Asfiksia Dan Resusitasi BBL
Asfiksia Dan Resusitasi BBL
• Berdasarkan data dari WHO November 2013, jumlah kelahiran bayi hidup di
Indonesia pada tahun 2010 adalah 4.371.800, dengan kelahiran prematur
sebanyak 675.700 (15,5 per 100 kelahiran hidup) dan angka kematian sebesar
32.400 (nomor 8 penyebab kematian di Indonesia).
• Dalam 10 tahun terakhir, Angka Kematian Neonatal di Indonesia cenderung
stagnan yaitu 20/1000 kelahiran hidup (SDKI 2002-2003) menjadi 19/1000
kelahiran hidup (SDKI 2012).
• Penyebab utama kematian neonatal pada minggu pertama (0-6 hari) adalah
asfiksia (36 %), BBLR/ Prematuritas (32%) serta sepsis (12%) sedangkan bayi
usia 7-28 hari adalah sepsis (22%), kelainan kongenital (19%) dan pneumonia
(17 %).
Asfiksia
• Dalam dekade terakhir pelayanan persalinan sudah lebih baik namun bayi
baru lahir masih banyak menderita asfiksia.
• Pada kasus asfiksia berat menyebabkan Hipoksia Iskemik Ensefalopati (HIE)
dan bisa menyebabkan kerusakan neurologis permanen.
• Prevalensi asfiksia pada persalinan adalah 25 tahun, per 1000 kelahiran hidup
di antaranya 15% adalah sedang atau berat.
• Pada bayi prematur, 73 per 1000 kelahiran hidup di antaranya 50% adalah
sedang atau berat.
• Di negara berkembang, sekitar 3% bayi lahir mengalami asfiksia derajat
sedang dan berat
Difinisi
• Istilah asfiksia sendiri berasal dari bahasa Yunani yang berarti nadi yang
berhenti (stopping of the pulse).
• Asfiksia terjadi apabila terdapat kegagalan pertukaran gas di organ.
Definisi WHO adalah kegagalan bernapas secara spontan dan teratur
segera setelah lahir.
• Asfiksia perinatal adalah kondisi bayi yang ditandai dengan hipoksia dan
hipercapnia disertai asidosis metabolik.
• Diagnosis asfiksia yang akurat memerlukan penilaian kadar gas dan asam
darah.
• Pada asidosis metabolik untuk memastikan belum / telah terjadi
ensefalopati neonatus dan untuk mengetahui derajat asfiksia.
Menurut American College of Obstetrics and Gynecology
tahun 2002, diagnosis Asfiksia didasarkan
Sedangkan faktor risiko terjadinya asfiksia adalah paritas, usia ibu dan usia kehamilan,
riwayat obstetri jelek, ketuban pecah dini dan berat lahir bayi.
• SKOR APGAR adalah suatu metode sederhana yang digunakan untuk mengetahui
apakah bayi menderita asfiksia atau tidak.
• Yang dinilai adalah frekuensi jantung (heart rate), pernafasan (respiratory), tonus
otot (muscle tone), warna kulit (colour) dan refleks ransangan (reflex irritability).
• Nilai Apgar adalah metode obyektif untuk menilai kondisi bayi baru lahir
dan berguna untuk memberikan informasi mengenai keadaan bayi
secara umum, serta responnya terhadap resusitasi.
• Nilai Apgar ditentukan pada menit ke-1 dan menit ke-5 setelah lahir.
• Jika nilai Apgar pada menit ke-5 kurang dari 7 maka ada tambahan nilai
setiap 5 menit sampai 20 menit.
• Nilai Apgar tidak digunakan untuk memulai tindakan resusitasi ataupun
menunda intervensi pada bayi dengan depresi sampai penilaian menit
ke-1.
• Akan tetapi resusitasi harus segera dimulai sebelum menit ke-1 dihitung.
RESUSITASI
• Usaha untuk mengakhiri asfiksia adalah dengan resusitasi
memberikan oksigenasi yang adekuat.
• Langkah awal resusitasi penting untuk menolong bayi baru lahir
dengan asfiksia dan harus dilakukan dalam waktu 30 detik.
• Resusitasi neonatus adalah serangkaian intervensi saat kelahiran
untuk mengadakan usaha nafas dan sirkulasi yang adekuat.
• Pada setiap kelahiran, harus ada paling sedikit 1 orang di kamar
bersalin yang tugasnya khusus bertanggung jawab untuk penanganan
bayi dan dapat melakukan langkah awal resusitasi, termasuk
pemberian ventilasi tekanan positif (VTP) dan membantu kompresi
dada.
Monitoring post resusitasi
• Pada beberapa keadaan membutuhkan monitoring berulang tiap beberapa
menit setelah resusitasi,
• Sedangkan pada keadaan yang lebih ringan dapat dinilai ulang tiap 1–3
jam.
• Hal yang harus dievaluasi dan dicatat adalah
• laju nafas, nilai normal laju nafas neonatus adalah 40–60 kali/menit dan
• Tanda distres pernafasan lain diantaranya:
a. Retraksi, dapat dilihat didaerah suprasternal, substernal, interkostal,
subkostal.
b. Grunting, pernafasan cuping hidung
c. Apnea, nafas megap-megap, atau periodic breathing.
• Bayi yang membutuhkan resusitasi saat lahir
memiliki risiko untuk mengalami
perburukan kembali walaupun telah
tercapai tanda vital yang normal.
• Ketika ventilasi dan sirkulasi yang adekuat
telah tercapai, bayi harus dipantau atau
ditransfer ke tempat yang dapat dilakukan
monitoring penuh
• dapat dilakukan tindakan antisipasi, untuk
pencegahan hipotermia,
• monitoring yang ketat dan pemeliharaan
fungsi sistemik dan serebral.
• Penanganan pasca resusitasi
neonatus diantaranya adalah
• pemantauan gula darah
(sugar),
• suhu (temperature),
• jalan nafas (airway),
• tekanan darah (blood pressure),
• pemeriksaan laboratorium
(laboratories)
• dukungan emosional kepada
keluarga (emotional support).
Kesimpulan
• Pertolongan persalinan yang benar menentukan kualitas bayi yang
dilahirkan karena itu diperlukan pengetahuan dan kemampuan
tentang manajemen asfiksia dan resusitasi bayi baru lahir untuk
menurunkan angka kecacatan dan kematian bayi.
DAFTAR PUSTAKA
1. WHO. Preterm birth, updated november 2013. Diakses dari
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs363/en/ pada tanggal 10
Februari 2014.
2. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia 2015. Profil kesehatan indonesia
tahun 2014.
3. Low JA Determining the contribution of asphyxia to brain damage in the
neonate. Obstet Gynaecol Res. 2004;30(4):276-86.
4. Palsdottir K, Dagbjartsson A, Thorkelsson T, Hardardottir H. Birth asphyxia and
hypoxic ischemic encephalopathy, incidence and obstetric risk factors.
Laeknabladid. 2007;93(9):595-601.
5. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia nomor 53 tahun 2014 tentang Pelayanan Kesehatan
Neonatal Esensial.