Anda di halaman 1dari 23

1

Keunggulan Penerapan Human Resources Scorecard dalam Pengukuran


Kinerja

Jafar Basalamah

I.PENDAHULUAN
Seiring dinamika perkembangan manajemen modern dan manajemen sumber daya
manusia (human resources management), berkembang pula berbagai konsep dan ilmu
terapan serta praktek „pengukuran‟ kontribusi unsur-unsur sumber daya manusia (SDM)
terhadap pencapaian strategi organisasi, baik pada organisasi publik yang non profit oriented
terlebih pada organisasi swasta yang bersifat profit oriented.
Berbicara mengenai pengukuran (measurement) juga berarti menyinggung
persoalan instrumen dan indikator. Instrumen berguna sebagai alat untuk melakukan
pengukuran, sedangkan indikator berguna sebagai petunjuk atau parameter ukuran.
Perpaduan antara instrumen dan indikator tersebut melahirkan suatu konsep pengukuran atas
sesuatu yang hendak diukur pencapaiannya.
Konsepsi tersebut oleh ahli dicoba untuk mengaplikasikannya ke dalam sistem
pengukuran peran kontributif unsur-unsur SDM terhadap pencapaian visi dan misi serta
strategi organisasinya. Alat atau instrumen pengukuran tersebut itulah yang diberi nama
sebagai Scorecard. Secara harfiah, Scorecard disinonimkan dengan kartu kata, namun secara
substantif dimaknai sebagai instrumen sekaligus indikator nilai yang digunakan untuk
merencanakan dan mewujudkan strategi di masa akan datang.
Mengingat bahwa, yang hendak diukur adalah peran kontributif unsur-unsur SDM
terhadap pencapaian visi dan misi serta strategi organisasi, maka lahirlah konsep Balanced
Scorecard dan Human Resource Scorecard, yang menurut Waplau (2001) sebagai alat untuk
mengukur dan mengelola kontribusi strategis dari peran SDM dalam menciptakan nilai untuk
mencapai strategi perusahaan.
Implementasi strategi merupakan tantangan yang utama pada semua perusahaan.
Penelitian yang dilakukan pada sekolah bisnis Harvard menunjukan belum banyak
perusahaan yang telah merumuskan strateginya dapat mengimplementasikan. Balance
Scorecard diciptakan untuk mengatasi masalah ini. Selanjutnya dengan pendekatan Balance
Scorecard tersebut, dikembangkan Human Resource Scorecard (HRSC) yang dapat
2

membantu perusahaan tidak hanya merumuskan dan mengimplementasikan strategi sumber


daya manusia (SDM) namun juga menyatukan dengan keseluruhan strategi perusahaan
Eksistensi konsep Human Resource Scorecard tersebut menjadi urgen, vital dan
strategis sebab, suatu organisasi sangat membutuhkan kinerja segenap unsur-unsur SDM
yang bekerja padanya ataukah yang dipekerjakannya ataukah yang menggerakkan roda
aktivitasnya. Organisasi tanpa peran SDM maka niscaya organisasi tersebut tidak akan
memiliki nilai apapun.
Sebaliknya, SDM tanpa pengukuran peran kontributifnya, maka sulit untuk
mengetahui kualitas-kualitasnya secara personal - individual maupun kelompok, dan
bilamana kualitas SDM tidak diketahui secara jelas, maka organisasi akan sulit mengetahui
dan memastikan pencapaian atau perwujudan strategi, visi dan misinya. Bilamana hal itu
terjadi, maka baik unsur-unsur SDM maupun organisasinya tidak akan mengalami kemajuan
yang berarti ataukah akan kesulitan memasuki persaingan yang kian ketat (high competitive).
Jelaslah bahwa, Balanced and Human Resource Scorecard baik secara konsep –
kontekstual maupun konten dan terapannya, menjadi hal yang sangat vital memainkan peran
dan dibutuhkan oleh organisasi maupun unsur-unsur SDM-nya dalam merencanakan dan
mewujudkan pencapaian tujuan, sasaran, visi dan misinya.
Unsur-unsur SDM organisasi membutuhkan penilaian melalui pengukuran nilai atas
kemampuan, keterampilan/ keahlian (skill), kompetensi, pengalaman, prestasi kerja dan
kontribusi terhadap organisasinya. Pengukuran nilai tersebut menggunakan kartu skor
(Scorecard), sekaligus menjadi indikator peran dan kontribusi orang-orang di dalam
organisasi terhadap pencapaian visi dan misi organisasinya.
Terkait dengan Scorecard, pada dasarnya sudah digunakan secara berpasangan
dengan beberapa obyek lainnya, seperti balanced scorecard (BSc), service scorecard (SSc),
termasuk Human resources scorecard (HRSc). Penggunaan scorecard tersebut bersama
dengan kata lainnya, walaupun terlihat hampir sama namun memiliki makna yang berbeda.
BSc lebih menekankan pada pengukuran keseimbangan faktor-faktor pertumbuhan dan biaya
pada organisasi, sedangkan SSc lebih menekankan pada aspek GLACIER (growth,
leadership, acceleration, collaboration, innovation, execution dan retention) (Gupta, 2005).
Teranglah bahwa, Human resources scorecard (HRSc) berbeda dengan balanced
scorecard (BSc) dan service scorecard (SSc), sebab HRSc lebih berfokus pada pengukuran
peran dan kontribusi SDM, sedangkan BSc dan SSc lebih berorientasi kepada aspek
manajemen dan kualitas kinerja organisasi. Ketiga sistem pengukuran tersebut pada dasarnya
3

belum banyak atau masih sangat terbatas digunakan pada organisasi terutama pada organisasi
publik.
Menyimak lebih jauh, sistem pengukuran Human Resource Scorecard sangat
berguna bagi Departemen SDM sebagai instrumen atau alat untuk mengukur peran dan
kontribusi orang-orang di dalam organisasinya terhadap pencapaian visi dan misi
organisasinya. Jadi, HRSc pada hakikatnya adalah konsumsi Human Resources Department
(HRD) atau bagian personalia untuk memenuhi tuntutan kualitas SDM bagi organisasinya.
Human resource scorecard menjadi sangat vital dan strategis untuk memperoleh
gambaran menyeluruh mengenai peran kontributif setiap pegawai dalam unit kerja
organisasinya, atau menurut Becker et al (2001) membantu manajer SDM memastikan semua
keputusan sumber daya manusia mendukung atau mempunyai kontribusi langsung pada
implementasi strategi usaha.
Human Resources Scorecard menjabarkan visi, misi, strategi menjadi aksi human
resources yang dapat diukur kontribusinya. Ia menjabarkan sesuatu yang tak berwujud/
intangible (leading/ sebab) menjadi berwujud/ tangible (lagging/ akibat). Ia menjadi suatu
sistem pengukuran yang mengaitkan sumber daya manusia dengan strategi dan kinerja
organik yang akhirnya akan mampu menimbulkan kesadaran mengenai konsekuensi
keputusan investasi SDM, sehingga investasinya dapat dilakukan secara tepat arah dan tepat
jumlah. (Becker et al, 2001).
Human resources scorecard (HRSc) mengkombinasikan antara indikator lagging
(akibat) dan indikator leading (sebab), sehingga dalam pengkajiannya harus diketahui
terlebih dahulu hubungan sebabnya kemudian menelaah akibatnya. Dasar pemikiran HRSc
adalah 'Gets Managed, Gets Done", artinya apa yang diukur itulah yang dikelola barulah bisa
diimplementasikan dan dinilai.
Prinsip dasar yang harus dipahami dalam mengimplementasikan HRSc antara lain:
HRSc merupakan bagian integral dari strategi organisasi, di dalam HRSc terdapat hubungan
sebab akibat atau dengan kata lain HRSc adalah kombinasi dari indikator sebab dan akibat,
dan dasar pemikiran yang digunakan adalah, apa yang diukur, maka itulah yang dikelola,
setelah diketahui apa yang dikelola barulah dapat diimplementasikan (Anthony, 1996).
Perancangan Human resources scorecard perlu memenuhi tujuh langkah, yakni :
mendefinisikan strategi bisnis secara jelas, membuat suatu kasus bisnis dalam manajemen
SDM sebagai suatu aset strategis, menciptakan suatu peta strategi, mengidentifikasikan HR
deliverable dengan peta strategi yang telah dibuat, menghubungkan arsitektur SDM dengan
4

HR deliverables, membuat sistem pengukuran SDM yang strategis, dan melakukan


implementasi dengan pengukuran yang telah dibuat (Becker, 2001:38).
Penerapan Human resources scorecard pada organisasi memerlukan pengukuran,
yaitu : Pertama, indikator penyebab (Leading indicator) meliputi pengukuran HR
competencies dan pengukuran High Performance Work System (HPWS); Kedua, indikator
akibat (lagging indicator) meliputi pengukuran HRSA, HR Efficiency dan HR Deliverable.
Upaya menunjukan kontribusi stratejik, SDM memerlukan sistem pengukuran yang
memfokuskan pada 2 dimensi, yaitu : pengendalian biaya (mengelola biaya dalam fungsi
SDM dan meningkatkan efisiensi operasional selain SDM), dan penciptaan nilai (menjamin
bahwa arsitektur SDM memenuhi proses implementasi strategi).
Menyimak lebih jauh, penerapan Human resources scorecard tersebut pada
organisasi publik atau di lingkungan organisasi Pemerintahan Daerah, menjadi strategis dan
prospektif dalam mewujudkan pembelajaran pada organisasi. Hal ini sejalan dengan (Becker,
2001) bahwa, pendekatan HRSc memungkinkan suatu organisasi menjadi organisasi belajar
(Learning Organization).
Suatu organisasi belajar yang efektif adalah organisasi yang memiliki pegawai pada
semua tingkatan organisasi yang secara terus menerus mengamati perubahan lingkungan.
Dengan demikian para pegawai senantiasa mengidentifikasi masalah-masalah yang potensial
dan peluang-peluang, saling bertukar informasi, dan melakukan percobaan model aktivitas
agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang muncul. Hal ini penting artinya guna
upaya-upaya pengendalian sebagai tindak lanjut pengukuran kinerja dengan menggunakan
HRSc.
Penerapan HRSC secara konsisten sangat membantu pemimpin organisasi dalam
mengambil keputusan, meskipun dalam situasi yang kurang menentu. Oleh karena itu, perlu
dilakukan secara berkesinambungan dan menjadi bagian dari sistem manajemen secara
menyeluruh sehingga perlu adanya dukungan kebijakan dalam penerapannya (Anthony,
1996).
Penerapan Human resources scorecard di lingkungan organisasi memungkinkan
untuk dilakukan sebab, setiap unit kerja) maupun secara keseluruhan dari satuan
organisasimemiliki kebijakan, visi dan misi, mempunyai sejumlah pegawai sebagai unsur-
unsur SDM dengan beragam karakteristik (pendidikan, pelatihan, kemampuan, keterampilan,
pengalaman, motivasi, kinerja, prestasi kerja) dan perilaku (disiplin, koordinasi dan
kerjasama, sikap dan tindakan, persepsi atas tingkat kepuasan terhadap tugas pekerjaan).
5

II.PEMBAHASAN
A. Balanced Scorecard - Human Resources Scorecard dalam Organisasi
Implementasi strategi merupakan tantangan yang utama pada semua perusahaan.
Penelitian yang dilakukan pada sekolah bisnis Harvard menunjukan belum banyak
perusahaan yang telah merumuskan strateginya dapat mengimplementasikan. Balance
Scorecard diciptakan untuk mengatasi masalah ini. Selanjutnya dengan pendekatan Balance
Scorecard tersebut, dikembangkan Human Resource Scorecard (HRSC) yang dapat
membantu perusahaan tidak hanya merumuskan dan mengimplementasikan strategi sumber
daya manusia (SDM) namun juga menyatukan dengan keseluruhan strategi perusahaan.
Human resources scorecard pada dasarnya terdiri dari dua kata, yakni human
resources dan scorecard. Human resources (HR) adalah sumber daya manusia baik
penduduk maupun pegawai/ aparatur atau karyawan/ pekerja pada sebuah organisasi. Sumber
daya manusia (SDM) adalah manusia-manusia yang mempunyai kualitas-kualitas tertentu
yang berguna atau bermanfaat bagi kinerja organisasi.
Kaitannya dengan Scorecard, dapat diidentifikasi dua kata, yakni : Score dan Card.
Dalam kamus Inggeris – Indonesia yang disusun oleh John Echlos dan Saldy (2007), Score
artinya nilai, perhitungan angka, ukuran; dan Card artinya kartu, tanda, petunjuk. Jadi,
Scorecard adalah kartu skor. Dalam ilmu manajemen, Kottler (1995) menyatakan bahwa
Scorecard adalah kartu skor yang dapat digunakan untuk merencanakan skor yang
diwujudkan di masa yang akan datang.
Pengukuran obyektif Scorecard tanpa kinerja dapat memberikan gambaran
menyeluruh mengenai kinerja, sebab semua perusahaan bisnis bersifat tangible dan asetnya
bersifat intangibel. Rasio aset intangibel terhadap aset tangible mengalami peningkatan dari
pabrik kepada operasi jasa pelayanan. Dengan kata lain, operasi servis lebih bersesuaian
dengan asset intangible daripada asset tangibel, sebab operasi servis lebih bergantung pada
orang, dan karena itu sifatnya lebih subyektif. Di sektor pembuatan produk dan jasa, ukuran
obyektif ditujukan untuk mereduksi atau mengurangi biaya dan membuatnya lebih
berproduksi. Namun demikian, dalam kasus operasi servis yang lebih umum, lebih fleksibel
dan bervariasi dalam menerangkan kebutuhan konsumen (Kottler, 1995).
Konsepsi Human Resource Scorecard pada dasarnya sudah dikemukakan oleh
beberapa ahli, diantaranya Waplau (2001) menyatakan bahwa, Human Resource Scorecard
(HRSc) adalah alat untuk mengukur dan mengelola kontribusi strategis dari peran SDM
6

dalam menciptakan nilai untuk mencapai strategi perusahaan. Hal ini berarti bahwa yang
paling berperan penting dalam menunjang keberhasilan Human Resource Scorecard (HRSc)
dalah SDM-nya, sedangkan departemen SDM merupakan pihak yang mengelola dan yang
mengukur seberapa jauh dan seberapa baik SDM itu telah berkontribusi terhadap perusahaan
untuk mencapai visi, misi dan strategi perusahaan. Dalam hal ini yang diukur adalah orang-
orang yang ada didalam perusahaan, tetapi yang melakukan pengukuran adalah departemen
SDMnya.
Walker (2001) menjelaskan bahwa, Human Resource Scorecard (HRSc) sebagai
sebuah kartu skor yang menggunakan indikator sebab akibat untuk menjelaskan strategi
pengembangan SDM secara keseluruhan mulai dari proses operasional, persepsi pelanggan
dan keuangan untuk mengevaluasi efektivitas inisiatif departemen SDM agar dapat dipahami
oleh semua karyawan.
Human Resource Score Card (HRSC) memberikan sebuah cara untuk memonitor
indikator tenaga kerja, analisis statistik tenaga kerja, mendiagnosis isu-isu yang berkaitan
dengan tenaga kerja, menghitung dampak negative secara financial, memberi solusi, dan
mencatat perbaikan-perbaikan (Walker, 2001). Human Resource Score Card (HRSC) adalah
sebuat alat yang bagus untuk memulai suatu proses komunikasi antara departemen SDM
dengan para eksekutif lini dalam konteks peran SDM sebagai bagian dari suatu perusahaan
(Jim Craven, 2003).
Becker et al (2001:6) mengemukakan bahwa konsep yang digunakan dalam Human
Resource Scorecard (HRSc) lebih ditujukan pada peran penting SDM dimasa mendatang.
Bila fokus strategi perusahaan adalah menciptakan keunggulan operasional untuk
memenangkan hati pelanggan, maka fokus strategi SDM juga harus disesuaikan. Penyesuaian
ini perlu dilakukan untuk memaksimalkan kontribusi SDM dalam pencapaian tujuan
organisasi sekaligus menciptakan nilan (value) bagi organisasi.
Human Resource Scorecard (HRSc) adalah suatu alat untuk mengukur dan
mengelola kontribusi stategik dari peran human resources dalam menciptakan nilai untuk
mencapai strategi perusahaan. Human Resources Scorecard adalah suatu sistem pengukuran
sumber daya manusia yang mengaitkan orang - strategi - kinerja untuk menghasilkan
perusahaan yang unggul (Becker et al, 2001).
Human Resources Scorecard menjabarkan visi, misi, strategi menjadi aksi human
resources yang dapat diukur kontribusinya. Human Resources Scorecard menjabarkan
sesuatu yang tak berwujud/intangible (leading/sebab) menjadi berwujud/ tangible
(lagging/akibat). Human Resources Scorecard merupakan suatu sistem pengukuran yang
7

mengaitkan sumber daya manusia dengan strategi dan kinerja organik yang akhirnya akan
mampu menimbulkan kesadaran mengenai konsekuensi keputusan investasi sumber daya
manusia, sehingga investasi tersebut dapat dilakukan secara tepat arah dan tepat jumlah.
Selain itu, human resources scorecard dapat menjadi alat bantu bagi manajer sumber daya
manusia untuk memastikan bahwa semua keputusan sumber daya manusia mendukung atau
mempunyai kontribusi langsung pada implementasi strategi usaha (Becker et al, 2001).
Human Resources Scorecard juga merupakan kombinasi antara indikator lagging
(akibat) dan indikator leading (sebab). Di dalam Human Resources Scorecard itu harus ada
hubungan sebabnya dulu baru akibatnya apa. Dasar pemikiran HRSC adalah 'Gets Managed,
Gets Done", artinya apa yang diukur itulah yang dikelola barulah bisa diimplementasi dan
dinilai. (Becker et al, 2001).
Human Resource Scorecard (HRSc) adalah Balance Score Card yang
dikembangkan oleh Departemen SDM untuk menyelaraskan strategi pengelolaan SDM
dengan strategi perusahaan sekaligus untuk mengukur kinerja dan kontribusi SDM dalam
mendukung pencapaian strategi perusahaan. Human Resource Scorecard (HRSc) sebagai
konsep yang diturunkan dari konsep balance scorecard dalam perkembangannya dimaknai
sebagai suatu system manajemen yang digunakan untuk menjembatani kesenjangan antara
apa yang biasanya diukur oleh Departemen SDM dengan apa yang sebenarnya penting bagi
perusahaan
Dijelaskan Tunggal (2003:7) bahwa, arsitektur sumber daya manusia (Human
Resource Architecture) adalah rangkaian kesatuan dari profesional sumber daya dalam fungsi
sumber daya (The Human Resource Function), sampai sistem yang berkaitan dengan
kebijakan dan praktik (The Human Resource System) mencakup juga kompetensi, motivasi
dan perilaku yang berkaitan dengan karyawan perusahaan.
Human Resource Strategic Architecture merupakan dasar-dasar dari peranan
sumber daya strategik yang mencakup 3 dimensi dari rantai nilai (value chain), yaitu: fungsi
sumber daya manusia, sistem sumber daya manusia dan perilaku karyawan (Becker et al,
2001:12), yang digambarkan sebagai berikut:

The HR function The HR system Employee Behaviors


HR professionals High performance, Strategically focused
with strategic Strategically aligned competencies,
competencies policies and motivations and
practices associated behaviors
Gambar 2.1

Sumber : Becker et al (2001:12)


8

Gambar 1 Human Resource Architecture

Basis peran sumber daya manusia dalam implementasi strategi organisasi adalah
arsitektur sumber daya manusia yang terdiri dari 3 dimensi sebagai berikut :
1. Fungsi sumber daya manusia (The Human Resource Function)
Fondasi / dasar dari suatu strategi sumber daya manusia dalam menciptakan
nilai adalah infrastruktur manajemen yang dapat memahami dan menerapkan strategi
perusahaan. Menurut Tunggal (2003,35), “fungsi sumber daya manusia adalah peranan
yang dijalankan para profesional sumber daya manusia dalam organisasinya”. Huselid,
Jackson, dan Randal (Becker et al, 2001:53), mengatakan bahwa efektifitas manajemen
sumber daya manusia mempunyai 2 dimensi yang penting yaitu :
a. Fungsi teknis (Technical Human Resource Management) yaitu : pemberian jasa dasar
sumber daya manusia seperti rekruitmen, pelatihan, kompensasi dan benefit.
b. Fungsi strategik (Strategic Human Resource Management) yaitu : pemberian jasa
dengan suatu cara yang secara langsung mendukung implementasi strategi
perusahaan.
Becker et al (2001:25) mengemukakan bahwa kebanyakan manajer sumber daya
manusia lebih memusatkan kegiatannya pada penyampaian (delivery) yang tradisional
atau kegiatan manajemen sumber daya manusia teknis dan kurang memperhatikan pada
dimensi manajemen sumber daya manusia yang stratejik. Kompetensi yang perlu
dikembangkan bagi manajer sumber daya manusia masa depan dan memiliki pengaruh
yang sangat besar terhadap kinerja perusahaan adalah kompetensi manajemen sumber
daya manusia stratejik dan bisnis.
2. Sistem sumber daya manusia (The Human Resource System)
Sistem sumber daya manusia adalah unsur utama yang berpengaruh dalam
sumber daya manusia stratejik. Model sistem ini disebut 'High Performance Work System'
(HPWS). Dalam HPWS setiap elemen pada sistem sumber daya manusia dirancang untuk
memaksimalkan seluruh kualitas human capital dalam perusahaan. Untuk membangun
dan memelihara persediaan human capital yang berkualitas, HPWS melakukan hal-hal
sebagai berikut :
a. Menghubungkan keputusan seleksi dan promosi untuk memvalidasi model
kompetensi.
b. Mengembangkan strategi yang menyediakan waktu dan dukungan yang efektif untuk
keterampilan yang dituntut oleh implementasi strategi dan implementasi perusahaan.
9

c. Melaksanakan kebijaksanaan kompensasi dan manajemen kinerja yang menarik,


mempertahankan dan memotivasi kinerja karyawan yang tinggi.

Dalam HPWS, setiap elemen pada sistem sumber daya manusia, hakekatnya
diperlukan adanya pemikiran sistem yang menekankan pada ‘interrelationship’ antara
komponen sistem sumber daya manusia dan hubungan antara sumber daya manusia
dengan sistem implementasi strategi yang lebih luas. HPWS secara langsung menciptakan
'customer-value' atau nilai (value) lainnya yang berkaitan. Dalam hal ini, proses
kemitraan (alignment) dimulai dari pemahaman yang jelas terhadap rantai nilai
perusahaan, suatu pemahaman solid apa saja yang dijadikan nilai perusahaan dan
bagaimana manfaat nilai tersebut diciptakan.
Kuncinya, bahwa karaktersitik HPWS tidak hanya mengadopsi kebijaksanaan
dan praktek sumber daya manusia yang tepat tetapi juga bagaimana mengelola praktek
sumber daya manusia tersebut. Dalam HPWS kebijaksanaan dan praktek sumber daya
manusia mengimplementasikan strategi perusahaan.
Elemen penting dari Human Resource Scorecard adalah: identifikasi Human
Resource Deliverable, penggunaan HPWS, Human Resource System Alignment dan
Human Resource Efficiency. Hal tersebut merefleksikan keseimbangan (balance) antara
kontrol biaya dan penciptaan nilai (value creation). Kontrol biaya berasal dari
pengukuran Human Resource Efficiency sedangkan penciptaan nilai (value creation)
berasal dari pengukuran Human Resource Deliverable, kesejajaran sistem sumber daya
manusia eksternal, dan HPWS. Ketiga hal terakhir adalah elemen penting dari Human
Resource Architecture yang melacak rantai nilai dari fungsi ke sistem lalu ke tingkah laku
karyawan.
3. Perilaku karyawan (Employee Behaviors)
Organisasi yang kehilangan semua peralatannya tetapi masih memiliki
ketrampilan dan pengetahuan dari tenaga kerjanya, dapat kembali ke usaha dengan cepat,
sedangkan organisasi yang kehilangan tenaga kerja yang terampil dan berpengalaman,
akan sangat sulit untuk dapat kembali memulihkan usahanya. Oleh karena itu, supaya
dapat mengukur dan mengimplementasikan kontribusi sumber daya manusia dengan
strategi perusahaan maka terlebih dahulu kita harus mengerti tentang perbedaan perilaku
karyawan dengan perilaku strategik.
Tunggal (2003:15) menjelaskan bahwa, perilaku karyawan (Employee
Behaviors) adalah keluaran dari pelaksanaan fungsi dan sistem sumber daya manusia,
10

sedangkan yang dimaksud dengan perilaku strategik (Strategic Behaviors) adalah sub
himpunan dari perilaku produktif yang secara langsung membantu menjalankan strategi
perusahaan.
Perilaku strategik (Strategic Behaviors) terdiri dari 2 kategori yaitu :
a. Perilaku inti (Core Behaviors) adalah perilaku yang lahir dari kompetensi karyawan.
Core Behaviors merupakan perilaku yang dipertimbangkan fundamental terhadap
keberhasilan perusahaan, melintasi seluruh unit dan tingkat usaha.
b. Perilaku berdasarkan situasi tertentu (Situation-Specific Behaviors) yang penting pada
titik kunci (key points) pada ranti nilai unit usaha atau perusahaan. Contoh dari
perilaku ini adalah cross selling skills yang diperlukan pada cabang bank ritel.
Untuk menunjukkan bahwa human resources dapat memberi kontribusi kepada
manajemen lini senior, human resources membutuhkan suatu sistem pengukuran yang
memfokus pada 2 dimensi yaitu :
1) Pengendalian biaya (Cost Control) yaitu mengurangi biaya pada fungsi human
resources dan meningkatkan efisiensi operasional di luar human resources.
2) Penciptaan nilai (Value Creation) yaitu meyakinkan bahwa arsitektur human
resources berpotongan dengan proses implementasi strategi.
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa, Human resources scorecard adalah
sebagai suatu alat untuk mengukur dan mengelola kontribusi stategik dari peran human
resources pada instansi tersebut dalam menciptakan nilai untuk mencapai strategi
organisasinya. Human Resources Scorecard tersebut menjadi sebuah sistem pengukuran
SDM aparatur yang mengaitkan orang - strategi - kinerja untuk menghasilkan organisasi yang
unggul sesuai bidang tugas dan fungsinya, yang akhirnya akan mampu menimbulkan
kesadaran mengenai konsekuensi keputusan investasi sumber daya manusia, sehingga
investasi tersebut dapat dilakukan secara tepat arah dan tepat jumlah
Human resources yang berfokus pada peran sumber daya manusia yang stratejik
adalah menciptakan value, maka berpikir tentang Human Resource Architecture berarti
memperluas pandangan tentang rantai nilai sumber daya manusia. Human Resource
Scorecard memiliki HPWS dan Human Resource System Alignment sebagai indikator
penyebab (leading indicator) dan Human Resource Eficiency dan Human Resource
Deliverables sebagai indikator akibat (lagging indikator).
1) Leading indicator adalah penilaian proses yang memungkinkan untuk mengukur
kemajuan tambahan yang dibuat dalam dimensi-dimensi kunci human resources
sepanjang jalan menuju penilaian hasil (lagging). Penilaian proses ini akan memberikan
11

feedback awal tentang apakah tindakan- tindakan human resources akan mencapai efek
yang diinginkan. Leading indicator juga disebut sebagai „pengendali performa‟ sebagai
faktor kunci yang mengendalikan dan secara subsekuen membantu mencapai hasil akhir.
2) Lagging indicator atau penilaian hasil akan memungkinkan untuk mengukur kemajuan
keseluruhan dalam mencapai tujuan human resources dengan menguji hasil akhir atau
hasil dari tindakan kolektif. Karena ada ‘gap’ tipikal antara inisiatif human resources
dengan tindakan serta hasil akhir yang didapatkan, penilaian hasil-hasil ini disebut
lagging indicator.
Dikemukakan Becker et al (2001:30) bahwa, sistem pengukuran sumber daya
manusia yang efektif mempunyai dua tujuan penting yaitu:
1. Memberikan petunjuk bagi pembuatan keputusan dalam perusahaan dan
berfungsi sebagai dasar untuk mengevaluasi kinerja sumber daya manusia.
Konsep yang dikembangkan dalam Human Resource Scorecard tersebut lebih
ditujukan kepada peran penting dari para profesi sumber daya manusia dimasa
datang.
2. Sistem pengukuran sumber daya manusia harus secara jelas membedakan
Human Resource Deliverables yang mempengaruhi implementasi strategi dan
Human Resource Doubles yang tidak mempengaruhi implementasi strategi.
Human Resource Deliverables adalah hasil dari arsitektur sumber daya manusia
yang berfungsi untuk menjalankan strategi. Sedangkan Human Resource
Doables adalah memfokus pada Human Resource Efficiency dan Activity
Counts. Sebagai contoh: implementasi kebijakan bukanlah suatu kontribusi
(Deliverables) sampai implementasi kebijakan tersebut menciptakan perilaku
karyawan yang mendorong implementasi strategi (Tunggal, 2003:16).
Bila fokus strategi perusahaan adalah menciptakan competitive advantage yang
berkelanjutan, maka fokus strategi sumber daya manusia harus disesuaikan. Hal
ini untuk memaksimalkan kontribusi sumber daya manusia terhadap tujuan
perusahaan dan selanjutnya menciptakan nilai (value) bagi perusahaan. Istilah
arsitektur secara luas menjelaskan profesi sumber daya manusia di dalam fungsi
dan sistem sumber daya manusia yang berkaitan dengan kebijakan dan praktek
sumber daya manusia melalui kompetensi, motivasi dan perilaku sumber daya
manusia.
Human Resource Score Card (HRSC) adalah Balance Scorecard yang
dikembangkan oleh Departemen SDM untuk menyelaraskan strategi pengelolaan SDM
12

dengan strategi perusahaan sekaligus untuk mengukur kinerja dan kontribusi SDM dalam
mendukung pencapaian strategi perusahaan.
Menurut Becker, Huselid & Ulrich, bahwa Human Resources Scorecard merupakan
suatu sistem pengukuran sumber daya manusia yang mengaitkan manusia, strategi dan
kinerja untuk menghasilkan organisasi yang unggul. Dimensi-dimensi pengukuran SDM
melalui pendekatan Human Resources Scorecard adalah :
1. Indikator Penyebab (Leading indicator)
a. Pengukuran HR competencies
Becker, Huselid dan Ulrich, 2001:9) menyampaikan hasil penelitian Michigan
menunjukan bahwa kompentensi yang perlu dimiliki oleh SDM dimasa depan dan
untuk menunjang pelaksanaan kegiatan SDM adalah
1) Memiliki kompetensi (pengetahuan dan keterampilan)
Profesional SDM akan menambah nilai bagi organisasi bila mereka memahami
bagaimana kegiatan operasional organisasi secara umum seperti keuangan,
teknologi dan kapabilitas organisasi. Karena pemahaman tersebut akan membuat
mereka mampu mengadaptasikan SDM dan kegiatan organisasi dengan kondisi
yang senantiasa berubah.
2) Ahli dalam melaksanakan kegiatan SDM.
Profesional SDM memiliki keahlian dalam bidangnya, yaitu memahami dan
mampu melaksnakan kegiatan SDM. Dengan demikian mereka dapat membangun
kredibilitas diri dan mendapatkan penghargaan dari organisasi.
3) Memiliki kemampuan mengelola perubahan
Kemampuan ini merupakan salah satu peran bagian SDM sebagai mitra strategik
dalam organisasi. Profesional SDM yang mengelola proses perubahan
menunjukan kemampuan menganalisa masalah, membangun hubungan dengan
bagian lain dalam organisasi, menjabarkan visi organisasi, membuat agenda
kepemimpinan, menyelesaikan masalah, dan mengeimplementasikan sasaran
organisasi. Kompetensi ini meliputi pemahaman terhadap perubahan,
keterampilan sebagai agen perubahan, dan kemampuan untuk melakukan
perubahan.
4) Memiliki kemampuan mengelola budaya
Organisasi yang memiliki budaya yang kuat cenderung untuk mencapai kinerja
yang lebih tinggi. Oleh karena itu profesional SDM perlu memahami bahwa
13

mereka adalah pengelola budaya dan dampak hal tersebut dapat melebihi batas
fungsional mereka.
5) Memiliki kredibilitas personal.
Dalam hal ini, profesional SDM harus memiliki kredibilitas diri, baik didalam
atau diluar fungsinya. Kredibilitas yang dimaksud adalah menjaga budaya, dapat
dipercaya dalam hubungannya dengan rekan kerja, memiliki sifat yang positif
sehingga dapat dihargai oleh mitra kerja.
Jumlah orang yang menilai untuk HR Competensies hanya sebatas lingkungan
internal organisasi dimana mereka lebih banyak berinteraksi lebih intens dengan
manajer SDM dan merasakan dampaknya secara langsung atas kebijakan yang dibuat
atau yang ditentukan oleh manajer SDM tersebut.
b. Pengukuran High Performance Work System (HPWS)
Terdapat beberapa kegiatan dan sistem SDM yang dapat membantu pencapaian
sasaran organisasi.
1) Merekrut karyawan yang memiliki orisentasi pelanggan dengan kompetensi yang
sesuai.
Untuk memperoleh karyawan yang siap untuk merespon kebutuhan pelanggan dan
kurang menyukai konflik dengan rekan kerja maupun manajemen adalah dengan
merekrut orang yang memiliki rasa empati tinggi. Empati ini merupakan salah
satu dari 5 (lima) dimensi kualitas pelayanan yang diungkapkan oleh Parasuraman
et.al (1988).
2. Meningkatkan kualitas pelayanan internal para karyawan
Sebelum organisasi dapat memberikan pelayanan berkualitas bagi pelanggan
eksternal, terlebih dahulu dimulai dengan melayani kebutuhan pelanggan internal.
Berdasarkan penelitian Hallowel, Schledinger dan Zornitsky (1996), kualitas
pelayanan internal berkaitan dengan kapabilitas pelayanan. Kapabilitas pelayanan
adalah salah satu hal penting untuk menunjang kepuasan kerja dan kegiatan
organisasi lainnya. Sedangkan kepuasan kerja juga merupakan hal penting yang
dapat memotivasi karyawan untuk memberikan kualitas pelayanan dan kepuasan
pelanggan.
Oleh karena itu profesional SDM harus memfasilitasi pelayanan internal yang
meliputi 8 aspek yaitu : komunikasi (vertikal dan horizontal) ; kerja sama (antar
individu dan departemen); pelatihan yang sesuai, efektif dan berguna; dukungan
manajemen (yang membantu karyawan memberikan pelayanan) ; sarana yang
14

mendukung pelayanan (termasuk sistem informasi); penghargaan dan rekognisi


bagi kinerja yang baik; keselarasan sasaran antara karyawan dan manajemen;
kebijakan dan prosedur yang konsisten dan memfasilitas pelayanan terhadap
pelanggan.
3. Memberikan penghargaan non moneter
Untuk memotivasi karyawan tidak hanya memberikan kompensasi secara moneter
tetapi juga perlu insentif yang sifatnya non moneter (financial), seperti pemberian
plakat, sertifikat, kartu ucapan dan sebagainya. Penghargaan non moneter ini
umumnya bertujuan untuk lebih memotivasi karyawan dalam melakukan usaha
lebih atau fokus pada hal tertentu.
4. Melaksanakan sistem penilaian kinerja yang lebih objektif dan menunjang sasarn
organisasi.
Menurut Spencer, LM & Spencer SM (1993), perusahaan masa kini lebih tertarik
pada manajemen dan penilaian kompetensi yang memfokuskan pada bagaimana
mencapai kinerja yang diharapakan, penggunaan penilaian yang kualitatif,
berorientasi pada masa depan, dan fokus pada pengembangan. Oleh karena itu
sistem penilaian kinerja juga perlu disesuaikan dengan kompentensi yang sesuai
dengan bidang usaha dan berdasarkan posisi atau jabatan dalam organisasi.
5. Mengembangkan kompetensi karyawan yang sesuai
Model kompetensi dapat diterapkan dalam semua kegiatan SDM, mulai dari
seleksi sampai dengan program pengembangan, dan dapat memotivasi karyawan
untuk mencapai kinerja yang diharapkan (spencer LM & Spencer SM 1993).
Untuk program pengembangan perlu disesuaikan dengan kompetensi berdasarkan
posisi maupun jabatan.
2. Indikator Akibat (lagging indicator)
a. Pengukuran HRSA
Untuk menjamin pelaksanaan kegiatan SDM yang konsisten dan mendukung
strategi organisasi perlu diadakan eksternal alignment atau fokus pada HR driver (hal-
hal yang menghasilkan HR deliverable). Dalam hal ini kepuasan karyawan sangat
penting, karena peningkatan kepuasan karyawan erat kaitannya dengan stabilitas
karyawan dan kepuasan pelanggan eksternal (Hallowel, Schledinger dan Zornitsky
:1996). Kepuasan karyawan yang dimaksud adalah mengacu pada reaksi afeksi (aspek
emosional) terhadap berbagai aspek dalam pekerjaannya secara umum. Aspek
kepuasan yang dimaksud yaitu : penggunaan kemampuan; prestasi, kegiatan,
15

kemajuan, otoritas, kebijakan dan pelaksanaan dalam organisasi, kompensasi, rekan


kerja, kreatifitas, kemadirian, nilai moral, penghargaan, tanggung jawab, keamanan,
pelayanan sosial, kegiatan yang variasi dan kondisi kerja.
Mengukur HRSA berarti menilai sejauhmana sistem SDM memenuhi
kebutuhan implementasi strategi organisasi atau disebut external alignment terlebih
dahulu, sehingga tidak terjadi penyimpangan dari implementasi strategi organisasi,
dengan mengukur adanya kesesuaian antara pelaksana sumber daya manusia dengan
sasaran organisasi, maka dilakukan pengukuran tentang kepuasan karyawan.
b. HR Efficiency
Pengukuran dalam penelitian ini dipilih pengukuran efisisensi SDM yang sifatnya
strategik sehingga dapat memberikan kontribusi pada sasaran organisasi seperti :
1) Memaksimalkan kinerja, modal SDM yaitu dengan menghitung pengembalian
dari investasi yang telah dilakukan dari program SDM yang signifikan menunjang
sasaran perusahaan atau organisasi.
2) Intensitas turn over
Untuk mengetahui efisiensi kegiatan dan proses SDM yang dapat memberikan
kontribusi langsung terhadap implementasi strategi organisasi, maka dilakukan
pengukuran terhadap :
a) Human Resource Return on investment (HR ROI).
Menurut Becker at.al (2001) salah satu cara untuk memaksimalkan
kinerja SDM adalah dengan menghitung HR ROI, yaitu membandingkan
antara biaya dan manfaat potensial. Dalam pengukuran ini akan dukur
pelaksanaan program pengembangan yang meliputi pelatihan manajemen dan
pengembangan kompetensi individu sesuai kebutuhan pekerjaan.
Adapun perumusan untuk menghitung HR ROI adalah sebagai berikut
:
ROI (%) = Net HR program benefit x 100
HR program cost

b) Total Biaya SDM per karyawan dalam satu tahun. Untuk menghitung biaya
SDM per karyawan adalah dengan membandingkan biaya SDM total dengan
rata-rata jumlah karyawan dalam 1 tahun.
c) Persentasi jumlah karyawan yang keluar (turn over percentage) dan
kecenderungan untuk keluar dari perusahaan (turn over intention).Presentase
karyawan yang keluar dari organisasi dihitung berdasarkan rata-rata jumlah
16

karyawan yang keluar per tahun. Untuk mengukur kecenderungan karyawan


untuk berhenti atau keluar dari organisasi.
c. HR Deliverable
HR deliverable atau hasil dari kinerja bagian SDM adalah sebagai berikut :
1) Menghasilkan iklim organisasi yang mendukung pelayanan orientasi pelayanan
pelanggan.
Roog et.al (2001), melakukan penelitian mengenai iklim organisasi yang
berorientasi pada pelanggan. Penelitiannya meliputi aspek : bagaimana karyawan
menilai pelanggan, komitmen pegawai, kerja sama dan koordinasi, kompetensi
serta konsistensi manajemen. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa pelaksanaan
kegiatan SDM memiliki pengaruh yang signifikan terhadap iklim organisasi, dan
iklim organisasi memiliki pengaruh yang signifikan terhadap kualitas pelayanan
pelanggan.
2) Meningkatkan motivasi karyawan
Motivasi adalah proses yang mendorong individu untuk secara sukarela
memberikan usahanya dalam bekerja. Menurut teori expectancy, seseorang akan
cenderung mengerjakan sesuatu karena penghargaan yang diperolehnya. Dalam
hal ini moneter berperan penting dalam memotivasi seseorang. Namun
penghargaan non moneter juga efektif dalam memotivasi karyawan dalam
mencapai kinerja yang diharapkan, karena sebagian orang terdorong untuk
mencapai sesuatu yang mereka inginkan dan sebagian orang lainnya lebih tertarik
pada aspek-aspek non financial dalam kerjanya, seperti penghargaan jabatan, atau
peningkatan tanggung jawabnya (Meija, Balkin, Cardi, 1989).
Motivasi Karyawan yang dibedakan untuk level manajer ke atas dengan staf dan
domain yang diukur adalah: 1) Jumlah : seberapa banyak karyawan bekerja; 2)
Usaha : seberapa karyawan bekerja: 3) Fokus : seberapa terlibat karyawan untuk
bekerja: 4) Menikmati : seberapa senang karyawan melakukan pekerjaan; 5)
Intensi : seberapa jauh karyawan bertahan dalam melakukan pekerjaannya;
6)Prestasi tinggi : apakah karyawan menampilkan kinerja yang lebih; 7)Sukarela :
apakah karyawan bersedia menerima tanggung jawab lebih.
Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa, penerapan Human resources
scorecard pada organisasi memerlukan pengukuran, yaitu : Pertama, indikator penyebab
(Leading indicator) meliputi pengukuran HR competencies dan pengukuran High
17

Performance Work System (HPWS); Kedua, indikator akibat (lagging indicator) meliputi
pengukuran HRSA, HR Efficiency dan HR Deliverable.
B. Perancangan dan Penerapan Human Resources Scorecard dalam Organisasi
Human Resources Score Card adalah sistem pengukuran kinerja yang menilai
kontribusi SDM dalam menciptakan nilai dalam organisasi. Bila fokus strategi organisasi
adalah memperoleh keuntungan dari kompetisi (competitive advantagei), maka fokus strategi
SDM harus disesuaikan juga. Hal ini untuk memaksimalkan kontribusi SDM pada tujuan
organisasi (Becker, 2001:51).
Berdasarkan hal tersebut, maka yang paling penting dalam menunjang keberhasilan
implementasi HRSc adalah SDMnya, sedangkan unit SDM merupakan bagian yang
mengelola dan mengukur sampai sejauhmana dan sebaik apa SDM telah memberikan
kontribusi kepada organisasi untuk mencapai visi, misi, dan strategi organisasi. Dalam hal ini
yang diukur adalah orang-orang yang ada dalam organisasi, namun yang melakukan
pengukuran adalah unit SDMnya.
Becker (2001:38) menjelaskan bahwa, dalam membangun suatu Human resources
scorecard di perusahaan, diperlukan model 7 (tujuh) langkah yang harus dijalankan untuk
mengimplementasikan peran SDM yang stratejik yaitu :
1. Mendefinisikan strategi bisnis secara jelas.
Diperlukan pemahaman yang jelas tetang implementasi strategi perusahaan,
bagaimana mengkomunikasikan strategi tersebut ke seluruh bagian organisasi, untuk
memberi pengertian pada karayawan tentang peran dan ukuran keberhasilan mereka.
2. Membuat suatu kasus bisnis dalam manajemen SDM sebagai suatu aset strategis.
Setelah organisasi dapat menjelaskan strateginya, dibuat suatu kasus bisnis yang
jelas tentang mengapa dan bagaimana SDM dapat mendukung strategi yang telah
dijelaskan. Dalam membuat kasus bisnis dapat juga dilampirkan suatu kumpulan hasil
penelitian yang sistematik untuk mendukung rekomendasi.
3. Menciptakan suatu peta strategi.
Setiap organisasi memiliki rantai nilai dan sistem pengukuran kinerja yang harus
dapat memperhitungkan setiap jalur dalam rantai tersebut. Untuk dapat mendefinisikan
suatu proses penciptaan nilai, perlu dibuat suatu peta strategi yang menggambarkan rantai
nilai. Peta strategi yang menggambarkan rantai nilai ini akan mengungkapkan bagaimana
perusahaan menciptakan nilai dalam terminologi yang dapat dimengerti dan dilaksanakan
oleh setiap bagian dalam organisasi. Proses pembuatan peta rantai nilai ini seharusnya
18

melibatkan manajer dari semua bagian organisasi dengan tujuan untuk meningkatkan
kualitas dari peta strategi tersebut.
4. Mengidentifikasikan HR deliverable dengan peta strategi yang telah dibuat.
Penciptaan nilai SDM banyak terdapat pada titik pertemuan antara sistem SDM
dan sistem implementasi strategi. Dalam memaksimumkan penciptaan nilai ini,
diperlukan pemahaman atas sistem-sistem tersebut. Langkah pertama adalah
mengidentifikasi HR deliverable yang dapat mendukung kinerja organisasi dalam peta
strategi. Selanjutnya, difokuskan pada jenis dari perilaku stratejik yang umumnya
merupakan fungsi dari kompetensi, penghargaan, dan kerja perusahaan.
5. Menghubungkan arsitektur SDM dengan HR deliverables
Pada tahap ini diperlukan perangcangan sistem yang dapat mendukung HR
deliverables. Selain itu juga diperlukan pertimbangan tentang elemen-elemen dari sistem
SDM yang sesuai dengan elemen-elemen lain yang merupakan bagian dalam rantai nilai
dalam organisasi. Pada tahap ini mulai terlihat bagaimana penciptaan nilai dalam
organisasi dalam kaitannya antara sistem SDM dengan sistem impelementasi strategi
organisasi secara lebih luas. Ketidaksesuaian antara sistem SDM dengan sistem
implementasi strategi akan menghancurkan nilai dalam rantai tersebut.
6. Membuat sistem pengukuran SDM yang strategis.
Pada tahap ini dilakukan rancangan dari sistem pengukuran SDM. Kriterianya
tidak hanya merupakan perspektif yang baru dalam pengukuran kinerja SDm saja. Namun
juga beberapa hal yang mungkin tidak umum bagi profesional SDM. Untuk dapat
mengukur hubungan kinerja SDM organisasi dengan tepat, dibuat suatu pengukuran yang
sahih atas HR deliverables. Hal ini memiliki dua aspek, yang pertama diperlukan
keyakinan akan pilihan yang tepat atas HR performance driver (hal-hal yang berakibat
pada HR deliverable seperti cycle time) dan HR enabler (hal-hal yang berkibat pada HR
performance driver seperti rendahnya turn over). Untuk itu diperlukan suatu pemahaman
yang memadai atas hubungan sebab akibat dalam implementasi strategi yang efektif
dalam organisasi. Kedua, harus dipilih pengukuran yang tepat atas HR deliverable
tersebut
7. Melakukan implementasi dengan pengukuran yang telah dibuat.
Dalam melakukan proses implementasinya berdasarkan langkah satu sampai
dengan enam diatas, diperlukan pertimbangan atas perubahan dan fleksibilitas. Proses
tersebut merupakan proses yang berkelanjutan, dimana manajer SDM harus selalu
memperhatikan HR deliverables yang telah didefinisikan sebelumnya untuk memastikan
19

bahwa HR performance driver dan HR enablers senantiasa sesuai dan selaras dengan
strategi, terutama HR enablers yang memiliki hubungan langsung pada tujuan bisnis yang
spesifik. Manajer SDM harus dapat mengidentifikasikan kapan suatu HR enablers tidak
lagi memainkan peranan yang stratejik dan harus diganti.
Upaya menunjukan kontribusi stratejik, SDM memerlukan sistem pengukuran yang
memfokuskan pada 2 dimensi :
1. Pengendalian biaya (mengelola biaya dalam fungsi SDM dan meningkatkan
efisiensi operasional selain SDM)
2. Penciptaan nilai (menjamin bahwa arsitektur SDM memenuhi proses
implementasi strategi).
HRSc diharapkan dapat memaksimalkan kontribusi stratejik unit SDM pada unit
yang lebih besar dan mengoptimalkan alokasi SDM-nya dengan keputusan yang secara
langsung berhubungan pada tujuan unit bisnis dan perusahaan/organisasi. HRSc lebih
memfokuskan pada peran manajer SDM.
Dijelaskan Anthony (1996) bahwa, ada lima tahapan dalam implementasinya HRSc,
yaitu :
1. Mendefiniskan strategi
HRSc membangun hubungan yang erat antara strategi organisasi dengan
kegiatan operasional. Dengan demikian, perlu adanya penjabaran strategis
organisasi kedalam perencanaan operasional. Dengan demikian mengitegrasikan
pengukuran dalam sistem manajemen.
2. Mendefiniskan pengukuran
Pengukuran yang akan dilakukan perlu didefiniskan secara operasional.
Dalam mendefiniskan pengukuran ini perlu dilakukan antara lain : merancang dan
menentukan pengukuran yang bersifat individual yang dapat mendukung strategi
organisasi serta mengintegrasikan pengukuran dalam sistem manajemen.
3. Mengitegrasikan pengukuran kinerja ke dalam sistem manajemen sehingga
pengukuran kinerja bukan hanya menjadi bagian yang parsial, atau hanya
dilakukan sesaat, tanpa perencanaan, tanpa tindak lanjut, dan hasilnya diabaikan
begitu saja. Pengukuran kinerja harus menjadi bagian dari suatu sistem
manajemen yang dilakukan secara sistematis, periodik, dan digunakan sebagai
upaya peningkatan kinerja individu dan organisasi.
4. Meninjau kembali hasil penilaian kinerja secara terus menerus dan dampaknya
terhadap organisasi
20

Beberapa pertanyaan yang akan diajukan antara lain :


a) Bagaimana perubahan strategi pengembangan strategi,
b) Bagaimana cara organisasi memperbaiki proses pengukuran kinerja,
c) Bagaimana dampak pengukuran kinerja terhadap layanan pelanggan,
d) Bagaimana komitmen SDM terhadap organisasi.
5. Menyusun laporan secara periodik.
Laporan periodik perlu disusun sehingga dapat diketahui grafik
perkembangan kinerja SDM dan organisasi secara keseluruhan.
Pengukuran kinerja SDM yang menggunakan kelima pendekatan tersebut sangat
berkaitan dengan pemberdayaan pegawai (employee empowerment). Pemimpin hendaknya
memberikan perhatian dan keleluasaan terhadap hubungan antara pegawai dan keseluruhan
proses organisasi, pelanggan dan pembuatan keputusan. Pegawai diberikan wewenang untuk
memecahkan masalah dan diberikan fasilitas untuk pengembangan dan pendekatan baru yang
kreatif, dalam rangka kinerja pekerjaan dan kepuasan pelanggan (Anthony, 1996).
Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa, perancangan Human resources
scorecard perlu memenuhi tujuh langkah, yakni : mendefinisikan strategi bisnis secara jelas,
membuat suatu kasus bisnis dalam manajemen SDM sebagai suatu aset strategis,
menciptakan suatu peta strategi, mengidentifikasikan HR deliverable dengan peta strategi
yang telah dibuat, menghubungkan arsitektur SDM dengan HR deliverables, membuat sistem
pengukuran SDM yang strategis, dan melakukan implementasi dengan pengukuran yang
telah dibuat.
Penerapan Human resources scorecard perlu memenuhi lima langkah, yakni :
mendefiniskan strategi, mendefiniskan pengukuran, mengitegrasikan pengukuran kinerja ke
dalam sistem manajemen, meninjau kembali hasil penilaian kinerja secara terus menerus dan
dampaknya terhadap organisasi, dan menyusun laporan secara periodik.
C. Manfaat dan Keunggulan dari Penerapan Human Resources Scorecard dalam
Pengukuran Kinerja SDM Organisasi
Pendekatan HRSc memungkinkan suatu organisasi menjadi organisasi belajar
(Learning Organization). Suatu organisasi belajar yang efektif adalah organisasi yang
memiliki pegawai pada semua tingkatan organisasi yang secara terus menerus mengamati
perubahan lingkungan. Dengan demikian para pegawai senantiasa mengidentifikasi masalah-
masalah yang potensial dan peluang-peluang, saling bertukar informasi, dan melakukan
percobaan model aktivitas agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan yang muncul.
21

Hal ini penting artinya guna upaya-upaya pengendalian sebagai tindak lanjut pengukuran
kinerja dengan menggunakan HRSc.
Penerapan HRSC secara konsisten sangat membantu pemimpin organisasi dalam
mengambil keputusan, meskipun dalam situasi yang kurang menentu. Oleh karena itu, perlu
dilakukan secara berkesinambungan dan menjadi bagian dari sistem manajemen secara
menyeluruh sehingga perlu adanya dukungan kebijakan dalam penerapannya (Anthony,
1996).
Beberapa prinsip dasar yang harus dipahami dalam mengimplementasikan HRSc ,
antara lain:
1. HRSc merupakan bagian integral dari strategi organisasi
2. Di dalam HRSc terdapat hubungan sebab akibat atau dengan kata lain HRSc
adalah kombinasi dari indikator sebab dan akibat.
3. Dasar pemikiran yang digunakan adalah, apa yang diukur, maka itulah yang
dikelola, setelah diketahui apa yang dikelola barulah dapat diimplementasikan
(Anthony, 1996).
Fokus peran SDM yang strategik adalah menciptakan nilai, maka arsitektur SDM
berarti memperluas pandangan tentang rantai nilai SDM, seperti score cardperusahaan
(balance scorecard) yang berisikan indikator penyebab (leading indicator) dan indikator
akibat (lagging indicator). HRSc juga berisikan hal yang sama, dimana High Performance
System (HPWS) dan HR System Alignment (HRSA) adalah indikator penyebab (leading
indicator) dan HR efficiency &HR deliverable adalah indikator akibat (lagging indicator).
High Performance System (HPWS) adalah suatu model dari sistem SDM yang
merupakan hal utama yang berpengaruh dalam SDM yang stratejik. Dalam HPWS setiap
elemen dalam sistem SDM dirancang untuk memaksimalkan seluruh kualitas SDM melalui
organisasi. HR System Alignment (HRSA) adalah suatu sistem yang menekankan pada
hubungan internal dalam unit SDM dengan sistem implementasi strategi yang lebih luas. HR
efficiency adalah bagaimana fungsi SDM dapat membantu organisasi untuk mencapai
kompetensi yang dibutuhkan dengan biaya yang efektif dan tetap memperhatikan pada hasil
nyang merefleksikan keseimbangan. HR deliverable merupakan hasil yang diharapkan dari
integrasi SDM kedalam sistem pengukuran kinerja bisnis, dengan cara mengidentifikasikan
hal yang menghubungkan antara SDM dan rencana imlementasi strategi organisasi.
Elemen penting dari HRSc adalah identifikasi HR deliverable, penggunaan HPWS,
HRSA dan HR efficiency. Hal tersebut merefleksikan keseimbangan antara pengendalian
biaya dan pencapaian nilai. Pengendalian biaya berasal dari pengukuran HR efficiency.
22

Sedangkan penciptaan nilai berasal dari HR deliverable, HRSA dan HPWS. Ketiga hal
terakhir adalah elemen terpenting dari arsitektur SDM yang membentuk rantai nilai dari
fungsi ke sistem dan selanjutnya ke perilaku karyawan.
III.KESIMPULAN
Human Resource memperkuat perbedaan antara HR doable dan HR deliverable.
Sistem pengukuran SDM harus membedakan secara jelas antara deliverable, yang
mempengaruhi implementasi strategi, dan doable atau tidak. Sebagai contoh, implentasi
kebijakan bukan suatu deliverable hingga ia menciptakan perilaku karyawan yang
menddorong implementasi strategi. Suatu sistem pengukuran SDM yang tepat secara
kontinue mendorong profesional SDM untuk berfikir secara operasional.
Human Resource Scorecard memungkinkan suatu organisasi mengendalikan baiaya
dan menciptakan nilai. SDM selalu diharapkan mengendalikan biaya bagi organisasi. Pada
saat yang sama, memainkan peran strategis berarti bahwa SDM harus pula menciptakan nilai.
Human Resource Scorecard membantu para pimpinan sumber daya manusia untuk
menyeimbangkan secara efektif kedua tujuan tersebut. Hal ini bukan hanya mendorong para
praktisi untuk menghapus biaya yang tidak tepat, tetapi juga membantu mereka
mempertahankan “investasi”dengan menguraikan manfaat potensial dalam pengertian
konkret.
Human Resource Scorecard mengukur leading indicator. Model kontribusi strategis
SDM dengan menghubungkan keputusan-keputusan dan sistem SDM dengan HR deliverable,
yang selanjutnya mempengaruhi pendorong kinerja kunci dalam implementasi strategi
organisasi. Organisasi hendaknya mengetahui arti penting bagian SDM dan evaluasi atas
efekifitas fungsi SDM. Organisasi juga harus mengetahui bagaimana melakukan pengukuran
atau kriteria dari efektifitas yang digunakan.
Menurut Ivancevich dan Lee Soo Hoon (2002:7) bahwa, kriteria-kriteria dari
efektifitas yang digunakan dapat dikelompokan menjadi :
1. Pengukuran kinerja
a. Kinerja SDM secara keseluruhan
b. Biaya dan kinerja dari bagian SDM
2. Pengukuran atas ketaatan
a. Ketaatan atas peraturan pemerintah
3. Pengukuran atas kepuasan karyawan
a. Kepuasan karyawan atas pekerjaan mereka
b. Kepuasan karyawan atas kegiatan bagian SDM seperti pelatihan
23

4. Pengukuran tidak langsung atas kinerja karyawan


a. Stabilitas karyawan
b. Absensi ketidakhadiran
c. Tingkatan kesalahan dalam melaksanakan pekerjaan
d. Pengukuran kualitas lainnya
e. Tingkat mutasi
f. Tingkat ketidakpuasan perorangan dan kelompok atas kompensasi
g. Tingkat keamanan dan kecelakaan kerja
h. Tingkat inisiatif untuk pengembangan yang berasal dari karyawan
Setiap kriteria pengukuran tersebut mencerminkan efisiensi atau efektivitas dari
kegiatan bagian SDM. Untuk mencapai tingkat efisiensi atau efektifitas yang diinginkan,
organisasi hendaknya dapat mengukur tingkat pencapaian kinerjanya dengan tujuan-tujuan
yang lebih spesifik, seperti : mengurangi biaya tenaga kerja sebesar 3 persen pada tahun
berjalan, mengurangi tingkat ketidakhadiran sampai dengan 2 persen setiap tahun, dan
meningkatkan indeks kepuasan hingga 5 persen dibandingkan dengan hasil dari survey atas
sikap kerja pada tahun sebelumnya.
Langkah selanjutnya setelah kriteria-kriteria tersebut ditetapkan adalah menentukan
pendekatan yang sesuai untuk melakukkan evaluasi. Menurut Becker et al (2001:8) bahwa,
sistem pengukuran kinerja yang efektif mempunyai 2 tujuan penting yaitu : memberikan
petunjuk bagi pembuatan keputusan dalam organisasi, dan berfungsi sebagai dasar untuk
mengevaluasi kinerja SDM.
Terdapat beberapa pendekatan yang dapat dilakukan oleh organisasi dalam
melakukan evaluasi. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan oleh organisasi adalah
dengan menggunakan Human resource scorecard (HRSc), dimana model pengukuran ini
lebih ditujukan kepada peran penting dari para profesi SDM di masa datang.
HRSc merupakan satu pendekatan baru dalam pengukuran kinerja SDM yang dapat
membantu organisasi dalam rangka meningkatkan kinerjanya. HRSc dapat memberikan
pemahaman yang jelas antara Human resource doables (kinerja SDM yang tidak
mempengaruhi implementasi strategi organisasi) dibandingkan dengan pengukuran kinerja
SDM konvensional yang tidak dapat menilai kontribusi bagian SDM terhadap implementasi
strategi. Bagi organisasi, model pengukuran ini dapat membantu mengendalikan biaya dalam
penciptaan nilai, menilai kontribusi SDM terhadap implementasi strategi dan mendukung
adanya perubahan dan fleksibilitas organisasi.

Anda mungkin juga menyukai