Anda di halaman 1dari 9

A.

Definisi

Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus
terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, dan alveoli, serta menimbulkan konsolidasi
jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. Pada pemeriksaan histologis terdapat
pneumonitis, atau reaksi inflamasi berupa alveolitis dan pengumpulan eksudat yang dapat
ditimbulkan oleh berbagai penyebab dan berlangsung dalam jangka waktu yang bervariasi.4

B. Faktor resiko
1. Komorbiditas dan Pengobatan.
Penyakit kronis pada saluran nafas terutama penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) dan
asthma meningkatkan resiko pneumonia sebanyak 3-4 kali lipat. Terapi inhalasi dan terapi
oksigen yang digunakan pada penyakit ini dapat menyebabkan mukosa nadal dan orofaring yang
kering sehingga meningkatkan lesi infeksi, sulit menelan dan resiko aspirasi.Sebanyak 1/3-1/2
kasus pneumonia didahului dengan riwayat infeksi saluran nafas atas dan infeksi virus dengan
prognosis yang lebih buruk. Teknik diagnostik dan terapeutik pada saluran nafas dapat
menyebabkan kontaminasi, mengganggu penghalang aspirasin alami yaitu epiglotis dan
mendestruksi epitel saluran nafas sehingga menfasilitasi infeksi.6
2. Faktor Demografik dan Sosioekonomi
Resiko pneumonia meningkat dengan peningkatan usia terutama pada umur lebih
daripada 65 tahun oleh karena penurunan sistem pertahanan tubuh dan munculnya penyakit lain.
Belum terbukti bahwa jenis kelamin berhubungan dengan resiko pneumonia tetapi pada beberapa
penelitian prognosis pneumonia pada laki-laki 30% lebih burruk dibanding dnegan wanita. Hal
ini mungkin berhubungan dengan disparitas genetik.Lingkungan hidup yang terlalu ramai (> 10
orang dalam satu rumah) juga merupakan faktor resiko, misalnya di rumah perawatan atau
asrama karena lebih mudah terjadi penyebaran kuman antara satu sama yang lain. Tingkat
edukasi yang rendah disertai kebiasaan diet dan kebersihan pribadi yang spesifik juga
berpengaruh. Berat badan yang rendah lebih beresiko terhadap pneumonia dibanding dengan
berat badan normal karena sering berhubungan dengan penyakit atau malnutrisi yang dapat
menurunkan fungsi imun tubuh.6,7
3. Faktor Kebiasaan Pribadi
Kebiasaan merokok dan polusi lingkungan merupakan faktor resiko pneumonia.
Kebiasaan merokok satu bungkus per hari dapat meningkatkan resiko pneumonia sebanyak tiga
kali lipat, begitu juga dengan mereka yang terkena asap rokok secara kronis. Hal ini terjadi
karena asap rokok dapat menyebabkan kerusakan pada mukosilia yang berfungsi sebagai
mekanisme pertahanan saluran nafas dengan transportasi kuman patogenik keluar dari saluran
nafas. Asap beracun, industru dan polusi udara lain juga dapat merusakkan mukosilia tersebut.
Penggunaan narkoba dan alkoholismus juga berhubungan dengan pneumonia karena bersifat
sedatif yang dapat mengganggu refleks batuk dan transportasi mukosiliar sehingga meningkatkan
resiko kolonisasi kuman. Alkohol dapat mengganggu efek makrofag yaitu sel darah putih yang
berfungsi dalam destruksi kuman. Penggunaan narkoba secara intravenous dapat menyebabkan
penyebaran kuman dari situs injeksi ke paru melalui pembuluh darah.6,7

C. Klasifikasi8,9
1. Berdasarkan Klinis dan Epidemiologis
a. Pneumonia komuniti (CAP) merupakan suatu infeksi akut parenkim paru yang
sesuai dengan gejala infeksi akut, diikuti dengan infiltrat pada foto thoraks,
auskultasi sesuai dengan pneumonia.
b. Pneumonia nosokomial (HAP) merupakan pneumonia yang terjadi 72 jam atau lebih
setelah masuk rumah sakit. Pasien di dalam rumah sakit mempunyai faktor resiko
yang lebih termasuk ventilasi mekanikal, malnutrisi kronis, komorbiditas dan
gangguan imun. Mikroorganisme pada pneumonia nosokomial juga berbeda
misalnya MRSA, pseudomonas dan enterobakter. Pneumia ventilator merupakan
salah satu jenis HAP yaitu pneumonia yang terjadi 48 jam atau lebih setelah intubasi
dan ventilasi mekanik.
c. Pneumonia aspirasi atau pneumonitis aspirasi disebabkan oleh aspirasi banda asing
berasal dari oral atau gaster sewaktu makan atau refluks dan muntah yang sering
mengandungi bakteri anaerobik sehingga sering menyebabkan bronkopneumonia.
d. Pneumonia pada penderita imunokompromis
2. Berdasarkan penyebab
a. Pneumonia tipikal: bersifat akut dengan gejala demam tinggi, menggigil, batuk
produktif dan nyeri dada. Seacara radiologis bersifat lobaris atau segmental.
Biasanya disebabkan bakteri gram positif dan ekstraseluler misalnya S.pneumonia,
S.piogenes dan H. Influenza.
b. Pneumonia atipikal: bersifat tidak akut dengan gejala demam tanpa menggigil, batuk
kering, sakit kepala, nyeri otot, ronki basah yang difus dan leukositosis ringan.
Penyebab biasanya mycoplasma pneumonia dan chlamnydia pneumonia.
c. Pneumonia virus menyebabkan gejala seperti influenza yaitu demam, batuk kering,
sakit kepala, nyeri otot dan kelemahan. Penyebabnya merupakan influenza virus,
parainfluenza virus, rhinovirus dan lain-lain. Pneumonia jamur: aspergilus,
histoplasma kapsulatum.
3. Berdasarkan predileksi lokasi secara radiologis
a. Pneumonia lobaris merupakan infeksi paru yang akut dan hanya melibatkan satu
lobus paru dan sering disebabkan oleh streptokokus pneumoniae dan klebsiella
pneumoniae serta stafilokokus aureus, streptokokus B hemolitik dan haemofilus
influenza.
b. Bronkopneumonia merupakan infeksi akut yang melibatkan tubulus terminal di
dalam paru yaitu bronki atau bronkiolus yang menyebabkan eksudasi purulen yang
menyebar ke alveoli di sekitarnya secara endobronkial sehingga menyebabkan
konsolidasi “patchy”. Tipe ini sering terjadi pada usia muda atau tua dan pada
kondisi dengan komorbiditas. Penyebabnya yang sering termasuk streptokokus,
stafilokokus aureus, dan hemofilus influenza.
c. Pneumonia interstitialis, juga disebutkan pneumonitis interstitial, merupakan infeksi
di ruangan antara alveoli dan sering disebabkan oleh virus atau bakteri atipikal. Ciri
khasnya ada edema septa alveolaris dan infiltrat mononuklear.

D. Patogenesis10,11
Pneumonia terjadi apabila terjadi ketidakseimbangan antara daya tahan tubuh,
mikroorganisme dan lingkungan sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak dan
menimbulkan penyakit. Faktor imunitas inang termasuk mekanisme pertahanan tubuh non
spesifik berupa proteksi mekanik untuk refleks batuk dan koordinasi epiglottis, klirens sekresi
lendir dan keutuhan epitel bronkus serta mekanisme pertahanan tubuh spesifik berupa
kemampuan pembentukan antibodi, adanya komponen komplemen serum dan tingkat kuantitatif
/kualitatif sel-sel fagosit. Faktor lingkungan menunjukkan perbedaan jenis kuman yang ada di
suatu daerah atau dalam dan di luar rumah sakit. Faktor ini juga pengaruh dari sanitasi dan polusi
udara. Faktor kuman adalah sifat/ karakteristik dari jenis kuman yang menginfeksi penderita
yang akan menghasilkan gejala yang khas.
Ada beberapa cara mikroorganisme masuk ke saluran nafas yaitu (1) inokulasi langsung
misalnya pada intubasi trakea dan luka tembus yang mengenai paru, (2) penyebaran melalui
pembuluh darah dari tempat lain di luar paru misalnya endokarditis, (3) inhalasi dari aerosol
yang mengandung kuman serta (4) kolonisasi di permukaan mukosa akibat aspirasi sekret
orofaring yang mengandung kuman.

Kuman yang telah masuk ke dalam parenkim paru akan berkembang biak dengan cepat
masuk ke dalam alveoli dan menyebar ke alveoli lain melalui pori interalveolaris dan
percabangan bronkus. Kapiler di dinding alveoli mengalami kongesti dan alveoli berisi cairan
edema. Kuman berkembang biak tanpa hambatan dan beberapa neutrofil dan makrofag masuk ke
dalam alveoli melalui pembuluh darah yang berdilatasi dan bocor. Selanjutnya, kapiler yang
telah mengalami kongesti disertai dengan diapedesis sel –sel eritrosit. Alveoli dipenuhi oleh
eksudat dan kapiler menjadi terdesak dan jumlah leukosit meningkat. Dengan adanya eksudat
yang mengandung leukosit ini maka perkembang biakan kuman menjadi terhalang bahkan
difagositosis. Pada saat ini juga akan terbentuk antibodi. Bila tubuh berhasil membinasakan
kuman. Makrofag akan terlihat dalam alveoli beserta sisa-sisa sel. Yang khas adalah tidak
adanya kerusakan dinding alveoli dan jaringan interstitial. Arsitektur paru kembali normal.

Terdapat 4 zona pada daerah reaksi inflamasi, antara lain (1) Zona luar, alveoli yang
terisi bakteri dan cairan edema, (2) zona permulaan konsolidasi yang terdiri dari PMN dan
beberapa eksudasi sel darah merah, (3) zona konsolidasi luar, daerah tempat terjadi fagositosis
yang aktif dengan jumlah PMN yang banyak, dan (4) zona resolusi, daerah tempat terjadi
resolusi dengan banyak bakteri yang mati, leukosit dan makrofag alveolar, sehingga terlihat dua
gambaran yaitu hepatisasi merah yaitu daerah perifer yang terdapat edema dan perdarahan dan
hepatisasi kelabu yaitu daerah konsolidasi yang luas.

E. Penegakan Diagnosis
Penegakan diagnosis dibuat dengan maksud pengarahan kepada pemberian terapi yaitu
dengan cara mencakup bentuk dan luas penyakit, tingkat berat penyakit, dan perkiraan jenis
kuman penyebab infeksi. Dugaan mikroorganisme penyebab infeksi akan mengarahkan kepada
pemilihan terapi empiris antibiotik yang tepat. Seringkali bentuk pneumonia mirip meskipun
disebabkan oleh bentuk kuman yang berbeda. Diagnosis pneumonia didasarkan kepada riwayat
penyakit yang lengkap, pemeriksaan fisik yang teliti dan pemeriksaan penunjang.12

1. Anamnesis
Ditujukan untuk mengetahui kuman penyebab yang berhubungan dengan factor infeksi:
a. Evaluasi factor pasien/predisposisi: PPOK (H. influenzae), penyakit kronik (kuman
jamak), kejang/tidak sadar (aspirasi Gram negative/anaerob), penurunan imunitas (kuman
Gram negative, Pneumocystic carinii, CMV, Legionella, jamur, Mycobacterium),
kecanduan obat bius (Staphylococcus).
b. Bedakan lokasi infeksi: Pneumonia Komunitas (Streptococcus pneumoniae, H. influenzae,
M. pneumonia), rumah jompo, Pneumonia Nosokomial (Staphylococcus aureus), Gram
negative.
c. Usia pasien: bayi (virus), muda (M. pneumoniae), dewasa (S. pneumoniae).
d. Awitan: cepat, akut dengan rusty coloured sputum (S. pneumoniae); perlahan, dengan
batuk, dahak sedikit (M. pneumoniae). 11

2. Pemeriksaan Fisik
Persentasi bervariasi tergantung etiologi, usia, dan keadaan klinis. Perhatikan gejala klinis
yang mengarah pada tipe kuman penyebab/patogenitas kuman dan tingkat berat penyakit.
a. Awitan akut biasanya oleh kuman pathogen seperti S. pneumonia, Streptococcus spp.,
Staphylococcus. Pneumonia virus ditandai dengan myalgia, malaise, batuk kering dan
nonproduktif;
b. Awitan lebih insidious dan ringan pada orangtua/imunitas menurun akibat kuman yang
kurang patogen /oportunistik, misalnya Klebsiella, Pseudomonas, Enterobacteriaceae,
kuman anaerob, jamur.
c. Tanda-tanda fisik pada tipe pneumoniaklasik bisa didapatkan berupa demam, sesak napas,
tanda-tanda konsolidasi paru (perkusi paru yang pekak, ronki nyaring, suara pernapasan
bronchial). Bentuk klasik pada pneumonia komunitas primer berupa bronkopneumonia,
pneumonia lobaris, atau pleuropneumonia. Gejala atau bentuk yang tidak khas dijumpai
pada pneumonia komunitas yang sekunder (didahului penyakit dasar paru) ataupun
pneumonia nosokomial. Dapat diperoleh bentuk manifestasi lain infeksi paru seperti efusi
pleura, pneumotoraks/hidropneumotoraks. Pada pasien pneumonia nosokomial atau
dengan gangguan imun dapat dijumpai gangguan kesadaran oleh hipoksia.
d. Warna, konsistensi, dan jumlah sputum penting untuk diperhatikan.11

3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Radiologis
Pola radiologis dapat berupa pneumonia alveolar dengan gambaran air bronchogram
(airspace disease) misalnya oleh Streptococcus pneumoniae, bronkopneumonia
(segmental disease) oleh antara lain Staphylococcus, virus atau mikoplasma; dan
pneumonia interstitial (interstitial disease) oleh virus dan mikoplasma. Distribusi infiltrat
pada segmen apical lobus bawah atau inferior lobus atas sugestif untuk kuman aspirasi.
Tetapi pada pasien yang tidak sadar, lokasi ini bisa dimana saja. Infiltrate di lobus atas
sering ditimbulkan Klebsiella spp, tuberkulosis atau amiloidosis. Pada lobus bawah dapat
terjadi akibat Staphylococcus atau bakteremia. Bentuk lesi berupa kavitasi dengan air-
fluid level sugestif untuk abses paru, infeksi anaerob, Gram negatif atau amiloidosis. Efusi
pleura dengan pneumonia sering ditimbulkan S. pneumoniae. Dapat juga oleh kuman
anaerob, S. pyogenes, E. coli dan Staphylococcus (pada anak). Kadang-kadang oleh K.
pneumoniae, P. pseudomallei. Pembentukan kista terdapat pada pneumonia
nekrotikans/supurativa , abses, dan fibrosis akibat terjadinya nekrosis jaringan paru oleh
kuman S. aureus, K. pneumoniae,dan kuman-kuman anaerob (Streptococcus anaerob,
Bacteroides, Fusobacterium). Ulangan foto perlu dilakukan untuk melihat kemungkinan
adanya infeksi sekunder/tambahan, efusi pleura penyerta yang terinfeksi atau
pembentukan abses. Pada pasien yang mengalami perbaikan klinis ulangan foto dada
dapat ditunda karena resolusi pneumonia berlangsung 4-12 minggu.
b. Pemeriksaan Laboratorium
Leukositosis umumnya menandai adanya infeksi bakteri; leukosit normal/rendah dapat
disebabkan oleh infeksi virus/mikoplasma atau pada infeksi yang berat sehingga tidak
terjadi respon leukosit, orangtua, atau lemah. Leukopenia menunjukkan depresi imunitas,
misalnya neutropenia pada infeksi kuman gram negative atau S. aureus pada pasien
dengan keganasan dan gangguan kekebalan. Faal hati mungkin terganggu.11
c. Pemeriksaan Bakteriologis
Bahan berasal dari sputum, darah, aspirasi nasotrakeal/transtrakeal, aspirasi jarum
transtorakal, torakosentesis, bronkoskopi, atau biopsi.untuk tujuan terapi empiris
dilakukan pemeriksaan apus Gram, Burri Gin, Quellung test, dan Z. Nielsen. Kuman yang
predominan pada sputum yang disertai PMN yang kemungkinan merupakan penyebab
infeksi. Kultur kuman merupakan pemeriksaan utama pra terapi dan bermanfaat untuk
evaluasi terapi selanjutnya.11
d. Pemeriksaan Khusus
Titer antibody terhadap viru, legionella, dan mikoplasma. Nilai diagnostik bila titer tinggi
atau ada kenaikan titer 4 kali. Analisis gas darah dilakukan untuk menilai tingkat hipoksia
dan kebutuhan oksigen. Pada pasien pneumonia nosokomial/pneumonia komunitas yang
dirawat nginap perlu diperiksakan analisa gas darah, dan kultur darah.11

F. Penatalaksanaan
a. Terapi Kausal
Pasien pada awalnya diberikan terapi empiric yang ditujukan pada pathogen yang paling
mungkin menjadi penyebab atau antibiotik yang berspektrum luas. Bila telah ada hasil kultur
dilakukan penyesuaian obat. Pada pasien rawat inap antibiotik harus diberikan dalam 8 jam
pertama dirawat di rumah sakit.11
Tabel 1.1 Antibiotika pada terapi Pneumonia13
Dosis Dewasa
Kondisi Dosis Anak
Patogen Terapi (dosis
Klinik (mg/kg/hari)
total/hari)
Sebelumnya Pneumococcus, Eritromisin 30-50 1-2 g
sehat Mycoplasma Klaritromisin 15 0,5-1 g
Pneumoniae Azitromisin 10 pada hari
1, diikuti 5
mg
selama 4
hari
Komorbiditas S. pneumoniae, Cefuroksim 50-75 1-2 g
(manula, Hemophilus Cefotaksim 50-75 1-2 g
DM, gagal influenzae, Ceftriakson 50-75 1-2 g
ginjal, gagal Moraxella
jantung, catarrhalis,
keganasan) Mycoplasma,
Chlamydia
pneumoniae dan
Legionella
Aspirasi Anaerob mulut Ampicilin 100-200 2-6 g
Community Anaerob mulut, Amoxicillin 100-200 2-6 g
Hospital S.aureus, gram(-) Klindamisin 8-20 1,2-1,8 g
enterik Klindamisin 8-20 1,2-1,8 g
+aminoglikosida .
Nosokomial
Pneumonia K. pneumoniae, Cefuroksim 50-75 1-2 g.
Ringan, Onset P. aeruginosa, Cefotaksim 50-75 1-2 g.
<5 hari, Enterobacter Ceftriakson 50-75 1-2 g
Risiko spp. Ampicilin-Sulbaktam 100-200 4-8 g
rendah S. aureus, Tikarcilin-klav 200-300 12 g
Gatifloksasin - 0,4 g
Levofloksasin - 0,5-0,75 g

Pneumonia K. pneumoniae, Gentamicin/Tobramici 7,5 4-6 mg/kg


berat**, P. aeruginosa, n -
Onset > 5 Enterobacter atau Ciprofloksasin )* 150 0,5-1,5 g
hari, Risiko spp. + 100-150 2-6 g
Tinggi S. aureus, Ceftazidime atau 2-4 g
Cefepime atau
Tikarcilinklav/
Meronem/Aztreonam
Keterangan :
*) Aminoglikosida atau Ciprofloksasin dikombinasi dengan salah satu antibiotika yang terletak
di bawahnya dalam kolom yang sama.
**) Pneumonia berat bila disertai gagal napas, penggunaan ventilasi, sepsis berat, gagal ginjal.
b. Terapi Suportif
Terapi suportif yang dapat diberikan pada pasien dengan pneumonia adalah sebagai
berikut.11
1. Terapi O2 untuk mencapai PaO2 80-100 mmHg atau saturasi 95-96% berdasarkan
pemeriksaan analisa gas darah.
2. Humidifikasi dengan nebulizer untuk pengenceran dahak yang kental, dapat disertai
nebulizer untuk pemberian bronkodilator bila terdapat bronkospasme.
3. Fisioterapi dada untuk pengeluaran dahak, khususnya anjuran untuk batuk, khususnya
anjuran untuk batuk dan napas dalam. Bila perlu dikerjakan fish mouth breathing untuk
melancarkan ekspirasi dan pengeluaran CO2. Posisi tidur setengah duduk untuk melancarkan
pernapasan.
4. Pengaturan cairan. Keutuhan kapiler paru sering terganggu pada pneumonia, dan paru lebih
sensitive terhadap pembebanan cairan terutama bila terdapat pneumonia bilateral. Pemberian
cairan pada pasien harus diatur dengan baik, termasuk pada gangguan sirkulasi dan gagal
ginjal. Overhidrasi untuk maksud mengencerkan dahak tidak diperkenankan.
5. Pemberian kortikosteroid pada fase sepsis berat perlu diberikan. Terapi ini tidak bermanfaat
pada renjatan septik.
6. Pertimbangkan obat inotropik seperti dobutamin atau dopamin kadang-kadang diperlukan
bila terdapat komplikasi gangguan sirkulasi atau gagal ginjal pre renal.
7. Ventilasi mekanis. Indikasi intubasi dan pemasangan ventilator pada pneumonia adalah:
a. Hipoksemia persisten meskipun telah diberikan O2 100% dengan menggunakan
masker.konsentrasi O2 yang tinggi menyebabkan penurunan kompliens paru hingga
tekanan inflasi meninggi. Dalam hal ini perlu dipergunakan PEEP untuk memperbaiki
oksigenisasi dan menurunkan FiO2 menjadi 50% atau lebih rendah.
b. Gagal napas yang ditandai oleh peningkatan CO2 didapat asidosis, henti napas, retensi
sputum yang sulit diatasi secara konservatif.
8. Drainase empiema bila ada.
9. Bila terdapat gagal napas, diberikan nutrisi yang cukup kalori terutama didapatkan dari
lemak (50%), hingga dapat dihindari produksi CO2 yang berlebihan.

G. Komplikasi11

Dapat terjadi komplikasi pneumonia ekstrapulmoner, misalnya pada pneumonia


pneumokokus dengan bakteriemi berupa meningitis, arthritis, endokarditis, perikarditis,
peritonitis dan empiema. Komplikasi ekstrapulmoner non infeksius bisa terjadi gagal
ginjal, gagal jantung, emboli paru/infark paru, dan infark miokard akut acute respiratory
distress syndrome (ARDS), gagal organ jamak, dan pneumonia nosokomial.

Anda mungkin juga menyukai