Anda di halaman 1dari 6

Wacana Kewarganegaraan

Negara sebagai suatu entitas adalah abstrak. Yang tampak adalah unsur-
unsur negara yang berupa rakyat, wilayah, dan pemerintah. Salah satu unsur negara
adalah rakyat. Rakyat yang tinggal di wilayah negara menjadi negara menjadi
penduduk negara yang bersangkutan. Penduduk (ingezetenen) atau rakyat
merupakan salah satu unsur untuk memenuhi kriteria dari sebuah negara. Penduduk
atau Penghuni suatu wilayah negara merupakan semua orang yang pada suatu
waktu mendiami wilayah.
Penduduk yang mendiami suatu negara ditinjau dari segi hukum terdiri dari
warga negara (staatsburgers), dan orang asing. Menurut Soepomo, penduduk adalah
orang yang dengan sah bertempat tinggal tetap dalam suatu negara Sah artinya,
tidak bertentangan dengan ketentuan ketentuan mengenai masuk dan mengadakan
tempat tinggal tetap dalam negara yang bersangkutan. Selain penduduk dalam satu
wilayah negara ada orang lain yang bukan penduduk (niet-ingezetenen), misalnya
seorang wisatawan yang berkunjung dalam suatu negara, dan orang asing yang
bekerja di dalam wilayah negara tersebut.
Penduduk terbagi dengan warga negara asli dan orang asing. Warga negara
asli merupakan pemegang status kewarganegaraan yang diberikan oleh negara
tersebut, sedangkan orang asing adalah orang yang memiliki status
kewarganegaraan dari negara lain yang berada diluar wilayah negaranya dan berada
dinegara tersebut karena suatu kepentingan.
Setiap warga negara suatu negara diberikan status kewarganegaraan dari
negara tersebut. Status kewarganegaraan bukan hanya mengenai sebuah status yang
melekat pada persoaalan Kartu Tanda Penduduk ataupun untuk melengkapi
administrasi lainnya, melainkan Kewarganegaraan adalah segala hal ikhwal yang
berhubungan dengan warga negara. Maka dari itu konstitusi Negara Indonesia
merumuskan siapa yang berhak memperoleh kewarganegaraan Indonesia.
Banyaknya jumlah penduduk Indonesia berpengaruh terhadap banyaknya
jumlah pemegang status kewarganegaraan Indonesia. Seorang Warga Negara
mempunyai kedudukan yang khusus yaitu hubungan timbal balik antara negara
dengan warga negaranya. Kewarganegaraan membawa implikasi pada kepemilikan
hak dan kewajiban. Negara wajib menjamin kepemilikan hak seorang warga
negaranya yang mencakup hak sipil, hak politik, hak asasi ekonomi, sosial dan
budaya. Sedangkan kewajiban sebagai seorang pemegang status kewarganegaraan
Indonesia sebagai juga telah ditetapkan didalam Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945), sehingga pemerintahan negara
indonesia dapat berjalan sesuai dengan cita-cita kemerdekaannya
Pemahaman yang baik mengenai hubungan antara warganegara dengan
negara sangat penting untuk mengembangkan hubungan yang harmonis,
konstruktif, produktif, dan demokratis. Pada hakikatnya pola hubungan yang baik
antara warganegara dengan negara dapat mendukung kelangsungan hidup
bernegara.
Salah satu persyaratan diterimanya status sebuah negara adalah adanya
unsur warganegara yang diatur menurut ketentuan hukum tertentu, sehingga
warganegara yang bersangkutan dapat dibedakan dari warga dari negara lain.
Pengaturan mengenai kewarganegaraan ini biasanya ditentukan berdasarkan salah
satu dari dua prinsip yaitu prinsip ‘ius soli’ atau prinsip ‘ius sanguinis’.
Yang dimaksud dengan ‘ius sanguinis’ adalah kewarganegaraan dari orang
tua yang menurunkannya menentukan kewarganegaraan seseorang, artinya kalau
orang dilahirkan dari orang tua yang berwarganegara Indonesia, ia dengan
sendirinya juga warga negara Indonesia.
Asas Ius sanguinis atau Hukum Darah (law of the blood) atau asas
genealogis (keturunan) atau asas keibubapakan, adalah asas yang menetapkan
seseorang mempunyai kewarganegaraan menurut kewarganegaraan orang tuanya,
tanpa melihat di mana ia dilahirkan. Asas ini dianut oleh negara yang tidak dibatasi
oleh lautan, seperti Eropa Kontinental dan China. Asas ius sanguinis memiliki
keuntungan, antara lain:
1. Akan memperkecil jumlah orang keturunan asing sebagai warga negara
2. Tidak akan memutuskan hubungan antara negara dengan warga negara yang
lahir
3. Semakin menumbuhkan semangat nasionalisme
4. Bagi negara daratan seperti China dan lain-lain, yang tidak menetap pada
suatu negara tertentu tetapi keturunan tetap sebagai warga negaranya
meskipun lahir di tempat lain (negara tetangga).
Sedangkan asas ius soli atau asas tempat kelahiran atau hukum tempat
kelahiran (law of the soil) atau asas teritorial adalah asas yang menetapkan
seseorang mempunyai kewarganegaraan menurut tempat di mana ia dilahirkan.
Asas ini dianut oleh negara-negara imigrasi seprti USA, Australia, dan Kanada.
Tidak semua daerah tempat seseorang dilahirkan menentukan kewarganegaraan.
Misalnya, kalau orang dilahirkan di dalam daerah hukum Indonesia, ia dengan
sendirinya menjadi warga negara Indonesia.
Terkecuali anggota-anggota korps diplomatik dan anggota tentara asing
yang masih dalam ikatan dinas. Di samping dan bersama-sama dengan prinsip ius
sanguinis, prinsip ius soli ini juga berlaku di Amerika, Inggris, Perancis, dan juga
Indonesia. Tetapi di Jepang, prinsip ius soli ini tidak berlaku. Karena seseorang
yang tidak dapat membuktikan bahwa orang tuanya berkebangsaan Jepang, ia tidak
dapat diakui sebagai warga negara Jepang. Untuk sementara waktu asas ius soli
menguntungkan, yaitu dengan lahirnya anak-anak dari para imigran di negara
tersebut maka putuslah hubungan dengan negara asal.
Akan tetapi dengan semakin tingginya tingkat mobilitas manusia,
diperlukan suatu asas lain yang tidak hanya berpatokan pada tempat kelahiran saja.
Selain itu, kebutuhan terhadap asas lain ini juga berdasarkan realitas empirik bahwa
ada orang tua yang memiliki status kewarganegaraan yang berbeda.
Hal ini akan bermasalah jika kemudian orang tua tersebut melahirkan anak
di tempat salah satu orang tuanya (misalnya di tempat ibunya). Jika tetap menganut
asas ius soli, maka si anak hanya akan mendapatkan status kewarganegaraan ibunya
saja, sementara ia tidak berhak atas status kewarganegaraan bapaknya. Atas dasar
itulah, maka asas ius sanguinis dimunculkan, sehingga si anak dapat memiliki status
kewarganegaraan bapaknya. Dalam perjalanan banyak negara yang meninggalkan
asas ius soli, seperti Belanda, dan Belgia, Selain kedua asas tersebut, beberapa
negara yang menggabungkan keduanya misalnya Inggris dan Indonesia.
Selain kedua cara tersebut, dalam berbagai kepustakaan mengenai
kewarganegaraan, juga dikenal adanya cara ketiga, yaitu melalui registrasi. Cara
ketiga ini dapat disebut tersendiri, karena dalam pengalaman seperti yang terjadi di
Perancis yang pernah menjaidi bangsa penjajah di berbagai penjuru dunia, banyak
warganya yang bermukim di daerah-daearah koloni dan melahirkan anak dengan
status kewarganegaraan yang cukup ditentukan hanya dengan cara registrasi.
Dari segi tempat kelahiran, anak-anak merke itu jelas lahir di luar wilayah
hukum negara mereka secara resmi. Akan tetapi, karena Perancis, misalnya
menganut prinsip ‘ius soli’, maka menurut ketentuan yang normal, status
kewarganegaraan anak-anak warga Perancsi di daerah jajahan ataupun daerah
pendudukan tersebut tidak sepenuhnya dapat langsung dengan sendirinya
diperlakukan sebagai warganegara Perancis. Akan tetapi, untuk menentukan status
kewarganegaraan mereka itu melalui proses naturalisasi atau pewarganegaraan juga
tidak dapat diterima.
Karena itu, status kewarganegaraan mereka ditentukan melalui proses
registrasi biasa. Misalnya, keluarga Indonesia yang berada di Amerika Serikat yang
menganut prinsip ‘ius soli’, melahirkan anak, maka menurut hukum Amerika
Serikat anak tersebut memperoleh status sebagai warganegara Amerika Serikat.
Akan tetapi, jika orangtuanya menghendaki anaknya tetap berkewarganegaraan
Indonesia, maka prosesnya cukup hanya melalui registrasi.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa proses kewaarganegaraan dapat
diperoleh melalui tiga cara, yaitu: (i) kewarganegaraan karena kelahiran, (ii)
kewarganegaraan melalui pengwarganegaraan, dan (iii) kewarganegaraan melalui
registrasi biasa. Ketiga caraini seyogyanya dapat dipertimbangkan dalam rangka
pengaturan mengenai kewarganegaraan dalam sistem hukum Indonesia, sehingga
kita tidak membatasi pengertian mengenai cara memperoleh status
kewarganegaraan hanya dengan cara pertama dan kedua sebagaimana lazim
dipahami selama ini.
Dalam penentuan status kewarganegaan warganegaranya setiap negara
mempunyai peraturan yang berbeda beda, sehingga perbedaan tersebut
menimbulkan masalah kewarganegaraan. Permasalahan kewarganegaraan yang
timbul tersebut apabila adanya seorang menjadi memiliki dua kewarganegaraan
(Bipatride) dan tanpa kewarganegaraa (Apatride) akibat penentuan
kewarganegaraan yang ditentukan oleh peraturan yang berbeda di tiap negara.
Dwi kewarganegaraan atau bipatride terjadi apabila seorang anak yang
negara orang tuanya menganut azas ius sanguinis lahir di negara lain yang
menganut azas ius soli, maka kedua negara tersebut menganggap anak tersebut
adalah warga negaranya. Sebagaimana contoh, Negara Republik Rakyat Tiongkok
(RRT) sekarang China dahulu menganggap semua orang cina dimanapun dia
berada asalkan orang tuanya adalah orang cina juga maka dia merupakan warga
negara RRT (ius sanguinis). Sedangkan Indonesia saat itu menentukan bahwa orang
yang lahir didalam wilayah Indonesia adalah warga negara Indonesia (ius soli).
Apatride terjadi apabila seorang anak yang negara orang tuanya menganut
azas kelahiran ius soli lahir di negara yang menganut azas ius sanguinis. Sebagai
contoh dahulu orang cina yang pro koumintang, tidak diakui sebagai warga negara
china, sedangkan Taiwan sebagai negara asalnya pada tahun 1958 belum ada
hubungan diplomatik dengan Indonesia pada saat itu. Maka dari itu mereka
merupakan “defacto apatride”
Indonesia sebagai negara yang pada dasarnya menganut prinsip ‘ius
sanguinis’, mengatur kemungkinan warganya untuk mendapatkan status
kewarganegaraan melalui prinsip kelahiran. Sebagai contoh banyak warga
keturunan Cina yang masih berkewarganegaraan Cina ataupun yang memiliki dwi-
kewarganegaraan antara Indonesia dan Cina, tetapi bermukim di Indonesia dan
memiliki keturunan di Indonesia. Terhadap anak-anak mereka sepanjang yang
bersangkutan tidak berusaha untuk mendapatkan status kewarganegaraan dari
negara asal orangtuanya, dapat diterima sebagai warganegara Indonesia karena
kelahiran. Kalaupun hal ini dianggap tidak sesuai dengan prinsip dasar yang dianut,
sekurang-kurangnya terhadap mereka itu dapat dikenakan ketentuan mengenai
kewarganegaraan melalui proses registrasi biasa, bukan melalui proses naturalisasi
yang mempersamakan kedudukannya sebagai orang asing.
DAFTAR PUSTAKA

http://repository.usu.ac.id
Samidjo,Ilmu Negara,Bandung,Armico.

Soepomo, Hartono Hadisoeprapto, Pengantar Tata Hukum Indonesia, Yogyakarta,


Liberty.

Sudargo Gautama,Warga Negara Dan Orang Asing, Bandung, 1975.

Titik Triwulan Tutik, Konstruksi Hukum Tata Negara Indonesia Pasca Amandemen
UUD 1945, Jakarta, Kencana 2010.

Anda mungkin juga menyukai