“ ASMA “
Dosen pembimbing :
POPPY DWI CITRA JALURI, M.Farm., Apt
Disusun Oleh :
Bramantio Erlangga : 161210001
Intan Dwi lestari : 161210007
Nur Aliah : 161210012
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah farmakoterapi 1 dengan judul “ASMA”
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah
ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Asma merupakan penyakit inflamasi (peradangan) kronik saluran nafas yang
ditandai adanya episodik, batuk dan rasa sesak di dada akibat penyumbatan
saluran nafas, termasuk dalam kelompok penyakit pernafasan kronik. Walaupun
mempunyai tingkat fatalitas yang rendah namun jumlah kasusnya cukup banyak
ditemukan dalam masyarakat. Badan Kesehatan (WHO) memperkirakan 100-150
juta penduduk dunia menderita asma. Bahkan jumlah ini diperkirakan akan terus
bertambah hingga mencapai 180.000 orang setiap tahun
(Depkes, 2009).
Kortikosteroid merupakan obat yang paling efektif untuk penatalaksanaan
asma. Bagi pasien asma akut yang perlu dipindahkan dari rumah ke rumah sakit,
kortikosteroid oral atau intravena harus diberikan sebelum pemindahan (Depkes,
2006). Kortikosteroid oral atau intravena yang digunakan yaitu metilprednisolone,
dexamethasone dan prednisone (Depkes, 2007). Kortikosteroid inhalasi yang
digunakan meliputi beklometason dipropionat, budesonid, flunisonid, flutikason
propionat, mometason furoat dan triamsinolon asetat (Ikawati, 2006).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Dr. Sardjito
Jogjakarta tahun 2005 menujukkan bahwa obat antiasma yang paling banyak
digunakan adalah golongan kortikosteroid. Evaluasi penggunaan obat asma
menunjukkan 97,01% tepat indikasi, 56,72% tepat pasien, 91,43% tepat obat dan
90,77% tepat dosis. Sedangkan lama rawat inap sebagian besar pasien adalah 1-5
hari (Karminingtyas, 2005).
Penelitian ini dilaksanakan di Instalasi Rawat Inap RSUD Dr.Moewardi
Surakarta dengan alasan Rumah Sakit ini merupakan salah satu Rumah Sakit
terbesar dan Rumah Sakit rujukan pertama di kota Surakarta. Selain itu, jumlah
pasien asma di Rumah Sakit tersebut cukup tinggi. Sehingga mendorong peneliti
untuk melakukan penelitian di Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Moewardi
1
Surakarta. Penelitian dilakukan dengan mengevaluasi penggunaan kortikosteroid
pada penyakit asma pasien rawat inap di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
Dari hasil penelitian tersebut, diharapkan dapat memberi gambaran mengenai
rasionalitas penggunaan kortikosteroid pada penyakit asma pasien rawat inap dan
untuk meningkatkan pelayanan kefarmasian di RSUD Dr. Moewardi Surakarta.
BAB II
PEMBAHASAN
2
Asma merupakan penyakit kronis saluran pernapasan yang ditandai dengan
peningkatan reaktivitas terhadap berbagai stimulus dan sumbatan saluran napas
yang bisa kembali spontan atau dengan pengobatan yang sesuai (Depkes, 2007).
Menurut National Asthma Education and Prevention Program (NAEPP) pada
National Institute of Health (NIH) Amerika, asma didefinisikan sebagai penyakit
inflamasi kronik pada paru yang dicirikan oleh obstruksi saluran napas yang
bersifat reversibel, inflamasi jalan napas, peningkatan respon jalan napas
terhadap berbagai rangsangan (Ikawati, 2006).
2.2 Etiologi Asma
a. Adanya kontraksi otot di sekitar bronkus terjadi penyempitan jalan nafas
b. Adanya pembengkakan membran bronkus
c. Terisinya bronkus oleh mokus yang kental
Gejala asma yaitu batuk, sesak, mengi merupakan akibat dari obstruksi bronkus
yang didasari oleh inflamasi kronik dan hiperaktivita bronkus.
3
kali sebulan
Serangan asma mengganggu
aktivitas
Gejala timbul setiap hari
Serangan asma malam terjadi lebih
dari satu kali dalam seminggu
Serangan asma yang lebih berat
terjadi sekurang-kurangnya dua
Asma Persisten Sedang
kali
Serangan membutuhkan
pengobatan setiap hari
Serangan asma mengganggu
aktivitas sehari – hari
Gejala asma berlangsung terus
menerus dan timbul setiap hari
Serangan berat sering terjadi
Serangan asma malam sering
Asma Persisten Berat
terjadi
Aktivitas fisik terbatas
2.4 Patofisiologi
Secara skematis mekanisme terjadinya asma digambarkan sebagai berikut :
4
parameter objektif untuk menetukan beratnya hiperaktivitas bronkus yang ada
pada seseorang pasien.berbagai cara diguanakan untuk mengukur hiperaktivitas
bronkus ini,antara lain dengan uji provokasi beban kerja,inhalasi udara
dingin,inhalasi antigen maupun inhalasi zat nonspesifik.
Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah factor antara lain
allergen,virus dan iritan yang dapat mengiduksi respon inflamasi akut yang
teridir atas reaksi asma dini dan reaksi asma lambat setelah reaksi asma awal dan
lambat ,proses dapat terus berlanjut menjadi reaksi inflamasi sub akut atau
kronik.pada keadaan ini terjadi inflamasi di bronkus dan sekitarnya berupa
infiltrasi sel-sel inflamsi terutama eosinophil dan monosit dalam jumlah besar ke
dinding dan lumen bronkus.
Penyempitan saluran napas yang terjadi pada asma merupakan suatu hal yang
kompleks.hal ini terjadi karena lepasnya mediator dari sel mast yang banyak
ditemukan di permukaan mukosa bronkus,luman jalan napas dan di bawah
membrane basal.berbagai factor pencetus dapat mengaktivasi sel mast.selain sel
mast,sel lain juga dapat melepaskan mediator adlah sel makrofag
alveloir,eosinofil,sel epitel jalan napas,netrofil,platelet,limfosit dan monosit.
Inhalasi allergen akan mengkatifkan sel mast intralumen,makrofag alveolar
maka vagus dan mungkin juga epitel saluran napas.peregangan vagal
menyebabkan reflex bronkus,sedangkan mediator inflamasi yang dilepaskan oleh
sel mast dan makrofag akan membuat epitel jalan napas lebih permeable dan
memudahkan allergen masuk ke dalam submukosa,sehingga memperbesar reaksi
yang terjadi.
Mediator inflamasi secara langsung maupun tidak langsung menyebabkan
serangan asma,melalui sel efektor sekunder seperti eosinofil,netrofil,platelet,dan
limfosit.sel-sel inflamsi ini juga mengeluarkan mediator yang kuat seperti
lekotriens.tromboksan,PAF dan protein sitoksis yang memperkuat reaksi
asma.keadaan ini menyebabkan inflamasi yang akhirnya menimbulakn
hiperaktivitas bronkus.
5
Untuk menjadi pasien asma,ada 2 faktor yang berperan yaitu factor genetic
dan factor lingkungan. Ada beberapa prose yang terjadi sebelum menjadi pasien
asma :
1. Sentilisasi : yaitu seseorang dengan resiko genetic dan lingkungan apabila
terpajang dengan pemicu (inducer/sensitizer) maka akan timbul sensitilasi
pada dirinya.
2. Seseorang yang telah mengalami sensitilisasi maka belum tentu menjadi asma
apabila seseorang yang telah mengalami sensitilisasi terpajan dengan pemacu
maka terjadi proses inflamasinya berat secara klinis berhubungan dengan
hiperaktivitas bronkus.
3. Setelah mengalami inflamsi maka bila seseorang terpajan oleh pencetus maka
akan terjadi serangan asma.
Faktor – factor pemicu antara lain: allergen dalam ruangan tungau debu rumah
binatang berbulu allergen kecoak,jamur,kapang,ragi serta pejana asap rokok,
pemicu dan pemacu ditambah dengan aktivitas fisik,udara
dingn,histamine,dan metakolin.
6
Ditujukan untuk pencegahan inflamasi pada anak yan telah
tersensitisasi dengan cara menghindari pajanan asap rokok,serta alergi
dalam ruangan.
3. Tersier
Untuk mencegah menifestasi pada anak yang telah menunjukkan
menifestasi penyakit alergi.
2.5 Diagnosis
Diagnosis asma yang tepat sangatlah penting,sehingga penyakit ini dapat
ditangani dengan semestinya, mengi(whezzing) dan / atau batuk kronik, berulang
merupakan titik awal untuk menegakan diagnosis.
Secara umum untuk menegakan diagnosis asma diperlukan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis
Ada beberapa hal yang harus ditanyakan dari pasien asma antara lain :
a. Apakah ada batuk yang berulang terutama pada malam menjelang dini
hari ?
b. Apakah pasien mengalami mengi atau dada terasa berat atau batuk setelah
terpajan allergen atau polutan ?
c. Apakah pada waktu pasien mengalami selesma merasakan sesak di dada
dan selesmanya menjadi berkepanjangan (10 hari atau lebih) ?
d. Apakah ada mengi atau rasa berat di dada atau batuk setelah melakukan
aktifitas atau olahraga ?
e. Apakah gejala – gejala tersebut di atas berkurang/hilang setelah pemberian
obat pelega (bronkodilator) ?
f. Apakah ada batuk, mengi, sesak di dada jika terjadi perubahan
musim/cuaca suhu yang ekstrim (tiba - tiba) ?
g. Apakah ada penyakit alergi lainya (rhinitis, dermatis, atopi, konjuktivitas
alergi) ?
7
h. Apakah dalam keluarga (kakek/nenek, orang tua, saudara kandung,
saudara sepupu) ada yang menderita asma atau alergi ?
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik dapat bervariasi dari normal sampai didapatkanya
kelainan. Perlu diperhatkan tanda – tanda asma dan penyakit alergi lainya.
Tanda asma yang paling sering ditemukan adalah mengi, namun pada
sebagian pasien asma tidak dapat mengi diluar serangan. Begitu juga pada
asma yang sangat berat berat mengi tidak dapat didengar, biasanya pasien
dalam keadaan sianosis dan kesadaran menurun.
Secara umum pasien yang sedang mengalami serangan asma dapat
ditemukan hal – hal sebagai berikut, sesuai derajat serangan :
A. Inspeksi
Pasien terlihat gelisah
Sesak (napas cuping hidung, napas cepat, retraksi sela iga, retraksi
epigastrium,retraksi suprasternal)
Sianosis
B. Palpasi
Biasanya tidak ditemukan kelainan
Pada serangan berat dapat terjadi pulsus paradoksus
C. Perkusi
Biasanya tidak ditemukan kelainan
D. Auskultasi
Ekspirasi memanjang
Mengi
Suara lender
3. Pemeriksaan penunjang
8
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan untuk diagnosis asma :
A. Pemeriksaan fungsi/faal paru dengan alat spirometer
B. Pemeriksaan arus puncak ekspirasi dengan alatg peek flow rate meter
C. Uji reversibilitas (dengan bronkodilator)
D. Uji provokasi bronkus, untuk menilai ada/tidaknya hiperaktivitas bronkus
E. Uji alergi (tes tusuk kulit / skin prick test) untuk menilai ada tidaknya alergi
F. Foto toraks, pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan penyakit
selain asma.
2.6 Terapi Dan Penatalaksanaan
2.6.1 Terapi non farmakologi
• Pemantauan kepatuhan pasien pada terapi yang telah diberikan.
• Menghidari pemicu gejala terjadinya alergi
• Menggurangi penggunaan obat-obatan yang dapat menyebabkan asma
• Menghindari pemicu dari lingkungan
• Berhenti merokok
• Pasien dengan asma berat harus menerima asupan oksigen,untuk
meningkatkan tekanan oksigen agar bisa menyebar keseluruh tubuh.s
2.6.2 Terapi farmakologi
A. Pentalaksaan asma akut (saat serangan)
Serangan akut adalah episodic perburukan pada asma yang harus
diketahui oleh pasien.penatalaksaan asma sebaiknya dilakukan oleh
pasien di rumah,dan apabila tidak perbaikan segera ke fasilitas
pelayanan kesehatan.beratnya serangan berdasarkan riwayat serangan
termasuk gejala,pemeriksaan fisik dan sebaiknya pemeriksaan faal
paru,untuk selanjutnya diberikan pengobatan yang tepat dan cepat.
9
untuk pengobatan cepat sering digunakan suatu bronkodilator (β2
agonis aksi cepat, antikolinergik, metilksantin) dan kortikosteroid oral
(sistemik).obat-obat asma dapat dijumpai dalam bentuk oral, larutan
nebulizer, dan metered-dose inhaler (Ikawati, 2006).
Kortikosteroid sistemik
Mekanismenya kortikosteroid berdifusi secara langsung melewati
membran sel dan berikatan dengan reseptor glukokortikoid (GR) di
dalam sitoplasma. Reseptor ini biasanya berikatan dengan protein yang
dikenal sebagai chaperone diantaranya heat shock protein-90 (hsp-90)
dan FK-binding protein yang melindungi reseptor dan mencegah
lokalisasi inti dengan melindungi suatu tempat pada reseptor yang
diperlukan dalam proses transpor melewati membrane inti ke dalam inti
sel. Kortikosteroid mengatur ekspresi gen melalui beberapa cara.
Kortikosteroid akan memasuki sel untuk berikatan dengan GR di dalam
sitoplasma yang bertranslokasi ke dalam inti sel. Kortikosteroid yang
berikatan dengan GR akan menimbulkan perubahan struktur reseptor
sehingga terjadi disosiasi protein chaperone molekular yang
mengakibatkan terjadinya transport cepat kompleks reseptor
glukokortikoidkortikosteroid ke dalam inti sel dan selanjutnya akan
berikatan dengan elemen glucocorticoid response elements (GRE).
Homodimer GR berikatan dengan GRE di daerah promoter gen sensitive
steroid yang Annexin, secretory leukoprotease inhibitor (SLPI),
mitogenactivated kinase phosphatase-1 (MKP-1), inhibitor
glucocorticoid-induced leucinezipper protein (GILZ). Interaksi GR dan
GRE akan menyebabkan peningkatan transkripsi gen (transakti-vasi)
tetapi bila tidak terdapat situs GRE (GRE negatif), pengikatan GR
menyebabkan supresi gen (cisrepression) yang dikaitkan dengan efek
samping kortikosteroid (Rozaliyani dkk, 2011).
10
Macam-macam obat golongan kortikosteroid yang sering digunakan
dalam :
a. Deksametason
Indikasi deksametason adalah terap pemeliharaan dan profilaksis
asma. Dosis yang digunakan untuk dewasa : 0,75 - 9 m dalam 2 – 4
dosis terbagi dan untuk anak – anak : 0,024 – 0,34 mg/kg berat bada
dalam 4 dosis terbagi (Depkes, 2007).
b. Metil Prednisolon
Indikasi metil prednisolon adalah terapi pemeliharaan dan
profilaksis asma. Dosis yang digunakan untuk dewasa : 2 – 60 mg
dalam 4 dosis terbagi dan untuk anakanak : 0,117 – 1,60 mg/kg berat
badan setiap hari dalam 4 dosis terbagi (Depkes, 2007).
c. Prednison
Indikasi prednison adalah terapi pemeliharaan dan profilaksis asma.
Dosis yang digunakan untuk dewasa : 5 – 60 mg dalam 2 – 4 dosis
terbagi dan untuk anak anak : 0,14 – 2 mg/kg berat badan setiap hari
dalam 4 dosis terbagi (Depkes, 2007).
d. Triamsinolon
Indikasi triamsinolon adalah terapi pemeliharaan dan profilaksis
asma. Dosis yang digunakan untuk dewasa : 2 inhalasi (kira-kira 200
mcg), 3 sampai 4 kali sehari atau 4 inhalasi (400 mcg) dua kali
sehari. Dosis harian maksimum adalah 16 inhalasi (1600 mcg).
Dosis untuk anak-anak 6-12 tahun : Dosis umum adalah 1-2 inhalasi
(100-200 mcg), 3 sampai 4 kali sehari atau 2-4 inhalasi (200-400
mcg) dua kali sehari. Dosis harian maksimum adalah 12 inhalasi
(1200 mcg) (Depkes,2007).
e. Beklometason
Indikasi beklometason adalah terapi pemeliharaan dan profilaksis
asma.Penggunaan obat ini harus benar-benar diperhatikan karena
11
dapat terjadi supresi adrenal dan memberatkan kondisi pasien yang
mempunyai riwayat penyakit infeksi. Dosis yang digunakan untuk
dewasa dan anak >12 tahun :Pasien yang sebelumnya menjalani
terapi asma dengan bronkodilator saja: 40 – 80 mcg sehari. Pasien
yang sebelumnya menjalani terapi asma dengankortikosteroid
inhalasi : 40 -160 mcg sehari. Anak 5 – 11 tahun :Pasien yang
sebelumnya menjalani terapiasma dengan bronkodilator saja : 40
mcg sehari. Pasien yang sebelumnya menjalani terapi asma dengan
kortikosteroid inhalasi : 40 mcg sehari (Depkes, 2007).
f. Budesonid
Indikasi budesonid adalah terapi pemeliharaan dan profilaksis asma.
Dosis yang digunakan untuk dewasa : Pasien yang sebelumnya
menjalani terapi asma dengan bronkodilator saja : 200 – 400 mcg
sehari. Pasien yang sebelumnya menjalani terapi asma dengan
kortikosteroid inhalasi : 200–400 mcg sehari. Pasien yang
sebelumnya menjalani terapi asma dengan kortikosteroid oral 200 –
400 mcg sehari. Anak >6 tahun :Pasien yang sebelumnya menjalani
terapi asma dengan bronkodilator saja : 200 mcg dua kali sehari.
Pasien yang sebelumnya menjalani terapi asma dengan
kortikosteroid inhalasi:200 mcg sehari. Pasien yang sebelumnya
menjalani terapi asma dengan kortikosteroid oral , dosis maksimum
400 mcg dua kali sehari (Depkes, 2007).
g. Flutikason
Indikasi flutikason adalah terapi pemeliharaan dan profilaksis asma.
Dosis yang digunakan yaitu untukusia >12 tahun :Pasien yang
sebelumnya menjalani terapi asma dengan bronkodilator saja : 88
mcg dua kali sehari. Pasien yang sebelumnya menjalani terapi asma
dengan kortikosteroid inhalasi : 88 – 220 mcg sehari. Pasien yang
12
sebelumnya menjalani terapi asma dengan kortikosteroid oral, dosis
maksimum 880 mcg dua kali sehari (Depkes, 2007).
h. Flunisolid
Indikasi flunisolid adalah terapi pemeliharaan dan profilaksis asma.
Dosis yang digunakan untuk dewasa : 2 inhalasi (500 mcg) dua kali
sehari, pada pagi dan malam (total dosis dalam sehari 1000 mcg).
Jangan melebihi dosis 4 inhalasi dua kali sehari (2000 mcg). Anak 6
– 15 tahun :2 inhalasi dua kali sehari (total dosis dalam sehari 1000
mcg) (Depkes, 2007).
i. Mometason
Indikasi mometason adalah terapi pemeliharaan dan profilaksis
asma. Dosis yang digunakan untuk dewasa dan anak lebih dari 12
tahun :Pasien yang sebelumnya menjalani terapi asma dengan
bronkodilator saja : 220mcg dua kali sehari. Pasien yang
sebelumnya menjalani terapi asma dengan kortikosteroid inhalasi :
220 mcg sehari. Pasien yang sebelumnya menjalani terapi asma
dengan kortikosteroid oral, dosis maksimum 440 mcg dua kali sehari
(Depkes, 2007).
13
Pada anak belum diberikan ipratrotium bromide inhalasi
maupun aminofilin iv bila diperlukan dapat diberikan oksigen dan
pemberian cairan iv. Pada serangan berat pasien dirawat dan
diberikan oksigen,cairan iv,β2 agonis kerja cepat ipratropium
bromide inhalasi,kortikosteroid iv dan aminofilin iv.apabila β2
agonis kerja cepat tidak tersedia dapat digantikan dengan adrenalin
subkutan. Pada serangan asma yang mengancam jiwa langsung
dirujuk ke ICU.
Pemberian obat – obat bronkodilator diutamakan dalam bentuk
inhalasi menggunakan nebulizer.bila tidak ada dapat menggunakan
IDT (MDI) dengan alat bantu (spacer.)
14
dilakukan sebelum diberikan kortikosteroid dan dosis diturunkan
apabila dua sampai tiga bulan kondisi telah terkontrol.
Obat asma yang digunakan sebagai pengontrol antara lain :
Inhalasi kortikosteroid
Β2 agonis kerja panjang
Antileukotrien
Teofilin lepas lambat
Selain edukasi dan obat – obatan diperlukan juga menjaga
kebugaran antara lain dengan melakukan senam asma. Pada dewasa
dengan senam asma Indonesia menggunakan olahraga lain yang
menunjang kebugaran.dengan melaksanakan ketiga hal diatas
diharapakan tercapai teujuan penangnaan asma,yaitu asma
terkontrol.
15
16
17
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Asma merupakan penyakit kronis saluran pernapasan yang ditandai dengan
peningkatan reaktivitas terhadap berbagai stimulus dan sumbatan saluran napas
yang bisa kembali spontan atau dengan pengobatan yang sesuai.
Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas. Karakteristik utama asma
yaitu obstruksi aliran udara (terkait dengan bronkospasme, edema dan
hipersekresi), BHR, dan peradangan saluran nafas. Peradangan muncul dari BHR
spesifik, bronchoalveolar lavage, biopsies bronkial dan induksi dahak, serta dari
pengamatan postmortem pasien asma yang meninggal karena serangan asma atau
penyebab lain.
Gejala umum asma :
Batuk asma sering lebih buruk pada malam hari atau pagi, sehingga sulit
untuk tidur.
Mengi adalah suara siulan yang melengking yang muncul ketika Anda
bernapas.
Dada sesak Ini mungkin terasa seperti ada sesuatu menekan dada
Anda,Sesak napas.
Terapi non farmakologi
18
Pemantauan kepatuhan pasien pada terapi yang telah diberikan.
Menghidari pemicu gejala terjadinya alergi
Menggurangi penggunaan obat-obatan yang dapat menyebabkan asma
Menghindari pemicu dari lingkungan
Berhenti merokok
Pasien dengan asma berat harus menerima asupan oksigen,untuk
meningkatkan tekanan oksigen agar bisa menyebar keseluruh tubuh.
19
DAFTAR PUSTAKA
Wells,B.G.,Dipiro,J.T.,Schwinghammer,T.L.,Dipiro,C.V.2015.Pharmacotherapy
Handbook,Ninth Edition.McGraw-Hill Education.New York.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 23 Tahun
1992 tentang Kesehatan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 100,
Tambahan Lembaran Negara Nomor 3495).
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 29 Tahun
2004 tentang Praktik Kedokteran (Lembaran Negara Tahun 2004
Nomor 100, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4431).
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 32 Tahun
2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Tahun 2004
Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4437).
Sebagaimana diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun
2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembar Negara Tahun
2008 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4844).
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Peraturan Pemerintahan Nomor 38
Tahun 2007 tentang Tenaga Kesehatan (Lembaran Negara Tahun
1996 Nomor 49,Tambahan Lembaran Negara Nomor 3637).
20
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Peraturan Pemerintahan Nomor 38
Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan Antar
Pemerintahan, Pemerintahan Daerah provinsi,dan Pemerintahan Daerah
Kabupaten/Kota (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor
82,Tambahan Lembaran Negara Nomor 8737).
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun
tentang Kedudukan,Tugas,Fungsi,Susunan Organisasi,dan Tata
Kerja Pemerintahan Negara Republik Indonesia.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia,Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1116/Menkes/SK/VIII/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan
Sistem Surveilens Epidemiologi Kesehatan.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1479/Menkes/SK/X/2003 tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem
Surveilens Epidemiologi Penyakit Menular dan Tidak Menular
Terpadu;
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1575/Menkes/Per/XI/2005 tentang Susunan Organisasi dan Tata
Kerja Departemen Kesehatan sebagaimana telah diubah dengan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1295/Per/XII/2007.
21