar negeri dan/atau lalu dan/atau
lintas antarpulau untuk menjamin kelestarian pengeluaran ikan jenis baru dari dan ke luar
plasma nutfah yang berkaitan dengan negeri
sumber daya ikan. dan/atau lalu lintas antarpulau untuk
menjamin
kelestarian plasma nutfah yang berkaitan
dengan
sumber daya ikan.
Pada pasal 14 ada perbedaan yaitu pada uu Bertujuan sama , yaitu : untuk menjamin
no.31 tidak tertera pengeluaran, sedangkan kelestarian plasma nutfah yang berkaitan
pada uu no.45 terdapat kata pengeluaran dengan sumber daya ikan
PASAL 15A
Pemerintah mengatur pengendalian mutu
induk dan
benih ikan yang dibudidayakan.
Ada penyisipan antara pasal 15 dengan pasal Berisikan mengatur pengendalian mutu induk
16 yaitu pasal 15A beserta benih ikan budidaya
PASAL 18
(1) Pemerintah mengatur dan membina tata (1) Pemerintah mengatur dan membina tata
pemanfaatan air dan lahan pembudidayaan pemanfaatan air dan lahan pembudidayaan
ikan. ikan.
(2) Pengaturan dan pembinaan tata (2) Pengaturan dan pembinaan tata
pemanfaatan air dan lahan pembudidayaan pemanfaatan air
ikan, dan lahan pembudidayaan ikan, sebagaimana
sebagaimana dimaksud pacta ayat (1), dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam
dilakukan dalam rangka menjamin kuantitas rangka
dan kualitas air untuk kepentingan menjamin kuantitas dan kualitas air untuk
pembudidayaan ikan. kepentingan pembudidayaan ikan.
(3) Pelaksanaan tata pemanfaatan air dan
lahan
pembudidayaan ikan dilakukan oleh
pemerintah
daerah.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai
pengaturan dan pembinaan tata pemanfaatan
air dan lahan
pembudidayaan ikan sebagaimana dimaksud
pada
ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan
Pemerintah.
PASAL 23
(1) Setiap orang dilarang menggunakan (1) Setiap orang dilarang menggunakan
bahan baku, bahan tambahan makanan, bahan baku,
bahan
bahan tambahan makanan, bahan penolong,
penolong, dan/atau alat yang membahayakan
kesehatan manusia dan/atau lingkungan dan/atau alat yang membahayakan kesehatan
ayat (1).
PASAL 25
(1) Usaha perikanan dilaksanakan dalam (1) Pelaku usaha perikanan dalam
sistem bisnis melaksanakan
(3) Pemerintah . . . - 11 -
peraturan perundang-undangan.
Pasal 25C
perikanan.
PASAL 27
(1) Setiap orang yang memiliki dan/atau (1) Setiap orang yang memiliki dan/atau
mengoperasikan kapal penangkap ikan
mengoperasikan kapal penangkap ikan
berbendera Indonesia yang dipergunakan berbendera
untuk melakukan penangkapan ikan di
Indonesia yang digunakan untuk melakukan
wilayah pengelolaan perikanan Republik
Indonesia dan/atau laut lepas wajib penangkapan ikan di wilayah pengelolaan
berbendera asing yang dipergunakan untuk (2) Setiap orang yang memiliki dan/atau
melakukan penangkapan ikan di wilayah mengoperasikan kapal penangkap ikan
pengelolaan perikanan Republik Indonesia berbendera
wajib memiliki SIPI. asing yang digunakan untuk melakukan
(3) SIPI sebagaimana dimaksud pada ayat penangkapan ikan di ZEEI wajib memiliki
(1) diterbitkan oleh Menteri. SIPI.
(4) Kapal penangkap ikan berbendera (3) Setiap orang yang mengoperasikan
Indonesia yang melakukan penangkapan kapal
ikan di
penangkap ikan berbendera Indonesia di
wilayah yurisdiksi negara lain harus terlebih wilayah
dahulu mendapatkan persetujuan dari
pengelolaan perikanan Negara Republik
Pemerintah. Indonesia
5. Kewajiban . . . - 12 -
PASAL 32
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara Ketentuan lebih lanjut mengenai penerbitan,
dan syarat-syarat pemberian SIUP, SIPI, dan tata cara,
SIKPI diatur dengan Peraturan Menteri dan syarat-syarat pemberian SIUP, SIPI, dan
SIKPI
diatur dengan Peraturan Menteri.
PASAL 35
(1) Setiap orang yang membangun, (1) Kapal perikanan berbendera Indonesia
mengimpor, atau memodifikasi kapal yang
perikanan
melakukan penangkapan ikan di wilayah
wajib terlebih dahulu mendapat persetujuan
Menteri. pengelolaan perikanan Negara Republik
Indonesia
(2) Pembangunan atau modifikasi kapal
perikanan sebagaimana dimaksud pada ayat wajib menggunakan nakhoda dan anak buah
(1) kapal
PASAL 36
(1) Kapal perikanan milik orang Indonesia (1) Kapal perikanan milik orang Indonesia
yang dioperasikan di wilayah pengelolaan yang
a. bukti kepemilikan;
c. surat ukur.
negara asal.
berlaku.
31 th 2004 45 th 2009
PASAL 41
(1) Pemerintah menyelenggarakan dan (1) Pemerintah menyelenggarakan dan
membina pelabuhan perikanan. melakukan pembinaan pengelolaan pelabuhan
(2) Menteri menetapkan: perikanan.
a. rencana induk pelabuhan perikanan secara (2) Penyelenggaraan dan pembinaan
nasional; pengelolaan pelabuhan perikanan
b. klasifikasi pelabuhan perikanan dan suatu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri
tempat yang merupakan bagian menetapkan:
perairan dan daratan tertentu yang menjadi a. rencana induk pelabuhan perikanan
wilayah kerja dan pengoperasian secara nasional;
pelabuhan perikanan; b. klasifikasi pelabuhan perikanan;
c. persyaratan dan/atau standar teknis dan c. pengelolaan pelabuhan perikanan;
akreditasi kompetensi dalam perencanaan, d. persyaratan dan/atau standar teknis
pembangunan, operasional, pembinaan, dan dalam perencanaan, pembangunan,
pengawasan pelabuhan perikanan; operasional, pembinaan, dan pengawasan
d. wilayah kerja dan pengoperasian pelabuhan perikanan;
pelabuhan perikanan; dan e. wilayah kerja dan pengoperasian
e. pelabuhan perikanan yang tidak dibangun pelabuhan perikanan yang meliputi bagian
oleh Pemerintah. perairan dan daratan tertentu yang menjadi
(3) Setiap kapal penangkap ikan dan kapal wilayah kerja dan pengoperasian pelabuhan
pengangkut ikan harus mendaratkan ikan perikanan; dan
tangkapan di pelabuhan perikanan yang f. pelabuhan perikanan yang tidak
ditetapkan. dibangun oleh Pemerintah.
(4) Setiap orang yang memiliki dan/atau (3) Setiap kapal penangkap ikan dan kapal
mengoperasikan kapal penangkap ikan pengangkut ikan harus mendaratkan ikan
dan/atau tangkapan di pelabuhan perikanan yang
kapal pengangkut ikan yang tidak ditetapkan atau pelabuhan lainnya yang
melakukan bongkar muat ikan tangkapan di ditunjuk.
pelabuhan perikanan yang ditetapkan (4) Setiap orang yang memiliki dan/atau
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) mengoperasikan kapal penangkap ikan
dikenakan dan/atau kapal pengangkut ikan yang tidak
sanksi administratif berupa peringatan, melakukan bongkar muat ikan tangkapan di
pembekuan izin, atau pencabutan izin. pelabuhan perikanan yang ditetapkan atau
pelabuhan lainnya yang ditunjuk sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) dikenai sanksi
administratif berupa peringatan, pembekuan
izin, atau pencabutan izin.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai
pengenaan sanksi administratif sebagaimana
dimaksud pada ayat (4) diatur dalam
Peraturan Menteri.
Pasal 41A
(1) Pelabuhan perikanan mempunyai
fungsi pemerintahan dan pengusahaan guna
mendukung kegiatan yang berhubungan
dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber
daya ikan dan lingkungannya mulai dari
praproduksi, produksi, pengolahan sampai
dengan pemasaran.
(2) Fungsi pelabuhan perikanan dalam
mendukung kegiatan yang berhubungan
dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber
daya ikan dan lingkungannya sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a. pelayanan tambat dan labuh kapal
perikanan;
b. pelayanan bongkar muat;
c. pelayanan pembinaan mutu dan
pengolahan hasil perikanan;
d. pemasaran dan distribusi ikan;
e. pengumpulan data tangkapan dan hasil
perikanan;
f. tempat pelaksanaan penyuluhan dan
pengembangan masyarakat nelayan;
g. pelaksanaan kegiatan operasional
kapal perikanan;
h. tempat pelaksanaan pengawasan dan
pengendalian sumber daya ikan;
i. pelaksanaan kesyahbandaran;
j. tempat pelaksanaan fungsi karantina
ikan;
k. publikasi hasil pelayanan sandar dan
labuh kapal perikanan dan kapal pengawas
kapal perikanan;
l. tempat publikasi hasil riset kelautan
dan perikanan;
m. pemantauan wilayah pesisir dan wisata
bahari; dan/atau
n. pengendalian lingkungan.
Untuk UU 45 tahun 2009 bagian huruf e, ini harusnya pengoperasian pelabuhan tidak
dibatasi. Ini disebabkan karena ikan hidup tidak menetap, bisa saja ikan melakukan
berpindah-pindah tempat ditempat pengoperasian pelabuhan perikanan lain. Ini akan
merugikan nelayan.
Pasal ini ditambahi isinya hingga detail
PASAL 42
(1) Dalam rangka keselamatan pelayaran, (1) Dalam rangka keselamatan
ditunjuk syahbandar di pelabuhan perikanan. operasional kapal perikanan, ditunjuk
(2) Setiap kapal perikanan yang akan syahbandar di pelabuhan perikanan.
berlayar dari pelabuhan perikanan wajib (2) Syahbandar di pelabuhan perikanan
memiliki mempunyai tugas dan wewenang:
surat izin berlayar kapal perikanan yang a. menerbitkan Surat Persetujuan
dikeluarkan oleh syahbandar. Berlayar;
(3) Selain menerbitkan surat izin berlayar, b. mengatur kedatangan dan
syahbandar di pelabuhan perikanan keberangkatan kapal perikanan;
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) c. memeriksa ulang kelengkapan
mempunyai kewenangan lain, yakni: dokumen kapal perikanan;
a. memeriksa ulang kelengkapan dan d. memeriksa teknis dan nautis kapal
keabsahan dokumen kapal perikanan; dan perikanan dan memeriksa alat penangkapan
b. memeriksa ulang alat penangkapan ikan ikan, dan alat bantu penangkapan ikan;
yang ada di kapal perikanan. e. memeriksa dan mengesahkan
(4) Syahbandar di pelabuhan perikanan perjanjian kerja laut;
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) f. memeriksa log book penangkapan dan
diangkat pengangkutan ikan;
oleh Menteri. g. mengatur olah gerak dan lalulintas
kapal perikanan di pelabuhan perikanan;
h. mengawasi pemanduan;
i. mengawasi pengisian bahan bakar;
j. mengawasi kegiatan pembangunan
fasilitas pelabuhan perikanan;
k. melaksanakan bantuan pencarian dan
penyelamatan;
l. memimpin penanggulangan
pencemaran dan pemadaman kebakaran di
pelabuhan perikanan;
m. mengawasi pelaksanaan perlindungan
lingkungan maritim;
n. memeriksa pemenuhan persyaratan
pengawakan kapal perikanan;
o. menerbitkan Surat Tanda Bukti Lapor
Kedatangan dan Keberangkatan Kapal
Perikanan; dan
p. memeriksa sertifikat ikan hasil
tangkapan.
(3) Setiap kapal perikanan yang akan
berlayar melakukan penangkapan ikan
dan/atau pengangkutan ikan dari pelabuhan
perikanan wajib memiliki Surat Persetujuan
Berlayar yang dikeluarkan oleh syahbandar di
pelabuhan perikanan.
(4) Syahbandar di pelabuhan perikanan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diangkat
oleh menteri yang membidangi urusan
pelayaran.
(5) Dalam melaksanakan tugasnya,
syahbandar di pelabuhan perikanan
dikoordinasikan oleh pejabat yang
bertanggung jawab di pelabuhan perikanan
setempat.
(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai
kesyahbandaran di pelabuhan perikanan
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
Untuk pasal 42,saya rasa ini sudah memberikan info-info detail dan peratuan-peraturan yang
baik. Tinggal bagaimana para petugas melaksanakan tugasnya.
PASAL 43
Setiap kapal perikanan yang akan melakukan Pasal 43
kegiatan perikanan wajib memiliki surat Setiap kapal perikanan yang melakukan
laik operasi kapal perikanan dari pengawas kegiatan perikanan wajib memiliki surat
perikanan. laik operasi kapal perikanan dari
pengawas perikanan tanpa dikenai biaya.
Saya setuju dengan kalimat “tanpa dikenai biaya”. Ini membuat para nelayan tidak malas
melakukan pemeriksaan laik operasi
PASAL 44
(1) Surat izin berlayar sebagaimana (1) Surat Persetujuan Berlayar
dimaksud dalam Pasal 42 ayat (2) sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 ayat
dikeluarkan oleh (2) huruf a dikeluarkan oleh syahbandar
syahbandar setelah kapal perikanan setelah kapal perikanan mendapatkan surat
mendapatkan surat laik operasi. laik operasi.
(2) Surat laik operasi sebagaimana dimaksud (2) Surat laik operasi sebagaimana
pada ayat (1) dikeluarkan oleh pengawas dimaksud pada ayat (1) dikeluarkan oleh
perikanan setelah dipenuhi persyaratan pengawas perikanan setelah dipenuhi
administrasi dan kelayakan teknis. persyaratan administrasi dan kelayakan teknis.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai (3) Ketentuan lebih lanjut mengenai
persyaratan administrasi dan kelayakan persyaratan administrasi dan kelayakan teknis
teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dalam Peraturan Menteri.
dengan Peraturan Menteri.
Pasal ini tidak ada perubahan signifikan. Dan pasal sendiri sudah jelas dalam menerangkan
PASAL 46 Pasal 46
(1) Pemerintah menyusun dan (1) Pemerintah dan pemerintah daerah
mengembangkan sistem informasi dan data menyusun dan mengembangkan
statistik sistem informasi dan data statistik
perikanan serta menyelenggarakan perikanan serta menyelenggarakan
pengumpulan, pengolahan, analisis, pengumpulan, pengolahan, analisis,
penyimpanan, penyimpanan, penyajian, dan
penyajian, dan penyebaran data potensi, penyebaran data potensi,
sarana dan prasarana, produksi, penanganan, pemutakhiran data pergerakan ikan,
pengolahan dan pemasaran ikan, serta data sarana dan prasarana, produksi,
sosial ekonomi yang terkait dengan penanganan, pengolahan dan
pelaksanaan pengelolaan sumber daya ikan pemasaran ikan, serta data sosial
dan pengembangan sistem bisnis ekonomi yang berkaitan dengan
perikanan. pelaksanaan pengelolaan sumber daya
(2) Pemerintah mengadakan pusat data dan ikan dan pengembangan sistem bisnis
informasi perikanan untuk perikanan.
menyelenggarakan
sistem informasi dan data statistik perikanan. (2) Pemerintah dan pemerintah daerah
mengadakan pusat data dan informasi
perikanan untuk menyelenggarakan
sistem informasi dan data statistik
perikanan.
Pasal 46A
Pemerintah menjamin kerahasiaan data
dan informasi perikanan yang berkaitan
dengan data log book penangkapan dan
pengangkutan ikan, data yang diperoleh
pengamat, dan data perusahaan dalam
proses perizinan usaha perikanan.
Untuk pasal 46 pemerintah pusat menyuruh pemerintah daerah untuk ikut mengadakan pusat
data informasi perikanan.
PASAL 48 (1) Setiap orang yang memperoleh
(1) Setiap orang yang memperoleh manfaat manfaat langsung dari sumber daya
langsung dari sumber daya ikan dan ikan dan lingkungannya di wilayah
lingkungannya di wilayah pengelolaan pengelolaan perikanan Negara
perikanan Republik Indonesia dikenakan Republik Indonesia dan di luar
pungutan perikanan. wilayah pengelolaan perikanan Negara
(2) Pungutan perikanan sebagaimana Republik Indonesia dikenakan
dimaksud pada ayat (1) tidak dikenakan bagi pungutan perikanan.
nelayan kecil dan pembudidaya ikan kecil.
(1a) Pungutan perikanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) merupakan
penerimaan negara bukan pajak.
(2) Pungutan perikanan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) tidak
dikenakan bagi nelayan kecil dan
pembudi daya-ikan kecil.
Kurang jelas berapa batasan nelayan/pembudidaya kecil. Dan berapa biaya yang harus
dikeluarkan untuk para pengusaha menengah keatas
PASAL 50
Pungutan perikanan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 48 dan Pasal 49 dipergunakan Pungutan perikanan sebagaimana
untuk pembangunan perikanan serta kegiatan dimaksud dalam Pasal 48 dan Pasal 49
pelestarian sumber daya ikan dan digunakan untuk pembangunan perikanan
lingkungannya. serta kegiatan konservasi sumber daya
ikan dan lingkungannya.
Perubahan pasal diatas hanya berubah kalimatnya, tetapi memiliki arti yang sama. Dan untuk
kapal asing harus membayar biaya yang lebih mahal dari nelayan lokal.
PASAL 52 PASAL 53
berdaya saing tinggi, dan ramah lingkungan, (2) Perorangan, perguruan tinggi, lembaga
serta menghargai kearifan tradisi/budaya swadaya masyarakat, dan/atau lembaga
PASAL 54 PASAL 55
Hasil penelitian bersifat terbuka untuk (1) Setiap orang asing yang melakukan
semua pihak, kecuali hasil penelitian tertentu penelitian perikanan di wilayah pengelolaan
yang
perikanan Republik Indonesia wajib terlebih
oleh Pemerintah dinyatakan tidak untuk dahulu memperoleh izin dari
dipublikasikan.
Pemerintah.
Pemerintah.
Perbedaan : hasil penelitian tidak untuk Perbedaan : Setiap orang asing wajib untuk
dipublikasikan meminta izin kepada pemerintah dan hasil
penelitiannya harus diserahkan kepada
pemerintah
PASAL 56 PASAL 57
PASAL 58 PASAL 59
PASAL 60 PASAL 61
(1) Pemerintah memberdayakan nelayan (1) Nelayan kecil bebas menangkap ikan di
kecil dan pembudi daya-ikan kecil melalui: seluruh wilayah pengelolaan perikanan
pinjaman yang rendah, dan sesuai dengan wilayah pengelolaan perikanan Republik
kemampuan nelayan kecil dan pembudi Indonesia.
(2) Pemberdayaan nelayan kecil dan (5) Nelayan kecil dan pembudi daya-ikan
pembudi daya-ikan kecil sebagaimana kecil harus mendaftarkan diri, usaha, dan
dimaksud
kegiatannya kepada instansi perikanan
pada ayat (1) dapat juga dilakukan oleh setempat, tanpa dikenakan biaya, yang
masyarakat.
dilakukan untuk keperluan statistik serta
pemberdayaan nelayan kecil dan pembudi
daya-ikan kecil.
Perbedaan : pemerintah memberikan slim Perbedaan : Nelayan hanya dibolehkan
kredit bagi nelayan dan pembudidaya kecil menangkap ikan di wilayah Republik
untuk modal usaha dan dilakukan oleh Indonesia saja, dan wajib menaati ketentuan
masyarakat konservasi yang tetapkan oleh menteri
PASAL 62 PASAL 63
dan pembudi daya-ikan kecil, baik dari kelompok nelayan kecil atau pembudi daya-
sumber dalam negeri maupun sumber luar ikan kecil dalam kegiatan usaha perikanan.
negeri,
PASAL 64 PASAL 65
PASAL 68 PASAL 69
PASAL 70 PASAL 71
di atas kapal pengawas perikanan (3) Untuk pertama kali pengadilan perikanan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66 ayat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
(1) dan dibentuk di Pengadilan Negeri Jakarta Utara,
ayat (2), Pasal 67, Pasal 68, Pasal 69 ayat Medan, Pontianak, Bitung, dan Tual.
(1), ayat (2), dan ayat (4), diatur dengan (4) Daerah hukum pengadilan perikanan
Peraturan Pemerintah. sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sesuai
Presiden.
PASAL 72
hukum acara yang berlaku, kecuali ditentukan lain dalam Undang-Undang ini.
PASAL 73
(1) Penyidikan tindak pidana di bidang a. menerima laporan atau pengaduan dari
perikanan dilakukan oleh Penyidik Pegawai seseorang tentang adanya tindak pidana di
bidang perikanan;
Negeri Sipil Perikanan, Perwira TNI AL, dan
b. memanggil dan memeriksa tersangka
Pejabat Polisi Negara Republik
dan/atau saksi untuk didengar keterangannya;
Indonesia. c. membawa dan menghadapkan seseorang
sebagai tersangka dan/atau saksi untuk
(2) Penyidik sebagaimana dimaksud pada
didengar keterangannya;
ayat (1) dapat melakukan koordinasi.
d. menggeledah sarana dan prasarana
(3) Untuk melakukan koordinasi dalam perikanan yang diduga digunakan dalam atau
penanganan tindak pidana di bidang menjadi tempat melakukan tindak pidana di
perikanan, bidang perikanan;
Menteri dapat membentuk forum koordinasi. e. menghentikan . . . - 25 -
(4) Penyidik sebagaimana dimaksud pada e. menghentikan, memeriksa, menangkap,
ayat (1) berwenang: membawa, dan/atau menahan kapal dan/atau
orang yang disangka melakukan tindak pidana
a. menerima laporan atau pengaduan dari di bidang perikanan;
seseorang tentang adanya tindak pidana di
f. memeriksa kelengkapan dan keabsahan
bidang perikanan; dokumen usaha perikanan;
g. memotret tersangka dan/atau barang bukti
b. memanggil dan memeriksa tersangka
tindak pidana di bidang perikanan;
dan/atau saksi;
h. mendatangkan ahli yang diperlukan dalam
c. membawa dan menghadapkan seorang hubungannya dengan tindak pidana di bidang
sebagai tersangka dan/atau saksi untuk perikanan;
didengar keterangannya; i. membuat dan menandatangani berita acara
pemeriksaan;
d. menggeledah sarana dan prasarana
j. melakukan penyitaan terhadap barang bukti
perikanan yang diduga dipergunakan dalam
yang digunakan dan/atau hasil tindak pidana;
atau menjadi tempat melakukan tindak k. melakukan penghentian penyidikan; dan
pidana di bidang perikanan; l. mengadakan tindakan lain yang menurut
e. menghentikan, memeriksa, menangkap, hukum dapat dipertanggungjawabkan.
membawa, dan/atau menahan kapal
Pasal 73B
dan/atau orang yang disangka melakukan
(1) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam
tindak pidana di bidang perikanan;
Pasal 73 memberitahukan dimulainya
f. memeriksa kelengkapan dan keabsahan penyidikan kepada penuntut umum paling
dokumen usaha perikanan; lama 7 (tujuh) hari sejak ditemukan adanya
tindak pidana di bidang perikanan.
g. memotret tersangka dan/atau barang bukti
tindak pidana di bidang perikanan; (2) Untuk kepentingan penyidikan, penyidik
dapat menahan tersangka paling lama 20 (dua
h. mendatangkan orang ahli yang diperlukan
puluh) hari.
dalam hubungannya dengan tindak
(3) Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada
pidana di bidang perikanan; ayat (2), apabila diperlukan untuk
kepentingan pemeriksaan yang belum selesai,
i. membuat dan menandatangani berita acara
dapat diperpanjang oleh penuntut umum
pemeriksaan;
paling lama 10 (sepuluh) hari.
j. melakukan penyitaan terhadap barang (4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada
bukti yang digunakan dan/atau hasil tindak ayat (2) dan ayat (3) tidak menutup
pidana; kemungkinan tersangka dikeluarkan dari
tahanan sebelum berakhir waktu penahanan
k. melakukan penghentian penyidikan; dan tersebut, jika kepentingan pemeriksaan sudah
terpenuhi.
l. mengadakan tindakan lain menurut hukum
yang bertanggung jawab. (5) Setelah waktu 30 (tiga puluh) hari
tersebut, penyidik harus sudah mengeluarkan
(5) Penyidik sebagaimana dimaksud pada tersangka dari tahanan demi hukum.
ayat (4) memberitahukan dimulainya
(6) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam
penyidikan dan menyampaikan hasil Pasal 73A menyampaikan hasil penyidikan ke
penyidikan kepada penuntut umum. penuntut umum paling lama 30 (tiga puluh)
hari sejak pemberitahuan dimulainya
(6) Untuk kepentingan penyidikan, penyidik
penyidikan.
dapat menahan tersangka paling lama 20
PASAL 75
Penuntutan terhadap tindak pidana di bidang (1) Penuntutan terhadap tindak pidana di
perikanan dilakukan oleh penuntut umum bidang perikanan dilakukan oleh penuntut
umum yang ditetapkan oleh Jaksa Agung.
yang ditetapkan oleh Jaksa Agung dan/atau
(2) Penuntut umum perkara tindak pidana di
pejabat yang ditunjuk.
bidang perikanan sebagaimana dimaksud pada
Penuntut umum perkara tindak pidana di ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai
bidang perikanan sebagaimana dimaksud berikut:
pada a. berpengalaman menjadi penuntut umum
sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun;
ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai
berikut: b. telah mengikuti pendidikan dan pelatihan
teknis di bidang perikanan; dan
a. berpengalaman menjadi penuntut umum
c. cakap dan memiliki integritas moral yang
sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun;
tinggi selama menjalankan tugasnya.
b. telah mengikuti pendidikan dan pelatihan
teknis di bidang perikanan; dan
diundangkan.
PASAL 76
(1) Penuntut umum setelah menerima hasil (1) Penuntut umum setelah menerima hasil
penyidikan dari penyidik wajib penyidikan dari penyidik wajib
memberitahukan hasil penelitiannya kepada
memberitahukan hasil penelitiannya kepada penyidik dalam waktu 5 (lima) hari terhitung
penyidik dalam waktu 5 (lima) hari sejak tanggal diterimanya berkas penyidikan.
terhitung sejak tanggal diterimanya berkas (2) Dalam hal hasil penyidikan yang
penyidikan. disampaikan tidak lengkap, penuntut umum
harus mengembalikan berkas perkara kepada
(2) Dalam hal hasil penyidikan yang penyidik yang disertai dengan petunjuk
disampaikan tidak lengkap, penuntut umum tentang hal-hal yang harus dilengkapi.
harus
(3) Dalam waktu paling lama 10 (sepuluh)
mengembalikan berkas perkara kepada hari terhitung sejak tanggal penerimaan
penyidik yang disertai petunjuk tentang berkas, penyidik harus menyampaikan
halhal kembali berkas perkara tersebut kepada
penuntut umum.
yang harus dilengkapi.
(4) Penyidikan dianggap telah selesai apabila
(3) Dalam waktu paling lama 10 (sepuluh) dalam waktu 5 (lima) hari penuntut umum
hari terhitung sejak tanggal penerimaan tidak mengembalikan hasil penyidikan atau
berkas, penyidik harus menyampaikan apabila sebelum batas waktu tersebut berakhir
kembali berkas perkara tersebut kepada sudah ada pemberitahuan tentang hal itu dari
penuntut umum kepada penyidik.
penuntut umum.
(5) Dalam hal penuntut umum menyatakan
(4) Penyidikan dianggap telah selesai apabila hasil penyidikan tersebut lengkap dalam
dalam waktu 5 (lima) hari penuntut umum waktu paling lama 10 (sepuluh) hari terhitung
tidak mengembalikan hasil penyidikan atau sejak tanggal penerimaan berkas dari penyidik
apabila sebelum batas waktu tersebut dinyatakan lengkap, penuntut umum harus
melimpahkan perkara tersebut kepada
berakhir sudah ada pemberitahuan tentang pengadilan perikanan.
hal itu dari penuntut umum kepada
(6) Untuk kepentingan penuntutan, penuntut
penyidik. umum berwenang melakukan penahanan atau
penahanan lanjutan selama 10 (sepuluh) hari.
(5) Dalam hal penuntut umum menyatakan
(7) Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada
hasil penyidikan tersebut lengkap dalam
ayat (6), apabila diperlukan guna kepentingan
waktu paling lama 10 (sepuluh) hari pemeriksaan yang belum selesai, dapat
terhitung sejak tanggal penerimaan berkas diperpanjang oleh ketua pengadilan negeri
dari yang berwenang paling lama 10 (sepuluh)
hari.
penyidik dinyatakan lengkap, penuntut
umum harus melimpahkan perkara tersebut (8) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada
ayat (6) dan ayat (7) tidak menutup
kepada pengadilan perikanan. kemungkinan tersangka dikeluarkan dari
tahanan sebelum jangka waktu penahanan
(6) Untuk kepentingan penuntutan, penuntut
berakhir jika kepentingan pemeriksaan sudah
umum berwenang melakukan penahanan
terpenuhi.
atau penahanan lanjutan selama 10 (sepuluh) (9) Penuntut umum menyampaikan berkas
hari. perkara kepada ketua pengadilan negeri yang
berwenang paling lama 30 (tiga puluh) hari
(7) Jangka waktu sebagaimana dimaksud
sejak tanggal penerimaan berkas dari penyidik
pada ayat (6), apabila diperlukan guna
dinyatakan lengkap.
kepentingan pemeriksaan yang belum
selesai, dapat diperpanjang oleh Ketua
PASAL 78
(1) Hakim pengadilan perikanan terdiri atas (1) Setiap pengadilan negeri yang telah ada
hakim karier dan hakim ad hoc. pengadilan perikanan, dibentuk
subkepaniteraan pengadilan perikanan yang
(2) Susunan majelis hakim terdiri atas 2 dipimpin oleh seorang panitera muda.
(dua) hakim ad hoc dan 1 (satu) hakim
(2) Dalam melaksanakan tugasnya, panitera
karier.
muda sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
(3) Hakim karier sebagaimana dimaksud dibantu oleh beberapa orang panitera
pada ayat (1), ditetapkan berdasarkan pengganti.
(3) Panitera muda dan panitera pengganti
Keputusan Ketua Mahkamah Agung.
pengadilan perikanan berasal dari lingkungan
(4) Hakim ad hoc sebagaimana dimaksud pengadilan negeri.
pada ayat (1), diangkat dan diberhentikan (4) Ketentuan mengenai persyaratan, tata cara
oleh pengangkatan, dan pemberhentian panitera
Presiden atas usul Ketua Mahkamah Agung. muda dan panitera pengganti pengadilan
perikanan serta susunan organisasi, tugas, dan
tata kerja subkepaniteraan pengadilan
perikanan diatur dengan peraturan Mahkamah
Agung sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
PASAL 85
Setiap orang yang dengan sengaja di wilayah Setiap orang yang dengan sengaja memiliki,
pengelolaan perikanan Republik Indonesia menguasai, membawa, dan/atau menggunakan
alat penangkap ikan dan/atau alat bantu
memiliki, menguasai, membawa, dan/atau penangkapan ikan yang mengganggu dan
menggunakan alat penangkapan ikan merusak keberlanjutan sumber daya ikan di
dan/atau kapal penangkap ikan di wilayah pengelolaan
perikanan Negara Republik Indonesia
alat bantu penangkapan ikan yang berada di sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9
kapal penangkap ikan yang tidak sesuai dipidana dengan pidana penjara paling lama 5
(lima) tahun dan denda paling banyak
dengan ukuran yang ditetapkan, alat Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
penangkapan ikan yang tidak sesuai dengan
UU No 31 th 2004 UU NO 45 th 2009
PASAL 93
(1) Setiap orang yang memiliki dan/atau (1) Setiap orang yang memiliki dan/atau
mengoperasikan kapal penangkap ikan mengoperasikan kapal penangkap ikan
berbendera
berbendera Indonesia melakukan
penangkapan ikan di wilayah pengelolaan Indonesia melakukan penangkapan ikan di
perikanan wilayah pengelolaan perikanan Negara
Republik Indonesia dan/atau di laut lepas, Republik Indonesia dan/atau di laut lepas,
yang tidak memiliki SIPI sebagaimana yang tidak memiliki SIPI sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), dipidana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), dipidana
dengan pidana penjara paling lama 6 dengan pidana penjara paling lama 6 (enam)
(enam) tahun dan denda paling banyak tahun dan denda paling banyak Rp.
Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah). 2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah).
(2) Setiap orang yang memiliki dan/atau (2) Setiap orang yang memiliki dan/atau
mengoperasikan kapal penangkap ikan mengoperasikan kapal penangkap ikan
berbendera
berbendera asing melakukan penangkapan
ikan di wilayah pengelolaan perikanan asing melakukan penangkapan ikan di ZEEI
yang tidak memiliki SIPI sebagaimana
Republik Indonesia, yang tidak memiliki
SIPI sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 dimaksud dalam Pasal 27 ayat (2), dipidana
dengan pidana penjara paling lama 6 (enam)
ayat (2), dipidana dengan pidana penjara
paling lama 6 (enam) tahun dan denda tahun dan denda paling banyak
Rp20.000.000.000,00 (dua puluh miliar
paling banyak Rp20.000.000.000,00 (dua rupiah).
puluh miliar rupiah).
(3) Setiap orang yang mengoperasikan kapal
penangkap ikan berbendera Indonesia di
rupiah).
Tanggapan :
Faktor perizinan merupakan salah satu kerangka pengendalian penangkapan ikan, untuk
itulah dalam kegiatan penangkapan ikan wajib terlebih dahulu memperoleh izin. Dalam
pemberian izin penangkapan harus mempertimbangkan sumber daya ikan yang tersedia,
kapal,serta alat penangkap ikan yang digunakan.
Tindak pidana illegal fishing memerlukan penanganan yang lebih serius karena kegiatan
tersebut tidak hanya menyebabkan kerugian terhadap perekonomian nasional, tetapi juga
akan menimbulkan kerusakan ekologi dan sumber daya laut
Indonesia
Undang Nomor 31
Tahun 2004 tentang Perikanan yang menyebutkan bahwa setiap orang yang memiliki
dan/atau mengoperasikan kapal penangkap ikan berbendera Indonesia/asing yang
dipergunakan untuk melakukan penangkapan ikan di wilayah pengelolaan perikanan
Republik Indonesia dan/atau laut lepas wajib memiliki SIPI
PASAL 94
pengelolaan perikanan Republik Indonesia yang Setiap orang yang memalsukan dan/atau
melakukan pengangkutan ikan atau menggunakan SIUP, SIPI, dan SIKPI
palsu
kegiatan yang terkait yang tidak memiliki SIKPI
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28A
dipidana dengan pidana penjara paling
ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh)
lama 5 (lima) tahun dan denda paling
tahun dan denda paling banyak Rp.
banyak Rp1.500.000.000,00 (satu miliar lima 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
ratus juta rupiah).
Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan (SIKPI) adalah izin tertulis yang harus dimiliki setiap kapal
perikanan untuk melakukan pengangkutan ikan. Bagi setiap orang yang memiliki dan/atau
mengoperasikan kapal pengangkut ikan di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia
wajib memiliki SIKPI, hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 28. Dan diantara pasal 94 dan
95 disisipkan pasal 94A
Tanggapan :
Disini perubahan tidak terlalu begitu besar. Kalau pada UU no 31 th 2004 menunjukkan
berdasarkan surat berlayar yg terlah di terbitkan syahbandar namun pada UU no 45 th 2009
ditulis surat pertujuan berlayar.
PASAL 100
Pasal 7 ayat (2) dipidana dengan pidana denda Dalam hal tindak pidana sebagaimana
paling banyak Rp250.000.000,00 (dua dimaksud dalam Pasal 28A, pemalsuan
persetujuan
ratus lima puluhjuta rupiah).
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35
ayat (1), dan pemalsuan pendaftaran
sebagaimana
Pasal 100B
Pasal 100C
Pasal 100D
perikanan.
Pada UU no 31 th 2004, setiap orang yang melakukan pelanggaran tidak di sebutkan dengan
rinci. Dan di sempurnakan pada UU no 45 th 2009 dengan di sisipkannya pasal 100A, 100B,
100C, dan 110D. sehingga keterangan pelanggarannya lebih terinci
86, Pasal 87, Pasal 88, Pasal 89, Pasal 90, Pasal
91, Pasal 92, Pasal 93, Pasal 94, Pasal 95,
bersangkutan.
Pasal 96, Pasal 97, Pasal 98, Pasal 99, dan Pasal
100 adalah pelanggaran;
Nomor 3260) khususnya yang berkaitan dengan tentang Zona Ekonomi Eksklusif
tindak pidana di bidang perikanan, Indonesia (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
1983 Nomor 44, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3260)
Pasal 110A
Tanggapan :
Pada UU no 31 th 2004 pada bagian b di jelaskan sejak UU ini berlaku bentuk pidana seseuai
pasal 16 ayat 1 namun pada UU no 45 th 2009 sejak UU ini berlaku hokum pidana yang
sesuai pasal 16 ayat 1 ditambah dengan Ketentuan mengenai penyidikan sebagaimana diatur
dalam Pasal 14. Dan diantara pasal 110 dan pasal 111 disisipkan pasal 110A mengenai
pelaksanaan Undang –undang harus di tetapkan paling lama 1 th sejak UU ini diundangkan
PASAL 111 Tidak ada perubahan