html
Abses adalah suatu penimbunan nanah, biasanya terjadi akibat suatu infeksi bakteri. Jika
bakteri menyusup ke dalam jaringan yang sehat, maka akan terjadi infeksi. Sebagian sel mati dan
hancur, meninggalkan rongga yang berisi jaringan dan sel-sel yang terinfeksi. Sel-sel darah putih
yang merupakan pertahanan tubuh dalam melawan infeksi, bergerak ke dalam rongga tersebut dan
setelah menelan bakteri, sel darah putih akan mati. Sel darah putih yang mati inilah yang
membentuk nanah, yang mengisi rongga tersebut.
Akibat penimbunan nanah ini, maka jaringan di sekitarnya akan terdorong. Jaringan pada
akhirnya tumbuh di sekeliling abses dan menjadi dinding pembatas abses, hal ini merupakan
mekanisme tubuh untuk mencegah penyebaran infeksi lebih lanjut. Jika suatu abses pecah di dalam
maka infeksi bisa menyebar di dalam tubuh maupun dibawah permukaan kulit, tergantung kepada
lokasi abses.
d. Gejala
Gejala dari abses tergantung kepada lokasi dan pengaruhnya terhadap fungsi suatu organ
atau saraf, karena abses merupakan salah satu manifestasi peradangan maka manifestasi lain yang
mengikuti abses dapat merupakan tanda dan gejala dari proses inflamasi, gejalanya bisa berupa :
1) Nyeri
2) Nyeri tekan
3) Teraba hangat
4) Pembengkakan
5) Kemerahan
6) Demam
Suatu abses yang terbentuk tepat dibawah kulit biasanya tampak sebagai suatu benjolan.
Jika abses akan pecah maka daerah pusat benjolan akan lebih putih karena kulit diatasnya menipis.
Suatu abses di dalam tubuh, sebelum menimbulkan gejala seringkali terlebih dahulu tumbuh
menjadi lebih besar. Abses dalam lebih mungkin menyebarkan infeksi ke seluruh tubuh.
e. Penatalaksanaan
Abses luka biasanya tidak membutuhkan penanganan menggunakan antibiotik. Namun
demikian, kondisi tersebut butuh ditangani dengan intervensi bedah, debridemen, dan kuretase
untuk meringankan nyeri dan mempercepat penyembuhan, suatu abses bisa ditusuk dan
dikeluarkan isinya. Salah satu pembedahannya yaitu dengan laparatomi eksplorasi. Suatu abses
harus diamati dengan teliti untuk mengidentifikasi penyebabnya, utamanya apabila disebabkan
oleh benda asing, karena benda asing tersebut harus diambil. Apabila tidak disebabkan oleh benda
asing, biasanya hanya perlu dipotong dan diambil absesnya, bersamaan dengan pemberian obat
analgesik dan mungkin juga antibiotik.
Drainase abses dengan menggunakan pembedahan biasanya di indikasikan apabila abses
telah berkembang dari peradangan serosa yang keras menjadi tahap pus yang lebih lunak. Apabila
menimbulkan risiko tinggi, misalnya pada area-area yang kritis, tindakan pembedahan dapat
ditunda atau dikerjakan sebagai tindakan terakhir yang perlu dilakukan. Drainase abses paru dapat
dilakukan dengan memposisikan penderita sedemikian hingga memungkinkan isi abses keluar
melalui saluran pernapasan. Memberikan kompres hangat dan meninggikan posisi anggota gerak
dapat dilakukan untuk membantu penanganan abses kulit.
Karena sering kali abses disebabkan oleh bakteri Staphylococcus aureus, antibiotik
antistafilokokus seperti flucloxacillin atau dicloxacillin sering digunakan. Dengan adanya
kemunculan Staphylococcus aureus resisten Methicillin (MRSA) yang didapat melalui komunitas,
antibiotik biasa tersebut menjadi tidak efektif. Untuk menangani MRSA yang didapat melalui
komunitas, digunakan antibiotik lain: clindamycin, trimethoprim-sulfamethoxazole, dan
doxycycline.
Adalah hal yang sangat penting untuk diperhatikan bahwa penanganan hanya dengan
menggunakan antibiotik tanpa drainase pembedahan jarang merupakan tindakan yang efektif. Hal
tersebut terjadi karena antibiotik sering tidak mampu masuk ke dalam abses, selain bahwa
antibiotik tersebut seringkali tidak dapat bekerja dalam pH yang rendah. Namun demikian,
walaupun sebagian besar buku ajar kedokteran menyarankan untuk dilakukan insisi pembedahan,
sebagian dokter hanya menangani abses secara konservatif dengan menggunakan antibiotik.
f. Diagnosa
Abses di kulit atau dibawah kulit sangat mudah dikenali, sedangkan abses dalam seringkali
sulit ditemukan. Pada penderita abses, biasanya pemeriksaan darah menunjukkan peningkatan
jumlah sel darah putih. Untuk menentukan ukuran dan lokasi abses dalam, bisa dilakukan
pemeriksaan rontgen, USG, CT scan atau MRI.
g. Komplikasi
1) Infeksi sekunder ; merupakan komplikasi paling sering, terjadi pada 10-20% kasus.
2) Ruptur atau penjalaran langsung ; rongga atau organ yang terkena tergantung pada letak abses.
Perforasi paling sering ke pleuropulmonal, kemudian kerongga intraperitoneum, selanjutnya
pericardium dan organ-organ lain.
3) Komplikasi vaskuler ; ruptur kedalam v. porta, saluran empedu atau traktus gastrointestinal
jarang terjadi
4) Parasitemia, amoebiasis serebral ; E. histolytica bisa masuk aliran darah sistemik dan
menyangkut di organ lain misalnya otak yang akan memberikan gambaran klinik dari lesi fokal
intrakranial.