Anda di halaman 1dari 28

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Medis

1. Kesehatan Reproduksi

Kesehatan reproduksi menurut WHO adalah kesejahteraan fisik,

mental, dan sosial yang utuh bukan hanya bebas dari penyakit atau

kecacatan, dalam segala aspek yang berhubungan dengan sistem

reproduksi, fungsi serta prosesnya. Pemeliharaan kesehatan reproduksi

merupakan suatu metode, teknik dan pelayanan yang mendukung

kesehatan dan kesejahteraan reproduksi melalui pencegahan dan

penyelesaian masalah kesehatan reproduksi, hal ini juga mencakup

kesehatan seksual, yang bertujuan meningkatkan status kehidupan dan

hubungan-hubungan perorangan, dan bukan semata-mata konseling dari

perawatan yang bertalian dengan reproduksi dan penyakit yang ditularkan

melalui hubungan seks (Nugroho, 2012).

2. Menstruasi

a. Pengertian

Menstruasi adalah perdarahan uterus yang terjadi secara siklik

dan dialami oleh sebagian besar wanita usia reproduktif (Norwitz,

Schorge, 2007). Menstruasi pertama kali yang dialami seorang

perempuan disebut menarke, yang pada umumnya terjadi pada usia

sekitar 14 tahun (Anwar, Baziad dan Prabowo, 2011).


commit to user

6
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
7

Menstruasi normal terjadi akibat turunnya kadar progesteron

dari endometrium yang kaya esterogen. Siklus menstruasi yang

menimbulkan ovulasi disebabkan interaksi kompleks antara berbagai

organ. Disfungsi pada tingkat manapun dapat mengganggu ovulasi dan

siklus menstruasi. Gangguan dari siklus menstruasi tersebut dapat

berakibat gangguan uterus, gangguan kesuburan, abortus berulang,

atau keganasan (Manuaba, 2008).

b. Siklus Menstruasi

Siklus menstruasi yaitu jarak antara hari pertama menstruasi

dengan hari pertama menstruasi berikutnya. Lama menstruasi yaitu

jarak dari hari pertama sampai perdarahan menstruasi berhenti.

Menstruasi dikatakan normal apabila didapatkan siklus menstruasi 24

– 35 hari, lama menstruasi 3 – 7 hari, dengan jumlah darah selama

menstruasi berlangsung tidak melebihi 80 ml, ganti pembalut 2 – 6 kali

per hari (Anwar, Baziad dan Prabowo, 2011).

c. Aspek Endokrin Dalam Siklus Menstruasi

Menstruasi merupakan hasil kerja sama yang sangat rapih dan

baku dari sumbu Hipotalamus-Hipofisis-Ovarium (sumbu H-H-O).

Pada awal siklus terjadi pembentukan estrogen oleh FSH di sel

granulosa. Stimulus FSH tersebut menyebabkan pertumbuhan

beberapa folikel antral menjadi lebih besar, dan sekresi estrogen terus

meningkat. Pada hari 5-7 siklus kadar estrogen dan inhibin B sudah

cukup tinggi, secara bersama keduanya menekan sekresi FSH yang


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
8

mengakibatkan hanya satu folikel yang tumbuh (folikel dominan) dan

folikel lain mengalami atresia. Pada masa akhir folikular terjadi

lonjakan LH, progesterone, dan FSH. Sekitar 36-48 jam dari awal

lonjakan LH, oosit keluat dari folikel yang dikenal sebagai ovulasi.

Pascaovulasi, kadar progesterone meningkat sehingga menghambat

sekresi gonadotropin. Pada fase luteal, kadar progesterone dan

estrogen meningkat, mencapai puncaknya pada 7 hari pascaovulasi,

pada pertengahan fase luteal. Kemudain kadar keduanya menurun

karena korpus luteum mengalami atresia, mengakibatkan sekresi

gonadotropin meningkat, memasuki siklus baru berikutnya (Anwar,

Baziad dan Prabowo, 2011).

Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat digambarkan skema

umpan balik sumbu H-H-O sebagai berikut:

Gambar 2.1 skema umpan balik sumbu H-H-O


(Anwar, Baziad dan Prabowo, 2011)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
9

d. Gangguan Menstruasi

Menurut Anwar, Baziad dan Prabowo (2011) gangguan

menstruasi atau disebut juga dengan perdarahan uterus abnormal

merupakan keluhan yang sering menyebabkan seorang perempuan

datang berobat ke dokter atau tempat pertolongan pertama.

Berikut pembagian gangguan menstruasi pada masa reproduksi

antara lain:

1) Gangguan lama dan jumlah darah menstruasi

a) Hypermenorea (menoragia)

b) Hypomenorea

2) Gangguan siklus menstruasi

a) Polimenorea

b) Oligomenorea

c) Amenorea

3) Gangguan perdarahan di luar siklus menstruasi

a) Menometroragia

4) Gangguan lain yang berhubungan dengan menstruasi

a) Dismenorea

b) Sindroma pramenstruasi

Penyebab gangguan menstruasi atau perdarahan uterus

abnormal yaitu kelainan anatomis uterus, akibat gangguan fungsi

aksis hipotalamus-hipofisis-ovarium dan pancaindra, atau gangguan

pada serviks (Manuaba, 2008).


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
10

3. Menometroragia

a. Pengertian

Menurut Benson (2008) menometroragia adalah perdarahan yang

terjadi pada interval yang tidak teratur. Biasanya jumlah dan lama

perdarahan bervariasi. Penyebab menometroragia sama dengan

penyebab metroragi.

Menurut Gant dan Cunningham (2010) menometroragia adalah

perdarahan yang berlebihan dan lama dengan interval irregular dan

sering. Sedangkan menurut Manuaba (2008) menometroragia adalah

perdarahan uterus yang sesuai waktu, tetapi dengan jumlah yang

banyak.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat disimpulkan

bahwa menometroragia merupakan perdarahan menstruasi yang di

luar siklus menstruasi dengan durasi yang lama serta jumlah

perdarahannya banyak.

b. Etiologi

Penyebab menometroragia adalah berasal dari luar uterus

(gangguan pembekuan darah, terjadi akibat infeksi pada uterus) atau

berasal dari uterus sendiri yaitu gangguan hormonal, artinya semata-

mata akibat ketidakseimbangan hormonal dalam siklus menstruasi

yang mengaturnya (Manuaba, 2008)..

Menurut Wiknjosastro (2009) menometroragia dapat disebabkan

oleh kelainan organik pada alat genital atau oleh kelainan fungsional.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
11

1) Sebab-sebab organik

Perdarahan dari uterus, tuba, dan ovarium disebabkan oleh

kelainan pada:

a) Serviks uteri, seperti polipus servisis uteri, erosio porsionis

uteri, ulkus pada porsio uteri, karsinoma servisis uteri;

b) Korpus uteri, seperti polip endometrium, abortus imminens,

abortus sedang berlangsung, abortus inkompletus, mola

hidatidosa, koriokarsinoma, subinvolusio uteri, karsinoma

korporis uteri, sarkoma uteri, mioma uteri;

c) Tuba falopii, seperti kehamilan ektopik terganggu, radang tuba,

tumor tuba;

d) Ovarium, seperti radang ovarium, tumor ovarium.

2) Sebab-sebab fungsional

Perdarahan dari uterus yang tidak ada hubungannya

dengan sebab organik dinamakan perdarahan disfungsional.

Penelitian menunjukkan bahwa perdarahan disfungsional dapat

ditemukan bersamaan dengan berbagai jenis endometrium

diantaranya endometrium jenis sekresi dan nonsekresi yang

keduanya memiliki arti penting dalam membedakan perdarahan

yang anovulatoar dari yang ovulatoar.

a) Perdarahan ovulatoar

Untuk menegakkan diagnosa perdarahan ovulatoar, perlu

dilakukan kerokan pada masa mendekati menstruasi. Jika


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
12

karena perdarahan yang lama dan tidak teratur siklus

menstruasi tidak dikenali lagi, maka kadang-kadang bentuk

kurve suhu basal dapat menolong. Jika sudah dipastikan

bahwa perdarahan berasal dari endometrium tipe sekresi tanpa

adanya sebab organik, maka harus dipikirkan sebagai

etiologinya:

(1) Korpus luteum persistens; dijumpai perdarahan yang

kadang-kadang bersamaan dengan ovarium membesar.

(2) Insufisiensi korpus luteum karena kurangnya produksi

progesteron disebablan gangguan LH releasing factor.

(3) Apopleksia uteri; wanita dengan hipertensi dapat terjadi

pecahnya pembuluh darah dalam uterus.

(4) Kelainan darah; anemia, purpura trombositopenik, dan

gangguan dalam mekanisme pembekuan darah.

b) Perdarahan anovulatoar

Perdarahan anovulatoar biasanya dianggap bersumber

pada gangguan endokrin. Sedangkan pada masa pubertas

sesudah menarche, perdarahan yang tidak normal disebabkan

oleh gangguan atau lambatnya proses maturasi pada

hipotalamus, dengan akibat bahwa pembuatan Releasing

factor dan hormon gonadotropin tidak sempurna.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
13

c. Patofisiologi

Pada perdarahan anovulatoar, estradiol-17β diproduksi secara

terus-menerus tanpa pembentukan korpus luteum dan pelepasan

progesterone. Akibatnya tidak terjadi ovulasi dan menyebabkan

stimulasi / rangsangan estrogen berlebihan (unopposed estrogen) pada

endometrium. Endometrium mengalami proliferasi berlebih tetapi

tidak diikuti dengan pembentukan jaringan penyangga yang baik

karena kadar progesterone rendah. Endometrium menjadi tebal tapi

rapuh, jaringan endometrium lepas tidak bersamaan dan tidak ada

kolaps jaringan sehingga terjadi perdarahan yang tidak teratur

(Norwitz, Schorge, 2007; Anwar, Baziad, Prabowo, 2011).

Dari penjelasan di atas, patofisiologi menometroragia dapat

dijelaskan dalam bagan berikut:

Gangguan fungsional hipotalamus - hipofisis

Estradiol-17β diproduksi terus-menerus

Peningkatan estradiol-17β

Korpus luteum tidak terbentuk Progesteron tidak terbentuk

Penurunan sekresi estrogen

Proliferasi endometrium berlebihan

Endometrium tebal namun rapuh

Menometroragia
Bagan 2.1commit to user Menometroragia
Patofisiologi
(Norwitz, Schorge, 2007; Anwar, Bazied dan Prabowo, 2011)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
14

d. Faktor risiko

Menurut Wiknjosastro (2007) menometroragia karena sebab

fungsional paling sering dialami pada masa pubertas dan pada masa

pra menopause. Selain itu, stress yang dihadapi dalam kehidupan

sehari-hari, baik di dalam maupun di luar pekerjaan, kejadian-kejadian

yang mengganggu keseimbangan emosional seperti kecelakaan,

kematian dalam keluarga, pemberian obat penenang terlalu lama, dan

lain-lain, dapat menyebabkan menometroragia.

e. Keluhan subjektif

Keluhan gangguaan menstruasi bervariasi dari ringan sampai

berat dan tidak jarang menyebabkan rasa frustasi bagi penderita

(Anwar, Baziad dan Prabowo, 2011). Pada kasus menometroragia,

pasien datang dengan keluhan perdarahan saat menstruasi yang

berlangsung terus/panjang dan berdarah banyak (Manuaba, 2008).

f. Tanda klinis/laboratoris

Menometroragia menggambarkan pola perdarahan uterus

abnormal yang dapat terjadi setiap saat dan tidak terduga (Anwar,

Baziad dan Prabowo, 2011). Pada wanita perimenopause yaitu usia

antara masa pramenopause dan pascamenopause sekitar usia 40-50

tahun dilakukan analisis hormonal, yaitu pemeriksaan hormon FSH,

LH, dan estradiol. Kadar FSH > 35mIU/ml menunjukkan pasien telah

memasuki usia perimenopause, sedangkan kadar estradiol yang tinggi

menyebabkan terjadinya penebalan endometrium (Baziad, 2008)


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
15

g. Diagnosis

Sebagai langkah awal dalam menegakkan diagnosis, perlu

dilakukan anamnesa yang cermat meliputi:

1) Riwayat menstruasi : bagaimana mulainya perdarahan, apakah

didahului oleh siklus memanjang, oligomenorea / amenorea, sifat

perdarahan (banyak atau sedikit), lama perdarahan, ciri khas darah

yang hilang (misalnya warna, konsistensi, gumpalan), periode

menstruasi terakhir, periode menstruasi normal terakhir, menarke

(Anwar, Baziad, dan Prabowo, 2011; Benson, 2009).

2) Riwayat kesehatan: perlu diperhatikan adanya penyakit metabolik,

penyakit endokrin, dan penyakit menahun yang dicurigai sebagai

penyebab dari perdarahan (Wiknjosastro, 2007).

Pemeriksaan fisik dilakukan dengan cermat, perhatikan

kesehatan sistemik dan lakukan pemeriksaan panggul untuk

menyingkirkan kausa perdarahan yang jelas, seperti abortus

inkomplet, polip endometrium, leiomioma, kanker uterus atau serviks,

benda asing, atau vaginitis (Gant, Cunningham, 2010; Benson, 2009).

Pemeriksaan laoratorium yang perlu dilakukan meliputi uji

kehamilan yang sensitif jika diindikasikan, hitung darah lengkap

untuk mengevaluasi anemia, dan biopsi endometrium untuk

menyingkirkan kemungkinan karsinoma atau hiperplasia

endometrium. Untuk mengetahui ada tidaknya ovulasi dapat

dilakukan dengan pemeriksaan suhu basal badan (SBB), sitologi


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
16

vagina, atau analisa hormonal (FSH, LH, Estradiol, prolaktin, dan

progesteron). Cara pasti untuk menegakkan diagnosis tergantung pada

usia, paritas, dan anatomi pasien (Gant, Cunningham, 2010; Baziad,

2008; Benson, 2009).

h. Prognosis

Pada masa pubertas kemungkinan keganasan kecil sekali

dan ada harapan bahwa lambat laun keadaan menjadi normal dan

siklus menstruasi menjadi ovulatoar. Namun pada wanita dewasa

terutama dalam masa pramenopause dengan menometroragia, mutlak

diperlukan kerokan untuk menentukan ada tidaknya tumor ganas

(Wiknjosastro, 2007).

i. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pertama menometroragia ditentukan pada

keadaan umum. Jika keadaannya tidak stabil maka klien perlu dirawat

di rumah sakit untuk perbaikan keadaan umum. Pada keadaan akut,

dimana Hb sampai < 8 gr % maka klien harus dirawat dan diberikan

tranfusi darah. Jika telah stabil, segera dilakukan penanganan untuk

menghentikan perdarahan (Anwar, Baziad dan Prabowo, 2011;

Baziad, 2008). Penatalaksanaan penghentian perdarahan dapat dengan

terapi hormon ataupun nonhormon. Medikamentosa nonhormon yang

dapat digunakan untuk perdarahan uterus abnormal adalah sebagai

berikut (Anwar, Baziad dan Prabowo, 2011):

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
17

1) Obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID)

NSAID dapat memperbaiki hemostasis endometrium dan

mampu menurunkan jumlah darah menstruasi 20% hingga 50%.

Efek samping secara umumnya dapat menimbulkan keluhan

gastrointestinal dan merupakan kontraindikasi pada perempuan

dengan ulkus peptikum. Terdapat 5 kelompok NSAID berdasarkan

susunan kimianya, yakni:

a) Salisilat (aspirin)

b) Analog asam indoleasetik (indometasin)

c) Derivat asam proponik (ibuprofen) yang diberikan dengan

dosis 600-1200 mg sehari.

d) Fenamat (asam mefenamat) yang diberikan dengan dosis 250-

500 mg, 2 hingga 4 kali sehari.

e) Coxibs (celecoxib)

2) Antifibrinolisis

Endometrium memiliki sistem fibrinolitik. Pada perempuan

dengan keluhan perdarahan uterus abnormal ditemukan kadar

aktivator plasminogen pada endometrium lebih tinggi dari normal.

Penghambat aktivator plasminogen atau obat antifibrinolisis dapat

digunakan untuk pengobatan perdarahan uterus abnormal. Asam

traneksamat merupakan penghambat plasminogen yang bekerja

secara reversibel dan bila diberikan ketika perdarahan terjadi,

mampu menurunkan jumlah perdarahan 40-50%. Efek sampingnya


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
18

yakni keluhan gastrointestinal dan tromboemboli yang ternyata

kejadiannya tidak berbeda bermakna dibandingkan kejadian pada

populasi normal.

Sedangkan terapi hormon untuk menghentikan perdarahan

terlebih dahulu mempertimbangkan faktor aktivitas seksual yang

dikelompokkan menjadi 3 kelompok usia:

1) Usia pubertas

Pada usia pubertas, umumnya terjadi siklus anovulasi.

Sehingga tanpa pengobatan, siklus menstruasi dapat menjadi

ovulasi selama perdarahan tidak berbahaya atau tidak

mengganggu pasien. Pengobatan dapat diberikan bila gangguan

telah terjadi 6 bulan atau 2 tahun setelah menarche siklus ovulasi

belum dijumpai. Pada keadaan tidak akut dapat diberikan

antiprostaglandin, antiinflamasi nonsteroid, atau asam

traneksamat. Pada keadaan akut, diberikan estrogen-progesteron

kombinasi, pil kontrasepsi kombinasi atau estrogen dosis tinggi.

Yang paling mudah adalah pemberian pil kontrasepsi kombinasi

selama 3 hari. Setelah perdarahan dapat diatasi yakni dengan

tanda terjadinya perdarahan hebat 3-4 hari maka selanjutnya

dilakukan pengaturan siklus dengan pemberian tablet progesteron

misalnya MPA dosis 10 mg per hari selama 14 hari kemudian

pengobatan dihentikan 14 hari berikutnya, diulang selama 3 bulan

(Anwar, Baziad dan Prabowo, 2011; Baziad, 2008).


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
19

2) Usia reproduksi

Pada usia reproduksi, setelah dipastikan bahwa perdarahan dari

uterus dan bukan karena gangguan kehamilan maka dapat

dilakukan dilatasi dan kuretase yang kemudian diperiksakan

patologi-anatominya. Jika hasilnya perdarahan yang dialami

karena penyebab hormonal maka dapat diberikan terapi hormonal

estrogen-progesteron kombinasi atau pil kontrasepsi kombinasi

yang diberikan sepanjang siklus menstruasi dapat juga diberikan

tablet progesteron MPA dosis 10 mg / hari selama 14 hari

kemudian pengobatan dihentikan 14 hari berikutnya, diulang

selama 3 bulan (Anwar, Baziad dan Prabowo, 2011; Baziad,

2008; Wiknjosastro, 2007).

3) Usia perimenopause

Pada keadaan klien yang tidak akut, dapat segera dilakukan

dilatasi dan kuretase untuk mengetahui ada tidaknya keganasan.

Jika hasil pemeriksaaan patologi-anatomi menggambarkan

endometrium bentuk hiperplasia adenomatosa atau kistik maka

pertama kali dapat diberikan MPA 3x10 mg / hari selama 6 bulan

atau DMPA 150 mg / bulan selama 6 bulan. Kemudian dilakukan

dilatasi dan kuretase ulang setelah klien mendapat menstruasi

normal atau setelah pengobatan selesai terjadi perdarahan

abnormal (Baziad, 2008). Hasil dilatasi dan kuretase ulang ada 2

yakni:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
20

a) Tidak ditemukan gambaran hiperplasia, maka klien yang

mendapat MPA dapat melanjutkan terapinya dengan dosis

3x10 mg, 2 kali / minggu selama 6 bulan. Sedangkan yang

mendapat DMPA, tidak dilanjutkan. Setelah selesai

pengobatan dilanjutkan dengan pengaturan siklus menstruasi

sama seperti pada usia pubertas (Baziad, 2008).

b) Masih terdapat gambaran hiperplasia atau tidak menunjukkan

perubahan terhadap pengobatan yang diberikan, maka

pengobatan pilihan terakhir adalah histerektomi walaupun telah

dilakukan kuretase berkali-kali dan telah mempunyai cukup

anak (Baziad, 2008; Wiknjosastro, 2007).

Penatalaksanaan menometroragia dapat dijelaskan dalam bagan

berikut:
Penatalaksanaan Menometroragia terapi hormon

Usia Pubertas Usia Reproduksi Usia Perimenopause

Penghentian perdarahan Dilatasi & Dilatasi & kuretase


- Pil kontrasepsi kombinasi Kuretase PA dan USG

Pengaturan siklus Penyebab hormonal Hyperplasia


- MPA - MPA/ pil kombinasi endometrium
- MPA

Dilatasi & kuretase ulang

Tidak ada hyperplasia Ada hyperplasia endometrium,


endometrium, terapi lanjut sarankan histerektomi

commit to user
Bagan 2.2 Penatalaksanaan Menometroragia
(Baziad, 2008)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
21

4. Hipertensi

a. Pengertian

Menurut Townsend (2010), hipertensi adalah suatu keadaan di

mana tekanan darah seseorang secara konsisten berada pada atau di atas

140/90 mmHg. Sedangkan menurut Mansjoer (2007), hipertensi adalah

tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥90

mmHg, atau bila pasien memakai obat antihipertensi.

b. Etiologi

Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua golongan,

yaitu: (Mansjoer, 2007; Udjianti, 2010)

1) Hipertensi esensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui

penyebabnya, disebut juga hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar

95% kasus. Banyak faktor yang mempengaruhinya seperti genetik,

lingkungan, hiperaktivitas, susuna saraf simpatis, sistem urin-

angiotensin, defek dalam ekskresi Na, peningkatan Na dan Ca

intraselular, dan faktor-faktor yang meningkatkan risiko, seperti

obesitas, alkohol, merokok, serta polisitemia.

2) Hipertensi sekunder atau hipertensi renal. Terdapat sekitar 5%

kasus. Penyebab spesifiknya diketahui seperti penggunaan estrogen,

penyakit ginjal, hipertensi vaskular renal, coartation aorta,

neurogenik, kehamilan, luka bakar, dan peningkatan volume

intravaskular.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
22

c. Klasifikasi hipertensi

Klasifikasi hipertensi sesuai WHO/ISH yaitu sebagai berikut :

Klasifikasi Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Normotensi < 140 <90

Hipertensi ringan 140-180 90-105

Hipertensi sedang dan berat > 180 > 105

Hipertensi sistolik terisolasi >140 < 90

Tabel 2.1 klasifikasi hipertensi


(Mansjoer, 2007)

d. Tanda klinis / laboratoris

Peninggian tekanan darah kadang-kadang merupakan satu-satunya

gejala. Bila demikian, gjala baru muncul setelah terjadi komplikasi pada

ginjal, mata, otak, atau jantung. Gejala lain yang sering ditemukan

adalah sakit kepala, epistaksis, marah, telinga berdengung, rasa berat di

tengkuk, sukar tidur, mata berkunang-kunang, dan pusing (Udjianti,

2010).

Sedangkan pemeriksaan laboratorium rutin yang dilakukan

sebelum memulai terapi bertujuan menentukan adanya kerusakan organ

dan faktor risiko lain atau mencari penyebab hipertensi. Biasanya

diperiksa urinalisa, pemeriksaan darah lengkap, kimia darah (kalium,

natrium, kreatin, gula darah puasa, kolesterol total, kolesterol HDL),

dan EKG (Mansjoer, 2007).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
23

e. Penatalaksanaan

Tujuan deteksi dan penatalaksanaan hipertensi adalah menurunkan

risiko penyakit kardiovaskular dan mortalitas serta morbiditas yang

berkaitan. Tujuan terapi adalah mencapai dan mempertahankan tekanan

sistolik di bawah 140 mmHg dan tekanan diastolik dibawah 90 mmHg

dan mengontrol faktor risiko. Hal ini dapat dicapai melalui modifikasi

gaya hidup saja atau dengan obat antihipertensi.

Penatalaksanaan dengan obat anti hipertensi bagi sebagian besar

pasien dimulai dengan dosis rendah kemudian ditingkatkan secara

titrasi sesuai dengan umur dan kebutuhan. Setelah diputuskan untuk

memakai obat antihipertensi dan apabila tidak terdapat indikasi untuk

memilih golongan obat tertentu, diberikan diuretik atau beta bloker

(Mansjoer, 2007).

B. Teori Manajemen Kebidanan

1. Pengertian Manajemen Kebidanan

Manajemen kebidanan merupakan proses pemecahan masalah yang

digunakan sebagai metode untuk mengorganisasikan pikiran dan

tindakan dengan urutan logis dan perilaku yang diharapkan dari pemberi

asuhan yang berdasarkan ilmiah, penemuan, dan ketrampilan dalam

tahapan yang logis untuk pengambilan keputusan yang berfokus pada

klien (Varney, 2007).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
24

2. Pelaksanaan Manajemen Kebidanan Pada Kasus Menometroragia

disertai hipertensi berdasarkan 7 Langkah Varney (2008)

a. Langkah I Pengumpulan/Penyajian Data Dasar secara Lengkap

Data atau fakta yang dikumpulkan terdiri dari data subjektif

dan data objektif, yang meliputi:

1) Anamnesa

a) Identitas

(1) Nama

Pada kasus menometroragia disertai hipertensi

nama berfungsi untuk mengetahui identitas klien dan

membedakannya dengan klien lainnya yang memiliki

kasus yang sama. Selain itu dibutuhkan nama suami atau

seseorang dalam keluarga klien yang bertanggung jawab

sebagai pengambil keputusan.

(2) Umur

Umur sangat dibutuhkan untuk menentukan klien

termasuk dalam faktor resiko dari kasus menometroragia

dan kasus hipertensi atau tidak yakni usia pubertas dan

usia pramenopause (Wiknjosastro, 2007).

b) Keluhan utama

Pada kasus menometroragia, pasien datang dengan

keluhan perdarahan saat menstruasi yang berlangsung

terus/panjang dan berdarah banyak (Manuaba, 2008).


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
25

Sedangkan pada kasus hipertensi biasanya tanpa gejala atau

tanda-tanda peringatan untuk hipertensi (Udjianti, 2010)

c) Riwayat menstruasi

Bagaimana mulainya perdarahan, apakah didahului oleh

siklus memanjang, oligomenorea / amenorea, sifat perdarahan

(banyak atau sedikit), lama perdarahan, ciri khas darah yang

hilang (misalnya warna, konsistensi, gumpalan), periode

menstruasi terakhir, periode menstruasi normal terakhir,

menarke (Anwar, Baziad, dan Prabowo, 2011; Benson,

2009).

d) Riwayat obstetri

Kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu perlu untuk

ditanyakan guna mengetahui apakah pasien seksual aktif atau

masih virgin sehingga dapat dibedakan dalam

penatalaksanaannya (Manuaba, 2010).

e) Riwayat kesehatan

Perlu diperhatikan adanya penyakit metabolik, penyakit

endokrin, dan penyakit menahun yang dicurigai sebagai

penyebab dari perdarahan (Wiknjosastro, 2007).

f) Riwayat sosial

Stress yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari, baik

di dalam maupun di luar pekerjaan, kejadian-kejadian yang

mengganggu keseimbangan emosional seperti kecelakaan,


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
26

kematian dalam keluarga, pemberian obat penenang terlalu

lama, dan lain-lain, dapat menyebabkan menometroragia

(Wiknjosastro, 2007). Gaya hidup seperti merokok dan

mengkonsumsi alkohol dapat menjadi penyebab hipertensi

(Udjianti, 2010).

2) Data Objektif

Data yang dikaji pada klien dengan menometroragia disertai

hipertensi ringan yakni:

a) Keadaan umum

Pengkajian pada menometroragia disertai hipertensi

ringan ini terdiri dari pemeriksaan umum seperti pemeriksaan

status kesadaran dan keadaan umum klien untuk mengetahui

apakah klien dalam keadaan tabil atau tidak (Anwar, Baziad

dan Prabowo, 2011).

b) Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik pada kasus menometroragia

disertai hipertensi ringan, data yang menjadi fokus utama

yakni:

(1) Tekanan darah : pengukuran tekanan darah dua kali atau

lebih dengan jarak 2 menit. Tekanan darah hipertensi

ringan menurut klasifikasi hipertensi WHO adalah sistolik

140-180 mmHg, diastolik 90-105 mmHg (Mansjoer,

2007)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
27

(2) Inspeksi: dilakukan pemeriksaan pada mata untuk melihat

apakah konjungtiva terlihat pucat yang menunjukkan

adanya komplikasi anemia pada kasus menometroragia.

Inspeksi genetalia bagian luar juga diperlukan untuk

memastikan sumber perdarahannya (Aziz, 2006;

Manuaba, 2010).

(3) Pemeriksaan dalam (vagina toucher): untuk mengetahui

bagaimana vaginanya, serviknya, uterusnya dan

ada/tidaknya kelainan pada adneksanya (Manuaba, 2010).

(4) Pemeriksaan inspekulo: mencari sumber perdarahannya

dan menetapkan terdapatnya / tidak kelainan pada serviks

(Manuaba, 2010).

c) Pemeriksaan penunjang

Pada kasus menometroragia pemeriksaan penunjang yang

perlu dilakukan adalah pemeriksaan laboratorium

(pemeriksaan darah lengkap) dan USG. Selain itu, untuk

mengkaji masalah struktur dan keganasan, dapat dilaksanakan

pap smear-biopsi, pemeriksaan patologi-anatomi, histeroskopi

serta pemeriksaan hormonal. Pada wanita usia reproduksi juga

diperlukan pemeriksaan suhu basal badan (SBB) untuk

mengetahui ada tidaknya ovulasi (Manuaba, 2008;

Wiknjosastro, 2007).

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
28

Sedangkan pada kasus hipertensi ringan pemeriksaan

penunjang yang perlu dilakukan adalah pemeriksaan darah

perifer lengkap, kimia darah, dan pemeriksaan EKG

(Mansjoer, 2007).

b. Langkah II Interpretasi Data Dasar

1) Diagnosa kebidanan

Diagnosa kebidanan yang dapat ditegakkan pada kasus pasien

dengan ganguan reproduksi Menometroragia adalah Nn. H umur

42 tahun dengan Menometroragia disertai hipertensi ringan,

dengan dasar data subjektif dan data objektif.

a) Data subjektif: berasal dari keluhan subjektif klien pada kasus

menometroragia disertai hipertensi ringan yakni perdarahan

diluar siklus menstruasi yang berlangsung terus/panjang dan

berdarah banyak, dan adanya riwayat penyakit hipertensi

(Anwar, Baziad dan Prabowo, 2011; Manuaba, 2008;

Mansjoer, 2007).

b) Data objektif: berasal dari hasil pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang klien.

2) Masalah

Masalah yang muncul pada pasien dengan

menometroragia disertai hipertensi ringan berkaitan dengan

kekhawatiran pasien terhadap keadaan yang dialami. Hal ini

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
29

muncul karena kurangnya pengetahuan pasien tentang

menometroragia dan hipertensi ringan (Manuaba, 2008).

3) Kebutuhan

Kebutuhan pasien dengan menometroragia disertai hipertensi

ringan adalah dukungan moril serta informasikan tentang kasus

dan penatalaksanaan menometroragia dan hipertensi ringan

(Carolyn, Jan, dan Varney, 2007).

c. Langkah III Identifikasi Diagnosis atau Masalah Potensial dan

Antisipasi Penanganan

Diagnosis potensial pada kasus menometroragia adalah

anemia defisiensi besi (Hollingworth, 2011). Antisipasi yang dapat

dilakukan bidan menghadapi kasus menometroragia adalah

mengobservasi keadaan umum, vital sign, serta perdarahan

pervaginam pada pasien, dan memberikan tambahan nutrisi suportif

(Winkjosastro, 2009; Manuaba, 2007).

Diagnosis potensial pada kasus hipertensi ringan adalah

hipertensi sedang dan berat. Antisipasi yang dapat dilakukan bidan

menghadapi kasus hipertensi ringan adalah mengobservasi keadaan

umum dan vital sign (Mansjoer, 2007).

d. Langkah IV Kebutuhan Terhadap Tindakan Segera

Tindakan yang perlu segera dilakukan oleh bidan dalam

penanganan kasus Menometroragia disertai hipertensi ringan adalah

melakukan konsultasi dengan dokter spesialis obstetri ginekologi dan


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
30

dokter spesialis interna untuk pemeriksaan penunjang (ginekologi) dan

pemberian terapi antihipertensi dan anti fibrinolisis (Manuaba, 2008 ;

Wiknjosastro, 2007; Mansjoer,2007).

e. Langkah V Perencanaan Asuhan yang Menyeluruh

Rencana asuhan kebidanan secara umum yang dilakukan

pada kasus Menometroragia adalah:

1) Informasikan pada klien dan keluarga tentang keadaan yang

dialami klien (Carolyn, Jan, dan Varney, 2007).

2) Observasi keadaan umum dan vital sign setiap 8 jam

3) Observasi perdarahan setiap 24 jam

4) Lanjutkan konsultasi atau kolaborasi dengan dokter spesialis

(obstetri ginekologi dan atau haematologi) dan dokter spesialis

interna meliputi (Baziad, 2008; Manuaba, 2008; Mansjoer, 2007):

a) Pemeriksaan USG untuk mengetahui perubahan pada

endometrium.

b) Pemberian terapi dan tindakan dengan pertimbangan aktivitas

seksual dan penyebabnya.

c) Pemeriksaan EKG

5) Kolaborasi dengan tim ahli gizi untuk pemberian nutrisi.

6) Informasikan pada klien dan keluarga tentang tindakan yang akan

dilakukan kepada klien (Carolyn, Jan, dan Varney, 2007).

7) Anjurkan ibu dan walinya untuk mengisi informed consent terkait

tindakan yang akan ditempuh pasien.


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
31

f. Langkah VI Pelaksanaan Langsung Asuhan dengan Efisien dan

Aman

Implementasi pada kasus Menometroragia disertai

hipertensi ringan mengacu pada rencana tindakan yang sudah

disetujui oleh pasien.

g. Langkah VII Evaluasi

Evaluasi atau hasil yang diharapkan dari asuhan pada pasien

gangguan sistem reproduksi dengan menometroragia disertai

hipertensi adalah:

1) Pasien mendapatkan asuhan yang menyeluruh sesuai dengan

kebutuhannya.

2) Pasien mendapatkan terapi dan tindakan untuk mengatasi

menometroragia dan hipertensi nya.

3) Perdarahan yang dialami pasien dapat berhenti dan tidak terjadi

perdarahan berulang atau pada pasien pubertas siklus menstruasi

dapat kembali normal (Manuaba, 2008 dan Wiknjosastro, 2007).

4) Tekanan darah pasien dapat kembali normal.

3. Follow up Data Perkembangan Kondisi Pasien

Menurut KepMenKes RI No: 938/MenKes/SK/VIII/2007 adalah sebagai

berikut:

S: Subjektif

Menggambarkan pendokumentasian hasil pengumpulan data klien

pada kasus menometroragia disertai hipertensi ringan melalui anamnesis


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
32

sebagai langkah I Varney. Data subjektif yang dapat mendukung diagnosis

menometroragia disertai hipertensi ringan didapatkan dari hasil

wawancara dengan pasien mengenai keluhan perdarahan ataupun keluhan

lain yang dirasakan.

O: Objektif

Menggambarkan pendokumentasian hasil pemeriksaan fisik klien,

hasil laboratorium dan test diagnostik lain yang diperlukan dalam

pemeriksaan kasus menometroragia disertai hipertensi ringan dalam data

fokus untuk mendukung asuhan sebagai langkah I Varney . Pada kasus

menometroragia disertai hipertensi ringan, data objektif yang didapatkan

bisa melalui pemeriksaan fisik pasien, vital sign, pemeriksaan khusus

seperti inspeksi untuk mengetahui perdarahan yang terjadi. Pemeriksaan

penunjang pun diperlukan untuk membantu menegakan diagnosis dan

penanganan yang sesuai.

A: Assesment

Menggambarkan pendokumentasian hasil analisis dan interpretasi

data subjektif dan objektif dalam suatu identifikasi dan masalah kebidanan

serta kebutuhan pada kasus menometroragia disertai hipertensi ringan,

sebagai langkah II Varney. Diagnosis kebidanan pada data perkembangan

yang dapat ditegakan dari kasus menometroragia adalah Ny.H umur 42

tahun tahun dengan menometroragia disertai hipertensi ringan. Masalah

yang sedang dialami ibu adalah kecemasan akan kondisi dirinya karena

mengalami perdarahan dan tekanan darah yang tinggi, kebutuhan yang


commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
33

diperlukan ibu adalah informasikan mengenai kondisi ibu dan beri

dukungan moril ibu untuk menghadapi kondisinya.

P: Plan

Penatalaksanaan, mencatat seluruh perencanaan dan penatalaksanaan

yang sudah dilakukan pada kasus menometroragia disertai hipertensi

ringan seperti tindakan antisipasi, tindakan segera, tindakan secara

komprehensif; penyuluhan, dukungan, kolaborasi, evaluasi follow up dari

rujukan sebagai langkah III, IV, V, VI, dan VII Varney.

Pada kasus ibu dengan menometroragia mempunyai diagnosis

potensial pada ibu yaitu anemia defisisensi besi. Sedangkan pada kasus

hipertensi ringan mempunyai diagnosis potensial yaitu hipertensi sedang

dan berat. Kebutuhan terhadap tindakan segera adalah melakukan konsultasi

dengan dokter spesialis obstetri ginekologi dan dokter spesialis interna untuk

pemeriksaan penunjang , pemberian terapi, serta kolaborasi laboratorium untuk

pemeriksaan darah lengkap, pemeriksaan profil pembekuan darah, konsentrasi

zat besi darah, pemeriksaan hormonal, dan kimia darah. Perencanaan yang

dilakukan pasien menometroragia disertai hipertensi ringan adalah

menginformasikan pada klien dan keluarga tentang keadaan yang dialami

klien, melanjutkan kolaborasi dengan dokter spesialis (obstetri ginekologi

dan atau haematologi) dan dokter spesialis interna meliputi pemeriksaan

USG dan pemberian terapi dan tindakan dengan pertimbangan aktivitas

seksual dan penyababnya, menginformasikan pada klien dan keluarga

tentang tindakan yang akan dilakukan kepada klien, dan pemeriksaan EKG.
commit to user

Anda mungkin juga menyukai