Anda di halaman 1dari 8

BAB III

EVALUASI DAN ANALISIS PEATURAN


PERUNDANGAN TERKAIT

A. Evaluasi dan Analisis Peraturan Perundangan Terkait


Kajian ini akan memperlihatkan gambaran mengenai pengaturan
aksesbilitas penyandang disibilitas pada tempat umum yang telah di atur dalam
peraturan perundang-udangan yang telah ada. Jenis dan perturan perundangan
adalah Undang-Undang Dasar Negaraa Rrepublik Indonesia 1945, Undang-
Undang / Peraturan Pemerintah Pengganti UU, Peraturan Pemerintah,
Peraturan Presiden, dan Peraturan Daerah.
Dalam UUD Tahun 1945 pada Pasal 27 Ayat 2, menyebutkan bahwa
“Seluruh warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak”,
artinya seluruh warga Indonesia memiliki hak yang sama tanpa membedakan
kondisi fisik (penyandang disabilitas). Pada pasal 34 ayat 3
menyebutkabbahwa “Negara bertanggung jawab ataas penyediaan fasilitas
kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak”. Jadi, pemmerintah
memiliki kewwajaban untuk menyediakan aksesbilitas pelayanan kesehatn dan
pelayanan umum bagi masyarakat tanpa membedakan kondisi fisik. Selain itu,
pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Khusus bagi Penyandang
disabilitas yaitu Undang-Undang Nomor 4 tahun 1997.
Selengkapnya, peraturan perundangan yyang terkait dengan adalah
sebagai berikut:
1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
2. Undang-Undang Nomor 4 tahun 1997 tentang Penyandang Cacat
3. Konvensi International Hak- Hak Penyandang Cacat dan Protokol Opsional
Terhadap Konvensi ”(Resolusi PBB 61/106 13 Desember 2006)
4. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 1998 tentang Upaya Peningkatan
Kesejahteraan Sosial Penyandang Cacat.
5. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011tentang Pengesahan Convention On
The Rights Of Persons With Disabilities (Konvensi Mengenai Hak-Hak
Penyandang Disabilitas).
6. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik.
7. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas
sebagai penggganti UU Nomor 4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat
8. Undang-Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia pada Pasal
5 Ayat (3), Pasal 41 Ayat 2, Pasal 71.
9. Surat edaran Menteri Republik Indonesia Nomor A/A-50/VI-
04/MS tentang Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik bagi Penyandang
Cacat
10. Pasal 31 Undang-Undang Nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
11. Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Republik Indonesia
Nomor SE/09/M.PAN/3/2004 Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik bagi
para penyandang Cacat.
12. Surat Edaran Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala
Badan Perencanaan Pembangunan Nasional R.I. Nomor :
3064/M.PPN/05/2006 Perihal Perencanaan Pembangunan yang Memberi
Aksesbillitas bagi Penyandang Cacat.
13. Undang – Undang R.I No.18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi
14. Undang – Undang R.I No. 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung
15. Peraturan Pemerintah No. 36 Tahun 2005 Tentang Peraturan Pelaksanaan
Undang – Undang No. 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung.
16. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 30/PRT/M/2006 tentang
Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksesibilitas pada bangunan dan lingkungan.

BAB IV
LANDASAN FILOSOFIS, SOSIOLOGIS, DAN YURIDIS

A. Landasan Filosofis
Tuhan menciptakan setiap manusia denngan kadaan yang berbeda-
beda. Perbedaan yang ada menjadi sarana untuk saling menghormati,
menghargai, memahami dan bukanlah menjadi hal untuk mendeskriminasi
serta merendahkan. Indonesia adalah negara hukum yang menghormati,
menghargai, memmberikan, memenuhi, dan melindungi setiap warga negara
tanpa terkecuali. Undang-Undang Dasar 1945 merupakan hukum dasar negara
Indonesia yang memiliki konsepsi hak-hak asasi manusia. Landasan filosis
memuat tentang pandangan hidup, kesadaran yang telah tertuang di dalam
pembukaan UUD 1945 dan Pancasila sebagai dasar negara Indonesia.
Penyandang disabilitas sekalipun tidak disebut secara tegas dalam UUD
Negara Rebulik Indonesia tahun 1945, namun merupakan bagian dari manusia
yang kedudukannya sama. Sebagaimanan prinsip dalam HAM yang universal,
non diskriminasi, tidak dapat di pungkiri, tidak dapat di bagi dan tidak dapat
dikurangi. Pemenuhan hak perlu adanya payung hukum, hal ini selaras dengan
tujuan pembentukan negara yang tertuang dalam Pembukaan UUD NRI 1945
“memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa,
mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”. Pada intinya
bahwa perwujudannya bagi seluruh rakyat Indonesia tanpa pandang bulu. Baik
manusia yang terlahir “normal” dan terlahir dengan “ketidaksempurnaan fisik
atau mental”
Berdasarkan UUD 1945, dapat dikatakan bahwa setiap warga negara
Indonesia memiliki hak yang sama dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Kondisi yang berbeda bagi penyandang disabilitas bukan berarti memiliki batas
hak yang didapatkan. Negara harus mampu memenuhi setiap kebutuhan dasar
penyandang disabilitas agar mereka juga mampu melakukan aktivitas. Dalam
Declaration of The Basic Dutiies of ASEAN Peoples and Governments pasal 1
disebutkan bahwa setiap warga negara masyarakat memiliki hak dasar untuk
hidup, memiliki tingkat hidup yang wajar, hak mendapatkan keamanan,
martabat, identitas, kebebasan, kebenaran serta bantuan hukum. Rakyat juga
berhak atas eksistensi, kedaulatan, kemerdekaan, serta penentuan nasib
sendiri. Dalam UUD Tahun 1945 pada Pasal 27 Ayat 2, menyebutkan bahwa
“Seluruh warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak”,
Pada pasal 34 ayat 3 menyebutkabbahwa “Negara bertanggung jawab ataas
penyediaan fasilitas kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak”.
Mengacu dari hal diatas, keberadaan penyandang disabilitas harus
dipenuhi haknya. Hak dalam aksesbiilitas juga harus terpenuhi agar
penyandang disabilitas tidak mengalami kesuliitan dalam menngakses
kebutuuhannya. Fasilitas publik harus aksesibel dan akseptebel bagi
penyandang disaabilitas.
B. Landasan Sosiologis
Setiap manusia diciptakan dengan keadaan yang berbeda ada yang
normal dan juga yang memiliki keterbatasan fisik atau biasanya disebuut
dengan penyandang diisabilitas. Menurut UU No 8 Tahun 2016, penyandang
disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual,
mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi
dengan lingkungan dapat mengalami hambatan dan kesulitan untuk
berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya
berdasarkan kesamaan hak. Penyandang Disabilitas adalah setiap orang yang
mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam
jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dapat
mengalami hambatan dan kesulitan untuk berpartisipasi secara penuh dan
efektif dengan warga negara lainnya berdasarkan kesamaan hak. Ragam
Penyandang Disabilitas dapat dialami secara tunggal, ganda, atau multi dalam
jangka waktu lama yang ditetapkan oleh tenaga medis sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Aksesibilitas adalah kemudahan yang
disediakan untuk Penyandang Disabilitas guna mewujudkan Kesamaan
Kesempatan.
Aksesbilitas adalah kemudahan yanngg disediakan bagi penyandang
diisabiilitas aggar mewujudkan kesamaan dan kesempatan serta
mempermudah penyandang disabilitas. Aksesbilitas sangat penting bagi
penyandang disabilitas untuk menjamin kemandirian dan partisipasi
penyandang disabiilitas dalam segala bidang kehidupan di masyarakat.
Bagaimanapun, diskursus aksesibilitas memiliki makna dan cakupan yang luas,
yaitu bukan hanya terkait dengan fasilitas publik, seperti gedung, perkantoran,
pasar, sarana transportasi, namun juga pada pelayanan publik secara umum,
misalnya pelayanan kesehatan, pendidikan, hukum dan lain-lain. Aksesbilitas
dapat terbagi menjadi dua yaitu aksesbilitas fisik dan aksesbilitas non fisik.
Aksesbilitas fisik dikaitkan dengan bangunan, lingkungan, dan transpoortasi.
Sedangkan, aksesbilitas non fisik dikaitkan dengan informasi, komunikasi, dan
teknologi.
Terdapat kebijakan yang mengatur tentang aksesbilitas fisik yaitu
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum RI No. 30 Tahun 2006 tentang Pedoman
teknis Fasilitas dan Aksesibilitas Pada Bangunan Gedung dan Lingkungan.
Permen PU ini mengatur persyaratan teknis fasilitas dan aksesibilitas pada
bangunan gedung dan lingkungan, termasuk ruang terbuka dan penghijauan
yang dipergunakan dan/atau dikunjungi orang, khsusunya agar mudah diakses
oleh lansia dan penyandang disabilitas.
Aksesibilitas nonfisik dikaitkan dengan informasi, komunikasi dan
teknologi dapat digunakan atau dipahami penyandang disabilitas. Hal ini
terkait dengan bagaimana merespon kebutuhan penyandang disabilitas yang
pertama harus diingat adalah ketika ingin menyediakan atau menyebarluaskan
informasi, hendaknya kita berpikir apakah informasi yang telah dibuat dapat
dipahami oleh penyandang disabilitas rungu, low vision/ netra atau kesulitan
belajar (learning disability). Kedua, untuk dapat membuat informasi yang lebih
aksesibel, penting untuk memodifikasi bentuk media informasi dalam format
tertentu, misalnya mencetak dalam font yang besar agar dapat diakses oleh
individu low vision. Ketiga, memberikan layanan “communication support”,
yang bertujuan agar penyandang disabilitas lebih memahami informasi yang
ada, misalnya membacakan teks tertentu untuk tunanetra, menggunakan
catatan atau tulisan ketika berkomunikasi dengan penyandang rungu-wicara,
menyediakan alat bantu dengar adaptif di bioskop dan sebagainya.
Pemerintah tidak hanya memberikan perlindungan saja, namun
pemerintah juga harus memenuhi dan manjamin aksesbilitas bagi penyandang
disabilitas`agar mereka dapat ikut berpartisipassi dan setara dalam menjalani
kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Adanya jaminan diberikannya
aksesbilitas yang penuh, penyandang disabilitas akan lebih mandiri dan dapat
terus berkembang dan berkreasi dalam pembangunan negara. Hal itu tidak
hanya menguntungkan penyandang disabilitas tetapi juga setiap warga negara
bahkkan negarapun ikut memperoleh keuntungan.
C. Landasan Yuridis
Landasan yuridis merupakan landasan untuk membentuk sebuah
peraturan yang berisi pertimbangan atau alasan yang menggambarkan
terbentuknya peraturan untuk mengatasi kesenjangan yang ada,
mempertimbangkan peraturan yang telah ada, ingin dimoodifikasi atau dicabut.
Tujuan dibentuknya Negara Republik Indonesia digambarkan dalam
Undang-Undang dasar 1945 pada alinea ke IV menyebutkan bahwa “untuk
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia,
memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi, dan keadilan sosial”, arrtinya Indonesia berkomitmen untuk melindungi
dan menghormati seluruh warga tanpa memandang agama, ras, suku, gender,
serta keterbatasan fisik yang dimiliki. Secara hukum, masyarakat yang
memiliki kondisi disabilitas memiliki hak yang sama. Hal ini telah diatur dalam
UUD 1945 pasal 28H ayat 1-4 yang menyatakan:
1. Setiap orang berhak hidup sejahtera lahir dan batin, bertempat tinggal, dan
mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak
memperoleh pelayanan kesehatan.
2. Setiap orang berhak memperoleh kemudahan dan perlakuan khusus untuk
mendapatkan kesempatan dan manaat yang sama guna mencapai persamaan
dan keadilan.
3. Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memubngkinkan
pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermanaat.
4. Setiap orang berhak mempunyai hak milik pribadi dan hak milik tersebut
tidak boleh diambil secara sewenang-wenang oleh siapa pun.
Perlindungan dan pemenuhan hak-hak penyandang disabilitas telah
diatur dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 2016 tentang penyandang
disabilitas. Asas-asas aksesibilitas telah diatur dalam Undang-Undang Nomor
25 Tahun 2011 pada pasal 29 tentang Pelayanan Publik bahwa penyelenggara
diwajibkan memberikan pelayanan dengan perlakuan khusus kepada anggota
masyarakat tertentu yaitu difabel sesuai dengan peraturan perundang-
undangan, serta pemanfaatan sarana, prasarana, dan/atau fasilitas pelayanan
publik dengan perlakuan khusus untuk difabel dilarang dipergunakan oleh
orang lain yang tidak berhak.

DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang Republik Indonesia No. 8 Tahun 2016 tentang Penyandang


Disabilitas.
Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan Publik
Undang-Undang No. 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Konvensi Hak-Hak
Penyandang Disabilitas
Undang-Uandang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang- Undang No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Syafi’i, M., 2014. Pemenuhan Aksesibilitas Bagi Penyandang Disabilitas. Inklusi,
1 (2): 269-308.
Pawestri, A., HAK Penyandang Disabilitas Dalam Perspektif Ham Internasional
Dan Ham Nasional. Era Hukum, 2 (1) : 164 – 182.
Firdauz, F., & Iswaahyudi, F. Aksesibilitas Dalam Pelayanan Publik Untuk
Masyarakat Dengan Kebutuhan Khusus

Anda mungkin juga menyukai