Anda di halaman 1dari 3

Mulai fokus belajar kopi tahun 2012, setelah keluar dari Gerindra. Mas Heri yang encourage.

Pertama
kali ketika ada pesanan dari mas Heri. Kopi digoreng sendiri lalu dikirm ke mas heri.

Ini kopi apaan kayak gini. Waktu itu mas heri bilang kopi apaan kayak gini. Dari situ ada ketertarikan
untuk belajar. Mulai belajar dari kopi panenan di rumah, saya proses sendiri. Waktu itu belum punya
pulper, pakainya lumpang. Untuk memisahkan kulit cherry dengan bijinya. Untuk memisahkan kulit ari
nya gmn? Dimasukan ke air ember di kamar mandi. Lalu memisahkan kulitnya pakai ayakan yg untuk
nggoreng

Nggoreng nya pakai gerabah, pakai kayu bakar. Bara nya harus kaya bara arang, jadi pakai kayu keras,
sehingga bara nya bagus, dan matang nya rata. Dilakukan bertahun2. hasil roastingan itu cb di
tawarkan ke cafe2 di jogja. Selain waktu itu mulai berani posting di facebook. Saat itu pemain kopi
belum sebanyak skrg.

Waktu itu sering diskusi di kopi topgear jogja. Diskusi tiap sabtu sore. Gaya2an bawa beberapa varian
kopi. Saat pulang ke rumah, liat kopi di bawah2 pohon mulai tumbuh, di cabutin. Beli polybag, isi 100.
pulang nyari tanah plus pupuk. Sehari dapet lumayan banyak.

Ngecek, bagaimana cara bikin kopi, bagaimana cara2 menjemur, semuanya masih dilakukan secara
manual. Packaging nya pakai alumunium foil meteran dan sealer nya pakai setrika.

Diejemur sehari semi-washed. Dijemur sampai kering itu full washed.

Tanaman utama nya tembakau. Ga ada pohon besar. Tanah harus d pacul sampai tinggi.
Memunculkan erosi. Hampir tiap tahun memunculkan pergesarn tanah. Ga ada yang nanam pohon
tahunan.

Opsi menanam kopi untuk menguatkan tanah. Menguatkan tebing. Dulu sebelumnya krn diberikan
bantuan, yaudah ditanam aja. Sebelumnya ga terlalu dirawat. Menanam mulai dari 2012.

Bagaimana merubah mindset bahwa walau kopi ditanam di tanah miring bisa menghasilkan duit.
Bagaimana supaya kopi menghasilkan hasil yang maksimal. Ya harus dirawat, harus dikasih pupuk.
Ketika sudah melihat kalo menghasilkan duit baru deh orang tertarik untuk menanam.

Tanah miring, tebingnya tinggi2, masih dicangkul. Ngga ada serapan air.

Bisa bikin kopi sekarang. Tapi belum ada SOP. Misal 1 desa menerapkan SOP yang seragam, maka
paling engga 1 desa itu seragam. Sejauh ini petani masih mengolah sendiri2, dan alatnya pun terbatas.
Yang akan menjadi kendala utama adalah kalo ngomongin buyer besar ketika ngga seragam akan
menjadi masalah

Hampir merata di Indonesia seperti itu. Mencari buyer sendiri2. Pengepul itu kan keuntungannya dia
bisa ngasih uang dulu ke petani. Fokus pengepul hanyalah mendapatkan harga semurah2 nya
dengan .

Di bonjor belum ada kelompok tani yang khusus kopi. Pekalongan, bumiayu, jepara, wonosobo,
kendal sdh jalan, temanggung blm jalan.

Sifatnya di rumah masih individu, butuh finansial, partner bisnis. Ketika ada buyer pun sudah
menimbulkan trust. Karena sarana dan prasarana lengkap, SOP sdh berjalan. Petani juga sdh berjalan.
Petani mendapatkan harga yang lebih baik dibandingkan dengan ketika di beli oleh pengepul. Misal
harga di pasar 25rb, kita bisa membeli 26rb.

Dulu ada KUD, koperasi unit desa. Bikin kaya gt. Budidaya kerjasama dengan dinas pertanian,
pengolahan kerjasama dengan dinas industri. Market kerjasama dengan dinas koperasi.

Adanya pemerintah hanyalah memberikan bantuan, sedangkan sokongan dana yang besar
membutuhkan investor atau NGO. Sehingga 1 teritori bisa mengolah kopi dengan 1 standar yang
sama.

Wadah apa yang sdh jadi? Komunitas Kopi Temanggung Utara (KATURA), hampir merata sdh punya
kelompok tani. Tiap individu yang ada dalam KATURA tersebut yang akan mengelola kelompok
taninya. KATURA nya akan mendelegasikan SOP ini kepada kelompok tani masing2.

Marketing: kopinya ikut pameran ke Australia, Athena (October), Mencoba membangun networking
pameran dengan siapa. Yang ngurus di kopinya siapa.

Mas Agung lebih ke pasar lokalnya.

Packing 5kg paling kecil. Misal nanti di tiap kemasan akan dicantumkan petaninya siapa. Ekspor 50kg.

KATURA, Binaan Yayasan Kopi Anak Negeri.

Kelemahan di Roastery. Resource yang tdk stabil. Terutama yang di daerah jawa. Qauntity,
keseragaman, dan continuity menjadi permasalahan. Apalagi kalo ngomongin roastery, barang ngga
bisa putus terus diganti. Yang menjual specialty banyak. Tapi untuk yang roastery yang pada akhirnya
untuk kontrak perusahaan itu yg belum banyak. Biji kopi yang masuk juga standar nya berbeda, missl
kadar air nya biasanya berbeda. Nah karena roastery kebanyakan itu di perkotaan, maka tdk akan
sempat utk menjemur dsb. Mengkalibrasi kadar air supaya seragam itu susah. Pada akhirnya adalah
yang penting masuk standar nya kita, lalu masalah keseragaman.
Karena untuk mengkalibrasi perlu d jemur ato d oven yang mana secara alat kudu dhowo, perlu alat
lagi. Sebenernya ketika petani menjual ke roatery itu lebih menguntungkan secara
harga .dibandingkan dengan jual ke tengkulak. Ekonomi akan lebih berjalan.

Langkahnya singkronisasi, gap antar kelompok tani itu bingung jual ke siapa. Karena preferensi jual ke
siapanya adalah menjual dengan harga tertinggi. Nah harga tertinggi itu kualitasnya seperti apa,
sesuai apa tdk.

Kebanyakan petani asal menjual saja. Misal tadinya mereka bertani mendapatkan penghasilan 50rb
per hari, lalu harapannya menjual kopi juga dapet segitu. Nah asal menjual aja udah dapet segitu,
mereka sudah seneng. Tanpa mikir lebih luas, mereka harus jual berapa kilo biar bs lebih maju,
meingkatkaan kualitas itu spt apa.

Hrapannya ada kelompok tani yang memiliki standardisasi. Output jual kemana, harga terendah
berapa, harga tertinggi berapa. Akan lebih enak. Sehingga dari sisi roastery nya bisa melihat, misal
ambil dari kawasan ini, harga segini, kualitas segini segini, bisa masuk ngga dengan output jualannya.
Apakah harus ambil stock langsung satu tahun, apakah dipecah tiap beberapa bulan kami beli.

Ada beberapa coffee shop yang berhenti mengambil dari suatu roatery karena tdk konsisten dan
kedua karena harganya. Jai spt Jakarta yang butuh volume kopi nya sdh besar, maka lari ke
tempat-tempat yang volume nya besar seperti Lampung, Gayo, jarang yang ke Jawa terutama JAWA
tENGAH. Di jawa tengah titik2 yg ada itu munculnya belum lama. Misalnya skrg ada banjarnegara lalu
wonosobbo itu titik2 yang di bawah 5 tahun. Kedewasan petaninya untuk mengolahnya, cara
berjualan, mengexplore market nya belum sophisticated.

Karena titik2 yang masih baru tersebut masih perlu banyak pengembangan maka perlu bantuan dana.
Permintaan kopi dunia terus meningkat. Maka PR bagi petani adalah meningkatkan Kualitas lalu
volumenya.

Knk Market share di coffe shop lokal untuk supply coffe nya sekitar 40-50%. Sebulan udah 1 ton
sebulan.

Yang bisa dimasukkan ke dalam proposal selain mesin2 nya, bisa sistem, membuat tempat
pengolahannya gimana.

Anda mungkin juga menyukai