Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Negara Indonesia merupakan negara berkembang yang berada dalam taraf
halusinasi menuju industrialisasi tentunya akan mempengaruhi peningkatan
mobilisasi masyarakat /mobilitas masyarakat yang meningkat otomatisasi terjadi
peningkatan penggunaan alat-alat transportasi /kendaraan bermotor khususnya bagi
masyarakat yang tinggal diperkotaan. Sehingga menambah “kesemrawutan” arus lalu
lintas. Arus lalu lintas yang tidak teratur dapat meningkatkan kecenderungan
terjadinya kecelakaan kendaraan bermotor. Kecelakaan tersebut sering kali
menyebabkan cidera tulang atau disebut fraktur.
Masyarakat sering kali mendefinisikan kesehatan dan kebugaran fisik mereka
berdasarkan aktivitas mereka karena kesejahteraan mental dan efektivitas fungsi
tubuh sangat bergantung pada status mobilitas mereka. Misalnya, saat seseorang
berdiri tegak, paru lebih muda untuk mengembang, aktivitas usus (peristaltik)
menjadi lebih efektif, dan ginjal mampu mengosongkan kemih secara komplet. Selain
itu, pergerakan sangat penting agar tulang dan otot befungsi sebagaimana mestinya.
Mobilitas, kemampuan untuk bergerak dengan bebas, mudah , berirama, dan
terarah di lingkungan adalah bagian yang sangat penting dalam kehidupan. Individu
harus bergerak untuk melindungi diri dari trauma dan untuk memenuhi kebutuhan
dasar mereka. Mobilitas amat penting bagi kemandirian individu yang tidak mampu
bergerak secara total sama rentan dan bergantungnya dengan seorang bayi.
Kemampuan untuk bergerak juga mempengaruhi harga diri dan citra tubuh.
Bagi sebagian besar orang, harga diri bergantung pada rasa kemandirian atau
perasaan berguna atau merasa dibutuhkan. Orang yang mengalami gangguan
mobilitas dapat merasa tidak berdaya dan membebani orang lain. Citra tubuh dapat
terganggu akibat paralisis, amputasi, atau kerusakan motorik lain. Reaksi orang lain
terhadap gangguan mobilitas dapat juga mengubah atau mengganggu harga diri dan
citra tubuh secara bermakna. Ambulais adalah salah satu cara untuk mencegah
terjadinya gangguan mobilitas karena dengan ambulasi dapat memperbaiki sirkulasi,
mencegah flebotrombosis (thrombosis vena profunda/DVT). Mengurangi komplikasi
immobilisasi pasca operasi, mempercepat pemulihan peristaltic usus, mempercepat
pasien pasca operasi. (kozier, 2010).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, maka dapat dirumuskan beberapa masalah sebagai
berikut:
1. Apa definisi dari mobilisasi dan ambulasi?
2. Apa tujuan dari mobilisasi dan ambulasi?
3. Apa saja faktor – faktor yang mempengaruhi mobilisasi dan ambulasi?
4. Bagaimanakah tindakan-tindakan dalam ambulasi?
5. Bagaimanakah jenis-jenis mobilitas dan imobilitas?
6. Apa saja macam – macam kelainan posture?
7. Apa saja macam – macam persendian ?
8. Apa tanda – tanda intoleransi aktivitas?
9. Apa macam – macam latihan rentang gerak?
1.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini berdasarkan rumusan masalah di atas sebagai
berikut:
1. Mengetahui definisi mobilisasi dan ambulasi.
2. Mengetahui tujuan mobilisasi dan ambulasi.
3. Mengetahui factor – factor yang mempengaruhi mobilisasi dan ambulasi.
4. Tindakan-tindakan dan alat dalam ambulasi.
5. Mengetahui macam – macam kelainan postur.
6. Mengetahui macam – macam persendian.
7. Mengetahui tanda – tanda intoleransi aktivitas.
8. Mengetahui macam – macam latihan rentang gerak.
1.4 Manfaat Penulisan
1. Manfaat Teoritis
Secara teoritis penulisan ini dapat dimanfaatkan untuk meperluas teori tentang
konsep dasar dari mobilisasi dan ambulansi.
2. Manfaat Praktis
Bagi Mahasiswa untuk membantu dalam pengembangan wawasan tentang konsep
dasar mobilisasi dan ambulansi dan membantu sebagai refrensi dalam pembuatan tugas
tentang konsep dasar mobilisasi dan ambulansi dalam mata kuliah konsep dasar manusia II.
BAB II
PEMBAHASAN

1.1 Definisi mobilisasi dan ambulansi


Mobilisasi adalah suatu kondisi dimana tubuh dapat melakukan kegiatan
dengan bebas ( Kosier, 1989). Mobilisasi dini adalah kebijaksanaan untuk sekelas
mungkin membimbing penderita keluar dari tempat tidurnya dan membimbingnya
sekelas mungkin berjalan (Soelaiman, 1993). Mobilisasi dini merupakan suatu aspek
yang terpenting pada fungsi fisiologis karena hal itu esensial untuk mempertahankan
kemandirian (Carpenito, 2000). Mobilisasi adalah kemampuan seseorang untuk
bergerak secara bebas, mudah dan teratur yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
hidup sehat. Mobilisasi diperlukan untuk meninngkatkan kesehatan, memperlambat
proses penyakit khususnya penyakit degeneratif dan untuk aktualisasi. Mobilisasi
menyebabkan perbaikan sirkulasi, membuat napas dalam dan menstimulasi kembali
fungsi gastrointestinal normal, dorong untuk menggerakkan kaki dan tungkai bawah
sesegera mungkin, biasanya dalam waktu 12 jam (Asmadi, 2008)
Gangguan mobilitas fisik (immobilisasi) didefinisikan oleh North American
Nursing Diagnosis Association (NANDA) sebagai suatu kedaaan dimana individu
yang mengalami atau beresiko mengalami keterbatsan gerakan fisik. Individu yang
mengalami atau beresiko mengalami keterbatasan gerakan fisik antara lain : lansia,
individu dengan penyakit yang mengalami penurunan kesadaran lebih dari 3 hari atau
lebih, individu yang kehilangan fungsi anatomic akibat perubahan fisiologik
(kehilangan fungsi motorik,klien dengan stroke, klien penggunaa kursi roda),
penggunaan alat eksternal (seperti gipsatau traksi), dan pembatasan gerakan volunteer
(Potter, 2005).
Ambulasi dini adalah tahapan kegiatan yang dilakukan segera pada pasien
pasca operasi dimulai dari bangun dan duduk sampai pasien turun dari tempat tidur
dan mulai berjalan dengan bantuan alat sesuai dengan kondisi pasien (Asmadi, 2008).
Hal ini harusnya menjadi bagian dalam perencanaan latihan untuk semua pasien.
Ambulasi mendukung kekuatan, daya tahan dan fleksibelitas. Keuntungan dari latihan
berangsur-angsur dapat di tingkatkan seiring dengan pengkajian data pasien
menunjukkan tanda peningkatan toleransi aktivitas. Menurut Kozier 2005 ambulasi
adalah aktivitas berjalan.
2.2 Tujuan mobilisasi dan ambulasi
A. Tujuan mobilisasi
1. Untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia
2. Untuk mencegah terjadinya trauma
3. Untuk mempertahankan tingkat kesehatan
4. Untuk mempertahankan interaksi social dan peran sehari – hari
5. Untuk mencegah hilangnya kemampuan fungsi tubuh
B. Tujuan ambulasi
Sedangkan Menurut Asmadi (2008) tujuan ambulasi adalah, mencegah dampak
Immobilisasi pasca operasi meliputi :
a) Sistem Integumen : kerusakan integritas kulit seperti Abrasi, sirkulasi yang
terlambat yang menyebabkan terjadinya Atropi akut dan perubahan turgor
kulit.
b) Sistem Kardiovaskuler : Penurunan Kardiak reserve, peningkatan beban
kerja jantung, hipotensi ortostatic, phlebotrombosis.
c) Sistem Respirasi : Penurunan kapasitas vital, Penurunan ventilasi volunter
maksimal, penurunan ventilasi/perfusi setempat, mekanisme batuk yang
menurun.
d) Sistem Pencernaan : Anoreksi-Konstipasi, Penurunan Metabolisme.
e) Sistem Perkemihan : Menyebabkan perubahan pada Eliminasi Urine, infeksi
saluran kemih, hiperkalsiuria
f) Sistem Muskulo Skeletal : Penurunan masa otot, osteoporosis, pemendekan
serat otot
g) Sistem Neurosensoris : Kerusakan jaringan, menimbulkan gangguan syaraf
pada bagian distal, nyeri yang hebat.
Tujuan ambulasi adalah untuk memperbaiki sirkulasi, mencegah flebotrombosis
(thrombosis vena profunda/DVT). Mengurangi komplikasi immobilisasi pasca
operasi, mempercepat pemulihan peristaltic usus, mempercepat pasien pasca operasi.
Ambulasi sangat penting dilakukan pada pasien pasca operasi karena jika pasien
membatasi pergerakannya di tempat tidur dan sama sekali tidak melakukan ambulasi
pasien akan semakin sulit untuk memulai berjalan (Kozier, 2010).
2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi dan ambulasi
A. Mobilisasi
1. Gaya
Gaya hidup seseorang tergantung dari tingkat pendidikannya. Makin tinggi
tingkat pendidikan seseorang akan di ikuti oleh perilaku yang dapat meningkatkan
kesehatannya. Demikian halnya dengan pengetahuan kesehatan tentang mobilitas
seseorang akan senantiasa melakukan mobilisasi dengan cara yang sehat
misalnya; seorang ABRI akan berjalan dengan gaya berbeda dengan seorang
pramugari atau seorang pemabuk.
2. Proses penyakit dan injuri
Adanya penyakit tertentu yang diderita seseorang akan
mempengaruhi mobilitasnya misalnya; seorang yang patah tulang akan kesulitan
untuk mobilisasi secara bebas. Demikian pula orang yang baru menjalani operasi.
Karena adanya nyeri mereka cenderung untuk bergerak lebih lamban. Ada kalanya
klien harus istirahat di tempat tidur karena menderita penyakit tertentu misalnya;
CVA yang berakibat kelumpuhan, typoid dan penyakit kardiovaskuler.
3. Kebudayaan
Kebudayaan dapat mempengaruhi pola dan sikap dalam
melakukan aktifitas misalnya; seorang anak desa yang biasa jalan kaki setiap
hari akan berbeda mobilitasnya dengan anak kota yang biasa pakai mobil dalam
segala keperluannya. Wanita kraton akan berbeda mobilitasnya dibandingkan
dengan seorang wanita madura dan sebagainya.
4. Tingkat energi
Setiap orang mobilisasi jelas memerlukan tenaga atau energi, orang
yang lagi sakit akan berbeda mobilitasnya di bandingkan dengan orang sehat
apalagi dengan seorang pelari.
5. Usia dan status perkembangan
Seorang anak akan berbeda tingkat kemampuan mobilitasnya dibandingkan
dengan seorang remaja. Anak yang selalu sakit salam masa pertumbuhannya akan
berbeda pula tingkat kelincahannya dibandingkan dengan anak yang sering sakit.
6. Tipe persendian dan pergerakan sendi
Dalam sistem musculoskeletal dikenal 2 macam persendian yaitu sendi yang
dapat digerakkan (diartrosis) dan sendi yang tidak dapat digerakkan (sinartrosis).
B. Ambulasi
a. Kesehatan Umum
Penyakit, kelemahan, penurunan aktivitas, kurangnya latihan fisik dan lelah
kronik menimbulkan efek yang tidak nyaman pada fungsi musculoskeletal.
b. Tingkat Kesadaran
Pasien dengan kondisi disorienrtasi, bingung atau mengalami perubahan tingkat
kesadaran tidak mampu melakukan ambulasi dini pasca operasi.
c. Nutrisi
Pasien yang kurang nutrisi sering mengalami atropi otot, penurunan jaringan
subkutan yang serius, dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit. Pasien juga
akan mengalami defisisensi protein, keseimbangan nitrogen dan tidak ada kuatnya
asupan vitamin C.
d. Emosi
Perasaan nyaman, kebahagiaan, kepercayaan dan penghargaan pada diri sendiri
akan mempengaruhi pasien untuk melaksanakan prosedur ambulasi.
e. Tingkat Pendidikan
Pendidikan menyebabkan perubahan pada kemampuan intelektual,
mengarahkan pada ketrampilan yang lebih baik dalam mengevaluasi informasi.
Pendidikan dapat meningkatkan kemampuan seseorang untuk mengatur kesehatan
mereka, untuk mematuhi saran-saran kesehatan.
f. Pengetahuan
Hasil penelitian mengatakan bahwa perilaku yang di dasari oleh pengetahuan
akan bertahan lama dari pada yang tidak didasari oleh pengetahuan. (Kozier, 2010).

2.4 Tindakan-tindakan dan alat dalam ambulasi


a. Duduk diatas tempat tidur
1) Jelaskan pada pasien prosedur yang akan dilakukan
2) Tempatkan klien pada posisi terlentang
3) Pindahkan semua bantal
4) Posisi menghadap kepala tempat tidur
5) Regangkan kedua kaki perawat dengan kaki paling dekat ke kepala tempat
tidur di belakang kaki yang lain.
6) Tempatkan tangan yang lebih jauh dari klien di bawah bahu klien, sokong
kepalanya dan vetebra servikal.
7) Tempatkan tangan perawat yang lain pada permukaan tempat tidur.
8) Angkat klien ke posisi duduk dengan memindahkan berat badan perawat
dari depan kaki ke belakang kaki.
9) Dorong melawan tempat tidur dengan tangan di permukaan tempat tidur.
b. Duduk di tepi tempat tidur
1) Jelaskan pada pasien prosedur yang akan dilakukan
2) Tempatkan pasien pada posisi miring, menghadap perawat di sisi tempat
tidur tempat ia akan duduk.
3) Pasang pagar tempat tidur pada sisi 2. yang berlawanan.
4) Tinggikan kepala tempat tidur pada ketinggian yang dapat ditoleransi pasien.
5) Berdiri pada sisi panggul klien yang berlawanan.
6) Balikkan secara diagonal sehingga perawat berhadapan dengan pasien
dan menjauh dari sudut tempat tidur.
7) Regangkan kaki perawat dengan kaki palingdekat ke kepala tempat tidur di
depan kaki yang lain
8) Tempatkan lengan yang lebih dekat ke kepala tempat tidur di bawah bahu
pasien, sokong kepala dan lehernya
9) Tempat tangan perawat yang lain di atas paha pasien.
10) Pindahkan tungkai bawah klien dan kaki ke tepi tempat tidur.
11) Tempatkan poros ke arah belakang kaki, yang memungkinkan tungkai atas
pasien memutar ke bawah.
12) Pada saat bersamaan, pindahkan berat badan perawat ke belakang tungkai
danangkat pasien.
13) Tetap didepan pasien sampai mencapai keseimbangan.
14) Turunkan tinggi tempat tidur sampai kaki menyentuh lantai
c. Memindahkan Pasien dari Tempat Tidur ke Kursi
1) Bantu pasien ke posisi duduk di tepi tempat tidur. Buat posisi kursi pada
sudut 45 derajat terhadap tempat tidur. Jika menggunakan kursi roda,
yakinkan bahwa kusi roda dalam posisi terkunci.
2) Pasang sabuk pemindahan bila perlu, sesuai kebijakan lembaga.
3) Yakinkan bahwa klien menggunakan sepatu yang stabil dan antislip.
4) Regangkan kedua kaki perawat.
5) Fleksikan panggul dan lutut perawat, sejajarkan lutut perawat dengan pasien
6) Pegang sabuk pemindahan dari bawah atau gapai melalui aksila pasien
dantempatkan tangan pada skapula pasien.
7) Angkat pasien sampai berdiri pada hitungan 3 sambil meluruskan panggul
dankaki, pertahankan lutut agak fleksi.
8) Pertahankan stabilitas kaki yang lemah atau sejajarkan dengan lutut perawat.
9) Berporos pada kaki yang lebih jauh dari kursi, pindahkan pasien secara
langsung ke depan kursi
10) Instruksikan pasien untuk menggunakan penyangga tangan pada kursi
untuk menyokong.
11) Fleksikan panggul perawat dan lutut saat menurunkan pasien ke kursi.
12) Kaji klien untuk kesejajaran yang tepat.
13) Stabilkan tungkai dengan selimut mandi
14) Ucapkan terima kasih atas upaya pasien dan puji pasien untuk kemajuan
dan penampilannya.

d. Membantu Berjalan
1) Anjurkan pasien untuk meletakkan tangan di samping badan atau memegang
telapak tangan perawat.
2) Berdiri di samping pasien dan pegang telapak dan lengan bahu pasien.
3) Bantu pasien berjalan
e. Memindahkan Pasien dari Tempat Tidur ke Brancard
Merupakan tindakan keperawatan dengan cara memindahkan pasien yang tidak
dapat atau tidak boleh berjalan sendiri dari tempat tidur ke branchard.
1) Atur posisi branchard dalam posisi terkunci
2) Bantu pasien dengan 2 – 3 perawat
3) Berdiri menghadap pasien
4) Silangkan tangan di depan dada
5) Tekuk lutut anda, kemudian masukkan tangan ke bawah tubuh pasien.
6) Perawat pertama meletakkan tangan di bawah leher/bahu dan bawah
pinggang,perawat kedua meletakkan tangan di bawah pinggang dan pinggul
pasien, sedangkan perawat ketiga meletakkan tangan di bawah pinggul dan
kaki.
7) Angkat bersama-sama dan pindahkan ke branchard
f. Melatih Berjalan dengan menggunakan Alat Bantu Jalan
Kruk dan tongkat sering diperlukan untuk meningkatkan mobilitas pasien.
Melatih berjalan dengan menggunakan alat bantu jalan merupakan kewenangan team
fioterapi. Namun perawat tetap bertanggungjawab untuk menindaklanjuti dalam
menjamin bahwa perawatan yang tepat dan dokumentasi yang lengkap dilakukan.
Alat-alat yang digunakan dalam pelaksanaan ambulasi
a. Kruk adalah alat yang terbuat dari logam atau kayu dan digunakan
permanen untuk meningkatkan mobilisasi serta untuk menopang tubuh
dalam keseimbangan pasien. Misalnya: Conventional, Adjustable dan
lofstrand
b. Canes (tongkat) yaitu alat yang terbuat dari kayu atau logam setinggi
pinggang yang digunakan pada pasien dengan lengan yang mampu dan
sehat. Meliputi tongkat berkaki panjang lurus (single stight-legged) dan
tongkat berkaki segi empat (quad cane).
c. Walkers yaitu alat yang terbuat dari logam mempunyai empat penyangga
yang kokoh digunakan pada pasien yang mengalami kelemahan umum,
lengan yang kuat dan mampu menopang tubuh.
2.5 Jenis-jenis mobilitas dan imobilitas
a. Jenis Mobilitas
1) Mobilitas penuh, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak secara
penuh dan bebas sehingga dapat melakukan interaksi sosial dan menjalankan
peran sehari-hari. Mobilitas penuh ini merupakan fungsi saraf motorik
volunteer dan sensorik untuk dapat mengontrol seluruh area tubuh seseorang
2) Mobilitas sebagian, merupakan kemampuan seseorang untuk bergerak dengan
batasan jelas dan tidak mam.pu bergerak secara bebas karena dipengaruhi
oleh gangguan saraf motorik dan sesnsorik pada area tubuhnya. Hal ini dapat
dijumpai pada kasus cedera atau patah tulang dengan pemasangan traksi. Pada
pasien paraplegi dapat mengalami mobilitas sebagian pada ekstremitas bawah
karena kehilangan kontrol motorik dan sensorik. Mobilitas sebagian ini dibagi
menjadi dua jenis, yaitu:
a) Mobilitas sebagian temporer, merupakan kemampuan individu untuk
bergerak dengan batasan yang sifatnya sementara. Hal tersebut dapat
disebabkan oleh trauma reversibel pada system musculoskeletal,
contohnya adalah adanya dislokasi sendi dan tulang
b) Mobilitas permanen, merupakan kemampuan individu untuk bergerak
dengan batasan yang sifatnya menetap. Hal tersebut disebabkan oleh
rusaknya system saraf yang reversibel, contohnya terjadinya
hemiplegia karena stroke, paraplegi karena cedera tulang belakang,
poliomilitis karena terganggunya system saraf motorik dan sensorik.
(Potter, 2010)

b. Jenis Imobilitas
1) Imobilisasi fisik
Imobilisasi fisik merupakan pembatasan untuk bergerak secara fisik
dengan tujuan mencegah terjadinya gangguan komplikasi pergerakan
2) Imobilisasi intelektual
Imobilisasi intelektual merupakan keadaan ketika seseorang mengalami
keterbatasan daya pikir
3) Imobilitas emosional
Imobilitas emosional merupakan keadaan ketika seseorang mengalami
pembatasan secara emosional karena adanya perubahan secara tiba-tiba
dalam menyesuaikan diri
4) Imobilitas sosial
Imobilitas sosial merupakan keadaan individu yang mengalami hambatan
dalam melakukan interaksi sosial karena keadaan penyakitnya, sehingga
dapat mempengaruhi perannya dalam kehidupan sosial. (Potter, 2010)
Etiologi Imobilisasi
Penyebab utama imobilisasi adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan
otot, ketidakseimbangan, dan masalah psikologis. Osteoartritis merupakan penyebab
utama kekakuan pada usia lanjut. Gangguan fungsi kognitif berat seperti pada
demensia dan gangguan fungsi mental seperti pada depresi juga menyebabkan
imobilisasi. Kekhawatiran keluarga yang berlebihan dapat menyebabkan orangusia
lanjut terus menerus berbaring di tempat tidur baik di rumah maupun dirumah sakit
(Kozier, 2010).
Penyebab secara umum:
 Kelainan postur
 Gangguan perkembangan otot
 Kerusakan system saraf pusat
 Trauma lanngsung pada system mukuloskeletal dan neuromuscular
 Kekakuan otot

Patofisiologi
Mobilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem neuromuskular, meliputi sistem otot,
skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf. Otot Skeletal mengatur gerakan
tulang karena adanya kemampuan otot berkontraksi dan relaksasi yang bekerja
sebagai sistem pengungkit. Ada dua tipe kontraksi otot: isotonik dan isometrik. Pada
kontraksi isotonik, peningkatan tekanan otot menyebabkan otot memendek. Kontraksi
isometrik menyebabkan peningkatan tekanan otot atau kerja otot tetapi tidak ada
pemendekan atau gerakan aktif dari otot, misalnya, menganjurkan klien untuk latihan
kuadrisep. Gerakan volunter adalah kombinasi dari kontraksi isotonik dan isometrik.
Meskipun kontraksi isometrik tidak menyebabkan otot memendek, namun pemakaian
energi meningkat. Perawat harus mengenal adanya peningkatan energi (peningkatan
kecepatan pernafasan, fluktuasi irama jantung, tekanan darah) karena latihan
isometrik.
Hal ini menjadi kontra indikasi pada klien yang sakit (infark miokard atau
penyakit obstruksi paru kronik). Postur dan Gerakan Otot merefleksikan kepribadian
dan suasana hati seseorang dan tergantung pada ukuran skeletal dan perkembangan
otot skeletal. Koordinasi dan pengaturan dari kelompok otot tergantung dari tonus
otot dan aktifitas dari otot yang berlawanan, sinergis, dan otot yang melawan
gravitasi. Tonus otot adalah suatu keadaan tegangan otot yang seimbang.
Ketegangan dapat dipertahankan dengan adanya kontraksi dan relaksasi yang
bergantian melalui kerja otot. Tonus otot mempertahankan posisi fungsional tubuh
dan mendukung kembalinya aliran darah ke jantung.
Immobilisasi menyebabkan aktifitas dan tonus otot menjadi berkurang. Skeletal
adalah rangka pendukung tubuh dan terdiri dari empat tipe tulang: panjang, pendek,
pipih, dan ireguler (tidak beraturan). Sistem skeletal berfungsi dalam pergerakan,
melindungi organ vital, membantu mengatur keseimbangan kalsium, berperan dalam
pembentukan sel darah merah. (Potter, 2010)

BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
GANGGUAN MOBILISASI DAN AMBULASI
3.1 Pengkajian Keperawatan
a. Aspek biologis
1) Usia
Faktor usia berpengaruh terhadap kemampuan melakukan aktifitas, terkait
dengan kekuatan muskuloskeletal. Hal yang perlu dikaji diantaranya adalah postur
tubuh yang sesuai dengan tahap pekembangan individu.
2) Riwayat keperawatan
Hal yang perlu dikaji diantaranya adalah riwayat adanya gangguan pada sistem
muskuloskeletal, ketergantungan terhadap orang lain dalam melakukan aktivitas,
jenis latihan atau olahraga yang sering dilakukan klien dan lain-lain
3) Pemeriksaan fisik, meliputi rentang gerak, kekuatan otot, sikap tubuh, dan
dampak imobilisasi terhadap sistem tubuh.
b. Aspek psikologis
Aspek psikologis yang perlu dikaji di antaranya adalah bagaimana respons
psikologis klien terhadap masalah gangguan aktivitas yang dialaminya, mekanisme
koping yang digunakan klien dalam menghadapi gangguan aktivitas dan lain-lain.
c. Aspek sosial kultural
Pengkajian pada aspek sosial kultural ini dilakukan untuk mengidentifikasi
dampak yang terjadi akibat gangguan aktifitas yang dialami klien terhadap kehidupan
sosialnya, misalnya bagaimana pengaruhnya terhadap pekerjaan, peran diri baik
dirumah, kantor maupun sosial dan lain-lain.
d. Aspek spiritual
Hal yang perlu dikaji pada aspek ini adalah bagaimana keyakinan dan nilai
yang dianut klien dengan kondisi kesehatan yang dialaminya sekarang, seperti apakah
klien menunjukan keputusasaannya? Bagaimana pelaksanaan ibadah klien dengan
keterbatasan kemampuan fisiknya? Dan lain-lain.
e. Kemunduran musculoskeletal
Indikator primer dari keparahan imobilitas pada system musculoskeletal adalah
penurunan tonus, kekuatan, ukuran, dan ketahanan otot; rentang gerak sendi; dan
kekuatan skeletal. Pengkajian fungsi secara periodik dapat digunakan untuk
memantau perubahan dan keefektifan intervensi.
f. Kemunduran kardiovaskuler
Tanda dan gejala kardivaskuler tidak memberikan bukti langsung atau
meyaknkan tentang perkembangan komplikasi imobilitas. Hanya sedikit petunjuk
diagnostic yang dapat diandalkan pada pembentukan trombosis. Tanda-tanda
tromboflebitis meliputi eritema, edema, nyeri tekan dan tanda homans positif.
Intoleransi ortostatik dapat menunjukkan suatu gerakan untuk berdiri tegak seperti
gejala peningkatan denyut jantung, penurunan tekanan darah, pucat, tremor tangan,
berkeringat, kesulitandalam mengikuti perintah dan sinkop.
g. Kemunduran Respirasi
Indikasi kemunduran respirasi dibuktikan dari tanda dan gejala atelektasis dan
pneumonia. Tanda-tanda awal meliputi peningkatan temperature dan denyut jantung.
Perubahan-perubahan dalam pergerakan dada, perkusi, bunyi napas, dan gas arteri
mengindikasikan adanaya perluasan dan beratnya kondisi yang terjadi.
h. Perubahan-perubahan integument
Indikator cedera iskemia terhadap jaringan yang pertama adalah reaksi
inflamasi. Perubahan awal terlihat pada permukaan kulit sebagai daerah eritema yang
tidak teratur dan didefinisikan sangat buruk di atas tonjolan tulang yang tidak hilang
dalam waktu 3 menit setelah tekanan dihilangkan.
i. Perubahan-perubahan fungsi urinaria
Bukti dari perubahan-perubahan fungsi urinaria termasuk tanda-tanda fisik
berupa berkemih sedikit dan sering, distensi abdomen bagian bawah, dan batas
kandung kemih yang dapat diraba. Gejala-gejala kesulitan miksi termasuk pernyataan
ketidakmampuan untuk berkemih dan tekanan atau nyeri pada abdomen bagian
bawah
j. Perubahan-perubahan Gastrointestinal
Sensasi subjektif dari konstipasi termasuk rasa tidak nyaman pada abdomen
bagian bawah, rasa penuh, tekanan. Pengosonganh rectum yang tidak sempurna,
anoreksia, mual gelisah, depresi mental, iritabilitas, kelemahan, dan sakit kepala.
k. Faktor Lingkungan
Lingkungan tempat tinggal klien memberikan bukti untuk intervensi. Di dalam rumah,
kamar mandi tanpa pegangan, karpet yang lepas, penerangan yang tidak adekuat, tangga
yang tinggi, lantai licin, dan tempat duduk toilet yang rendah dapat menurunkan mobilitas
klien. Hambatan-hambatan institusional terhadap mobilitas termasuk jalan koridor yang
terhalang, tempat tidudan posisi yang tinggi, dan cairan pada lantai. Identifikasi dan
penghilangan hambatan-hambatan yang potensial dapat meningkatakan mobilitas.

Pengkajian Masalah
Sistem Muskuloskeletal
Mengukur lingkar lengan dan tungkai Penurunan lingkar otot akibat penurunan
Mempalpasi dan mengamati sendi tubuh massa otot
Melakukan pengukuran goniometrik Kekauan atau nyeri sendi
pada rentang pergerakan sendi
Penurunan rentang pergerakan sendi,
kontraktur sendi
Sistem Kardiovaskuler
Mengauskultasi jantung Peningkatan frekuensi jantung
Mengukur tekanan darah Hipotensi ortostatik
Mempalpasi dan mengobservasi sakrum, Edema tergantung perifer, peningkatan
tungkai, dan kaki pembengkakan vena perifer
Kelemahan denyut nadi perifer
Mempalpasi perifer Edema
Mengukur lingkar otot betis Tromboflebitis
Mengamati otot betis apakah ada
kemerahan, nyeri tekan, dan
pembengkakan

Sistem Pernafasan
Mengamati pergerakan dada Pergerakan dada asimetris, dispnea
Mengauskultasi dada Penurunan bunyi napas, ronki basah,
mengi, dan peningkatan frekuensi
pernapasan

Sistem Metabolisme Penurunan berat badan akibat atrofi otot


Mengukur tinggi dan berat badan dan kehilangan lemak subkutan
Edema umum akibat penurunan kadar
Mempalpasi kulit protein darah

Sistem Perkemihan
Mengukur asupan dan haluaran cairan Dehidrasi
Menginspeksi urine
Urine pekat, keruh; berat jenis urine tinggi
Mempalpasi kandung kemih Distensi kandung kemih akibat retensi
urine
Sistem Pencernaan
Mengamati feses Feses kering, kecil, keras
Mengauskultasi bising usus Penurunan bising usus karena penurunan
motilitas usus
Sistem Integumen
Menginspeksi kulit Kerusakan integritas kulit

Pemeriksaan Fisik
a. Mengkaji skelet tubuh
Adanya deformitas dan kesejajaran. Pertumbuhan tulang yang abnormal akibat
tumor tulang. Pemendekan ekstremitas, amputasi dan bagian tubuh yang tidak dalam
kesejajaran anatomis. Angulasi abnormal pada tulang panjang atau gerakan pada titik
selain sendi biasanya menandakan adanya patah tulang.
b. Mengkaji tulang belakang
 Skoliosis (deviasi kurvatura lateral tulang belakang)
 Kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang bagian dada)
 Lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang bagian pinggang berlebihan)
c. Mengkaji sistem persendian
 Pemeriksaan fisik sendi terdiri dari inspekstang pergerakan aktif, dan
jika pergerakan aktif tidak memungkinkan, kaji rentang pergerakan
pasif. Perawat harus mengkaji hal-hal berikut:
 Apakah ada pembengkakan atau kemerahan sendi, yang dapat
menunjukan keberadaan cedera atau inflamasi.
 Apakah ada deformitas, seperti pembesaran atau kontraktur tulang, dan
simetrisitas tulang yang terkena.
 Perkembangnan otot yang berhubungan dengan tiap sendi dan ukuran
relatif serta simetrisitas otot di setiap sisi tubuh.
 Apakah ada nyeri tekan tekan yang dilaporkan atau yang dipalpasi.
 Krepitasi (teraba atau terdengar sensasi krek atau gesekan yang
dihasilkan oleh pergerakan sendi).
 Peningkatan suhu pada sendi. Palpasi sendi dengan menggunakan
bagian punggung jari dan bandingkan dengan suhu pada sendi
simetrisnya.
 Derajat pergerakan sendi. Minta klien menggerakkan bagian tubuh
tertentu. Jika diindikasikan, ukur besarnya pergerakan dengan
menggunakan goniometer, sebuah peralatan yang mengukur sudut sendi
dalam ukuran derajat.
Pengkajian rentang gerak tidak boleh menyebabkan terlalu letih dan pergerakan
sendi perlu dilakukan secara halus, pelan dan berirama. Tidak ada sendi yang harus
digerakkan secara paksa. Pergerakan yang tidak sama dan tersentak-sentak dan
pemaksaan dapat menyebabkan cedera pada sendi dan otot serta ligamen yang ada di
sekitarnya.
d. Mengkaji sistem otot
Kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan ukuran
masing-masing otot. Lingkar ekstremitas untuk memantau adanya edema atau atropfi,
nyeri otot.
e. Mengkaji cara berjalan
Adanya gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila salah satu
ekstremitas lebih pendek dari yang lain. Berbagai kondisi neurologist yang
berhubungan dengan cara berjalan abnormal (mis.cara berjalan spastic hemiparesis -
stroke, cara berjalan selangkah-selangkah – penyakit lower motor neuron, cara
berjalan bergetar – penyakit Parkinson).
f. Mengkaji kulit dan sirkulasi perifer
Palpasi kulit dapat menunjukkan adanya suhu yang lebih panas atau lebih
dingin dari lainnya dan adanya edema. Sirkulasi perifer dievaluasi dengan mengkaji
denyut perifer, warna, suhu dan waktu pengisian kapiler.
g. Mengkaji fungsional klien (Kozier, 2010)
Kategori Tingkat Kemampuan Aktivitas
TINGKAT KATEGORI
AKTIVITAS/ MOBILITAS

0 Mampu merawat sendiri secara penuh


1 Memerlukan penggunaan alat
2 Memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain
3 Memerlukan bantuan, pengawasan orang lain, dan
peralatan

4 Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan atau


berpartisipasi dalam perawatan

Rentang gerak (range of motion-ROM)

GERAK SENDI DERAJAT RENTANG


NORMAL

Bahu Adduksi: gerakan lengan ke lateral dari posisi 180


samping ke atas kepala, telapak tangan
menghadap ke posisi yang paling jauh.
Siku Fleksi: angkat lengan bawah ke arah depan dan 150
ke arah atas menuju bahu.
Pergelangan Fleksi: tekuk jari-jari tangan ke arah bagian 80-90
tangan dalam lengan bawah.
Ekstensi: luruskan pergelangan tangan dari 80-90
posisi fleksi
Hiperekstensi: tekuk jari-jari tangan ke arah 70-90
belakang sejauh mungkin
Abduksi: tekuk pergelangan tangan ke sisi ibu 0-20
jari ketika telapak tangan menghadap ke atas.
Adduksi: tekuk pergelangan tangan ke arah 30-50
kelingking telapak tangan menghadap ke atas.
Tangan dan Fleksi: buat kepalan tangan 90
jari Ekstensi: luruskan jari 90
Hiperekstensi: tekuk jari-jari tangan ke 30
belakang sejauh mungkin
Abduksi: kembangkan jari tangan 20
Adduksi: rapatkan jari-jari tangan dari posisi 20
abduksi
Derajat kekuatan otot
SKALA PERSENTASE KEKUATAN KARAKTERISTIK
NORMAL (%)

0 0 Paralisis sempurna
1 10 Tidak ada gerakan, kontraksi otot dapat di
palpasi atau dilihat
2 25 Gerakan otot penuh melawan gravitasi dengan
topangan
3 50 Gerakan yang normal melawan gravitasi
4 75 Gerakan penuh yang normal melawan gravitasi
dan melawan tahanan minimal
5 100 Kekuatan normal, gerakan penuh yang normal
melawan gravitasi dan tahanan penuh
KATZ INDEX
AKTIVITAS KEMANDIRIAN KETERGANTUNGAN
(1 poin) (0 poin)
TIDAK ADA pemantauan,Dengan pemantauan, perintah,
perintah ataupun didampingi pendampingan personal atau
perawatan total
MANDI (1 poin) (0 poin)
Sanggup mandi sendiri tanpaMandi dengan bantuan lebih dari
bantuan, atau hanya memerlukansatu bagian tuguh, masuk dan
bantuan pada bagian tubuhkeluar kamar mandi. Dimandikan
tertentu (punggung, genital, ataudengan bantuan total
ekstermitas lumpuh)
BERPAKAIAN (1 poin) (0 poin)
Berpakaian lengkap mandiri.Membutuhkan bantuan dalam
Bisa jadi membutuhkan bantuanberpakaian, atau dipakaikan baju
unutk memakai sepatu secara keseluruhan
TOILETING (1 poin) (0 poin)
Mampu ke kamar kecil (toilet),Butuh bantuan menuju dan keluar
mengganti pakaian,toilet, membersihkan sendiri atau
membersihkan genital tanpamenggunakan telepon
bantuan
PINDAH (1 poin) (0 poin)
POSISI Masuk dan bangun dari tempatButuh bantuan dalam berpindah
tidur / kursi tanpa bantuan. Alatdari tempat tidur ke kursi, atau
bantu berpindah posisi bisadibantu total
diterima
KONTINENSIA (1 poin) (0 poin)
Mampu mengontrol secara baikSebagian atau total inkontinensia
perkemihan dan buang air besar bowel dan bladder
MAKAN (1 poin) (0 poin)
Mampu memasukkan makananMembutuhkan bantuan sebagian
ke mulut tanpa bantuan.atau total dalam makan, atau
Persiapan makan bisa jadimemerlukan makanan parenteral
dilakukan oleh orang lain.
Total Poin :
6 = Tinggi (Mandiri); 4 = Sedang; <2 = Ganggaun fungsi berat; 0 = Rendah
(Sangat tergantung)

Indeks ADL BARTHEL (BAI)


NO FUNGSI SKOR KETERANGAN
1 Mengendalikan rangsang 0 Tak terkendali/ tak teratur (perlu pencahar).
pembuangan tinja Kadang-kadang tak terkendali (1x seminggu).
1 Terkendali teratur.

2
2 Mengendalikan rangsang 0 Tak terkendali atau pakai kateter
berkemih 1 Kadang-kadang tak terkendali (hanya 1x/24
jam)
2 Mandiri
3 Membersihkan diri (seka 0 Butuh pertolongan orang lain
muka, sisir rambut, 1 Mandiri
sikat gigi)
4 Penggunaan jamban, 0 Tergantung pertolongan orang lain
masuk dan keluar 1 Perlu pertolongan pada beberapa kegiatan
(melepaskan, memakai tetapi dapat mengerjakan sendiri beberapa
celana, membersihkan, kegiatan yang lain.
menyiram) 2 Mandiri
5 Makan 0 Tidak mampu
1 Perlu ditolong memotong makanan
2 Mandiri
6 Berubah sikap dari 0 Tidak mampu
berbaring ke duduk 1 Perlu banyak bantuan untuk bias duduk
2 Bantuan minimal 1 orang.
3 Mandiri
7 Berpindah/ berjalan 0 Tidak mampu
1 Bisa (pindah) dengan kursi roda.
2 Berjalan dengan bantuan 1 orang.
3 Mandiri
8 Memakai baju 0 Tergantung orang lain
1 Sebagian dibantu (mis: memakai baju)
2 Mandiri.
9 Naik turun tangga 0 Tidak mampu
1 Butuh pertolongan
2 Mandiri
10 Mandi 0 Tergantung orang lain
1 Mandiri

Skor BAI :
20 : Mandiri
12 - 19 : Ketergantungan ringan
9 - 11 : Ketergantungan sedang
5-8 : Ketergantungan berat
0-4 : Ketergantungan total

Pemeriksaan Penunjang
 Sinar –X tulang menggambarkan kepadatan tulang, tekstur, dan perubahan
hubungan tulang.
 CT scan (Computed Tomography) menunjukkan rincian bidang tertentu tulang
yang terkena dan dapat memperlihatkan tumor jaringan lunak atau cidera
ligament atau tendon. Digunakan untuk mengidentifikasi lokasi dan
panjangnya patah tulang didaerah yang sulit dievaluasi.
 MRI (Magnetik Resonance Imaging) adalah tehnik pencitraan khusus,
noninvasive, yang menggunakan medan magnet, gelombang radio, dan
computer untuk memperlihatkan abnormalitas (mis: tumor atau penyempitan
jalur jaringan lunak melalui tulang. dll.
 Pemeriksaan Laboratorium: Hb↓ pada trauma, Ca↓ pada imobilisasi lama,
Alkali Fospat ↑, kreatinin dan SGOT ↑ pada kerusakan otot. (Potter, 2010)
3.2 Diagnosis Keperawatan
Adapun diagnosis keperawatan yang muncul pada gangguan pemenuhan
kebutuhan ambulasi dan mobilisasi yaitu:
a. Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan gangguan sensori persepsi
b. Nyeri akut yang berhubungan dengan cedera fisik
c. Kerusakan intergritas kulit yang berhubungan dengan imobilisasi fisik
d. Intoleran aktivitas yang berhubungan dengan kelemahan umum
e. Defisit perawatan diri yang berhubungan dengan ganggaun muskuloskeletal
f. Konstipasi yang berhubungan dengan: penurunan aktivitas, penurunan motilitas
kolon sekunder akibat peningkatan produksi adrenalin
g. Ketidakefektifan koping yang berhubungan dengan: Pribadi yang rentan dalam
krisis situasi, ketidakmampuan untuk melaksanakan fungsi peran yang biasa
dilakukan, ketergantungan pada orang lain, harga diri rendah (kronik,
situasional)
h. Risiko disuse syndrome yang berhubungan dengan paralisis, imobilisasi
mekanis, anjuran imobilisasi, nyeri hebat, dan perubahan tingakt kesadaran
i. Defisiensi aktivitas pengalihan yang berhubungan dengan: Tirah baring dalam
waktu yang lama
j. Disrefleksia otonom yang berhubungan d]engan: Cedera medulla spinalis T7
atau diatasnya
k. Inkontenensia Urine:fungsional/total yang berhubungan dengan: gangguan
neurologis
l. Insomnia yang berhubungan dengan; kurang aktivitas fisik, nyeri dan
ketidaknyamanan, ketidakmampuan untuk mengubah posisi secara mandiri atau
mengambil posisi tidur yang biasa dilakukan
m. Retensi urine yang berhubungan dengan: Penurunan tonus otot kandung kemih,
ketidakmampuan untuk merelaksasi otot perineal, malu menggunakan pispot,
kurang privasi, posisi yang tidak alami untuk berkemih. (NANDA, 2012)
3.3 Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Tujuan Keperawatan Rencana Tindakan (NIC)


. Keperawatan (NOC)
(NANDA)
1 Hambatan Mobilitas Tujuan/Kriteria Promosi Mekanika
Fisik yang Evaluasi: Tubuh: memfasilitasi penggunaan
berhubungan dengan Memperlihatkan postur dan pergerakan dalam
gangguan sensori penggunaan alat bantu aktivitas sehari-hari untuk
persepsi secara benar dengan mencegah keletihan dan
pengawasan ketegangan atau cedera
Meminta bantuan muskuloskeletal.
untuk aktivitas Promosi Latihan Fisik: Latihan
mobilisasi, jika Kekuatan:Memfasilitasi
diperlukan pelatihan otot resistif secara rutin
Melakukan aktivitas untuk mempertahankan atau
kehidupan sehari-hari meningkatkan kekuatan otot.
secara mandiri dengan Terapi latihan fisik:
alat bantu. Ambulasi:Meningkatkan dan
Menyangga berat membantu dalam berjalan untuk
badan mempertahankan atau
Berjalan dengan mengembalikan fungsi tubuh
menggunakan langkah- autonom dan volunter selama
langkah yang benar pengobatan dan pemulihan dari
sejauh kondisi sakit atau cedera.
Berpindah dari dan ke Terapi Latihan
kursi atau kursi roda Fisik:Keseimbangan:Menggunak
Menggunkan kursi an aktivitas, postur dan gerakan
roda secara efektif tertentu untuk mempertahankan,
meningkatkan atau memulihkan
keseimbangan.
Terapi Latihan Fisik: Mobilitas
Sendi:Menggunakan gerakan
tubuh aktif dan pasif untuk
mempertahankan atau
mengembalikan fleksibiltas sendi.
Terapi Latihan Fisik:
Pengendalian
Otot:Menggunakan aktivitas
tertentu atau protokol latihan yang
sesuai untuk meningkatkan atau
mengembalikan gerakan tubuh
yang terkendali.
Pengaturan Posisi:Mengatur
posisi pasien atau bagian tubuh
pasien secara hati-hati untuk
meningkatkan kesejahteraan
fisiologis dan psikologis.
Pengaturan Posisi: Kursi
Roda: Mengatur posisi pasien
dengan benar di kursi roda pilihan
untuk mencapai rasa nyaman,
meningkatkan integritas kulit, dan
menumbuhkan kemandirian
pasien.
Bantuan Perawatan
Diri:Berpindah:Membantu
individu untuk mengubah posisi
tubuhnya.
2 Nyeri akut yang Tujuan/Kriteria evaluasi Pemberian
 Memperlihatkan teknik Analgesik:Menggunakan agens-
berhubungan dengan
cedera fisik relaksasi secara agens farmakologi untuk
individual yang efektif mengurangi atau menghilangkan
untuk mencapai nyeri
kenyamanan Manajemen
 Mempertahankan Medikasi:Memfasilitasi
tingkat nyeri dengan penggunaan obat resep atau obat
skala 0-10 bebas secara aman dan efektif
 Melaporkan Manajemen Nyeri: Meringankan
kesejahteraan fisik dan atau mengurangi nyeri sampai
psikologis pada tingkat kenyamanan yang
 Mengenali faktor dapat diterima oleh pasien
penyebab dan Bantuan Analgesia yang
menggunakan tindakan dikendalikan oleh pasien
untuk memodifikasi PCA(Pateint-Controlled
faktor tersebut Analgesia):Memudahkan
 Melaporkan nyeri pengendalian pemberian dan
kepada penyedia layanan pengaturan analgesik oleh pasien
kesehatan Manajemen sedasi:Memberikan
 Menggunakan tindakan sedatif, memantau respons pasien
meredakan nyeri dengan dan memberikan dukungan
analgesik dan fisiologis yang dibutuhkan selama
nonanalgesik secara prosedur diagnostik atau
tepat terapeutik.
 Tidak mengalami
gangguan dalam
frekuensi pernafasan,
frekuensi jantung, atau
tekanan darah
 Mempertahankan selera
makan yang baik
 Melaporkan pola tidur
yang baik
 Melaporkan
kemampuan untuk
mempertahankan
perfoma peran dan
hubungan interpersonal
3 Kerusakan Tujuan/Kriteria evaluasi Pemeliharaan akses
 Pasien/keluarga
intergritas kulit yang dialisis: memelihara area akses
berhubungan dengan menunjukkan rutinitas pembuluh darah arteri
imobilisasi fisik perawatan kulit atau Kewaspadaan
perawatan luka yang Lateks:Menurunkan resiko reaksi
optimal sistematik terhadap lateks
 Drainase purulen atau Pemberian
bau luka minimal Obat:Mempersiapkan,
 Tidak ada lepuh atau memberikan dan mengevaluasi
maserasi pada kulit keefektifan obat resep dan obat
 Nekrosis, selumur, nonresep
lubang, perluasan luka Perawatan Area
ke jaringan di bawah Insisi:Membersihkan, memantau
kulit atau pembentukan dan meningkatkan proses
saluran sinus berkurang penyembuhan pada luka yang
atau tidak ada ditutup dengan jahitan, klip atau
 Eritema kulit dan staples
eritema di sekitar luka Manajemen Area
minimal Penekanan:Meminimalkan
penekanan pada bagian tubuh
Perawatan Ulkus
Dekubitus:Memfasilitasi
penyembuhan ulkus dekubitus
Manajemen Pruritus:Mencegah
dan mengobati gatal
Surveilans Kulit:Mengumpulkan
dan menganalisis data pasien
untuk mempertahankan integritas
kulit dan membaran mukosa
Perawatan Luka:Mencegah
komplikasi luka dan
meningkatkan penyembuhan luka.
4 Intoleran Aktivitas Tujuan/kriteria evaluasi Terapi Aktivitas:Memberi
yang berhubungan  Mengidentifikasi anjuran tentang dan bantuan
dengan kelemahan aktivitas atau situasi dalam aktivitas fisik, kognitif,
umum yang menimbulkan sosial, dan spritual yang spesifik
kecemasan yang dapat untuk meningkatkan rentang,
mengakibatkan intoleran frekuensi, atau durasi aktivitas
aktivitas individu atau kelompok
 Berpartisipasi dalam Manajemen Energi:Mengatur
aktivitas fisik yang penggunaan energi untuk
dibutuhkan dengan mengatasi atau mencegah
peningkatan normal kelelahan dan mengoptimalkan
denyut jantung, fungsi
frekuensi pernafasandan Manajemen
tekanan darah serta Lingkungan:Memanipulasi
memantau pola dengan lingkungan sekitar pasien utnuk
batas normal memperoleh manfaat terapeutik,
 Mengungkapkan secara stimulasi sensorik, dan
verbal pemahaman kesejahteraan psikologis
tentang kebutuhan Terapi Latihan Fisik: Mobilitas
oksigen, obat dan atau Sendi:Menggunakan gerakan
peralatan yang dapat tubuh aktif atau pasif untuk
meningkatkan toleransi mempertahankan atau
terhadap aktivitas memperbaiki fleksibilitas sendi
 Menampilkan aktivitas Terapi Latihan Fisik:
kehidupan sehari-hari Pengendalian
(AKS) dengan beberapa Otot:Menggunakan aktivitas atau
bantuan (misalnya protokol latihan yang spesifik
eliminasi dengan untuk meningkatkan atau
bantaun ambulasi untuk memulihkan gerakan tubuh yang
ke kamar mandi) terkontrol
 Menampilkan Promosi Latihan Fisik:Latihan
manajemen Kekuatan:Memfasilitasi latihan
pemeliharaan rumah otot resistif secara rutin untuk
dengan beberapa bantuanmempertahankan meningkatkan
(misalnya, membutuhkankekuatan otot
bantuan untuk Bantuan Pemeliharaan
kebersihan setiap Rumah: Membantu pasien dan
minggu) keluarga untuk menjaga rumah
sebagai tempat tinggal yang
bersih, aman dan menyenangkan
Manajemen Alam
Perasaan: Memberi rasa
keamanan, stabilitas, pemulihan
dan pemeliharaan pasien yang
mengalami disfungsi alam
perasaan baik depresi maupun
peningkatan alam perasaan
Bantuan Perawatan
Diri: Membantu individu untuk
melakukan AKS
Bantuan Perawatan diri:
AKSI: Membantu dan
mengarahkan individu untuk
melakukan aktivitas kehidupan
sehari-hari instrumental (AKSI)
yang diperlukan untuk berfungsi
di rumah atau di komunita.
5 Defisit Perawatan Tujuan/kriteria evaluasi Mandi: Membersihkan tubuh
Diri yang  Menerima bantuan atau yang berguna untuk relaksasi,
berhubungan dengan perawatan total dari kebersihan dan penyembuhan
ganggaun pemberi asuhan, jika Pemeliharaan Kesehatan
muskuloskeletal diperlukan Mulut:Pemeliharaan dan promosi
 Mengungkapkan secara hgiene oral dan kesehatan gigi
verbal kepuasan tentang untuk pasien yang berisiko
kebersihan tubuh dan mengalami lesi mulut dan gigi
higiene oral Perawatan Ostomi:Pemeliharaan
 Mempertahankan eliminasi melalui stoma dan
mobilitas yang perawatan jaringan sekitar
diperlukan untuk ke Bantuan Perawatan Diri,
kamar mandi dan Mandi/Hygine:Membantu pasien
menyediakan untuk memenuhi hygine pribadi
perlengkapan mandi
 Mampu menghidupkan
dan mangatur pancaran
dan suhu air
 Membersihkan dan
mengeringkan tubuh
 Melakukan perawatan
mulut
 Menggunakan deodoran

3.4 Implementasi
A. Terapi
1) Penatalaksanaan Umum
a) Kerjasama tim medis interdisiplin dengan partisipasi pasien, keluarga, dan
pramuwerdha.
b) Edukasi pada pasien dan keluarga mengenai bahaya tirah baring lama,
pentingnya latihan bertahap dan ambulasi dini, serta mencegah ketergantungan
pasien dengan melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari sendiri, semampu
pasien.
c) Dilakukan pengkajian geriatri paripurna, perumusan target fungsional, dan
pembuatan rencana terapi yang mencakup pula perkiraan waktu yang
diperlukan untuk mencapai target terapi.
d) Temu dan kenali tatalaksana infeksi, malnutrisi, anemia, gangguan cairan dan
elektrolit yang mungkin terjadi pada kasus imobilisasi, serta penyakit/ kondisi
penyetara lainnya.
e) Evaluasi seluruh obat-obatan yang dikonsumsi; obat-obatan yang dapat
menyebabkan kelemahan atau kelelahan harus diturunkan dosisnya atau
dihentkan bila memungkinkan.
f) Berikan nutrisi yang adekuat, asupan cairan dan makanan yang mengandung
serat, serta suplementasi vitamin dan mineral.
g) Program latihan dan remobilisasi dimulai ketika kestabilan kondisi medis
terjadi meliputi latihan mobilitas di tempat tidur, latihan gerak sendi (pasif,
aktif, dan aktif dengan bantuan), latihan penguat otot-otot (isotonik, isometrik,
isokinetik), latihan koordinasi/ keseimbangan, dan ambulasi terbatas.
h) Bila diperlukan, sediakan dan ajarkan cara penggunaan alat-alat bantu berdiri
dan ambulasi.
i) Manajemen miksi dan defekasi, termasuk penggunaan komod atau toilet.
2) Tata laksana Khusus
a) Tatalaksana faktor risiko imobilisasi
b) Tatalaksana komplikasi akibat imobilisasi.
c) Pada keadaan-keadaan khusus, konsultasikan kondisi medik kepada dokter
spesialis yang kompeten.
d) Lakukan remobilisasi segera dan bertahap pada pasien–pasien yang mengalami
sakit atau dirawat di rumah sakit dan panti werdha untuk mobilitas yang
adekuat bagi usia lanjut yang mengalami disabilitas permanen.
3) Penatalaksanaan lain yaitu:
a) Pengaturan Posisi Tubuh sesuai Kebutuhan Pasien
Pengaturan posisi dalam mengatasi masalah kebutuhan mobilitas, digunakan
untuk meningkatkan kekuatan, ketahanan otot, dan fleksibilitas sendi. Posisi-posisi
tersebut, yaitu:
 Posisi fowler (setengah duduk)
 Posisi litotomi
 Posisi dorsal recumbent
 Posisi supinasi (terlentang)
 Posisi pronasi (tengkurap)
 Posisi lateral (miring)
 Posisi sim
 Posisi trendelenbeg (kepala lebih rendah dari kaki)
b) Ambulasi dini
Cara ini adalah salah satu tindakan yang dapat meningkatkan kekuatan dan
ketahanan otot serta meningkatkan fungsi kardiovaskular.. Tindakan ini bisa
dilakukan dengan cara melatih posisi duduk di tempat tidur, turun dari tempat tidur,
bergerak ke kursi roda, dan lain-lain.
c) Melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri juga dilakukan untuk melatih
kekuatan, ketahanan, kemampuan sendi agar mudah bergerak, serta meningkatkan
fungsi kardiovaskular.
d) Latihan isotonik dan isometrik
Latihan ini juga dapat dilakukan untuk melatih kekuatan dan ketahanan otot
dengan cara mengangkat beban ringan, lalu beban yang berat. Latihan isotonik
(dynamic exercise) dapat dilakukan dengan rentang gerak (ROM) secara aktif,
sedangkan latihan isometrik (static exercise) dapat dilakukan dengan meningkatkan
curah jantung dan denyut nadi.
e) Latihan ROM Pasif dan Aktif
Latihan ini baik ROM aktif maupun pasif merupakan tindakan pelatihan untuk
mengurangi kekakuan pada sendi dan kelemahan otot.
Latihan-latihan itu, yaitu :
1) Fleksi dan ekstensi pergelangan tangan
2) Fleksi dan ekstensi siku
3) Pronasi dan supinasi lengan bawah
4) Pronasi fleksi bahu
5) Abduksi dan adduksi
6) Rotasi bahu
7) Fleksi dan ekstensi jari-jari
8) Infersi dan efersi kaki
9) Fleksi dan ekstensi pergelangan kaki
10) Fleksi dan ekstensi lutut
11) Rotasi pangkal paha
12) Abduksi dan adduksi pangkal paha
f) Latihan Napas Dalam dan Batuk Efektif
Latihan ini dilakukan untuk meningkatkan fungsi respirasi sebagai dampak
terjadinya imobilitas.
g) Melakukan Postural Drainase
Postural drainase merupakan cara klasik untuk mengeluarkan sekret dari paru
dengan menggunakan gaya berat (gravitasi) dari sekret itu sendiri. Postural drainase
dilakukan untuk mencegah terkumpulnya sekret dalam saluran napas tetapi juga
mempercepat pengeluaran sekret sehingga tidak terjadi atelektasis, sehingga dapat
meningkatkan fungsi respirasi. Pada penderita dengan produksi sputum yang banyak,
postural drainase lebih efektif bila diikuti dengan perkusi dan vibrasi dada.
h) Melakukan komunikasi terapeutik
Cara ini dilakukan untuk memperbaiki gangguan psikologis yaitu dengan cara
berbagi perasaan dengan pasien, membantu pasien untuk mengekspresikan
kecemasannya, memberikan dukungan moril, dan lain-lain. (Potter, 2010)
3.5 Evaluasi
Tujuan yang diterapkan selama fase perencanaan dievaluasi sesuai dengan hasil
tertentu yang diharapkan, dan juga diterapkan pada fase tersebut. Saat hasil yang
diharapkan tidak terpenuhi, pertimbangkan pertanyaan berikut ini:
1) Beritahu saya mengapa Anda tidak mampu menigkatkan aktivitas yang
telah kita rencanakan.
2) Aktivitas apa yang menghambat Anda melakukan tugas tersebut saat ini.
3) Beritahu saya bagaimana perasaan Anda terkait ketidakmampuan
berpakaian sendiri dan membuat makanan sendiri.
4) Latihan apa yang Anda rasakan paling membantu
5) Tujuan apa yang Anda inginkan untuk disusun pada aktivitas Anda.
(Potter, 2010)
4.6 Dokumentasi Keperawatan
Dokumentasi keperawatan merupakan tindakan mencatat setiap data yang
didapat oleh perawat dalam sebuah dokumen yang sisitematis. Proses mencatat tidak
hanya menulis data pada format yang tersedia. Dokumentasi keperawatan
menitikberatkan pada proses dan hasil pencatatan (Potter & Perry, 2006). Hal tersebut
berarti bahwa mulai dari proses mencatat sampai mempertahankan kualitas catatan
harus diperhatikan, karena dokumen keperawatan memegang perannan yang sangat
penting.
Selama fase implementasi, perawat mendokumentasikan tindakan keperawatan
seperti: pemberian obat, perawatan luka, pengaturan posisi, infus IV, kateterisasi
urine, dll. (Iyer, 2004)
BAB IV
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawaran. Edisi 4. Jakarta: EGC
Potter & Perry. 2006. Buku ajar fundal mental keperawatan konsep, proses dan
praktik. Edisi 4. Jakarta : EGC.

Potter & Perry. 2010. Fundamental keperawatan. Edisis 7. Jakarta: Elsevier

Kozier, dkk. 2010. Buku Ajar Fundamental Keperawatan. Edisi 7. Jakarta: EGC
Asmadi. 2008. Konsep dan aplikasi kebutuhan dasar klien. Jakarta : Salemba
Medika.

Herdman, T.H. 2012. Diagnosis Keperawatan NANDA. Jakarta: EGC

Wilkinson, M. Judith, Ahern, R. Nanchy. 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan


Diagnosis NANDA Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. Edisi 9. Jakarta: EGC
Iyer, P.W, Camp, N.H. 2004. Dokumentasi Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai