Anda di halaman 1dari 13

Etika Profesi Advocat

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Dalam hubungan hidup bermasyarakat, setiap manusia berpegang pada kaidah moral

sebagai acuan dalam berprilaku. Kaidah moral ini dapat dijelma dalam kaidah sosial yang

menjadi cermin setiap perbuatan hidup bermasyarakat, yang disebut dengan hukum kebiasaan.

Hukum kebiasaan ini harus dihargai dan dipatuhi secara sadar oleh setiap anggota masyarakat.

Karena tujuan hidup bermasyarakat adalah agar terpeliharanya ketertiban, kestabilan, dan

kebahagiaan berdasarkan hukum kebiasaan.

Tapi karena manusia mempunyai keterbatasan, kelemahan, seperti berbuat khilaf, keliru,

kesalahan, maka tidak mustahil suatu ketika terjadi penyimpangan atau pelanggaran terhadap

kaidah sosial yang menimbulkan keadaan tidak tertib, tidak stabil, yang perlu dipulihkan

kembali. Untuk menegakkan ketertiban dan menstabilkan keadaan, diperlukan sarana

pendukung, yaitu organisasi masyarakat dan organisasi Negara. Dalam bidang hukum, organisasi

masyarakat itu dapat berupa organisasi profesi hukum yang berpedoman pada kode etik. Dalam

bidang kenegaraan, organisasi masyarakat itu adalah Negara yang berpedoman pada Undang-

undang (hukum positif). Melalui organisasi tersebut diharapkan dapat dipulihkan ketertiban dan

kestabilan dalam masyarakat.

Dari perkembangan profesi hukum yang ada di Indonesia sekarang, kita melihat bahwa

profesi hukum dimasa kini jauh lebih maju dibandingkan profesi hukum dimasa lampau. Tidak

dapat dihindari bahwa semua profesi khususnya yang terkait dengan hukum sangat dibutuhkan,

seperti :kepolisian, kejaksaan, kehakiman, notaris, dan advokat.


Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang semakin pesat, membuat kebutuhan

akan jasa hukum semakin meningkat. Begitu juga dengan meningkatnya permasalahan dalam

masyarakat, baik publik maupun privat. Mengakibatkan kebutuhan akan seorang advokat juga

semakin tinggi.

Kode etik mengenai Advokat itu tidak dimaksudkan untuk mengurangi atau menghambat

kemandirian profesi, yang punya kewajiban mulia atau terpandang (officium nobile). Sebaliknya,

kode etik Advokat merupakan hukum tertinggi dalam menjalankan profesi, yang menjamin dan

melindungi namun membebankan kewajiban kepada setiap Advokat untuk jujur dan bertanggung

jawab dalam menjalankan profesinya baik kepada klien, pengadilan, teman sejawat, Negara atau

masyarakat, dan terutama kepada dirinya sendiri.(kode etik yang disahkan 23 mei 2002).

Secara historis, Advokat termasuk salah satu profesi yang tertua. Dalam perjalanannya,

profesi ini dinamai sebagai officium nobile, jabatan yang mulia. Penamaan itu terjadi adalah

karena aspek “kepercayaan” dari (pemberi kuasa, klien) yang dijalankannya untuk

mempertahankan dan memperjuangkan hak-haknya di forum yang telah ditentukan.[1]

Advokat sebagai nama resmi profesi dalam sistem peradilan kita-kita pertama ditemukan

dalam ketentuan Susunan Kehakiman dan Kebijaksanaan Mengadili (RO). Advokat itu

merupakan padanan dari kata Advocaat (Belanda) yakni seseorang yang telah resmi diangkat

untuk menjalankan profesinya setelah memperoleh gelar meester in de rechten (Mr). Lebih jauh

lagi, sesungguhnya akar kata itu berasal dari kata latin “advocare, advocator”. Oleh karena itu,

tidak mengherankan kalau hampir di setiap bahasa di dunia kata (istilah) itu dikenal.[2]
1.2.Rumusan Masalah

1. Apa pengertian Advokat ?

2. Bagaimana Fungsi dan Peranan Advokat ?

3. Bagaimana Kode Etik Seorang Advokat ?

4. Bagaimana Pelaksanaan Kode Etik Advokat dan Undang-undang Advokat?

5. Bagaimana Hubungan Kode Etik dengan Undang-Undang Advokat ?

1.3.Tujuan Penulisan

Penulisan makalah ini ditujukan untuk memenuhi tugas makalah yang diberikan oleh

dosen pengasuh kelompok mata kuliah “Etika Profesi Hukum”.

Selain itu penulisan makalah ini untuk mengetahui pengertian advokat, fungsi dan

peranan advokat, keode etik advokat, Pelaksanaan Kode Etik Advokat dan Undang-undang

Advokat, serta hubungan kode etik dengan UU Advokat.


BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian Advokat

Advokat merupakan suatu bentuk profesi terhormat (officium nobile) . Dalam

menjalankan profesi, seorang advokat harus memiliki kebebasan yang didasarkan kepada

kehormatan dan kepribadian Advokat yang berpegang teguh kepada kejujuran, kemandirian,

kerahasiaan dan keterbukaan, guna mencegah lahirnya sikap-sikap tidak terpuji dan

berperilakuan kurang terhormat.

Dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2003, Advokat adalah orang yang berprofesi

memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan

berdasarkan ketentuan Undang-Undang ini. Sedangkan menurut Kode Etik Advokat Advokat

adalah orang yang berpraktek memberi jasa hukum, baik didalam maupun diluar pengadilan

yang memenuhi persyaratan berdasarkan undang-undang yang berlaku, baik sebagai Advokat,

Pengacara, Penasehat Hukum, Pengacara praktek ataupun sebagai konsultan hukum

Dalam hal ini, seorang advokat selain memberikan bantuan hukum di dalam pengadilan,

seperti mendampingi, mewakili, membela, atau menjalankan kuasa demi kepentingan klien, juga

dapat memberikan bantuan hukum diluar pengadilan, berupa konsultasi hukum, negosiasi

maupun dalam hal pembuatan perjanjian kontrak-kontrak dagang serta melakukan tindakan

hukum lainnya untuk kepentingan hukum klien baik orang, badan hukum, atau lembaga lain

yang menerima jasa hukum dari Advokat.


2.2. Fungsi dan Peranan Advokat

Secara garis besar fungsi dan peranan advokat, sebagai berikut:

1. Sebagai pengawal konstitusi dan hak asasi manusia;

2. Memeperjuangkan hak asasi manusia;

3. Melaksanakan Kode Etik Advokat;

4. Memegang teguh sumpah advokat dalam rangka menegakkan hukum, keadilan dan kebenaran;

5. Menjunjung tinggi serta mengutamakan idealisme (nilai keadilan,kebenaran dan moralitas);

6. Melindungi dan memelihara kemandirian, kebebasan, derajat dan martabat advokat;

7. Menjaga dan meningkatkan mutu pelayanan advokat terhadap masyarakat dengan cara belajar

terus-menerus (continuous legal education) untuk memperluas wawasan dan ilmu hukum;

8. Menangani perkara-perkara sesuai dengan kode etik advokat, baik secara nasional maupun

secara internasional;

9. Mencegah penyalahgunaan keahlian dan pengetahuan yang merugikan masyarakat dengan cara

mengawasi pelaksanaan etika profesi advokat melalui Dewan Kehormatan Asosiasi advokat;

10. Memelihara kepribadian advokat karena profesi advokat yang terhormat (officium nobile);

11. Menjaga hubungan baik dengan klien maupun dengan teman sejawat;

12. Memelihara persatuan dan kesatuan advokat agar sesuai dengan maksud dan tujuan organisasi

advokat;

13. Member pelayanan hukum (legal services), nasehat hukum (legal advice), konsultan hukum

(legal consultation), pendapat hukum (legal opinion), informasi hukum (legal information) dan

menyusun kontrak-kontrak (legal drafting);


14. Membela kepentingan klien (litigasi) dan mewakili klien di muka pengadilan (legal

representation);

15. Memberikan bantuan hukum dengan cuma-cuma kepada masyarakat yang lemah dan tidak

mampu (melaksanakan pro bono publico).

2.3. Kode Etik Advokat

Secara garis besar, Kode Etik Advokat berdasarkan UU. No. Tahun 2003 tentang Kode

Etik Advokoat terdiri dari 13 Bab, yang isinya :

Bab 1. Ketentuan Umum

Bab 2. Kepribadian Advokat

Bab 3. Hubungan dengan Clien

Bab 4. Hubungan dengan teman sejawat

Bab 5. Tentang sejawat Asing

Bab 6. Cara bertindak menangani perkara

Bab 7. Ketentuan lain tentang Kode Etik

Bab 8. Pelaksanaan Kode Etik

Bab 9. Dewan Kehormatan

A. Ketentuan Umum

B. Pengaduan

C. Tata cara pengaduan

Bab 10. Kode Etik

Bab 11. Aturan Peralihan

Bab 12. Penutup


(Penjelasan/UU. No. 18 tahun 2003 tentang Kode Etik Advokat : TERLAMPIR)

2.3 Pelaksanaan Kode Etik Advokat dan Undang-undang

Berkaitan dengan UU Advokat No. 18 tahun 2003 maka disusun Kode Etik Advokat

Indonesia, hal ini bertujuan untuk menjaga martabat dan kehormatan profesi Advokat (Pasal 26

Bab IX ayat 1); UU tersebut juga mengatur bagaimana seorang Advokat wajib tunduk dan

mematuhi kode etik profesi Advokat dan ketentuan tentang Dewan Kehormatan Organisasi

Advokat (ayat 2); Kode etik profesi Advokat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh

bertentangan dengan peraturan perundang-undangan (ayat 3); Pengawasan atas pelaksanaan kode

etik profesi Advokat dilakukan oleh Organisasi Advokat (ayat 4). Kode etik juga mengatur

tentang susunan, tugas, dan kewenangan Dewan Kehormatan Organisasi Advokat.[3]

Pada dasarnya, Kode Etik Advokat dan Undang-Undang Advokat mengatur tentang hubungan

Advokat dengan Klien dan Hubungan Advokat dengan teman sejawat. Hubungan antara Advokat

dengan klien diatur di dalam Pasal 4 Kode Etik Advokat, yaitu:

a. Advokat dalam perkara-perkara perdata harus mengutamakan penyelesaian dengan jalan

damai.

b. Advokat tidak dibenarkan memberikan keterangan yang dapat menyesatkan klien mengenai

perkara yang sedang diurusnya.

c. Advokat tidak dibenarkan menjamin kepada kliennya bahwa perkara yang ditanganinya

akan menang.
d. Dalam menentukan besarnya honorarium Advokat wajib mempertimbangkan kemampuan

klien.

e. Advokat tidak dibenarkan membebani klien dengan biaya-biaya yang tidak perlu.

f. Advokat dalam mengurus perkara Cuma-Cuma harus memberikan perhatian yang sama

seperti terhadap perkara untuk mana ia menerima uang jasa.

g. Advokat harus menolak mengurus perkara yang menurut keyakinannya tidak ada dasar

hukumnya.

h. Advokat wajib memegang rahasia jabatan tentang hal-hal yang diberitahukan oleh klien

secara kepercayaan dan wajib tetap menjaga rahasia itu setelah berakhirnya hubungan antara

advokat dan klien itu.

i. Advokat tidak dibenarkan melepaskan tugas yang dibebankan kepadanya pada saat yang

tidak menguntungkan posisi klien atau pada saat tugas itu akan dapat menimbulkan kerugian

yang tidak dapat diperbaiki lagi bagi klien yang bersangkutan, dengan tidak mengurangi

ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf (a).

j. Advokat mengurus kepentingan bersama dari dua pihak atau lebih harus mengundurkan diri

sepenuhnya dari pengurusan kepentingan-kepentingan tersebut, apabila dikemudian hari timbul

pertentangan kepentingan antara pihak-pihak yang bersangkutan.

k. Hak retensi Advokat terhadap klien diakui sepanjang tidak akan menimbulkan kerugian

kepentingan klien.[4]

Hubungan antara Advokat dengan klien sangat erat kaitannya dengan pekerjaan uatama

Advokat sebagai profesi seperti: a) pemberian nasihat hukum kepada masyarakat yang

memerlukannya; b) pembelaan kepentingan masyarakat; c) membuat draf kontrak (perjanjian)

bagi kepentingan para pihak yang berminat untuk mengadakan hubungan dagang atau hubungan
kerja; d) memfasilitasi kepentingan masyarakat yang menjadi kliennya dalam suatu proses

perundingan guna menyelesaikan perselisihan hukum; e) dan lain-lain bentuk pelayanan hukum

yang diperlukan dunia usaha.[5]

Adapun hubungan antar Advokat dengan Teman Sejawat, diatur di dalam Pasal 5 Kode Etik

Advokat, yaitu:

a. Hubungan antara teman sejawat Advokat harus dilandasi sikap saling menghormati, saling

menghargai dan saling mempercayai.

b. Advokat jika membicarakan teman sejawat atau jika berpapasan satu sama lain dalam

sidang pengadilan, hendaknya tidak menggunakan kata-kata yang tidak sopan baik secara lisan

maupun tertulis.

c. Keberatan-keberatan terhadap tindakan teman sejawat yang dianggap bertentangan dengan

kode etik Advokat harus diajukan kepada Dewan Kehormatan untuk diperiksa dan tidak

dibenarkan untuk disiarkan. Melalui media massa atau cara lain.

d. Advokat tidak diperkenankan menarik atau merebut seorang klien dari teman sejawat.

e. Apabila klien hendak mengganti Advokat, maka Advokat yang baru hanya dapat menerima

perkara itu setelah menerima bukti pencabutan pemberian kuasa kepada Advokat semula dan

berkewajiban mengingatkan klien untuk memenuhi kewajibannya apabila masih ada terhadap

Advokat semula.

f. Apabila suatu perkara kemudian diserahkan oleh klien terhadap Advokat baru, maka

Advokat semula wajib memberikan kepadanya semua surat dan keterangan yang penting untuk

mengurus perkara itu, dengan memperhatikan hak retensi Advokat terhadap klien tersebut.[6]

2.4. Hubungan Kode Etik dengan Undang-Undang Advokat.


Dalam menangani sebuah kasus seorang advokat terikat dengan UU advokat dan kode

etik advokat Indonesia. Hal ini tidak terlepas dari pembatasan hal-hal apa saja yang boleh dibela

seorang advokat di muka pengadilan. Selain itu juga agar seorang advokat tidak bertidak diluar

kewajaran saat membela seorang klien.

Dalam organisasi advokat yang diakui oleh undang-undang mengenal sebuah Dewan

Kehormatan. Dewan kehormatan inilah yang berperan untuk memberikan sanksi kepada seorang

advokat yang melanggar kode etik. Sejauh ini peranan Dewan Kehormatan ini dipandang cukup

efektif. Dalam pasal pasal 7 UU No. 18 Tahun 2003 Tentang advokat.

Sering terjadi pandangan di masyarakat terhadap seorang advokat yang membela seorang

klien yang di mata masyarakat telah dinyatakan bersalah atas suatu kasus. Tidak jarang

masyarakat mencemooh advokat yang menjadi kuasa hukum si terdakwa. Dari sudut UU No. 18

Tahun 2003 hal ini dapat dimungkinkan. Sebagaimana yang disebutkan dalam pasal Pasal 15 UU

No. 18 tahun 2003. Disebutkan pula dalam pasal 18 ayat 2, bahwa advokat tidak dapat

diidentikkan dengan klien yang sedang dibelanya.

Pandangan mengenai pembelaan yang dilakukan seorang advokat terhadap klien yang

bersalah. Namun dalam hal ini seorang advokat tidak dapat membela seorang klien yang telah

nyata-nyata bersalah agar dibebaskan dari semua tuntutan, namun semata-mata seorang advokat

hanya sebagai penasehat atau pendamping si tersangka di muka pengadilan. Di sini si advokat

bertugas untuk mendampingi agar hak-hak yang dimiliki si tersangka tidak dilanggar. Karena

walaupun demikian dia tetap manusia dan warga Negara yang memiliki hak dan kewajiban yang

sama.

Karena tidak jarang seorang tersangka diperlakukan semena-mena oleh oknum-oknum

yang tidak bertanggung jawab. Dalam hal ini si tersangka dapat dapat dikatakan sebagai pencari
keadilan, terlepas dari tindak pidana yang dilakukannya. Namun seorang advokat berhak untuk

menolak pendampingan hukum kepada seorang klien dengan alasan bertentangan dengan hati

nurani si advokat, tetapi tidak diperkenankan karena alasan perbedaan agama, suku,

kepercayaan, keturunan dan lain sebagainya, sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 3 poin

(a) Kode Etik Advokat Indonesia. Pendampingan hukum yang dilakukan oleh seorang advokat

sesuai dengan UU No. 18 Tahun 2003 dan Kode Etik Advokat Indonesia, bebas kepada siapapun

tanpa membedakan agama, kepercayaan dan lain sebagainya.


BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan

Advokat merupakan Profesi Terhormat ( Officium Nobile), yang dalam menjalankan

profesinya bersifat Bebas, mandiri dan bertanggung jawab. Guna menyelenggarakan peradilan

yang jujur, adil dan memiliki kepastian hukum bagi semua pencari keadilan.

Dalam melaksanakan profesinya seorang Advokat memiliki aturan atau norma yang

harus dipatuhi yaitu berupa Kode Etik. Kode etik Advokat merupakan hukum tertinggi dalam

menjalankan profesi, yang menjamin dan melindungi namun membebankan kewajiban kepada

setiap Advokat untuk jujur dan bertanggung jawab dalam menjalankan profesinya baik kepada

klien, pengadilan, teman sejawat, Negara atau masyarakat, dan terutama kepada dirinya sendiri.

Maka berdasarkan penjelasan di atas kita dapat menarik beberapa kesimpulan, sebagai

berikut:

1. Pemberian jasa pendampingan hukum kepada para pencari keadilan dilindungi oleh Undang-

undang.

2. Sistem penetapan tarifisasi penggunaan jasa advokat sesuai dengan kesepakatan antara advokat

dank lien, walaupun dapat dimungkinkan seorang advokat boleh memberikan jasa Cuma-Cuma

kepada klien yang tidak mampu untuk membayar.


DAFTAR PUSTAKA

 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2003 Tentang Advokat

 Prof. Abdul Kadir Muhammad, Etika Profesi Hukum, 2006, Citra Aditya Bakti, Bandung, cetakan

ketiga.

 http:www.primarionline.com/berita/5_model_pembayaran_jasa_advokat. Dilihat 5 Mei 2013

pukul 21.30

 http://ams-lawfirm.com/tips.html Dilihat 5 Mei 2013 pukul 21.30

 http://hukumonline.com/berita/resensi/jadilah_pengacara_yang_bersifat_arsitek”. Dilihat 5 Mei

2013 pukul 21.30

Anda mungkin juga menyukai