Anda di halaman 1dari 17

KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA LANSIA

DOSEN PENGAMPU :
DANIA RELINA SITOMPUL,

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 4


ANDREAS ANGGA FAMFILIO (113063C118002)
GERRY ANTONI (113063C118010)
PHILEMON (113063C118032)
ROBI ANGGARA (113063C118038)
TRI SUSANTO (113063C118040)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SUAKA INSAN BANAJARMASIN
2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang maha esa yang telah
memberikan rahmat serta karunianya sehingga kami dapat menyusun makalah ini
dengan baik. Selain sebagai mata kuliah wajib, diharapkan isi dari makalah ini
dapat bertujuan untuk menanbah wawasan dan memberi informasi tentang
komunikasi kepada klien lansia.
Makalah ini akan menguraikan secara umum mengenai komunikasi
terhadap klien lansia.
Pada kesempatan ini kami juga ingin mengucapkan terima kasih atas
bimbingan dan bantuan yang telah diberikan oleh semua pihak baik secara
langsung maupun tidak langsung selama penyusunan makalah ini, sehingga
makalah ini dapat diselesaikan dengan baik.
Terlepas dari hal tersebut , kami sadar sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh
karenanya kami dengan lapanag dada menerima segala saran dan kritik dari
pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang komunikasi pada
klien lansia ini bisa memberikan manfaat maupun inspirasi untuk pembaca.

Banjarmasin, 16
maret 2019

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar
Daftar Isi

BAB I : PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang .......................................................................


1.2 Rumusan Masalah ..................................................................
1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................
BAB II : LANDASAN TEORI

2.1 Komunikasi Dengan Lansia ...................................................


2.2 Karakteristik Lansia
2.3 Pendekatan Keperawatan Lansia
2.4 Teknik Komunikasi Pada Lansia
2.5 Hambatan Komunikasi Pada Lansia
2.6 Teknik Perawatan Lansia
2.7 Penerapan Model Komunikasi Pada Lansia

BAB III : PEMBAHASAN

3.1 Komunikasi Teraupetik Pada Lansia


..................................12

BAB IV : PENUTUP

4.1 Kesimpulan……………13
4.2 Saran………………………………...................................13
4.3 Daftar Pustaka……………………....................................13

3
4
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Komunikasi merupakan alat yang efektif untuk mempengaruhi tingkah laku
manusia, sehingga komunikasi perlu dikembangkan dan dipelihara terus-
menerus. Dalam berkomunikasi dengan klien, perawat harus menggunakan
tehknik pendekatan khusus agar tercapai pengertian dan perubahan prilaku klien.
Kondisi lansia yang telah mengalami penurunan dalam struktur anatomis
maupun fungsi dari organ tubuhnya menuntut pemahaman dan kesadaran
tersendiri bagi tenaga kesehatan selama memberikan pelayanan kesehatan.
Perubahan yang terjadi baik secara fisik, psikis/emosi, interaksi social maupun
spiritual dari lansia membutuhkan pendekatan dan tehnik tersendiri. Untuk
interaksi dalam berkomunikasi dengan lansia secara baik, perawat perlu
memahami tentang karakteristik lansia, penggunaan tehnik komunikasi yang
tepat, dan model-model komunikasi yang memungkinkan dapat diterapkan sesuai
dengan kondisi klien.
B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, masalah yang dapat kami kaji dalam
makalah ini diantaranya:
1. Bagaimana karakteristik lansia?
2. Bagaimana pendekatan keperawatan lansia dalam konteks komunikasi?
3. Bagaimana teknik komunikasi pada lansia?
4. Apa hambatan komunikasi pada lansia?
5. Bagaimana teknik perawatan lansia pada reaksi penolakan?
6. Bagaimana penerapan model komunikasi pada lansia?
C. Tujuan
Dalam pembuatan tugas ini, adapun tujuan yang hendak dicapai
penulis yaitu:
1. Untuk mengetahui karakteristik lansia
2. Untuk mengetahui pendekatan keperawatan lansia dalam konteks
komunikasi
3. Untuk mengetahui teknik komunikasi pada lansia
5
4. Untuk mengetahui hambatan komunikasi pada lansia
5. Untuk mengetahui teknik perawatan lansia pada reaksi penolakan
6. Untuk mengetahui penerapan model komunikasi pada lansia
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Komunikasi dengan Lansia
1. Karakteristik Lansia
Berdasarkan usianya, organisasi kesehatan dunia (WHO) mengelompokan
usia lanjut menjadi empat macam, meliputi:
a. Usia pertengahan (middle age), kelompok usia 45 sampai 59 tahun.
b. Usia lanjut (elderly), kelompok usia antara 60 sampai 70 tahun.
c. Usia lanjut usai (old), kelompok usia antara 75 sampai 90 tahun.
d. Usia tua (veryold), kelompok usia diatas 90 tahun
Meskipun batasan usia sangat beragam untuk menggolongkan lansia
namun perubahan-perubahan akibat dari usia tersebut telah dapat
diindentifikasi, misalnya perubahan pada aspek fisik berupa perubahan
neurologis & sensorik, perubahan visual, perubahan pendengaran.
Perubahan-perubahan tersebut dapat menghambat proses penerimaan &
interpretasi terhadap maksud komunikasi. Perubahan ini juga menyebabkan
klien lansia mengalami kesulitan dalam berkomunikasi. Belum lagi
perubahan kognitif yang berpengaruh pada tingkat intelegensia, kemampuan
belajar, daya memori dan motivasi klien.
Perubahan emosi yang sering nampak adalah berupa reaksi penolakan
terhadap kondisi yang terjadi. Gejala-gejala penolakan tersebut misalnya:
a. Tidak percaya terhadap diagnosa, gejala, perkembangan serta keterangan
yang diberikan petugas kesehatan
b. Mengubah keterangan sedemikian rupa, sehingga diterima keliru
c. Menolak membicarakan perawatannya di rumah sakit
d. Menolak ikutserta dalam perawatan dirinya secara umum, khususnya
tindakan yang langsung mengikutsertakan dirinya
e. Menolak nasehat-nasehat misalnya, istirahat baring, berganti posisi tidur,
terutama bila nasehat tersebut demi kenyamanan klien

6
2. Pendekatan Keperawatan Lansia dalam Konteks Komunikasi
a. Pendekatan fisik
Mencari informasi tentang kesehatan obyektif, kebutuhan, kejadian
yang dialami, perubahan fisik organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bisa
dicapai dan dikembangkan serta penyakit yang dapat dicegah
progresifitasnya. Pendekatan ini relatif lebih mudah dilaksansakan dan
dicarikan solusinya karena riil dan mudah diobservasi.
b. Pendekatan psikologis
Karena pendekatan ini sifatnya abstrak dan mengarah pada perubahan
perilaku, maka umumnya membutuhkan waktu yang lebih lama. Untuk
meaksanakan pendekatan ini, perawat berperan sebagai konselor, advokat,
supporter, interpreter terhadap sesuatu yang asing atau sebagai penampung
masalah-masalah rahasia yang pribadi dan sebagai sahabat yang akrab bagi
klien.
c. Pendekatan sosial
Pendekatan ini dilaksanakan untuk meningkatkan ketrampilan
berinteraksi dengan lingkungan. Mengadakan diskusi, tukar pikiran,
bercerita, bermain atau mengadakan kegiatan-kegiatan kelompok merupakan
implementasi dari pendekatan ini agar klien dapat berinteraksi dengan
sesama lansia maupun dengan petugas kesehatan.
d. Pendekatan spiritual
Perawat harus bisa memberikan kepuasan batin dalam hubungannya
dengan Tuhan atau agama yang dianutnya terutama bila klien dalam keadaan
sakit atau mendekati kematian. Pendekatan spiritual ini cukup efektif
terutama bagi klien yang mempunyai kesadaran yang tinggi dan latar
belakang keagamaan yang baik.
3. Tehnik Komunikasi pada Lansia
a. Teknik asertif
Asertif adalah sikap yang dapat menerima, memahami pasangan
bicara dengan menunjukan sikap peduli, sabar untuk mendengarkan dan
memperhatikan ketika pasangan bicara agar maksud komunikasi atau
pembicaraan dapat dimengerti, asertif merupakan pelaksanaan dan etika
7
berkomunikasi. Sikap ini akan sangat membantu petugas kesehatan untuk
menjaga hubungan yang terapeutik dengan klien lansia.
b. Responsif
Reaksi petugas kesehatan terhadap fenomena yang terjadi pada klien
merupakan bentuk perhatian petugas kepada klien. Ketika perawat
mengetahui adanya perubahan sikap atau kebiasaan klien sekecil apapun
hendaknya segera menanyakan atau klarifikasi tentang perubahan tersebut,
misalnya dengan mengajukan pertanyaan, “apa yang sedang bapak/ibu
fikirkan saat ini? Apa yang bisa saya bantu?”. Berespon berarti bersikap
aktif, tidak menunggu permintaan bantuan dari klien. Sikap aktif dari petugas
kesehatan ini akan menciptakan perasaan tenang bagi klien.
c. Fokus
Sikap ini merupakan upaya perawat untuk tetap konsisten terhadap
materi komunikasi yang diinginkan. Ketika klien mengungkapkan
pertanyaan-pertanyaan di luar materi yang diinginkan. Ketika klien
mengungkapkan pernyataan-pernyataan di luar materi yang diinginkan, maka
perawat hendaknya mengarahkan maksud pembicaraan. Upaya ini perlu
diperhatikan karena umumnya klien lansia senang menceritakan hal-hal yang
mungkin tidak relevan untuk kepentingan petugas kesehatan.
d. Supportif
Perubahan yang terjadi pada lansia, baik pada aspek fisik maupun
psikis secara bertahap menyebabkan emosi klien relative menjadi labil.
Perubahan ini perlu disikapi dengan menjaga kestabilan emosi klien lansia,
misalnya dengan mengiyakan, senyum dan mengangguk kepala ketika lansia
mengungkapkan perasaannya sebagai sikap hormat dan menghargai selama
lansia berbicara. Sikap ini dapat menumbuhkan kepercayaan diri klien lansia
sehingga lansia tidak merasa menjadi beban bagi keluarganya, dengan
demikian diharapkan klien termotivasi untuk mandiri dan berkarya sesuai
kemampuannya. Selama memberi dukungan baik secara materiil dan moril,
petugas kesehatan jangan sampai terkesan menggurui atau mengajari klien
karena ini dapat merendahkan kepercayaan klien kepada perawat atau
petugas kesehatan lainnya.
8
e. Klarifikasi
Dengan berbagai perubahan yang terjadi pada lansia, sering proses
komunikasi tidak berlangsung dengan lancer. Klarifikasi dengan cara
mengajukan pertanyaan ulang dan memberi penjelasan lebih dari satu kali
perlu dilakukan oleh perawat agar maksud pembicaraan kita dapat diterima
dan dipersepsikan sama oleh klien.
f. Sabar dan ikhlas
Klien lansia mengalami perubahan-perubahan yang terkadang
merepotkan dan kekanak-kanakan, bila perubahan ini tidak disikapi dengan
sabar dan ikhlas dapat menimbulkan perasaan jengkel bagi perawat sehingga
komunikasi yang dilakukan tidak terapeutik, solutif, namun dapat berakibat
komunikasi berlangsung emosional dan menimbulkan kerusakan hubungan
antara klien dengan petugas kesehatan.
4. Hambatan Komunkiasi pada Lansia
Proses komunikasi antara petugas kesehatan dengan klien lansia akan
terganggu apabila ada sikap agresif dan sikap nonasresif
a. Agresif
Sikap agresif dalam berkomunikasi biasanya ditandai dengan
perilaku-perilaku di bawah ini :
1) Berusaha mengontrol dan mendominasi orang lain (lawan bicara)
2) Meremehkan orang lain
3) Mempertahankan haknya dengan menyerang orang lain
4) Menonjolkan diri
5) Mempermalukan orang lain di depan umum, baik dengan perkataan
maupun tindakan
b. Nonasertif
Tanda-tanda dari sikap nonasertif ini adalah :
1) Menarik diri bila diajak berbicara
2) Merasa tidak sebaik orang lain (rendah diri)
3) Merasa tidak berdaya
4) Tidak berani mengungkapkan keyakinan
5) Membiarkan orang lain membuat keputusan untuk dirinya
9
6) Tampil diam (pasif)
7) Mengikuti kehendak orang lain
8) Mengorbankan kepentingan dirinya untuk menjaga hubungan baik
dengan orang lain
Adanya hambatan komunikasi kepada lansia merupakan hal yang
wajar seiring dengan menurunnya fungsi fisik dan psikologis klien.
Namun sebagai tenaga kesehatan professional, perawat dituntut mampu
mengatasi hambatan tersebut, untuk itu perlu adanya tehnik atau tip-tip
tertentu yang perlu diperhatikan agar komunikasi dapat berlangsung
efektif, antara lain :
a. Selalu mulai komunikasi dengan mengecek fungsi pendengaran klien.
b. Kerakan suara anda jika perlu.
c. Dapatkan perhatian klien sebelum berbicara. Pandanglah dia sehingga ia
dapat melihat mulut anda.
d. Atur lingkungan sehingga menjadi kondusif untuk komunikasi yang baik.
Kurangi gangguan visual dan auditory. Pastikan adanya pencahayaan
yang cukup.
e. Ketika merawat orang tua dengan gangguan komunikasi, ingat
kelemahannya. Jangan menganggap kemacetan komunikasi merupakan
hasil bahwa klien tidak kooperatif.
f. Jangan berharap untuk berkomunikasi dengan cara yang sama dengan
orang yang tidak mengalami gangguan. Sebaliknya bertindaklah sebagai
patner yang tugasnya memfasilitasi klien untuk mengungkapkan perasaan
dan pemahamannya.
g. Berbicara dengan pelan dan jelas saat menatap matanya, gunakan kalimat
pendek dengan bahasa yang sederhana.
h. Bantulah kata-kata anda dengan isyarat visual.
i. Serasikan bahasa tubuh anda dengan pembicaraan anda, misalnya ketika
melaporkan hasil tes yang diinginkan, pesan yang menyatakan bahwa
berita tersebut adalah bagus seharusnya dibuktikan dengan ekspresi,
postur dan nada suara anda yang mengembirakan (mislanya dengan
senyum, ceria atau tertawa secukupnya).
10
j. Ringkaslah hal-hal yang paling penting dari pembicaraan tersebut.
k. Berilah klien waktu yang banyak untuk bertanya dan menjawab
pertanyaan anda.
l. Biarkan ia membuat kesalahan, jangan menegurnya secara langsung,
tahan keinginan anda untuk menyelesaikan kalimat.
m. Jadilah pendengar yang baik walaupun keinginan sulit
mendengarkannya.
n. Arahkan ke suatu topik pada suatu saat.
o. Jika mungkin ikutkan keluarga atau yang merawat dalam ruangan
bersama anda. Orang ini biasanya paling akrab dengan pola komunikasi
klien dan dapat membantu proses komunikasi.
5. Teknik Perawatan Lansia pada Reaksi Penolakan
Penolakan adalah ungkapan ketidak mampuan seseorang untuk mengakui
secara sadar terhadap pikiran, keinginan, perasaan atau kebutuhan pada
kejadian-kejadian nyata atau sesuatu yang merupakan ancaman. Penolakan
merupakan reaksi ketidaksiapan lansia menerima perubahan yang terjadi
pada dirinya.
Perawat dalam menjalin komunikasi perlu memahami kondisi ini
sehingga dapat menjalin komunikasi yang efektif, tidak menyinggung
perasaan lansia yang relatif sensitif.
Adanya beberapa langkah yang bisa dilaksanakan untuk menghadapi
klien lansia dengan reaksi penolakan, antara lain:
a. Kenali segala reaksi penolakan klien
Membiarkan klien lansia bertingkah laku dalam tenggang waktu
tertentu. Hal ini merupakan mekanisme penyesuaian diri sejauh tidak
membahayakan klien, orang lain serta lingkungannya, kemudian lakukan
langkah-langkah berikut:
1) Identifikasi pikiran-pikiran yang paling membahayakan dengan cara
mengobservasi klien bila sedang mengalami puncak reaksinya.
2) Ungkapkan kenyataan-kenyataan yang dialami klien secara perlahan-lahan
dimulai dari kenyataan yang merisaukan.

11
3) Jangan menyokong penolakan klien, akan tetapi berikan perawatan yang
cocok bagi klien dan bicarakan sesering mungkin bersamanya jangan sampai
menolak.
b. Orientasikan klien lansia pada pelaksanaan perawatan diri sendiri
Langkah tersebut bertujuan untuk mempermudah proses penerimaan
klien terhadap perawatan yang akan dilakukan serta upaya untuk
memandirikan klien, dengan jalan sebagai berikut:
1) Libatkan klien dalam perawatan dirinya, misalnya perencanaan waktu,
tempat dan macam perawatan.
2) Puji klien lansia karena usahanya untuk merawat dirinya atau mulai
mengenal kenyataan.
3) Membantu klien lansia untuk mengungkapkan keresahan atau perasaan
sedihnya dengan mempergunakan pertanyaan terbuka, mendengarkan dan
meluangkan waktu bersamanya.
c. Libatkan keluarga atau pihak terdekat dengan tepat
Langkah ini bertujuan untuk membantu perawat atau petugas
kesehatan memperoleh sumber informasi atau data klien dan mengefektifkan
rencana/tindakan dapat terealisasikan dengan baik dan cepat. Upaya ini
dilaksanakan dengan cara-cara sebagai berikut:
1) Melibatkan keluarga atau pihak terkait dalam membantu klien lansia
menentukan perasaan-perasaannya.
2) Meluangkan waktu untuk menerangkan kepada mereka yang bersangkutan
tentang apa yang sedang terjadi pada klien lansia serta hal-hal yang dapat
dilakukan dalam rangka membantu.
3) Hendaknya pihak-pihak lain memuji usaha klien lansia untuk menerima
kenyataan.
4) Menyadarkan pihak-pihak lain akan pentingnya hukuman (bukan hukuman
fisik) apabila klien lansia mempergunakan penolakan atau denial.
6. Penerapan Model Komunikasi pada Lansia
a. Model komunikasi Shanon Weaver
Tujuan komunikasi pada lansia dengan reaksi penolakan adalah adanya
perubahan perilaku lansia dari penolakan menjadi kooperatif. Dalam
12
komunikasi ini diperlukan keterlibatan anggota keluarga sebagai transmitter
untuk mengenal lebih jauh tentang klien.
Kelebihan dalam komunikasi ini melibatkan anggota keluarga atau orang
lain yang berpengaruh. Kekurangan model komunikasi ini memerlukan
waktu yang cukup lama karena klien dalam reaksi penolakan. Tidak dapat
melakukan evaluasi sejauhmana perubahan perilaku yang terjadi pada klien,
karena tidak ada feed back (umpan balik)
b. Model SMCR
Rumus S-M-C-R adalah singkatan dari istilah-istilah : S singkatan dari
Source yang berarti sumber atau komunikator ; M singkatan dari Message
yang berarti pesan ; C singkatan dari Channel yang berarti saluran atau
media, sedangkan R singkatan dari Receiver yang berarti penerima atau
komunikan
Kelebihan model ini adalah proses komunikasi yang terjadi relatif simple.
Model ini akan efektif bila kondisi lansia masih sehat, belum banyak
mengalami penurunan baik aspek fisik maupun psikis. Kekurangan model ini
klien tidak memenuhi syarat seperti yang diterapkan mempunyai
keterampilan, pengetahuan, sikap, sistim social dan kultur; karena
penolakannya. Memerlukan proses yang lama dan tergantung kondisi klien
lansia.
c. Model Leary
Model ini antar individu saling mempengaruhi dan dipengaruhi, dimana
respon seseorang dipengaruhi oleh bagaimana orang tersebut diperlakukan.
Oleh karena itu dalam berkomunikasi dengan lansia harus hati-hati, jangan
sampai menyinggung perasaannya. Dalam berkomunikasi dengan klien lansia
seseorang perawat diharapkan pada rentang love yang banyak karena sifat
social perawat sangat dibutuhkan oleh lansia. Lansia membutuhkan perhatian
yang lebih dalam berkomunikasi, untuk mengungkapkan perasaannya.
Diharapkan perawat harus lebih banyak mendengar apa yang diungkapkan.
Kelebihan model ini adalah terjadinya interaksi atau hubungan
relationship; hubungan perawat-klien lebih dekat sehingga masalah lebih

13
dapat terselesaikan. Dan kelemahan model ini perawat lebih dominan dank
lien lansia patuh
d. Model terapeutik
Model ini membantu mendorong melaksanakan komunikasi dengan
empati, meghargai dan harmonis. Dimana dibutuhkan kondisi empati,
kesesuaian dan penghargaan. Lansia dengan penolakan sulit bagi kita
melaksanakan empati. Kita tidak boleh menyokong penolakan tetapi berikan
perawatan yang cocok dan berbicara sesering mungkin, jangan sampai
menolak.
Kelebihan model ini lansia akan lebih paham apa yang kita bicarakan;
kopingnya lebih efektif. Sedangkan kelemahan model ini kondisi empati
kurang cocok diterapkan oleh perawat lansia dengan reaksi penolakan.
e. Model keyakinan kesehatan
Menekankan pada persepsi klien untuk mencari sehat, menjauhi sakit,
merasakan adanya ancaman/manfaat untuk mempertahankan kesehatannya.
Padahal lansia dengan reaksi penolakan, tidak mersakan adanya ancaman
kesehatan, sehingga dalam berkomunikasi dengan lansia dengan reaksi
penolakan diperlukan motivasi yang kuat.
Kelebihan model komunikasi ini lansia yang mengetahui adanya
ancaman kesehatan akan dapat bermanfaat dan sebagai barrier dalam
melaksanakan tindakan pencegahan penyakit. Sedangkan kelemahannya
tidak semua lansia merasakan adanya ancaman kesehatan.
f. Model komunikasi kesehatan
Komunikasi yang berfokus pada transaksi antara professional kesehatan-
klien yang sesuai dengan permasalahab kesehatan klien. Pandangan system
komunikasi lebih luas yang mencangkup tiga faktor mayor yaitu:
1) Relationship
Perawat professional mengadakan komunikasi dengan klien lansia
haruslah menggunakan ilmu psikososial dan teknik komunikasi dimana
perawat haruslah ramah, rapi, bertanggung jawab, tidak sembarangan
mengeluarkan kata-kata yang dapat menyinggung perasaan klien lansia
sehingga terjalin hubungan saling percaya. Dalam mengadakan hubungan
14
transaksi hendaknya seorang perawat professional mengetahui permasalahan
yang dihadapi klien lansia tersebut. Kemudian bersama-sama menyelesaikan
masalah.
2) Transaksi
Dalam berkomunikasi dengan lansia hendaknya disepakati untuk
menyelesaikan masalah klien bukan untuk hal lain. Pada lansia dengan reaksi
penolakan harus hati-hati mencari informasi dari klien, memberikan feed
back baik verbal maupun non verbal dan hendaknya secara
berkesinambungan.
3) Konteks
Perawat professional harus mengetahui situasi dan permasalahan yang
dihadapi klien. Apabila masalah bersifat individu haruslah diselesaikan
secara individu dengan tidak mengabaikan tempat/ruangan dan jenis
pelayanan apa yang digunakan. Apabila masalah bersifat umum/kelompok
harus diselesaikan secara kelompok.
Kelebihan: dapat menyelesaikan masalah klien lansia dengan tuntas.
Klien lansia merasa sangat dekat dengan perawat dan merasa sangat
diperhatikan. Kelemahan: membutuhkan waktu yang lama untuk
menyelesaikan permasalahan; fasilitas dalam memberikan pelayanan harus
lengkap.
g. Model interaksi King
Kesepakatan sebelum mengadakan interaksi dengan klien lansia.Perawat
harus mempunyai persepsi secara ilmiah tentang hal-hal yang akan
dikomunikasikan.Persepsi ini kemudian disepakati dengan klien sehingga
dapat terjadi suatu aksi yang menyebabkan terjadinya reaksi-interaksi dan
transaksi. Kelebihan model ini dimana komunikasi dapat sesuai dengan
tujuan jika lansia sudah kooperatif. Sedangkan kelemahan model ini klien
lansia dengan reaksi penolakan akan mengalami kesulitan untuk dilakukan
komunikasi model ini, karena tidak kooperatif.

15
BAB III
PEMBAHASAN
Menurut kami komunikasi terapeutik pada lansia ini sangat berpengaruh karena
komunikasi ini sangat penting karena seorang lansia membutuhkan orang ketiga
agar dapat berkomunikasi lebih baik dan bisa dipahami oleh seorang lansia
misalnya pasien yang lagi mengalami gangguan pendengaran dan gangguan
penglihatan jadi kita sebagai orang perawat itu dapat berkominikasi dengan baik
yang baik supaya bisa dipahami oleh para lansia tersebut. apa yang di bicarakan
oleh seorang perawat kepadanya itu dapat dimengerti dan apa yang kita
sampaikan pada lansia

BAB IV
PENUTUP
A. keimpulan
16
Tehnik komunikasi pada lansia dengan reaksi penolakan harus disertai
pengetahuan perawatan lansia baik fisik, psikologis, biologis dan spiritual. Klien
lansia dengan reaksi penolakan tidak menyadari adanya ancaman pada
kesehatannya, karena itu model komunikasi yang sesuai adalah model Leary.
B. Saran
Dalam tehnik komunikasi model Leary terdapat dua dimensi yang
bertentangan, diharapkan perawat dapat menyesuaikan situasi bagaimana
seharusnya dia bertindak. Jika klien dalam puncak penolakan maka perawat
harus mengobservasi pikiran-pikiran klien, jika klien lansia kooperatif maka
perawat dapat berfungsi sebagai teman dan guru serta tempat mencurahkan
perasaan klien.

DAFTAR PUSTAKA

Komunikasi pada klien lansia


https://www.academia.edu/29284699/KOMUNIKASI_PADA_LANSIA

17

Anda mungkin juga menyukai