Anda di halaman 1dari 29

STATUS RESPONSI

HEMOPTISIS EC TB PARU KASUS


RELAPS

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Responsi Kepanitraan di


Bagian Ilmu Penyakit Dalam

Disusun Oleh :
Rr. Citra Sari Laras P
4151151409

Perseptor :
Yudith Yunia K, dr., Sp.PD.

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI
CIMAHI
MEI 2016
1

BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT DUSTIRA/FAK KEDOKTERAN UNIVERSITAS
JENDRAL ACHMAD YANI
CIMAHI

Nama Penderita : Ny. T Ruang : X No.Cat. Med :


Jenis kelamin : Perempuan Umur : 40 tahun Agama : Islam
Jabatan/Pekerjaan : IRT
Alamat : Jl. Cagak

Dikirim oleh : Poliklinik Paru Tgl.Dirawat : 01 Juni 2016 jam:


Tgl. Diperiksa (Co-Ass) : 06 Juni 2016
Tgl. Keluar :- Jam : -
Keadaan waktu pulang : sembuh/perbaikan /pulang paksa/lain-lain
Penderita meninggal pada tgl. : Jam :

Diagnosa/Diagnosa Kerja :
Dokter : Hemoptisis ec TB Paru Kasus Relaps
Co-Ass : Hemoptisis ec TB Paru Kasus Relaps

A. ANAMNESA (Auto/Hetero)

KELUHAN UTAMA : Batuk Berdarah

ANAMNESA KHUSUS :
Pasien mengeluhkan batuk berdarah sejak 10 hari yang lalu, dirasakan selama
6 hari. Keluhan batuk disertai darah yang berwarna kehitaman sebanyak 1-2
sendok makan. Batuk darah tidak disertai dengan cairan atau sisa makanan. Batuk
juga disertai dengan sesak yang terasa ketika pasien selesai beraktivitas seperti
membersihkan rumah, yang berkurang atau hilang dengan istirahat. Sesak tidak
disertai dengan bunyi mengi, dan tidak dipengaruhi oleh cuaca, debu maupun
asap. Pasien juga merasakan nyeri pada dadanya, namun nyeri dirasakan tidak
menjalar dan nyeri dirasakan ketika pasien batuk. Nyeri dada tidak disertai
jantung berdebar.
Batuk berdarah diawali dengan keluhan batuk berdahak berwarna kehijauan
yang dirasakan sejak 2 bulan yang lalu. Pasien juga mengeluhkan adanya demam
yang dirasakan pada malam hari, disertai dengan timbulnya keringat dan
2

menggigil. Pasien juga mengeluhkan badannya yang menjadi lemas, serta


penurunan nafsu makan dan penurunan berat badan. Pasien tidak merasakan mual
ataupun muntah dan tidak mengalami keluhan pada BAK dan BAB-nya.
Pasien tidak pernah merokok, riwayat magh tidak ada, dan diabetes melitus
tidak ada. Riwayat asma pada pasien tidak ada, riwayat alergi pun tidak ada.
Pasien mengaku pernah mengalami pengobatan paru selama 8 bulan dengan obat
yang diminum secara rutin setiap harinya dan dinyatakan sembuh pada tahun
2000.
Pasien juga mengaku bahwa beberapa bulan yang lalu dilingkungan
keluarganya pernah ada saudaranya yang berkunjung untuk menginap dengan
keluhan serupa yaitu batuk berdarah.

a. Keluhan Keadaan Umum c. Keluhan Organ Leher


Panas Badan : Tidak ada Rasa sesak di leher : tidak ada
Tidur : Ada, batuk, Pembesaran Kelenjar : tidak ada
keringat malam Kaku Kuduk : Tidak ada
Edema : Tidak ada
Ikterus : Tidak ada d. Keluhan Organ Thorax
Haus : Tidak ada Sesak Nafas : Ada, bila
Nafsu Makan : Menurun batuk
Berat Badan : Menurun Nyeri Dada : Ada, bila
batuk
b. Keluhan Organ Kepala Nafas Berbunyi : Tidak ada
Penglihatan : Tidak ada Batuk : Ada,
Hidung : Tidak ada berdarah
Lidah : Tidak ada Jantung Berdebar : Tidak ada
Ggn Menelan : Tidak ada
Pendengaran : Tidak ada e. Keluhan Organ Perut
Mulut : Tidak ada Nyeri Lokal : Tidak ada
Gigi : Tidak ada Nyeri Tekan : Tidak ada
Suara : Tidak ada Nyeri Seluruh Perut : Tidak ada
Nyeri berhubungan dengan
3

Makan : Tidak ada Nyeri otot/sendi : Tidak ada


b.a.b : Tidak ada Claudicatio Intermitten : Tidak
haid : Tidak ada ada
Perasaan Tumor di perut : Tidak Kesemutan/baal : Tidak ada
ada Nyeri tekan : Tidak ada
Muntah-muntah : Tidak ada Luka/bekas luka : Tidak ada
Diare : Tidak ada Bengkak : Tidak ada
Obstipasi : Tidak ada
Tenesmi ad ani : Tidak ada g. Keluhan – keluhan Lain :
Perubahan dalam BAK : Tidak Kulit : Tidak ada
ada Ketiak : Tidak ada
Perubahan dalam BAB : Tidak Keluhan kelenjar limfe : Tidak
ada ada
Perubahan dalam haid : - Keluhan kelenjar endokrin :
Haid : Tidak ada
f. Keluhan tangan dan kaki DM :Tidak ada
Rasa kaku : Tidak ada Tiroid : tidak ada
Rasa lelah : Ada Lain-lain : tidak ada

Anamnesis Tambahan :
a. Gizi Kualitas : kurang
Kuantitas : kurang
b. Penyakit menular : tidak ada
c. Penyakit turunan : tidak ada
d. Ketagihan : tidak ada
e. Penyakit venerik : tidak ada

B. STATUS PRAESEN
I. KESAN UMUM
a. Keadaan Umum
Kesadaran : Composmentis
Watak : Kooperatif
4

Kesan Sakit : Tampak sakit sedang


Pergerakan : Aktif
Tidur : Terlentang dengan 1 bantal
Tinggi Badan : 155 cm
Berat Badan : 47 Kg
Keadaan Gizi : IMT 19,58
Gizi Kulit : Kurang
Gizi Otot : Kurang
Bentuk Badan : Atletikus
Umur Yang ditaksir : Sesuai
Kulit : Sawo matang

b. Keadaan Sirkulasi
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Nadi : 68 x/menit
Respirasi : 23 x/menit
Suhu : 34,8 C
Keringat Dingin : Tidak ada
Sianosis : Tidak ada

c. Keadaan Pernafasan
Tipe : Thoracobdominal
Frekuensi : 23 x/menit
Corak : Normal
Hawa/bau Nafas : Normal
Bunyi Nafas : Tidak ada bunyi tambahan (mengi -)

II. PEMERIKSAAN KHUSUS


a. Kepala
1. Tengkorak
- Inspeksi : Simetris, normosefal
- Palpasi : Simetris
2. Muka
- Inspeksi : Ikterik (-)
5

- Palpasi : Tidak dilakukan pemeriksaan


3. Mata
- Letak : Simetris
- Kelopak Mata : Edema -
- Kornea : Tidak ada kelainan
- Refleks Kornea : Tidak dilakukan pemeriksaan
- Pupil : Bulat, Isokor
- Reaksi konvergensi : +/+
- Lensa Mata : Tidak ada kelainan
- Sklera : Ikterik -/-
- Konjungtiva : Anemi -/-
- Iris : Tidak ada kelainan, sinekia -/-
- Pergerakan : Normal ke segala arah
- Reaksi Cahaya : Direk +/+, Indirek +/+
- Visus : Tidak dilakukan pemeriksaan
- Funduskopi : Tidak dilakukan pemeriksaan
4. Telinga
- Inspeksi : Simetris, massa (-), fistula (-)
- Palpasi : Tidak ada kelainan
- Pendengaran : Tidak ada gangguan
5. Hidung
- Inspeksi : Rhinore -/-, PCH -/-
- Sumbatan : Tidak ada
- Ingus : Tidak ada
6. Bibir
- Sianosis : Tidak ada
- Khelitis : Tidak ada
- Stomatitis Angularis : Tidak ada
- Rhagaden : Tidak ada
- Perlecha : Tidak ada
7. Gigi dan Gusi : Perdarahan Gusi (-)
8. Lidah
- Besar : Normal, tidak ada kelainan
- Bentuk : Tidak ada kelainan
6

- Pergerakan : Tremor (-)


- Permukaan : Mukosa basah, tepi tidak hiperemis
9. Rongga Mulut
- Hiperemis : Tidak ada
- Lichen : Tidak ada
- Apthea : Tidak ada
- Bercak : Tidak ada
10. Rongga Leher
- Selaput lendir : Sulit dinilai
- Dinding belakang pharinx : Sulit dinilai
- Tonsil : Sulit dinilai

b. Leher
1. Inspeksi
- Trakhea : Tidak terlihat deviasi –
- Kelenjar tiroid : Tak terlihat membesar
- Pembesaran Vena : Tidak ada pembesaran
- Pulsasi Vena : Tidak terlihat
2. Palpasi
- KGB : Tidak teraba membesar
- Kelenjar tiroid : Tidak ada kelainan
- Tumor : Tidak ada
- Otot Leher : Tidak ada kelainan
- Kaku Kuduk : Tidak ada
3. Pemeriksaan Tekanan Vena jugularis : 5 + 2 cmH2O
Hepato jugular refluks : Tidak ada

c. Ketiak
1. Inspeksi
- Rambut ketiak : tidak dilakukan pemeriksaan
- Tumor : tidak dilakukan pemeriksaan
2. Palpasi
- KGB : Tidak dilakukan pemeriksaaan
- Tumor : Tidak dilakukan pemeriksaan
7

d. Pemeriksaan Thorax
Thorax depan
1. Inspeksi
- Bentuk Umum : Simetris, tidak ada deformitas
- Sela Iga : Tidak ada pelebaran/penyempitan
- Sudut Epigastrium : < 90 derajat
- Diameter Frontal Sagital : diameter frontal < diameter sagital
- Pergerakan : Simetris
- Muskulatur : Tidak ada kelainan
- Kulit : Tidak ada kelainan
- Tumor : Tidak ada
- Ictus Kordis : Tidak terlihat
- Pulsasi lain : Tidak ada
- Pelebaran Vena : Tidak ada

2. Palpasi
- Kulit : Tidak ada kelainan
- Muskulatur : Tidak ada kelainan
- Mamame : Tidak ada kelainan
- Sela Iga : Tidak ada pelebaran/penyempitan
- Thorax/Paru Kanan Kiri
- Pergerakan : Simetris
- Vokal Fremitus : Normal
- Ictus Cordis : Tidak teraba
- Lokalisasi :-
- Intensitas :-
- Pelebaran :-
- Thrill :-
3. Perkusi
- Paru-Paru Kanan Kiri
- Perkusi Perbandingan : Sonor Sonor
- Batas paru Hepar : ICS V, linea midklavikularis dextra
- Peranjakan : Satu sela iga
8

- Jantung
Batas kanan : ICS IV linea sternalis dextra
Batas kiri : ICS V linea midklavikularis sinistra
Batas Atas : ICS II Linea sternalis sinistra
4. Auskultasi
- Paru-Paru Kanan Kiri
Suara pernafasan : VBS Kanan = Kiri
Suara tambahan : Ronkhi -/-, Wheezing -/-
Vocal Resonance : Kanan = Kiri
- Jantung
Irama : Reguler
Bunyi Jantung : M1 > M2 P1 > P2
T1 > T2 A1 > A2
Bunyi Jantung tambahan : Tidak ada
Bising Jantung : Tidak ada
Bising gesek jantung : Tidak ada

Thorax Belakang
1. Inspeksi
- Bentuk : Simetris, deformitas –
- Pergerakan : Simetris
- Kulit : Tidak ada kelainan, lesi –
- Muskulatur : Tidak ada kelainan

2. Palpasi Kanan Kiri


- Sela Iga : Tidak ada pelebaran/penyempitan
- Muskulatur : Tidak ada kelainan
- Vocal fremitus : Normal Kanan = Kiri

3. Perkusi Kanan Kiri


Perkusi Perbandingan : Sonor Sonor

4. Auskultasi
- Pernafasan : VBS Kanan = Kiri
9

- Suara tambahan : Ronkhi -/-, Wheezing -/-


- Vocal Resonance : Normal, Kanan = Kiri

e. Abdomen
1. Inspeksi
- Bentuk : Cembung
- Otot dinding perut : Tidak tegang
- Kulit : Tidak ada kelainan
- Umbilicus : Tidak menonjol
- Pergerakan Usus : Tidak terlihat
- Pulsasi : Tidak terlihat
- Venektasi : Tidak ada

2. Auskultasi
- Bising usus : (+) Frekuensi normal
- Bruit : Tidak ada
- Lain-lain : Tidak ada

3. Perkusi
- Suara Perkusi : Tympani
- Asites
- Pekak Samping : Tidak ada
- Pekak Pindah : Tidak ada
- Fluid Wave : Tidak ada

4. Palpasi
- Dinding Perut : Tidak tegang
- Nyeri tekan lokal : Tidak ada
- Nyeri tekan difus : Tidak ada
- Nyeri lepas : Tidak ada
- Defans muscular : Tidak ada
- Hepar Tidak teraba
Besar :
Konsistensi :
10

Permukaan :
Tepi :
Nyeri tekan :
- Lien Tidak teraba

Pembesaran :
Konsistensi :
Permukaan :
Insisura :
Nyeri tekan :

- Tumor/massa : Tidak teraba


- Ginjal : Tidak teraba
- Pemeriksaan balottemen : -/-

f. CVA : nyeri ketok -/-

g. Lipat Paha
1. Inspeksi
Tumor : tidak dilakukan pemeriksaan
KGB : tidak dilakukan pemeriksaan
Hernia : tidak dilakukan pemeriksaan

2. Palpasi
Tumor : tidak dilakukan pemeriksaan
KGB : tidak dilakukan pemeriksaan
Pulsasi A. Femoralis: tidak dilakukan pemeriksaan

3. Auskultasi
A. Femoralis : tidak dilakukan pemeriksaan

h. Genitalia : tidak dilakukan pemeriksaan


i. Sakrum : tidak ada kelainan
j. Anus dan rektum : tidak dilakukan pemeriksaan
11

k. Ekstremitas atas-bawah
1. Inspeksi Atas Bawah
- Bentuk : Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
- Pergerakan : Tidak terbatas Tidak terbatas
- Kulit : Ruam - Ruam -
- Otot : Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
- Edema : Tidak ada Tidak ada
- Clubbing finger : Tidak ada Tidak ada
- Palmar eritem : Tidak ada Tidak ada

2. Palpasi
- Nyeri tekan : Tidak ada Tidak ada
- Tumor : Tidak ada Tidak ada
- Edema : Tidak ada Tidak ada
- Pulsasi arteri : Teraba Teraba
l. Sendi-sendi
1. Inspeksi
- Kelainan bentuk : Tidak ada
- Tanda radang : Tidak ada
- Lain-lain : Tidak ada
2. Palpasi
- Nyeri tekan : Tidak ada
- Fluktuasi : Tidak ada
- Lain-lain : Tidak ada
m. Neurologik : Tidak dilakukan pemeriksaan

III. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

DARAH (01 Juni 2016)

- Hb : 11.4 g/dL Basofil : 0.8 %


-
Eritrosit : 3.9 x 106/mm2 Eosinofil : 7.6 %
- Leukosit : 7.3 x 103/mm2 Segmen : 58.6 %
- Hematokrit : 33.4 % Limfosit : 20.8 %
- Trombosit : 422 x 103/mm2 Monosit : 12.2 %
12

- MCV : 84.8 %
- MCH: 28.9 %
- MCHC: 34.1 %
- RDW : 12.4 %

SPUTUM BTA : +1 / +1/ +1

HASIL FOTO THORAX:

C. RESUME

Seorang perempuan berusia 40 tahun mengeluhkan batuk berdarah sejak 10


hari yang lalu. Keluhan batuk berdarah berwarna kehitaman. Keluhan disertai
dengan sesak bila selesai aktifitas dan hilang atau berkurang dengan istirahat.
Pasien juga merasakan nyeri dada yang tidak menjalar dan dirasakan hanya bila
pasien batuk. Pasien juga merasakan demam yang tidak terlalu tinggi pada malam
13

hari, keringat malam dan menggigil malam hari. Keluhan disertai perasaan lemas,
penurunan nafsu makan dan penurunan berat badan. Mual dan muntah tidak
dirasakan pasien, keluhan BAK dan BAB juga tidak ada. Pada tahun 2000 pasien
pernah melakukan pengobatan untuk sakit batuk yang dialaminya dengan
meminum obat setiap hari secara teratur selama 8 bulan dan dinyatakan sembuh.
Riwayat asma tidak ada, riwayat alergi tidak ada, riwayat DM tidak ada.

Pemeriksaan Fisik
Kesadaran umum: Kesadaran composmentis, kesan sakit sedang
Status gizi : IMT
Tanda vital

- Tekanan darah : 120/70 mmHg


- Nadi : 68 kali/menit, regular, equal, isi cukup
- Respirasi : 23 kali/menit, cepat dangkal
- Suhu : 34,80C

Kepala

- Mata : Konjungtiva anemis -/-


Sklera ikterik -/-
- Hidung : Rinorea -/-, PCH -/-
- Bibir : Sianosis (-)

Leher

- KGB tidak teraba membesar


- JVP meningkat 5+2 cmH2O

Thorax
Cor:
Iktus kordis tidak terlihat dan tidak teraba. Batas jantung normal. Bunyi jantung
S1-S2 murni reguler, murmur (-)
Pulmo:

- Inspeksi : Bentuk dan pergerakan simetris


14

- Palpasi : Vokal Fremitus kanan = kiri, sela iga normal


- Perkusi : Sonor kanan = kiri
- Auskultasi : VBS kanan = kiri. Ronki -/-, Wheezing -/-

Vocal resonance kanan = kiri


Abdomen

- Inspeksi : Cembung, striae (-), venektasi (-)


- Auskultasi : BU (+) normal, bruit (-)
- Palpasi : Soepel, Hepar/Lien tidak teraba
- Perkusi : Tympani

Ekstremitas
Akral hangat, CRT < 2 detik, edema -

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan:


DARAH : Hitung jenis leukosit: eosinofi meningkat, limfosit menurun,
monosit meningkat.

FOTO THORAX :
Cor: bentuk dan ukuran dalam batas normal
Kedua sinus dan diafragma dalam batas normal
Pulmo: Tampak infiltrat lunak pada kedua lapang paru
Kesan:
- TB paru Aktif
- Tidak tampak kardiomegali
-
HASIL BTA : S/P/S : +1/+1/+1  pasien positif TB paru

IV. Diagnosis Kerja


Hemoptisis ec TB Paru Kasus Relaps
15

V. Pengobatan
Nonfarmakologi:
1. Tirah baring (Rawat inap, indikasi : batuk darah)
2. Edukasi kembali (apa itu TB, bagaimana proses penularannya, cara
mencegah penularannya, cara minum obat)

Farmakologi:

1. OAT (Obat Anti Tuberkulosis) Kategori II


Fase intensif :
- 2 bulan pertama (2HRZES) :
Isoniazid 1x 400 mg setiap hari
Rifampisin 1x 450 mg setiap hari
Pirazinamid 2x 500 mg setiap hari
Etambutol 2x 500 mg setiap hari
Streptomisin 1x 750 mg setiap hari
- 1 bulan selanjutnya (1HRZE):
Isoniazid 1 x 400 mg setiap hari
Rifampisin 1 x 450 mg setiap hari
Pirazinamid 2 x500 mg setiap hari
Etambutol 2x 500 mg setiap hari

Fase Lanjutan: (5H3R3E3) selama 5 bulan


Isoniazid 1x 450 mg sebanyak 3x dalam seminggu
Rifampisin 1x 450 mg sebanyak 3x dalam seminggu
Etambutol 2x 500 mg sebanyak 3x dalam seminggu

Evaluasi pengobatan:
Klinis: dikontrol dalam 1 minggu pertama, selanjutnya setiap 2 minggu selama
tahap intensif dan seterusnya sekali sebulan sampai akhir pengobatan.
Bakteriologis: setelah 2-3 minggu pengobatan sputum BTA mulai menjadi (-).
WHO (1991) menganjurkan pemeriksaan sputum pada pasien dengan pengobatan
8 bulan diperiksa di akhir bulan ke-2,5, dan 8.
16

Pemeriksaan darah: terhadap enzim hati, bilirubin, ureum/kreatinin, darah perifer


dan asam urat (untuk pemakaian pirazinamid). Kemudian tes audiometri bagi
pasien dengan pengobatan streptomisin.

VI. Prognosis
Quo ad Vitam : Ad Bonam
Quo Ad Functionam : Ad Bonam
17

TINJAUAN PUSTAKA
TUBERKULOSIS

DEFINISI
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis complex. Suspek TB adalah seseorang dengan gejala atau tanda TB. Gejala
umum TB paru adalah batuk produktf lebih dari 2 minggu yang disertai gejala pernapasan
(sesak napas, nyeri dada, hemoptisis) dan/atau gejala tambahan (tidak nafsu makan,
penurunan berat badan, keringat malam, dan mudah lelah). Kasus TB pasti yaitu bila
ditemukan bakteri penyebab yang diidentifikasi dari spesimen klinik (jaringan, cairan
tubuh, usap tenggorok dll) dan kultur. Kasus TB paru juga dapat ditegakkan apabila
ditemukan satu atau lebih dahak BTA positif.

KLASIFIKASI
Kasus TB diklasifikasikan berdasarkan:
1. Letak anatomi penyakit
2. Hasil pemeriksaan dahak atau bakteriologi (termasuk hasil resistensi)
3. Riwayat pengobatan sebelumnya

1. Berdasarkan letak anatomi penyakit


 Tuberkulosis paru adalah kasus TB yang mengenai parenkim paru.
Tuberkulosis milier termasuk kedalam TB paru karena lesinya terletak
didalam paru
 TB ekstraparu adalah kasus TB yang mengenai organ lain selain paru
seperti pleura, kelenjar getah bening (termasuk mediastinum dan/atau
hilus), abdomen, traktus genitourinarius, kulit, sendi, dan selaput otak.
2. Berdasarkan hasil dahak atau bakteriologi
 TB BTA positif apabila:
- Dua atau lebih hasil pemeriksaan dahak BTA positif, atau
18

- Satu hasil pemeriksaan dahak BTA positif dan didukung hasil


pemeriksaan foto toraks sesuai dengan gambaran TB yang
ditetapkan oleh klinisi, atau
- Satu hasil pemeriksaan sputum BTA positif ditambah hasil
kultur M.tuberculosis positif.
 TB BTA negatif apabila Sedikitnya dua hasil pemeriksaan dahak BTA
negatif pada laboratorium
 Kasus bekas TB:
- Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila ada)
dan gambaran radiologi paru menunjukkan lesi TB yang tidak
aktif, atau foto serial (dalam 2 bulan) menunjukkan gambaran
yang menetap.
- Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan dan telah
mendapat pengobatan OAT 2 bulan tetapi pada foto toraks
ulang tidak ada perubahan gambaran radiologi.
3. Riwayat pengobatan sebelumnya
- Pasien baru: pasien yang belum pernah mendapat terapi TB atau
sudah pernah diterapi dengan mendapatkan OAT kurang dari satu
bulan.
- Pasien dengan riwayat pengobatan sebelumnya: sudah pernah
mendapat pengobatan TB minimal selama 1 bulan, dengan hasil dahak
BTA positif atau negatif dengan lokasi anaromi penyakit dimanapun.

PATOFISIOLOGI
Paru merupakan port d’entrée lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena
ukurannya yang sangat kecil, kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang
terhirup, dapat mencapai alveolus. Masuknya kuman TB ini akan segera diatasi
oleh mekanisme imunologis non spesifik. Makrofag alveolus akan menfagosit
kuman TB dan biasanya sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB.
Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan
19

kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag. Kuman TB dalam


makrofag yang terus berkembang biak, akhirnya akan membentuk koloni di
tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut Fokus
Primer GOHN.
Dari fokus primer, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju kelenjar
limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus
primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe
(limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer
terletak di lobus paru bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah
kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika fokus primer terletak di apeks paru, yang
akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal. Kompleks primer merupakan gabungan
antara fokus primer, kelenjar limfe regional yang membesar (limfadenitis) dan
saluran limfe yang meradang (limfangitis).
Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya
kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi TB. Hal ini
berbeda dengan pengertian masa inkubasi pada proses infeksi lain, yaitu waktu
yang diperlukan sejak masuknya kuman hingga timbulnya gejala penyakit. Masa
inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang
waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga
mencapai jumlah 103 -104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respons
imunitas seluler
Selama berminggu-minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan
logaritmik kuman TB sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi
terhadap tuberkulin, mengalami perkembangan sensitivitas. Pada saat
terbentuknya kompleks primer inilah, infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi.
Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas terhadap
tuberkuloprotein, yaitu timbulnya respons positif terhadap uji tuberkulin. Selama
masa inkubasi, uji tuberkulin masih negatif. Setelah kompleks primer terbentuk,
imunitas seluluer tubuh terhadap TB telah terbentuk. Pada sebagian besar individu
dengan sistem imun yang berfungsi baik, begitu sistem imun seluler berkembang,
proliferasi kuman TB terhenti. Namun, sejumlah kecil kuman TB dapat tetap
20

hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru
yang masuk kedalam alveoli akan segera dimusnahkan.
Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer di jaringan paru biasanya
mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah
mengalami nekrosis perkijuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan
mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak
sesempurna fokus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan
menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini.
Kompleks primer dapat juga mengalami komplikasi. Komplikasi yang terjadi
dapat disebabkan oleh fokus paru atau di kelenjar limfe regional. Fokus primer di
paru dapat membesar dan menyebabkan pneumonitis atau pleuritis fokal. Jika
terjadi nekrosis perkijuan yang berat, bagian tengah lesi akan mencair dan keluar
melalui bronkus sehingga meninggalkan rongga di jaringan paru (kavitas).
Kelenjar limfe hilus atau paratrakea yang mulanya berukuran normal saat awal
infeksi, akan membesar karena reaksi inflamasi yang berlanjut. Bronkus dapat
terganggu. Obstruksi parsial pada bronkus akibat tekanan eksternal dapat
menyebabkan ateletaksis. Kelenjar yang mengalami inflamasi dan nekrosis
perkijuan dapat merusak dan menimbulkan erosi dinding bronkus, sehingga
menyebabkan TB endobronkial atau membentuk fistula. Massa kiju dapat
menimbulkan obstruksi komplit pada bronkus sehingga menyebabkan gabungan
pneumonitis dan ateletaksis, yang sering disebut sebagai lesi segmental kolaps-
konsolidasi.
Selama masa inkubasi, sebelum terbentuknya imunitas seluler, dapat terjadi
penyebaran limfogen dan hematogen. Pada penyebaran limfogen, kuman
menyebar ke kelenjar limfe regional membentuk kompleks primer. Sedangkan
pada penyebaran hematogen, kuman TB masuk ke dalam sirkulasi darah dan
menyebar ke seluruh tubuh. Adanya penyebaran hematogen inilah yang
menyebabkan TB disebut sebagai penyakit sistemik.
Penyebaran hamatogen yang paling sering terjadi adalah dalam bentuk
penyebaran hematogenik tersamar (occult hamatogenic spread). Melalui cara ini,
kuman TB menyebar secara sporadic dan sedikit demi sedikit sehingga tidak
21

menimbulkan gejala klinis. Kuman TB kemudian akan mencapai berbagai organ


di seluruh tubuh. Organ yang biasanya dituju adalah organ yang mempunyai
vaskularisasi baik, misalnya otak, tulang, ginjal, dan paru sendiri, terutama apeks
paru atau lobusatas paru. Di berbagai lokasi tersebut, kuman TB akan bereplikasi
dan membentuk koloni kuman sebelum terbentuk imunitas seluler yang akan
membatasi pertumbuhan.
Di dalam koloni yang sempat terbentuk dan kemudian dibatasi
pertumbuhannya oleh imunitas seluler, kuman tetap hidup dalam bentuk dorman.
Fokus ini umumnya tidak langsung berlanjut menjadi penyakit, tetapi berpotensi
untuk menjadi fokus reaktivasi. Fokus potensial di apkes paru disebut sebagai
Fokus SIMON. Bertahun-tahun kemudian, bila daya tahan tubuh pejamu
menurun, mengalami reaktivasi dan menjadi penyakit TB di organ terkait,
misalnya meningitis, TB tulang, dan lain-lain.
Bentuk penyebaran hematogen yang lain adalah penyebaran hematogenik
generalisata akut (acute generalized hematogenic spread). Pada bentuk ini,
sejumlah besar kuman TB masuk dan beredar dalam darah menuju keseluruh
tubuh. Hal ini dapat menyebabkan timbulnya manifestasi klinis penyakit TB
secara akut, yang disebut TB diseminata. TB diseminata ini timbul dalam waktu
2-6 bulan setelah terjadi infeksi. Timbulnya penyakit bergantung pada jumlah dan
virulensi kuman TB yang beredar serta frekuensi berulangnya penyebaran.
Tuberkulosis diseminata terjadi karena tidak adekuatnya system imunpejamu
(host) dalam mengatasi infeksi TB, misalnya pada balita.
Tuberkulosis milier merupakan hasil dari acute generalized hematogenic
spread dengan jumlah kuman yang besar. Semua tuberkel yang dihasilkan melalui
cara ini akan mempunyai ukuran yang lebih kurang sama. Istilah milier berasal
dari gambaran lesi diseminata yang menyerupai butur padi-padian/jewawut (millet
seed). Secara patologi anatomik, lesi ini berupa nodul kuning berukuran 1-3 mm,
yang secara Histologi merupakan granuloma.
Bentuk penyebaran hematogen yang jarang terjadi adalah protracted
hematogenic spread. Bentuk penyebaran ini terjadi bila suatu fokus perkijuan
menyebar ke saluran vascular di dekatnya, sehingga sejumlah kuman TB akan
22

masuk dan beredar di dalam darah. Secara klinis, sakit TB akibat penyebaran tipe
ini tidak dapat dibedakan dengan acute generalized hematogenic spread. Hal ini
dapat terjadi secara berulang.

ETIOLOGI
Etiologi terjadinya infeksi tuberkulosis ini adalah bakteri Mycobacterium
tuberculosa complex. Bakteri ini merupakan bakteri berbentuk batang, aerob dan
tidak membentuk spora. Mikobakteria ini tidak dapat diklasifikasikan sebagai
gram positif maupun gram negatif. Mikobakterium ini dapat hidup lama dalam
dahak yang kering dan merupakan bakteri yang tahan asam.

MANIFESTASI KLINIS
Diagnosis TB dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik,
pemeriksaan bakteriologi, radiologi, dan pemeriksaan penunjang lainnya. Gejala
klinis TB dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala lokal dan gejala sistemik.
Bila organ yang terkena adalah paru, maka gejala lokal ialah gejala respiratori
(sesuai dengan organ yang terlibat).
1. Gejala Respiratori:
- Batuk lebih dari 2 minggu
- Batuk darah
- Sesak napas
- Nyeri dada
Gejala respiratori ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai
gejala yang cukup berat tergangtung dari luas lesi. Bila bronkus belum
terlibat dalam proses penyakit, maka pasien mungkin tidak ada gejala batuk.
Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus dan selanjutnya batuk
diperlukan untung membuang dahak keluar.
2. Gejala sistemik
- Demam
- Gejala sistemik lain adalah malaise, keringat malam, anoreksia dan berat
badan menurun.
23

3. Gejala TB ekstraparu
Gejala TB ekstraparu tergantung dari organ yang terlibat, misalnya
limfadenitis TB akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari
kelenjar getah bening. Pada meningitis TB akan menunjukkan gejala
meningitis. Pada pleuritis TB akan menunjukan gejala sesak nafas dan
kadang nyeri dada pada sisi yang rongga pleuranya terdapat cairan.

PEMERIKSAAN FISIK
Pada TB paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan struktur paru.
Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit, awalnya sulit sekali untuk
menemukan kelainan. Kelainan paru umumnya terletak di daerah lobus superior
terutama daerah apeks dan segmen posterior, serta daerah apeks lobus inferior.
Pada pemeriksaan fisis dapat ditemukan suara nafas bronkial, amforik, suara
napas melemah, ronki basah, tanda penarikan paru, diafragma, dan mediastinum.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Bakteriologi
a. Bahan pemeriksaan
Pemeriksaan bakteriologi untuk menemukan kuman tuberkulosis
mempunyai arti yang sangat pernting dalam menegakkan diagnosis. Bahan
pemeriksaan dapat bereasal dari dahak, cairan pleura, liquor cerebrospinal,
bilasan bronkus, bilasan lambung, urin, feses, dan jaringan biopsi (termasuk
biopsi jarum halus/BJH)
b. Cara pengumpulan dan pengiriman bahan
Cara pengambilan dahak dilakukan sebanyak 3 kali, yaitu SPS. S yang
pertama adalah sewaktu/spot, yaitu dahak sewaktu saat kunjungan. P adalah
pagi, yaitu dahak yang diambil keesokan harinya pada pagi hari. S yang
terakhir adalah sewaktu/spot, yaitu dahak yang ditampung ketika
mengantarkan dahak pagi. Dahak juga dapat dikumpulkan setiap pagi hari
selama 3 hari perturut-turut.
24

c. Cara pemeriksaan dahak dan bahan lain


Pemeriksaan bakteriologi dari spesimen dahak dan bahan lain dapat
dilakukan dengan cara mikroskopik atau biakan. Pemeriksaan mikroskopik
dibagi menjadi 2, mikroskopik biasa dengan pewarnaan Ziehl-Nielsen dan
mikroskopik fluoresens dengan pewarnaan auramin-rhodamin.

Interpretasi hasil pemeriksaan dahak dari 3 kali pemeriksaan ialah bila:


- 3 kali positif atau 2 kali positif dengan 1 kali negatif: BTA positif
- 1 kali positif, 2 kali negatif: ulang BTA 3 kali. Bila 1 kali positif, 2 kali
negatif: BTA positif
- 3 kali BTA negatif: BTA negatif
Interpretasi pemeriksaan mikroskopin dibaca dengan skala International
Unions Against Tuberculosis and Lung Disease (IUALTD) rekomendasi
WHO:
- Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut negatif
- Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis jumlah kuman
yang ditemukan
- Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang disebut + (1+)
- Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut ++ (2+)
- Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut +++ (3+)
2. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan standar adalah foto thoraks PA (posteroanterior). Gambaran
radiologiyang dicurigai sebagai lesi TB aktif adalah:
- Bayangan berwarna/nodular disegmen apikal dan posterior lobus atas
paru dan segmen posterior lobus bawah
- Kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak
berawan atau nodular
- Bayangan bercak milier
- Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)
Gambaran radiologi yang dicurigai lesi TB inaktif:
- Fibrotik
25

- Kalsifikasi
- Schwarte atau penebalan pleura
Lulu paru (destroyed lung):
- Gambaran yang menunjukka kerusakn paru yang berat. Gambaran ini
terdiri dari atelektasis, multikavitas, dan fibrosis parenkim pau.
- Perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologi untuk memastikan aktivitas
proses penyakit.

KOMPLIKASI
Penyakit tuberkulosis paru yang tidak ditangani dengan benar akan menimbulkan
komplikasi. Dibagi menjadi komplikasi dini dan komplikasi lanjut.
Komplikasi dini: Pleuritis, efusi pleura, empiema, laringitis, poncet’s arthropathy
Komplikasi lanjut: Obstruksi jalan napas  SOPT (Sindrom Obstuksi Pasca
Tuberkulosis), kerusakan parenkim berat  fibrosis Paru

PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan TB adalah:
1. Menyembuhkan pasien dan mengembalikan kualitas hidup dan
produktivitas
2. Mencegah kematian karena penyakit TB aktif atau efek lanjutannya
3. Mencegah kekambuhan
4. Mengurangi transmisi atau penularan kepada yang lain
5. Mencegah terjadinya resistensi obat serta penularannya
Pengobatan TB terbagi menjadi 2 fase yaitu fase intensif dan fase lanjutan. Pada
umumnya lama pengobatan adalah 6-8 bulan.

A. Obat Anti Tuberkulosis (OAT)


1. Jenis obat lini pertama:
- Isoniazid
- Rifampisin
- Pirazinamid
26

- Etambutol
- Streptomisin
2. Kombinasi dosis tetap (fix dose combination/FDC)
Kombinasi dosis tetap terdiri dari 4 obat antituberkulosis dalam satu tablet,
yaitu rifampisin 150mg, isoniazid 75 mg, pirazinamid 400mg dan
etambutol 275 mg, yang disebut sebagai 4FDC.
3. Jenis obat lini kedua
Obat ini hanya digunakan untuk kasus resisten obat, terutama multidrug
resistant (MDR)
- Kanamisin
- Kuinolon

B. Resimen Pengobatan Saat Ini (Metode DOTS)


1. Kategori I
Pasien TB paru dengan BTA (+) dan kasus baru, Tb paru lainnya dalam
keadan berat, meningitis TB, miliaris, perikarditis, pleuritis masif atau
bilateral, sputum BTA (-) tetapi kelainan di paru luas, dan saluran kemih.
- Fase inisial : 2 HRZS (E), setiap hari selama dua bulan obat H,
R, Z, dan S atau E. Sputum BTA awal yang positif setelah dua
bulan diharapkan menjadi negatif
- Fase lanjutan : 4HR atau 4H3R3 atau 6HE. Bila sputum BTA
masih + setelah 2 bulan, fase intensif diperpanjang 4 minggu
2. Kategori II
Pasien kambuh atau gagal dengan sputum BTA (+).
- Fase inisial : 2HRZES/1HRZE, yaitu R dengan H, Z, E setiap
hari selama 3 bulan, ditambah dengan S selama 2 bulan pertama.
- Fase lanjutan : bila sputum BTA jadi (-) fase ini bisa dimulai. Bila
BTA masih positif pada minggu ke-12, fase inisial dengan 4 obat
dilanjutkan 1 bulan lagi. Bila akhir bulan ke-4 sputum BTA masih
(+), semua obat dihentikan selama 2-3 hari dan dilakukan kultur
27

sputum untuk dilakukan uji kepekaan. Obat dilanjutkan memakai


resimen fase lanjutan, yaitu 5H3R3E3 atau 5HRE.
3. Kategori III
Pasien TB paru dengan BTA (+) tetapi kelaina paru tidak luas dan kasus-
ekstrapulmonal (selain dari kategori I).
- Fase inisial : 2HRZ atau 4H3R3E3Z3
- Fase lanjutan : 2HR atau H3R3
4. Kategori IV
Tuberkulosis kronik. Pada pasien ini mungkin mengalami resistensi
ganda, sputumnya harus dikultur dan uji kepekaan obat. Seumur hidup
diberikan H (WHO) atau sesuai rekomendasi WHO untuk pengobatan TB
resistensi ganda.

EFEK SAMPING OAT


Berikut adalah efek samping tiap obat obat anti tuberkulosis
Efek Samping Obat
INH Neuropati perifer, dapat dicegah dengan pemberian Vit
B6, hepatotoksik
Rifampisin Sindrom flu, hepatotoksik
Streptomisin Nefrotoksik, gangguan nervus VIII kranial
Etambutol Neuritis optika, nefrotoksik, Skin rash/ dermatitis
Etionamid Hepatotoksik, gangguan pencernaan
PAS Hepatotoksik, gangguan pencernaan
Cyclocerin Seizure / kejang, depresi, psikosis

EVALUASI
Klinis: dikontrol dalam 1 minggu pertama, selanjutnya setiap 2 minggu selama
tahap intensif dan seterusnya sekali sebulan sampai akhir pengobatan. Diharapkan
adanya perbaikan keluhan seperti batuk yang berkurang, atuk darah hilang, nafsu
makan bertambah dll.
Bakteriologis: setelah 2-3 minggu pengobatan sputum BTA mulai menjadi (-).
WHO (1991) menganjurkan pemeriksaan sputum dilakukan pada akhir bulan ke-
2,4, dan 6. Pada pasien dengan pengobatan 8 bulan diperiksa di akhir bulan ke-
2,5, dan 8.
28

Efek samping OAT kebanyakan adalah hepatotoksik maka dilakukan pemeriksaan


darah terhadap enzim hati, bilirubin, ureum/kreatinin, darah perifer dan asam urat
(untuk pemakaian pirazinamid). Kemudian tes audiometri bagi pasien dengan
pengobatan streptomisin.

DAFTAR PUSTAKA

1. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Tuberkulosis: Pedoman Diagnosis dan


Penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia;
2011. Hal. 1-66.
2. Amin Z, Bahar A. Tuberkulosis Paru. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Edisi
VI. Jakarta: interna Publishing; 2014. Hal. 863-72.
3. Amin Z, Bahar A. Pengobatan Tuberkulosis Mutakhir. Buku ajar ilmu
penyakit dalam. Edisi VI. Jakarta: interna Publishing; 2014. Hal. 873-81.

Anda mungkin juga menyukai