Anda di halaman 1dari 39

PERATURAN

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA


NOMOR 13/PERMEN-KP/2019
TENTANG
PENGENDALIAN PENYAKIT IKAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA,

Menimbang : bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 57 ayat (3),


Pasal 58 ayat (7), Pasal 59 ayat (2), dan Pasal 60 ayat (5)
Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2017 tentang
Pembudidayaan Ikan, perlu menetapkan Peraturan Menteri
Kelautan dan Perikanan tentang Pengendalian Penyakit
Ikan;

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang


Perikanan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2004 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 4433) sebagaimana telah
diubah dengan Undang-Undang Nomor 45 Tahun
2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor
31 Tahun 2004 tentang Perikanan (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 154,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5073);
-2-

2. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2017 tentang


Pembudidayaan Ikan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2017 Nomor 166, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6101);
3. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang
Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8);
4. Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2015 tentang
Kementerian Kelautan dan Perikanan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 111)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Presiden
Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas
Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2015 tentang
Kementerian Kelautan dan Perikanan (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 5);
5. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
6/PERMEN-KP/2017 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kementerian Kelautan dan Perikanan (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 220)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Kelautan dan Perikanan Nomor 7/PERMEN-KP/2018
tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kelautan
dan Perikanan Nomor 6/PERMEN-KP/2017 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Kelautan dan
Perikanan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2018 Nomor 317);

MEMUTUSKAN:
Menetapkan : PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN
TENTANG PENGENDALIAN PENYAKIT IKAN.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini, yang dimaksud dengan:
-3-

1. Diagnosa adalah menentukan penyebab penyakit Ikan


dengan mengamati Gejala Klinis dan patologi anatomi
Ikan sakit/mati diperkuat dengan pemeriksaan
laboratorium.
2. Data Epidemiologi adalah data yang menyajikan
distribusi dan faktor-faktor penentu yang
berhubungan dengan kejadian penyakit Ikan.
3. Gejala Klinis adalah tanda-tanda awal oleh suatu
serangan penyakit terhadap Ikan berupa kelainan-
kelainan fisik, tingkah laku yang terlihat secara visual.
4. Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (World
Organisation for Animal Health) yang selanjutnya
disebut OIE adalah organisasi yang mempunyai
otoritas memberikan informasi kejadian, status, dan
situasi penyakit hewan di suatu negara, serta
memberikan rekomendasi teknis dalam tindakan
sanitary di bidang kesehatan hewan.
5. Wabah Penyakit Ikan adalah kejadian luar biasa
serangan penyakit Ikan dalam suatu populasi pada
waktu dan daerah tertentu yang dapat menimbulkan
kerugian baik fisik, sosial, dan ekonomi.
6. Penyakit Ikan Penting adalah penyakit Ikan yang
berpotensi menimbulkan wabah dan telah ditetapkan
oleh Menteri.
7. Penyakit Ikan Tertentu adalah penyakit Ikan baru
yang berpotensi menimbulkan wabah dan belum
termasuk dalam Penyakit Ikan Penting.
8. Ikan adalah segala jenis organisme yang seluruh atau
sebagian dari siklus hidupnya berada di dalam
lingkungan perairan.
9. Survailen adalah pengumpulan data penyakit
berdasarkan pengambilan sampel atau specimen di
lapangan dalam rangka mengamati penyebaran atau
perluasan dan keganasan penyakit.
-4-

10. Monitoring adalah pengumpulan data dan informasi


secara sistematis dan berkelanjutan yang ditujukan
untuk mengetahui keragaman dan penyebaran
penyakit Ikan dalam suatu populasi dan lingkungan di
suatu wilayah.
11. Prevalensi adalah jumlah Ikan yang terserang penyakit
dibandingkan jumlah total Ikan dalam satu populasi
yang dinyatakan dalam persentase.
12. Insidensi adalah jumlah kasus baru penyakit Ikan
yang terjadi dibandingkan dengan jumlah total Ikan
dalam satu populasi pada periode waktu tertentu.
13. Virulensi adalah tingkat kemampuan suatu patogen
untuk menyebabkan penyakit.
14. Morbiditas adalah tingkat kesakitan Ikan yang
ditunjukkan dengan adanya perubahan tingkah laku,
morfologi dan fisiologi Ikan yang diukur melalui
Insidensi dan Prevalensi.
15. Mortalitas adalah jumlah Ikan yang mati akibat
serangan penyakit dibandingkan jumlah total Ikan
dalam satu populasi.
16. Biosekuriti adalah semua tindakan, prosedur, dan
kebijakan yang digunakan untuk mencegah masuk
dan tersebarnya patogen seperti bakteri, virus, jamur,
maupun parasit pada fasilitas budidaya pada suatu
wilayah atau Negara untuk mencegah terjadinya
penyakit yang merugikan secara ekonomi dan
lingkungan.
17. Notifikasi adalah pernyataan resmi dari otoritas
kompeten tentang status penyakit di suatu wilayah
berdasarkan hasil Survailen dan Monitoring.
18. Unit Pelaksana Teknis yang selanjutnya disingkat UPT
adalah unit pelaksana teknis pusat yang mempunyai
tugas fungsi kesehatan Ikan dan berada di bawah
Kementerian.
-5-

19. Pembudidayaan Ikan adalah kegiatan untuk


memelihara, membesarkan, dan/atau membiakkan
Ikan serta memanen hasilnya dalam lingkungan yang
terkontrol, termasuk kegiatan yang menggunakan
kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpan,
mendinginkan, menangani, mengolah, dan/atau
mengawetkannya.
20. Peringatan Dini adalah serangkaian kegiatan
pemberian peringatan sesegera mungkin kepada
Pembudi Daya Ikan tentang kemungkinan terjadinya
bencana pada suatu tempat.
21. Pembudi Daya Ikan adalah orang yang mata
pencahariannya melakukan Pembudidayaan Ikan.
22. Setiap Orang adalah orang perseorangan atau
korporasi.
23. Hari adalah hari kerja sesuai yang ditetapkan oleh
Pemerintah Pusat.
24. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di bidang perikanan.
25. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Perikanan
Budidaya.
26. Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal
Perikanan Budidaya.
27. Kementerian adalah kementerian yang
menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
perikanan.
28. Dinas Provinsi adalah satuan kerja perangkat daerah
di provinsi yang membidangi urusan perikanan.
29. Dinas Kabupaten/Kota adalah satuan kerja perangkat
daerah di kabupaten/kota yang membidangi urusan
perikanan.

Pasal 2
Tujuan pengendalian Penyakit Ikan adalah untuk
mencegah masuk, tersebar, dan terjadinya Wabah Penyakit
Ikan pada lingkungan perikanan budidaya.
-6-

Pasal 3
Pengendalian penyakit Ikan meliputi:
a. Survailen dan Monitoring;
b. analisis risiko (risk analisys);
c. penanganan penyakit Ikan; dan
d. tanggap darurat (emergency respons).

BAB II
SURVAILEN DAN MONITORING

Bagian Kesatu
Umum

Pasal 4
Survailen dan Monitoring sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 huruf a paling sedikit meliputi kegiatan:
a. perencanaan, yang meliputi penetapan metode,
penentuan target penyakit, lokasi dan jumlah sampel,
dan penunjukan laboratorium uji;
b. pelaksanaan, yang meliputi pengambilan dan
pengujian sampel;
c. evaluasi hasil Survailen dan Monitoring;
d. penetapan status kondisi lokasi penyakit Ikan target
Survailen dan Monitoring; dan
e. Notifikasi penyakit lkan.

Bagian Kedua
Perencanaan

Pasal 5
(1) Dalam rangka Survailen dan Monitoring disusun
rencana Survailen dan Monitoring.
(2) Rencana Survailen dan Monitoring sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) disusun dengan melibatkan
UPT, Dinas Provinsi, Dinas Kabupaten/Kota,
Ahli/Pakar, asosiasi, dan/atau Pembudi Daya Ikan.
-7-

(3) Rencana Survailen dan Monitoring disusun untuk


jangka waktu 1 (satu) tahun.
(4) Rencana Survailen dan Monitoring digunakan sebagai
acuan untuk pelaksanaan Survailen dan Monitoring
penyakit Ikan.
(5) Rencana Survailen dan Monitoring sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan
Direktur Jenderal.

Pasal 6
Rencana Survailen dan Monitoring sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 5 ayat (5), meliputi:
a. penetapan metode;
b. penentuan target penyakit;
c. lokasi;
d. jumlah sampel; dan
e. penunjukan laboratorium uji.

Pasal 7
(1) Penetapan metode sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 huruf a dilakukan dengan mempertimbangkan
tujuan Survailen dan Monitoring.
(2) Tujuan Survailen dan Monitoring sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) meliputi:
a. mendeteksi dini penyakit Ikan;
b. mengetahui tingkat serangan penyakit Ikan;
dan/atau
c. menetapkan status bebas penyakit Ikan.
(3) Metode Survailen dan Monitoring sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara aktif dan
pasif.
(4) Metode Survailen dan Monitoring aktif sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), dilakukan dengan cara:
a. metode Survailen aktif dilakukan dengan cara
pengambilan dan pengujian sampel atau
specimen sesuai dengan target penyakit Ikan serta
pengumpulan data di lapangan; dan
-8-

b. metode Monitoring aktif dilakukan dengan cara


pengambilan dan pengujian sampel serta
pengumpulan data dan informasi di lapangan.
(5) Metode Survailen dan Monitoring pasif sebagaimana
dimaksud pada ayat (3), dilakukan dengan cara:
a. metode Survailen pasif dilakukan dengan cara
mengumpulkan dan menganalisis data dan
informasi penyakit Ikan sesuai dengan target
penyakit Ikan; dan
b. metode Monitoring pasif dilakukan dengan cara
mengumpulkan dan menganalisis data dan
informasi penyakit Ikan.

Pasal 8
(1) Penentuan target penyakit Ikan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 huruf b berupa:
a. Penyakit Ikan Penting, untuk Monitoring; atau
b. Penyakit Ikan Penting dan Penyakit Ikan
Tertentu, untuk Survailen.
(2) Penyakit Ikan Penting sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a dan huruf b memiliki kriteria:
a. mempunyai daya patogenitas yang tinggi;
b. penyebarannya cepat;
c. menyebabkan kematian massal; dan
d. telah diketahui patogen penyebab, metode
Diagnosa, dan transmisi/pola penyebaran.
(3) Penyakit Ikan Tertentu sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b memiliki kriteria:
a. mempunyai daya patogenitas yang tinggi;
b. penyebarannya cepat;
c. menyebabkan kematian massal; dan
d. belum diketahui patogen penyebab, metode
Diagnosa, dan transmisi/pola penyebaran.
(4) Jenis Penyakit Ikan Penting sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) huruf a dan huruf b ditetapkan oleh
Menteri.
-9-

Pasal 9
(1) Lokasi Survailen dan Monitoring sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 6 huruf c berbasis
kompartemen atau zona.
(2) Kompartemen sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
berupa:
a. unit pembenihan;
b. unit pembesaran; dan/atau
c. unit penampungan dan penjualan Ikan.
(3) Zona sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa
wilayah administrasi provinsi dan/atau
kabupaten/kota.

Pasal 10
(1) Jumlah sampel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
huruf d ditetapkan berdasarkan:
a. jumlah populasi;
b. Prevalensi;
c. tingkat kepercayaan metode statistik yang
digunakan; dan
d. sensitivitas dan spesifisitas metode pengujian.
(2) Pengambilan sampel dalam rangka Survailen
dilaksanakan paling sedikit 2 (dua) kali setahun
selama 2 (dua) tahun berturut-turut pada lokasi yang
sama.
(3) Pengambilan sampel dalam rangka Monitoring
penyakit Ikan dilaksanakan setiap tahun paling sedikit
4 (empat) kali pada lokasi yang sama.

Pasal 11
(1) Penunjukan laboratorium uji sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 huruf e ditentukan berdasarkan ruang
lingkup pengujian.
(2) Laboratorium pengujian sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) harus memiliki ruang lingkup uji yang
terakreditasi.
- 10 -

(3) Dalam hal pengujian belum terdapat ruang lingkup uji


yang terakreditasi, pengujian menggunakan metode
standar nasional Indonesia atau metode non-standar
nasional Indonesia yang mengacu pada standar
regional atau internasional.

Bagian Ketiga
Pelaksanaan

Pasal 12
(1) Pelaksanaan Survailen dan Monitoring Penyakit Ikan
meliputi:
a. pengambilan sampel; dan
b. pengujian sampel.
(2) Pengambilan sampel sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a dilakukan oleh petugas pengambil
sampel yang bersertifikat.
(3) Petugas pengambil sampel sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) berasal dari Dinas Provinsi, Dinas
Kabupaten/Kota, atau UPT.
(4) Pengambilan sampel sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) dilakukan dengan ketentuan:
a. sesuai dengan jumlah yang telah ditetapkan
dalam rencana Survailen dan Monitoring;
b. sampel Ikan diambil dari suatu populasi secara
selektif yang menunjukkan Gejala Klinis terserang
penyakit;
c. apabila tidak ditemukan sampel yang
menunjukan Gejala Klinis Ikan terserang
penyakit, maka sampel diambil dengan cara
acak/random sampling dengan memenuhi prinsip
keterwakilan dalam satu populasi;
d. sampel diutamakan dari Ikan yang masih hidup,
apabila tidak ada sampel Ikan hidup dapat
dilakukan fiksasi terhadap organ target Ikan
sampel sesuai dengan jenis pengujian dan
standar yang telah ditetapkan; dan
- 11 -

e. sampel air dan/atau sedimen diambil sebagai


data dukung penyakit Ikan dengan mengacu pada
standar yang telah ditetapkan.

Pasal 13
(1) Petugas pengambil sampel dalam melakukan
pengambilan sampel mengisi formulir pengambilan
sampel yang memuat:
a. deskripsi sampel; dan
b. Data Epidemiologi.
(2) Deskripsi sampel sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a meliputi:
a. tanggal pengambilan sampel;
b. kode sampel;
c. nama pembudidaya;
d. alamat lokasi pengambilan sampel;
e. titik koordinat;
f. jenis sampel;
g. komoditas;
h. umur pemeliharaan;
i. target penyakit;
j. tingkat teknologi Pembudidayaan Ikan;
k. laboratorium uji; dan
l. riwayat penyakit.
(3) Data Epidemiologi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf b meliputi:
a. unit usaha dan/atau lokasi di sekitar unit usaha
yang berpotensi sebagai sumber penyakit Ikan;
b. luas wadah budidaya;
c. jumlah populasi;
d. tingkat kematian;
e. Gejala Klinis;
f. asal/sumber penyebab penyakit;
g. kerugian ekonomis dan fisik; dan
h. upaya pengendalian.
- 12 -

(4) Bentuk dan format formulir pengambilan sampel


sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam
Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Menteri ini.

Pasal 14
(1) Sampel yang telah diambil dilakukan penanganan
sesuai dengan tujuan pemeriksaan serta dikemas dan
diberikan kode sampel.
(2) Sampel yang telah dikemas dan diberikan kode sampel
oleh Dinas Provinsi, Dinas Kabupaten/Kota, atau UPT
harus dikirim ke laboratorium uji paling lama 3 (tiga)
Hari sejak pengambilan sampel.
(3) Penanganan dan pengiriman sampel sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan oleh
petugas pengambil sampel dengan mengacu kepada
standar nasional Indonesia.

Pasal 15
(1) Pengujian sampel sebagaimana dimaksud dalam Pasal
12 ayat (1) huruf b dilakukan sesuai dengan target
penyakit.
(2) Laporan hasil pengujian sampel disampaikan kepada
Dinas Provinsi, Dinas Kabupaten/Kota, atau UPT
paling lambat 2 (dua) Hari setelah sampel selesai diuji.

Pasal 16
(1) Dinas Provinsi, Dinas Kabupaten/Kota, dan/atau UPT
melaporkan hasil Survailen dan Monitoring kepada
Direktorat Jenderal secara daring melalui laman
impikan.kkp.go.id.
(2) Dalam hal layanan daring sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) mengalami gangguan, laporan dapat
disampaikan secara luring.
- 13 -

Bagian Keempat
Evaluasi Hasil Survailen dan Monitoring

Pasal 17
(1) Direktur Jenderal melakukan evaluasi hasil Survailen
dan Monitoring.
(2) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
digunakan sebagai bahan penetapan status kondisi
lokasi penyakit Ikan.

Bagian Kelima
Penetapan Status Kondisi Lokasi Penyakit Ikan Target
Survailen dan Monitoring

Pasal 18
(1) Penetapan status kondisi lokasi penyakit Ikan target
Survailen dan Monitoring sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 huruf d, berupa:
a. lokasi terinfeksi; dan
b. lokasi bebas penyakit.
(2) Lokasi terinfeksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf a, merupakan wilayah yang ditemukan kasus
penyakit Ikan.
(3) Lokasi bebas penyakit sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b, terdiri dari:
a. lokasi bebas secara historis; dan
b. lokasi bebas setelah dilakukan berbagai upaya
pengendalian.
(4) Lokasi bebas secara historis sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) huruf a, merupakan wilayah yang tidak
pernah ditemukan kasus atau agen penyebab penyakit
Ikan.
- 14 -

(5) Lokasi bebas setelah dilakukan berbagai upaya


pengendalian sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
huruf b, merupakan wilayah yang pernah ditemukan
kasus atau agen penyebab penyakit Ikan, tetapi
berdasarkan hasil Survailen dan Monitoring sudah
tidak ditemukan lagi.
(6) Status kondisi lokasi penyakit Ikan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan
Direktur Jenderal.
(7) Keputusan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud
pada ayat (6) disampaikan kepada delegasi permanen
untuk OIE sebagai bahan pertimbangan rekomendasi
Notifikasi penyakit Ikan.

Bagian Keenam
Notifikasi Penyakit Ikan

Pasal 19
(1) Notifikasi penyakit Ikan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 4 huruf e, dilakukan oleh delegasi permanen
untuk OIE.
(2) Notifikasi penyakit Ikan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) terdiri dari:
a. lokasi terinfeksi; dan/atau
b. lokasi bebas penyakit.
(3) Notifikasi lokasi terinfeksi penyakit Ikan dilakukan
apabila memenuhi kriteria:
a. kejadian pertama kali serangan penyakit yang
masuk dalam daftar penyakit Ikan OIE;
b. Wabah Penyakit Ikan yang berulang;
c. strain patogen baru;
d. perubahan mendadak dalam penyebaran,
peningkatan Insidensi, Virulensi, Morbiditas atau
Mortalitas; dan/atau
e. inang baru.
- 15 -

(4) Notifikasi lokasi bebas penyakit Ikan dilakukan setelah


Survailen selama 2 (dua) tahun berturut-turut dengan
hasil negatif.
(5) Notifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikirim
ke OIE secara daring melalui World Animal Health
Information System (WAHIS), fax, atau email.

BAB III
ANALISIS RISIKO (RISK ANALYSIS)

Bagian kesatu
Umum

Pasal 20
(1) Analisis risiko dilakukan terhadap:
a. penyakit Ikan; dan
b. sifat bahaya Ikan.
(2) Analisis risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
digunakan sebagai persyaratan rekomendasi
pemasukan Ikan atau produk perikanan dari luar
negeri.

Pasal 21
Analisis risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat
(1) meliputi:
a. identifikasi bahaya (hazard identification);
b. penilaian risiko (risk assesment);
c. pengelolaan risiko (risk management); dan
d. komunikasi risiko (risk communication).

Pasal 22
(1) Identifikasi bahaya (hazard identification) sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 huruf a untuk penyakit Ikan
dilakukan melalui identifikasi patogen yang berpotensi
menyebabkan dampak negatif terkait dengan kegiatan
pemasukan Ikan dari luar wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
- 16 -

(2) Identifikasi bahaya (hazard identification) sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 21 huruf a untuk sifat bahaya
Ikan dilakukan melalui identifikasi Ikan yang
berpotensi bahaya bagi kelestarian sumber daya Ikan
dan lingkungan, kesehatan manusia, serta
kelangsungan usaha perikanan.

Pasal 23
(1) Penilaian risiko (risk assesment) sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 huruf b untuk penyakit Ikan
dilakukan untuk menilai patogen yang berpotensi
menyebabkan dampak negatif terkait dengan kegiatan
pemasukan Ikan dari luar wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
(2) Penilaian risiko (risk assesment) sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 huruf b untuk sifat bahaya
Ikan dilakukan untuk menilai Ikan yang berpotensi
bahaya bagi kelestarian sumber daya Ikan dan
lingkungan, kesehatan manusia, serta kelangsungan
usaha perikanan.
(3) Penilaian resiko (risk assessment) sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan dengan
tahapan:
a. penilaian pemasukan (entry assessment);
b. penilaian serangan patogen dan/atau bahaya
(exposure assessment);
c. penilaian konsekuensi (consequence assessment);
dan
d. estimasi risiko (risk estimation).
(4) Penilaian pemasukan (entry assesment) sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) huruf a, dilakukan untuk
mengetahui potensi masuknya patogen dan/atau Ikan
yang membahayakan dan/atau merugikan serta
tindakan pengendaliannya.
- 17 -

(5) Dalam hal hasil penilaian pemasukan (entry


assesment) sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak
menimbulkan risiko secara signifikan, maka tidak
diperlukan penilaian risiko selanjutnya.
(6) Dalam hal hasil penilaian pemasukan (entry
assesment) sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
menimbulkan risiko, maka dilakukan penilaian
serangan patogen dan/atau bahaya (exposure
assessment).
(7) Penilaian serangan patogen dan/atau bahaya
(exposure assessment) sebagaimana dimaksud pada
ayat (3) huruf b, dilakukan untuk mengetahui pola
sebaran patogen di negara asal.
(8) Dalam hal hasil penilaian serangan patogen dan/atau
bahaya (exposure assessment) sebagaimana dimaksud
pada ayat (7) tidak menimbulkan risiko, maka tidak
diperlukan penilaian risiko selanjutnya.
(9) Dalam hal hasil penilaian serangan patogen dan/atau
bahaya (exposure assessment) sebagaimana dimaksud
pada ayat (7) menimbulkan risiko, maka dilakukan
penilaian konsekuensi (consequence assessment).
(10) Penilaian konsekuensi (consequence assessment)
sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c,
dilakukan untuk mengetahui dampak serangan
penyakit Ikan terhadap kesehatan Ikan, lingkungan,
dan sosial ekonomi.
(11) Berdasarkan hasil penilaian konsekuensi (consequence
assessment) sebagaimana dimaksud pada ayat (9)
dilakukan penilaian estimasi risiko (risk estimation).
(12) Penilaian estimasi risiko (risk estimation) sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) huruf d, dilakukan untuk
mengetahui besaran risiko terkait dengan bahaya yang
diidentifikasi.
- 18 -

Pasal 24
(1) Hasil penilaian estimasi risiko (risk estimation)
penyakit Ikan, terdiri dari:
a. tingkat risiko rendah;
b. tingkat risiko sedang; atau
c. tingkat risiko tinggi.
(2) Tingkat risiko rendah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a jika hasil penilaian kurang dari 50
(lima puluh).
(3) Tingkat risiko sedang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b jika hasil penilaian antara 50 (lima
puluh) sampai dengan 71 (tujuh puluh satu).
(4) Tingkat risiko tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c jika hasil penilaian antara 72 (tujuh puluh
dua) sampai dengan 100 (seratus).
(5) Ketentuan mengenai penilaian estimasi risiko (risk
estimation) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Direktur Jenderal.

Pasal 25
(1) Hasil penilaian estimasi risiko (risk estimation) sifat
bahaya Ikan, terdiri dari:
a. tingkat risiko rendah;
b. tingkat risiko sedang; atau
c. tingkat risiko tinggi.
(2) Tingkat risiko rendah sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf a jika hasil penilaian kurang dari atau
sama dengan 30 (tiga puluh).
(3) Tingkat risiko sedang sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf b jika hasil penilaian antara 31 (tiga
puluh satu) sampai dengan 60 (enam puluh).
(4) Tingkat risiko tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) huruf c jika hasil penilaian antara 61 (enam puluh
satu) sampai dengan 100 (seratus).
(5) Ketentuan mengenai penilaian estimasi risiko (risk
estimation) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur
lebih lanjut dengan Peraturan Direktur Jenderal.
- 19 -

Pasal 26
(1) Pengelolaan risiko (risk management) sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 huruf c dilakukan untuk
meminimalkan risiko terhadap patogen yang
berpotensi menyebabkan dampak negatif dan/atau
sifat bahaya Ikan terkait dengan kegiatan pemasukan
Ikan dari luar wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia.
(2) Pengelolaan risiko dilakukan melalui:
a. evaluasi risiko (risk evaluation);
b. evaluasi pilihan (option evaluation);
c. implementasi (implementation); dan
d. pemantauan dan kaji ulang (monitoring and
review).
(3) Evaluasi risiko (risk evaluation) sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf a, merupakan proses
membandingkan hasil estimasi risiko (risk estimation)
dengan Prevalensi penyakit Ikan di Indonesia.
(4) Evaluasi pilihan (option evaluation) sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf b, merupakan proses
identifikasi, evaluasi kemampuan, dan kelayakan
tindakan mitigasi untuk mengurangi risiko.
(5) Implementasi (implementation) sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf c merupakan tindak lanjut dari
hasil evaluasi pilihan untuk memastikan tindakan
mitigasi telah dilakukan.
(6) Pemantauan dan kaji ulang (monitoring and review)
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d
merupakan proses audit terhadap tindakan
pengelolaan risiko untuk memastikan hasil
pengelolaan risiko tercapai.
- 20 -

Pasal 27
(1) Komunikasi risiko (risk communication) sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 21 huruf d dilakukan untuk
mengomunikasikan hasil identifikasi bahaya, penilaian
risiko, dan pengelolaan risiko kepada pengambil
keputusan di Indonesia dan negara asal.
(2) Komunikasi risiko sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) harus diterapkan pada setiap tahapan analisis
risiko.
(3) Komunikasi risiko sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) harus bersifat transparan.

Bagian Kedua
Analisis Risiko Terhadap Penyakit Ikan

Pasal 28
(1) Analisis risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20
ayat (1) huruf a dilakukan terhadap pemasukan Ikan
dari luar negeri.
(2) Analisis risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberlakukan terhadap pemasukan Ikan dari:
a. negara anggota OIE; dan
b. negara bukan anggota OIE.
(3) Analisis risiko terhadap pemasukan Ikan yang berasal
dari negara anggota OIE sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf a, dilakukan untuk pemasukan pertama
kali, terhadap pemasukan Ikan yang merupakan:
a. jenis atau strain/varietas Ikan baru;
b. produk perikanan baru;
c. Ikan dari negara asal yang memiliki penyakit
baru; dan/atau
d. Ikan dari negara asal yang sedang terkena wabah.
(4) Analisis risiko terhadap pemasukan Ikan yang berasal
dari negara bukan anggota OIE sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf b, dilakukan untuk
setiap kali pemasukan Ikan dan/atau produk
perikanan.
- 21 -

Bagian Ketiga
Analisis Risiko Terhadap Sifat Bahaya Ikan

Pasal 29
(1) Analisis risiko terhadap sifat bahaya Ikan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (1) huruf
b diberlakukan terhadap pemasukan Ikan yang
merupakan jenis atau strain/varietas Ikan baru.
(2) Hasil analisis risiko terhadap jenis atau strain/varietas
Ikan baru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
digunakan sebagai bahan penetapan jenis Ikan yang
membahayakan dan/atau jenis Ikan yang merugikan.

Bagian Keempat
Penerbitan Surat Hasil Analisis Risiko

Pasal 30
(1) Menteri berwenang untuk menerbitkan surat hasil
analisis risiko.
(2) Menteri mendelegasikan wewenang penerbitan surat
hasil analisis risiko kepada Direktur Jenderal.

Pasal 31
(1) Setiap Orang untuk memiliki surat hasil analisis risiko
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 harus
mengajukan permohonan secara tertulis kepada
Direktur Jenderal, yang memuat:
a. nama komoditas/produk;
b. negara asal; dan
c. negara transit.
(2) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
wajib dilengkapi dengan:
a. nomor induk berusaha; dan
b. dokumen yang memuat:
1. informasi sejarah Ikan;
2. informasi biologi;
- 22 -

3. informasi sosial dan ekonomi; dan


4. informasi lingkungan.
(3) Informasi tentang sejarah Ikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf b angka 1 meliputi:
a. spesifikasi;
b. asal-usul;
c. silsilah; dan
d. hasil introduksi dan perkembangannya di negara
lain.
(4) Informasi tentang biologi sebagaimana dimaksud pada
ayat (2) huruf b angka 2 meliputi:
a. sifat;
b. makanan dan kebiasaan makan;
c. reproduksi;
d. bentuk rekayasa teknologi;
e. pertumbuhan (growth);
f. hama dan penyakit; dan
g. sejarah dan sebaran penyakit.
(5) Informasi tentang sosial dan ekonomi sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) huruf b angka 3 meliputi:
a. pemanfaatan Ikan dan produk perikanan di
negara asal; dan
b. nilai ekonomi Ikan dan produk perikanan.
(6) Informasi tentang lingkungan sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf b angka 4 meliputi:
a. habitat;
b. deskripsi sumber asal Ikan dan produk
perikanan; dan
c. deskripsi lingkungan pengolahan, untuk produk
perikanan.
(7) Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus
mendapat pengesahan dari otoritas kompeten dari
negara asal.
- 23 -

Pasal 32
(1) Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 31, Direktur Jenderal melakukan
pemeriksaan kelengkapan dokumen persyaratan yang
hasilnya berupa persetujuan atau penolakan.
(2) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) disetujui, Direktur Jenderal melakukan
analisis risiko sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21.
(3) Direktur Jenderal dalam melakukan analisis risiko
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat dibantu
oleh Ahli/Pakar.
(4) Berdasarkan hasil analisis risiko sebagaimana
dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal
menerbitkan surat hasil analisis risiko yang
menyatakan:
a. pelarangan pemasukan; atau
b. persetujuan pemasukan.
(5) Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) ditolak, Direktur Jenderal menerbitkan surat
penolakan disertai alasan penolakan dalam jangka
waktu paling lama 3 (tiga) Hari.
(6) Proses penerimaan permohonan sampai dengan
penerbitan surat hasil analisis risiko dilakukan dalam
jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) Hari.
(7) Bentuk dan format surat hasil analisis risiko
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tercantum dalam
Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan
dari Peraturan Menteri ini.

BAB IV
PENANGANAN PENYAKIT IKAN

Pasal 33
(1) Penanganan penyakit Ikan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 huruf c dilakukan oleh Pembudi Daya
Ikan terhadap Ikan sakit atau terduga sakit.
- 24 -

(2) Penanganan penyakit Ikan sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan jenis Ikan serta
jenis dan sifat penyakit Ikan.
(3) Penanganan penyakit Ikan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi:
a. pencegahan (promotive dan preventive);
b. pengobatan (curative);
c. pemusnahan (eradicative); dan/atau
d. pemulihan (rehabilitative).

Bagian Kesatu
Pencegahan (Promotive dan Preventive)

Pasal 34
(1) Pencegahan penyakit Ikan dilakukan melalui:
a. peningkatan kesehatan Ikan (promotive);
b. peningkatan daya tahan tubuh Ikan (preventive);
dan
c. penerapan Biosekuriti.
(2) Peningkatan kesehatan Ikan (promotive) sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan melalui
pemberian suplemen, vitamin, bahan aditif, dan pakan
gizi seimbang.
(3) Peningkatan daya tahan tubuh Ikan (preventive)
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
dilakukan melalui vaksinasi.
(4) Penerapan Biosekuriti sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) huruf c dilakukan melalui:
a. penggunaan benih, calon induk, dan induk
bermutu;
b. penggunaan pakan dan obat Ikan yang terdaftar
di Kementerian;
c. pengelolaan lingkungan budidaya;
d. desinfeksi peralatan, wadah media budidaya,
kendaraan, dan tenaga kerja; dan
e. pembatasan lalu lintas pekerja, peralatan, dan
kendaraan di unit budidaya.
- 25 -

Bagian Kedua
Pengobatan (Curative)

Pasal 35
(1) Pengobatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33
ayat (3) huruf b dilakukan berdasarkan hasil diagnosis
dari pengamatan Gejala Klinis dan/atau uji
laboratorium.
(2) Pengobatan dilakukan dengan menggunakan obat
Ikan yang terdaftar di Kementerian, sesuai ketentuan
dan petunjuk yang terdapat dalam label.
(3) Pelaksanaan pengobatan harus dicatat dan
didokumentasikan.
(4) Sisa pengobatan berupa air perendaman, alat suntik
yang telah digunakan, kemasan obat, dan/atau obat
yang kedaluwarsa harus dilakukan pengelolaan agar
tidak mencemari lingkungan.
(5) Ketentuan mengenai tata cara pengelolaan sisa
pengobatan sebagaimana dimaksud pada ayat (4)
diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal.

Bagian Ketiga
Pemusnahan (Eradicative)

Pasal 36
(1) Pemusnahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33
ayat (3) huruf c dilakukan apabila:
a. Ikan mati terserang penyakit;
b. Ikan diduga terserang Penyakit Ikan Tertentu;
atau
c. Ikan terinfeksi Penyakit Ikan Penting dengan
tingkat serangan lebih besar dari 60% (enam
puluh persen).
- 26 -

(2) Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


dilakukan dengan cara:
a. penggunaan bahan kimia;
b. pembakaran; dan/atau
c. penguburan.
(3) Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dapat dilakukan dengan pengawasan Dinas Provinsi,
Dinas Kabupaten/Kota, atau UPT.
(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara
pemusnahan diatur dengan Peraturan Direktur
Jenderal.

Bagian Keempat
Pemulihan (Rehabilitative)

Pasal 37
(1) Pemulihan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33
ayat (3) huruf d dilakukan terhadap unit
Pembudidayaan Ikan melalui:
a. pembersihan dan desinfeksi unit Pembudidayaan
Ikan; dan
b. penggantian dengan menggunakan induk, calon
induk dan/atau benih bebas penyakit Ikan.
(2) Induk, calon induk, dan/atau benih yang bebas
penyakit Ikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
huruf b dibuktikan dengan hasil uji laboratorium yang
terakreditasi.
(3) Pemulihan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan oleh Pembudi Daya Ikan.
(4) Dinas Provinsi, Dinas Kabupaten/Kota, atau UPT
dapat memberikan bantuan untuk pemulihan berupa
pendampingan teknis dan penyediaan induk, calon
induk, dan/atau benih.
- 27 -

BAB V
TANGGAP DARURAT (EMERGENCY RESPONSE)

Pasal 38
(1) Tanggap darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal
3 huruf d merupakan tindakan yang harus segera
dilakukan untuk menangani dan mengurangi dampak
negatif serangan atau Wabah Penyakit Ikan.
(2) Tanggap darurat sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
meliputi:
a. perencanaan tanggap darurat (contingency plan);
b. pelaksanaan tanggap darurat; dan
c. evaluasi tanggap darurat.

Bagian Kesatu
Perencanaan Tanggap Darurat

Pasal 39
(1) Perencanaan tanggap darurat (contingency plan)
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (2) huruf
a disusun setiap tahun dan dituangkan dalam
dokumen perencanaan yang meliputi:
a. susunan organisasi gugus tugas;
b. sistem Peringatan Dini;
c. sistem deteksi dini;
d. sistem respon dini; dan
e. standar operasional prosedur.
(2) Dokumen perencanaan tanggap darurat sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan
Direktur Jenderal.
- 28 -

Paragraf 1
Susunan Organisasi Gugus Tugas

Pasal 40
(1) Susunan organisasi gugus tugas tanggap darurat
penyakit Ikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39
ayat (1) huruf a terdiri atas:
a. gugus tugas nasional;
b. gugus tugas provinsi; dan
c. gugus tugas kabupaten/kota.
(2) Penanggung jawab gugus tugas tanggap darurat
penyakit Ikan:
a. Direktur Jenderal untuk gugus tugas nasional;
b. Kepala Dinas Provinsi untuk gugus tugas
provinsi; dan
c. Kepala Dinas Kabupaten/Kota untuk gugus tugas
kabupaten/kota.
(3) Keanggotaan gugus tugas sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) terdiri dari perwakilan:
a. Kementerian, Dinas Provinsi atau Dinas
Kabupaten/Kota sesuai dengan tingkatan gugus
tugas;
b. ahli kesehatan Ikan dan/atau dokter hewan;
c. laboratorium kesehatan Ikan dan lingkungan;
dan
d. pemangku kepentingan lainnya.
(4) Pemangku kepentingan lainnya sebagaimana
dimaksud pada ayat (3) huruf d, meliputi Pembudi
Daya Ikan, pengolah Ikan, produsen pakan Ikan dan
obat Ikan.
(5) Gugus tugas ditetapkan oleh Menteri, Gubernur, dan
Bupati/ Walikota sesuai dengan kewenangannya.
- 29 -

Pasal 41
(1) Gugus tugas nasional sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 40 ayat (1) huruf a mempunyai tugas:
a. mengidentifikasi potensi terjadinya serangan atau
Wabah Penyakit Ikan di tingkat nasional;
b. memimpin dan mengelola tindakan tanggap
darurat di tingkat nasional;
c. melakukan sosialisasi dan simulasi perencanaan
tanggap darurat kepada masyarakat;
d. mengoordinasikan pelaksanaan tanggap darurat
dengan gugus tugas provinsi;
e. melakukan evaluasi pelaksanaan tanggap darurat
di tingkat nasional; dan
f. menyusun dan menyampaikan laporan
pelaksanaan tanggap darurat kepada Menteri.
(2) Gugus tugas provinsi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 40 ayat (1) huruf b mempunyai tugas:
a. mengidentifikasi potensi terjadinya serangan atau
Wabah Penyakit Ikan di tingkat provinsi;
b. memimpin dan mengelola tindakan tanggap
darurat di provinsi;
c. melakukan koordinasi kebijakan dan
pelaksanaan tanggap darurat dengan gugus tugas
nasional dan gugus tugas kabupaten/kota;
d. melakukan evaluasi pelaksanaan tanggap darurat
di provinsi; dan
e. menyusun dan menyampaikan laporan
pelaksanaan tanggap darurat kepada Gubernur
dengan tembusan kepada Direktur Jenderal.
(3) Gugus tugas kabupaten/kota sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 40 ayat (1) huruf c mempunyai tugas:
a. mengidentifikasi potensi terjadinya serangan atau
Wabah Penyakit Ikan di tingkat kabupaten/kota;
b. memimpin dan mengelola tindakan tanggap
darurat yang terjadi di kabupaten/kota;
- 30 -

c. melakukan koordinasi kebijakan dan


pelaksanaan tanggap darurat dengan gugus tugas
provinsi;
d. melakukan evaluasi pelaksanaan tanggap darurat
di kabupaten/kota; dan
e. menyusun dan menyampaikan laporan
pelaksanaan tanggap darurat kepada Bupati
dengan tembusan kepada Kepala Dinas Provinsi.

Paragraf 2
Sistem Peringatan Dini

Pasal 42
(1) Sistem Peringatan Dini sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 39 ayat (1) huruf b dilakukan untuk
pengambilan tindakan cepat dan tepat dalam rangka
mengurangi risiko terjadinya Wabah Penyakit Ikan.
(2) Peringatan Dini sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilakukan dengan:
a. mengumpulkan data dan informasi penyakit Ikan;
b. melakukan pemutakhiran database penyakit
Ikan;
c. pengembangan komunikasi dengan Ahli/Pakar,
asosiasi, dan/atau Pembudi Daya Ikan; dan
d. pengembangan hubungan kerja dengan otoritas
kompeten negara mitra dagang.
(3) Gugus tugas melakukan evaluasi terhadap hasil
Peringatan Dini.

Paragraf 3
Sistem Deteksi Dini

Pasal 43
(1) Sistem deteksi dini sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 39 ayat (1) huruf c dilakukan untuk mengetahui
Diagnosa suatu penyakit secara cepat dan tepat.
- 31 -

(2) Deteksi dini sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


terdiri dari:
a. identifikasi kapasitas laboratorium uji penyakit
Ikan; dan
b. penyediaan sistem pelaporan cepat penyakit Ikan.
(3) Identifikasi kapasitas laboratorium uji penyakit Ikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, terdiri
dari:
a. prasarana;
b. sarana;
c. sumber daya manusia; dan
d. metode pengujian.

Paragraf 4
Sistem Respon Dini

Pasal 44
(1) Sistem respon dini sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 39 ayat (1) huruf d dilakukan untuk
meminimalisir dampak Wabah Penyakit Ikan secara
cepat dan tepat.
(2) Respon dini sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
terdiri dari:
a. penyiapan kebijakan tanggap darurat;
b. penyiapan sarana dan prasarana tanggap
darurat; dan
c. penyiapan rencana kerja penanganan penyakit
Ikan.

Paragraf 5
Standar Operasional Prosedur

Pasal 45
(1) Standar operasional prosedur sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 39 ayat (1) huruf e merupakan dokumen
yang berisikan prosedur yang harus dilakukan secara
berurutan untuk tanggap darurat.
- 32 -

(2) Standar operasional prosedur sebagaimana dimaksud


pada ayat (1) paling sedikit meliputi:
a. standar operasional prosedur investigasi
lapangan;
b. standar operasional prosedur pengambilan dan
pengiriman sampel;
c. standar operasional prosedur pengujian sampel;
d. standar operasional prosedur pencegahan
penyakit Ikan;
e. standar operasional prosedur pengobatan
penyakit Ikan;
f. standar operasional prosedur pemusnahan; dan
g. standar operasional prosedur pemulihan.

Bagian Kedua
Pelaksanaan Tanggap Darurat

Pasal 46
Pelaksanaan tanggap darurat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 38 ayat (2) huruf b meliputi:
a. membentuk organisasi gugus tugas;
b. tindakan Peringatan Dini;
c. tindakan deteksi dini; dan
d. tindakan respon dini.

Pasal 47
(1) Pelaksanaan tanggap darurat sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 46 berdasarkan dokumen perencanaan
tanggap darurat.
(2) Pelaksanaan tanggap darurat sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan penetapan
status tanggap darurat oleh Menteri, gubernur, dan
bupati/walikota sesuai kewenangannya.
- 33 -

Pasal 48
Pembentukan organisasi gugus tugas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 46 huruf a ditetapkan oleh:
a. Menteri untuk gugus tugas nasional;
b. Gubernur untuk gugus tugas provinsi; dan
c. Bupati/ Walikota untuk gugus tugas kabupaten/kota.

Pasal 49
Tindakan Peringatan Dini sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 46 huruf b dilakukan dengan menyediakan dan
menyebarluaskan informasi gejala penyakit Ikan.

Pasal 50
Tindakan deteksi dini sebagaimana dimaksud dalam Pasal
46 huruf c dilakukan dengan:
a. investigasi lapangan;
b. pengambilan sampel;
c. pengujian sampel; dan
d. pelaporan hasil investigasi dan hasil pengujian.

Pasal 51
Tindakan respon dini sebagaimana dimaksud dalam Pasal
46 huruf d dilakukan melalui:
a. pelaksanaan kebijakan tanggap darurat;
b. penanganan penyakit Ikan; dan
c. penyampaian laporan hasil pelaksanaan respon dini.

Bagian Ketiga
Evaluasi dan Pelaporan Pelaksanaan Tanggap Darurat

Pasal 52
(1) Evaluasi tanggap darurat dilakukan oleh gugus tugas
terhadap hasil pelaksanaan tanggap darurat.
(2) Evaluasi tanggap darurat dilakukan paling lambat 20
(dua puluh) Hari setelah pelaksanaan tanggap darurat.
- 34 -

(3) Laporan hasil evaluasi tanggap darurat disampaikan


secara berjenjang dari gugus tugas kabupaten/kota
kepada gugus tugas provinsi, dan gugus tugas provinsi
kepada gugus tugas nasional.

BAB VI
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 53
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan
Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.16/MEN/2011
tentang Analisis Risiko Importasi Ikan dan Produk
Perikanan, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 54
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal
diundangkan.
- 35 -

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan


pengundangan Peraturan Menteri ini dengan
penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 3 Mei 2019

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN


REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

SUSI PUDJIASTUTI

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 9 Mei 2019

DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

WIDODO EKATJAHJANA

BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2019 NOMOR 503


- 36 -

LAMPIRAN I
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 13/PERMEN-KP/2019
TENTANG
PENGENDALIAN PENYAKIT IKAN

BENTUK DAN FORMAT

FORMULIR PENGAMBILAN SAMPEL

Nama Petugas Pengambil Sampel:………………………………………………………………………..

A. Deskripsi Sampel
Tanggal pengambilan sampel : ……………………….……………………………………

Kode sampel : ……………………….……………………………………

Nama pembudidaya : ……………………….……………………………………

Alamat lokasi pengambilan sampel : ……………………….……………………………………

……………………….……………………………………

Titik koordinat : ……………………….……………………………………

Jenis sampel : ……………………….……………………………………

Komoditas : ……………………….……………………………………

Umur pemeliharaan : ……………………….……………………………………

Target penyakit : ……………………….……………………………………

Tingkat teknologi pembudidayaan Ikan :

Super Intensif Semi Intensif


Intensif Sederhana

Laboratorium uji : ……………………….……………………………………

Riwayat penyakit
: ……………………….……………………………………

B. Data Epidemiologi

1. Apakah lokasi unit usaha dan/atau lokasi di sekitar unit usaha budidaya
berpotensi sebagai sumber penyakit
Ya
0 Tidak
Jika Ya Sebutkan
……………………….…………………………………………………………………………………..
2. Luas wadah budidaya
a. Pembenihan b. Pembesaran
Air Tawar: ……………………...m2 Kolam Air Tenang: …………………m2
Air Payau: ………………………m2 Kolam Air Deras : …………………m2
.

Laut .: ………………………ha Tambak : …………………ha


KJA . : …………………unit
- 37 -

3. Jumlah populasi : ………………Ekor

4. Tingkat kematian (%) : ………………


.

5. Gejala klinis
a. ………………………………………………………………………………………………......
b. ………………………………………………………………………………………………......
c. ………………………………………………………………………………………………......
d. ………………………………………………………………………………………………......

6. Asal/sumber penyebab penyakit: ……………………………………………………………..

7. Kerugian ekonomis dan fisik : ……………………………………………………………..

8. Upaya pengendalian yang telah dilakukan


………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………………………

(Tanda Tangan Petugas Pengambil Sampel)

Nama Petugas Pengambil Sampel

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN


REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

SUSI PUDJIASTUTI
- 38 -

LAMPIRAN II
PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN
REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 13/PERMEN-KP/2019
TENTANG
PENGENDALIAN PENYAKIT IKAN

BENTUK DAN FORMAT


SURAT HASIL ANALISIS RISIKO

.
KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYA
JALAN MEDAN MERDEKA TIMUR NO.16 GEDUNG MINA BAHARI IV LANTAI 5,6,7 DAN 8
JAKARTA PUSAT 10110 TELEPON (021) 3519070 (LACAK), FAKSIMILE (021) 3513276, (021)
3513320
LAMAN www.djpb.kkp.go.id

Nomor : .......... 20....


Sifat :
Lampiran :
Hal : Surat Hasil Analisis Risiko

Yth. .........
Jalan .......

Memperhatikan surat permohonan Analisis Risiko Nomor ..........., tanggal


........... dan berdasarkan hasil analisis risiko (sebagaimana terlampir), dengan ini
menyatakan:

(PELARANGAN PEMASUKAN/PERSETUJUAN PEMASUKAN)*

atas permohonan:

a. Nama : ………………………………………………………………………
Perorangan/Perusahaan
b. Alamat : ………………………………………………………………………
c. Nomor Telepon/Fax : ………………………………………………………………………
d. Nomor Induk Berusaha : ………………………………………………………………………
e. Nomor SIUP Bidang : ………………………………………………………………………
Pembudidayaan Ikan

dengan rincian sebagai berikut:

Nama Komoditas/Produk**) Negara Asal Rencana Negara Transit

Jakarta,
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya,

ttd. dan cap

(Nama)
- 39 -

Tembusan:
Kepala Badan Karantina Ikan, Pengendalian Mutu, dan Keamanan Hasil Perikanan

Keterangan:
*) coret salah satu
**) Nama dagang dan nama ilmiah/latin

MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN


REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

SUSI PUDJIASTUTI

Anda mungkin juga menyukai