Anda di halaman 1dari 57

BAB I

KONSEP DASAR PENYAKIT

1.1 Diabetes Mellitus


A. Pengertian Diabtes Mellitus
Diabetes Mellitus (DM) adalah kelainan metabolisme karbohidrat, di mana
glukosa darah tidak dapat digunakan dengan baik, sehingga menyebabkan keadaan
hiperglikemia.DM merupakan kelainan endokrin yang terbanyak dijumpai. Yang
paling sering terjadi yaitu: diabetes mellitus yang diketahui sewaktu hamil yang
disebut DM gestasional dan DM yang telah terjadi sebelum hamil yang
dinamankan DM pragstasi. Diabetes mellitus merupakan ganguan sistemik pada
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak.Diabetes mellitus ditandai dengan
hiperglikemia atau peningkatan glukosa darah yang diakibatkan produksi insulin
yang tidak adekuat atau penggunaan insulin secara tidak efektif pada tingkat
seluler.(Bobak. Lowdermilk, Jensen.2004. Edisi 4 hal 699)

B. Diabetes Pragestasi
Diabetes pragestasi, artinya sudah diketahui diabetes mellitus kemudian
hamil.Mereka tanpa komplikasi atau dengan komplikasi yang ringan.mereka
dengan komolikasi berat, khususnya retinopati, nefropati dan hipertensi. Ada 4 hal
penting mengapa diabetes gestasi perlu ditegakkan diagnosisnya.Diabetes
Pragestasi Adalah diabetes yang terjadi sebelum konsepsi dan terus berlanjut
setelah masa hamil.Diabetes pragestasi dapat berupa diabetes tipe 1 (tergantung
insulin) dan tipe II (tidak tergantung insulin), yang mungkin disertai atau tidak
disertai penyakit vaskuler, retinopati, nefropati, dan komplikasi diabetic
lainnya.Kondisi diabetogenik kehamilan pada sistem metabolic yang terganggu
selama masa pragestasi memiliki implikasi yang signifikan.Adapun hormone yang
normal terhadap kehamilan mempengaruhi kontrol glikemia pada pasien diabetic
pragestasi.Kehamilan juga dapat mempercepat kemajuan komplikasi vaskuler
diabetes. Selama trimester pertama, sementara kadar glukosa darah maternal
dalam kondisi normal menurun, dan respon insulin terhadap glukosa meningkat,
kontrol glikemia meningkat. Dosis insulin untuk klien diabetic yang terkontrol
baik perlu disesuaikan untuk menghindari hipoglikemi. Episode hipoglikemia

1
tidak umum terjadi pada klien diabetic tipe 1 selama awal kehamilan (Mayer,
palmer, 1990)

C. Diabetes Meilitus Pada Masa Kehamilan


Kehamilan yang disertai diabetes mellitus merupakan kondisi yang
berisiko tinggi, oleh karena itu perlu penanganan dan pendekatan multidisiplin
untuk mencapai hasil akhir yang baik.Perawat yang memberikan asuhan
keperawatan kepada wanita diabetik yang sedang hamil harus memahami respon
fisiologis normal terhadap kehamilan dan perubahan metabolisme akibat diabetes,
perawat juga harus mengetahui implikasi– implikasi psikososial kehamilan
diabetik, sehingga ia dapat mengarahkan wanita yang sedang hamil dalam
perencanaan pengimplementasian dan pengevaluasian terhadap wanita dan
keluarganya.
Disebut diabetes gestasional bila gangguan toleransi glukosa yang terjadi
sewaktu hamil kembali normal dalam 6 minggu setelah persalinan.dianggap
diabetes mellitus (jadi bukan gestasi) bila gangguan toleransi glukosa menetap
setelah persalinan. Pada golongan ini, kondisi diabetes dialami sementara selama
masa kehamilan.Artinya kondisi diabetes atau intoleransi glukosa pertama kali
didapati selama masa kehamilan, biasanya pada trimester kedua atau
ketiga.Diabetes Mellitus Gestasional (DMG) didefinisikan sebagai gangguan
toleransi glukosa berbagai tingkat yang diketahui pertama kali saat hamil tanpa
membedakan apakah penderita perlu mendapat insulin atau tidak. Pada kehamilan
trimester pertama kadar glukosa akan turun antara 55-65% dan hal ini merupakan
respon terhadap transportasi glukosa dari ibu ke janin. Sebagian besar DMG
asimtomatis sehingga diagnosis ditentukan secara kebetulan pada saat
pemeriksaan rutin.Diabetes melitus gestational adalah keadaan intoleransi
karbohidrat dari seorang wanita yang diketahui pertama kali ketika dia sedang
hamil.Diabetes gestational terjadi karena kelainan yang dipicu oleh kehamilan,
diperkirakan karena terjadinya perubahan pada metabolisme glukosa.
Teori yang lain mengatakan bahwa diabetes tipe 2 ini disebut sebagai
“unmasked” atau baru ditemukan saat hamil dan patut dicurigai pada wanita yang
memiliki ciri gemuk, riwayat keluarga diabetes, riwayat melahirkan bayi > 4 kg,
riwayat bayi lahir mati, dan riwayat abortus berulang. Angka lahir mati terutama
pada diabetes yang tidak terkendali dapat terjadi 10 kali dari normal.

2
D. Perubahan metabolic selama dan setelah masa kehamilan
Kehamilan normal dikatakan sebagai suatu kondisi diabetogenik, dimana
kebutuhan akan glukosa meningkat. Metabolisme maternal mengalami perubahan
untuk memastikan suplai glukosa yang adekuat dan konstan untuk perkembangan
janin. Glukosa maternal ditransfer ke janin melalui proses difusi-difasilitasi.
Insulin ibu tidak menembusd plasenta. Pada usia gentasi sepuluh minggu, janin
meyekresi insulinnya sendiri dengan kadar yang adekutat, yang memungkinnya
menggunankan glukosa yang diperoleh dari ibu.
Pada trimester pertama kehamilan, kadar glukosa ibu menurun dengan
cepat dibawah kadar glukosa tidak hamil sampai antara 55 dan 65 mg/dl. Akibat
pengaruh estrogen dan progesterone, pancreas meningkatkan produksi insulin,
yang meningkatkan penggunaan glukosa. Pada saat yang sama, penggunaan
glukosa oleh janin meningkat, sehingga menurunkan kadar glukosa ibu. Selain itu,
trimester pertama juga ditandai dengan nausea, vomitus, dan penurunan asupan
makanan sehingga kadar glukosa ibu semakin menurun dan selama tri mester
kedua dan ketiga peningkatan kadar laktogen plasental human, estrogen,
progesterone, kortisol,prolaktin, dan insulin meningkatkan resistansi insulin
melalui kerjanya sebagai suatu antagonis. Resistansi insulin merupakan suatu
mekanisme penghematan glukosa yang memastikan suplai glukosa yang
berlimpah untuk janin. Kebutuhan ibu akan insulin meningkat sejak trimester ke
2. Kebutuhan insulin dapat meningkat 2-4 kali lipat pada kehamilan cukup bulan.
Pada saat bayi lahir, lepasnya plasenta menyebabkan penurunan mendadak
kadar hormone plasenta, kortisol dan insulin yang bersirkulasi. Ke jaringan
maternal dengan cepat kembali peka terhadap insulin seperti pada periode sebelum
hamil.Pada ibu yagn tidak menyusui bayi, keseimbangan insulin – karbohidrat
prakehamilan biasanya dicapai kembali dalam sekitar 7-10 hari.Dalam laktasi,
glukosa maternal digunakan sehinggu kebutuhan insulin ibu yang menyusui ibu
tetap rendah selama 9 bulan.Setelah penyapihan berakhir, kebutuhan insulin ibu
kembali ke kebutuhan insulinnya sebelum hamil.

E. Etiologi
Etiologi Diabetes Melitus menurut Kapita Selekta Jilid III, 2006, Yaitu :
· Faktor autoimun setelah infeksi mumps, rubella dan coxsakie B4.

3
1. Genetik
Diabetes mellitus dapat diwariskan dari orang tua kepada anak. Gen
penyebab diabetes mellitus akan dibawa oleh anak jika orang tuanya menderita
diabetes mellitus. Pewarisan gen ini dapat sampai ke cucunya bahkan cicit
walaupun resikonya sangat kecil.Secara klinis, penyakit DM awalnya didominasi
oleh resistensi insulin yang disertai defect fungsi sekresi. Tetapi, pada tahap yang
lebih lanjut, hal itu didominasi defect fungsi sekresi yang disertai dengan resistensi
insulin. Kaitannya dengan mutasi DNA mitokondria yakni karena proses produksi
hormon insulin sangat erat kaitannya dengan mekanisme proses oxidative
phosphorylation (OXPHOS) di dalam sel beta pankreas. Penderita DM proses
pengeluaran insulin dalam tubuhnya mengalami gangguan sebagai akibat dari
peningkatan kadar glukosa darah. Mitokondria menghasilkan adenosin trifosfat
(ATP). Pada penderita DM, ATP yang dihasilkan dari proses OXPHOS ini
mengalami peningkatan. Peningkatan kadar ATP tersebut otomatis menyebabkan
peningkatan beberapa senyawa kimia yang terkandung dalam ATP. Peningkatan
tersebut antara lain yang memicu tercetusnya proses pengeluaran hormon insulin.
Berbagai mutasi yang menyebabkan DM telah dapat diidentifikasi. Kalangan
klinis menyebutnya sebagai mutasi A3243G yang merupakan mutasi kausal pada
DM. Mutasi ini terletak pada gen penyandi ribo nucleid acid (RNA). Pada
perkembangannya, terkadang para penderita DM menderita penyakit lainnya
sebagai akibat menderita DM. Penyakit yang menyertai itu antara lain tuli sensoris,
epilepsi, dan stroke like episode. Hal itu telah diidentifikasi sebagai akibat dari
mutasi DNA pada mitokondria. Hal ini terjadi karena makin tinggi proporsi sel
mutan pada sel beta pankreas maka fungsi OXPHOS akan makin rendah dan defect
fungsi sekresi makin berat. Prevalensi mutasi tersebut biasanya akan meningkat
jumlahnya bila penderita DM itu menderita penyakit penyerta tadi.
2. Kerusakan / kelainan pangkreas sehingga Kekurangan produksi insulin
Infeksi mikroorganisme dan virus pada pankreas juga dapat menyebabkan
radang pankreas yang otomatis akan menyebabkan fungsi pankreas turun sehingga
tidak ada sekresi hormon-hormon untuk proses metabolisme tubuh termasuk
insulin. Penyakit seperti kolesterol tinggi dan dislipidemia dapat meningkatkan
resiko terkema diabetes mellitus.
3. Meningkatnya hormon antiinsulin seperti GH, glukogen, ACTH, kortisol,
dan epineprin.
4. Obat-obatan.

4
Bahan-bahan kimia dapat mengiritasi pankreas yang menyebabkan radang
pankreas, radang pada pankreas akan mengakibatkan fungsi pankreas menurun
sehingga tidak ada sekresi hormon-hormon untuk proses metabolisme tubuh
termasuk insulin. Segala jenis residu obat yang terakumulasi dalam waktu yang
lama dapat mengiritasi pankreas.Contohnya Minum soda dalam keadaan perut
kososng (misalnya stelah berpuasa atau waktu bangun tidur dipagi hari) juga harus
dihindari. Sirup dengan kadar fruktosa tinggi, soda, dan pemanis buatan yang
terdapat dalam minuman soda dapat merusak pangkreas yang menyebabkan
meningkatnya berat badan, jika kebiasaan ini diteruskan, lama kelamaan akan
menderita penyakit DM. Penelitian membuktikan bahwa perempuan yang
mengkonsumsi soda lebih dari 1 kaleng per hari memiliki resiko 2 kali terkena
diabeters tipe 2 dalam jangka waktu 4 tahun kedepannya.
5. Wanita obesitas
Sebenarnya DM bisa menjadi penyebab ataupun akibat. Sebagai penyebab,
obesitas menyebabkan sel beta pankreas penghasil insulin hipertropi yang pada
gilirannya akan kelelahan dan “jebol” sehingga insulin menjadi kurang
prodeksinya dan terjadilah DM. Sebagai akibat biasanya akibat penggunaan
insulin sebagai terapi DM berlebihan menyebabkan penimbunan lemak subkutan
yang berlebihan pula.

F. Tanda dan gejala


Tanda awal yang dapat diketahui bahwa seseorang menderita DM atau
kencing manis yaitu dilihat langsung dari efek peningkatan kadar gula darah,
dimana peningkatan kadar gula dalam darah mencapai nilai 160 - 180 mg/dL dan
air seni (urine) penderita kencing manis yang mengandung gula (glucose),
sehingga urine sering dilebung atau dikerubuti semut.
Penderita kencing manis umumnya menampakkan tanda dan gejala
dibawah ini meskipun tidak semua dialami oleh penderita :
1) Jumlah urine yang dikeluarkan lebih banyak (Polyuria)
2) Sering atau cepat merasa haus/dahaga (Polydipsia)
3) Lapar yang berlebihan atau makan banyak (Polyphagia)
4) Frekwensi urine meningkat/kencing terus (Glycosuria)
5) Kehilangan berat badan yang tidak jelas sebabnya
6) Kesemutan/mati rasa pada ujung syaraf ditelapak tangan & kaki

5
7) Cepat lelah dan lemah setiap waktu
8) Mengalami rabun penglihatan secara tiba-tiba
9) Apabila luka/tergores (korengan) lambat penyembuhannya
10) Mudah terkena infeksi terutama pada kulit.

Kondisi kadar gula yang drastis menurun akan cepat menyebabkan


seseorang tidak sadarkan diri bahkan memasuki tahapan koma. Gejala kencing
manis dapat berkembang dengan cepat waktu ke waktu dalam hitungan minggu
atau bulan.

G. Patofisiologi
Diabetes mellitus ditandai dengan hiperglikemia (peningkatan glukosa
darah) diakibatkan karena Produksi insulin yang tidak adekuat atau penggunaan
insulin secara tidak efektif pada tingkat seluler. Insulin– insulin yang diproduksi
sel– sel beta pulau langerhans di prankeas bertanggung jawab mentranspor glukosa
ke dalam sel apabila insulin tidak cukup / tidak efektif, glukosa berakumulasi
dalam aliran darah dan terjadi hiperglikemia.
Hiperglikemia menyebabkan hiperosmolaritas dalam darah yang menarik
cairan intarsel ke dalam sisitem vaskular sehingga terjadi dehidrasi dan
peningkatan volume darah. Akibatnya ginjal menyekresi urine dalam volume
besar (poliuria) sebagai upaya untuk mengatur kelebihan volume darah dan
menyekresi glukosa yang tidak digunakan (gliousuria). Dehidrasi seluler,
menimbulkan rasa haus berlebihan (polidipsi).Penurunan berat badan akibat
pemecahan lemak dan jaringan otot, pemecahan jaringan ini menimbulkan rasa
lapar yang membuat individu makan secara berlebihan (polifalgia).Setelah jangka
waktu tertentu, diabetes menyebabkan perubahan vaskuler yang
bermakna.Perubahan ini terutama mempungaruhi jantung, mata dan ginjal.
Komplikasi akibat diabetes mencakup aterosklerosis, premature, retinopati
dan nefropati.Diabetes tipe I dan II biasanysa dikenal sebagai sindrom yang
disebabkan oleh factor genetic.Diabetes biasanya diwariskan sebagai sifat resesif,
tetapi muncul sebagai sifat dominan pada beberapa keluarga. Pewarisan sifat
genetik (genotip) diabetes mellitus tidak selalu berarti bahwa individu akan
mengalami intoleransi glukosa diabetik (fenotip). Banyak individu yang memiliki
genotip, tidak memperlihatkan satupun gejala diabetes sampai mereka mengalami

6
satu atau lebih stressor atau faktor presipitasi. Contoh stressor tersebut adalah
peningkatan usia, periode perkembangan normal, perubahan hormonal yang cepat,
obesitas, infeksi, pembedahan, krisis emosi dan tumor atau infeksi pangkreas.
Diabetes Gestasional (diabetes kehamilan) intoleransi glukosa selama kehamilan,
tidak dikelompokkan kedalam NIDDM pada pertengahan kehamilan meningkat
sekresi hormon pertumbuhan dan hormon chorionik somatomamotropin
(HCS).Hormon ini meningkat untuk mensuplai asam amino dan glukosa ke fetus.
Dalam kehamilan terjadi perubahan metabolism endokrin dan karbohidrat
yang menunjang pemasokan makanan bagi janin serta persiapan untuk menyusui.
Glukosa dapat berdifusi secara tetap melalui plasenta kepada janin sehingga
kadarnya dalam darah janin hampir menyerupai kadar darah ibu. Insulin ibu tak
dapat mencapai janin, sehingga kadar gula ibu yang mempengaruhi kadar pada
janin. Pengendalian kadar gula terutama dipengaruhi oleh insulin, disamping
beberapa hormone lain seperti estrogen, steroid dan plasenta laktogen. Akibat
lambatnya resorpsi makanan maka terjadi hiperglikemia yang relatif lama dan ini
menuntut kebutuhan insulin.Menjelang aterm kebutuhan insulin meningkat
sehingga mencapai 3 kali dari keadaan normal.Hal ini disebut sebagai tekanan
diabetojenik dalam kehamilan. Secara fisiologik telah terjadi resistensi insulin
yaitu bila ia ditambah dengan insulin eksogen ia tidak mudah menjadi hipoglikemi.
Akan tetapi, bila ibu tidak mampu meningkatkan produksi insulin, sehingga ia
relative hipoinsulin yang menyebabkan hiperglikemia atau diabetes kehamilan.
Pada DMG, selain perubahan-perubahan fisiologi tersebut, akan terjadi
suatu keadaan di mana jumlah/fungsi insulin menjadi tidak optimal. Terjadi
perubahan kinetika insulin dan resistensi terhadap efek insulin. Akibatnya,
komposisi sumber energi dalam plasma ibu bertambah (kadar gula darah tinggi,
kadar insulin tetap tinggi). Melalui difusi terfasilitasi dalam membran plasenta,
dimana sirkulasi janin juga ikut terjadi komposisi sumber energi abnormal.
(menyebabkan kemungkinan terjadi berbagai komplikasi). Selain itu terjadi juga
hiperinsulinemia sehingga janin juga mengalami gangguan metabolik
(hipoglikemia, hipomagnesemia, hipokalsemia, hiperbilirubinemia, dan
sebagainya.

H. Klasifikasi

Kelas Karakteristik Implikasi

7
Intoleransi Toleransi glukosa Diagnosis sebelum usia gestasi 30
glukosa abnormal selama minggu penting untuk
pada masa hamil; mencegah makrosomia
masa hiperglikemia Tangani dengan diet kalori yang
hamil pascaprandial adekuat untuk mencegah
selama masa penurunan berat badan ibu.
hamil Sasaran yang dicapai : glukosa
darah pasccaprandial <130
mg/dl 1 jam setelah makan atau
< 105 mg/dl 2 jam setelah
makan. Apabila insulin
dibutuhkan, tangani seperti
penanganan kelas B dan C

A Diabetes kimiawi Penatalaksanaan sama dengan


yang didiagnosis penanganan intoleransi glukosa
sebelum masa pada kehamilan
hamil: diatasi
hanya melalui
upaya diet;
awitan dapat
terjadi terjadi
pada usia
berapapun

B Terapi insulin yang Sekresi insulin endogen dapat


dilakukan menetap, resiko pada neonates
sebelum Masa dan janin sama dengan resiko
hamil; awitan pada kelas C dan D begitu juga
pada usia 20 dengan penatalaksanaannya
tahun atau lebih;
durasi kurang 10
tahun

8
C Awitan pada usia 10 Diabetes karena kurang binsulin
sampai 20 tahun, dengan awitan pada masa kanak
atau durasi 10 – kanak.
sampai 20 tahun.
Diabetes karena
kurang insulin

D Awitan sebelum usia Makrosomia janin atau retardasi


10 tahun samapai pertumbuhan intrauterine dapat
20 tahun atau terjadi, mikroaneurisme retina,
durasi 10 sampai dot-hemoragi, dan eksudat
20 tahun meningkat selama masa hamil.,
kemudian menurun setelah
melahirkan

F Nefropati diabetic Anemi dan hipertensi umum


disertai dengan terjadi, proteinuria meningkat
proteinuria pada trimester ke 3, menurun
setelah melahirkan. Retardasi
pertumbuhan janin intrauterine
umum terjadi, angka
kelangsungan hidup perinatal
sekitar 85%. Apabila berada
dibawah kondisi optimal, tirah
baring dibutuhkan

H Penyakit Arteri Resiko maternal yang serius


koroner

R Retinopati Neovaskularisasi disertai resiko


proliferatif hemoragi vitreus atau retina
tanggal, foto koagulasi laser
bermanfaat aborsi biasanya
tidak dibutuhkan, disertai
proses aktif neo vaskularisasi,
mencegah usaha mengedan

9
I. Komplikasi
Pada Perinatal :
1) Kematian perinatal bayi dengann ibu DMG ( BIDMG ) sangat tergantung dari
keadaan hiperglikemia ibu. Di klinik yang maju sekalipun angka kematian di
laporkan 3-5%. Angka kejadian komplikasi BIDMG di Subbagian Perinatologi
FKUI/RSUPNCM dari tahun 1994-1995 adalah 5/10.000 kelahiran.
2) Makrosomia → Ibu dengan DMG 40% akan melahirkan bayi dengan BB
berlebihan pada semua usia kehamilan. Makrosomia mempertinggi terjadinya
trauma lahir, sinhdrom aspirasi mekoneum dan hipertensi pulmonal persisten.
Trauma lahir biasanya terjadi akibat distosia bahu, sehingga dapat menyebabkan
fraktur humerus, klavikula, palsi Erb syaraf frenikus, bahkan kematian janin.
3) Sekitar 20-50% bayi dengan ibu DMG mengalami hipoglikemia (GD < 30
mg/dl) pada 24 jam pertama setelah lahir dan biasanya terjadi pada bayi
makrosomia.
4) Hambatan pertumbuhan janin Ibu DMG dengan komplikasi vaskular akan
memberikan bayi dengan BB rendah pada kehamilan 37-40 minggu. Hal ini
dapat terjadi juga karena adanya perubahan metabolik ibu selama masa awal
persalinan.
5) Cacat bawaan → Kejadian cacat bawaan adalah 4,1% BIDMG. Cacat bawaan
terjadi paling banyak pada kehamilan dengan DMG yang tidak terpantau
sebelum kehamilan dan pada trimester pertama. Lima puluh persen kematian
perinatal disebabkan kelainan jantung (TAB, VSD, ASD), kelainan ginjal
(agenesis ginjal), kelainan saluran cerna (situs inversus, syndrome kolon kiri
kecil), kelainan neurologi dan skelet. Kekerapan cacat bawaan ringan lebih
besar, mencapai sekitar 20%.
6) Hipokalsemi dan hipomagnesemia → Bayi dikatakan hipokalsemia bila kadar
kalsium darahnya < 7 mg/dl (kalsium ion < 3 mg/dl). Beratnya hipokalsemia
berhubungan dengan tingkat terkendalinya kadar glukosa ibu DMG. Bayi
mengidap hipomagnesemia bila kadar magnesium < 1,5 mg/dl. Biasanya
hipomasgnesemia terjadi bersamaan dengan hipokalsemia.
7) Hiperbilirubinemia → Meningkatnya kadar bilirubin indirect pada 20-25%
BIDMG, akibat pengrusakan eritrosit yang mungkin terjadi karena perubahan
pada membran eritrosit.
8) Polisitemia hematologis

10
9) Asfiksia perinatal → Asfiksia perinatal terjadi pada 25% BIDMG, mungkin
disebabkan oleh makrosomia, prematuritas, penyakit vaskulat ibu yang
menyebabkan hipoksia intrauterin atau pada bayi yang lahir dengan seksio
sesarea.
10) Syndrom gawat nafas neonatal → Kejadian sindrom gawat nafas neonatal
berkolerasi dengan tingkat pengendalin kadar glukosa ibu DMG. Angka
kejadian sindrom gawat nafass jelas sekali menurun pada ibu DMG dengan
kadar glukosa darah yang terkendali baik. Sebagian lagi gawat nafas ini
disebabkan karena prematuritas, dengan produksi surfaktan paru belum cukup
atau bayi dilahirkan dengan sseksio sesarea.

Pada ibu :
1) Hipertensi → Gestational diabetes akan meningkatkan resiko ibu untuk
mengalami tekanan darah yang tinggi selama kehamilan. Hal tersebut juga akan
meningkatkan resiko ibu untuk terkena preeclampsia dan eclampsia, yaitu 2
buah komplikasi serius dari kehamilan yang menyebabkan naiknya tekanan
darah & gejala lain, yang dapat membahayakan ibu maupun sang buah hati.
2) Preeklampsia
3) Peningkatan resiko operasi caesar

j. Penatalaksanaan
Pengawasan sendiri kadar gula darah sangat dianjurkan pada wanita
dengan diabetes dalam kehamilan.Tujuan utama monitoring adalah mendeteksi
konsentrasi glukosa yang tinggi yang dapat menyebabkan peningkatan angka
kejadian kematian janin. Selain monitoring, terapi diabetes dalam kehamilan
adalah :
1) Diet
Terapi nutrisi adalah terapi utama di dalam penatalaksanaan diabetes. Tujuan
utama terapi diet adalah menyediakan nutrisi yang cukup bagi ibu dan janin,
mengontrol kadar glukosa darah, dan mencegahterjadinya ketosis (kadar keton
meningkat dalam darah). Penderita diabetes menurut Lokakarya LIPI/NAS
(1968) dengan berat badan rata-rata cukup diberi diet 1200 – 1800 kalori sehari
selama kehamilan. Pada wanita diabetes gestasional dengan berat badan normal

11
dibutuhkan 30kkal/kg/hari.Pada wanita dengan obesitas (Indeks Massa Tubuh >
30 kg/m2) dibutuhkan 25 kkal/kg/hari.
Pola makan 3 kali makan besar diselingi 3 kali makanan kecil dianjurkan dalam
sehari. Pembatasan jumlah karbohidrat 40% dari jumlah makanan dalam sehari
dapat menurunkan kadar glukosa darah postprandial (2 jam setelah makan)
2) Olahraga
Bersepeda dan olah tubuh bagian atas direkomendasikan pada wanita dengan
diabetes gestasional.Para wanita dianjurkan meraba sendiri rahimnya ketika
berolahraga, apabila terjadi kontraksi maka olahraga segera dihentikan. Olahraga
berguna untuk memperbaiki kadar glukosa darah.
3) Pengobatan insulin
Penderita yang sebelum kehamilan memerlukan insulin diberikan insulin dengan
dosis yang sama seperti sebelum kehamilan sampai didapatkan tanda-tanda perlu
ditambah atau dikurangi. Terapi insulin direkomendasikan oleh The American
Diabetes Association (1999) ketika terapi diet gagal untuk mempertahankan kadar
gula darah puasa < 95 mg/dl atau 2 jam setelah makan kadar gula darah < 120
mg/dl
4) Terapi Obstetrik
Pada penderita diabetes gestational yang tidak berat, dapat dikendalikan gula
darah melalui diet saja,tidak memiliki riwayat melahirkan bayi makrosomia,
maka ibu dapat melahirkan secara normal dalam usia kehamilan 37 – 40 minggu
selama tidak ada komplikasi lain. Apabila diabetesnya lebih berat dan
memerlukan pengobatan dengan insulin , maka sebaiknya kehamilan diakhiri
lebih dini pada kehamilan 36 – 38 minggu terutama bila kehamilannya diikuti
oleh komplikasi lain seperti makrosomia, preekalmpsia,atau kematian janin.
Pengakhiran kehamilan lebih baik lagi dengan induksi (perangsangan)atau
operasi Caesar.
Wanita dengan diabetes gestasional memiliki risiko meningkat untuk mengalami
diabetes tipe 2 setelah melahirkan. Kadar glukosa darah ibu harus diperiksa 6
minggu setelah melahirkan dan setiap 3 tahun ke depan.

1.2 Jantung
A. Pengertian Penyakit Jantung

12
Penyakit jantung adalah berbagai kondisi dimana terjadi penyempitan atau
penyumbatan pembuluh darah yang dapat menyebabkan serangan jantung, nyeri
dada (angina), atau stroke.
Penyakit jantung pada kehamilan adalah gangguan pada sistem kardiovaskuler
yang terjadi saat seorang wanita yang sedang hamil.

B. Etiologi
Kejadian penyakit jantung pada kehamilan tidak terlalu besar hanya 1% dari
semua kehamilan. Sebagian besar karena komplikasi penyakit jantung rematik dan
yang dominan adalah stenosis mitral dan stenosis aorta.
Pada jantung normal, kehamilan bukan merupakan beban yang berat, sekalipun
terjadi beberapa perubahan mendasar diantaranya:
1. Terjadi metabolisme yang yang meningkat pada ibu hamil karena tumbuh
kembang janin intrauteri 20-25%.
2. Terjadi retensio air dan garam sekitar 6-8 liter dengan rincian sebagai berikut:
a. 2-4 liter cairan intravaskular, terutama plasma darah meningkat.
b. 4-6 liter merupakan cairan ekstrasel.
3. Terdapat arterio-venous shunt melalui sirkulasi retroplasenter.
4. Terjadi perubahan posisi jantung dan pembuluh darah besar, akibat dorongan
diafragma ke atas yang terdesak pada kehamilan.
5. Terdapat puncak-puncak yang menimbulkan gagal jantung secara mendadak
diantaranya:
 Pada umur kehamilan 32-34 minggu, terjadi puncak hemodilusi.
 Saat inpartu akibat dari proses mengejan dan efek sindrom valsava
sehingga darah akan mengalami regurgitasi ke sirkulasi umum sebesar
400-450 cc.
 Segera setelah persalinan berakhir dalam waktu 12-24 jam karena
kontraksi uterus sehingga darah akan kembali ke sirkulasi umum sebesar
600cc. Selanjutnya diikuti oleh masuknya kembali cairan ekstra vaskular
untuk dikeluarkan melalui diuresis.

C. Patofisiologi

Janin yang sedang bertumbuh akan memerlukan oksigen dan zat-zat makanan
yang banyak saat berlangsungnya proses kehamilan. Semua itu tentunya harus
dipenuhi melalui darah ibu, untuk itu banyaknya darah yang beredar dalam tubuh

13
ibu akan bertambah, sehingga jantung harus bekerja lebih berat. Karena itu dalam
kehamilan selalu terjadi perubahan dalam sistem kardiovaskuler yang baisanya
masih dalam batas-batas fisiologik. Perubahan-perubahan itu terutama disebabkan
karena :

1. Hidrenia (Hipervolemia), dimulai sejak umur kehamilan 10 minggu dan


puncaknya pada UK 32-36 minggu

2. Uterus gravidus yang makin lama makin besar mendorong diafragma ke atas, ke
kiri, dan ke depan sehingga pembuluh-pembuluh darah besar dekat jantung
mengalami lekukan dan putaran.

Volume plasma bertambah juga sebesar 22 %. Besar dan saat terjadinya


peningkatan volume plasma berbeda dengan peningkatan volume sel darah merah
; hal ini mengakibatkan terjadinya anemia delusional (pencairan darah). 12-24 jam
pasca persalinan terjadi peningkatan volume plasma akibat imbibisi cairan dari
ekstra vascular ke dalam pembuluah darah, kemudian di ikuti periode deuresis
pasca persalinan yang mengakibatkan hemokonsentrasi (penurunan volume plasa).
2 minggu pasca persalinan merupakan penyesuaian nilai volume plasma seperti
sebelum hamil. Jantung yang normal dapat menyesuaikan diri, tetapi jantung yang
sakit tidak. Oleh karena itu dalam kehamilan frekuensi denyut jantung meningkat
dan nadi rata-rata 88x/menit dalam kehamilan 34-36 minggu. Dalam kehamilan
lanjut prekordium mengalami pergeseran ke kiri dan sering terdengar bising
sistolik di daerah apeks dan katup pulmonal. Penyakit jantung akan menjadi lebih
berat pada pasien yang hamil dan melahirkan, bahkan dapat terjadi decompensasi
cordis.

D. Diagnosis
Kebanyakan wanita dengan kelainan jantung telah terdiagnosis sebelum
kehamilan, misalnya pada mereka yang pernah menjalani operasi karena kelainan
jantung kongenital maka akan mudah untuk mendapat informasi yang rinci.
Sebaliknya penyakit jantung pertama kali didiagnosis saat kehamilan bila ada
gejala yang dipicu oleh peningkatan kebutuhan jantung.
Gejala klasik penyakit jantung adalah : palpitasi, sesak nafas, dan nyeri dada.
Berhubung karena gejala ini juga berhubungan dengan kehamilan normal maka
perlu melakukan anamnesis yang cermat untuk menentukan apakah gejala ini
sudah tidak berhubungan dengan kehamilan normal. Bising sistolik dapat

14
ditemukan pada 80% wanita hamil, umumnya berhubungan dengan peningkatan
volume aorta dan arteri pulmonalis. Tipe bising ini adalah derajat 1 atau
2, midsistolik, paling keras pada basal jantung, tidak berhubungan dengan
kelainan fisik yang lain. Pada pasien dengan bising sistolik akan terdengar
pemisahan bunyi jantung dua yang keras. Setiap bising diastolik dan bising sistolik
yang lebih keras dari derajat 3/6 atau menjalar ke daerah karotis harus dianggap
sebagai patologis. Pada wanita yang diduga mengalami kelainan jantung maka
perlu dilakukan evaluasi yang cermat terhadap denyut vena jugularis, sianosis
pada daerah perifer, clubbing dan ronki paru.
Pemeriksaan diagnostik lanjut perlu dilakukan pada wanita hamil yang mempunyai
: riwayat kelainan jantung, gejala yang melebihi kehamilan normal, bising
patologi, tanda kegagalan jantung pemeriksaan fisik atau desaturasi oksigen arteri
tanpa kelainan paru. Pemeriksaan yang paling tepat untuk menilai wanita hamil
dengan dugaan kelainan jantung adalah ekokardiografi transtorasik. Pemeriksaan
radiografi paru hanya bermanfaat pada dugaan adanya kegagalan jantung.
Pemeriksaan elektokardiografi (EKG) nampaknya tidak spesifik. Bila ada gejala
aritmia jantung yang menetap maka perlu dilakukan monitor EKG selama 24 jam.
Kateterisasi jantung jarang diperlukan untuk membuat diagnosis penyakit jantung
kongenital atau kelainan katup jantung, namun pemeriksaan ini bermanfaat bila
ada gejala penyakit jantung koroner akut selama kehamilan sebab mempunyai
paparan radiasi yang kecil sehingga diagnosis dapat ditegakkan lebih dini dan
dapat dilakukan revaskularisasi untuk mencegah infark miokard.
E. Tanda dan Gejala
Riwayat :
1. Dispnea progresif atau berat
2. Dispnea pada saat istirahat
3. Dispnea nocturnal paroksismal
4. Angina atau sinkop sewaktu beraktivitas
5. Hemolisis

Pemeriksaan Fisik :
1. Bunyi atau denyut jantung yang keras
2. Denyut jantung
3. Kardiomegali termasuk parasternal heave
4. Sianosis

15
5. Distensi vena jugularis persisten
6. Tanda-tanda sindrom marvan
7. Elektokardiogram
8. Disritmia
F. Klasifikasi
1. Kelas I
Pada penyakit jantung kelas I tindakan khusus tidak diperlukan. Kehamilan,
persalinan dan nifas dapat dilakukan secara normal dan pervaginam kecuali
terdapat indikasi obstetris. ANC perlu dipercepat dengan nasehat diet, pantang
garam dan menganal kemungkinan gagal jantung.
Gejala Klinis :
 Tanpa Keluhan dalam aktivitas fisik kehidupan normal.
 Kehamilannya termasuk dalam keadaan normal.
2. Kelas II
Pada penyakit jantung kelas II ANC dipercepat, dengan evaluasi ketat terhadap
: nadi, tensi, temperatur, pernapasan, dan berat badan. Perhatikan saat volume
darah berlebih sehingga mendapat pengawasan intensif bersama. Saat persalinan
kala II dapat dipercepat dengan forceps atau vakum ekstraksi.
Gejala Klinis :
 Terjadi pembatasan aktivitas fisik
 Tanpa keluhan saat istirahat
 Kegiatan lebih dari biasa akan menimbulkan keluhan insufisiensi jantung
seperti cepat lelah, berdebar-debar takikardi, dispnea, dan angina pektoris
3. Kelas III
Pada ibu hamil dengan penderita penyakit jantung kelas III harus istirahat cukup
2 jam di siang hari dan 10 jam di malam hari dengan tidur nyenyak. Ibu hamil
harus masuk rumah sakit untuk pengawasan bersama. Saat inpartu dapat
dilakukan percepatan kala II. Saat post partum perhatikan kemungkinan
dekompensasio kordis akut.
Gejala klinis :
 Istirahat normal
 Aktivitas biasa menimbulkan keluhan
 Hamil muda anjurkan APM dan sterilisasi dengan teknik vasektomi tuba.

16
 Gejala dekompensasio kordis imminen adalah nadi dan berat badan
meningkat sekalipun belum tampak edema.jika ditemukan ronchi basal
positif artinya terdapat edema paru, dyspnea de effort – sianosis.
4. Kelas IV
Pada penyakit jantung kelas IV jika dialami saat hamil muda dianjurkan APM
diikuti sterilisasi menurut vasektomi tuba. Jika dialami saat kehamilan sudah
besar, maka ibu selama hamil disarankan beristirahat di rumah sakit sampai
janin cukup viable. Persalinan dipercepat pada kala II. Perawatan post partum
dilakukan sedikitnya selama 10-14 hari di rumah sakit.
Gejala klinis :
 Tak mampu melakukan aktivitas, sebagian besar aktivitas di tempat tidur
 Kegiatan ringanpun akan menambah keluhan
 Tidak diperkenankan untuk hamil
 Kemungkinan komplikasinya :
- Infeksi endokarditis lenta-bakterial
- Thromboflebitis dan embolinya
- Dekompensasio kordis akut post partum
G. Pengaruh Penyakit Jantung
Pengaruh Penyakit jantung terhadap kehamilan adalah sebagai berikut:
Dasarnya :
• Ketidak mampuan jantung untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan O2 untuk
tumbuh kembang janin
• Terjadi relatif-absolut gangguan pertukaran O2 dan CO2 paru (Hipertensi –
edema paru)
Dampak terhadap Janin :
• Abortus mungkin berulang
• Persalinan prematuritas
• BBLH – IUGR
• IUFD
H. Prognosis
i. Bagi ibu
Prognosis bagi wanita hamil dengan penyakit jantung tergantung pada
beratnya penyakit yang diderita menurut klasifikasi fungsional, umur
penderita, dan penyulit-penyulit lain yang tidak berasal dari jantung. Tentunya
penanganan yang tepat dan keinginan wanita untuk sembuh dengan mentaati

17
berbagai pantangan ikut pula menentukan prognosis. Angka kematian ibu
dalam keseluruhannya berkisara antara 1 dan 5%, dan bagi penyakit yang berat
sampai 15%. Menurut klasifikasi fungsionil angka kematian ibu ditemukan
sebagai berikut: Kelas I 0.17% Kelas II 0.28% Kelas III 5.52% Kelas IV 5.84%
Kelainan yang paling sering menyebabkan kematian ibu ialah edema paru-
paru akut pada stenosis mitralis. Angka kematian maternal secara keseluruhan
adalah 1-5% dan angka kematian maternal bagi penderita berat adalah 15%.
ii. Bagi bayi
Bila penyakit jantung tidak terlalu berat, tidak begitu mempengaruhi
kematian perinatal Namun pada penyakit yang berat, prognosis akan buruk
karena akan terjadi gawat janin.

I. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat diklakukan oleh dokter spesialis adalah:
Kehamilan :
1. Evaluasi perkembangan kehamilan
2. Mempersiapkan untuk dapat mengatasi persalinan normal pervaginam
3. Memberikan pertolongan adekuat
Anak :
1. Memperhatikan apakah pertumbuhan janin dalam batas normal atau
pertumbuhan janin terhambat
2. Memberikan saran kapan sebaiknya terminasi kehamilannya
Jantung :
1. Mempertahankan agar kelas penyakitnya tidak bertambah parah sehingga
tumbuh kembang janin dalam batas normal
2. Memberikan terapi dan menyarankan agar masuk rumah sakit untuk perawatan
adekuat
3. Menyarankan apakah persalinan dapat dilakukan spontan atau memerlukan
bantuan.

1.3 Hipertiroidisme
A. Pengertian Hipertiroidisme

Menurut American Thyroid Association dan American Association


ofClinical Endocrinologists, hipertiroidisme didefinisikan sebagai kondisi berupa

18
peningkatan kadar hormon tiroid yang disintesis dan disekresikan oleh kelenjar
tiroid melebihi normal (Bahn et al, 2011).
Hipertiroidisme merupakan salah satu bentuk thyrotoxicosis atau tingginya
kadar hormon tiroid, T4, T3 maupun kombinasi keduanya, di aliran darah.
Peningkatan kadar hormon tiroid menyebabkan paparan berlebihan padajaringan-
jaringan tubuh yang menyebabkan munculnya berbagai manifestasi klinik yang
terkait dengan fungsi hormon tiroid dalam berbagai proses metabolisme tubuh
(Bartalena, 2011).
B. Faktor Risiko
a. Terjadinya hipertiroidisme
Menurut Anonim (2008), faktor-faktor risiko seseorang untuk
terkena hipertiroidisme sebagai berikut:
1) Memiliki riwayat gangguan tiroid sebelumnya seperti goiter atau
pernah menjalani operasi kelenjar tiroid.
2) Memiliki riwayat penyakit autoimun seperti diabetes mellitus dan
gangguan hormonal.
3) Adanya riwayat gangguan tiroid di keluarga.
4) Mengkonsumsi iodine dalam jumlah berlebihan secara kronik.
5) Menggunakan obat-obatan yang mengandung iodine seperti
amiodarone.
6) Berusia lebih dari 60 tahun.
b. Kambuh (relapse)
Terjadinya kekambuhan setelah pengobatan hipertiroidisme
terutama dengan obat antitiroid cukup tinggi dengan persentase 30 – 70%
(Bartalena, 2011). Kekambuhan pada pasien hipertiroidisme dapat terjadi
satu tahun setelah pengobatan dihentikan hingga bertahun-tahun setelahnya.
Secara umum faktor-faktor risiko terjadi kekambuhan hipertiroidisme
adalah sebagai berikut :

19
1) Berusia kurang dari 40 tahun.
2) Merokok.
3) Serum TSH-receptor Antibody (TSAb) masih terdeteksi di akhir
pengobatan dengan obat anti tiroid.
4) Faktor psikologis seperti depresi.

C. Etiologi
Berdasarkan etiologinya hipertiroidisme dapat dibagi menjadi beberapa kategori, secara
umum hipertiroidisme yang paling banyak ditemukan adalah Graves’ Disease, toxic
adenoma, dan multinodular goiter.

a. Graves’ Disease
Graves’ disease merupakan penyebab utama hipertiroidisme karena
sekitar 80% kasus hipertiroidisme di dunia disebabkan oleh Graves’ disease.
Penyakit ini biasanya terjadi pada usia 20 – 40 tahun, riwayat gangguan tiroid
keluarga, dan adanya penyakit autoimun lainnya misalnya diabetes mellitus tipe
1 (Fumarola et al, 2010).
Graves’ disease merupakan gangguan autoimun berupa peningkatan
kadar hormon tiroid yang dihasilkan kelenjar tiroid Kondisi ini disebabkan
karena adanya thyroid stimulating antibodies (TSAb) yang dapat berikatan dan
mengaktivasi reseptor TSH (TSHr). Aktivasi reseptor TSH oleh TSAb memicu
perkembangan dan peningkakan aktivitas sel-sel tiroid menyebabkan
peningkatan kadar hormon tiroid melebihi normal.

20
D. Diagnosis
Diagnosis hipertiroidisme ditegakkan tidak hanya berdasarkan gejala dan
tanda klinis yang dialami pasien, tetapi juga berdasarkan hasil laboratorium
dan radiodiagnostik.
Menurut Ghandour dan Reust (2011), untuk menegakkan
diagnosis hipertiroidisme, perlu dilakukan pemeriksaan kadar TSH
serum, T3 bebas, T4 bebas, dan iodine radioaktif .
a. TSH
Bahn et al (2011), menyarankan pemeriksaan serum TSH
sebagai pemeriksaan lini pertama pada kasus hipertiroidisme karena
perubahan kecil pada hormon tiroid akan menyebabkan perubahan
yang nyata pada kadar serum TSH. Sehingga pemeriksaan serum
TSH sensitivitas dan spesifisitas paling baik dari pemeriksaan darah
lainnya untuk menegakkan diagnosis gangguan tiroid.
b. T4 dan T3
Pemeriksaan serum tiroksin (T4) dan triiodotironin (T3)
direkomendasikan sebagai pemeriksaan standar untuk diagnosis
hipertiroidisme. Pemeriksaan utamanya dilakukan pada bentuk bebas
dari hormon tiroid karena yang menimbulkan efek biologis pada
sistem tubuh adalah bentuk tak terikatnya.
c. Thyroid Receptor Antibodies (TRAb)
Ditemukannya TPOAb, TSAb dan TgAb mengindikasikan
hipertiroidisme pasien disebabkan karena Graves’ disease. TPOAb
ditemukan pada 70–80% pasien, TgAb pada 30–50% pasien dan
TSAb pada 70–95% pasien (Joshi, 2011).
Pemeriksaan antibodi dapat digunakan untuk memprediksi
hipertiroidisme pada orang dengan faktor risiko misal memiliki
keluarga yang terkena gangguan tiroid dan tiroiditis post
partum.Pada wanita hamil yang positif ditemukan TPOAb dan

21
TgAb pada trimester pertama memiliki kemungkinan 30 – 50%
menderita tiroiditis post partum (Stagnaro-Green etal, 2011).

d. Radioactive Iodine Uptake


Iodine radioaktif merupakan metode yang digunakan
untuk mengetahui berapa banyak iodine yang digunakan dan
diambil melalui transporter Na+/I- di kelenjar tiroid. Pada metode
ini pasien diminta menelan kapsul atau cairan yang berisi iodine
radioaktif dan hasilnya diukur setelah periode tertentu, biasanya
6 atau 24 jam kemudian.
Pada kondisi hipertiroidisme primer seperti Graves’
disease, toxic adenoma dan toxic multinodular goiter akan terjadi
peningkatan uptake iodine radioaktif. Pemeriksaan ini
dikontraindikasikan bagi pasien wanita yang hamil atau
menyusui (Beastall et al, 2006).

E. Tanda dan Gejala Klinis

Hormon tiroid memiliki peranan yang vital dalam mengatur


metabolisme tubuh. Peningkatan kadar hormon tiroid dalam darah
memacu peningkatan kecepatan metabolisme di seluruh tubuh. Salah
satu gejala yang umum ditemui pada penderita hipertiroid adalah
intoleransi panas dan berkeringat berlebihan karena peningkatan kadar
tiroid memacu peningkatan basal metabolicrate. Selain itu
hipertiroidisme juga mempengaruhi sistem
kardiorespiratorimenyebabkan kondisi palpitasi, takikardi dan dyspnea
umum ditemukan pada pasien hipertiroidisme (Nayak dan Burman,
2006).

Tabel I. Gejala Dan Tanda Klinis Pasien Hipertiroidisme

Sistem organ Gejala Tanda Klinis

Neuropsikiatrik Emosi labil Paralisis periodik

22
Ansietas Tremor

Hiperdefekasi

Gastrointestinal
Diare

Oligomenorrhea

Sistem reproduksi Gynecomastia


Penurunan libido

Palpitasi Atrial fibrilasi

Kardiorespiratori
Dispnea Sinus takikardi

Dermatologik Rambut rontok Myxedema

Sumber: Nayak dan Burman, 2006

F. Dampak Hipertiroidisme Pada Ibu dan Janin

Pada janin :
 Keguguran
 berat badan lahir rendah
 hambatan pertumbuhan dalam kandungan / IUGR
 gangguan tiroid pada janin
 kematian janin di dalam kandungan
Pada ibu :
 darah tinggi disertai kebocoran protein ginjal, bahkan dapat sampai
kejang
 (pre-eklamsia dan eklamsia)

23
 gagal jantung
 kelahiran prematur

G. Pengobatan
Dalam mengobati hipertiroidisme karena autoimun atau Graves’
Disease, obat anti tiroid dapat mengembalikan fungsi tiroid karena adanya
sifat imunosupresan. Obat anti tiroid dapat memacu apoptosis limfosit
intratiroid, menekan ekspresi HLA kelas 2, sel T dan natural killer cells
(Bartalena, 2011; Fumarola et al, 2010).
a) Propylthiouracil
Propylthiouracil atau biasa disingkat PTU merupakan obat
antitiroid golongan thionamide yang tersedia dalam sediaan generik
di Indonesia. Obat ini bekerja dengan cara menghambat kerja enzim
thyroid peroxidase dan mencegah pengikatan iodine ke
thyroglobulinsehingga mencegah produksi hormon tiroid. Selain itu
obat anti tiroid memiliki efek imunosupresan yang dapat menekan
produksi limfosit, HLA, sel T dan natural killer sel (Fumarola et al,
2010).
Namun propylthiouracil merupakan obat pilihan pertama pada
pasien hipertiroidisme yang sedang hamil trimester pertama. Hal ini
disebabkan sifat PTU yang kurang larut lemak dan ikatan dengan
albumin lebih besar menyebabkan obat ini transfer plasenta lebih
kecil dibandingkan methimazole (Fumarola et al, 2010; Hackmon
et al, 2012).
b) Methimazole
Methimazole atau biasa disingkat MMI merupakan obat anti tiroid
golongan thionamide yang menjadi lini pertama pengobatan
hipertiroidisme dan merupakan metabolit aktif dari
carbimazole.Mekanisme kerja methimazole dalam mengobati
hipertiroidisme sama seperti propylthiouracil yaitu menghambat
kerja enzim thyroid peroxidase dan mencegah pembentukan
hormon tiroid.

24
Obat ini digunakan secara per oral dan hampir terabsorpsi sempurna
di saluran cerna. Karena durasi aksinya yang panjang, sekitar 40
jam, maka MMI cukup digunakan satu kali sehari (singledose).
Menurut Pedoman Diagnosis dan Terapi RSUD Dr. SoetomoEdisi
III, dosis awal methimazole dimulai dengan 40 mg setiap pagi
selama 1 – 2 bulan dan selanjutnya dosis diturunkan menjadi 5 – 20
mg setiap pagi (Anonim, 2008).
Penggunaan methimazole pada kehamilan terutama trimester
pertama tidak direkomendasikan karena efek teratogenik
methimazole menyebabkan malformasi kongenital seperti aplasia
cutis dan choanal atresia. Sehingga pada pasien hipertiroidisme
yang sedang hamil trimester pertama yang sedang mengonsumsi
methimazole perlu dilakukan penggantian terapi ke
propylthiouracil.
Sedangkan pada ibu menyusui methimazole terbukti aman diberikan
hingga dosis 20 – 30 mg/ hari (Hackmon et al, 2012; Stagnaro-
Green et al, 2011).

c. Iodine Radioaktif

Efek samping pada pengobatan hipertiroidisme dengan RAI


diantaranya adalah memburuknya gejala Graves’ ophtalmopathy
dan peningkatan kadar hormon tiroid akut. Sehingga pada pasien
dengan hipertiroidisme dengan kadar T4 bebas yang tinggi, pasien
berusia lanjut, atau pada pasien dengan risiko komplikasi
hipertiroidisme perlu diberikan obat anti tiroid hingga mencapai
kondisi euthyroid (Baskin et al, 2002)
Pada pengobatan hipertiroidisme dengan metode RAI
terdapat dua metode pengobatan sebagai berikut
1.) Metode Ablative
Kelemahan metode ini adalah pasien akan menderita
hipotiroidisme secara permanen dan perlu mendapat terapi
pengganti hormon tiroid seumur hidup.

25
2.) Metode Gland-specific Method
Kelebihan dari metode ini dibandingkan metode ablative
adalah pasien tidak menderita hipotiroidisme secara permanen,
namun demikian penghitungan dosis optimal sulit untuk
dilakukan (Ghandour dan Reust, 2011).

d. Tiroidektomi
Tiroidektomi merupakan prosedur pembedahan pada kelenjar
tiroid.Metode terapi ini merupakan pilihan bagi pasien yang
kontraindikasi atau menolak pengobatan dengan obat anti tiroid
dan iodine radioaktif. Pembedahan direkomendasikan bagi pasien
dengan multinodular goiter atau goiter yang sangat besar (Baskin
et al, 2002)

1.3 Varises
A. Pengertian Varises

Varises adalah pembengkakan dan pelebaran pembuluh darah vena


yang biasanya terjadi pada bagian kaki akibat penumpukan darah. Orang-
orang yang menderita penyakit ini, pembuluh vena mereka juga dapat terlihat
menonjol keluar berwarna biru atau ungu tua. Kadang-kadang bentuknya
menyerupai simpul atau tali berpilin. (Alodokter, 2015)
B. Penyebab Varises

Penumpukan darah di dalam pembuluh vena terjadi akibat


melemahnya atau rusaknya katup vena. Pembuluh vena berfungsi
mengalirkan darah dari seluruh tubuh ke jantung. Di dalam pembuluh vena,
ada katup yang berfungsi sebagai pintu satu arah agar darah yang sudah
melewatinya tidak dapat kembali lagi. Lemah atau rusaknya katup vena
menyebabkan terjadinya arus balik darah dan penumpukan darah di dalam
pembuluh vena. Penumpukan inilah yang kemudian menyebabkan pembuluh
tersebut melebar.

C. Diagnosis varises

26
Diagnosis penyakit varises dilakukan dengan terlebih dahulu
mengumpulkan keterangan mengenai gejala, riwayat kesehatan, dan faktor
risiko pada pasien. Setelah itu dokter akan melakukan pemeriksaan fisik
dengan mengamati bagian-bagian yang mengalami varises. Tes khusus jarang
disarankan kecuali dokter mencurigai adanya masalah vena dalam atau
komplikasi lainnya. Contoh tes yang mungkin disarankan
adalah USG Duplex Doppler.

D. Tanda dan Gejala Varises

Rasa tidak nyaman pada bagian kaki atau bagian tubuh yang lain
yang menjadi pertanda awal munculnya varises. Ibu hamil
cepat lelah berlebihan, perasaan berat dan tidak nyaman saat digunakan
untuk bergerak. (baca: bahaya kelelahan pada ibu hamil).

Kaki akan terasa berat melangkah, nyeri dan rasa sakit yang berlebihan saat
berdiri atau duduk. Bagian vena yang akan membengkak terasa panas, nyeri,
gatal dan berdenyut yang terasa tidak nyaman. Rasa sakit akan berkembang
atau lebih parah pada pagi hari ketika ibu hamil bangun tidur. Pembuluh
darah vena pada bagian kaki terasa sakit, berwarna ungu atau biru dan
muncul seperti pembuluh darah yang menggembung. Kaki akan terasa lebih
sering kram atau gatal yang terasa dari bagian dalam kaki. Jika sudah terjadi
pendarahan varises maka bisa menyebabkan bagian varises meradang dan
muncul borok dari dalam kulit.

E. Dampak Varises Pada Kehamilan dan Persalinan


Varises akan lebih sakit jika ibu juga mengalami kaki bengkak saat
hamil yang membuat ibu hamil tidak bisa beraktifitas dengan bebas. Pada
saat proses persalinan yang mengejan dapat mengakibatkan perdarahan,
anemia dan kontraksi lemah yang sangat berbahaya bagi ibu maupun janin.

F. Pengobatan Varises

27
Kondisi varises yang masih tergolong ringan masih dapat ditangani
sendiri di rumah. Tujuannya adalah meredakan gejala, mencegah varises
bertambah parah, serta menghindari terjadinya komplikasi berupa luka atau
pendarahan.

Salah satu contoh penanganan yang bisa kita lakukan adalah dengan
memakai stoking antivarises atau disebut juga bebat kompresi. Selain itu,
hindari berdiri terlalu lama dan luangkan beberapa saat untuk
mengistirahatkan kaki Anda dalam posisi tubuh direbahkan dengan diberi
penyangga (posisi kaki lebih tinggi dari badan). Jangan lupa untuk selalu
menjaga berat badan ideal dan rutin berolahraga.

Jika rasa tidak nyaman atau nyeri akibat varises masih terasa
meskipun Anda sudah melakukan penanganan di rumah, atau bahkan
menimbulkan komplikasi, maka sebaiknya Anda menemui dokter. Metode
pengobatan yang mungkin disarankan oleh dokter adalah operasi
pengangkatan pembuluh vena yang mengalami varises dan operasi penutupan
pembuluh vena dengan menggunakan bahan khusus berbentuk busa
(skleroterapi) atau dengan menggunakan panas (endothermal ablation).

2.4 Hypothyroid

Hypothyroid terjadi akibat penurunan kadar hormon tiroid yang


bersirkulasi. Hipotiroidisme ditandai dengan miksedemia, edema non
pitting dan boggy yang terjadi di sekitar mata, kaki, dan tangan, dan juga
menginfiltrasi jaringan lain. Hipotiroidisme dapat terjadi akibat malfungsi
kelenjar tiroid, hipofisis, atau hipotalamus. Apabila hipotiroidisme
disebabkan oleh malfungsi kelenjer tiroid, kadar TH yang rendah disertai
oleh kadar TSH dan TRH yang tinggi karena tidak adanya umpan balik
negatif oleh TH pada hipofisis dan hipotalamus. Apabila hipotiroidisme
terjadi akibat malfungsi hipofisis, kadar TH yang rendah disebabkan oleh
kadar TSH yang rendah. TRH dari hipotalamus tinggi karena tidak adanya

28
umpan balik negatif pada pelepasannya oleh TSH atau TH. Hipotiroidisme
yang disebabkan oleh malfungsi hipotalamus menyebabkan kadar TH,
TSH, dan TRH yang rendah. Hipotiroidisme akibat pengobatan dapat
terjadi setelah terapi atau poembedahan tiroid sebelumnya, terapi
radioiodin atau obat-obatan seperti sitokin, amiodaron dan litium. Keadaan
orang kekurangan hormon tiroid disebut hipotiroid. Bila terjadi pada anak-
anak makan anak akan terganggu pertumbuhan badannya, kecerdasannya
terbelakang, kulit dingin, dan bewarna kuning. Rambutnya pirang dan
mudah rontok, suaranya berat. Pada anak gadis dapat terjadi perdarahan
haid yang terlalu banyak atau tidak haid sama sekali.

A. Pengertian Penyakit Hipotiroidisme


 Penyakit hashimoto, yang juga disebut tiroiditis otoimun terjadi akibat
destruksi autoantibodi jaringan kelenjar tiroid. Hal ini menyebabkan
penurunan TH, disertai peningkata kadar TSH dan TRH akibat umpan balik
negatif yang minimal. Penyebab tiroiditis otoimun tidak diketahui, namun
tampakn terdapat kecenderungan genetik untuk terjadinya penyakit ini
 Goiter endemik adalah hipotiroidisme akibat defisiensi iodida dalam
makanan. Goiter adalah pembesaran kelenjar tiroid. Goiter terjadi pada
defisiensi iodida karena sel tiroid menjadi over aktif misahkan semua iodida
yang mungkin ada dari aliran darah kadar TH yang rendah disertai kadar
TSH dan TRH yang tinggi karena umpan balik negatif minimal
 Karsinoma tiroid dapat menyebabkan hipotiroidisme atau hipertiroidisme
terapi untuk kanker yang jarang dijumpai ini adalah tiroidtokmi, obat
supresi TSH, atau terapi iodin radioaktif untuk menghancurkan jaringan
tiroid. Semua terapi ini dapat menyebabkan hipotiroidisne. Pajanan
terhadap radiasi terutama selama masa kanak-kanak, adalah penyebab
kanker tiroid. Defisiensi iodin juga dapat meningkat resiko perkembangan
kanker tiroid karena defisiensi iodin menstimulasi proliferasi dan
hiperplasia sel tiroid.
B. Penyebab
Penyebab hipotiroidisme pada dewasa meliputi :

29
 Produksi hormon tiroid yang tidak adekuat, biasanya sesudah tiroidektomi
atau terapi radiasi (terutama dengan preparat) atau akibat inflamasi,
tiroiditis autoimun yang kronis (penyakit Hashimoto) atau keadaan seperti
amilodosis serta sarkoidosis (jarang)
 Kegagalan hipofisis memproduksi TSH, kegagalan hipotalamuj
memproduksi TRH (thyrotropin-releasing hormone), kelianan bawaan
sintesis hormon tiroid defisiensi yodium (biasanya dari makanan), atau
pemakaian obat-obat antitiroid, seperti propiltourasil

C. Patofisiologi
Hipotiroidisme dapat mencerminkan malfungsi hipotalamus, hipofisis,
atau kelenjar tiroid yang semuanya merupoakan bagian dalam mekanisme
umpan balik negatif yang sama. Akan tetapi, gangguan pada hipotalamus
dan hipofisis jarang menyebabkan hipotiroidisme. Hipotiroidisme primer,
yang merupakan gangguan kelenjar tiroid itu sendiri paling sering
ditemukan.
Tiroiditis autoimun kronis, juga disebut tiroiditis limfositik kronis,
terjadi ketika autoantibodi menghancurkan jaringan kelenjar tiroid.
Tiroiditis autoimun kronis yang disertai penyakit gondok (goiter)
dinamakan tiroiditis Hashimoto. Penyebab proses autoimun ini tidak
diketahui kendati hereditas memainkan peranan dan subtipe antigen
leukosit manusi yang spesifik dikaitkan dengan resiko yang lebih besar.
Di luar kelenjar tiroid, antibodi dapat mengurangi efek hormon tiroid
melalui dua cara. Pertama, antibodi dapat menyekat reseptor TSH (thyroid-
stimulating hormone) dan mencegah produksi TSH. Kedua antibodi
antitiroid yang sitotoksik dapat menyerang sel-sel tiroid.
Tiroiditis subakut, tiroiditis tanpa rasa nyeri, dan tiroiditis pascapartum
merupakan keadaan yang sembuh sendiri dan biasanya akan diikuti
episode hipertiroidisme. Hipotiroidisme subklinis yang tidak diobati pada
dewasa kemungkinan akan menjadi nyata dengan insedensi sebesar 5%
hingga 20% per tahun.

30
D. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala hipotiroidisme meliputi :
 Kelemahan, rasa cepat lelah, keluhan mudah lupa, sensistivitas terhadap
hawa dingin, kenaikan berat badan yang tidak jelas sebabnya, dan
konstipasi (gambaran klinis pada hipotiroidisme akuisita)
 Tanda dan gejala miksedema yang khas berupa penurunan stabilitas
mental, kulit kasar, kering, mengelupas, dan tidak elastisitas, muka, kaki
dan tangan sembam, suara parau, oedema periorbital, kelopak mata atas
yang turun, rambut yang kering dan distribusinya tipis, dan kuku yang
tebal serta rapuh (ketika penyakit berlanjut)’
 Gangguan kardiovaskuler, yang meliputi penurunan curah jantung,
frekuensi denyut nadi yang lambat, tanda-tanda sirkulaso perifer yang
buruk, dan kadang-kadanf pembesaran jantung.
Efek lain yang sering ditimbulkan meliputi :
 Anoreksia distensi abdomen, menoragia, penurunan libido, infertilitas,
ataksia, dan nistagmus, refleks dengan berkurangnya waktu relaksasi
(khusunya pada tendon achilles)
 Progresivitas penyakit yang berlanjut menjadi koma miksedema, biasanya
progesivitas ini berjalan secara berangsur-angsur tetapi dapat pula terjadi
secara tiba-tiba pada keadaan sters yang memperburuk hipotiroidisme
yang berat atau lama, termasuk keadaan stupor yang progresif,
hipoventilasi, dan hipotermia

E. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin terjadi meliputi :
 Gagal jantung
 Koma miksedema
 Infeksi
 Megakolon
 Psikosis organik

31
 Infertilitas

F. Diagnosis
Diagnosis hipotiroidisme didasarkan pada :
 Pemeriksaan radioimmunoassay yang memperlihatkan kadar trioditorinin
(T3) dan tiroksin (T4) yang rendah
 Peningkatan kadar TSH bila penyebabnya gangguan tiroid penurunan
kadar TSH jika etiologinya merupakan gangguan hipotalamus atau
hipofisis
 Pemeriksaan faal tiroid yang membedakan antara hipotiroidisme primer
(hipofungsi kelenjar tiroid), hipotiroidisme sekunder (hiposekresi TSH
dari hipofisis) hipotiroidisme tersier (hiposekresi TRH dan hipotalamus)
dan euthyroif sick syndrome (kerusakan konversi perifer hormon tiroid
yang disebabkan oleh penyakit supratiroid misalnya infeksi berat) (lihat
hasil tes tiroid pada hipotiroidisme)
 Kenaikan kadar kolesterol, trigliserida, dan alkali fosfatase dalam serum
darah
 Anemia normositik normokromik
 Kadar natrium serum yang rendah, penurunan pH, dan peningkatan
tekanan parsial karbon dioksida yang menunjukan asidosis respiratorik
(koma miksedema).

G. Penatalaksanaan
Penanganan meliputi :
 Terapi sulih hormon tiroid secara bertahap dengan preparat sintetik T4 dan
kadang-kadang dengan t3
 Pembelahan eksisi, kemoterapi atau radiasi jika terdapat kelenjar tiroid.
 Berikan diet rendah-kalori tinggi-serat dan anjurkan aktivitas untuk
mengatasi konstipasi serta meningkatkan penurunan berat badan. Berikan
obat pencahar dan pelunak feses bila diperlukan.

32
 Sesudah terapi sulih hormon tiroid dimulai, awasi kemungkinan timbul
gejala hipertiroidisme, seperti kegelisahan, perspirasi, dan penurunan berat
badan yang berlebihan.
 Beri tahu pasien agar melaporkan setiap tanda yang menunjukkan
peningkatan berat penyakit kardiovaskuler, serta nyeri dada dan takikardia.
 Untuk mencegah koma miksedema, beri tahu pasien agar tetap
meneruskan pemakaian obat-obat tiroidnya sekalipun gejala sudah
berkurang
 Ingatkan pasien agar melaporkan kejadian infeksi dengan segera dan
memastikan setiap dokter yang menuliskan resep bagi pasien mengetahui
keadaan hipotiroidisme yang melatari.

33
BAB II
MANAJEMEN KEBIDANAN

H. Diabetes Mellitus
1. Data Subjektif (S)
a. Biodata

DMG paling sering ditemukan pada ibu dengan umur > 25 tahun, tingkat
ekonomi menengah ke atas dan pekerjaan yang kurang gerak fisik. Tingkat
ekonomi tersebut memungkinkan untuk gaya hidup modern, pola
konsumsi yang banyak mengandung karbohidrat. DMG juga dapat terjadi
pada ibu dengan aktivitas yang rendah atau kurang.
b. Keluhan Utama

Seorang Ibu yang hamil dengan diabetes gestasional seringkali akan


mengalami hal-hal sebagai berikut :
1. Pandangan menjadi kabur (rabun)
2. Mengalami kelelahan yang berlebihan
3. Sering mengantuk
4. Sering merasa haus (Polidipsia)
5. Sering buang air kecil (Poliuria)
6. Meningkatnya rasa lapar (poliphagia)
7. Berat badan turun, padahal sering makan
8. Mual dan muntah
9. Pemulihan luka yang memakan waktu lama
c. Riwayat Kesehatan Klien

Ditanyakan apakah klien pernah menderita penyakit menular dan menurun


karena akan mempengaruhi kondisi tubuh klien. Klien dengan diabetes
mellitus merupakan faktor risiko bayi besar dan memungkinkan lebih lama
lahir.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga

Ada anggota keluarga yang menderita DM.

34
e. Pola Kehidupan Sehari-hari
1. Nutrisi : banyak mengkonsumsi karbohidrat dan gula.
2. Aktivitas : kurang.
3. BAK : lebih sering.
2. Data Objektif (O)
a. PemeriksaanUmum

Identifikasi keadaan umum dan kesadaran.


Tekanan darah : DMG meningkatkan risiko untuk menjadi pre
eklampsia
 Nadi : 60 – 100 kali per menit
 Suhu : 36,5 – 37,5 oC
 RR : 16-24 kali per menit
 BB : meningkat lebih dari 15 kg selama hamil/ BMI > 27 kg.m2
b. Pemeriksaan Fisik
Abdomen : TFU : lebih besar karena bayi besar.
Pemeriksaan Penunjang
a. USG
Tampak bayi besar, mungkin juga ada kelainan bawaan
b. Pemeriksaan gula darah
Skrining awal diabates mellitus gestasional adalah dengan cara
melakukan pemeriksaan beban 50 g glukosa pada kehamilan 24-28
minggu. Untuk tes ini pasien tidak perlu puasa. Kadar glukosa serum atau
plasma yang normal harus kurang dari 130 mg per dl (7,2 mmol per l) atau
kurang dari 140 mg per dl (7,8 mmol per l). Dengan memeakai nilai 130mg
per dl atau lebih akan meningkatkan sensitivitas tes sekitar 80-90%, tetapi
menurunkan spesivitasnya di banding bila dipakai nilai ≥ 140 mg/dl.
Apabila yang dipakai hanya nilai 130 mg per dl, ha ini akan
menigkatkan terdeteksinya kasus diabetes militus gestasional yang berarti
akan meningkatkan hasil postif palse. Oleh karena itu, untuk mendeteksi
adanya diabetes melitus gestasional sebaikanya dipakai tidak hanya satu
nilai, akan tetapi keduanya yaitu 130 mg per dl atau 140 mg per dl. Hasil

35
tes satu jam yang abnormal harus dilanjutkan dengan pemeriksaan beban
100 g glukosa. Selama tiga hari pasien disuruh diet yang tidak ketat,
kemudian dilakukan darah puasa yang diambil dari pembuluh dara vena,
setelah 1, 2 dan 3 jam pemberian 100 g glukosa
3. Analisa
Diabetes melitus pada kehamilan

4. Penatalaksanaan
A. Pada Kehamilan
Menurut Fadlan (2012), asuhan ibu hamil dengan diabetes melitus adalah:
1. Beritahu pasien bahwa bidan harus bekerja sama dengan dokter untuk
mengawasikehamilannya
2. Dukungan tambahan selain keluarga dekat pasien, seperti ahli gizi agar
dapat mendapat informasi yang tepat
3. Pastikan pasien harus lebih sering memeriksakan diri ke dokter spesialis
yang telah disarankan untuk mendapatkan perintah dokter yang harus
dijalani
4. Diet yang baik, diet kaya akan karbohidrat kompleks terutama kacang -
kacangan. Protein dalam jumlah menengah (20% dari kalori), rendah
kolesterol dan lemak (30% dari asuypan kalori, tidak lebih dari 10%
lemak jenuh), serta hanya sedikit atau tidak mengandung gula. Diet harus
banyak mengandung serat (40-70 g/hari) karena dalam kajian serat dapat
menguranggi kebutuhan insulin pada ibu DMG
5. Kenaikan berat badan yang benar yaitu mendapat cukup
kalorimerupakan hal terpenting bagi kesejahteraan janin.
Pertambahanberat badan harus sesuai dengan garis petunjuk dokter
6. Olahraga yang dianjurkan jika tidak ada masalah atau komplikasi seperti
berjalan cepat, berenang, dan menggunakan alat sepeda, akan
memberikan tenaga bagi klien, membantu pengaturan kadar gula dan
membantu persiapan klien untuk kelahiran bayinya
7. Istirahat, terutama pada trimester III hindari penggunaan tenaga yang
berlebihan, tidur siang akan lebihbaik
8. Pengaturan obat

36
Menurut Prawirohardjo (2010), terapi insulin yang diberikan yaitu insulin
kerja cepat seperti:
a. Humulin R (40 IU, 100 IU)
b. Actrapid Human 40 IU, 100 IU
9. Pemantauan air kemih, untuk memastikan tidak adanya keton dalam
urine yaitu bahan bersifat asam yang dihasilkan dari pemecahan lemak
oleh tubuh akibat diet yang ketat.
10. Kelahiran dini, cenderung dipertimbangkan karena kehamilan ibu
dengan DM cenderung tumbuh lebih besar untuk kelahiran pervaginam,
plasenta sering memburuk lebih dini sehingga janin tidak mendapat
oksigen dan gizi yang cukup pada minggu terakhir kehamilan
a) Tahapan Pemeriksaan
1) Deteksi dini
 Konseling prakonsepsi mencakup penundaan kehamilan 6-12
bulan pada ibu dengan DM untuk mempertahankan stabilitas
insulin dengan penanganan dari internis.
 Pemeriksaan reduksi urine dan kadar glukosa darah.
Waktu pemeriksaan (Varney, 1997) :
- Trimester 1
- Minggu ke 28
- Minggu ke 34-36
2) Pemeriksaan reduksi urine menggunakan metode benedict :
- Warna biru jernih sedikit kehijauan normal
- Warna hijau endapan kuning (+) 1
- Endapan kuning jelas dan banyak (+) 2
- Tidak berwarna, endapan warna jingga(+) 3
- Tidak berwarna, endapan warna merah bata sampai kecoklatan(+)4
( Riyani, 2006)
3) Persiapan pemeriksaan Glukosa darah(MNH,2002)
Makan dengan karbohidrat cukup minimal 3 hari sebelumnya.
Semalam sebelum pemeriksaan puasa 8-12 jam, pagi-pagi diambil

37
contoh darahnya.Diberi beban glukosa 75 gram dalam 200
mlair,setelah 2 jam diambil contohdarah.
4) Menetapkan usia kehamilan berdasarkan HPHT dan kesesuaian
dengan TFU. Apabila di temukan TFU lebih besar dari ukuran
normal, pertimbangkan makrosomia.
a. Penanganan awal
a) Konseling tentang keadaan kehamilan dengan diabetes melitus
mencakup tanda dan gejala, komplikasi dan rencana
penatalaksanaan.
b) Kolaborasi dengan Ginekolog,Internis, Spesialis Anak Dan Ahli Giz
c) Memelihara GD normal dengan diet ( Kolaborasi dengan ahli gizi
) 30 kal/BB terdiri dari 50% karbohidrat, 20% ptotein, 30% lemak,
protein 1-1,5/kg B
d) Monitoring GD dengan pemeriksaan laboratorium. Pada masa
kehamilan 2 minggu sekali, pada masa nifas 1 minngu sekali.
e) Istirahat cukup dan olah raga sesuai kondisi
f) Pemantauan ibu dan janin
g) Pengukuran TFU
h) Monitor Denyut jantung janin
i) Konseling untuk memonitor gerakan janin, kehamilan < 28 minggu
10gerakan dalam 2 jam, kehamilan > 28 minggu 10 gerakan dalam
1 jam
j) Menghindari terjadi infeksi
k) Pada bulan ke- 7 , bila ditemukan aseton, gestose, di rawat di rumah
sakit (MNH, 2002)
l) Menjelang akhir kehamilan lakukan USG dan Kardiografi secara
serial setiap minggu (MNH, 2002)
a. Penanganan Lanjut
a) Kolaborasi dengan ginekolog, internis dan ahli gizi
Pemberian insulin (human insulin) yaitu Humulin R dan Actrapid
Human, bila GDP >105 dan GD PP > 120

38
b) Dosis insulin perlu dirubah menurut keperluan sesuai dengan hasil
pemeriksaan GD kurang lebih antara 0,5 – 1,5 unit/BB
c) Trimester I dosis insulin di kurangi kerena mudah terjadi hipoglikemi
akibat emisis
d) Trimester II & III dosis insulin ditambah karena pola makan meningkat
e) Pantau GD 3 kali/hari

Bila diperlukan dokter bisa melakukan amniosentesis untuk memeriksa


keadaan paru-paru janin sebelum persalinan.
B. Pada Persalinan
a. Penanganan persalinan oleh ginekolog di rumah sakit dengan fasilitas
operasi
b. Ibu hamil dengan DMG ringan partus spontan sampai denganusia
kehamilan 40 minggu
c. Ibu hamil dengan DMG berat (yang memerlukan
insulin)kehamilandiakhiri pada 36-38 minggu dengan induksi atau SC
a) Indikasi SC (M.Tobing,2005)
 Gestosis
 Makrosomia
 Gawat janin
 Pertumbuhan janin terhambat
 Primi tua
d. Selama proses persalinan pemantauan DJJ dengan USG
danKardiotokografi (KTG)
e. Bila akan dilakukan terminasi lakukan amniosentesis untuk
memastikankematangan janin ( Bila usia kehamilan < 38 minggu )
f. Pada persalinan dosis insulin di kurangi, diberi infus glukosa dan
insulinbilaterjadi hipoglikemi diberi insulin secara infus 2-4 satuan perjam

C. Pada Neonatus
a. Penanganan awal (MNH,2002)
a) Perlakukan bayi sebagai bayi prematur, jaga kehangatan dan evaluasi segera
:

39
 Nilai apgar
 Periksa K/U bayi
 Observasi kemungkinan hipoglikemia dengan tanda hipoglikemia : Gelisah,
soanosis, apatis, apnoe/trahipnoe intermiten, tangis lemah, lethargi, sulit
minum dan memutar bola mata.
b) Periksa fisik untuk melihat cacat bawaa
c) Periksa plasenta
d) Periksa kadar glukosa bayi
e) Periksa haematokrit tali pusat
f) Diberi minum ASI 60-90 ml/kgBB/hari pada jam pertama, selanjutnya tiap
jam
b. Penanganan lanjut ( di Rumah sakit )
Periksa laboratorium:
- Kadar Glukosa serum tali pusat umur 1,2,4,8,12,24,36,48 jam
- Kadar kalsium dan magnesium umur 6,12,24,48 jam
- Haematokrit tali pusat umur 4,24 jam
- Kadar serum bilirubin bila tampak kuning Lakukan penanganan sebagai
berikut : :
- Bila terjadi hipoglikemi ( glukosa < 25 mg/dl ) beri larutan glukosa IV
6 mg/kgBB/menit. Kadar glukosa diperiksa tiap jam
- Bila hasil 25-44mg/dl bayi tidak tampak sakit, minum larutan glukosa
5%, periksa GD tiap jam sampai stabil, setelah itu tiap 4 jam, bila tetap
rendah, infus glukosa 6 mg/kgBB/menit
- Bila hipoglikemi dengan gejala, berikan larutan glukosa 10% 2-4
ml/kgBB/menit IV selama 2-3 menit lanjutkan dengan 6-8ml/kgBB/menit.
Konsentrasi glukosa tidak boleh lebih dari 12,5% karena dapat merusak
vena.
B. Jantung
1. Data Subjektif (S)
a. Mudah Lelah
b. Nafas terengah-engah
c. Ortopnea ( pernafasan sesak,kecuali dalam posisi tegak )

40
d. Batuk pada malam hari
e. Nyeri Dada
f. Tampak Pucat
g. Kulit Dingin
2. Data Objektif
 Pemeriksaan Umum
Tanda-tanda vital :
TD : 170/100 mmHg
P : 100x/mnt
N : 28x/mnt
 Pemeriksaan penunjang
Dengan usg bayi dalam keadaan baik ,dan normal
 Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan Kepala Dan Leher
- Kepala

Inspeksi : kulit kepala bersih, rambut warna hitam

Palpasi : tidak ada lesi, tidak ada nyeri tekan tapi pasien mengeluh
pusing
- Mata
Inspeksi : Conjungtiva merah muda, sclera putih

- Telinga

Inspeksi : Telinga luar bersih, tidak ada lesi, kedua telinga simetris

Palpasi : Tidak ada nyeri tekan atau massa


- Hidung

Inspeksi : Lubang hidung simetris, tidak ada secret di lubang


hidung, pasien dapat mengidentifikasi bau dengan benar
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan pada sinus maksilaris, frontalis dan
etmoidalis

41
- Mulut

Inspeksi : Membran mukosa bibir kering, pucat, gusi tidak ada lesi

- Leher

Inspeksi : Tidak ada pembengkakan

Palpasi : Tidak ada pembesaran kelenjaran tiroid, tidak ada nyeri


tekan
b. Pemeriksaan Integumen / Kulit dan Kuku
- Kulit

Inspeksi : warna sawo matang, tidak ada nyeri tekan, tidak terjadi
kemerahan, kulit kering
Palpasi : Tidak ada oedem
c. Pemeriksaan Payudara dan Ketiak
Tidak terkaji

3. Analisa
Jantung pada kehamilan
4. Penatalaksanaan
Pada Kehamilan
a. Deteksi dini
* Konseling pre konsepsi dengan :
* Konseling pra hamil untuk deteksi penyakit jantung, kolaborasi dengan
kardiolog, karena apabila terjadi kehamilan akan membawa resiko
* Deteksi didi keadaan yang menunjukan kondisi yang berhubungan dengan
penyakit jantung meliputi : cianosis, endokarditis, tromboemboli,
fibrillation dan kegagalan hati
* Memperhatikan resiko penyakit jantung, kelainan jantung kelas 3 & 4
sebaiknya tidak hamil dan dapat memilih cara kontrasepsi AKDR atau
kontap

42
* Kolaborasi dengan dokter spesialis kebidanan apabila di temukan ibu
hamil dengan obesitas, anemia, dan riwayat kebiasaan merokok
(Seller,1993)
* Mewaspadai gejala gagal jantung pada puncak out put jantung usia
kehamilan 20-24 minggu (Varney,1997),usia kehamilan 32-36 minggu
(R.Muchtar,1998)
* Ibu hamil dengan gejala penyakit jantung diklasifikasikan kelasnya
berdasarkan keluhan dan pemeriksaan untuk menentukan tindak
lanjut
* Apabila ditemukan ibu hamil dengan penyakit jantung kelas 3 & 4 usia
kehamilan kurang dari 12 minggu, lakukan rujukan kepada dokter
spesialis kebidanan untuk penanganan dalam
memperimbangkan dilakukan abortus therapeutikus (Hanifa,1994) atau
kehamilan diteruskan dengan pemantauan ketat dari Kardiolog.
• . Penanganan awal
* Konseling tentang keadaan kehamilan dengan penyakit jantung mencakup
tanda dan gejala, komplikasi dan tindakan yang harus dilakukan termasuk
mendatangi fasilitas kesehatan
* Kolaborasi , konsultasi dan perawatan dengan Gynekolog dan Kardiolog
sedini mungkin
* Menganjurkan ANC dilakukan 2 minggu sekali sampai usia kehamilan <28
minggu, 1 minggu sekali setelah usia kehamilan 28 minggu
(R.Muchtar,1998)
* Pembatasan aktifitas fisik
* Tidur cukup 8-10 jam, tidur siang 1-2 jam dan istirahat baring minimal ½ jam
setiap selesai makan
* Nutrisi cukup gizi, tinggi protein, rendah garam dan membatasi pemasukan
cairan (Hanifa,1994). Hindari penimbunan lemak dan cairan. Kolaborasi
dengan ahli gizi
Mengatasi kelebihan berat badan
* Mengatasi anemia
* Menghindari r0k0k dan 0b4t n4rk0t1k4

43
* Lingkungan rumah baik fisik dan psikologi yang menunjang
* Olah raga ringan sesuai dengan kondisi dan kelas penyakit jantung yang di
derita (Seller,1993)
* Menghindari infeksi jalan pernapasan bagian atas, hindari kontak dengan
penderita infeksi jalan napas
* Kenali tanda dini dekompensatio cordis yaitu batuk darah, ronchi basah dan
dypsnoe. Menurut Mackanzie tanda awal gagal jantung adalah terdengan
ronchi tetap didasar paru dan tidak hilang setelah napas dalam 2-3 kali
* Sebaiknya anjurkan pasen masuk rumah sakit 2 minggu sebelum persalinan
untuk istirahat
c. Penanganan lanjut
* Kolaborasi dengan Gynekolog dan Kardiolog, dilakukan penanganan di
rumah sakit.
* Tirah baring total d Rumah sakit untuk mengurangi beban jantung, posisi
tidur semi fowler
* Sedasi dengan morfhin 10-15 mg untuk membantu menenangkan kecemasan
dan agitasi, karena istiraahat merupakan aspek penting bagi penderita
jantung
* Dilakukan pemeriksaan EKG, Thorak photo dan Ekhokardiogarafi
* Setelah kehamilan 32 minggu dilakukan pemeriksaan NST dan USG untuk
memantau keadaan janin
* Pengurangan volume darah untuk diuresis dengan Furosemid40 mg iv,
menghasilkan diuresis yang cepat 5-15 menit, maksimal 1-2 jam. Diberikan
hanya pada keadaan yang mengancam jiwa karena diindikasikan
mempunyai efeksamping abnormalitas pada janin.
* Digitalis sangat bermanfaat untuk memperlambat denyut venrtikel
* Cairan dan natrium dibatasi
*Observasi ketat di rumah sakit sampai
melahirkan
* Apabila ibu hamil dengan penyakit jantung kelas 3 & 4 dianjurkan untuk
persalinan secara Sectio Caesaria (Ben-Zion,1994)

44
* Teminasi kehamilan dilakukan apabila terjadi suatu keadaan hipertensi yang
berhubungan dengan paru-paru, einseimer sindrom yaitu keadaan hipertensi
yang dihubungkan dengan kelainan septum sehingga darah yang kurang
Oksigen masuk ke paru-paru, cianotik yang kronis, dan Tetralogi Fallot
(Seller,1993)
* Penyakit jantung kelas 1 tidak perlu tambahan therapy
* Penyakit jantung kelas 2 perlu mengurangi kerja fisik terutama 28-30 minggu
usia kehamilan
* Penyakit jantung kelas 3 perlu therapy digitalis dan dirawat di rumah sakit
sejak usia kehamilan 28-30 minggu
* Penyakit jantung kelas 4 dirawat di Rumah sakit dan therapy dari Kardiolog
(Mochtar,1998)

• Pada persalinan
a. Kala 1
* Penanganan dilakukan oleh Gynekokog, kolaborasi dengan Kardiolog
* Di ruang bersalin disiapkan O2, alat resusitasi, monitor EKG, Morfhin dan
diuretikum
* Penderita jantung kelas 1 & 2 dilakukan persalinan pervaginam kerjasama
dengan kardiolog dengan pengawasan ketat. Dengan partus pervaginan
angka mortalitas dan morbiditas lebih kecil (Hanifa,1994)
* Membuat daptar his, nadi, resfirasi, tekanan darah, dicatat setiap 15 menit
pada kala 1 dan setiap 10 menit pada kala 2 & 3 (R.Muchtar,1998). Tanda
bahaya bila nadi > 115 dan resfirasi > 28 (M.Tobing,1005)
* Bila ada tanda Dekompensatio Cordis obati dengan digitalis
* Diberikan antibiotik untuk menjauhi infeksi (M.Tobing,2005)
* Pengurang rasa nyeri yang adekuat dapat mengurangi peningkatan curah
jantung dan tachikardi.
b. Kala 2
* Pimpin persalinan maksimal 15 menit. Bila dalam 15 menit belum lahir
dilakukan ekstraksi forsef atau vaccum dengan anestesi local, posisi kepala
dan dada ditinggikan.

45
* Bila terjadi Dekompensatio Cordis, ibu dilarang mengedan dan persalinan
dilakukan dengan segera, bila perlu lakukan efisiotomi dan ekstraksi
vaccum
* Persalinan dengan Sectio Caesaria dilakukan bila ada indikasi obstetric
(Hanifa,1994)
* Sectio Caesaria dilakukan dengan anestesi lokal dan sedasi jangan lahukan
anestesi spinal
c. Kala 3
* Hindari pemakaian ergometrin kareana akan menghasilkan kontraksi uterus
yang bersifat tonik dan akibatnya terjadi pengembalian darah ke sirkulasi
besar sekitar 1 liter (Hanifa,1994)
* Hindari perdarahan post partum karena dengan perdarahan akan memacu
kerja jantung
* Hindari therapy intravena karena ekspansi intravaskuler dapat meningkatkan
kerja jantung, dapat diberikan oksitosin dengan intra muscular (Ben-
Zion,1994).
d. Kala 4 & Masa Nifas
* Bila memerlukan tranfusi gunakan Pack Red Cell (Ben-Zion,1994)
* Pasang gurita dan kantung pasir di dinding perut dapat dilakukan untuk
mencegah perubahaqn mendadak pada sirkulasi abdomilalis
* Lakukan pengawasan ketat pada TTV, perdarahan, anemia, infeksi,
tromboemboli
* Beri antibiotika untuk mencegah endikarditis
* Lakukan pengawasan intensif ( high care ) dalam 24 jam post partum pada
kondisi pasien dan tanda dini decompensatio cordis
* Pasien didukung untuk banyak tidur dan beristirahat
* Pasien dianjurkan untuk berlatih napas dalam guna mencegah kesulitan pada
paru-paru
* Laktasi pada penderita jantung kelas 1 & 2 diperbolehkan
* Penderita jantung kelas 3 & 4 tidak diperbolehkan laktasi
* Ibu bersalin dirawat sampai 2 minggu setealah persalinan.
- Ibu

46
* Tergantung dari berat penyakit yang di derita, umur, dan penyulit, therapy,
pimpinan persalinan, kerjasama dengan pasien
* AKI 1-5 %
*AKIpenderitaberat15%
- Bayi
* Penyakit jantung ringan tidak terlalu mempengaruhi
* Penyakit jantung berat biasa menimbulkan gawat janin

C. Varises
1. Data Subjektif (S)
Anamnesis yang terarah dan harus ditanyakan meliputi hal - hal berikut ini
:
1) Riwayat insufisiensi vena (kapan onset terlihatnya pembuluh darah
abnormal, onset dari gejala yang muncul, penyakit vena sebelumnya,
adanya riwayat menderita varises sebelumnya)
2) Faktor predisposisi (keturunan, trauma pada tungkai, pekerjaan yang
membutuhkan posisis tubuh berdiri yang terlalu lama, supporter olah
raga)
3) Riwayat edema (onset, predisposisi, lokasi edema, intensitas, jenis
edema, perubahan setelah beristirahat pada malam hari)
4) Riwayat pengobatan penyakit vena sebelumnya (obat, injeksi,
pembedahan, kompresi)
5) Riwayat menderita tromboplebitis vena superficial atau vena profunda
6) Riwayat menderi penyakit vaskuler lainnya (penyakit arteri perifer,
penyakit arteri coronaria, lymphadema, lymphangitis)
7) Riwayat keluarga.

47
2. Data Objektif (O)
1) Inspeksi

Inspeksi dilakukan dari distal ke proksimal dari depan ke belakang.


Region perineum, pubis, dan dinding abdomen juga dilakukan
inspeksi.Pada inspeksi juga dapat dilihat adanya ulserasi, telangiektasi,
sianosis akral, eksema, brow spot, dermatitis, angiomata, varises vena
prominent, jaringan parut karena luka operasi, atau riwayat injeksi
sklerotan sebelumnya.Setiap lesi yang terlihat seharusnya dilakukan
pengukuran dan didokumentasikan berupa pencitraan.Vena normalnya
terlihat distensi hanya pada kaki dan pergelangan kaki.Pelebaran vena
superfisial yang terlihat pada region lainnya pada tungkai biasanya
merupakan suatu kelainan. Pada seseorang yang mempunyai kulit yang
tipis vena akan terlihat lebih jelas. Stasis aliran darah vena yang
bersifat kronis terutama jika berlokasi pada sisi medial pergelangan
kaki dan tungkai menunjukkan gejala seperti perubahan struktur
kulit.Ulkus dapat terjadi dan sulit untuk sembuh, bila ulkus berlokasi
pada sisi media tungkai maka hal ini disebabkan oleh adanya
insufusiensi vena. Insufisiensi arteri dan trauma akan menunjukkan
gejala berupa ulkus yang berlokasi pada sisi lateral.
2) Palpasi

Palpasi merupakan bagian penting pada pemeriksaan vena.Seluruh


permukaan kulit dilakukan palpasi dengan jari tangan untuk
mengetahui adanya dilatasi vena walaupun tidak terlihat ke permukaan
kulit. Palpasi membantu untuk menemukan keadaan vena yang normal
dan abnormal. Setelah dilakukan perabaan pada kulit, dapat
diidentifikasi adanya kelainan vena superfisial.Penekanan yang lebih
dalam dapat dilakukan untuk mengetahui keadaan vena
profunda.Palpasi diawali dari sisi permukaan anteromedial untuk
menilai keadaan VSM (vena saphena magna) kemudian dilanjutkan
pada sisi lateral diraba apakah ada varises dari vena nonsafena yang
merupakan cabang kolateral dari VSM, selanjutnya dilakukan palpasi
pada permukaan posterior untuk meinail keadaan VSP (vena saphena

48
parva). Selain pemeriksaan vena, dilakukan juga palpasi denyut arteri
distal dan proksimal untuk mengetahui adanya insufisiensi arteri
dengan menghitung indeks ankle - brachial.Nyeri pada saat palpasi
kemungkinan adanya suatu penebalan, pengerasan, thrombosis vena.
Empat puluh persen DVT (deep vein thrombosis) didapatkan pada
palpasi vena superfisialis yang mengalami thrombosis.
3) Perkusi

Perkusi dilakukan untuk mengetahui kedaan katup vena


superficial.Caranya dengan mengetok vena bagian distal dan dirasakan
adanya gelombang yang menjalar sepanjang vena di bagian proksimal.
Katup yang terbuka atau inkopeten pada pemeriksaan perkusi akan
dirasakan adanya gelombang tersebut.

4) Manuver Perthes

Manuver Perthes adalah sebuah teknik untuk membedakan antara


aliran darah retrograde dengan aliran darah antegrade. Aliran
antergrade dalam system vena yang mengalami varises
5) Auskultasi menggunakan Doppler

Pemeriksaan menggunakan Doppler digunakan untuk mengetahui arah


aliran darah vena yang mengalmi varises, baik itu aliran retrograde,
antegrade, atau aliran dari mana atau ke mana. Probe dari dopple ini
diletakkan pada vena kemudian dilakukan penekanan pada vena disisi
lainnya. Penekanan akan menyebabkan adanya aliran sesuai dengan
arah dari katup vena yang kemudian menyebabkan adanya perubahan
suara yang ditangkap oleh probe Doppler. Pelepasan dari penekanan
vena tadi akan menyebabkan aliran berlawanan arah akut. Normalnya
bila katup berfungsi normal tidak akan ada aliran berlawanan arah
katup saat penekanan dilepaskan, akhirnya tidak akan ada suara yang
terdengar dari Doppler.

3. Analisa Data

49
Varises Spider Navy pada kehamilan

4. Penatalaksanaan
1. Konsumsi makanan sehat
Konsumsi makanan tertentu selama kehamilan dapat membantu untuk
meringankan ketidaknyamanan varises yang ada dan dapat mencegah varises
semakin buruk. Mengkonumsi Jus buah, terutama blackberry, blueberry dapat
membantu mencegah varises. Buah ini mengandung pigmen yang dapat
memperkuat dinding pembuluh darah. Konsumsi vitamin E akan menurunkan
resiko varises yang semakin parah, begitu juga dengan bawang putih yang dapat
menghambat munculnya varises. Menghindari makanan olahan yang dapat
memperburuk keadaan.
2. Mencukupi kebutuhan cairan tubuh
Minum terlalu banyak teh, kopi dan cola dapat membuat varises lebih
menyakitkan dan menyebabkan sembelit bagi pendderita hamil.disarankan
untuk minum tidak kurang dari 8 gelas air mineral setiap hari
3. Latihan selama kehamilan akan mengurangi varises
Melakukan senam hamil, senam hamil dapat meningkatkan kebugaran dan
ketenangan pikiran ibu hamil. Tubuh yang relaks akan memperlancar aliran
darah, dan pada akhirnya dapat menghindari munculnya varises vagina.
Lakukanlah senam hamil secara rutin dan terprogram sehingga kehamilan bisa
berjalan lebih aman dan nyaman.
4. Hindari menggunakan sepatu hak tinggi pada masa kehamilan
Pada masa kehamilan hindari menggunakan sepatu hak tinggi karena akan
menghambat pembuluh darah di area kaki. Bila ingin menggunakan sepatu hak
tinggi pada kegiatan tertentu di usahakan hak pada sepatu anda tidak lebih dari
5 cm. Hindari pula duduk atau jongkok untuk waktu yang lama, dan mencoba
untuk tidak duduk dengan kaki disilangkan, atau dengan Menggunakan sepatu
yang nyaman. Sepatu yang nyaman (tidak sempit atau terlalu pas di telapak
kaki) membantu menjaga kelancaran peredaran darah sehingga bisa
meminimalkan risiko penyumbatan darah. Selain itu, sepatu yang nyaman

50
penting untuk menjaga keseimbangan tubuh, menghindari sakit dan pegal pada
kaki, serta memudahkan ibu hamil untuk melangkah.
5. Hindari memijat di atas varises
Jangan memijat langsung di atas varises, pijat kuat mungkin menyakitkan, atau
membuat pembuluh darah semakin buruk. dapat diatasi menggunakan air dingin
untuk merengangkan otot otot tanpa melakukan pemijatan atau coba
mengompres kain yang direndam dalam cuka sari apel untuk kaki , dua kali
sehari. Bagi pasien yang mengalami varises semakin parah sebaiknya
berkonsultasi kepada dokter untuk mendapatkan penanganan yang lebih lanjut.
6. Tetap Melakukan Aktivitas Keseharian
Lantaran penyesuaian hormon dan pertambahan berat badan, ibu hamil
mungkin jadi malas beraktivitas, lebih senang tiduran, nonton TV, atau
memantau media sosial. Padahal posisi statis dalam waktu yang lama dapat
mengganggu kelancaran peredaran darah, terutama aliran darah yang kembali
ke jantung. Aliran yang tersendat inilah yang memunculkan varises. Jadi,
beraktivitaslah secara normal dan sehat seperti biasa. Tentu saja dengan tetap
memperhatikan kondisi kehamilan, seperti tidak mengangkat beban terlalu
berat, bergerak terlalu cepat, beraktivitas terlalu letih, dan sebagainya. Dengan
berkativitas normal dan sehat, ibu hamil akan merasa lebih bugar dan sehat.
7. Angkat Kaki Di Atas Bantal
Posisi tubuh tertentu dapat melancarkan aliran darah balik ke jantung. Tidur
dalam posisi terlentang atau miring, misalnya. Letakkan kaki di atas bantal.
Posisi kaki yang lebih tinggi daripada bagian tubuh yang lain akan membantu
melancarkan aliran darah sehingga memperkecil munculnya varises vagina.
Selain itu, posisi tidur sebaiknya tidak dalam satu posisi saja melainkan harus
berganti-ganti. Dengan miring ke kanan, meluruskan kaki, menekuk sedikit
kaki, dan sebagainya.

51
D. Hypothiroid
1. Data Subjektif (S)
1. Identitas Pasien

2. Keluhan Utama

Terdiri atas keluhan :


• Kelemahan,

• rasa cepat lelah,

• keluhan mudah lupa,

• sensitivitas terhadap hawa dingin,

• kenaikan berat badan yang tidak jelas sebabnya,

• konstipasi,

• gangguan menstruasi ,

• atritis,

• penurunan kemampuan bersosialisasi,

• mengantuk,

• kulit kering, kecemasan,

• kelelahan, kram otot, somnolens

Riwayat kesehatan klien dan keluarga


Sejak kapan menderita penyakit tersebut dan apakah ada anggota keluarga
yang menderita penyakit yang sama
Kebiasaan hidup sehari-hari
pola makan, pola tidur, pola aktivitas
2. Data objektif (O)
Pemeriksaan Fisik :
• Bradikardia

52
• Rambut rontok

• Kulit dingin

• Kulit kering

• Kelelahan

• Benjolan pada leher (goiter)

• Wajah bengkak

• Bicara lambat

• Perubahan berat badan

• Suara parau

• Hipotermia

• Lidah membesar

Pemeriksaan Laboratorium :
• Pemeriksaan radioimmunoassay yang memperlihatkan kadar
triiodotorinin (T3) dan tiroksin (T4) yang rendah

• Peningkatan kadar TSH serum

• Kenaikan kadar kolesterol, trigliserida dan alkali fosfatase dalam serum


darah

• Anemia normositik dan normokromik

3. Analisa
Hipotiroidisme pada kehamilan
4. Penatalaksanaan
• Hypotiroidisme pada kehamilan bentuk sintetik t4 diberikan untuk
menggantikan kekurangan hormon

53
• Semua wanita yang ingin hamil harus dipertimbangkan untuk penyaringan
penyakit tiroid

• Semua wanita hamil dengan gondok (goiter) tingkat-tingkat antibodi tiroid


darah yang tinggi, riwayat penyakit tiroid dalam keluarga atau gejala
gejala hypotiroidisme harus diuji

• Terapi dosis rendah pada kehamilan

• Pemberian suplemen selenium

• Konsumsi garam yang beryodium

• Pemeriksaan laboratorium dimonitor melalui Thyroid Stimulating


Hormone (TSH)

• Jika ibu hamil kelelahan : monitor kecukupan nutrisi , istirahat, dan


aktivitas

• Jika ibu hamil konstipasi : monitor tanda dan gejala konstipasi, dukung
intake cairan, anjurkan makanan yang berserat

• Pada saat bersalin seorang ibu dengan diagnosa hipotiroidisme dianjurkan


untuk tidak meneran (persalinan fisiologis / SC)

54
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Penyakit Non Obstetri yang berdampak pada kehamilan ataupun
persalinan adalah diabetes mellitus, jantung, hipertiroidisme dan varises.
Tanda awal yang dapat diketahui bahwa seseorang menderita DM atau
kencing manis yaitu dilihat langsung dari efek peningkatan kadar gula
darah, dimana peningkatan kadar gula dalam darah mencapai nilai 160 - 180
mg/dL dan air seni (urine) penderita kencing manis yang mengandung gula
(glucose), sehingga urine sering dilebung atau dikerubuti semut. Kehamilan
yang disertai diabetes mellitus merupakan kondisi yang berisiko tinggi, oleh
karena itu perlu penanganan dan pendekatan multidisiplin untuk mencapai
hasil akhir yang baik.
Penyakit selanjutnya adalah penyakit jantung, penyakit jantung
adalah berbagai kondisi dimana terjadi penyempitan atau penyumbatan
pembuluh darah yang dapat menyebabkan serangan jantung, nyeri dada
(angina), atau stroke. Yang dapat berdampak buruk terhadap janin
diantaranya abortus yang mungkin berulang, persalinan prematuritas, BBLR
– IUGR, dan IUFD .
Penyakit hipertiroidisme atau hipotiroidisme adalah kelainan
kelebihan dan kekurangan dari hormon tiroid. Hal ini dapat berdampak
buruk pada ibu dan janin, antara lain keguguran, berat badan lahir rendah,
hambatan pertumbuhan dalam kandungan / IUGR, gangguan tiroid pada
janin, kematian janin di dalam kandungan. Dampak pada ibu antara lain
darah tinggi disertai kebocoran protein ginjal, bahkan dapat sampai kejang,
(pre-eklamsia dan eklamsia), gagal jantung, dan kelahiran prematur.
Varises adalah pembengkakan dan pelebaran pembuluh darah vena
yang biasanya terjadi pada bagian kaki akibat penumpukan darah. Orang-
orang yang menderita penyakit ini, pembuluh vena mereka juga dapat
terlihat menonjol keluar berwarna biru atau ungu tua. Varises yang parah
dapat pecah saat kondisi meneran. Semua penyakit di atas dapat berdampak
buruk kepada ibu hamil atau menjelang persalinan.

55
3.2 Saran
Untuk mahasiswa kebidanan diharapkan semakin menambah
wawasan dengan membaca buku, terutama pengetahuan tentang penyakit
selain bidang kebidanan yang dapat berdampak pada ibu hamil atau ibu
bersalin sehingga diharapkan mampu untuk mengambil keputusan dengan
pengetahuan yang ada.
Untuk tenaga kesehatan diharapkan meningkatkan pelayanan
kepada ibu hamil dan ibu bersalin dalam rangka menurunkan angka kematin
ibu dan bayi.

56
DAFTAR PUSTAKA

Alodokter. 2015. Varises Pada Persalinan. (online) ,


(http://www.alodokter.com/varises-pada-persalinan , diakses pada 12
April 2018) .
Bobak, dkk. 2005. Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGC.
Dinkes Provinsi. 2015. “Profil Kesehatan Jawa Timur 2014” 30 April 2018.
http://www.depkes.go.id/15_Jatim_2014.pdf, diakses pada 30 April 2018
Manuaba, dkk. 2010. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC.
Rustam, Mochtar. 1998. Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC.

57

Anda mungkin juga menyukai