ANGGOTA KELOMPOK :
HERMANSYAH
HARYADI
FATHULLAH
M.FIKRIYANUR
KELAS : XII A
MA AL ISTIQAMAH BANJARMASIN
BAB I
PENDAHULUAN
Pusat-pusat yang pada umumnya merupakan kota–kota besar tidak hanya berkembang sangat
pesat, akan tetapi mereka bertindak sebagai pompa-pompa pengisap dan memiliki daya penarik
yang kuat bagi wilayah-wilayah belakangnya yang relatif statis. Wilayah-wilayah pinggiran di
sekitar pusat secara berangsur angsur berkembang menjadi masyarakat dinamis. Terdapat arus
penduduk, modal, dan sumberdaya ke luar wilayah belakang yang dimanfaatkan untuk
menunjang perkembangan pusat-pusat dimana pertumbuhan ekonominya sangat cepat dan
bersifat kumulatif. Sebagai akibatnya, perbedaan pendapatan antara pusat dan wilayah pinggiran
cenderung lebih besar (Rahardjo Adisasmito, 2005).
A. Sumberdaya Alam
Daerah yang mempunyai kekayaan sumber daya alam berpotensi menjadi pusat
pertumbuhan. Sebagai contoh, penambangan bahan tambang yang bernilai ekonomi
tinggi di suatu wilayah merangsang kegiatan ekonomi, memberikan kesempatan kerja,
dan meningkatkan pendapatan daerah serta berpengaruh terhadap munculnya kegiatan
ekonomi penunjang.
B. Sumberdaya Manusia
Sumber daya manusia sangat berperan dalam pembentukan pusat pertumbuhan di suatu
wilayah. Tenaga kerja yang ahli, terampil, andal, kapabel, dan professional dibutuhkan
untuk mengelola sumber daya alam. Pusat pertumbuhan akan berkembang dan
pembangunan berjalan lancar apabila tersedia sumber daya manusia yang andal.
C. Kondisi Fisiografi/Lokasi
Kondisi fisiografi/lokasi memengaruhi perkembangan pusat pertumbuhan. Lokasi yang
strategis memudahkan transportasi dan angkutan barang, sehingga pusat pertumbuhan
berkembang cepat. Sebagai contoh, daerah dataran rendah yang berelief rata
memungkinkan pusat pertumbuhan berkembang lebih cepat dibanding daerah pedalaman
yang berelief kasar atau berpegunungan.
D. Fasilitas Penunjang
Pusat pertumbuhan akan lebih berkembang apabila didukung oleh fasilitas penunjang
yang memadai. Beberapa fasilitas penunjang antara lain jalan, jaringan listrik, jaringan
telepon, pelabuhan laut dan udara, fasilitas air bersih, penyediaan bahan bakar, serta
prasarana kebersihan.
2.3 Teori Pusat Pertumbuhan
Teori kedudukan pusat dikemukakan oleh Walter Christaller, seorang ahli geografi
kebangsaan Jerman pada tahun 1933. Teori yang dikenal sebagai central place theory tersebut
disusun oleh Christaller untuk menjawab tiga permasalahan utama, yaitu faktor-faktor yang
menentukan banyaknya. besarnya, dan persebaran kota.
Guna menjawab pertanyaan tersebut Christaller mengemukakan beberapa konsep, dua di
antaranya yang paling penting adalah tentang range angkauan) dan threshold (ambang).
Christaller membayangkan sebuah wilayah (region) sebagai dataran yang homogen secara
geografis dengan persebaran penduduk yang merata. Sementara itu, penduduk memerlukan
berbagai barang dan jasa, antara lain makanan, misnuman, pakaian, sekolah, dokter, dan
pengacara.
Segala barang dan jasa yang diperlukan penducluk tadi memiliki dua hal yang khas, sesuai
dengan konsep Christaller. Pertama, yang disebut range adalah jarak yang perlu ditempuh untuk
mendapatkan barang kebutuhannya hanya kadang-kadang saja. Kedua, yang disebut threshold
adalah jumlah minimal penduduk yang diperlukan untuk kelancaran dan kesinambungan suplai
barang.
Sebagai contoh, dapat kita bandingkafl sebuah warung yang menjual makanan dan minuman
dengan toko emas. Warung makanan dan minuman tidak memerlukan jumlah penduduk yang
banyak agar dagangannya laku. Namun, toko emas membutuhkan jumlah penduduk yang banyak
agar dagangannya laku. Berdasarkan contoh tersebut juga dapat diketahui bahwa penduduk akan
membeli barang sesuai dengan kebutuhannya.
Barang dan jasa yang threshold dan rangenya besar disebut barang dan jasa tingkat tinggi (high
order goods and services). Namun, sebaliknya barang dan jasa yang threshold dan rangenya kecil
disebut barang dan jasa tingkat rendah (low order goods and services). Oleh karena itu,
seharusnya barang dan jasa tingkat tinggi terdapat di kota-kota besar yang banyak penduduknya.
Guna menggambarkan wilayah-wilaYah yang saling berhubungan, Christaller menggunakan
bentuk segi enam (heksagon). Lingkaran-lingkaran setiap heksagon yang mencerminkan
wilayah-wilayah pasar yang saling bertumpuk oleh Christaller dibelah (dipisah) dengan
menggunakafl garis lurus. Hal itu menggambarkan bahwa Christaller beranggapan bahwa garis
lurus merupakan jarak terdekat dan permukiman menuju pusat pertumbuhan. Sehubungan
dengan itu, Christaller bermaksud agar orang yang akan berbelanja dapat memilih tempat (kota)
yang paling dekat dengan lokasi tempat tinggalnya.
Di dalam tulisannya tentang tempat-tempat pusat pertumbuhan di Jerman, Christaller
memaparkan teorinya tentang persebaran dan besarnya permukiman. Tujuan kajiannya adalah
untuk menyusun hukum tentang persebaran dan besarnya permukiman berdasarkan fungsi
pelayanannya. Karena para konsumen yang menanggung ongkos angkutan sehingga jarak ke
tempat pusat yang dinyatakan dalam biaya dan waktu dianggap sangat penting. Karena
konsumen yang menanggung ongkos angkutan sehingga jangkauan (range) suatu barang
ditentukan oleh jarak yang dinyatakan dalam biaya dan waktu. Semua konsumen dalam usaha
mendapatkan barang dan jasa yang dibutuhkan adalah menuju ke tempat pusat yang lokasinya
paling dekat. Kota-kota berfungsi sebagai central place bagi wilayah di sekitarnya. Artinya, ada
hubungan besarnya tempat pusat dengan luasnya wilayah pasaran dan banyaknya penduduk
denngan tingginya pendapatan di wilayah yang bersangkutan.Wilayah tersebut dianggap sebagai
dataran yang penduduknya tersebar merata dengan ciri-ciri ekonomi yang sama, khususnya
pendapatan.
Teori Christaller banyak mendapat kritikan dan menilai pola yang dikemukakannya tidak
realistis karena bagaimanapun tidak ada wilayah yang homogen. Selain itu, tidak ada pasar yang
berbentuk heksagon karena kondisi geografi fisiknya.
a. Teori Kutub Pertumbuhan
Teori kutub pertumbuhan (growth poles) dikemukakan oleh Perroux pada tahun 1955.
Dasar teori kutub pertumbuhan adalah pengamatan terhadap proses pembangunan.
Menurut Perroux bahwa pembangunan yang terjadi di manapun tidak terjadi secara
serentak, tetapi muncul di tempat-tempat tertentu dengan intensitas yang berbeda.
Tempat-tempat itulah yang selanjutnya dinamakan titik-titik pertumbuhan atau kutub-
kutub pertumbuhan. Dimulai dan kutub-kutub pertumbuhan itulah pembangunan akan
menyebar melalui berbagai saluran dan berdampak pada perkembangan
perekonomiannya. Prinsip dan teori kutub adalah terjadinya pertumbuhan dan
perkembangan wilayah dimulai dan sebuah kota tertentu menuju daerah yang
tingkatannya lebih rendah. Proses yang berlangsung di dalam teori kutub pertumbuhan
adalah penjalaran dan penetesan (spend and tickling down) serta penarikan dan
pemusatan (back wash and polarization).
Menurut Dusseidrop terbentuknya wilayah-wilayah dalam kutub pertumbuhan didasarkan pada
faktor-faktor sebagai berikut.
Prinsip homogenitas, yaitu adanya persamaan kriteria dalam pewilayahan.
Adanya hubungan dalam ruang (spasial) wilayah pertumbuhan, misalnya interrelasi.
Terbentuknya wilayah-wilayah yang lebih khusus dan berbeda dengan wilayah lainnya
a. Wilayah Pembangunan
Berdasarkan potensi geografis wilayah Indonesia, dalam pelaksanaan pembangunan
dibagi atas wilayah-wilayah pembangunan. Secara tegas pewilayah tersebut mulai
dilakukan sejak tahun 1974 hingga 1979 (Repelita II). Saat itu wilayah Indonesia dibagi
menjadi empat wilayah pembangunan utama yang mencakup sepuluh wilayah
pembangunan ekonomi, yaitu sebagai berikut.
Pembangunan Industri dalam rangka menjalin kerja sama ekonomi lintas daerah sehingga
dapat dicapai efisiensi produksi, maka ditetapkan adanva Wilayah Pusat Pertumbuhan
Industri (WPPI). Wilayah Pusat Pertumbuhan Industri adalah wilayah yang
dikembangkan bertitik tolak dan pembangunan industri hulu/industri dasar sebagai
penggerak yang dapat memacu tumbuh dan berkembangnya kegiatan sosial ekonomi lain
untuk mewujudkan kesatuan ekonomi nasional.
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
Dengan adanya pelajaran geografi seharusnya masyarakat dapat mengetahui lebih banyak
lagi tentang alam, tetapi kenyataaannya masih banyak masyarakat yang belum bias
memanfaatkan alam yang kita miliki dengan sebaik-baiknya. Dengan mempelajari ilmu
geografi, diharapkan agar masyarakat tidak lagi berfikiran kuno tentang penyebab kejadian-
kejadian alam.
Dengan belajar geografi yang salah satu konsep dasarnya adalah globalisasi seharusnya kita
sebagai generasi muda tidak terseret kedalam dampak negatif dari globalisasi tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
https://harisrosi.blogspot.com/2017/07/makalah-pewilayahan-berdasarkan_8.html
https://dosengeografi.com/pusat-pertumbuhan-wilayah/
https://www.ruangguru.co.id/pengertian-dan-teori-pusat-pertumbuhan-menurut-para-ahli/
https://kinandika.wordpress.com/2012/09/17/summary-teori-dan-konsep-pusat-pertumbuhan/