Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

I.I LATAR BELAKANG


Pemberantasan cacingan memerlukan upaya jangka panjang dan
berkesinambungan. Perilaku hidup bersih dan sehat merupakan kunci penting
pemberantasan cacingan. Cacingan merupakan penyakit endemik dan kronik. Meskipun
tak mematikan, penyakit ini menggerogoti kesehatan masyarakat.Cacingan berkembang
subur di daerah tropis, seperti Indonesia.
Dalam jangka panjang penyakit ini dapat menurunkan kualitas sumber daya
manusia. Pada anak-anak, cacingan berdampak pada kemampuan untuk belajar, yang
pada akhirnya menurunkan prestasi mereka. Pada dewasa, penyakit ini akan menurunkan
produktivitas kerja.
Di Indonesia, pemberantasan cacingan sudah dimulai sejak zaman Belanda yaitu
sekitar tahun 1930. Demikian juga saat zaman kemerdekaan, penyakit ini sudah mendapat
perhatian serius dari pemerintah, dengan dibentuknya Sub. Direktorat Cacing Tambang
dan Penyakit Perut, tahun 1975. Tahun 1984, lembaga itu digabung dalam direktorat diare
dan pemberantasan cacingan.
Perkumpulan Pemberantasan Penyakit Parasit Indonesia, pada tahun 1992
prevalensi cacing gelang (ascaris lumbricoides) masih tinggi antara 70-90 persen dan
cacing cambuk (trichuris trichuira) antara 80-95 persen dan cacing tambang 30-59 persen.
Angka cacingan di DKI Jakarta ternyata relatif tinggi sekitar 78,6 persen.
Prevalensi itu umumnya menyerang anak usia sekolah dasar. Setelah dikembangkan
program selama 15 tahun, angka tersebut menjadi di bawah 10 persen (tahun 2002).
Pemberantasan penyakit cacingan merupakan upaya jangka panjang yang terus
berkesinambungan. Obat cacing bukan seperti vaksinasi dan tak mampu memberi
kekebalan kepada penderita agar di kemudian hari tak terkena penyakit cacingan. . Tetapi
perilaku hidup yang sehat dan bersih lebih menjamin orang atau anak itu terhindar dari
penyakit cacingan.

1
I.II MAKSUD dan TUJUAN
Adapun maksud dan tujuan dari pembuatan makalah kami yang berjudul
Piperazine ini adalah untuk mengetahui efek farmakokinetik dan farmakodinamik dari
Piperazine sebagai salah satu obat untuk penyakit cacingan.

2
BAB II
PENELUSURAN PUSTAKA
Cacingan merupakan penyakit endemik dan kronik. Meskipun jarang mematikan
namun penyakit ini menggerogoti kesehatan masyarakat. Terdapat tiga jenis cacing yang
dapat menimbulkan penyakit cacingan pada manusia, yaitu Nematoda, Trematoda, dan
Cestoda. Untuk pembahasan kali ini kita akan membahas mengenai penyakit cacingan
yang disebabkan oleh Nematoda usus, yaitu Ascariasis dan Enterobiasis

II.I ASCARIASIS
Ascariasis adalah penyakit cacingan yang disebabkan oleh cacing gelang Ascaris
lumbricoides yang merupakan Nematoda Soil Transmitted Helminth. Penyebarannya
didapat diseluruh dunia dan endemik di United States, Nigeria , dan Asia tenggara. Di
Indonesia sendiri frekuensi penyakit ini masih sangat tinggi yaitu antara 80-90%.
Penyakit ini lebih sering dijumpai pada anak-anak usia 5 sampai 10 tahun.
Ascaris Lumbricoides dapat menginfeksi manusia dengan jalan tertelan telur yang
mengandung larva ( telur yang infeksius ). Setelah tertelan, telur tersebut akan menetas
didalam usus, larvanya kemudian menembus dinding usus dan masuk ke dalam pembuluh
kapiler darah. Kemudian melalui hati masuk ke Jantung kanan, kemudian ke paru-paru
kemudian Bronchus, lalu trakea, kemudian masuk ke Larynx dan kembali tertelan
Oesophagus, setelah itu masuk kedalam rongga usus halus dan disini berkembang
menjadi usus dewasa. Cacing betina akan bertelur sampai 200.000 butir sehari/ekor. Telur
akan keluar bersama tinja hospes. Secara skematis siklus hidup A.lumbricoides dapat
dilihat pada gambar 1.1.
Gejala penyakit ini muncul disebabkan oleh :
Larva
Dapat menimbulkan visceral damage, peritonitis, pembesaran hati dan limpa,
toxicity, pneumonia, serta Loeffler Syndrome yang memiliki gejala demam, batuk,
infiltrasi paru, asma, leukositosis, serta eosinofilia.
Cacing dewasa
Dapat menyebabkan defisiensi nutrisi karena A.lumbricoides setiap hari
menghisap 0,14 gr karbohidrat dan protein 0,035 gr dalam usus halus penderita. Juga

3
menimbulkan gejala gastrointestinal ringan karena menghasilkan zat anti enzym. Pada
keadaan yang lebih berat, dapat menyebabkan obstruksi dari usus halus karena adanya
bolus cacing . Dapat pula menimbulkan obstruksi pada ductus choledochus,appendix,
ampula vateri, dan menyebabkan Pancreatitis haemorrhagik. Cacing ini juga dapat
menyebabkan torsi dan gangren pada ileum, yang dapat menyebabkan kematian.

Gambar 1.1

Diagnosa Ascariasis ditegakkan dengan ditemuinya telur dalam tinja. Secara


klinis, cacing dewasa juga dapat keluar melalui mulut, hidung maupun anus.

II.II ENTEROBIASIS
Enterobiasis yang disebut juga sebagai Oxyuriasis merupakan penyakit cacingan
yang disebabkan oleh Enterobius vermicularis atau Oxyuris vermicularis atau biasa
disebut cacing kremi.
Cacing ini hidup dalam rongga caecum, colon ascendens dan dapat juga dalam
appendix. Cacing betina pada malam hari mengembara disekitar anus, bertelur dikulit
perianal. Setelah selesai bertelur kurang lebih 10.000 butir maka cacing ini akan mati.
Telur ini matang setelah setelah 6 jam, dan berisi larva. Bila telur infeksius/matang
tertelan oleh manusia, maka telur akan menetas di usus halus dan embryo tumbuh
menjadi dewasa di usus besar. Waktu yang dibutuhkan mulai dari tertelan telur infeksius

4
sampai telur betina mengeluarkan telur sekitar satu bulan. Secara skematis daur hidup
Enterobius vermicularis dapat dilihat pada gambar 1.2.

Gambar 1.2

Manusia dapat terinfeksi Enterobius lewat jalan inhalasi telur, tertelan telur yang
infeksius, autoinfeksi , dan retroinfeksi. Secara klinis Enterobiasis ditandai dengan
adanya pruritus ani yang disebabkan daerah perianal yang gatal sering digaruk, sehingga
menimbulkan infeksi bakteri. Selain itu juga menimbulkan ectopic infection karena
Enterobius juga dapat memasuki vulva, vagina, tuba falopii dan appendix.
Diagnosa ditegakkan dengan ditemuinya telur pada sediaan yang diambil dari
daerah anus pada malam hari atau pagi sebelum mandi dan sebelum buang air besar.

BAB III
PEMBAHASAN

Banyak anthelmintik memiliki khasiat yang efektif terhadap satu atau dua jenis
cacing saja. Hanya beberapa obat saja, yang memiliki khasaiat terhadap lebih banyak
jenis cacing (broad spectrum), misalnya mebendazol.
Pembagian anthelmintik berdasarkan cara kerjanya adalah

Anthelmintic
Examples Mode of Action
Group

5
Ivermectin
Eprinomectin
Macrocyclic Lactones Doramectin Bind to glutamated chlorine
(Macrolides) Moxidectin channels causing paralysis
Milbemycin oxime
Selamectin

Thiabendazole
Mebendazole
Interfere with energy metabolism
Fenbendazole
Benzimidazoles by inhibition of polymerization of
Oxfendazole
microtubules
Oxibendazole
Albendazole

Pr0-benzimidazoles Febantel Same as benzimidazoles


Tetramisole
Imidazothiazoles Cholinergic agonists
Levamisole
Morantel
Tetrahydropyrimidines Cholinergic agonists
Pyrantel
Dichlorvos
Organophosphates Haloxon Inhibitors of cholinesterase
Trichlorfon
Anticholinergic action - block
Piperazines Piperazine salts
neuromuscular transmission

Yang akan dibahas lebih lanjut dalam makalah ini adalah piperazine.

III.I. DEFENISI
Piperazine merupakan antelmintik yang terdapat sebagai heksahidrat
mengandung 44 % basa, juga didapat sebagai garam sitrat, kalsium edetat dan
tarrat. Garam-garam ini bersifat stabil nonhigroskopik, berupa kristal putih yang
larut dalam air, larutannya bersifat sedikit asam. Struktur kimia piperazine adalah
sebagai berikut :

III.II. FARMAKOKINETIK
A. Absorbsi

6
Piperazine baik diabsorbsi melalui saluran cerna.
B. Distribusi
Piperazine didistribusikan ke seluruh tubuh termasuk air susu ibu
C. Metabolisme
Piperazine mengalami metabolisme di hepar

D. Ekskresi
Piperazine diekskresikan 20 % dalam bentuk utuh melalui urine

III.III. FARMAKODINAMIK
Cara kerja piperazine terhadap cacing ascaris dan enterobius dewasa adalah
dengan memblok respon otot cacing terhadap asetilkolin sehingga terjadi paralisis otot
cacaing sehingga mudah dikeluarkan oleh peristaltik usus. Sehingga cacing dewasa tadi
dikeluarkan dalam bentuk utuh.
Efek piperazine pada oto cacing dengan mengganggu permeabilitas membran sel
terhadap ion-ion yang berperan dalam mempertahankan potensial istirahat, sehingga
menyebabkan hiperpolarisasi dan supresi impuls spontan, disertai paralisis.

III.IV. EFEK SAMPING


Efek samping piperazine jarang terjadi. Sehingga bisa terjadi pada beberapa
orang, tetapi pada yang lainnya tidak terjadi. Efek samping tersebut adalah nausea,
vomiting, diare, dan abdominal pain. Apabila piperazine diberikan pada penderita
epilepsi maka akan terjadi inkoordinasi otot.

III.V. INDIKASI
Piperazine diindikasikan untuk ascariasis dan enterobiasis.

III.VI. KONTRAINDIKASI
Piperazine dikontraindikasikan secara absolut pada pasien yang memiliki sejarah
epilepsi atau penyakit neurologik yang lain, malnutrisi berat atau anemia karena

7
piperazine dapat memperkuat efek kejang pada penderita epilepsi. Dikontraindikasikan
secara relatif pada pasien dengan gangguan ginjal dan hepar. Pada penderita gangguan
ginjal dan hepar akan terjadi akumulasi obat yang dapat mengakibatkan terjadinya
inkoordinasi otot atau kelemahan otot, vertigo, kesulitan berbicara, bingung yang akan
hilang setelah pengobatan dihentikan.

III.VII. DOSIS dan POSOLOGI


Piperazine dibagi dua jenis, yaitu piperazine sitrat dan piperazine tartrat.
Piperazine sitrat tersedia dalam bentuk tablet 250 mg dan sirup 500 mg/5 ml. Sedangkan
piperazine tartrat dalam tablet 250 mg dan 500 mg.
Dosis untuk ascariasis :
Dosis untuk anak :
75 mg /kgBB /hari, diberikan selama 2 hari berturut-turut.
Terapi hendaknya diulangi setelah 1 minggu.
Dosis untuk dewasa :
3,5 gr,1 kali sehari. Dosis hendaknya diulangi setelah 1 minggu.

Dosis untuk enterobiasis :


Dosis dewasa dan anak-anak :
60 mg/kgBB ( maksimum 2,5 gr ), 1 kali sehari selama 7 hari. Terapi hendaknya
diulangi sesudah 1-2 minggu.

III. IX. INTERAKSI OBAT


1. Phenotiazine
Penggunaan bersama piperazine dan phenotiazine dapat meningkatkan resiko
terjadinya reaksi ekstra piramidal.
2. Pirantel Pamoat
Penggunaan bersama dapat menurunkan efek piperazine karena kedua obat tersebut
merupakan mutual antagonistik dalam efek anthelmintik.

8
BAB IV
KESIMPULAN

1.Cacingan adalah penyakit kronik dan endemik pada manusia yang disebabkan
terutama oleh Nematoda,Trematoda dan Cestoda. Prevalensi terbesar pada anak-anak
2.Piperazine adalah anthelmintik yang digunakan untuk ascariasis dan entrerobiasis, yang
disebabkan oleh cacing Ascaris lumbricoides dan Oxyuris vermicularis ( Enterobius
vermicularis )

9
3.Piperazine terbagi dalam 2 bentuk sediaan, yaitu tablet dan sirup.
4.Piperazine bekerja dengan cara dengan memblok respon otot cacing terhadap
asetilkolin sehingga terjadi paralisis otot cacing sehingga mudah dikeluarkan oleh
peristaltik usus.
5.Kunci utama pemberantasan cacingan bukanlah pada pemberian obat cacing secara
berkala namun lebih ditekankan pada perilaku bersih dan sehat.

10

Anda mungkin juga menyukai