“PTERIGIUM”
Disusun Oleh:
Milda Rosevita Anggraheni (42170187)
Pembimbing:
dr. Edi Wibowo, Sp. M, MPH
II. ANAMNESIS
Tanggal : 24 Mei 2019
A. Keluhan Utama
Pasien mengeluhkan sudah 2 bulan ini saat menyetir di malam hari, pandangan
menjadi pecah saat melihat cahaya lampu, dimana saat melihat cahaya lampu
menjadi menyebar kemana-mana.
B. Riwayat Penyakit Sekarang
Di mata kanan pasien terdapat daging tumbuh. Pasien tidak merasakan mata
berair, nyeri, merah, maupun gatal. Pasien mengenakan kacamata minus, akan
tetapi pasien tidak mengetahui langsung visusnya. Tidak ada keluhan lain seperti :
pusing, mual, maupun muntah. Pasien tidak memiliki penyakit katarak.
E. Riwayat Pengobatan
Riwayat Operasi : (-)
Riwayat Mondok : (-)
Riwayat konsumsi obat : pasien belum pernah mengkonsumsi obat
sebelumnya.
F. Life style
Kegiatan pasien sehari-harinya adalah ibu rumah tangga. Pasien mengatakan
sering berkontak dengan debu, asap, dan sinar matahari karena pasien sering
berkendara keluar rumah. Pasien tidak menggunakan kosmetik di bagian mata
maupun lensa kontak. Pada saat membaca buku, penglihatan pasien masih
baik dengan menggunakan kacamata minus. Pola makan pasien baik.
STATUS GENERALIS
A. Kepala
Ukuran Kepala : Normochepali
Mata : Sesuai status lokalis
Hidung : Bentuk normal, deviasi septum (-), sekret (-)
Mulut : Bibir kering (-), Stomatitis (-), mukosa mulut
basah, sianosis (-)
Leher : Limfonodi tidak teraba, nyeri tekan (-),
pembesaran tyroid (-)
B. Thorax
Inspeksi : Dada simetris, kelainan bentuk dada (-),
ketinggalan gerak (-)
Palpasi : Fremitus kanan-kiri normal, ictus cordis teraba
di SIC 5 linea midclavicularis sinistra
Perkusi : Sonor +/+, batas jantung normal
Auskultasi : Suara paru vesikuler(+/+), ronki (-/-),
wheezing (-/-), suara jantung S1 dan S2 reguler tunggal,
bising (-)
C. Abdomen:
Inspeksi : Supel (+), distensi (-), jejas (-), benjolan/
massa (-)
Auskultasi : Peristaltik usus normal
Perkusi : Timpani di sembilan regio, nyeri ketuk (-)
Palpasi : Nyeri tekan (-)
D. Ekstremitas
Atas : Akral teraba hangat, edema (-) , CRT< 2 detik
Bawah : Akral teraba hangat, edema (-), CRT < 2 detik
STATUS LOKALIS MATA
OD Pemeriksaan OS
Konjungtiva Tarsalis
Tenang Tenang
Superior
Konjungtiva Tarsalis
Tenang Tenang
Inferior
VII. PENATALAKSANAAN
a. Farmakologi
Cendo cyfresh plus tetes mata 0,5 ml
b. Non Farmakologi
Pembedahan (eksisi pterigium), diindikasikan pada pterigium yang mendekati
aksis, pterigium dengan pertumbuhan yang cepat (menyebabkan iritasi dan
menganggu kosmetik).
VIII. EDUKASI
Menggunakan obat tetes mata sesuai anjuran untuk mengurangi peradangan dan
control apabila ada keluhan lebih lanjut.
Menggunakan kacamata hitam terutama jika bepergian di daerah terbuka yang
terpapar sinar matahari
Jangan mengucek mata
IX. PLANNING
Dirujuk ke dokter spesialis mata
IX. PROGNOSIS
2. Faktor Risiko
Peningkatan paparan terhadap sinar ultraviolet, termasuk yang tinggal iklim
subtropis dan tropis.
Paparan alergen, iritasi berulang, seperti akibat debu dan kekeringan.
Terlibat dalam pekerjaan yang membutuhkan kegiatan di luar ruangan, seperti
pada lingkungan berangin, penuh sinar matahari, berdebu, dan berpasir.
Riwayat genetik terhadap adanya pterigium yang terjadi ada di dalam keluarga
tertentu.
Kornea dipersarafi oleh banyak saraf sensoris terutama berasal dari saraf siliar
longus, saraf nasosiliar, saraf ke V saraf siliar longus berjalan suprakoroid, masuk ke
dalam stroma kornea, menembus membran Bowman melepaskan selubung Schwannya.
Seluruh lapisan epitel dipersarafi sampai pada kedua lapis terdepan tanpa ada akhir saraf.
Bulbus Krause untuk sensasi dingin ditemukan di daerah limbus. Daya regenerasi saraf
sesudah dipotong di daerah limbus terjadi dalam waktu 3 bulan.
Trauma atau penyakit yang merusak endotel akan mengakibatkan sistem pompa
endotel terganggu sehingga dekompensasi endotel dan terjadi edema kornea. Endotel
tidak mempunyai daya regenerasi. Kornea merupakan bagian mata yang tembus
cahaya dan menutup bola mata di sebelah depan. Pembiasan sinar terkuat dilakukan oleh
kornea, dimana 40 dioptri dan 50 dioptri pembiasan sinar masuk kornea.
Gambar 3. Gambar kornea pada mata manusia
4. Etiologi
Etiologi pterigium tidak diketahui secara jelas dan diduga merupakan suatu
neoplasma, radang, dan degenerasi. Beberapa teori mengatakan pterigium disebabkan
oleh paparan sinar matahari (ultraviolet) dan iritasi kronik dari lingkungan seperti : debu,
angin, dan udara.
5. Patogenesis
Ultraviolet adalah mutagen untuk tumor supresor gene p53 pada limbal basal stem
cell. Tanpa apoptosis, transforming growth factor-beta diproduksi dalam jumlah
berlebihan dan menimbulkan proses kolagenase meningkat. Sel-sel bermigrasi dan
membentuk angiogenesis. Akibatnya terjadi perubahan degenerasi kolagen dan
terlihat jaringan subepitelial fibrovaskular. Pada jaringan subkonjungtiva terjadi
degenerasi elastoik, proliferasi jaringan vaskular di bawah epitel yang selanjutnya
menembus dan merusak kornea. Kerusakan pada kornea terdapat pada lapisan membran
bowman oleh pertumbuhan jaringan fibrovaskular, yang sering disertai dengan inflamasi
ringan. Epitel dapat normal, tebal atau tipis dan kadang terjadi displasia.
Limbal stem cell adalah sumber regenerasi epitel kornea. Pada keadaan
defisiensi limbal stem cell, terjadi pembentukan jaringan konjungtiva pada
permukaan kornea. Gejala dari defisiensi limbal adalah pertumbuhan konjungtiva
ke kornea, vaskularisasi, inflamasi kronis, kerusakan membran basement dan
pertumbuhan jaringan fibrotik. Tanda ini juga ditemukan pada pterigium dan karena
itu banyak penelitian menunjukkan bahwa pterigium merupakan manifestasi dari
defisiensi atau disfungsi limbal stem cell. Kemungkinan akibat sinar ultraviolet terjadi
kerusakan limbal stem cell di daerah interpalpebra.
6. Patofisiologi
Patofisiologi pterigium ditandai dengan degenerasi elastotik kolagen dan
proliferasi fibrovaskular, dengan permukaan yang menutupi epitel. Histopatologi
kolagen abnormal pada daerah degenerasi elastotik menunjukkan daerah basofilia bila
dicat dengan hematoksin dan eosin. Jaringan ini juga bisa di cat menggunakan cat untuk
jaringan elastik akan tetapi bukan jaringan elastik yang sebenarnya karena jaringan ini
tidak bisa dihancurkan oleh elastase.
7. Manifestasi Klinis
Mata merah dengan tajam penglihatan normal disertai jaringan fibrovaskular
konjungtiva yang tumbuh secara abnormal berbentuk seperti sayap (wing shaped).
Gangguan penglihatan dapat terjadi jika pterigium menutupi aksis visual atau terdapat
astigmatisme.
Pterigium dapat tidak memberikan keluhan atau akan memberikan keluhan mata iritatif,
merah dan mungkin menimbulkan astigmat yang akan memberikan keluhan gangguan
penglihatan. Pterigium dapat disertai dengan keratitis pungtata dan dellen (penipisan
kornea akibat kering) dan garis besi (iron line dari Stocker) yang terletak di ujung
pterigium.
Berikut megenai klasifikasi pterigium :
a. Berdasarkan luas perkembangannya :
- Stadium I : pterigium belum mencapai limbus
- Stadium II : sudah mencapai limbus tapi belum mencapai daerah pupil
- Stadium III : sudah mencapai daerah pupil
b. Berdasarkan progresifitas tumbuhnya :
- Stasioner : relatif tidak berkembang lagi (tipis, pucat, atrofi)
- Progresif : berkembang lebih besar dalam waktu singkat
c. Berdasarkan tipenya :
- Membran / fibrosa : tipis & pucat, pembuluh darah drh < 5
- Vaskuler : hiperemi , pembuluh darah > 5
8. Diagnosis
Anamnesis
Pasien dengan pterigium menunjukkan berbagai macam keluhan mulai dari tidak
ada gejala sampai kemerahan, pembengkakan, gatal, iritasi, penglihatan menjadi kabur
berhubungan dengan peninggian lesi pada konjungtiva dan kornea yang berdekatan pada
satu atau kedua mata.
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan dapat dijumpai benjolan atau tonjolan fibrovaskular berbentuk
segitiga dengan pinggiran yang meninggi dengan apeks yang mencapai kornea dan
badannya terletak pada konjugtiva inter palpebra. Bagian puncak dari jaringan pterigium
ini biasanya menampakkan garis coklat-kemerahan yang merupakan tempat deposisi besi
yang disebut garis Stocker. Pada umumnya jaringan ini memiliki vaskularisasi yang baik
dan biasanya terletak di nasal.
Pemeriksaan Penunjang
9. Diagnosis Banding
Pterigium harus dibedakan dari pseudopterigium. Pseudopterigium adalah lipatan
konjungtiva bulbar yang melekat pada kornea. Hal ini terbentuk karena adhesi dari
konjungtiva bulbar dengan ulkus kornea marjinal. Hal ini biasanya terjadi pada luka
bakar akibat zat kimia pada mata.
a. Pinguekula
Penebalan terbatas pada konjungtiva bulbi, berbentuk nodul yang berwarna
kekuningan pada konjungtiva bulbi di daerah nasal atau temporal limbus. Tampak
seperti penumpukan lemak bisa karena iritasi ataupun karena kualitas air mata yang
kurang baik. Pada umumnya tidak diperlukan terapi tetapi pada kasus tertentu dapat
diberikan steroid topikal.
Pingueculum (panah abu-abu) merupakan lesi di limbus sklerokorneal yang berbeda
dengan pterigium, di mana tidak tumbuh mencapai permukaan kornea.
b. Pseudopterigium
Pterigium umumnya didiagnosis banding dengan pseudopterigium yang
merupakan suatu reaksi dari konjungtiva oleh karena ulkus kornea. Pada pengecekan
dengan sonde, sonde dapat masuk di antara konjungtiva dan kornea.
Pseudopterigium merupakan perlekatan konjungtiva dengan kornea yang cacat akibat
ulkus. Sering terjadi saat proses penyembuhan dari ulkus kornea, dimana konjungtiva
tertarik dan menutupi kornea. Pseudopterigium dapat ditemukan dimana saja bukan
hanya pada fissura palpebra seperti halnya pada pterigium. Pada pseudopterigium
juga dapat diselipkan sonde di bawahnya sedangkan pada pterigium tidak. Pada
pseudopterigium melalui anamnesa selalu didapatkan riwayat adanya kelainan kornea
sebelumnya, seperti ulkus kornea. Selain pseudopterigium, pterigium dapat pula
didiagnosis banding dengan pannus dan kista dermoid.
Pseudopterigium yang tumbuh dari kuadran inferior nasal konjunctiva bulbar yang
diikuti luka bakar asam lokal
c. Ocular Surface Squamous Neoplasm
OSSN yang searah dengan limbal.
10. Tatalaksana
Pengobatan pterigium adalah dengan sikap konservatif atau dilakukan
pembedahan bila terjadi ganguan penglihatan akibat terjadinya astigmatisme
ireguler atau pterigium yang telah menutupi media penglihatan. Bila terdapat tanda
radang beri air mata buatan bila perlu dapat diberi steroid. Pemberian vasokontriktor
perlu kontrol dalam 2 minggu dan pengobatan dihentikan, jika sudah ada perbaikan.
Tindakan pembedahan kombinasi autograf konjungtiva dan eksisi adalah suatu tindakan
bedah plastik yang dilakukan bila pterigium telah mengganggu penglihatan dan
mengurangi resiko kekambuhan.
Konsevatif
Pada keadaan dini pterigium tidak memerlukan terapi dan hanya konservatif saja.
Lindungi mata dari sinar matahari, udara kering, debu dengan kacamata. Pengobatan
konservatif pada pterigium terdiri dari topical lubricating drops atau air mata buatan
(misalnya, refresh tears, gen teal drops), serta sesekali penggunaan jangka pendek tetes
mata kortikosteroid topikal anti-inflamasi (misalnya, Pred Forte 1%) bila gejala lebih
intens. Selain itu, penggunaan kacamata anti-UV disarankan untuk mengurangi paparan
radiasi ultraviolet lebih lanjut.
Farmakologis
Pada keadaan meradang, kemerahan dan rasa perih dari pterigium dapat diatasi
dengan:
a. Air mata buatan (GenTeal)
Air mata artifisial dapat memberi lubrikasi okuler untuk pasien dengan kornea yang
ireguler akibat tumbuhnya pterigium.
b. Prednisolone acetate
Suspensi kortikosteroid untuk penggunaan topikal. Penggunaan dibatasi pada mata
dengan inflamasi yang signifikan.
Bedah
Bedah eksisi adalah satu-satunya pengobatan yang memuaskan, yang dapat diindikasikan
untuk, menurut Ziegler :
Mengganggu visus
Mengganggu pergerakan bola mata
Berkembang progresif
Mendahului suatu operasi intraokuler
Kosmetik
Pembedahan dilakukan jika sudah ada keluhan penglihatan dan gangguan kosmetik.
Terdapat beberapa teknik dalam pembedahan.
12. Prognosis
Kekambuhan tinggi pada negara yang beriklim tropis. Penglihatan dan kosmetik
pasien setelah dieksisi adalah baik. Kebanyakan pasien dapat beraktivitas lagi setelah 48
jam post operasi. Pasien dengan pterigium rekuren dapat dilakukan eksisi ulang dan graft
dengan konjungtiva auto graft atau transplantasi membran amnion.
DAFTAR PUSTAKA
Ilyas, Sidharta. Ilmu Penyakit Mata. Ed Kelima. Jakarta: Balai Penerbit FK UI, 2014.
Departemen Ilmu Kesehatan Mata. 2011. Pemeriksaan Dasar Mata. Jakarta: FKUI
Tri Lestari, Dwi jayanti, dkk. 2017. Pterigium Derajat IV pada Pasien Geriatri. Lampung:
Universitas Lampung Majority Volume 7 Nomor 1. Diunduh dari
http://repository.lppm.unila.ac.id/7886/1/1739-2446-1-PB.pdf