Anda di halaman 1dari 6

BEKAS – BEKAS

Oleh :
Agustinus Mulyono Widiyatama
Taman Budaya Yogyakarta 2008
Di ketik ulang oleh
Ma’rifatul Latifah, mahasiswa Sendratasik Konsentrasi drama
Surabaya 2018
SANDIWARA
SATU BABAK

BEKAS – BEKAS

Agustinus Moeljono Widyatama


Lokasi

( yang merupakan panggung )

Sebuah areal bekas terminal angkutan dalam kota terletak di punggung


gedung – gedung kuna.

Terminal ini pernah memberi hidup tukang – tukang calo, pemilik warung
empek – empek, pemilik kendaraan bersama sopir dan kernetnya, pencari punting
rokok, pelacur, calo, jambret, pencopet, bentuk kebijaksanaan bisik bisik.

Terminal itu kini lengang.

Terminal itu kini telah dipindahkan.

Sebuah warung yang masih betahan menempel tembok ujung pada gerbang
kuna. Penghuni warung itu seorang perempuan lebih muda dan seorang laki – laki.

Warung itu masih bertahan karena pengunjungnya masih rajin singgah. Serasa
mereka mempunyai ikatan batin.

Pelanggan tetap itu bukan anak daerah dimana terminal itu berada. Mereka
yang mencoba mengadu nasib di kota ini. tetapi nasibnya seperti terminal kini.

BEKAS – BEKAS itu terungkap di terminal yang sudah merupakan bekas.

-o-

-- - - -- - - - -- -- - - (amw)- - - - - - - - - - - - -
Para Pelaku

1. Bu Marto : sapaannya Ibu Ayu adalah seorang pemilik warung di


terminal bekas itu. dia terdampar ke kota karena tragedy
rumah tangga. Meninggalkan kampung halaman setelah
bercerai dari suaminya.
2. Yu Kiyem : urban liyar yang menginginkan kehidupan layak tetapi
yang ditemukan malah lebih jauh dari apa yang
diinginkan.
3. Hendrik Sinagula : sering disapa Endi, asal Flores yang pernah bercita-cita
menjadi imam Katolik. Dan dia meninggalkan hal itu
karena merasa tak pantas baginya.
4. Herman Rettob : pemuda bersal dari Kei, dan melanjutkan ke perguruan
tinggi lantaran kemauan orang tuanya, dan menentang
hidupnya sendiri.
5. Hoppy Rompis : pemuda dari Minahasa sengaja merantaumengadu nasib.
6. Lik Gimin : laki-laki sebaya dengan Yu Yem yang selalu hadir di
warung bu Marto mengandalkan tenaganya demi sesuap
nasib.

-o-
Adegan : 1

(panggung seperti pada lembar keterangan, dalam keadaan kosong. Sejenak


kemudian Yu Yem masuk dari arah luar. Sambil memandang seperti ada yang
dicari. Kemudian dicari seperti menggumam).

Yu Yem : Betapa sepinya kini tempat ini. (memandang merayapi keadaan


sekitar ke kanan kiri). Dulu, jam – jam begini, who, ramai sekali . Ii, hi,
hik, mas Manto kernet angkutan jurusan timur datang terengah – engah.
Lalu, sambil tersenum – senyum memegangi pundak ku. Ku ambilkan
es teh segelas besar, di teguk sekali saja. Ku ambilkan lagi segelas.
Masih juga di minum setengah. Akh, seperti orang tidak bertemu air
sewindu (sambil menunjuk bangku panjang di pojok dekat tembok).
Matanya bulat memandangi makanan di meja. Mas Manto menyenangi
gulai bu Ayu. Tetapi pura pura tanya. Ini masakanmu kan dik Yem?
Aku tersipu – sipu. Aku tak pernah menjamah bumbu gulai itu. (diam
menunduk dalam keharuan). Kalau saja saya tidak kasihan pada bu
Ayu, huh, aku tinggalkan tempat ini. Tempat ini kini sepi. Mas Manto??
Takkan ingat lagi. tentu sudah kecantol di sana.

Bu Marto : (bicara dari dalam), kau bicara dengan siapa yu?

Yu Yem : Ihik, anu, bu, bicara sendiri.

Bu Marto : Seperti orang kurang waras saja.

Yu Yem : Sepi, ya, bu. Tang ada orang datang.

Bu Marto : Kalau ramai kau mau apa? Dan kalau banyak orang kau malah susah.

Yu Yem : Hihihi. Bu Ayu ini. mau mengatakan bahwa saya malas bekerja kan?
Bu Marto : (sudah berada di luar berpakaian rapi, kain kebaya memandang yu
Yem), Kau, jangan ikut – ikutan memanggilku bu Ayu. Kau lihat muka
ini? (sambil memperlihatkan mukanya). Heh, lihat ini. seperti jalan
kehilangan aspal. Aku malu dipangil bu Ayu. Panggil aku bu Marto,
ya.

Yu Yem : Bu Marto?

Bu Marto : Ya, bu Marto.

Yu Yem : Apa nama ibu, bu Marto?

Bu Marto : (kelihatan ragu – ragu sambil memandang jauh), kau memang benar.
Namaku bukan itu.

Yu Yem : ???????

Bu Marto : Orang tuaku

Anda mungkin juga menyukai