Anda di halaman 1dari 4

ABSTRAK

ANALISIS KOMPREHENSIF KESTABILAN LERENG PADA


TRANSISI TAMBANG TERBUKA-TAMBANG BAWAH TANAH
METODE AMBRUKAN

Oleh
Eman Widijanto
NIM: 32113001
(Program Studi Doktor Rekayasa Pertambangan)

Pada batas kedalaman tertentu, tambang terbuka sudah tidak layak untuk dilanjutkan
berdasarkan kajian teknis dan evaluasi ekonomi. Metode tambang bawah tanah
ambrukan (block caving) menjadi salah satu alternatif untuk melanjutkan penambangan
pada badan bijih yang sama. Proses transisi dari tambang terbuka ke tambang bawah
tanah metode ambrukan mengakibatkan terjadinya perubahan geometri dan dimensi
bukaan tambang. Perubahan tersebut akan berpengaruh terhadap distribusi tegangan,
konfigurasi air tanah, dan juga kekakuan (stiffness) dari sistem tambang terbuka dan
tambang bawah tanah serta meningkatkan risiko ketidakstabilan lereng tambang terbuka.

Longsor dini (early failure) merupakan salah satu risiko geoteknik di lereng tambang
terbuka pada proses transisi dan interaksi tersebut. Material longsor dapat menutupi dasar
tambang terbuka dan berpotensi menyebabkan pengotoran dini (early dilution) serta
berkurangnya cadangan tambang bawah tanah secara signifikan. Pengetahuan dan
pemahaman yang lebih baik mengenai karakteristik kestabilan lereng tambang terbuka
pada proses transisi dan interaksi tambang terbuka ke tambang bawah tanah metode
ambrukan akan membantu pengelolaan kestabilan lereng tambang terbuka.

Tujuan dari penelitian ini adalah mengembangkan metodologi analisis untuk menilai
kestabilan lereng tambang terbuka yang relatif praktis dan dapat meminimalkan
terjadinya longsor dini, sekaligus memaksimalkan: 1) data pencakraman inti (core
disking), 2) hasil pemantauan perpindahan (displacement monitoring) yang terkait
dengan bentuk lereng dan kedalaman tambang, 3) hasil pemantauan muka air tanah di
crown pillar, dan 4) data pengukuran tegangan in-situ sebagai masukan dalam
perencanaan tambang.

Data pencakraman inti dapat dipergunakan sebagai indikator tegangan horizontal yang
tinggi dengan arah tegak lurus terhadap sumbu pengeboran. Hasil pemodelan geoteknik
dan data pemantauan prisma menunjukkan bahwa geometri dan dimensi bukaan tambang
berpengaruh terhadap kestabilan lereng (kedalaman tambang, ketebalan crown pillar,
serta bentuk lereng). Kedalaman tambang melebihi 500 meter dan ketebalan crown pillar
kurang dari 80 meter menjadi batas kritis di Tambang Terbuka Grasberg ketika mulai
terjadi peningkatan tegangan dan perpindahan yang signifikan. Sementara bentuk lereng
cekung (tampak atas) secara umum lebih stabil dibandingkan bentuk lereng lurus atau
cembung (memiliki rata-rata perpindahan yang lebih rendah 14-20%). Pada pemantauan
muka air tanah di crown pillar dengan mempergunakan piezometer menunjukkan tidak
adanya relasi yang kuat antara kenaikan muka air tanah dengan curah hujan serta

1
kenaikan air permukaan di dasar tambang pada saat itu. Hal ini berkaitan dengan
rendahnya permeabilitas batuan (RQD rata-rata atau Rock Quality Designation 50-80%
dan konduktivitas hidrolik batuan yang dikategorikan sedang hingga sangat rendah) serta
penambangan bawah tanah metode ambrukan yang belum dimulai. Hasil pemodelan
geoteknik menunjukkan juga terjadinya penurunan kekakuan (stiffness) massa batuan
dari sistem tambang terbuka-tambang bawah seiring membesarnya bukaan tambang
bawah tanah akibat kemajuan ambrukan (caving).

Metodologi analisis penilaian kestabilan lereng tambang terbuka dengan


mempergunakan parameter tegangan dan (tegangan prinsipal mayor dan minor)
dari kejadian longsor aktual dapat dipergunakan sebagai acuan atau indikator kestabilan
lereng pada proses transisi dan interaksi ke metode tambang bawah tanah ambrukan.
Indikator kestabilan lereng tersebut dan pengoptimalan gabungan data arah tegangan
horizontal yang tinggi dari analisis pencakraman inti serta bentuk lereng yang stabil dapat
dipergunakan sebagai masukan dalam perencanaan tambang bawah tanah, penentuan
lokasi infrastruktur tambang, dan prioritas perawatan tambang terbuka untuk
meminimalkan potensi terjadinya longsor dini dan ketidakstabilan infrastruktur tambang
jangka panjang.

Kata kunci: transisi, tambang terbuka, tambang bawah tanah metode ambrukan (block
cave mining atau block caving), tegangan, air tanah, kekakuan (stiffness), longsor dini
(early failure), indikator kestabilan lereng

2
ABSTRACT

COMPREHENSIVE ANALYSIS ON SLOPE STABILITY THROUGH


THE TRANSITION FROM OPEN PIT TO UNDERGROUND BLOCK
CAVE MINING

By
Eman Widijanto
NIM: 32113001
(Doctoral Program in Mining Engineering)

At certain depth, the open pit mine is not feasible to be continued based on technical
analysis and economic evaluation. Underground block cave mining is one of alternatives
for continuing mine production in the same orebody. The transition of open pit to
underground block cave mining creates geometry and dimension changes of mining
excavation. The changes influence stress distribution, ground water configuration and
stiffness of open pit and underground mine system also increase slope instability risks.

Early failure is one of geotechnical risks in open pit slope as a result of transition and
interaction between open pit and underground block cave mining. The failure material
covers bottom pit and can be associated with significant underground ore reserve loss
due to early dilution. Better knowledge and understanding about slope stability
characteristics during transition and interaction from open pit to underground block
cave mining will contribute in slope stability management.

The aim of this research is to develop methodology analysis which relatively practical
and can minimize eary failure risks, also to optimize: 1) core disking data, 2)
displacement monitoring in relation with pit shape and depth, 3) ground water
monitoring at crown pillar, and 4) in-situ stress measurement as the inputs for mine
planning.

Core disking data can be utilized as an indicator of high horizontal stress that is
perpendicular to the drilling axis. Geotechnical modeling result and prism data
monitoring show that geometry and dimension of mine opening influence slope stability
(pit depth, crown pillar thickness and pit wall shapes). Open pit mining depth more than
500 m and crown pillar thickness less than 80 m in Grasberg Mine are the critical limits
as both stress and displacement start to increase significantly. The concave pit wall
shape is more stable than straight or convex pit shape (the average displacement is 14-
20% lower). Piezometer monitoring at crown pillar showed that there is no significant
correlation among ground water fluctuation, rainfall and surface water increase at pit
bottom due to low permeability of crown pillar (the average RQD or Rock Quality
Designation is about 50-80% and its hydraulic conductivity is categorized as moderate
to very low) also underground block caving production was not started yet. Geotechnical
modeling result also shows decrease rock mass stiffness of open pit and underground
mine system as the underground mine opening grows due to cave development.
3
The analysis methodology to assess slope stability by and (major and minor
principle stresses) from slope failure events can be utilized as a slope stability indicator
during transition and interaction to underground block cave mining. This slope stability
indicator and optimizing high horizontal stress direction from core disking data and
stable slope shape can be utilized as the inputs for underground mine planning, mine
infrastructure locations, and pit maintenance priority to minimize potential early failure
and longterm instability at mine infrastructures.

Keywords: transition, open pit, block cave mining (block caving), stress, groundwater,
stiffness, early failure, slope stability indicator

Anda mungkin juga menyukai