Eco Office PDF
Eco Office PDF
During the early part of the 20’s century, the mission of the war effort brought everyone
together; the office was wherever the action was. But lack of privacy, poor equipment,
and slow communication made life difficult. The prosperity of the 50’s and 60’s gave
corporation new courage to build facilities and experiment with different styles of working
and communicating. The ingenuity of the 70’s and 80’s offered much new storage,
lighting and seating variations. Open office styles and landscapes promised better
connections with management and more efficient use of shared equipment. In the 90’s
and in the future, distance learning, PDAs, cell phones, and e-mail link us in ways that
offer access to part-timer worker and a more satisfying work environment. Due to the
global warming issue, the green concept added more in the office value which refers to
the health impact of what we do on office living. The office workplace now is a time as
well as a space……
One architect even said that the year 2010 will be a transitional period from purely
minimalist to minimalist plus green concept.
Responsif terhadap perubahan iklim yang makin ekstrim dan itikad baik kita
bersama untuk menyelamatkan bumi ini bagi generasi kedepan amat sangat diperlukan.
Dimulai pertama kali dengan merubah cara kita dalam hidup yang cenderung untuk lebih
nyaman berbuat sekehendak hati seperti halnya mempergunakan sumber daya alam
yang Tuhan sediakan terbatas namun bukan hanya untuk kebutuhan satu generasi
melainkan untuk sejumlah generasi yang tidak dapat kita prediksi jumlahnya.
Menurut data yang didapatkan dari Departemen Sumber Daya Energi dan
Mineral, menyebutkan bahwa bangunan gedung menyumbang emisi CO2 terbesar
dalam sektor konsumsi energi untuk sumber daya listrik dibandingkan sektor lain, seperti
transportasi dan industri. Terutama bangunan yang berdaya guna komersial seperti
halnya perkantoran, pertokoan, pusat perbelanjaan, hotel dan apartemen.
Ada 5 (lima) prinsip dasar yang dapat dipertimbangkan untuk membentuk desain
sebuah ruang yang baik :
kenyamanan tinggi dari segi visual, akustik, dan termal untuk penghuninya, yang
mendukung efektivitas dan kreatifitas pekerja. Seperti halnya :
Disatu sisi kita hanya disibukkan dengan mendesain tata ruang dalam dari
sebuah bangunan kantor, namun dilain pihak kita diwajibkan pula untuk memikirkan
dampak lingkungan yang terjadi akibat dari kegiatan mendesain tersebut. Bayangkan
jika sebuah kantor karena kebutuhannya memerlukan penggantian interior setiap 5
tahun sekali, berapa banyak sampah yang akan kita hasilkan setelah kurun 20 tahun?
Dalam membahas dan menentukan bagaimana Eco-Office perlu ditinjau dari beberapa
hal antara lain:
Perpustakaan memiliki makna lebih dari yang mereka harapkan dari sebuah
simbol gedung untuk belajar. Ternyata tren yang berkembang lebih dari itu,
Perpustakaan kini melayani fungsi sosial yang penting sebagai tempat
berkumpul/bersosialisasi yang dibentuk khusus untuk menampung kolaborasi dan
mendorong interaksi kegiatan di seluruh aspek, bukan terpaku lagi dengan kegiatan
belajar dan mengajar yang monoton. Sehingga lambat laun, perilaku penggunanya pun
terbentuk mengikuti desain yang terjadi. Dewasa ini pihak universitas senantiasa
mengintegrasikan fasilitas komersial untuk mendukung kegiatan didalam suatu
Sama halnya untuk fasilitas tempat bekerja. Jika kita menginginkan perubahan
dalam tempat kerja kita maka tempat kerja /ruang harus dirancang menjadi eko dalam
segala hal secara komprehensif, jika tidak, kita akan menemukan penghematan di satu
pihak namun menimbulkan dampak pemborosan di lain pihak.
Disini kita dapat membahas akan kebutuhan ruang seperti; berapakah luasan
ruang yang dibutuhkan, siapakah penghuninya (pimpinan atau bawahan),
kegiatan apa sajakah yang akan terjadi didalamnya. Lalu berapa banyak ruang
tersebut akan disediakan, apakah terbuka untuk umum atau tidak, fasilitas apa
saja disekelilingnya yang akan mendukung ruangan tersebut. Setelah kita
mendapatkan informasi tersebut, mulailah dengan letak dan aksesbilitas dari
ruang tersebut sehingga mudah terjangkau dan tidak merupakan territorial dari
suatu bagian.
Kegiatan yang akan berlangsung didalamnya juga menentukan fasilitas apa saja
yang dibutuhkan oleh penghuni dan yang akan disediakan, konsep eko
mengajarkan sebisa mungkin fasilitas yang akan disediakan dapat berbagi atau
disentralisasikan sehingga menghemat penggunaan ruang serta menghemat
pengadaan barang-barang inventaris yang akan digunakan didalamnya.
Dari sini kita akan dapat menghemat ruang yang akan digunakan dan
menghemat pula dalam pengunaan energi, air, dan material sehingga
mengurangi produksi sampah.
Peng-organsasian kegiatan didalam kantor saat ini juga dapat lebih sederhana
sehingga setiap kebutuhan yang berbeda-beda dapat disamakan solusi
penyelesaiannya. Yang tidak dapat disamakan hanya luasan ruang-ruang
tertentu untuk kedudukan yang tertentu pula serta jenis dan jumlah perabot/
furniture yang akan secara khusus juga penyediaannya.
Tentunya dengan kita mengetahui fasilitas dan kebutuhan ruang, kita dapat
mengatur sendiri jenis bahan bangunan yang akan digunakan. Hal tersebut juga
secara tidak langsung dapat memberikan kita pertimbangan yang matang dalam
pemakaian material yang ramah lingkungan, murah namun masih berkualitas
tinggi. Pertanyaannya adalah apakah material ramah lingkungan yang kita
gunakan sudah dapat benar-benar mengurangi pengunaan energi, air, sampah
dan dapat menghasilkan kwalitas udara yang baik di dalam suatu ruang. Kualitas
udara di suatu ruang menjadi sangat penting demi terciptanya tingkat kesehatan
yang tinggi bagi penghuni khususnya dalam bernafas. Material yang digunakan
tidak boleh sampai mempengaruhi atau bahkan mengganggu aktivitas, skala
gerak-gerik postur tubuh dan fungsi normal dari sistem pengindraan kita.
Sebisa mungkin material yang digunakan juga dapat memberikan nilai lebih
secara berkesinambungan seperti halnya mudah untuk di daur ulang, walaupun
mungkin kualitasnya akan sedikit menurun setelah mereka mengalami tahap
pendaur-ulangan. Namun yang terpenting adalah adanya pengurangan jumlah
pemakaian material baru.
Pelaksanaan tersebut dapat bersifat aktif maupun pasif. Contoh aktifnya: dalam
usaha pengurangan energi, kita dapat mengunakan penerangan buatan bola
lampu yang kita pakai sehari-hari dengan yang bola lampu yang hemat energi,
terlebih dapat pula digunakan sensor pengatur yang disesuaikan dengan jenis
kegiatan dan jumlah penghuni. Secara pasif dapat dengan cara lain seperti
meletakan ruang-ruang yang tidak digunakan setiap hari di area tengah,
sehingga ruang yang sering digunakan berada di tepi-tepi bangunan dekat
Contoh lain mengenai isu penghematan energi dapat kita realisasikan dengan
menghemat air melalui penggunaan peralatan dan perlengkapan sanitair yang
hemat penggunaan air seperti penggunaan closet berbasis “water saving 4/3.5
liter saat flushing atau kran yang sekali tekan selama 3 detik otomatis padam
yang dapat digunakan di tempat-tempat pengambian air wudhu sehingga debit
air bekas dapat dikurangi.
Dalam kita mengatur kantor diperlukan ada aturan yang akan mempengaruhi
cara kerja, perilaku kita sehari-hari. Tujuan juga perlu diperjelas sehingga sarana
dan prasarana yang dapat mendukung sudah dapat disiapkan sehingga bukan
hanya sekedar konsep semata menciptakan lingkungan yang hijau di
perkantoran perlu juga diterapkan manajemen yang mengatur dan mengajak
para penggunanya untuk menerapkan konsep hijau itu sendiri diantaranya
melaksanakan konsep 4R seperti : Reduce (pengurangan dalam penggunaan
produk yang terlalu banyak mengkomsumsi energy), Reuse (menggunakan
kembali segala sesuatunya sebelum benar-benar dibuang), Recycle (mendaur
ulang sampah dan limbah yang dihasilkan), dan Refuse (menghindari
penggunaan produk-produk yang tidak ramah lingkungan. Disamping itu perlu
adanya kedisiplinan dalam waktu bekerja sehingga disarankan untuk
mengurangi bekerja diluar waktunya, sehingga konsumsi energi terhadap
peralatan pun tidak berlebihan.
4. PERILAKU
“Default behavior are designed into the space” each person is responsible for
locating the physical space necessary for one on one, team, or group interface.
Perubahan perilaku juga tidak kalah pentingnya karena merubah budaya kita
sehari hari menjadi dalam kehidupan untuk lebih hemat terhadap energi, air,
sampah dan pengunaan material tidak lah mudah. Ada satu kata bijak;
“Environmental elements fostering innovative behavior” (John E Tropman), yang
menerangkan bahwa perubahan sedikit apapun terhadap lingkungan dapat
berpengaruh terhadap perilaku yang terbentuk, ruang yang disediakan bukan
lagi sebagai wadah kegiatan namun sebagai tools untuk kebutuhan eksternal
dan internal ketika mencoba untuk menyeimbangkan kebutuhan klien. informasi
yang tersedia bukan lagi datang kepada kita namun kita yang akan
menjemputnya, segi arsitektur ruang yang tadinya kurang terlihat menjadi lebih
bermakna dan mempunyai identitas yang jelas, informasi yang tadinya hanya
kita simpan sekarang harus kita sebarkan untuk mendapatkan ide, saran dan
timbal balik untuk pengembangannya, social prescription mengalami perubahan
menuju social awareness, perilaku yang cenderung sedentary berubah menjadi
mobile, proses management by controling menjadi facilitated management
Singkat kata, The environment has affected the business in many ways…..with
greater interaction of employees, decisions can be more quickly, which increase
efficiency and effectiveness, these character and the culture they reflect have
helped the company grow become a leader and to be consistently recognized.
Conclusion
In the future, architect and interior designer should expect to need the support of the
other experts, such as psychologist in multigenerational studies, a technology futurist or
an attraction and retention strategies. It is this specialist who will be able to identify and
address barriers to the optimal performance of the organization as it relates to specifics
area of expertise and thus, support the success of the architectural and design firm’s
workplace strategy. An interdisciplinary approach to designing the workplace
environment or even eco-office is important.
So, the green office, it’s not just setting the space....but how you use the space…..
Daftar Pustaka:
“Greenship Guidelines for New Building Version 1.0”, Green Building Council Indonesia,
June 2010
Whiton, Sherril, “Elemets of Interior Design and Decoration”, J.B Lippincott Company,
New York,
1963
GREEN BUILDING COUNCIL INDONESIA
GREEN BUILDING COUNCIL INDONESIA