Revisi Kasus
Revisi Kasus
OLEH:
dr. Ika Andri Mellana
PEMBIMBING:
dr. Debree Septiawan, Sp.KJ., M. Kes
1
HALAMAN PERSETUJUAN
Naskah untuk presentasi kasus non psikotik “Seorang Perempuan Usia 43 tahun
dengan Gangguan Afektif Bipolar Episode Depresi Sedang dengan Gejala
Somatic” ini telah disetujui untuk dipresentasikan pada tanggal …………2019,
pukul…………………….WIB
…………………………. …………………………..
Penguji
1. ………………………… …………………………..
2. ………………………… …………………………..
Sie Ilmiah
………………………… …………………………..
2
I. IDENTITAS PASIEN
a. Nama : Ny R. N
b. Umur : 43 tahun
c. Jenis kelamin : Wanita
d. Agama : Islam
e. Suku : Jawa
f. Pendidikan : D3 Keuangan
g. Pekerjaan : Karyawan Loundry
h. Alamat : : Jebres, Surakarta
i. Status perkawinan : Menikah
j. Tanggal periksa :14 Juni 2019, 11 Juli 2019, 23 Juli 2019, dan 15
Agustus 2019
3
rumah dan bekerja di tempat laundry pasien merasa sangat lelah dan padahal
menurut pasien sebelumnya pasien tidak begitu, tidak mudah lelah meskipun
beraktivitas seharian. Pasien juga mengatakan sering sedih, dan putus asa
dengan masa depannya, bahkan pasien sering memiliki pikiran ingin mati.
Pasien mengeluh tentang beban hidupnya yang berat, tinggal dengan mertua,
mengerjakan semua pekerjaan di rumah, memasak untuk semua anggota
keluarga di rumah, serta bekerja menjadi buruh laundry di dekat rumahnya.
Pasien menjadi pasien di poli jantung RSDM sejak tiga bulan yang
lalu. Setelah dirujuk oleh dr Spesialis Jantung RS Hermina. Dikarenakan ada
keluhan sesak, namun hasil EKG normal, sehingga disarankan echo ke RS
Moewardi. Dan setelah hasil echo normal pasien dirujuk ke bagian Psikiatri
RSDM. Pasien dirawat dua dr spesialis sekaligus, yaitu dr spesialis jantung
dan syaraf. Dokter syaraf menangani keluhan sakit kepala, vertigo, dan sering
lemas pada pasien. Dr spesialis syaraf RS Hermina menemukan penyumbatan
di pembuluh darah kepala pasien, sehingga pasien dirujuk ke bagian Syaraf
dan jantung RSDM untuk dilakukan tindakan. Pasien mendapatkan tindakan
SA tiga bulan yang lalu, namun keluhan sakit kepala dan sesak pasien tidak
ada perubahan membaik justru kadang makin berat. Menurut dr spesialis
syaraf dan jantung semua hasil pemeriksaan pasien adalah normal, sehingga
ini menjadi alasan pasien dirujuk ke bangian jiwa RSDM.
Pasien mulai banyak keluhan di tubuhnya sejak tahun 2016 dimana
pasien awal mulanya sakit vertigo hingga pingsan dan masuk UGD RS
Hermina, menurut dr THT pasien mengalami pembengkakan amandel dan
disarankan operasi. Setelah operasi keluhan pasien justru bertambah di hari
ketiga operasi setelah pulang dari RS pasien mengalami perdarahan dan
memerlukan transfusi darah.Namun keluhan vertigo yang pasien keluhkan
masih tetap sering muncul. Vertigo yang pasien rasakan seperti rasa berputar
diikuti nyeri di kepala dan mual yang dirasa pasien muncul di saat kelelahan
baik fisik maupun pikiran dan terutama saat malam hari. Sehingga pasien
dirujuk ke dr spesialis syaraf di RS Brayat dan dilakukan pemeriksaan EEG,
4
CT Scan serta MRI. Dari hasil pemeriksaan pasien dinyatakan mengalami
penyumbatan di kepalanamun hasil pemeriksaan tidak diserahkan kepada
pasien. Dokter syaraf memberikan obat beberapa bulan namun tidak ada
perubahan,.dan disarankan untuk dilakukan tindakan SA di RS Dr Moewardi.
Pada tahun 2017 bulan April pasien dirujuk ke dr spesialis syaraf
dan dr spesialis jantung Di RS Dr Moewardi dan pasien mendapatkan
tindakan SA, setelah tindakan pasien justru merasakan sesak di dada padahal
hasil pemeriksaan Echocardiografi pasien normal. Pasien mengalami sesak
nafas seperti ada yang menimpa di dada, sakit kepala dan terbangun dari tidur
saat dini hari sehingga diberikan obat oleh dr spesialis syaraf namun menurut
pasien keluhan sesak masih sering muncul, dan tidur masih terganggu.
Seringkali ada pikiran ingin mati pada diri pasien, menurutnya mungkin
dengan begitu suami akan menyadari perannya yang besar dalam keluarga
mereka. Sekitar 3 bulan sebelum keluhan ini pasien mengatakan pernah
seperti tidak merasakan lelah, pasien bekerja di laundry hingga malam hari
dan kembali beraktivitas di rumah setelahnya. Tidur dirasakan pasien seperti
tidak tidur karena sekitar dini hari pasien sudah kembali beraktivitas.
Pasien merupakan anak bungsu dari keluarga berada setelah
menikah tahun 2002 harus mengalami tekanan akibat sikap dan sifat suami
yang semaunya, tidak bekerja dan hidup di dunia malam. Kebutuhan
hidupnya bergantung pada orangtuanya yaitu ibu pasien dikarenakan ayah
pasien telah meninggal pada tahun 1996. Saat ayahnya meninggal dirinya
sangat kehilangan selama hampir satu bulan hanya di rumah dan sering di
dalam kamar, makan diakui sangat malas, dan tidur saat itu susah.Namun
setelah melihat ibunya dan dinasehati oleh ibunya pasien kembali lagi ceria
seperti biasa. Pasien kuliah seperti biasa, dan bahkan memiliki kekasih saat
tingkat akhir kuliahnya. Namun putus hanya selang beberapa bulan dan saat
putus pasien merasa sangat sedih hingga melakukan percobaan bunuh diri di
warung dekat kampusnya dengan meminum beberapa butir obat yang dijual
di warung tersebut, namun teman pasien melihat dan menggagalkannya
5
dengan cara memberikan susu beruang hingga dirinya muntah dan
mengeluarkan obat yang sudah ditelan. Sejak saat itu dirinya bertekad untuk
tidak berpacaran lagi dan berusaha menyelesaikan kuliahnya dengan
membantu ibu mengurus usaha fitness. Pasien banyak berteman dengan laki-
laki pelangan fitness center miliknya. Dan berkenalan dengan suaminya di
tempat fitnessnya. Menurutnya ada beberapa sikap suami yang sejak awal
tidak baik, tetapi dirinya yakin suatu saat akan berubah baik dan memutuskan
menikah pada tahun 2002.
Pasien diberi kewenangan mengurus usaha fitness keluarganya
setelah menikah. Mereka tinggal di rumah orangtua pasien. Pada tahun 2003
pasien memiliki anak dan diakui pasien sejak itu sikap suami mulai membaik
dan mulai bekerja sebagai security kontrak. Pada tahun 2011 pasien memiliki
anak ketiga. Namun pada tahun 2012 suami pasien meminta pasien dan anak-
anaknya pindah ke rumah orangtua suami pasien. Sejak pindah usaha fitness
pasien tutup dan pasien mengerjakan semua pekerjaan rumah dan memasak
untuk seluruh anggota keluarga. Pasien harus membuat semua yang diberikan
suaminya cukup untuk semua kebutuhan meskipun diakui pasien hal itu berat.
Sehingga sejak 2012 pasien mulai bekerja menjadi karyawan laundry di dekat
tempat tinggalnya. Setiap hari pasein mulai bekerja pukul 07.00 hingga pukul
17.00. Bahkan saat harus lembur pasien pulang malam. Pasien mengerjakan
pekerjaan rumahnya sebelum berangkat kerja. Dan setelah pulang kerja
pasien juga mengerjakan pekerjaan rumah kembali.
Pasien lahir di keluarga yang berkecukupan keluarga pasien
memiliki usaha fitness dan pasien hanya memiliki satu kakak perempuan.
Ayah pasien merupakan pribadi yang keras, disiplin, tegas dan menuntut
anak-anaknya untuk mandiri, namun bertanggung jawab. Pasien merasa
dirinya tidak sebebas teman-temannya. Karena ayahnya memberi aturan
untuk tidak boleh melakukan kegiatan di luar rumah di atas jam 9 malam.
Saat usia SMA pasien pernah pulang ke rumah jam 10 malam karena
mengerjakan persiapan acara sekolah dan saat akan pulang ban motor pasien
6
bocor. Hal itu membuat ayah pasien marah hingga membuang kunci motor
pasien dan membakar helm pasien. Pasien hanya menangis dan diam kepada
ayahnya. Namun ayahnya tidak mau tahu dan sejak itu pasien tidak
diperbolehkan membawa motor. Teman di sekolah dan rumahnya banyak tapi
dirinya menekankan berteman jangan hanya karena orangtuanya.
c. Riwayat Gangguan Sebelumnya
1) Gangguan psikiatrik (-)
2) Riwayat kejang umum (-)
3) Riwayat trauma kepala (+) : Saat SD pasien menyatakan pernah
mengalami kecelakaan mobil dan mengalami luka di kepala hingga tidak
sadar namun pasien tidak dirawat di RS
4) Riwayat DM (-)
5) Riwayat penyakit organik yang berat (-)
6) Riwayat penggunaan alkohol dan zat psikoaktif lainnya : disangkal
7
4. Pra sekolah dan masa Kanak awal (3-6 tahun).
Perkembangan pasien seperti anak pada umumnya. Pasien mulai sekolah TK
dan diantar jemput oleh ibu pasien. Pasien memiliki banyak teman, dan
tergolong anak yang ceria. Ayah pasien memberikan jam terbatas untuk main.
5. Periode Usia Sekolah (usia 6-12 tahun)
Pasien masuk SD dan pasien tidak pernah tinggal kelas. Prestasi pasien biasa-
biasa saja. Pasien lebih dekat ke ibunya, namun menurut pasien ayahnya adalah
sosok idola meskipun ayahnya pribadi yang keras dan disiplin. Pasien
merupakan pribadi yang ceria dan banyak teman. Saat usia 9 tahun pasien
pernah mengalami hal tidak masuk akal. Menurut pasien saat itu pasien diajak
ayah dan paman pasien ke luar kota. Saat di perjalanan ada seseorang yang
seperti ingin menumpang mobil memakai baju putih dan menurut pasien semua
yang ada di mobil melihat tersebut, seketika mobil mereka berhenti macet tidak
dapat berjalan. Menurut suami pasien beberpa kali pasien dapat melihat hal hal
ghaib.
6. Periode remaja (usia 12-18 tahun)
Setelah tamat SD pasien melanjutkan SMP. Pasien tidak pernah tinggal kelas
sdan prestasi pasien biasa-biasa saja. Pasien lalu melanjutkan sekolah SLTA di
Solo.Pasien mengalami kejadian yang hingga saat ini pasien tidak dapat
melupakan, saat pulang terlambat dengan temannya karena menjadi panitia
penyebar undangan perpisahan. Saat itu menurut pasien pulang sekitar pukul
10, sementara batas maksimal jam pulang malam dari ayah pasien adalah pukul
9. Saat sampai di depan gerbang rumah pasien, ayah pasien mencabut kunci
motor pasien dan melemparkan ke teras, serta membakar helm pasien. Pasien
merasa kesal namun tetap hormat ke ayahnya. Pasien mengalami sakit tipes dan
gejala hepatitis sebelum kelulusan SMA dan melanjutkan kuliah D3 keuangan
di universitas swasta Solo. Ayah pasien meninggal saat pasien kuliah semester
awal dan hal ini membuat pasien sedih, hingga hanya di rumah di kamar malas
makan selama satu bulan, dan kehilangan semangat hidup. Namun pasien
kembali biasa setelah ibunya menasehatinya.
8
7. Masa Dewasa
a. Riwayat pekerjaan
Pasien bekerja di Fitness milik keluarganya setelah lulus dari kuliah pada
tahun 1998 hingga 2012 lalu pasien bekerja sebagai karyawan laundry
hingga saat ini.
b. Riwayat Pendidikan Terakhir
Pasien lulus D3 Keuangan pada tahun 1998. Pasien memiliki cita-cita
menjadi pegawai bank atau kantor sehingga memilih jurusan tersebut.
c. Riwayat perkawinan
Pasien menikah dengan pilihannya sendiri melalui proses pendekatan
walaupun sempat terputus. Dari hasil pernikahan pasien memiliki dua orang
anak perempuan dan satu laki-laki dan semuanya sudah sekolah, SD, SMP
dan SLTA. Selama menikah keluarga pasien sering memiliki masalah.
Dalam mendidik anak pasien termasuk yang keras terhadap anak-anaknya.
Bila ada masalah sering anak - anak pasien medapat imbas kemarahan
pasien.
d. Riwayat pendidikan
Pasien bersekolah sejak SD hingga kuliah D3 Keuangan di Solo
e. Riwayat psikoseksual
Pasien mengaku pernah mencoba bunuh diri saat kuliah semester akhir
karena ditinggal menikah oleh pacarnya. Pasien meminum obat di warung
namun teman pasien mengetahuinya dan memberikan pasien susu beruang
hingga pasien muntah dan obat keluar. Pasien mengaku sejak itu bertekad
untuk tidak berpacaran lagi. Namun saat sering bertemu suaminya di tempat
fitness pasien kembali jatuh cinta dan berpacaran. Pasien sempat putus dari
suaminya karena kebiasaan buruk suaminya, namun tiba-tiba suami pasien
melamar pasien ke ibu pasien dan akhirnya pasien memutuskan menikah.
f. Riwayat Kemiliteran
Belum pernah menjalani pendidikan kemiliteran.
9
g. Riwayat Agama
Pasien beragama Katholik,namun sejak SLTA pasien memutuskan untuk
menjadi seorang muslim seperti ibunya. Pasien selalu berusaha menjadi
muslim yang taat. Ayah pasien merupakan seorang kristiani. Menurut pasien
dalam keluarganya terdapat keragaman agama. Dimana ayah pasien seorang
Kristen, ibu pasien muslim, kakak dan pasien sendiri beragama katolik.
Namun mereka tetap rukun.
h. Aktivitas sosial
Pasien mengaku memiliki banyak teman sejak sekolah. Pasien termasuk
orang yang ceria, dan mudah bergaul. Namun pasien selalu menekankan
kepada teman-temannya untuk tidak berteman dengan dirinya hanya karena
orangtua pasien yang berkecukupan. Setelah menikah pasien sering
mengikuti kegiatan yang dilakukan di lingkungannya. Namun sejak tiga
bulan ini pasien jarang kumpul dengan tetangganya. Pasien sering mengikuti
sholat berjamaah di masjid dekat tempat tinggalnya bila tidak lembur kerja.
i. Riwayat hukum
Tidak pernah berurusan dengan polisi karena pelanggaran hukum.
j. Situasi hidup sekarang
Pada saat ini pasien tinggal bersama suami, anak-anak pasien, mertua
pasien, keponakan serta istri dan anak keponakan suami pasien dalam satu
rumah.
k. Persepsi dan harapan pasien dan keluarga
Keluarga pasien berpendapat kalau sakitnya pasien bisa sembuh seperti
sebelumnya dengan berobat teratur pasien diharapkan dapat beraktivitas dan
bekerja seperti sebelum sakit.
Pasien menyadari semua sakitnya dikarenakan masalah yang terjadi di
hidupnya keluarganya. Namun pasien juga mempercayai bagian syaraf dan
kekebalan tubuhnya tidak normal.
10
8. Riwayat keluarga
Pasien adalah anak ke 2 dari 2 bersaudara. Pasien memiliki dua orang anak
perempuan dan satu laki-laki, yang saat ini tinggal dengan keluarga mertua
pasien.
Keterangan gambar :
: tanda gambar untuk jenis kelamin laki-laki
: tanda gambar untuk jenis kelamin perempuan
: tanda gambar yang menunjukkan pasien
: tanda gambar yang menunjukkan tinggal serumah
: perceraian
: Meninggal
11
IV. EVALUASI KELUARGA
A. Susunan Keluarga
Pasien adalah seorang wanita, dengan tiga orang anak dan sudah bersekolah.
Keadaan Sosial Ekonomi Sekarang
Kondisi ekonomi pasien dan keluarga termasuk keluarga yang biasa.
Penghasilan pasien berasal dari hasil kerja laundry hariannya dan sebagian hasil
gaji suami.
B. Fungsi Subsistem
1. Subsistem suami – istri
Pasien mengaku sering berselisih dengan suaminya. Hubungan dengan
suami kurang baik. Penghasilan pasien lebih mengandalkan gaji harian
loundrynya.
2. Subsistem Orang tua – anak
Pasien mempunyai dua anak perempuan dan satu anak laki-laki. Pasien
mengaku dekat dengan ketiga anaknya. Hubungan orang tua dengan anak
tidak ada masalah.
12
D. Mood dan afek :
1. Mood : sedih 3. Kesesuaian : appropriate
2. Afek : depresif 4. Empati :dapat dirabarasakan
E. Proses Pikir :
1. Bentukpikiran : realistik
2. Isi pikiran : preokupasi tentang sakitnya.
3. Progresi pikiran : koheren
F. Persepsi
1. Halusinasi : (-) 3. Ilusi : (-)
2. Depersonalisasi : (-) 4. Derealisasi : (-)
G. KesadarandanKognisi :
1. Orientasi : Waktu : baik Tempat : baik
Orang : baik Situasi : baik
2. Daya ingat: Jangka panjang, jangka menengah dan jangka pendek : baik
3. Konsentrasi dan perhatian: baik
4. Kemampuan visuospasial:baik
5. Pikiran abstrak: baik
6. Intelegensia dan kemampuan informasi: baik
7. Kemampuan menolong diri sendiri : baik
H. Daya Nilai dan Tilikan :
1. Daya nilai sosial : baik
2. Uji daya nilai : baik
3. Penilaian Realita : baik.
4. Tilikan diri : derajat IV
I. Pengendalian impuls : baik
J. Taraf dapat dipercaya : Secara keseluruhan informasi di atas dapat
dipercaya.
13
VI. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK LEBIH LANJUT
A. Status Internus :
Tekanan darah 120/80 mmHg. Frekuensi nadi 90 X/menit, regular;laju
respirasi = 20 x/ menit; suhu: 36.5°C, conjungtiva tidak pucat, sklera
tidak ikterik. Pemeriksaan leher, jantung, paru, abdomen : dalam batas
normal.
B. Status Neurologikus :
Gejala rangsang selaput otak tidak ada, pupil isokor, refleks cahaya +/+,
N. Cranialis baik, fungsi sensorik dan motorik di ekstremitas inferior
sinistra berkurang, refleks fisiologis: normal, refleks patologis : tidak
ada.
C. Echocardiografi dalam batas normal
D. EEG dalam batas normal
14
pasien kembali sedih namun diakui pasien tidak seperti saat kehilangan
ayahnya. Pemeriksaan status mental Wanita, 43 tahun tampak sesuai dengan
usia, perawatan diri baik, kooperatif. Mood sedih afek depresif. Proses pikir
bentuk realistik isi preokupasi penyakitnya arus koheren. Gangguan persepsi (-
). Insight derajat IV.
15
mengatakan sering sedih, dan putus asa dengan masa depannya, bahkan pasien
sering memiliki pikiran ingin mati.
Pasien merasakan sakit kepala hilang timbul,rasa sesak di dada seperti
ada beban berat menimpa, gangguan tidur, keluhan cepat lelah, keinginan cepat
mati, dan keyakinan yang menetap mengenai sakit kepalanya dikarenakan
beban pikirannya, karena sudah dilakukan pemeriksaan berulang tidak
menunjang adanya penyakit yang serius. Pasien mau menerima nasehat atau
dukungan penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak ditemukan penyakit
atau abnormalitas fisik yang melandasi keluhan-keluhannya hanya system
kekebalan tubuhnya yang bermasalah. Pasien memiliki banyak teman saat
sekolah, termasuk anak yang ceria, namun saat ayah pasien meninggal dirinya
selama sebulan tidak mau keluar rumah, banyak menangis dan malas makan,
kehilangan semangat dan harapan hidup. Namun setelahnya bisa kembali ceria.
Pasien juga pernah mencoba bunuh diri saat diputuskan kekasihnya. Namun
setelah beberapa bulan pasien kembali menjalin hubungan dengan suaminya.
Dan berteman dengan kebanyakan laki-laki karena bertugas menjaga usaha
fitness center keluarganya. Sikap dan sifat suami jauh dari harapannya yang
mengharapkan suaminya bisa seperti almarhum ayahnya. Dan tiga bulan
sebelum ke bagian psikiatri RSDM pasien mengatakan seperti tidak butuh
istirahat dirinya bekerja di laundry hingga malam dan kembali menyelesaikan
tugas rumah setelahnya. Menurut PPDGJ III memenuhi kriteria diagnosis
untuk Gangguan Affektif Bipolar epidsode kini depresi sedang dengan
gejala somatic (F32.11) dengan diagnosis banding Hipokondrik (F45.2), dan
Gangguan Somatisasi (F45.0).
Berdasarkan riwayat premorbid, hubungan interpersonal, minat,
emosional dan penggunaan waktu luang, pada pasien ini didapatkan riwayat
premorbid pasien mempunyaisifat melakukan pekerjaan sehari-hari selalu
berusaha mengerjakan dengan teliti, teratur, tepat waktu, harus rapi, serasi dan
baik. Dapat disimpulkan pada aksis II didapatkan ciri kepribadian
16
anankastik Pada pemeriksaan saat ini dari hasil pemeriksaan didapatkan
keluhan sakit kepala berputar sehingga pada Aksis III Vertigo
Pada pasien ini didapatkan adanya masalah dengan suami dan keluarga suami
serta preokupasi terhadap sakitnya Aksis IV Masalah psikososial dengan
keluarga dan masalah penyakitnya
Aksis V: skala GAF saat ini : 70–61 (gejala ringan dan menetap,
disabilitas ringan dalam fungsi, secara umum masih baik). Adapun skala GAF
HLPY :90–81 (gejala minimal, berfungsi baik, cukup puas, tidak lebih dari
maslah harian yang biasa).
17
masalah yang besar. Hal ini menimbulkan kecemasan pasien yang secara tidak
sadar melakukan mekanisme pembelaan ego dengan menekan perasaan yang
mencemaskan atau menyedihkan dengan menekan perasaan tersebut keluar
dari alam sadar ke alam tak sadar (represi).
Walaupun keluhan yang dialami oleh pasien sudah diperiksakan ke
berbagai dokter hasilnya tidak ditemukan penyakit yang mengkhwatirkan,
pasien tetap merasa sering sakit kepala dan sesak seperti ada beban berat di
dadanya tiba-tiba.
X. DIAGNOSIS MULTIAKSIAL
Aksis I :Gangguan Affektif Bipolar epidsode kini depresi sedang dengan
gejala somatic (F32.11)
Diagnosa Banding :
F 45.2 Gangguan Hipokondrik
F 45.0 Gangguan Somatisasi
Aksis II :Ciri kepribadian anankastik
Aksis III :Vertigo
Aksis IV :Preokupasi sakitnya dan masalah dengan keluarga
Aksis V : GAF sekarang : 70–61
GAF HLPY :90–81
18
XIII. PROGNOSIS
Hal-hal yang mendukung:
1. Berobat ke institusi yang tepat.
2. Tidak ada riwayat keluarga yang menderita gangguan jiwa.
3. Faktor pencetus yang jelas.
4. Tidak didapatkan riwayat trauma.
5. Tidak didapatkan riwayat pemakaian zat.
6. Tidak terdapat gejala psikotik.
Hal-hal yang kurang mendukung :
Keyakinan pasien tentang sakitnya
Qua ad vitam : bonam
Qua ad sanasionam : dubia ad bonam
Qua ad fungsionam : bonam
19
XII. DISKUSI
HIPOKONDRIASIS
Kriteria hipokondria menurut PPDGJ III, kedua hal tersebut di bawah ini harus ada
yaitu :
A. Keyakinan yang menetap perihal adanya sekurang-kurangnya satu penyakit
fisik yang serius yang melandasi keluhan atau keluhan-keluhannya, meskipun
pemeriksaan yang berulang tidak menunjang adanya alasan fisik yang
memadai, atau pun adanyapreokupasi yang menetap terhadap adanya
deformitas atau perubahan bentuk/penampilan.
B. Penolakan yang menetap atau tidak mau menerima nasihat atau dukungan
penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak ditemukan penyakit atau
abnormalitas fisik yang melandasi keluhan-keluhannya.5
Diagnosa banding
Hipokondriasis dibedakan dengan gangguan somatisasi yaitu bahwa
hipokondria menekankan rasa takut memiliki suatu penyakit dan gangguan
somatisasi menekankan kekwatiran mengenai banyak gejala. Pembedaan yang
samar adalah bahwa pasien dengan hipokondria biasanya mengeluhkan lebih
sedikit gangguan somatisasi. Gangguan somatisasi biasanya awitan umur 30 tahun,
21
sedangkan hipokondria memiliki awitan umur yang kurang spesifik. Pasien yang
somatisasi lebih banyak kelamin perempuan dibandingkan laki-laki, sedangkan
hipokondriasis rata untuk distribusi.
Hipokondria juga harus dibedakan dengan gangguan somatoform yang lain.
Gangguan konversi bersifat akut dan umumnya singkat serta biasanya melibatkan
suatu gejala, bukannya suatu penyakit tertentu. Ada atau tidaknya belle indeference
adalah ciri yang tidak meyakinkan untuk membedakan kedua keadaan tersebut.
Gangguan nyeri bersifat kronis, seperti pada hipokondria, tetapi gejalanya terbatas
pada keluhan nyeri. Pasien dengan gangguan dismorfik tubuh berharap untuk
tamapak normal tetapi yakin bahwa orang lain melihat mereka tidak demikian,
sedangkan pasien dengan hipokondria mencari perhatian untuk dukungan penyakit
mereka.1
Terapi
Pasien hipokondriasis biasanya menolak terapi psikiatri. Beberapa bersedia
menerima terapi psikiatri apabila dilakukan setting medis dengan fokus
menghadapi penyakit kronis. Psikoterapi kelompok bermanfaat bagi pasien
hipokondria karena memberikan dukungan sosial dan interaksi sosial sehingga
menurunkan kecemasan. Bentuk psikoterapi individual berorientasi tilikan, terapi
individual, terapi kognitif dan hipnosis.2
Pemeriksaan fisik terjadwal juga dapat menenangkan pasien, bahwa
dokternya tidak akan meninggalkannya dan ditangani dengan serius. Namun
pemeriksaan invasif hanya bila ada bukti objektif untuk dilakukan tindakan
tersebut.2
Farmakoterapi diberikan pada pasien hipokondria yang komorbiditas
dengan gangguan lain seperti gangguan cemas dan depresi atau hipokondria
merupakan kondisi sekunder terhadap gangguan mental primer lainnya. Apabila
merupakan reaksi situasional sesaat, maka pasien harus dibantu untuk mengatasi
stress tanpa memperkuat perilaku sakitnya dan pemanfaatan peran sakitnya sebagai
solusi terhadap masalahnya.2
22
DAFTAR PUSTAKA
Kaplan, H.I dan Saddock B.J Comprehensive Textbook of Psychiatry Vol.2 6th
edition. USA: William and Wilikins Baltimore
Kusumawardhani AAAA, et al. Buku ajar Psikiatri. Jakarta: FKUI. 2010. Hal
265-8, 275-80
Maramis, W.F 2005. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa cetakan kesembilan.
Airlangga University Press: Surabaya
Perdamean E. 2007. Simposium Sehari Kesehatan Jiwa Dalam Rangka
Menyambut Hari Kesehatan Jiwa Sedunia: Ganggua Somatoform. Ikatan
Dokter Indonesia Cabang Jakarta Barat.
Departemen Kesehatan RI Direktorat Jendral Pelayanan Medik. 1993.
Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguang Jiwa di Indonesia III
23
*Lampiran 1 dari PRESENTASI KASUS NON PSIKOTIK 1
KRONOLOGIS GANGGUAN
24
*Lampiran 2. PRESENTASI KASUS NON PSIKOTIK 1
FOLLOW UP
25
Tanggal Subjective Objective Assesment Planning
23 Juli 2019 Pasien CM, mood Epidsode kini Amitryptilin
keluhan jauh eutimik afek depresi 1x25 mg
berkurang, normoafek sedang (pagi)
pasien mulai proses pikir dengan gejala
merasa tidak bentuk somatic
mudah lelah realistik isi (F32.11)
preokupasi DD/
penyakitnya Hipokondrik
arus koheren (F45.2)
Gangguan
Somatisasi
(F45.0).
12 Juli 2019 Keluhan sakit CM, mood Epidsode kini
kepala jarang eutimik afek depresi Amitryptilin
dan tidur normoafek sedang 1x25 mg
mulai enak proses pikir dengan gejala (pagi)
bentuk somatic
realistik isi (F32.11)
preokupasi DD/
penyakitnya Hipokondrik
arus koheren (F45.2)
Gangguan
Somatisasi
(F45.0).
26
*Lampiran 3. PRESENTASI KASUS NON PSIKOTIK 1
Panduan Evidence Based Medicine
27